• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - LIDYA NUR HIDAYAH BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - LIDYA NUR HIDAYAH BAB I"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan indikator yang menjadi acuan suatu negara. Bila suatu Negara berhasil mengatasi masalah yang terjadi khususnya dibidang kesehatan maka tersebut bisa dikatakan negeri yang maju. Salah satu masalah kesehatan adalah tinggnya Angka Kematian Ibu.

Salah satu tujuan dari Millennium Development Goals (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan ibu, namun sampai saat ini Angka Kematian maternal (AKI) di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia masih tinggi. Fokus pada pemecahan masalah tersebut, bangsa-bangsa di dunia akan tetap menerapkan Post Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dalam Sustainable Development Goals (SDGs) (Depkes, 2014). AKI di dunia pada tahun 2010 menurut WHO adalah 287/100.000 kelahiran hidup, di negara maju 9/100.000 kelahiran hidup dan di negara berkembang 600/100.000 kelahiran hidup. Kematian maternal di Asia Tenggara hampir 1/3 jumlah kematian maternal yang terjadi secara global. Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai AKI yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN.

(2)

merupakan salah satu dari 9 Provinsi di Indonesia yang terdpat AKI tertinggi di Indonesia (Menkes RI, 2014). Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah harus lebih serius dalam menanggapi dan menangani masalah AKI yang masih tinggi dan mengalami peningkatan, yaitu sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011, menjadi 116,34/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Banyumas.

AKI di Kabupaten Banyumas tahun 2013 adalah sebesar 126/100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2012 adalah sebesar 112/100.000 kelahiran hidup, dengan demikian pada tahun 2013 mengalami kenaikan dan angka tersebut 2 masih melebihi target dari AKI di Provinsi Jawa Tengah, yaitu 60/100.000 kelahiran hidup. Melihat kondisi diatas dapat dikatakan bahwa program Kesehatan Ibu masih belum secara optimal berjalan dengan baik (DKK Banyumas, 2014).

(3)

perdarahan masa nifas akut, ruptur yang diabaikan dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak tapi perlahan selama berjam-jam. Ruptur perineum dialami oleh 85% wanita yang melahirkan pervaginam. pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32-39 tahun sebesar 62 % (Sarwono, 2010).

Ruptur perineum perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita, sebagai sumber perdarahan, dan sumber atau jalan keluar masuknya infeksi, yang kemudian dapat menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis. Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ruptur perineum adalah paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, proses persalinan, umur, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomi (Manuaba, 2010).

(4)

ruptur perineum 40% diantaranya mengalami ruptur perineum karena kelalaian bidannya (Heimburger, 2009).

Di Indonesia sekitar 85% wanita yang melahirkan spontan pervaginam mengalami trauma perineum berupa 32-33% karena tindakan episiotomi dan 52% merupakan robekan spontan (rupture). Sekitar 70% diantaranya memerlukan penjahitan perineum untuk membantu penyembuhan jaringan. (Depkes, 2012). Kejadian akan meningkat apabila dilakukan manipulasi persalinan buatan dengan menggunkan forcep, vakum, dan juga persalinan sungsang. Untuk membantu proses penyembuhan luka maka penjahitan perineum sebagai tindakan utama yang harus dilakukan sesuai kondisi yang terjadi. Bagian luka harus diperhatikan dengan seksama karena dilaporkan bahwa proporsi wanita yang mengalami nyeri perineum pascasalin cukup tinggi.

(5)

pada tingkat keparahan trauma perineum. Ketidaknyamanan berupa nyeri yang dialami ibu postpartum dari rupture perineum spontan tergantung dari derajat ruptur yang dialami.

Survei Nasional Amerika Serikat mengatakan 9% dari 274 primipara yang mengalami trauma atau rupture perineum melaporkan bahwa nyeri perineum sangat mengganggu kegiatan rutin, di wawancarai dalam 2 bulan pertama setelah persalinan pervaginam. Nyeri perineum juga bisa terjadi setelah persalinan dengan perineum utuh, 38% dari 84 wanita yang melahirkan dengan perineun utuh melaporkan nyeri selama 7 hari postpartum (Declercq E, Cunningham DK, 2008).

Rupture derajat satu hanya mengenai mukosa vagina dan jarang menimbulkan nyeri sedang sampai berat, pada ibu dengan rupture perineum derajat dua tentu juga menimbulkan nyeri yang lebih berat. Pada ibu post partum derajat tiga dan empat terdapat keluhan nyeri yang sangat berat, hal ini dikarenakan adanya kerusakan jaringan yang lebih luas bahkan sampai mengenai sphinter ani dan anus. Nyeri pada ruptur perineum pada derajat tiga dan empat di perburuk dengan adannya gangguan buang air besar, buang air kecil dan mobilisasi dini. (Sayiner, 2009).

(6)

sekitar 20-25% menurut (Manuaba, 2008). Infeksi postpartum dapat terjadi dari perlukaan jalan lahir, dari bendungan ASI dan salah satunya dari subinvolusi uterus juga retensio urine yang disebabkan kurangnya melakukan mobilisasi dini.

Hasil studi pendahuluan di RSIA Bunda Arif Purwokerto didapatkan data dari Rekamedis untuk periode bulan januari 2017 jumlah ibu postpartum pervaginam sejumlah 59 ibu postpartum. Indikasi persalinan normal terbanyak dengan KPD sebanyak 16% (27 kasus), Presbo 7% (11 kasus), Plasenta previa 4% (7 kasus), Postdate 3% (6 kasus), premature 3% (5 Kasus). Kemudian dari 89% (47 kasus) ibu postpartum pervaginam mengalami rupture perineum dan episiotomi yang dilakukan tindakan hecting perineum untuk mencegah terjadinya pendarahan dan infeksi postpartum. Pada saat observasi ruangan selama 3 hari terdapat 11 ibu postpartum yang dirawat pada hari rabu 15 februari sampai sabtu 18 februari 2017 ibu mengeluh nyeri yang terasa akibat hecting perineum, sehingga selama 2-6 jam postpartum ibu belum seluruhnya melakukan mobilisasi dini dengan baik.

(7)

gerakan. Biasaya ibu khawatir gerakan-gerakan yang dilakukannya akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan, padahal mobilisasi dini sangat penting bagi ibu postpartum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Adakah hubungan tingkat nyeri hectingperineum terhadap mobilisasi dini ibu postpartum di RSIA Bunda Arif Purwokerto?

C. Tujuan

1. Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan tingkat nyeri hecting perineum terhadap mobilisasi dini ibu postpartum di RSIA Bunda Arif Purwokerto.

2. Tujuan Umum

a. Mengetahui karakteristik reponden (umur, paritas, pekerjaan, pendidikan).

b. Mengetahui tingkat nyeri pada ibu postpartum yang mengalami hecting

perineum.

c. Mengetahui mobilisasi dini pada ibu selama 2-6 jam postpartum yang mengalami hectingperineum.

(8)

D. Manfaat

1. Bagi Responden

Menambah manfaat dan informasi positif kepada ibu postpartum mengenai pentingya melakukan mobilisasi dini terhadap ibu yang mengalami nyeri heacting perineum.

2. Bagi Keperawatan

a. Dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnnya. b. Dapat menerapkan mobilisasi dini bagi ibu mengalami nyeri hecting

perineum di lahan praktek.

3. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan, memperluas wawasan dan pengalaman langsung bagi peneliti dalam melakukan penelitian, serta mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan ke dalam bentuk karya ilmiah terkait tingkat nyeri hecting perineum pada ibu post partum dan mobilisasi dini ibu post partum.

4. Bagi Rumah Sakit

(9)

E. Penelitian Terkait

1. Ita Sasmita Buhari, Esther Hutagaol, Rina Kundre, 2015 “Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Mobilisasi Dini Pada Ibu Nifas Di Puskesmas Likupang Timur Kecamatan Likupang Timur” Penelitian ini dilakukan di puskesmas Likupang timur pada 6 desember- 30 desember 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dengan 50 responden dari November dan desember yang memenuhi kriteria inklusi. Instrumen penelitian yaitu menggunakan kuesioner. Uji statistik menggunakan sistem komputerisasi dengan menggunakan uji chi-square pada tingkat kemaknaan 95% ( = 0,05). Hasil diperoleh hasil p-value = 0,000 dengan tingkat signifikan yaitu < 0,05. Ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan mobilisasi dini pada ibu nifas. Kesimpulan semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pengalaman yang didapat, maka ibu semakin minat untuk melakukan mobilisasi dini sesuai tahap-tahap mobilisasi dini. Persamaan penelitian ini menggunakan uji chi-square dan menggunakan instrument kuesioner. 2. Caroline Gaudet, MSc, OT, Shi Wu Wen, MB, PhD dkk, 2013 “Nyeri

kronis Perinatal sebagai faktor risiko terhadap Gejala Postpartum

Depression pada Wanita di Kanada” peneliti menggunakan data survey

sekunder dengan menggunakan sample sebanyak 2.006 kepada ibu yang

berpengalaman bersalin di kanada. Pengamatan pertama untuk

kepentingan adanya masalah nyeri perineal setelah tiga bulan melahirkan,

(10)

terjadi pada ibu bersalin (Vagina, sayatan operasi Caesar, payudara,

punggung dan sakit kepala yang parah) pada saat wawancara (rata-rata =

7,3 bulan, kisaran 5-14 bulan) untuk setiap paparan yang ada. Penelitian

ini menggunakan analisi regresi logistic serta ada enam submodel yang

digunakan. Odds dari skrining positif untuk gejala PPD untuk responden

yang melaporkan adanya masalah nyeri perineal setelah 3 bulan

postpartum sebanyak 95% ibu bersalin. Dibandingkan dengan responden

yang tidak mengakami masalah nyeri perineal, kemungkinan gejala PPD

untuk wanita yang melaporkan masalah nyeri perineal pada saat

wawancara sebanyak 24%. Sebuah asisiasi dosis-respon antara jumlah

jenis nyeri perineal pada saat wawancara dengan adanya PPD juga diamati

sekaligus.

Persamaan penelitian ini adalah pada variabel bebas tingkat nyeri perineum dan menggunakan survei analitik observasional.

3. Suvarna V.M1, Jyoti A.Salunkhe, 2014 “Studi untuk Menilai Efektivitas Ambulasi Dini pada Post Pemulihan Operative antara Aspek Dipilih

wanita yang telah mengalami LSCs di Rumah Sakit Krishna, Karad”

Penelitian dilakukan pada posting LSCs wanita di ruang bersalin Rumah

Sakit Krishna, Karad, dengan mengambil 30 sampel masing-masing di

kedua kelompok eksperimen dan kontrol menggunakan teknik sampling

random. Ambulasi dini variabel independen dan variabel dependen

pemulihan pasca-operasi. Data dikumpulkan, ditabulasi dan dianalisis dari

(11)

Dalam kelompok eksperimen dan kontrol, sebagian besar termasuk dalam

kelompok usia 21-25, mayoritas mereka memiliki pendidikan menengah,

jumlah maksimum dari kedua kelompok yang ibu rumah tangga.

persentase maksimum ibu di eksperimental (36,66%) dan kontrol (53,33%)

yang primipara. Di sisi lain, 63,33% dari subyek dalam kelompok

eksperimen dan 46,66% dari subyek dalam kelompok kontrol memiliki

sejarah mereka kerja sebelumnya. Mulai dari hari pasca operasi, ambulasi

diberikan sampai hari ke-4 dan ditemukan itu berarti skor kelompok

eksperimen lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, di

mana, di 25-48 jam, perbedaan nilai rata-rata dari aktivitas sehari-hari dan

rasa kesejahteraan adalah 8.83 dan 3.84 masing-masing. Oleh karena itu

menunjukkan bahwa ambulasi dini meningkatkan aktivitas hidup

sehari-hari dan rasa kesejahteraan.

Persamaan penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu ambulasi

dini, Perbedaan penelitian ini pada eksperimental yang menggunakan

teknik random sampling dan menggunakan analisis statistik deskriptif dan

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Sedangkan pada siklus II jumlah siswa yang kurang melakukan aktifitas kurang menunjang selama proses pembelajaran telah menurun yakni sebanyak 2 siswa kurang aktif

Tujuan penelitian ini adalah; (1) Untuk mengetahui motivasi belajar bahasa Arab siswa sebelum menggunakan model CTL , (2) Untuk mengetahui motivasi belajar bahasa

Seharusnya informasi yang mendetail itu sangat penting bagi keselamatan konsumen dalam menggunakan produk tersebut, dengan memberikan informasi yang mendetail terhadap produk

menjadi duda/janda yang melangsungkan perkawinan lagi.. 3) PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat. 4)