• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SIBLING RIVALRY DENGAN JARAK USIA KELAHIRAN DAN JUMLAH SAUDARA KANDUNG PADA REMAJA AWAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SIBLING RIVALRY DENGAN JARAK USIA KELAHIRAN DAN JUMLAH SAUDARA KANDUNG PADA REMAJA AWAL"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA DENGAN JARAK USIA KELAHIRAN DAN JUMLAH SAUDARA KANDUNG PADA

REMAJA AWAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Birgitta Dyah Pramushinta NIM : 069114060

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)

iii

(4)

iv MOTTO

PENELITIAN INI, AKU PERSEMBAHKAN UNTUK :

TUHAN YESUS yang membuat segalanya menjadi mudah dan mungkin.... KELUARGAKU yang selalu percaya dan menyemangatiku... SAHABAT, TEMAN, DAN SEMUA ORANG yang telah hadir dalam hidupku...

(5)
(6)

vi

HUBUNGAN ANTARA DENGAN JARAK USIA KELAHIRAN DAN JUMLAH SAUDARA KANDUNG PADA

REMAJA AWAL

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Subjek dalam penelitian ini adalah 116 siswa SMP N 16 Yogyakarta dan SMP PGRI Kasihan dengan rata(rata usia 12 sampai 14 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa Skala yang disusun sendiri oleh penulis berdasarkan aspek(aspek dari teori Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008). Skala tersebut terdiri dari 38 item dengan reliabilitas sebesar 0.922. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi parsial dengan bantuan versi 16 . Berdasarkan analisis korelasi parsial diketahui bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung, ditunjukkan dengan koefisien korelasi antara dan jarak usia kelahiran sebesar (0.631 dengan signifikansi 0.00 (p<0.01), serta dan jumlah saudara kandung sebesar (0.290 dengan signifikansi 0.00 (p<0.01). Artinya, semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi dan semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah.

(7)

vii

THE RELATION BETWEEN SIBLING RIVALRY WITH THE SPACE OF BIRTH AGE AND NUMBER OF SIBLINGS ON THE BEGINNING OF

TEENAGER

!!" # $ !" % # & ' ( !) !*

+ % , # )--./ 0.

- 1)) 2

!" 3

2

- "0* - -- + 4- -!/ - ).! - -- + 4- -!/ '

5

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara

dengan Jarak Usia dan Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal”. Tanpa bimbingan(Nya, tentu skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

Penulis juga menyadari banyak pihak yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, informasi, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar( besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi beserta Bapak C. Siswa Widyatmoko, S.Psi., M.Psi selaku Wakil Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Psi., selaku Kaprodi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan kritik serta nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai.

4. Bapak Drs. Wahyudi, M.Si. dan Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi nasihat dan semangat selama penulis menyelesaikan studi ini.

(10)

x

6. Ibu Debri Pristinella, S.Psi., M.Si., selaku dosen penguji III yang telah bersedia memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah membagikan segala pengetahuan tentang dunia psikologi yang sangat bermanfaat dan menarik. Terima kasih atas bimbingan Bapak/ Ibu selama ini kepada penulis.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi: Mbak Nani, Mas Gandung, dan Pak Gi di sekretariat Fakultas Psikologi, serta Mas Mudji dan Mas Doni di Laboratorium Fakultas Psikologi yang telah memperlancar dan membantu proses studi penulis selama ini.

9. Ibu dan bapak tercinta yang telah memberikan kepercayaan dan semangat kepada penulis untuk bertanggungjawab dengan keputusan yang telah penulis pilih, serta Nanto kakak penulis atas diskusinya yang selalu menarik. 10. Teman(teman angkatan 2006 dan seperjuangan yang akan selalu penulis

(11)

xi

11. Keluarga besar Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Paingan baik Mitra ataupun staf. Terima kasih telah mengizinkan penulis menjadi bagian dalam keluarga selama dua tahun ini.

12. Keluarga besar Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus (PSIBK) dan Pusat Kuliah Kerja Nyata (PKKN) Universitas Sanata Dharma yang sering melibatkan penulis dalam penting. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan di waktu luang penulis selama pengerjaan skripsi.

13. Keluarga besar Spy di Bantul : Galih yang telah menyediakan waktu dan tenaganya membantu penulis menyempurnakan kata(kata dalam pernyataan skala, Spy yang dengan senang hati mengajari penulis cara menghitung skala melalui SPSS, dan Bu Shanti yang berbaik hati membantu penulis ketika menyusun abstrak dalam Bahasa Inggris.

14. Teman(teman angkatan 2007 yang akan selalu penulis ingat : Oppie, Gallo, Erin, Nenis, Tina, Sari, serta Wiwid teman seperjuangan Mitra Perpustakaan Paingan; Susan, Nyak (Putri), Damar, dan Valle teman seperjuangan ketika harus antri lama menunggu giliran bimbingan dengan Bu Sylvi; serta teman( teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan dan canda tawanya sehingga membuat penulis lebih semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

(12)

xii

16. Keluarga besar KB dan TK Pedagogia FIP UNY serta TK Indriyasari Pugeran. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis bisa belajar mengenal dan memahami dunia anak(anak yang begitu menyenangkan.

17. Teman(teman penulis semasa sekolah dulu : Cecil (Nana), Savi, Febri, Asih, Ana, Dini, Dilla, serta teman(teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis supaya segera menyelesaikan penulisan skripsi.

18. Kepada semua pihak yang telah membantu dan teman(teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas kehadirannya dalam hidup penulis dan atas segala dukungan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan. Namun, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

Yogyakarta, 29 Oktober 2012

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ..i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

63 62 ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR SKEMA ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Tujuan Penelitian ... 7

C. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

(14)

xiv

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Saudara Kandung ( ) ... 8

1. Pengertian Saudara Kandung ( ) ... 8

2. Faktor(faktor yang Mempengaruhi Hubungan Antarsaudara ... Kandung ... 9

B. ... 12

1. Pengertian ... 12

2. Aspek ... 14

3. Faktor(faktor yang Mempengaruhi ... 17

C. Remaja Awal ... 20

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja Awal ... 20

2. pada Remaja Awal ... 22

D. Jarak Usia Kelahiran ... 23

1. Pengertian Jarak Usia Kelahiran ... 23

2. Dampak Jarak Usia Kelahiran terhadap ... 24

E. Jumlah Saudara Kandung... 26

F. Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung ... 27

G. Hubungan antara dengan Jarak Usia Kelahiran dan Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal ... 29

H. Hipotesis... 34

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 35

(15)

xv

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 35

C. Definisi Operasional... 35

1. ... 35

2. Jarak Usia Kelahiran ... 36

3. Jumlah Saudara Kandung... 36

4. Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung ... 37

D. Subjek Penelitian... 37

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 38

F. Kredibilitas Alat Ukur... 40

1. Validitas ... 40

2. Seleksi Item ... 41

3. Reliabilitas ... 43

G. Metode Analisis Data... 43

H. Pelaksanaan 5 ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

B. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian ... 45

C. Deskripsi Data Penelitian... 47

D. Hasil Penelitian ... 48

1. Uji Asumsi ... 48

2. Uji Hipotesis ... 50

(16)

xvi

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Jawaban Subjek pada Skala ... 39

Tabel 2 3 Skala Sebelum Uji Coba... 40

Tabel 3 Spesifikasi Item Skala Setelah Uji Coba... 42

Tabel 4 Spesifikasi Item Skala Setelah Uji Coba dan untuk Penelitian... 42

Tabel 5 Deskripsi Usia Subjek Penelitian ... 46

Tabel 6 Deskripsi Jumlah Saudara Kandung Subjek ... 46

Tabel 7 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek dan Saudara Kandung Berdasarkan Kedekatan Usia ... 46

Tabel 8 Deskripsi Kedekatan Jarak Usia Subjek dengan Saudara Kandungnya ... 47

Tabel 9 Deskripsif Data Penelitian... 47

Tabel 10 Ringkasan Uji Normalitas ... 49

Tabel 11 Ringkasan Uji Linearitas... 49

(18)

xviii

DAFTAR SKEMA

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Skala untuk Uji Coba ... 64

Lampiran 2 Uji Reliabilitas dan Seleksi Item (Uji Coba) ... 72

Lampiran 3 Format Skala untuk Penelitian... 80

Lampiran 4 Uji Asumsi... 84

Lampiran 5 Uji Hipotesis (Korelasi Parsial)... 86

Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian dari SMP N 3 Godean ... 87

Lampiran 7 Surat Izin Pemerintah Kota Yogyakarta ... 88

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian dari SMP N 16 Yogyakarta... 89

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saudara kandung adalah orang yang paling penting dalam kehidupan anak setelah orang tua. Bersama saudaranya, anak bisa bermain bersama, belajar untuk saling menolong, berbagi, dan mengajari. Selain itu, saudara kandung juga bisa bertindak sebagai dukungan emosional dan mitra komunikasi bagi saudaranya yang lain (Carlson dalam Santrock, 2007). Akan tetapi, hubungan antarsaudara kandung tidak selalu berjalan dengan baik. Adakalanya, perkelahian atau persaingan bisa saja terjadi (Carlson dalam Santrock, 2007), bahkan berlanjut ke hubungan yang agresif dan kasar (Noller, 2005; Volling, 2002; Zukow(Goldring, 2002, dalam Santrock, 2007).

Menurut Susilowati (2006), persaingan antarsaudara merupakan hal wajar pada anak yang sedang menyesuaikan dengan kondisi baru. Biasanya persaingan muncul ketika ada kelahiran anak kedua, dan anak pertama belum dipersiapkan terlebih dahulu bahwa dia akan memiliki adik. Selama ini, anak pertama atau anak sulung selalu mendapat kasih sayang dan perhatian penuh dari orang tuanya. Namun, sejak kehadiran saudara baru, perhatian dan waktu orang tua akan lebih tersita olehnya. Bisa dipastikan dengan perubahan itu, anak sulung merasa iri dan tersaingi (Priatna & Yulia, 2006).

(21)

suatu permasalahan bagi anak sulung, dimana anak sulung harus berbagi cinta, kasih sayang, dan perhatian orang tua kepada adiknya. Keadaan inilah yang kemudian memicu timbulnya perasaan permusuhan dan iri terhadap saudara kandung, dimana saudara dianggap sebagai saingan atau lebih dikenal sebagai (Cholid, 2004).

Menurut Dwiputri (2010), bisa berlangsung dari usia anak(anak sampai remaja bahkan dewasa. Konsep tersebut sejalan dengan pendapat Priatna dan Yulia (2006) yang mengungkapkan bahwa

yang terus dipupuk sejak anak(anak bisa membuat mereka akan terus bersaing dan mendengki saat beranjak dewasa. Akan tetapi, dibandingkan dengan usia tahapan lainnya, tingkat konflik antarsaudara kandung pada masa remaja termasuk sangat tinggi (Buhrmester & Furman, 1990, dalam Santrock, 2003). Remaja adalah usia yang rentan dimana kemampuan analisis serta kontrol emosinya masih rendah. Selain itu, konsep dirinya juga belum matang dan masih terlalu mudah meniru perilaku dari idola. Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Di satu sisi remaja ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, tetapi di sisi lain remaja masih tetap membutuhkan bantuan dan dukungan dari orang tuanya. Salah satunya remaja ingin dimengerti oleh orang tua bahwa dia dan saudara kandungnya adalah individu berbeda.

(22)

dirinya dengan saudaranya dalam hal nilai akademis, bakat, selera atau ketertarikan terhadap bidang(bidang tertentu, misalnya selera musik, berpakaian, buku bacaan, dan ketertarikan pada seni rupa, bermusik, atau teater. Terkadang, remaja mengagumi dan ingin meniru saudaranya, tetapi perbedaan karakter tersebut juga dapat memunculkan rasa iri hati dan perasaan tersaingi hingga akhirnya timbul (Apter dalam Kartika, 2010).

Bomb (dalam Binotiana, 2008) berpendapat bahwa bisa membawa dampak positif bagi hubungan antarsaudara kandung, terutama terlihat dari penyelesaian pertengkaran pada pasangan saudara kandung. Pertengkaran pada pasangan saudara kandung akan melatih anak untuk belajar bernegosiasi, berkompromi, dan menyelesaikan konflik dengan saudara kandungnya. Namun, tidak semua anak siap untuk bersaing dengan saudara kandungnya (Steinberg 2003, dalam Binotiana, 2008). Anak bisa menjadi tertekan, rendah diri, dan mungkin bisa memicu tindakan yang menyakiti saudaranya karena tidak siap bersaing dengan saudaranya (Cholid, 2004). Menurut Gultom (2011), dampak yang paling nyata akibat

bagi remaja adalah rasa minder atau rendah diri jika berhadapan dengan orang lain. Selain rendah diri, dampak lain yang bisa ditimbulkan akibat antara lain , merasa diabaikan, labil, merasa tidak nyaman, mudah stres, serta kurang sensitif dengan lingkungan.

(23)

remaja. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pasangan saudara kandung yang mengalami konflik cenderung menunjukkan perilaku antisosial dan tanggung jawab sosial yang rendah. Di Indonesia sendiri,

termasuk alasan yang paling sering mendasari individu melakukan sesuatu di luar dugaan terhadap keluarganya sendiri (Gultom, 2010). Misalnya saja, kasus Ical yang tega membunuh orang tua dan adik(adiknya beberapa tahun yang lalu karena telah lama memendam perasaan ‘dianaktirikan’ (Gultom, 2010). Kasus Ical tersebut menjadi bukti bahwa perasaan cemburu dan teracuhkan yang dialami ketika masih anak(anak bisa terbawa atau bahkan muncul ketika seseorang sudah dewasa. Menurut Gultom (2010), sebagai seorang remaja yang memiliki emosi labil, Ical seperti menyimpan bom waktu yang bisa meledak suatu waktu atau pada situasi tertentu karena terus menerus menekan perasaan ‘dianaktirikan’. Itu sebabnya banyak fenomena yang terjadi, seorang remaja secara tidak terduga tega membunuh orang tua atau saudaranya sendiri. Padahal dalam kesehariannya, orang tersebut dikenal baik dan sopan terhadap keluarganya.

(24)

dan benci saat adiknya perempuannya lahir karena membuat orang(orang di sekelilingnya beralih memperhatikan adiknya. Bahkan, perasaan tersebut terus berlanjut sampai dia berusia remaja. Di sisi lain, adiknya yang mulai beranjak dewasa juga sering memprotes sikap orangtua karena mengizinkan Linda pulang lebih larut atau pergi ke luar kota dengan teman(temannya.

yang dialami oleh Linda Ziskind dan saudaranya di atas salah satunya dapat disebabkan karena jarak usia kelahiran mereka yang berdekatan. Kedekatan usia membuat potensi munculnya persaingan menjadi semakin hebat karena mereka memiliki kebutuhan yang serupa sehingga antara satu saudara dengan saudaranya yang lain saling bersaing untuk memperebutkan cinta dan perhatian yang sama dari orang tuanya (Faber & Mazlish, 1987; Freud, 1955; Ihinger, 1975, dalam Raffaelli, 1992). Hal tersebut didukung oleh Pope (2009) yang mengatakan bahwa jarak usia antara satu saudara dengan saudara kandung yang lain memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan emosi, tingkat agresivitas, dan juga hubungan saudara kandung. Semakin dekat jarak usia antarsaudara kandung, kemungkinan munculnya perilaku menyakiti saudara kandungnya secara fisik dan agresivitas akan semakin besar.

(25)

saudara berjenis kelamin sama dengan jarak usia yang berdekatan, serta kurangnya interaksi yang positif akan lebih banyak mengalami persaingan dan konflik (Dunn & Kendrick, 1981; Minnett, Vandell & Santrock, 1983).

Menurut Ambarini (2006), kurangnya interaksi yang positif antarsaudara kandung disebabkan oleh jumlah saudara kandung di dalam sebuah keluarga. Semakin sedikit jumlah anak di dalam keluarga, kesempatan anak untuk berinteraksi dengan saudara kandungnya akan semakin kurang bervariasi (Ambarini, 2006). Hal tersebut membuat intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara yang lain menjadi tinggi sehingga kemungkinan munculnya akan lebih besar (Susilowati, 2011). Oleh Hurlock (2000), keluarga yang terdiri dari dua atau tiga orang anak disebut sebagai keluarga kecil. Artinya, anak yang tinggal di dalam keluarga kecil memiliki jumlah saudara yang sedikit pula. Padahal, hampir sebagian besar keluarga di Indonesia pada umumnya adalah keluarga kecil dimana anggota keluarganya hanya terdiri dari orang tua dan dua atau tiga orang anak saja (Survei Demografi dan Kesehatan, 2007, dalam Wahyuningsih, 2011).

(26)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara

dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung khususnya pada usia remaja awal.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Memberikan manfaat untuk menambah kajian ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya ilmu psikologi perkembangan mengenai

, jarak usia kelahiran, dan jumlah saudara kandung. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dalam memahami perkembangan remaja awal, terutama mengenai

(27)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Saudara kandung ( )

1. Pengertian Saudara Kandung ( )

Saudara kandung ( ) adalah dua individu atau lebih yang memiliki orang tua biologis yang sama, baik itu saudara laki(laki ataupun perempuan (Reber & Reber, 2010). Selain itu, saudara kandung ( ) dapat juga diartikan sebagai suatu hubungan sedarah antara dua atau lebih kakak beradik di dalam keluarga inti (Corsini, 1994, dalam Permatasari, 2009). Keluarga inti yang dimaksud adalah keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak(anaknya, tidak termasuk orang(orang yang tinggal serumah seperti kakek, nenek, paman, bibi, atau pembantu (Corsini, 1994, dalam Permatasari, 2009). Kakak beradik yang terikat dalam hubungan saudara kandung biasanya tinggal bersama dengan orang tua dalam satu rumah. Kondisi ini jelas memberi kesempatan bagi saudara kandung untuk saling mempengaruhi satu sama lain dalam sebuah interaksi longitudinal dengan melibatkan kontak fisik dan emosional (Hapsari, 2001, dalam Ambarini, 2006).

(28)

besar anak, saudara kandung yang lebih tua merupakan seseorang yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka, khususnya dalam memberi dukungan, kerja sama, dan petunjuk. Namun, saudara yang lebih tua juga bisa menjadi sumber konflik dan model peran yang negatif. Cicirelli (dalam Susilowati, 2011) menambahkan bahwa hubungan saudara kandung dapat mengarah pada perasaan positif, yaitu rasa kasih sayang, melindungi, dan membantu atau justru perasaan negatif yang dapat menimbulkan persaingan dan permusuhan seperti rasa iri, benci, dan marah. Ikatan emosional yang positif ataupun negatif selalu akan memunculkan reaksi perilaku yang berbeda terhadap saudara kandungnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa saudara kandung ( ) merupakan hubungan sedarah antara dua atau lebih saudara laki(laki ataupun perempuan yang tinggal serumah di dalam keluarga inti sehingga memungkinkan bagi saudara sekandung untuk memiliki pengaruh yang amat besar bagi saudara yang lain.

2. Faktor5faktor yang Mempengaruhi Hubungan Antarsaudara Kandung

Hurlock (2000) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung, antara lain :

a. Sikap Orang Tua

(29)

sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh perilaku dan usaha anak tersebut dalam memenuhi keinginan dan harapan orang tuanya. b. Urutan Kelahiran

Orang tua cenderung memberi peran anak menurut urutan kelahirannya. Anak yang lebih tua diharapkan dapat memberikan contoh yang baik, bertanggung jawab, bersikap dewasa, mengalah, dan membimbing adik(adiknya. Di sisi lain, anak yang lebih muda bisa merasa terintimidasi karena wewenang yang diberikan orang tua terhadap kakaknya tersebut (Zainal, 2003). Menurut Hurlock (2000), peran yang diberikan orang tua kepada anak bukanlah peran yang mereka pilih sendiri. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi perselisihan besar sekali jika anak tidak menyukai peran yang orang tua berikan kepadanya.

c. Jenis Kelamin Saudara Kandung

(30)

d. Jarak Usia Antarsaudara Kandung

Berbanding terbalik dengan jarak usia kelahiran yang jauh, jarak usia yang dekat memiliki pengaruh negatif terhadap kedekatan antarsaudara kandung, tetapi berpengaruh positif dengan konflik dan persaingan (Susilowati, 2011).

e. Jumlah Saudara Kandung

Semakin sedikit jumlah anak dalam sebuah keluarga (dua sampai tiga orang anak), kesempatan untuk berinteraksi secara ekstensif antara orang tua dan anak semakin besar. Namun, kesempatan untuk interaksi yang bervariasi antara saudara kandung semakin sedikit (Ambarini, 2006). Kondisi ini membuat anak yang memiliki jumlah saudara relatif sedikit akan lebih banyak mengalami perselisihan dibanding mereka yang memiliki jumlah saudara yang banyak, yakni lebih dari lima orang saudara kandung (Hurlock, 2000).

f. Jenis Disiplin

(31)

g. Pengaruh Orang Lain

Menurut Hurlock (2000), kehadiran orang luar di rumah, tekanan orang luar pada anggota keluarga, atau perbandingan anak dengan saudara kandungnya oleh orang luar dapat mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung. Pertama, faktor yang berkaitan dengan ciri(ciri saudara kandung itu sendiri, yaitu jarak usia antarsaudara kandung, urutan kelahiran, jumlah saudara kandung, dan jenis kelamin saudara kandung. Kedua, faktor yang lebih berkaitan dengan orang tua, seperti pola disiplin dan sikap orang tua, serta sikap sanak keluarga lainnya (pengaruh orang lain).

B.

1. Pengertian

Menurut Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008),

(32)

biasa muncul ketika anak berusia antara satu sampai tiga tahun dan lebih terlihat ketika anak berusia tiga sampai lima tahun (Milman & Schaefer, 1989). Selanjutnya, akan terjadi lagi di usia 8 ( 12 tahun pada usia sekolah. Schacfhter (dalam Feinberg dan Hetherington, 2000) menambahkan bahwa anak di usia 6 ( 14 tahun pada usia sekolah juga bisa mengalami . Hal tersebut sesuai dengan pendapat Brody, Stoneman, dan McCoy (dalam Feinberg & Hetherington, 2000) yang menyatakan bahwa biasa muncul pada masa kanak(kanak pertengahan sampai remaja awal.

(33)

Seiring dengan bertambahnya usia, tidak hanya terjadi pada anak yang lebih tua. Anak yang lebih muda juga dapat memiliki perasaan iri terhadap kakaknya, khususnya bila mereka menganggap kakaknya diberi lebih banyak kebebasan, boleh tidur lebih malam, atau mendapatkan lebih banyak pakaian baru (Woolfson, 2004).

Berdasarkan pemikiran yang telah dipaparkan di atas dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud merupakan

kecenderungan persaingan antara individu dengan saudara kandungnya yang lebih tua ataupun muda baik itu berjenis kelamin sama maupun berbeda yang disertai perasaan negatif berupa iri hati dan benci terhadap saudara kandungnya tersebut.

2. Aspek

Menurut Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008),

merupakan perasaan iri hati, kompetisi atau persaingan, dan kebencian yang timbul di antara dua atau lebih saudara kandung. Berdasarkan konsep tersebut maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa aspek(aspek

, meliputi : a. Aspek iri

(34)

dan orang tua mulai berubah dari pusat perhatian menjadi ‘salah satu anak’ karena kehadiran adik. Namun, perasaan iri tidak hanya terjadi pada anak yang lebih tua. Anak yang lebih muda juga dapat merasa iri dengan saudara tuanya ketika dia merasa kalah atau lebih rendah (rendah diri) melihat saudaranya lebih berkembang atau berprestasi (Wigley, 2000, dalam Faturochman, 2006). Ada tiga hal yang terdapat dalam iri, yaitu orang yang mengalami iri, atau orang lain yang menjadi saingannya, dan objek iri. Dalam , tersebut adalah saudara kandungnya dan objek iri dapat berupa kasih sayang dan perhatian dari orang tua (Dunn & Kendrick, 1981). b. Aspek bersaing

Bersaing dalam lingkup saudara kandung dapat diartikan sebagai usaha memperlihatkan keunggulan atau kelebihan diri sendiri untuk menunjukkan bahwa dia lebih baik dari saudara kandungnya dengan tujuan memperebutkan perhatian orang tua (VandenBos 2007). Menurut Anderson (dalam Binotiana, 2008), persaingan untuk memperebutkan perhatian orang tua merupakan manifestasi

(35)

tetapi, seiring bertambahnya usia, persaingan mereka berkembang menjadi persaingan untuk kekuatan dan penghargaan seperti prestasi sekolah atau kejuaraan di bidang olahraga. Persaingan pada anak umumnya akan berlanjut selama usia prasekolah dan usia sekolah dimana anak yang lebih tua menjadi pihak yang mendominasi dan anak yang lebih muda menjadi pihak yang mengeluh (Abramovitch, Pelper, Corter & Stanhope, 1986, dalam Marvin & Stewart, 1984). c. Aspek benci

Dalam lingkup saudara kandung, benci adalah perasaan negatif berupa rasa sakit, kemarahan, dan permusuhan yang disertai dengan keinginan individu untuk melukai atau menyakiti saudara kandungnya tersebut (Reber & Reber, 2010). Menurut Freud (dalam Bank & Kahn, 1982), dalam hubungan saudara, seorang anak tidak sepenuhnya mencintai saudaranya. Mereka membenci saudaranya seperti musuh atau saingan karena dianggap sebagai ancaman atau penghalang untuk mendapatkan perhatian orang tua secara penuh. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock (1992) yang mengungkapkan bahwa perilaku bisa membuat anak bersikap berpura(pura mencintai saudaranya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek

(36)

dipersaingkan. Sedangkan, dalam konteks persaingan lainnya, orang yang menjadi saingan bisa teman kuliah, teman kerja, sahabat, tetangga, atau pacar, tetapi jelas bukan saudara kandung. Selain itu, objek yang dipersaingkan juga lebih luas bisa dalam hal pengembangan pribadi, akademis, relasi sosial, cinta, atau materi.

3. Faktor5faktor yang Mempengaruhi

Menurut Priatna dan Yuliana (2006), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi , yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri seseorang anak, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari kesalahan orang tua dalam mendidik anak(anaknya.

Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi (Priatna & Yuliana, 2006), antara lain :

a. Faktor Internal 1). Temperamen

Temperamen dapat mempengaruhi reaksi anak akibat kehadiran adik dalam keluarga, serta mempengaruhi besarnya

(37)

2). Sikap Anak dalam Mencari Perhatian Orang Tua

Tanpa disadari sebagian orang tua cenderung memberikan perhatian yang berbeda pada anak(anaknya, khususnya pada anak yang memiliki masalah kesehatan atau berkebutuhan khusus. Perhatian orang tua akan terfokus pada anak yang mengalami masalah dan terkesan mengabaikan anak lain yang dianggap ‘normal’. Hal tersebut membuat anak yang dianggap ‘normal’ tersebut merasa iri dan berusaha untuk mencari perhatian orang tuanya baik dengan cara yang menyenangkan ataupun menjengkelkan (Priatna & Yulia, 2006).

3). Jarak Usia Kelahiran

Jarak usia kelahiran antara anak pertama, kedua, ataupun ketiga memiliki pengaruh yang penting dalam hubungan mereka. Semakin kecil jarak usia kelahiran mereka, kemungkinan terjadinya antara satu saudara dengan saudara yang lain cenderung semakin besar (Woolfson, 2004). Sebaliknya, semakin besar jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, hubungan mereka cenderung lebih ramah, kooperatif, dan saling mengasihi (Susilowati, 2011).

4). Jenis Kelamin

(38)

bisa membuat anak merasa dibedakan dalam hal pembagian tugas. Salah satu contohnya, kakak laki(laki selalu diminta tolong orang tua untuk membantu saudara perempuannya mengerjakan pekerjaan rumah yang lebih berat (Priatna & Yulia, 2006). Di sisi lain, anak perempuan bisa membenci anak laki( laki karena mereka memiliki tugas(tugas rumah tangga lebih sedikit, dan mendapatkan keistimewaan untuk mengabaikannya (Hurlock, 1996).

5). Ambisi Anak untuk Mengalahkan Anak yang Lain

Untuk mendapatkan kembali perhatian orang tua yang pernah diperoleh sebelum kehadiran seorang adik, si kakak berusaha tampil menjadi anak yang terbaik dibanding saudaranya atau justru berusaha menjatuhkan adiknya dihadapan orang lain (Priatna & Yulia, 2006).

b. Faktor Eksternal

1). Sikap Orang Tua yang Membanding(bandingkan

(39)

2). Sikap Orang Tua yang Menganakemaskan Salah Satu Anak Menurut Kowal dan Kramer (dalam Kail, 2001), sikap orang tua yang mengistimewakan salah satu anak membuat saudara yang lain akan merasa tersisih sehingga bisa memunculkan

. akan semakin kuat jika orang tua benar( benar menunjukkan anak favoritnya, terlebih apabila ayah cenderung memilih salah satu anak sebagai anak kesayangan (Anderson, 2006, dalam Binotiana, 2008).

Berdasarkan uraian faktor di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi adalah faktor internal seperti temperamen, sikap anak dalam mencari perhatian orang tua, jarak usia, jenis kelamin, dan ambisi anak untuk mengalahkan anak lain, serta faktor eksternal yaitu sikap orang tua yang membanding(bandingkan anak dan adanya anak emas di antara anak yang lain.

C. Remaja Awal

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja Awal

(40)

fisik, kognitif, kepribadian, dan sosial. Berikut perkembangan yang terjadi pada remaja, yaitu :

a. Perkembangan Fisik

Remaja mengalami , yaitu pertumbuhan fisik yang sangat pesat yang ditandai oleh ciri(ciri perkembangan pada masa pubertas. Perubahan fisik khususnya bentuk badan merupakan suatu hal yang sangat mencemaskan bagi remaja.

b. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 1995), sudut pandang dan pola pikir remaja masih berorientasi pada diri sendiri atau egosentrisme. Oleh karena itu, remaja sering bertengkar dengan saudara( saudaranya hanya karena berbeda pendapat. Bahkan, remaja juga sering bertengkar dengan orang tuanya karena merasa dirinya tidak diperlakukan adil dibanding saudaranya yang lain.

c. Perkembangan Sosial(Emosi

Menurut Santrock (1999), hubungan remaja mulai beralih ke teman sebayanya. Bagi remaja, teman sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalamannya. Di samping itu, teman sebaya juga berperan dalam proses pembentukan identitas diri remaja.

(41)

berlangsung antara usia 12 ( 15 tahun, usia 15 ( 18 tahun untuk masa remaja pertengahan, dan usia 18 ( 21 tahun untuk masa remaja akhir.

Dari beberapa konsep yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja awal merupakan masa transisi dari masa kanak( kanak ke masa dewasa yang diikuti oleh perkembangan fisik, kognitif, kepribadian, dan sosial yang terjadi di usia 12 ( 15 tahun.

2. pada Remaja Awal

Masa remaja awal adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Menurut Erickson (dalam Santrock, 1999), karakteristik remaja awal yang sedang berproses untuk mencari identitas diri tersebut sering kali menimbulkan masalah pada diri remaja. Hal ini didukung oleh Shantz (dalam Raffaelli, 1992) yang mengungkapkan bahwa remaja awal sering mengalami perselisihan salah satunya dengan orang tua dan saudara kandungnya karena perbedaan paham yang remaja yakini sebagai proses pembentukan identitas diri.

(42)

ketertarikan terhadap bidang(bidang tertentu, misalnya selera musik, berpakaian, buku bacaan, dan ketertarikan pada seni rupa, bermusik, atau teater. Terkadang, remaja mengagumi dan ingin meniru saudaranya, tetapi perbedaan tersebut juga dapat memunculkan rasa iri hati dan perasaan tersaingi hingga akhirnya timbul (Apter dalam Kartika, 2010).

Awalnya, muncul karena antara satu saudara dengan saudara yang lain ingin mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tua yang sama. Namun, ketika mereka telah tumbuh dewasa, para orang tua justru semakin tidak mampu memberikan perhatian yang seimbang kepada anak(anaknya (Ferguson, 1958, dalam Bank & Kahn, 1982). Kondisi ini membuat berkembang dari keinginan untuk mendapatkan perhatian orang tua menjadi keinginan untuk mendapatkan prestasi sekolah atau penghargaan(penghargaan lainnya di luar sekolah seperti olahraga, seni, dan lainnya.

D. Jarak Usia Kelahiran

1. Pengertian Jarak Usia Kelahiran

(43)

Menurut Zajonc (dalam Buckles & Munnich, 2011), jarak usia kelahiran antara anak pertama dengan saudaranya yang lain bisa mempengaruhi hubungan antarsaudara kandung itu sendiri. Semakin muda usia anak ketika adiknya lahir akan semakin besar pula kemungkinan anak tersebut mengalami . Oleh karena itu, orang tua yang merencanakan jarak usia kelahiran yang tidak begitu dekat antara anak pertama dengan anak selanjutnya membuat anak pertama cenderung tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang (Zajonc, 1976, dalam Buckles & Munnich, 2011). Di samping itu, saudara yang lebih muda juga akan mudah menerima nasihat dari saudara kandungnya yang lebih tua empat tahun dibanding yang berusia dua tahun (Cicirelli, 1973, dalam Buckles & Munnich, 2011)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jarak usia kelahiran adalah perbedaan usia kelahiran antara seorang anak dengan saudara kandung lainnya yang berpengaruh terhadap hubungan antarsaudara kandung.

2. Dampak Jarak Usia Kelahiran terhadap

(44)

a. Jarak Usia Kelahiran Antarsaudara Kandung Dekat

Jarak usia kelahiran yang relatif sedikit membuat kakak dan adik memiliki peluang untuk bisa menjadi sahabat yang sangat dekat (Woolfson, 2004). Dalam banyak hal, mereka bisa memiliki teman( teman yang sama atau bisa pergi keluar bersama. Akan tetapi, jarak usia kelahiran yang dekat antara satu sampai empat tahun cenderung membuat potensi menjadi semakin tinggi (Cicirelli, 1996, dalam Susilowati, 2011). Menurut penelitian Gottlieb dan Mendelson (dalam Kail, 2001) terhadap anak usia di bawah empat tahun yang memiliki adik diketahui bahwa sebanyak 93% ibu melaporkan anaknya mengalami regresi. Hal tersebut dapat terjadi karena anak berusia di bawah empat tahun masih cenderung egosentrik sehingga tidak dapat menerima adanya pembagian perhatian dan kasih sayang orang tua. Akibatnya, anak menjadi tidak bersemangat dan stres karena tiba(tiba harus berubah dari pusat perhatian menjadi ‘hanya salah satu anak’ di rumah.

b. Jarak Usia Kelahiran Antarsaudara Kandung Jauh

(45)

yang sungguh(sungguh terhadap satu sama lain (Woolfson, 2004). Menurut Borden (2003), jarak usia kelahiran yang cukup jauh membuat anak pertama lebih dapat memahami kebutuhan adiknya sehingga dapat diandalkan untuk mengasuh dan menjaganya. Namun, jarak usia kelahiran yang begitu jauh membuat mereka tidak dapat membangun suatu persahabatan yang dekat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin kecil jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka kemungkinan

yang terjadi akan semakin besar. Sebaliknya, semakin besar jarak usia kelahiran antara seorang anak dengan saudaranya, maka kecil

kemungkinan akan terjadi.

E. Jumlah Saudara Kandung

Jumlah saudara kandung adalah banyaknya saudara kandung yang dimiliki seorang anak di dalam sebuah keluarga. Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2007 diketahui bahwa perempuan usia subur di Indonesia rata(rata memiliki anak dua sampai tiga selama hidupnya (dalam Wahyuningsih, 2011). Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa hampir sebagian besar keluarga di Indonesia memiliki lebih dari satu orang anak.

(46)

sedikitnya jumlah anak di dalam keluarga, kesempatan anak untuk berinteraksi dengan saudara kandungnya juga semakin kurang bervariasi (Ambarini, 2006). Tingginya intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara yang lain tersebut membuat anak yang memiliki jumlah saudara relatif sedikit akan lebih banyak mengalami perselisihan dibanding mereka yang memiliki jumlah saudara yang banyak (Susilowati, 2011).

Di sisi lain, Pope (2009) mengatakan bahwa jumlah saudara yang banyak juga dapat memicu munculnya perselisihan dan persaingan terhadap saudara(saudaranya. Berdasarkan hasil penelitiannya, perselisihan dan persaingan tersebut muncul karena anak merasa saudaranya lebih disayang oleh orang tua mereka. Di dalam keluarga besar, orang tua cenderung tidak dapat berinteraksi dengan anak(anak mereka sedekat orang tua dalam keluarga kecil karena mereka disibukkan oleh aktivitas sehari(hari yang menyita waktu dan tenaga yang cukup banyak. Hal ini membuat orang tua cenderung memilih salah seorang anak saja sebagai anak kesayangan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah saudara kandung adalah banyaknya saudara kandung yang dimiliki seseorang di dalam sebuah keluarga.

F. Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung

(47)

oleh seseorang berdasarkan pertimbangan alat kelamin (Aspuah, 2008). Berkaitan dengan hubungan antarsaudara kandung, jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap munculnya

pada diri seorang anak (Hurlock, 1999).

Leder (dalam Waluyo, 2010) mengatakan bahwa ada tiga tipe pasangan antarsaudara kandung yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki(laki. Binotiana (2008) menambahkan bahwa kemungkinan munculnya akan lebih tinggi pada pasangan kakak atau adik berjenis kelamin sama dibandingkan dengan mereka yang berjenis kelamin berbeda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Minnet, Vandell, dan Santrock (1983) yang menyatakan bahwa agresivitas dan dominasi akan lebih banyak muncul dalam hubungan antarsaudara kandung yang memiliki jenis kelamin yang sama. Selain itu, Stewart (dalam Bonitiana, 2008) juga berpendapat bahwa kemungkinan munculnya

cenderung tinggi pada pasangan saudara kandung yang berjenis kelamin laki(laki karena faktor budaya yang lebih memacu anak laki(laki untuk bersaing. Namun, Milman dan Schaefer (1989) justru menyatakan bahwa lebih sering terjadi pada pasangan saudara kandung dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan kakak dan adik yang berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki sifat emosional dan sensitif.

(48)

Puspitasari (2003), anak yang berjenis kelamin sama dan memiliki jarak usia yang berdekatan dengan saudara kandungnya lebih mudah merasa cemburu dan benci terhadap saudaranya tersebut. Hal tersebut didukung oleh beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pasangan saudara berjenis kelamin sama dengan jarak usia yang berdekatan, serta kurangnya interaksi yang positif akan lebih banyak mengalami persaingan dan konflik (Dunn & Kendrick, 1981; Minnett, Vandell & Santrock, 1983).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan munculnya tidak hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin saudara kandung saja, tetapi juga dipengaruhi oleh jenis kelamin antara satu saudara dengan satu saudara kandungnya yang lain dimana akan lebih tinggi pada pasangan saudara kandung yang memiliki jenis kelamin sama dibandingkan dengan pasangan saudara kandung yang memiliki jenis kelamin berbeda. Oleh karena itu, jenis kelamin antarsaudara kandung dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai identitas yang didasarkan atas pertimbangan alat kelamin antara pasangan saudara kandung, yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki( laki atau sebaliknya.

G. Hubungan antara dengan Jarak Usia Kelahiran dan

Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal

(49)

yang termasuk dalam konsep masa badai dan tekanan pada masa remaja awal, yaitu konflik dengan keluarga, gangguan suasana hati, dan kecenderungan terjadinya tingkah laku yang berisiko.

Salah satu konflik keluarga yang sering dialami oleh remaja awal adalah konflik dengan saudara kandungnya. Menurut Thompson (dalam Binotiana, 2008), merupakan penyebab utama terjadinya konflik antara anak dengan saudara kandungnya. memang wajar terjadi di dalam sebuah keluarga yang memiliki anak lebih dari satu orang, termasuk di Indonesia. Hal tersebut didukung oleh Data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2007 yang menyebutkan bahwa perempuan usia subur di Indonesia rata(rata memiliki anak dua sampai tiga selama hidupnya (dalam Wahyuningsih, 2011). Oleh Hurlock (2000), keluarga yang terdiri dari dua atau tiga orang anak disebut sebagai keluarga kecil. Artinya, anak yang tinggal di dalam keluarga kecil memiliki jumlah saudara yang sedikit pula. Namun, semakin sedikitnya jumlah anak di dalam keluarga kemungkinan munculnya perselisihan justru semakin besar karena intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara kandung yang lain menjadi sangat tinggi (Susilowati, 2011).

(50)

diantaranya adalah perasaan diabaikan atau kurang diperhatikan (Larson & Richards, dalam Arnett, 1999, dalam Gunarsa, 2004).

Remaja yang sedang dalam masa transisi dari masa kanak(kanak menuju dewasa sangat membutuhkan perhatian dan kesiapan orang tua untuk membantu, mendengarkan dan berusaha mengerti mereka sebagai seorang remaja (Newman dalam Rice, 1999, dalam Gunarsa, 2004). Akan tetapi, ketika seorang anak tumbuh dewasa, para orang tua justru semakin tidak mampu memberikan perhatian yang seimbang kepada seluruh anak(anaknya (Ferguson, 1958, dalam Bank & Kahn, 1982). Orang tua cenderung memilih mengabaikan perasaan salah satu anaknya yang mengatakan bahwa dia diperlakukan dengan tidak adil atau tidak sama dibanding dengan saudaranya (Woolfson, 2004). Jika jarak usia kelahiran antarsaudara cukup besar, maka remaja bisa memenuhi kebutuhan akan perhatian tersebut pada diri saudaranya, dimana saudara yang lebih tua dapat berperan sebagai seseorang yang dapat dipercaya dan sumber dari dukungan emosional (Cicirelli, 1976, dalam Minnett, Vandell & Santrock, 1983). Jarak usia kelahiran yang begitu jauh membuat potensi munculnya persaingan antarsaudara sangat kecil karena tahap perkembangan mereka begitu jauh terpisah. Hal ini membuat hubungan mereka lebih ramah, kooperatif, dan saling mengasihi (Susilowati, 2011).

(51)

sehingga antara satu saudara dengan saudaranya yang lain saling bersaing untuk memperebutkan cinta dan perhatian yang sama dari orang tuanya (Faber & Mazlish, 1987; Freud, 1955; Ihinger, 1975, dalam Raffaelli, 1992). Kebutuhan remaja akan perhatian dari orang tua yang tidak terpenuhi tersebut cenderung membuat remaja selalu ingin memenangkan persaingan dengan saudara mereka (Ferguson, 1958, dalam Bank & Kahn, 1982).

VandenBos (2007) menambahkan bahwa persaingan antara pasangan kakak adik tidak hanya memperebutkan kasih sayang dan perhatian orang tua, tetapi juga prestasi sekolah atau penghargaan(penghargaan lain di luar sekolah seperti olahraga, seni, dan lainnya. Hal tersebut sesuai dengan konsep Ross dan Milgran (dalam Bank & Kahn, 1982) yang menyatakan bahwa saudara kandung yang menginjak usia remaja bisa menggunakan kekuatannya untuk menyakiti saudaranya yang lain dalam tiga area pribadi mereka, yaitu prestasi dan sukses, seksual dan kecantikan, hubungan sosial dengan teman( teman, orang lain, dan saudara lainnya.

(52)

Berikut bagan hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung:

Skema 1 Hubungan antara dengan Jarak Usia Kelahiran

dan Jumlah Saudara Kandung pada Remaja Awal

!

"

" "

"

" "

!

# $ % &

%

# ' % &

(53)

H. Hipotesis

Berdasarkan kerangka kajian teori yang ada, maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Semakin dekat jarak usia antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi. Kemudian, semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat

(54)

35 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel(variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variabel tergantung :

2. Variabel bebas : Jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung 3. Variabel kontrol : Jenis kelamin saudara kandung

C. Definisi Operasional 1.

merupakan kecenderungan persaingan antara individu dengan saudara kandungnya yang lebih tua ataupun muda baik itu berjenis kelamin sama maupun berbeda yang disertai perasaan negatif berupa iri hati dan benci terhadap saudara kandungnya tersebut.

(55)

Shaffer (dalam Yati & Mangunsong, 2008), yaitu iri, bersaing, dan benci. Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan bahwa yang dialami subjek cenderung tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor jawaban subjek maka semakin rendah pula yang dialami oleh subjek.

2. Jarak Usia Kelahiran

Jarak usia kelahiran adalah perbedaan usia kelahiran antara seorang anak dengan saudara kandung lainnya yang berpengaruh terhadap hubungan antarsaudara kandung. Untuk mendapatkan keterangan mengenai jarak usia, pada skala terdapat bagian identitas saudara kandung yang meminta subjek untuk mengisi usia saudara kandungnya saat ini. Jarak usia kelahiran diperoleh dari selisih usia subjek dengan usia saudara kandungnya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil jarak usia saudara kandung yang memiliki kedekatan usia (usianya paling dekat) dengan subjek untuk dijadikan acuan apakah subjek mengalami atau tidak.

3. Jumlah Saudara Kandung

(56)

Wahyuningsih, 2011). Oleh karena itu, subjek diminta untuk menyebutkan jumlah saudara terlebih dahulu, sebelum subjek melengkapi identitas saudara(saudaranya seperti usia dan jenis kelamin. 4. Jenis Kelamin Antarsaudara Kandung

Jenis kelamin antarsaudara kandung adalah identitas yang didasarkan atas pertimbangan alat kelamin antara pasangan saudara kandung, yaitu laki(laki dengan laki(laki, perempuan dengan perempuan, dan perempuan dengan laki(laki atau sebaliknya. Sejalan dengan jarak usia kelahiran, peneliti hanya mencantumkan jenis kelamin saudara kandung subjek yang memiliki kedekatan usia (paling dekat usianya) dengan subjek.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja awal dengan batasan sebagai berikut :

1. Usia antara 12 sampai 15 tahun.

Individu remaja awal adalah individu yang berusia 12 hingga 15 tahun (Monks, 2004). Namun, peneliti hanya memilih subjek yang berusia 12 sampai 14 tahun saja. Hal ini didasarkan atas konsep Schacfhter (dalam Feinberg dan Hetherington, 2000) yang mengungkapkan bahwa

(57)

3. Masih tinggal dengan orang tua dan saudara kandungnya.

Kemungkinan munculnya perselisihan antarsaudara kandung akan lebih besar jika subjek masih tinggal bersama dengan orang tua dan saudara kandungnya (Montemayor & Hanson, 1985; Youniss & Smollar, 1985, dalam Raffaelli, 1992).

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel menggunakan metode , yaitu cara pengambilan sampel yang didasarkan atas ciri( ciri atau sifat(sifat tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri(ciri atau sifat(sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2004).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dibagikan langsung pada subjek penelitian untuk diisi. Peneliti akan melakukan uji coba ( ) terlebih dahulu, dimana alat ukur akan diberikan pada subjek uji coba. Hasil yang diperoleh dari uji coba tersebut akan dianalisis, kemudian item yang tersisa akan diteskan lagi pada subjek penelitian. Hasil dari subjek penelitian inilah yang akan dijadikan sumber data.

(58)

dari Likert yang memiliki empat alternatif pilihan jawaban mulai dari Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan jawaban netral sengaja ditiadakan peneliti dengan alasan untuk menghindari subjek memilih jawaban yang memiliki konotasi ragu(ragu tersebut. Skor penilaian untuk jawaban subjek pada tiap item skala

dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :

! " # $ % &

Respon ' ! ( ) !

SS (Sangat Setuju) 4 1

S (Setuju) 3 2

TS (Tidak Setuju) 2 3

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

Skor untuk tiap(tiap item pada skala akan dijumlahkan sehingga menjadi skor total. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek menunjukkan bahwa yang dialami subjek cenderung tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor total maka semakin rendah pula yang dialami oleh subjek.

Skala tersebut terdiri dari 60 butir pertanyaan yang berisi 30 pernyataan dan 30 pernyataan . Berikut

(59)

*

(60)

bersangkutan. Validitas isi akan tercapai apabila item(item pada suatu alat ukur telah dianggap mampu mengukur aspek yang relevan.

2. Seleksi Item

Dalam proses penyusunan tes perlu dilakukan adanya seleksi item sehingga item yang tidak memenuhi syarat kualitas tidak boleh diikutkan menjadi bagian tes. Kesahihan butir item akan diuji dengan mengkorelasikan skor masing(masing item dengan skor total keseluruhan item. Item dengan korelasi yang baik adalah item yang memiliki korelasi mendekati angka 1.00 (Azwar, 2005). Namun, dalam estimasi validitas tidak dapat dituntut koefisien yang tinggi sekali sehingga cara menentukan kesahihan butir dalam skala pada penelitian ini mengacu pada kriteria dari item total, yaitu item yang sahih memiliki korelasi > 0.3, sedangkan item yang bernilai < 0.3 digugurkan (Azwar, 2007).

(61)

+

(62)

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan konsistensi hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila skala digunakan mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya atau reliabel. Hal ini berarti bahwa hasil yang diperoleh relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama (Azwar, 2007).

Teknik reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi koefisien 6 2 . Pedoman yang digunakan adalah apabila angka r α (koefisien ) semakin mendekati angka 1.00 berarti skala tersebut semakin reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian, sebaliknya koefisien yang semakin mendekati angka 0.00 menunjukkan semakin rendahnya reliabilitas skala tersebut (Azwar, 2007).

Hasil uji coba estimasi reliabilitas skala yang digunakan dalam penelitian ini memiliki koefisien sebesar 0.922. Hal ini berarti skala memiliki keajegan yang tinggi sehingga dapat dipercaya untuk mengungkapkan tingkat

yang dialami oleh subjek.

G. Metode Analisis Data

(63)

. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan negatif antara dengan jarak usia dan jumlah saudara kandung.

H. Pelaksanaan

dilaksanakan pada tanggal 12 Mei 2012 di kelas VII D dan F SMP Negeri 3 Godean, Sleman. Alasan peneliti memilih siswa kelas VII D dan F sebagai subjek karena semua siswanya masih tinggal serumah dengan orang tua dan saudara kandungnya, serta sebagian besar dari para siswa tersebut memiliki saudara kandung. Sebelumnya, peneliti terlebih dahulu menemui kepala sekolah SMP Negeri 3 Godean beserta guru Bimbingan Konseling (BK) yang mengajar di kelas VII untuk meminta izin melaksanakan . dilaksanakan empat hari kemudian, setelah peneliti mendapatkan izin dari pihak sekolah. Berdasarkan pelaksanaan

(64)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan selama dua hari di dua lokasi yang berbeda, yakni SMP Negeri 16 Yogyakarta dan SMP PGRI Kasihan. Penelitian pertama dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2012 di kelas VII A dan B SMP Negeri 16 Yogyakarta. Kemudian, penelitian kedua dilaksanakan di kelas VII A, B, dan D SMP PGRI Kasihan pada tanggal 25 Mei 2012. Sama halnya dengan pelaksaaan , peneliti memilih kelas yang semua siswanya masih tinggal serumah dengan orang tua dan saudara kandungnya, serta hampir sebagian besar dari para siswa tersebut memiliki saudara kandung.

Total jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 125 orang. Setelah diseleksi, dari 125 ekslempar yang peneliti bagikan hanya 116 ekslempar yang layak dianalisis karena 9 ekslempar diisi oleh subjek yang berusia lebih dari 14 tahun.

B. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian

(65)

usia saudara kandung subjek. Deskripsi subjek penelitian dapat dilihat pada

Jumlah Saudara Kandung Jumlah Presentase

1 orang 60 orang 51.7 %

Jenis Kelamin Subjek Saudara Kandung Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Laki(laki Laki(laki 41 orang 35.35 %

Perempuan Perempuan 30 orang 25.86 %

Laki(laki/ Perempuan Perempuan/Laki(laki 45 orang 38.79 %

(66)

2

% 0 & " ( 0 $ &

& 0 &

Jarak Usia Jumlah Presentase

1 tahun 9 orang 7.76 %

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh deskripsi data penelitian yang dapat dilihat pada tabel 9 berikut :

3 % )

Variabel Data Skor min Skor maks Mean SD

Empiris 70 118 90.819 11.689

Teoritik 38 152 95 19

(67)

mengalikan jumlah seluruh soal dalam skala dengan skor terendah dalam skala, yaitu 38 x 1 = 38. Sedangkan, skor maksimal teoritik diperoleh dengan cara mengalikan jumlah seluruh soal dalam skala dengan skor tertinggi dalam skala, yaitu 38 x 4 = 152. Jika mean empiris diperoleh dari rata(rata data penelitian, maka mean teoritik diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian, yaitu (38 + 152) : 2 = 95. Selanjutnya, standar deviasi teoritik diperoleh dari selisih skor maksimum dengan skor minimum, kemudian dibagi dengan enam satuan deviasi standar berdasarkan distribusi norma, yaitu (152 ( 38) : 6 = 19.

Berdasarkan tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa mean empiris

lebih rendah daripada mean teoritiknya (90.819 < 95). Hal ini membuktikan bahwa subjek penelitian memiliki tingkat yang rata(rata rendah.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan versi 16

dengan ( . Pengambilan keputusan

(68)

4

($ !

Variabel KS5Test Asymp. Sig (p) Sebaran

1.099 0. 179 Normal

Berdasarkan tabel 10, diketahui bahwa uji normalitas

memiliki nilai ( sebesar 1.099

dengan probabilitas sebesar 0. 179. Nilai probabilitas (p) lebih besar dari 0.05, maka sebaran data pada variabel adalah normal.

b. Uji Linearitas

(69)

signifikan 0.00 (p < 0.05) dan harga F linear sebesar 10.305. Dengan hipotesis dalam penelitian ini sudah mengarah, yaitu berarah negatif. Hasil uji hipotesis menggunakan teknik korelasi parsial dengan bantuan

versi 16 dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini :

Dari tabel 12 di atas dapat disimpulkan bahwa :

a. Ada hubungan negatif yang signifikan antara dengan jarak usia kelahiran. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi antara dan jarak usia kelahiran sebesar (0.631 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.01).

(70)

Hasil tersebut didukung juga dengan hasil uji linearitas yang telah dilakukan sebelumnya, dimana jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung menunjukkan hubungan yang linear. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima dimana ada hubungan negatif antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung. Semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya justru semakin tinggi. Kemudian, semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat

nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah.

Di samping itu, berdasarkan uji hipotesis diketahui bahwa koefisien determinasi (r²) antara variabel dan jarak usia kelahiran adalah 0.398, serta koefisien determinasi (r²) antara variabel

(71)

E. Pembahasan

Berdasarkan deskripsi data penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat

yang rata(rata rendah dimana empiris seluruh subjek lebih rendah dari teoritiknya (90.819 < 95). Salah satu penyebab tingkat

dalam penelitian ini rendah adalah karena peneliti hanya mengambil jarak usia kelahiran saudara kandung yang memiliki kedekatan usia dengan subjek untuk dijadikan acuan apakah subjek mengalami atau tidak. Padahal dari 116 subjek penelitian, 56 orang diantaranya memiliki lebih dari satu saudara kandung. Kemungkinan subjek untuk berinteraksi dengan saudara kandung yang memiliki jarak usia yang jauh tentu sangat besar.

(72)

sekolah mereka dibanding saudara kandung. Alasan inilah yang menyebabkan tingkat tidak tinggi.

Meskipun tingkat dalam penelitian ini cenderung rendah, pada usia remaja awal masih tetap ada. Dari hasil analisis terbukti bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara

dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung. Dengan demikian, hipotesis penelitian yang mengatakan ada hubungan negatif antara

dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal terbukti kebenarannya. Semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi. Kemudian, semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat

nya juga semakin rendah.

(73)

dapat membawa pengaruh positif terhadap keluarga, seperti meningkatkan kemampuan belajar pada anak yang lebih tua, mengurangi masalah finansial keluarga, dan meningkatkan kondisi kesehatan ibu setelah melahirkan.

Selain itu, berkaitan dengan jumlah saudara kandung, tercatat ada 60 subjek penelitian yang memiliki satu orang saudara kandung, 29 memiliki dua orang saudara kandung, 22 subjek penelitian memiliki tiga orang saudara kandung, dua memiliki empat saudara kandung, serta tiga orang subjek penelitian lainnya masing(masing memiliki lima, enam, dan tujuh saudara kandung. Artinya, hampir sebagian besar subjek penelitian termasuk dalam keluarga kecil dimana rata(rata anggota keluarganya terdiri dari dua atau tiga orang anak (Hurlock, 2000). Sejalan dengan semakin sedikitnya jumlah anak di dalam keluarga, kesempatan anak untuk berinteraksi dengan saudara kandungnya juga semakin kurang bervariasi. Akibatnya, intensitas kebersamaan antara satu saudara dengan saudara yang lain menjadi tinggi sehingga akan lebih banyak memunculkan perselisihan (Ambarini, 2006).

(74)

Kondisi ini membentuk kemandirian yang tinggi tetapi membuat

dan prestasi akdemik cenderung rendah sehingga mereka tidak memiliki keinginan bersaing dengan saudara kandungnya.

Lebih lanjut, uji hipotesis juga mengungkap bahwa jarak usia kelahiran memiliki sumbangan efektif sebesar 39.82% dan jumlah saudara sebesar 8.4% terhadap . Dengan demikian, sumbangan sebesar 51.8% terhadap diperoleh dari faktor lain. Menurut Pope (2009), selain jarak usia, jumlah saudara kandung, dan jenis kelamin, ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat pada anak. Faktor tersebut antara lain urutan kelahiran ( ) dan sikap orang tua.

(75)

56 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan antara

dengan jarak usia dan jumlah saudara kandung pada remaja awal, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan signifikan antara dengan jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung pada remaja awal. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi (r) antara dan jarak usia kelahiran sebesar (0.631 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.01), serta

dan jumlah saudara kandung sebesar (0.90 dengan signifikansi 0.001 (p < 0.01). Semakin dekat jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin tinggi dan semakin sedikit jumlah saudara kandung, maka tingkat nya juga semakin tinggi. Sebaliknya, semakin jauh jarak usia kelahiran antarsaudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah dan semakin banyak jumlah saudara kandung, maka tingkat nya semakin rendah.

(76)

dan jumlah saudara kandung sebesar 8.4% terhadap . Angka tersebut membuktikan bahwa jarak usia kelahiran dan jumlah saudara kandung merupakan faktor yang perlu diperhatikan, meskipun bukan satu(satunya faktor yang mempengaruhi pada remaja awal. Sumbangan sebesar 51.8% terhadap

diperoleh dari faktor lain.

B. Saran

1. Bagi Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, individu berusia remaja awal sebagai subjek penelitian memiliki tingkat yang rata(rata rendah. Walaupun demikian, peneliti berharap bagi individu yang memiliki saudara kandung dapat mengolah emosi dan pola pikirnya, serta meningkatkan komunikasi baik dengan saudara kandung ataupun orang tua untuk menjaga hubungan antarsaudara kandung tetap terjalin dengan baik.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

(77)

kelahiran saudara kandung yang memiliki kedekatan usia dengan subjek untuk dijadikan acuan apakah subjek mengalami atau tidak. Hal tersebut diduga membuat subjek penelitian memiliki tingkat

(78)

59

Azwar, S. (2007). . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2007). = . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bank, S. P. & Kahn, P. D. (1982). 3 < 9 # 6

> 2 6 3

? . USA: Basic Books.

(79)

Chaplin, J. P. (2001). ( ? . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Cholid, N. (2004). # 6 . Jakarta: Nirmala.

Doron, H. (2009). Birth Order, Traits and Emotion in the Sibling System as Predictive Factors of Couple Relationships. 5 9

8 , No. 2, hal. 23 ( 30.

Dunn, J. & Kendrick, C. (1981). Social Behavior of Young Siblings in The Family Context: Differences between Same(Sex and Different(Sex Dyads.

2 : , Vol. 52, No. 4, hal. 1265(1273.

Dwiputri, A. (2010). 19 Desember. Kelahiran Adik. ( . Halaman 18. Faturochman. (2006). Iri dalam Relasi Sosial. 8 ;

& # , Vol. 33, No. 1, hal. 1 ( 16.

Feinberg, M. E. & Hetherington, E. M. (2000). Sibling Differentiation in Adolescence: Implications for Behavioral Genetic Theory. 2 : , Vol. 71, No. 6, hal. 1512 ( 1524. Marvin, R. S. & Stewart, R. B. (1984). Sibling Relations: The Role of Conseptual

Gambar

tabel berikut ini :

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Blora pada tahun 2012, selama tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa prevalensi belum mencapai pada kondisi eliminasi indikator secara nasional angka kesakitan

a. Satu koloni dihitung 1 koloni. Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni. Beberapa koloni yang berhubungan di hitung 1 koloni. Dua koloni yang berimpitan dan masih dapat

theory of setting, the writer is enabled to classify the society in the novel based on PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Untuk mengetahui keterlaksanaan model latihan inkuiri selama proses pembelajaran dalam penelitian ini, maka dilakukan observasi terhadap tahapan model latihan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: pertama, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor: 57/Pid.Sus/2016/PN.Srl tentangTraditional Gold Mining didasarkan pada peraturan