PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN ANTARA PRIA
DAN WANITA DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi ( S. Psi. )
Program Studi Psikologi
Oleh :
Burduniaji Cahyo Purnomo
NIM : 999114014
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
I ni adalah sebuah awal untuk melangkah lebih lanj ut menuj u masa
depan, walaupun terasa berat harus terus maj u menggapai impian kita
yang pernah kita gantungkan setinggi langit. M enyerah, bukanlah
j alan keluar.
- penulis -
Kuper sem bahkan t ulisan ini unt uk :
Papa & Mam a t ercint a
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Januari 2008 Penulis,
Nama : BURDUNIAJI CAHYO PURNOMO
Nomor Mahasiswa : 999114014
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN ANTARA PRIA DAN WANITA DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO JAKARTA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupaun memberikan royalty kepada saya selamA tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyatan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 04 Juni 2008 Yang menyatakan
vi
ABSTRAK
Burduniaji Cahyo Purnomo
Perbedaan Kecemasan Menghadapi Pensiun antara Pria dan Wanita di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2007
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecemasan menghadapi pensiun pada pria dan wanita. Kecemasan menghadapi pensiun ini difokuskan pada seputar permasalahan seperti kebutuhan ekonomi, perasaan kesepian, kehilangan status, dan perasaan tidak berguna. Sedangkan gejala kecemasannya akan diukur menggunakan kompone n fisik, emosional, dan kognitif.
Skala kecemasan menghadapi pensiun uji dengan subjek 60 orang, peneliti mendapatkan nilai reliabilitas yang cukup tinggi yaitu 0,928 dan jumlah item adalah 36 item
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta dengan subjek 60 orang yang dibedakan menjadi 30 pria dan 30 wanita. Hasil penelitian dengan menggunakan t-test menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,024 yang lebih besar dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan tingkat perbedaan kecemasan menghadapi pensiun yang siginifikan antara pria dan wanita.
vii
Faculty of Psychology Sanata Dharma University Yogyakarta
2007
This research attended to give information to the different of anxiety level among male and female toward pension. The pensions were focused on the economic needs, loneliness, loss of status, and useless feelings. The symptoms of anxiety will be scale by psychic component, emotional cognitive component.
The scale towards pension are tested with 60 people, researcher also gain a high reliability that is 0.928 and the amount of the items were 36 items.
Research held at Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta with 60 subject; 30 male and 30 female. The result with the T-test shown 0.024 significance that bigger from 0.05. This result shown a significant anxiety level differences toward pension among male and female.
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kerunia-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ” Perbedaan Kecemasan Menghadapi Pensiun antara
Pria dan Wanita di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memotivasi dan
memberi saran hingga selesainya skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma serta Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberikan keramahannya kepada
setiap mahasiswa.
2. Ibu Sylvia C.M.Y.M., S.Psi, M.Si, selaku Kaprodi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma yang selalu membantu mahasiswa yang sedang mengalami kesulitan.
3. Ibu Tanti Arini, S.Psi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan juga Dosen
pembimb ing skripsi yang dengan penuh kesabaran dalam memberikan nasihat-nasihat yang
sangat berguna.
4. Bapak Kolonel Drs. Wahyudi Uun Hidayat, Apt, Msc, selaku Kepala Apoteker Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto atas perizinan dan segenap
bantuan lainnya selama proses pengambilan data.
5. Segenap staff dan karyawan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto atas kesediaannya meluangkan waktu dalam membantu terlaksananya penelitian
ini.
6. Bp. V. Didik Suryo Hartoko., S.Psi., M.Si dan Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.Si, selaku
dosen penguji, terima kasih atas masukan dan saran yang diberikan terhadap kemajuan
ix bantuannya selama ini di Fakultas Psikologi.
9. Papa dan Mama tercinta, atas segala ketulusan dan kebesaran hatinya, cinta dan kasih sayang
yang tak terhingga.
10.Adikku tersayang, Dwipa Fajar Arini, S.E, atas kebaikan hatinya dan juga semangat yang
telah diberikan kepadaku.
11.Veronika Retno Tri Susanti, S.Psi, terima kasih atas cinta dan kasih sayang, kesabaran,
kebesaran hati, dan memberikanku kesempatan yang amat sangat berarti dalam hidupku.
12.Pak De, Bu De, Mas Singgih ( Big Brother ), Mbak Arum, Dede Laras, Mas Oky, saya
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah mengijinkan saya untuk tinggal di
Yogyakarta dan berproses menjadi seorang manusia yang penuh dengan tanggung jawab dan
mengerti tentang makna hidup yang sebenarnya.
13.Mbak Rollis dan Mas Wayan atas kesabarannya dalam menjawab semua
pertanyaan-pertanyaanku....KEEP ROCKIN’ DUDE!!!
14.Tony Hermawan Yudha Satria., S.Psi, My best friend forever!!! Many Thanks and
Forgiveness Dude!!! I’ll keep you in my mind … always…but kamu sama Andi jangan lupa
daftar srimulat!
15.Andi Hermawan Haji., S.Psi, My best friend forever!!! Many Thanks and Forgiveness
Dude!!! I’ll keep you in my mind … always… but kamu sama Toni jangan lupa daftar
x
16.Vincensius Dwi “Bemo” Hartanto, S.Psi & FX. Wahyu “Ojie Saputra” Widiantoro, S.Psi.,
M.Si, pertemuan kita agak terlambat namun sangat berarti selama ku di Yogyakarta, semoga
kalian tambah mesra ya….selalu…
17.Vonni “Poniyem”, Sussy, Rina, Brigitta V. Wulandari, dsb, thanks for being my secret
admire…? I’ll keep in mind…
18.Kawan-kawan kos; Wilson “Pace”, Wara, Indro, Bonek, Johan, Talis, Carvalo, Ronnie, Andi,
Pak kos dan keluarga, terima kasih atas canda tawa kalian yang sedikit banyak meringankan
bebanku sewaktu ku pusing mengerjakan skripsi.
19.Kawan-kawan angkatan ‘97, ‘98 ,’99 yang telah banyak membantu menyemangatiku…
Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima segala bentuk saran dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan tulisan ini.
Atas segala perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Yogyakarta, 08 February 2008
Penulis
xi
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan... ii
Halaman Pengesahan... iii
Halaman Persembahan... iv
Pernyataan Keaslian Karya... v
Abstrak... vi
Abstract... vii
Kata Pengantar... viii
Daftar Isi... xi
Daftar Tabel... xv
Daftar Grafik………. xvi
Daftar Lampiran... xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
1. Manfaat Teoritis... 5
2. Manfaat Praktis... 6
xii
1. Pengertian Kecemasan…….……… 7
2. Gejala dan Komponen Reaksi Kecemasan……….. 10
3. Bentuk-Bentuk Kecemasan ……… 11
4. Tingkat-Tingkat Kecemasan……… 12
5. Sumber-Sumber Kecemasan……...……….. 13
B. Pensiun……….……….. 14
1. Pengertian Masa Pensiun………. 14
2. Pengaruh Pensiun Terhadap Individu………. 16
3. Permasalahan yang dihadapi pada Masa Pensiun ………… 17
C. Kecemasan Menghadapi Pensiun………. 20
D. Perbedaan Pria dan Wanita……… 20
1. Perbedaan Pria dan Wanita secara Biologis………...…….. 21
2. Perbedaan Pria dan Wanita Secara Umum……..…………. 21
3. Perbedaan Pandangan mengenai Pekerjaan antara Pria dan Wanita……….. 23 4. Perbedaan Pandangan mengenai Pensiun pada Pria dan Wanita……….. 24 E. Perbedaan Kecemasan Menghadapi Pensiun pada Pria dan Wanita……….. 25 F. Hipotesis Penelitian………...………. 28
BAB III. METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian……….. 29
B. Definisi Operasional………... 29
xiii
E. Validitas & Reliabilitas………. 33
1. Validitas……… 33
2. Seleksi Item……….. 34
3. Reliabilitas……… 35
D. Metode Analisa Data... 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah ...……… 38
B. Persiapan Penelitian……… 38
1. Persiapan Penelitian... 38
2. Seleksi Item… ... 39
C. Pelaksanaan Penelitian……… 40
D. Hasil Penelitian………... 40
1. Karakteristik Subjek………. 40
2. Kategorisasi Skor………. 41
3. Hasil Uji Asumsi……….. 43
a. Uji Normalitas……… 43
b. Uji Homogenitas……… 44
4. Uji Hipotesis……….. 44
E. Pembahasan... 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 49
xiv
DAFTAR PUSTAKA... 51
xv
Tabel 1 . Sebaran Butir Skala Kecemasan 32
Tabel 2. Interpretasi Nilai rxx, Koefisien Alpha 36
Tabel 3. Karakteristik Subjek 40
Tabel 4. Kategori Nilai Jenjang tiga ( Azwar, 1999 ) 42
Tabel 5. Kategori Skor Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun 42
Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis ( Independent Sample t – Test )
berdasarkan jenis kelamin
xvi
DAFTAR GRAFIK
xvii
LAMPIRAN 1 Reliabilitas Item dan Daya Beda Item 55
LAMPIRAN 2 Skala Penelitian, Data untuk seleksi item & Data
Penelitian
64
LAMPIRAN 4 Uji Normalitas, Uji Homogenitas, t-test 73
LAMPIRAN 5 Surat Ijin Penelitian 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia tidak terlepas dengan adanya aktivitas kerja. Aktivitas
kerja tersebut didorong oleh kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi.
Aktivitas dalam bekerja juga mengandung unsur suatu kegiatan sosial,
menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhannya.
Menurut Maslow (dalam Atkinson, 2000) kebutuhan manusia
secara garis besar dapat dibagi atas : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan dimiliki, kebutuhan harga diri, dan aktualisasi diri.
Alasan seseorang bekerja yaitu bisa memenuhi salah satu kebutuhan yang
diutarakan oleh Abraham Maslow ( dalam Atkinson, 2000 ). Steer &
Porter ( dalam Eliana, 2003 ) menambahkan jika seseorang bekerja secara
psikologis akan menimbulkan identitas, status, ataupun fungsi sosial.
Mc.Gregor ( dalam As’ad, 2001 ) menjelaskan pula bahwa
seseorang bekerja karena bekerja merupakan kondisi bawaan seperti
bermain, atau beristirahat, untuk aktif dan mengerjakan sesuatu. Smith dan
Warkeley (dalam As’ad, 2001) juga menyatakan bahwa seseorang
membawa pada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan
sekarang.
Jadi bekerja merupakan suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk
mendapatkan kepuasan baik fisik maupun psikologis dan aktivitas ini juga
melibatkan fungsi fisik dan mental. Aktifitas kerja tersebut mempunyai
batasan waktu dimana seseorang akan mencapai batas maksimal usia
seseorang untuk dapat bekerja. Masa berakhirnya aktifitas kerja tersebut
dapat disebut sebagai masa pensiun.
Masa pensiun dapat pula menumbulkan permasalahan karena tidak
semua orang siap untuk menghadapinya. Terutama pada pegawai nege ri
sipil yang mempunyai aktifitas rutin yang dilakukan bertahun-tahun
lamanya. Pensiun akan memutuskan aktifitas rutin tersebut, selain itu
dapat pula memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan
kerjanya dan yang paling vital adalah menghilangkan identitas seseorang
yang sudah melekat begitu lama ( Warr dalam Prastiti, 2005 ). Maka tidak
mengherankan bahwa masa pensiun dapat menimbulkan permasalahan
bagi orang-orang yang tidak siap menghadapinya. Fakta Sekitar
Pensiun (Jacinta, 2001) menunjukkan adanya penurunan kesehatan,
kemungkinan untuk bersantai berkurang karena waktu cenderung tersita
untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, dapat meningkatkan
kesehatan dengan berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi, masa
yang penuh kesempatan menarik, banyak waktu dan kesempatan untuk
3
Eyde ( dalam Eliana, 2003 ) juga menjelaskan bahwa memasuki
pensiun dapat membuat seseorang akan mengalami kehilangan peran
sosialnya di masyarakat, prestise, kekuasaan, dan kontak sosial.
Kehilangan kontak sosial dapat menimbulkan pemikiran-pemikiran yang
negatif seperti pertanyaan-pertanyaan “apa aku bisa melakukan ini atau
itu setelah pensiun”, dan “apakah aku masih dihargai oleh keluargaku”
atau, “apakah aku dapat memenuhi harapan keluargaku”.
Pertanyaan-pertanyaan dalam diri tersebut dapat membuat seseorang mengalami suatu
kecemasan.
Kecemasan pada umumnya merupakan ketakutan akan sesuatu
yang akan terjadi disertai dengan perasan yang tidak jelas (Kasschau
dalam Prastiti, 2005). Kecemasan ini kadang menjadikan seseorang panik,
gemetar ataupun sering mengalami sakit kepala. Reaksi kecemasan
tersebut dapat dibedakan menurut sifatnya yaitu yang bersifat fisik dan
mental (Darajat, 1996 ). Gejala fisik berupa ujung jari yang terasa dingin,
pencernaan yang tidak teratur, detak jantung cepat, keringat bercucuran,
tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing dan sesak nafas.
Gejala mental antara lain perasaan takut, merasa akan ditimpa bahaya,
tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya dan rendah diri, hilang
kepercayaan diri, tidak tentram, dan ingin lari dari kenyataan hidup.
Gejala kecemasan tersebut dapat menyerang siapa saja baik itu
pada pegawai pria maupun wanita yang mendekati masa pensiunan.
peran gender bahwa laki- laki sebagai agresif, independen, dominan,
mudah dipengaruhi, aktif, kompetitif, bertindak sebagai pemimpin,
percaya diri, ambisius. Sedangkan perempuan lebih aktif, lebih halus
mengungkapkan perasaannya, religius, tertarik pada penampilan diri,
perilaku bersih, kebutuhan kuat dalam keamanan, jarang menggunakan
bahasa yang kasar.
Perbedaan stereotip tersebut dapat membawa reaksi yang
berbeda-beda atas sebuah permasalahan. Wanita yang mempunyai sifat perasaan
yang lebih peka dan cenderung religius akan berbeda dari pria yang lebih
agresif dan dominan dalam menghadapi masalah pensiun. Belum
banyaknya penelitian yang mengungkapkan perbedaan peran jenis
kelamin dalam reaksi kecemasan menghadapi pensiun menjadi alasan
yang utama penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini dilakukan didasari oleh penelitian sebelumnya dari
Prastiti ( 2005 ) yang juga meneliti kecemasan menghadapi masa pensiun
pada guru SD, namun perbedaannya terletak pada subjek yang berbeda.
Penelitian ini mempunyai subjek Pegawai Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta, karena belum ada penelitian
mengenai kecemasan menghadapi pensiun berdasarkan perbedaan jenis
kelamin di instansi tersebut, sehingga penelitian ini diharapkan dapat
memberikan perhatian bagi instansi terkait untuk lebih memperhatikan
5
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: “ Apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi
pensiun antara pria dan wanita pada Pegawai Instalasi Farmasi di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.”
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan kecemasan
menghadapi pensiun antara pria dan wanita pada Pegawai Instalasi
Farmasi di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Bagi para calon pensiunan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto, penelitian ini diharapkan dapat
menjadikan wawasan dan perhatian untuk lebih menyadari akan
adanya atau timbulnya kecemasan dalam menghadapi pensiun.
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan bahan informasi
penunjang untuk lebih memperhatikan nasib pegawai negeri sipil
yang akan pensiun dalam hal psikologis maupun finansial agar
kesejahteraan dan kebermaknaan diri para pensiunan dapat
tercapai sebagai bentuk penghargaan pemerintah atas jasa-jasa
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah keragaman penelitian
dalam bidang psikologi klinis dan perkembangan. Serta
memberikan tambahan hasil mengenai temuan peneliti sebelumnya
dalam penelitian tentang kecemasan menghadapi pensiun dari
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KECEMASAN
1. Pengertian Kecemasan
Hall dan Lindsey ( dalam Prastiti, 2005 ) mengemukakan
bahwa kecemasan merupakan kondisi psikologis dimana individu
merasa terganggu akibat adanya kondisi yang mengancam meskipun
masih bersifat kabur. Kecemasan juga dapat terjadi karena pikiran atau
perasaan yang tidak menyenangkan tentang apa yang terjadi.
Jhonson ( dalam Prastiti, 2005 ) mengemukakan bahwa
kecemasan adalah reaksi terhadap ancaman terhadap keinginan pribadi
atau perasaan tertekan yang disebabkan oleh perasaan kecewa, rasa
tidak puas, tidak aman atau sikap bermusuhan dengan orang lain. Dari
keadaan yang mencemaskan maka akan timbul reaksi-reaksi
kecemasan yang dapat diubah dalam bentuk gangguan-gangguan
simtomatis, baik berupa gejala psikologis maupun fisiologis.
Lazarus ( dalam Prastiti, 2005 ) menyatakan bahwa kecemasan
adalah reaksi individu terhadap masalah yang dihadapi dan ditandai
dengan adanya kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan
kekhawatiran. Kecemasan juga merupakan gangguan yang komplek
yang disertai dengan perubahan fisiologis. Kecemasan ini juga
perasaan tidak berdaya dan tidak menentu, sehingga dirasakan sangat
mengganggu.
Individu yang mengalami kecemasan ditandai dengan adanya
rasa khawatir, gelisah dan perasaan akan terjadi sesuatu hal yang
kurang menyenangkan yang diikuti perasaan tidak mampu menghadapi
tantangan, kurang percaya diri sendiri dan tidak dapat menemukan
penyelesaian terhadap masalahnya (Hurlock, 1997).
Priest ( dalam Prastiti, 2005 ) kecemasan adalah perasaan yang
dialami ketika seseorang berfikir tentang sesuatu yang tidak
menyenangkan akan terjadi dan timbul karena berbagai alasan serta
situasi. Kecemasan menimbulkan rasa tidak enak sehingga membuat
seseorang ingin lari dari kenyataan dan enggan untuk berbuat sesuatu.
Kasschau ( dalam Prastiti, 2005 ) menyatakan kecemasan pada
umumnya adalah ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi disertai
perasaan yang tidak jelas akan adanya suatu bahaya. Kecemasan ini
kadang menjadikan panik, gemetar dan sakit kepala. Berbeda dengan
takut yang merupakan reaksi nyata akan sesuatu yang tampak
sedangkan kecemasan merupakan reaksi yang tidak jelas atau adanya
suatu imajinasi akan suatu bahaya.
Kagan dan Havemann ( dalam Prastiti, 2005 ) mendefinisikan
kecemasan sebagai sesuatu yang tidak jelas, adanya perasaan gelisah
9
akan terjadi. Perasaan cemas ini berbeda dengan rasa takut.
Perbedaannya terletak pada stimulusnya, yaitu perasaan takut
stimulusnya lebih spesifik dan terjadi pada saat itu juga, misalnya
perasaan takut akan ular.
Kecemasan mempunyai segi yang disadari manusia seperti rasa
takut, terkejut, tak berdaya, rasa bersalah. Disamping itu kecemasan
juga memiliki segi di luar kesadaran manusia dan tidak jelas, seperti
orang yang merasa takut dan tidak bisa menghindari perasaan yang
tidak menyenangkan (Daradjat, 1996). Daradjat juga menyebutkan
gejala- gejala kecemasan yang bersifat fisik dan mental. Gejala fisik
tersebut berupa ujung jari yang terasa dingin, pencernaan tidak teratur,
detak jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu
makan hilang, kepala pusing, nafas sesak. Gejala mental antara lain
sangat takut, merasa akan ditimpa bahaya atau kecelakaan, tidak bisa
memusatkan perhatian, tidak berdaya atau rendah diri, hilang
kepercayaan diri, tidak tentram, ingin lari dari kenyataan hidup. White
dan Watt ( dalam Prastiti, 2005 ), mengemukakan tanda-tanda fisik
seperti gemetar, pegal-pegal, detak jantung cepat dan nafas memburu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kecemasan mempengaruhi kondisi
fisik dan psikologis manusia.
Berdasarkan beberapa definisi kecemasan diatas dapat
disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan-perasaan
permasalahan yang dihadapi yang tampak dan dapat dilihat dari gejala
fisik dan mental.
2. Gejala dan Komponen Reaksi Kecemasan
Hurlock ( 1996 ) menyatakan bahwa tanda-tanda adanya
kecemasan yang sering muncul adalah perasaan khawatir, gelisah,
kurang percaya diri, merasa tidak mampu, tidak sanggup
menyelesaikan masalah, rendah diri dan perasaan-perasaan lain yang
tidak menyena ngkan.
Mahler ( dalam Prastiti, 2005 ) menyebutkan tiga komponen
reaksi kecemasan, yaitu :
a. Komponen emosional, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang
berkaitan dengan perasaan individu terhadap suatu hal yang
dialami secara sadar dan mempunyai ketakutan yang mendalam,
misalnya : cenderung terus menerus merasa khawatir akan sesuatu
yang menimpanya, mudah tersinggung, tidak sabar dan sering
mengeluh.
b. Komponen kognitif, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang
berkaitan dengan kekhawatiran individu terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang mungkin akan dialami. Bila kekhawatiran
meningkat, hal ini dapat mengganggu kemampuan kognitif
individu, seperti : sulit berkonsentrasi, pelupa, pikiran kacau dan
11
c. Komponen fisik, yaitu reaksi terhadap kecemasan yang berkaitan
dengan reaksi tubuh. Secara fisik, individu akan tampak
berkeringat walaupun udara tidak panas, jantung berdebar terlalu
keras, tangan atau kaki dingin, gangguan pencernaan, mulut dan
tenggorokan terasa kering, muka tampak pucat, sering buang air
kecil, otot dan persendian terasa kaku, sering mengalami gangguan
tidur atau susah tidur. Hal lain yang dapat diperhatikan adalah
individu mudah merasa lelah, tidak merasa santai, mudah terkejut
dan terkadang menggerak- gerakkan wajah atau anggota tubuh
dalam frekuensi yang berlebihan, seperti mengoyang-goyangkan
kaki atau tangan, sering merenggangkan leher atau anggota tubuh
lainnya. Setiap individu yang cemas mengalami gejala fisik yang
berbeda-beda.
3. Bentuk-bentuk Kecemasan
Lazarus ( dalam Prastiti, 2005 ), mengungkapkan bahwa
kecemasan memiliki dua arti, yaitu :
a. Kecemasan sebagai suatu respon merupakan reaksi seseorang
terhadap pengalaman tertentu atau suatu keadaan yang ia hadapi.
Lazarus membagi kecemasan sebagai suatu respon menjadi dua
bentuk yaitu :
1) State Anxiety, yaitu gejala kecemasan yang timbul karena
dirasakan mengancam dirinya. Gejala kecemasan ini selalu
tetap selama situasi itu masih ada.
2) Trait Anxiety, yaitu kecemasan yang timbul sebagai suatu
keadaan yang menetap pada diri individu. Kecemasan ini
berhubungan ini berhubungan dengan kepribadian individu
yang mengalaminya dan dipandang sebagai suatu keadaan
yang menunjukkan adanya kesulitan dalam mengadakan
proses penyesuaian diri.
b. Kecemasan sebagai intervening variable
Merupakan suatu keadaan yang diperkirakan terjadi karena kondisi
tertentu tetapi juga memiliki konsekuensi tertentu. Kecemasan ini
tidak dapat diketahui melalui observasi tetapi hanya dapat
diketahui melalui keadaan yang mendahului serta akibat-akibatnya.
Individu yang mengalami kecemasan ini akan berusaha
membentuk penyesuaian diri untuk menghilangkan kecemasannya.
4. Tingkat-tingkat Kecemasan
Bucklew ( dalam Prastiti, 2005 ) berpendapat bahwa pada
umumnya kecemasan terbagi menjadi dua tingkat, yaitu :
a. Tingkat psikologis, adalah kecemasan yang berwujud gejala-gejala
kejiwaan seperti perasaan tegang, bingung, khawatir, ragu-ragu,
perasaan tidak menentu, tidak jelas dan gejala lain yang bercampur
13
b. Tingkat fisiologis, adalah kecemasan yang mempengaruhi atau
terwujud pada gejala- gejala fisik terutama pada system saraf,
seperti keluarnya keringat dingin yang berlebihan, jantung
berdebar-debar, susah tidur, sering gemetar, perut mual, dan
sirkulasi darah yang tidak teratur.
Sebenarnya kecemasan merupakan suatu kondisi yang pernah
dialami oleh hampir semua orang, hanya taraf atau tingkatnya saja
yang berbeda-beda. Jersild ( dalam Prastiti, 2005 ) membedakan
kecemasan pada taraf normal dan kecemasan pada taraf neurotik.
Kecemasan pada taraf normal terjadi apabila individu menyadari
konflik-konflik yang terjadi dalam dirinya yang meyebabkan dia
merasa cemas. Sedangkan kecemasan tahap neurotik, individu tidak
menyadari adanya konflik-konfik dalam dirinya, dan tidak menyadari
pula mengapa ia merasa cemas seperti itu, kemudian pada umumnya
mereka akan menggunakan mekanisme pertahan diri secara tidak
disadarinya.
5. Sumber-sumber Kecemasan
Kecemasan ya ng muncul pada individu dapat berkaitan dengan
berbagai macam sumber. Greist, Martens & Sharkey ( dalam Gunarsa,
1996 ) menyatakan hal yang sama mengenai sumber-sumber timbulnya
kecemasan, yaitu :
a. Tuntutan sosial yang berlebihan dan belum atau tidak dapat
perasaan subyektif dari individu yang mungkin tidak dirasakan
oleh orang lain.
b. Adanya standar keberhasilan yang terlalu tinggi bagi kemampuan
yang dimiliki individu sehingga menimbulkan rasa rendah diri.
c. Individu kurang siap dalam menghadapi suatu situasi atau keadaan
yang tidak diharapkan atau diperkirakan olehnya.
d. Adanya pola berpikir dan persepsi yang negatif terhadap situasi
atau diri sendiri. Hal ini dapat pula berkaitan dengan
kecenderungan individu untuk menilai secara negatif dan subyektif
terhadap hal- hal yang disekitarnya.
Sumber-sumber kecemasan pada individu penting untuk
diketahui agar dapat menentukan cara atau metode yang digunakan
untuk mengatasi kecemasan tersebut sehingga individu dapat
mengembangkan rasa percaya dirinya dan dapat melakukan sesuatu
sesuai dengan kemampuannya.
B. PENSIUN
1. Pengertian Masa Pensiun
Masa pensiun merupakan saat penting yang menetukan dalam
perkembangan manusia sebab masa pensiun menandai pergantian
tahun pertengahan ke usia tua ( Kimmel dalam Prastiti, 2005 ). Pensiun
juga berarti melepaskan jabatan dan kekuasan yang diperoleh dari
pekerjaan dan tentuanya banyak membawa perubahan dalam hidup
15
mengundurkan diri dari pekerjaannya. Parkinson ( 1990 ) menyatakan
bahwa pensiun diartikan menundurkan diri dari masyarakat umum atau
kehidupan afektif, bisnis atau profesi.
Kimmel ( dalam Prastiti, 2005 ) mengatakan pensiun
merupakan suatu perubahan yang penting dalam perkembangan
individu yang ditandai dengan perubahan sosial. Perubahan ini harus
dihadapi oleh para pensiunan berupa penyesuaian diri terhadap
keadaan yang tidak bekerja, berakhirnya karier pada pekerjaan formal,
berkurangnya penghasilan dan bertambahnya waktu luang yang sangat
menganggu.
Adanya usia yang telah ditentukan ( kurang lebih 56 tahun )
membuat seseorang yang bekerja dipaksa untuk berhenti dari
pekerjaannya. Hal ini menimbulkan terjadinya perubahan yang
menyolok antara masa kerja dengan masa tidak bekerja / pensiunan
(Andari, 2001). Di Indonesia usia pensiun berkisar antara 56-64 tahun.
Untuk pegawai non edukatif, usia pensiun adalah 56 tahun dan umur
65 tahun untuk karyawan yang memangku jabatan ahli peneliti, guru
besar, lektor kepala, serta jabatan-jabatan yang telah ditentukan oleh
presiden ( Perpu no. 32, 1979 ).
Maka dapat disimpulkan bahwa masa jabatan pensiun berarti
pengunduran diri seseorang dari pekerjaannya, kehidupan afektif,
bisnis atau profesi yang menandai akhir dari periode kerja. Masa
hilangnya pekerjaan, jabatan dan penghasilan merupakan hal yang
sering membuat orang menjadi cemsa dan khawatir ketika memasuki
masa pensiun. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya
adanya kecemasan dan kekhawatiran tentang akibat yang ditimbulkan
setelah masa pensiun tiba atau mereka masih mampu bekerja. Semua
orang yang bekerja dalam suatu instasni akan mengalami masa
pensiun, begitu pula karyawan yang bekerja pada instansi pemerintah
dan non pemerintah.
2. Pengaruh Pensiun terhadap Individu
Rogers ( dalam Prastiti, 2005 ) menjelaskan tentang dampak
positif dan negative pensiun terhadap individu, yaitu :
a. Akibat positif pensiun
Masa pensiun memang dapat dan sering menghasilkan berbagai
macam kepuasan. Bisa memberi kebebasan rutinitas, hilangnya
stress akibat ketegangan pekerjaan yang dapat menyebabkan
kesehatan mental lebih baik ketika masa pensiun. Lebih banyak
waktu luang untuk mengerjakan hal- hal yang selama initidak
sempat dikerjakan karena sibuk, dapat menyalurkan hobi, serta
banyak kesempatan untuk mempelajari hal- hal baru misalnya
bertani, berternak, melukis, dan lain- lain.
17
Masa pensiun memang dapat memberikan kebebasan dari rutinitas
dan pekerjaan berat yang membosankan, tetapi yang berlebihan
juga dapat berakibat buruk, terlalu banyaknya waktu luang
terkadang dapat lebih buruk daripada stress kerja yang berlebihan
(Parkinson, et.al., 1990). Pensiun dapat lebih menjadi penyebab
stress karena kehilangan peran sosial yang dominant, hilangnya
status dan kekuasaan. Individu yang pensiun juga harus
menghadapi aspek-aspek lain dari pensiun seperti akhir dari karier
kerja, menurunnya pendapatan, kesadaran terhadap proses menjadi
tua, menurunnya kesehatan sehingga harus mengurangi aktivitas,
perubahan hubungan interpersonal dan image masyarakat terhadap
pensiun, semua hal tersebut menjadi masalah besar. Orang yang
akan menghadapi masa pensiun menyangsikan bahwa mereka
dapat menciptakan suatu gaya hidup yang menyenangkan setelah
pensiun dan tidak menderita syndrome masa pensiun.
3. Permasalahan yang dihadapi pada masa pensiun
Prastiti ( 2005 ) permasalahan yang dihadapi pada masa
pensiun berkaitan dengan bagaimana seseorang memandang dan
mengartikan masa pensiun dan tidak terlepas pula dengan persepsi
seseorang tentang hidup dan diri sendiri. Orang yang menganggap
pensiun sebagai akhir dari segala-galanya akan mengalami kecemasan
dan kebingungan menjelang masa datangnya pensiun karena merasa
seseorang juga mempunyai kepercayaan diri rendah, kurangnya
kompetensi sosial, namun sebaliknya bagi orang yang optimis dan
positif mereka akan cenderung dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Secara garis besar terdapat dua persoalan pokok yang dihadapi
oleh seseorang yang akan pensiun. Pertama yaitu berkaitan dengan
persoalan fisik yang melibatkan pemenuhan akan kebituhan-kebutuhan
fisik atau ekonomi yang disebabkan karena berkurangnya penghasilan
atau fasilitas setelah mereka pensiun nanti. Sedangkan yang kedua
mengenai persoalan-persoalan psikologis sebagai akibat kehilangan
pekerjaan. Persoalan psikologis dapat disebabkan karena hal- hal
sebagai berikut :
a. Masalah Kebutuhan Ekonomi
Uang jaminan pensiun yang akan mereka terima jumlahnya akan
sedikit dibandingkan dengan gaji biasa yang mereka terima ketika
masih aktif bekerja. Mereka khawatir nantinya tidak dapat
mencukupi kebutuhan keluarganya. Keadaan akan semakin sulit
apabila jumlah keluarga sangat banyak. Bagi seseorang yang tidak
dapat mempersiapkan tabungan di hari tua akan mengalami
masalah besar.
b. Masalah kehilangan status.
Dengan bekerja seseorang akan memperoleh kepuasan tersendiri
karena disamping mendatangkan uang dan fasilitas,kerja mampu
19
mengalami kecemasan ketika pensiun akan datang karena setelah
mereka pensiun nanti mereka akan merasa kehilangan status dan
peran sosialnya. Mereka dapat mudah putus asa karena tidak
diperhatikan dan dibutuhkan lagi oleh lingkungannya
c. Masalah perasaan tidak berguna atau tidak produktif.
Banyak orang akan mengalami kecemasan dalam menghadapi
masa pensiun karena pensiun sering diidentikkan dengan tanda
seseorang mengalami masa tua. Pada masa tua akan menimbulkan
perasaan tidak berguna,tidak dibutuhkan lagi, tidak produktif, dan
tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Apabila keadaan terus berlarut
akan sangat tidak menguntungkan karena mempercepat
kemerosotan psikis maupun psikologis orang yang hendak pensiun.
d. Masalah kesepian.
Kehilangan kesibuka yang tiba-tiba dirasakan seringkali sebagai
suatu yang menyiksa.Seseorang yang sering terbiasa sibuk dengan
pekerjaan tiba-tiba harus kehilangan pekerjaannya dan menjauh
dengan rekan-rekan kerjanya. Hal ini dapat menimbulkan kesepian
yang sangat menyiksa.
Dari uraian diatas terlihat bahwa orang yang akan pensiun akan
menghadapi beberapa permasalahan antara lain masalah kebutuhan
ekonomi, masalah kehilangan status, masalah perasaan tidak berguna, dan
masalah kesepian sehingga dapat memunculkan suatu kecemasan
C. KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN
Kecemasan merupakan reaksi individu terhadap masalah yang
dihadapi dan ditandai dengan adanya kegelisahan, kebingungan, ketakutan
dan kekhawatiran. Dan kecemasan mempunyai tiga komponen yaitu
komponen emosi, kognitif, dan fisik. Sedangkan masa jabatan pensiun
berarti pengunduran diri seseorang dari pekerjaannya, kehidupan afektif,
bisnis atau profesi yang menandai akhir dari periode kerja.
Kecemasan menghadapi pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu
reaksi seseorang terhadap kejadian yang akan dilaluinya yaitu aktivitas
pengunduran diri dari pekerjaannya dan kehidupan afektifnya yang
menandai akhir periode kerja. Aktivitas yang akan dilaluinya tersebut
dirasakan mendatangkan berberapa permasalahanan yaitu permasalahan
ekonomi, kehilangan status, perasaan tidak berguna, dan masalah kesepian
yang dihadapi dengan adanya reaksi fisik, emosi, dan kognitif .
D. PERBEDAAN PRIA DAN WANITA
Pria dan wanita merupakan dua fenomena yang sangat berbeda.
Perbedaan ini telah ada sejak awal kehidupannya sebagai manusia, sejak
terjadinya pembuahan ovum oleh sperma. Didalam setiap tubuh manusia
terdapat 46 kromosom atau 23 pasang kromosom yang menentukan jenis
kelamin individu dan pembawa sifat dan ciri-ciri tertentu ( dalam Prastiti,
2005 ). Berikut perbedaan antara pria dan wanita dipandang dari berbagai
21
1. Perbedaan pria dan wanita secara biologis
Handayani, et.al. ( 2001 ) menjelaskan bahwa pria memiliki
karakteristik fisik yang kuat, otot yang kuat, memiliki jakun, bersuara
berat, memiliki testis, penis, sperma, yang berfungsi sebagai alat
reproduksi dalam meneruskan keturunan. Sedangkan wanita memiliki
hormon yang berbeda dengan pria, sehingga mengalami menstruasi,
perasaan sensitive, serta ciri-ciri fisik dan postur tubuh yang berbeda
dengan pria, seperti bentuk pinggul yang lebih besar daripada pria.
Secara biologis, semua itu melekat pada pria dan wanita selamanya
yang fungsinya tidak dapat dipertukarkan, tidak dapat berubah karena
merupakan keturunan Tuhan (kodrat) (Handayani, et.al., 2001).
2. Perbedaan pria dan wanita secara umum
Shaevitz, ( dalam Prastiti, 2005 ) mengemukakan beberapa perbedaan
antara pria dan wanita yang secara luas dapat diterima, yaitu :
a. Pria lebih agresif dibandingkan wanita
Pria lebih menyukai persaingan, lebih mudah marah dan lebih
mendominasi. Mereka dengan mudah mengungkapkan rasa marah
yang mungkin merupakan satu-satunya segi emosional yang dapat
mereka nyatakan secara leluasa, kemarahan merupakan salah satu
intens dibandingkan kemarahan seorang wanita, sebab bagi wanita
ungkapan kemarahan merupakan sesuatu yang berlebihan.
b. Pria kurang memiliki hasrat untuk merawat
Pria tidak biasa dengan spontan memberi sesuatu dan memberikan
perhatian terhadap keadaan orang lain. Misalnya ketika seorang
wanita secara spontan akan bertindak bila suami atau anak-anaknya
sakit, seorang pria seringkali tidak bertindak seperti tindakan
wanita.
c. Harga diri seorang pria tergantung dari pekerjaannya
Walaupun saat ini banyak kita jumpai wanita yang mengejar karier,
namun dalam satu hal tetap saja mereka ada perbedaan mendasar
dengan pria. Sebagian besar pria merasa hancur dan tidak berharga
bila mereka gagal dalam karier atau mengalami kemunduran dalam
keuangan. Sedangkan wanita akan lebih mengalami kepuasan
hidup bila ia berhasil dalam hubungannya dengan sesama.
Perasaan berharga dari seorang pria lebih terkait pada keadaan
keriernya sehingga dapat dikatakan pekerjaan memberikan harga
diri bagi seorang pria.
d. Secara verbal pria kurang ekspresif dibandingkan wanita
Pria seringkali lebih dapat menahan ataupun memendam emosi
mereka, sedangkan wanita cenderung lebih mudah
mengekspresikan emosi mereka. Pria lebih sering memendam
23
Prastiti, 2005 ). Pria sulit mengenali dan menyatakan perasaan.
Mereka biasanya hanya menyatakan perasaan pada wanita saat
awal hubungan, bila masa pacaran lewat mereka akan kembali
pada bentuk lamanya yang tidak terbuka.
e. Pria memiliki kebutuhan lebih besar terhadap kekuasaan
Adanya kebiasaan yang memberikan pria sebagai pihak yang
memegang kekuasaan, menyebabkan pria mengalami kesulitan
dalam hubungan dimana mereka merasakan dirinya sebagai pihak
yang kalah kuasa.
f. Terhadap perkawinannya, pria lebih tergantung dan lebih peka.
Pria tidak memiliki banyak sumber untuk mendapatkan dukungan
emosional dibandingkan wanita sehingga dukungan dari pasangan
sangat dibutuhkan dan mereka kecewa bila tidak mendapatkannya.
g. Kebanyakan pria lebih banyak berorientasi makro daripada mikro,
pria cenderung lebih suka bertanggung jawab dengan cara
menganggap tugas itu sebagai suatu masalah untuk dipecahkan
dengan cara mereka sendiri.
3. Perbedaan pandangan mengenai pekerjaan antara pria dan wanita
Sawitri ( dalam Sutanto, 1984 ) mengatakan bahwa bagi pria
nomor satu dalam hidupnya adalah bekerja karena adanya ambisi
pribadi untuk meraih suatu status dalam pekerjaannya. Selain itu
pekerjaan merupakan suatu hal ya ng sangat mereka inginkan dan yang
hidupnya dengan bekerja sampai ia pensiun ( dalam Prastiti, 2005 ).
Sedangkan untuk wanita pada umumnya motivasi wanita lndonesia
bekerja adalah karena adanya motivasi ekonomi dan spiritual (
Mukmin, 1980 ). Wanita memandang pekerjaan hanya sebagai hal
sampingan sedangkan pria memandang pekerjaan sebagai hal pokok,
bahkan mereka mengidentikkan diri dengan pekerjaan. Pekerjaan
memberikan status dan kepuasan tersendiri bagi pria.
4. Perbedaan pandangan mengenai pensiun pada pria dan wanita
Bagi pria yang menganggap pekerjaan merupakan hal
terpenting dalam hidup mereka, pensiun dirasakan sebagai beban dan
biasanya mereka kurang dapat menyesuaiakan diri dengan baik
terhadap perubahan peran yang dijumpai setelah pensiun. Selain itu,
pria juga hanya mempunyai sedikit sumber pengganti yang
menghasilkan sarana yang diperolehnya dari pekerjaannya dulu (
Hurlock, 1997 ).
Sedangkan bagi wanita, pekerjaan bukanlah merupakan
satu-satunya cara untuk meraih jati dirinya. Walaupun saat ini banyak kita
jumpai wanita karier, namun keluarga tetap menjadi fokus utama
mereka. Sehingga datangnya masa pensiun tidak membawa perubahan
yang cukup besar dalam perkembangan harga diri mereka, sebab
banyak hal yang masih dapat mereka lakukan di rumah maupun diluar
rumah. Wanita tidak mengalami perubahan peran secara radikal selain
25
dukungan sehingga pensiun kurang menimbulkan trauma. Selain itu,
lebih sedikit wanita yang memegang jabatan eksekutif sehingga
mereka tidak merasa kehilangan prestise ( Hurlock, 1997 ). Wanita
seringkali selalu membawa tanggung jawab keluarga mereka ke dunia
kerja sehingga ketika pensiun tidak memberikan sumbangan yang
cukup besar bagi perkembangan harga diri wanita, karena kebutuhan
harga diri bukanlah tujuan utama mereka untuk bekerja.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin
merupakan pengkategorisasian seks secara biologis yang terungkap dari
identitas diri sebagai pria dan wanita. Pria dan wanita memiliki perbedaan
baik dalam hal fisik maupun psikis. Dalam bidang pekerjaan pria dan
wanita memiliki pandangan yang berbeda sehingga pensiun juga
memberikan dampak yang berbeda pada mereka.
E. PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI PENSIUN ANTARA
PRIA DAN WANITA
Keadaan pensiun merupakan suatu hal yang akan dilalui oleh setiap
orang yang bekerja baik itu pada pegawai pria dan wanita. Adapun pensiun itu
sendiri mempunyai arti pengunduran diri seseorang dalam pekerjaannya,
kehidupan afektif, bisnis, atau profesi yang menandai akhir dari perioda kerja.
Datangnya pensiun akan membawa beberapa permasalahan seperti
permasalahan kebutuhan ekonomi, kehilangan status, perasaan tidak berguna,
tersebut dapat direspon secara baik oleh individu ataupun dapat direspon
secara tidak baik yang mengarah kepada gejala kecemasan.
Kecemasan itu sendiri menurut Lazarus ( dalam Prastiti, 2005) adalah
reaksi individu terhadap masalah yang dihadapi dan ditandai dengan adanya
kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan kekhawatiran. Seberapa besar
tingkat kecemasan seseorang dapat mengarah kepada suatu gangguan yang
serius dengan ditandainya adanya perasaan khawatir, gelisah, kurang percaya
diri, merasa tidak mampu, tidak sanggup menyelesaikan masalah, rendah diri
dan perasaan-perasaan lain yang tidak menyena ngkan ( Hurlock, 1996 ).
Gejala-gelaja tersebut di atas dapat diklasifikasikan dalam 3 komponen
kecemasan menurut Mahler ( dalam Prastiti, 2005 ) yaitu gejala emosional,
komponen kognitif, komponen psikologis. Kecemasan yang dialami oleh
seseorang dapat dilihat dari tingkatannya yaitu kecemasan pada taraf normal
dan kecemasan pada taraf neurotik. (Jersild dalam Prastiti, 2005 ). Kecemasan
pada taraf normal terjadi apabila individu menyadari konflik-konflik yang
terjadi dalam dirinya yang meyebabkan dia merasa cemas. Sedangkan
kecemasan tahap neurotik, individu tidak menyadari adanya konflik-konfik
dalam dirinya, dan tidak menyadari pula mengapa ia merasa cemas seperti itu,
kemudian pada umumnya mereka akan menggunakan mekanisme pertahan
diri secara tidak disadarinya.
Munculnya suatu gejala kecemasan terkait dengan suatu keadaan atau
permasalahan yang mengganggu seseorang. Seperti yang telah dikemukakan
27
kehilangan status, perasaan tidak berguna, dan masalah perasaan kesepian
dapat membawa seseorang ke dalam keadaan yang serba membingungkan
yang dapat mengarah ke dalam suatu gelaja kecemasan. Hal tersebut
dikarenakan setiap orang mempunyai respon yang berbeda-beda dalam
menanggapi suatu permasalahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Respon
yang berbeda-beda berkaitan dengan diri individu yang masing- masing yang
melekat pada diri mereka seperti halnya perbedaan jenis kelamin yaitu pria
dan wanita yang mempunyai cir i-ciri fisik dan psikologis yang berbeda satu
sama lain.
Dalam hal perbedaan secara psikologis dalam merespon suatu
permasalahan menjelang masa pensiun, pria cenderung lebih rentan
mengalami gangguan kecemasan dikarenakan pria mempunyai harga diri
tinggi dalam pekerjaannya. Sebagian besar pria akan merasa hancur dan tidak
berharga apabila mereka gagal dalam karier atau mengalami kemunduran
dalam keuangan. Selain itu kebutuhan akan kekuasaan sangat mendominasi
pria yang tercermin dalam pekerjaannya. Mereka akan merasakan lost of
power apabila memasuki masa pensiun. Hal ini lebih besar pengaruhnya pada
orang-orang yang menduduki jabatan tinggi ataupun tingkat kesejahteraan
yang baik. Sedangkan pada wanita, datangnya masa pensiun lebih dapat
diatasi oleh wanita. Bagi wanita pekerjaan bukanlah satu-satunya cara untuk
meraih jati diri karena fokus yang utama adalah keluarga. Wanita seringkali
selalu membawa tanggung jawab keluarga mereka ke dunia kerja sehingga
perkembangan harga diri wanita, karena kebutuhan harga diri bukanlah tujuan
utama mereka bekerja.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kecemasan seringkali
disebabkan oleh berbagai macam persoalan hidup dan pada masa datangnya
pensiun tersebut terdapat beberapa permasalahan yang dapat direspon secara
positif maupun negatif dari individu. Respon yang berbeda-beda tersebut
berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin yang melekat pada diri individu
yaitu pria dan wanita. Dengan berbagai macam sifat yang melekat pada diri
pria dan wanita, respon terhadap permasalahan yang nantinya datang pada
masa pensiun akan berbeda pada pria dan wanita.
F. Hipotesis
Hipotesis yang ingin dibuktikan adalah :
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Tergantung : Kecemasan menghadapi pensiun
2. Variabel Bebas : Pria dan Wanita
B. DEFINISI OPERASIONAL
1. Kecemasan menghadapi pensiun
Kecemasan menghadapi pensiun merupakan suatu reaksi
seseorang terhadap kejadian yang akan dilaluinya yaitu aktivitas
pengunduran diri dari pekerjaannya dan kehidupan afektifnya yang
menandai akhir periode kerja. Aktivitas yang akan dilaluinya tersebut
dirasakan sebagai permasalahan kebutuhan ekonomi, permasalahan
kehilangan status, perasaan tidak berguna, dan perasaan kesepian yang
dihadapi dengan adanya reaksi fisik, emosi, dan kognitif.
Kecemasan menghadapi pensiun diungkap dengan
menggunakan skala kecemasan menghadapi pensiun dari Prastiti (
2005 ) yang terdiri dari 36 item pernyataan dan adapun aspek yang
diukur meliputi:
a. Aspek emosional, yaitu perasaan khawatir, tegang, gelisah.
b. Aspek kognitif , yaitu perilaku sulit berkonsentrasi, pelupa, pikiran
c. Aspek fisik yaitu keadaan fisik seperti jantung berdebar, gangguan
tidur, sesak nafas.
Skor yang tinggi dalam skala kecemasan menunjukkan
kecemasan yang dihadapi dalam masa pensiun tinggi sedangkan skor
rendah menunjukkan kecemasan yang rendah dalam menghadapi masa
pensiun.
2. Pria dan Wanita
Subjek penelitian dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria
dan wanita berdasarkan laporan yang diberikan subyek pada skala
kecemasan.
C. SUBJEK PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan subjek dengan
purposive sampling dimana pengambilan subjek berdasarkan ciri-ciri atau
karakteristik yang dianggap sesuai untuk penelitian ini yaitu :
1. Lokasi
Subjek dalam penelitian ini bertempat kerja di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta.
2. Karakteristik Pekerjaan
Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta.
31
Subjek dalam penelitian ini berusia berkisar mendekati 56
tahun. Usia pensiun adalah 56 tahun dan umur 65 tahun untuk
karyawan pegawai diluar bidang pendidikan atau non edukatif ( Perpu
no. 32, 1979 ). Pemilihan usia 40- 59 tahun juga didasarkan oleh
pendapat Hurlock ( 1997 ) bahwa pada usia 40-59 tahun, seseorang
akan memasuki usia madya. Pada usia tersebut pria dan wanita
diharuskan untuk melakukan penyesuaian diri pada banyak aspek
kehidupan. Penyesuaian itu antara lain penyesuaian terhadap
perubahan fisik dan kesehatan, dimana fisik mulai melemah sehingga
harus memerlukan bantuan orang lain, penyesuaian terhadap status
ekonomi yang berubah ( income ) akibat datangnya masa pensiun,
penyesuaian terhadap minat karena harus mengembangkan kegiatan
baru sebagai pengisi waktu luang yang semakin bertambah setelah
pensiun.
4. Masa Kerja
Masa kerja atau jabatan yang diperoleh pada subjek berkaitan dengan
kisaran usia yang telah ditentukan diatas yaitu 40-59 tahun yang mana
rata-rata pada usia tersebut masuk ke dalam masa jabatan diatas 15
tahun.
D. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala.
Menurut Azwar ( 2000 ) metode skala menggunakan daftar pertanyaan
kepada subyek penelitian dan subyek tersebut diminta unt uk memberikan
jawaban atas pendapatnya terhadap pernyataan tersebut.
1. Alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala
Kecemasan menghadapi pensiun dari Prastiti ( 2005 ). Uji validitas
skala penelitian menggunakan validitas isi dengan proffesional
judgement. Skala tersebut berjumlah 36 item yang akan kembali
diuji tingkat reliabilitasnya oleh peneliti. Berikut distribusi sebaran
36 item kecemasan menghadapi pensiun :
Tabel 1
SEBARAN BUTIR SKALA KECEMASAN
Aspek Kecema San Aspek Pensiun
AFEKTIF KOGNITIF FISIOLOGIS TOTAL
33
2. Pemberian Skor
Dalam skala ini disediakan 4 macam jawaban yaitu :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Untuk pernyataan yang bersifat favorable : SS diberi nilai 4 , S
diberi nilai 3, TS diberi nilai 2, dan STS diberi nilai 1. Sebaliknya
untuk pernyataan yang bersifat unfavorable : SS diberi nilai 1, S
diberi nilai 2, TS diberi nilai 3, dan STS diberi nilai 4.
E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Skala yang akan digunakan dalam penelitian harus memenuhi persyaratan
pengujian validitas dan reliabilitas.
1. Validitas
Validitas berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukur nya. Suatu alat ukur dapat
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
mampu menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukannya penelitian tersebut.
Validitas skala menggunakan validitas isi dimana validitas isi
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur atau sejauhmana
isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur ( Aswar, 2000).
Validitas isi skala kecemasan menghadapi pensiun
menggunakan analisis rasional atau professional judgement yang
sudah dilakukan oleh Dosen Pembimbing skripsi Prastiti ( 2005 ).
Blue-print yang telah disusun telah sesuai dengan batasan domain
ukur yang telah ditetapkan dan mengandung aspek-aspek yang
bersangkutan.
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk melihat sejauh mana item- item
tersebut dapat membedakan antara individu atau kelompok individu
yang mempunyai dan yang tidak mempunyai atribut yang hendak
diukur ( Azwar, 2000 ). Pengujian daya beda item sudah dilakukan
oleh Prastiti ( 2005 ) dengan komputasi koefisien korelasi antara
distribusi skor item dengan distribusi skor skala yang menghasilkan
koefisien korelasi item total yang dibuat parameter daya beda item
dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.
Hasil seleksi item oleh Prastiti ( 2005 ) dari 72 item yang diuji
cobakan memperoleh korelasi item total berkisar antara 0,0730 sampai
0,8235 dengan jumlah subjek uji coba 52 orang.
Seleksi item akan dilakukan untuk kedua kalinya dengan
didasarkan pada batasan rix > 0,20. Sehingga item yang memiliki
35
dalam skala penelitian. Sedangkan item dengan rix < 0,20 dianggap
buruk karena dapat diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya
diskriminasi rendah sehingga tidak dimasukkan dalam item yang akan
digunakan dalam penelitian ( Azwar, 2002 ). Seleksi item dilakukan
dengan menggunakan program SPSSfor windows 13.
3. Reliabilitas
Reliabilitas suatu alat ukur menunjukkan pada suatu
pengertian bahwa alat ukur tersebut cukup dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabel mengandung
pengertian dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Reliabilitas alat tes kecemasan menghadapi pensiun yang di
uji oleh Prastiti ( 2005 ) menghasilkan koefisien Alpha sebesar 0,9610
dari 36 item yang diuji. Namun peneliti melakukan analisis item dan
reliabilitas item kembali terhadap 36 item yang dipakai dalam
penelitian dengan alasan bahwa skala yang dipakai dalam penelitian
haruslah reliabel dan dapat dipercaya sehingga analisis item untuk
kedua kalinya akan dilakukan.
Reliabilitas tes ini diukur dengan pendekatan konsistensi
internal yang didasarkan pada data dari sekali pengenaan skala pada
sekelompok subyek ( single trial administration ). Penghitungan
kembali koefisien reliabilitasnya dilakukan menggunakan teknik
koefisien Alpha Cronbrach, karena akan memberikan harga yang sama
ada kemungkinan bahwa reliabilitas uji yang sebenarnya akan lebih
tinggi daripada koefisien yang didapatkan ( Azwar, 1996 ).
Rumus Koefisien Alpha Belah dua :
a
=
Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas (rxx’) yang
angkanya berada dalam rentang 0 sampai 1,00. Semakin tinggi
koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitas dan sebaliknya semakin rendah mendekati angka 0 berarti
semakin rendah reliabilitas. Berikut interpretasi nilai r koefisien alpha
( Arikunto, 1989 ) dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2
Interpretasi Nilai rxx, Koefisien Alpha
0,80-1,00 Sangat tinggi
0,60-0,799 Tinggi
0,40-0,599 Cukup
0,20-0,39 Rendah
37
F. METODE ANALISIS DATA
1. Pengujian Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yaitu membedakan rata-rata
mean dua kelompok subjek berdasarkan jenis kelamin dalam hal
kecemasan menghadapi pensiun, maka menggunakan pengujian t-test
38 A. Orientasi Kancah
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto terletak di
Jl. Abdul Rahman Saleh no. 22-24, Jakarta Pusat, dan berada dibawah
lindungan Departmen Pertahanan dan Keamanan Nasional, Direktorat
Kesehatan Angkatan Darat.
Jumlah keseluruhan karyawan di rumah sakit tersebut
berjumlah 3500 orang lebih karyawan tetap dan mempunyai 567
karyawan honorer. Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit tersebut terdapat
156 orang karyawan tetap dimana peneliti mengambil responden yang
berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30 orang pria dan 30 orang wanita
dari 78 orang yang akan menghadapi masa pensiun.
B. Persiapan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Persiapan yang dilakukan untuk melaksanakan penelitian ini
adalah persiapan administrasi alat ukur yang berupa permohonan izin
penelitian untuk pengambilan data di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta. Permohonan izin
dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2007 dan setujui oleh Dekan
Fakultas Psikologi. Surat keterangan penelitian dapat dilihat pada
39
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 10 -11
Desember 2007 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto
Jakarta. Pembagian skala kecemasan menghadapi pensiun untuk proses
seleksi item akan diisi oleh subjek, data yang diterima kemudian akan
dilakukan 2 kali analisis yaitu yang pertama analisis reliabilitas untuk
mengalisis item dan yang kedua analisis data penelitian. Skala
kecemasan menghadapi pensiun terdiri dari 36 item yang mempunyai
4 alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan
Sangat Tidak Setuju.
2. Seleksi Item
Skala kecemasan menghadapi pensiun dibagikan kepada 60
subjek pada hari pertama yaitu 10 Desember 2007 bertempat di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta.
Hasil uji daya beda item skala kecemasan menghadapi pensiun
dengan jumlah item berjumlah 36 item, mempunyai indeks
diskriminasi item yang baik dengan kisaran 0,329-0,660. Sehingga
semua item pada skala kecemasan menghadapi pensiun diikut sertakan
pada penelitian.
a. Reliabilitas
Skala kecemasan menghadapi pensiun yang di ujicobakan
kembali menghasilkan nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,928.
digunakan dalam penelitian. Secara lengkap data seleksi item dan
hasil pengujian reliabilitas skala ini dapat dilihat pada lampiran 2.
C. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada hari kedua yaitu
pada tanggal 10 Desember 2007 bertempat di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta.
Peneliti membagikan skala kepada subjek dengan rata-rata waktu
pengerjaan selama 15 menit. Setelah selesai subjek diminta untuk
menyerahkan skala kepada peneliti. Peneliti memeriksa skala tersebut
untuk memastikan subjek telah menjawab seluruh item.
Jumlah skala yang dirancang untuk dibagikan kepada subjek
adalah sebanyak 60 buah dengan pembagian 30 buah untuk subjek pria
dan 30 buah untuk subjek wanita. Jumlah item yang dipakai adalah
sebanyak 36 item. Data skala kecemasan menghadapi pensiun dapat dilihat
pada lampiran 3.
D. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek
Data penelitian menampilkan karakteristik subjek berdasarkan
jenjang usia dan jenis kelamin dengan jumlah total 60 orang subjek
41
Tabel 3
Karakteristik Subjek
Frekuensi Presentase(%) 1.Usia
2.Jenis Kelamin Pria
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dalam karateristik
berdasarkan usia, subjek mempunyai rentang usia antara 50 tahun
sampai dengan 55 tahun dengan jumlah usia terbanyak berada dalam
rentang usia 54 tahun dan 55 tahun tahun yaitu 26,6% dan 33,3 %.
Usia 50 dan 51 tahun mempunyai presentase sebesar 5% dari jumlah
subjek, sedangkan usia 52 dan 53 tahun mendapatkan prosentase
sebesar 15 % dari jumlah subjek. Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin, terdapat 50% subjek pria dan 50% subjek wanita.
2. Kategorisasi Skor
Penentuan kategori skor skala kecemasan menghadapi pensiun
dilakukan dengan kategori jenjang berdasarkan standart deviasi dan
mean teoritik. Penggunaan kategori jenjang bertujuan menempatkan
subjek ke dalam kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga kategori, yaitu :
rendah, sedang, dan tinggi ( Azwar, 1999 ). Adapun normanya adalah
sebagai berikut :
Tabel 4
Kategori Nilai Jenjang tiga ( Azwar, 1999 )
x < ( µ - 1,0 s )
( µ - 1,0 s ) = x < ( µ + 1,0 s )
( µ + 1,0 s ) = x Keterangan :
§ µ = rata-rata teoritis, yaitu rata-rata teoritis dari skor maksimum dan skor minimun
§ s = standar deviasi,yaitu luas jarak sebaran yang dibagi kedalam 6 satuan deviasi standar.
Bila dimasukkan ke dalam hitungan angkanya adalah sebagai berikut :
§ X minimum = 36 X 1 = 36
§ X maximum = 36 X 4 = 144
§ Range = 144-36 = 108
§ SD (s) = 108/6 = 18
§ µ = 144 + 36 = 180 = 90 2 2
Berdasarkan norma tersebut, maka diperoleh kategori respon
43
Tabel 5
Kategori Skor Skala Kecemasan Menghadapi Pensiun
Rentang Nilai Kategori Jenis Kelamin
Pria Wanita
dalam skor kecemasan menghadapi pensiun yang ‘sedang’ dengan
jumlah subjek 60 orang. Skor kecemasan yang sedang tersebut
berbeda antara pria dan wanita dimana pria mempunyai prosentase
yang lebih tinggi dari pada prosentase skor pada wanita. Yaitu yaitu
86,6% untuk kelompok pria dan 83,3% untuk kelompok wanita.Dari
Hanya 10% dari kelompok subjek laki- laki berada dalam skor ‘rendah’
sedangkan pada kelompok wanita terdapat 13,3% yang mempunyai
skor rendah. Skor tinggi pada kelompok pria mempunyai presentase
yang sama dengan kelompok wanita yaitu sebanyak 3 %.
3. Hasil Uji Asumsi
a) Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah
distribusi sebaran variabel kecemasan menghadapi pensiun
mengikuti distribusi normal. Pengambilan keputusan didasarkan
§ jika probabilitas ( p ) > 0,05 maka distribusi populasi normal.
§ Sebaliknya jika ( p ) < 0,05 maka distribusi populasi tidak
normal.
Berikut hasil uji normalitas pada skala kecemasan
mengahdapi pensiun dengan menggunakan Uji One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test :
1.) Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa distribusi skor
kecemasan menghadapi pensiun mempunyai probabilitas ( p ) =
0,752. Hal ini berarti bahwa distribusi data variabel kecemasan
menhadapi pensiun adalah normal karena nilai probabilitas
diatas 0.05 (0,752 > 0,05 ).
b) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah
sampel-sampel dalam penelitian berasal dari populasi yang
memiliki varians yang sama. Pengambilan keputusan didasarkan
pada kriteria sebagai berikut:
§ jika ( p ) > 0,05 maka dinyatakan data berasal dari populasi
yang memiliki varians yang sama.
§ jika ( p ) < 0,05 maka dinyatakan data berasal dari populasi
yang mempunyai varians yang tidak sama.
Berikut hasil uji homogenitas dengan menggunakan Levene Test :
1.) Berdasarkan hasil uji homogenitas, skala kecemasan
45
Hal ini berarti data berasal dari populasi yang mempunyai
varians yang sama, atau dengan kata lain homogen karena
memiliki ( p ) > 0,05.
4. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan t-test untuk
perbedaan jenis kelamin. Penghitungan menggunakan program
komputer SPSS for Windows versi 12.0 dengan taraf signifikansi
menggunakan uji dua ekor.
Tabel 6
Ringkasan Hasil Uji Hipotesis ( Independent Sample t – Test )
berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
§SD: Besarnya standar deviasi
§ t : Hasil perhitungan uji t
§ Sig. of t Test : Signifikansi statistik dari t-Test
Berdasarkan ringkasan hasil uji hipotesis kecemasan
menghadapi pensiun dalam Tabel 5 dapat diinterpretasikan sebagai
1.) Rata-rata skor kecemasan menghadapi pensiun pada subjek
laki- laki adalah 88,80 (SD = 10.55); mean skor pada subjek
wanita adalah 82,20 (S D =11.44) Dengan taraf signifikansi
0.05, tampak bahwa t hitung (df = 58) dengan Equal variance
assumed adalah 2.323, p = 0,024 ( p < 0,05 ). Hal ini
menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kedua subjek.
Subjek laki- laki mempunyai rata-rata skor kecemasan
menghadapi pensiun yang lebih tinggi daripada subjek wanita.
Grafik 1
Perbedaan MEAN kecemasan menghadapi pensiun antara pria dan wanita
88.8
Berdasarkan hasil uji analisis yang dilakukan pada keseluruhan
skala diperoleh hasil sebagai berikut :
1. Hipotesis : “Ada perbedaan kecemasan menghadapi pensiun pada pria
dan wanita”.
Dari penghitungan uji t-test dengan menggunakan program
SPSS for windows versi 13.0. didapatkan hasil t hitung sebesar 2.323
47
menunj ukkan bahwa ada perbedaan antara pria dan wanita dalam
kecemasan menghadapi pensiun.
Berdasarkan kategorisasi nilai menunjukkan bahwa antara pria
dan wanita mempunyai skor yang sama sama besar pada tingkatan
sedang yaitu sebanyak (86,6%) untuk pria dan (83,3%) untuk wanita.
Skor yang sedang dalam hal kecemasan menghadapi pensiun antara
pria dan wanita dapat disebabkan karena karakteristik subjek sebagai
pegawai negeri sipil dimana di lingkungan kerja sebagai pegawai
negeri faktor jaminan hari tua meskipun dirasakan masih sedikit
namun dijamin oleh pemerintah.
Dari kedua penjabaran diatas dapat diperoleh hasil penelitian
yaitu terdapat perbedaan kecemasan antara pria dan wanita dalam hal
kecemasan menghadapi pensiun. Perbedaan tersebut ditunjukkan
dengan hasil rata-rata skor pria yang lebih besar daripada wanita.
Perbedaan kecemasan menghadapi pensiun antara pria dan
wanita menunjukkan bahwa pekerjaan mempunyai arti yang sangat
penting bagi pria. Menurut pendapat Shaevitz, ( dalam Prastiti, 2005 )
juga menunjukkan bahwa sebagian besar pria menunjukkan perasaan
hancur dan tidak berharga apabila pria mengalami kemunduran karier
dan keuangan. Sedangkan wanita akan lebih mengalami kepuasan
hidup bila ia berhasil dalam hubungannya dengan sesama.
Perbedaan kecemasan antara pria dan wanita juga dapat terjadi