• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Kondisi Umum

Penanaman kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 meter diatas permukaan laut. Lahan yang digunakan merupakan lahan tegalan bekas pertanaman kacang tanah dengan jenis tanah Latosol. Benih yang ditanam mempunyai viabilitas yang baik ditunjukkan dengan perkecambahan dan pertumbuhan yang serempak.

Produksi benih dilakukan di lapang selama 3 bulan mulai dari awal bulan Maret sampai dengan awal bulan Juni 2011. Selama penelitian, curah hujan cukup tinggi sehingga di daerah penelitian mendapatkan pasokan air yang melimpah. Namun demikian, penyiraman masih dilakukan selama tanam hingga tanaman berumur 2 minggu setelah tanam akibat terjadi musim kemarau saat awal tanam.

Gulma yang banyak ditemui di lapang antara lain: Ageratum conyzoides, Oxalis barrelieri, Boreria alata, dan Mimosa pigra. Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada 3, 5, dan 7 MST. Beberapa jenis hama yang menyerang tanaman kedelai selama penelitian antara lain: belalang (terutama dari jenis Valanga sp.), kepik hijau (Nezara viridula) dan kepik polong (Riptortus linearis). Serangan hama tidak mengganggu pertanaman secara luas, sehingga tidak diperlukan pengendalian hama. Pada area pertanaman juga ditemukan penyakit seperti karat daun dan virus mosaik kuning, namun intensitas serangannya sangat rendah. Pengendalian penyakit dilakukan dengan pencabutan pada tanaman yang terserang dan membuangnya.

Pengamatan keadaan vegetatif tanaman di lahan dimulai saat 2 MST hingga 6 MST, saat tanaman memasuki masa generatif. Tanaman kedelai mulai berbunga pada 35 HST, hal ini sesuai dengan deskripsi varietas (Balitkabi, 2008). Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali karena tingkat kemasakan antar petak yang tidak sama. Panen pertama dilakukan pada umur tanaman 85 HST sedangkan panen kedua dilakukan pada 91 HST.

Proses pengeringan dilakukan dilakukan secara manual dengan menggunakan lantai jemur dan memanfaatkan sinar matahari. Pengeringan benih dilakukan selama satu minggu. Lamanya pengeringan tersebut dikarenakan cuaca yang

(2)

sering berawan hingga hujan lebat. Namun demikian, untuk menjaga mutu benih diusahakan tidak terkena air hujan. Proses pengeringan dilakukan hingga diperoleh benih kedelai dengan kadar air 8-10% sesuai dengan standar aman penyimpanan benih kedelai (Lampiran 5).

Benih yang telah dikeringkan selanjutnya disimpan dengan menggunakan plastik dan dimasukan ke dalam karung. Area penyimpanan merupakan ruang berpendingin dengan suhu antara 14oC-17oC. Hal ini dilakukan untuk menjaga viabilitas benih agar tetap baik selama proses penyimpanan.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai

Pupuk merupakan unsur hara tambahan yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman, sehingga secara umum dapat berpengaruh pada pertumbuhan, kualitas tanaman dan produksi. Pemupukan berimbang merupakan salah satu faktor penting dalam memproduksi benih bermutu. Hasil rekapitulasi sidik ragam mengenai pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan N, P dan K terhadap variabel tinggi tanaman dan jumlah daun kedelai disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif Tanaman Kedelai Peubah pengamatan Perlakuan KK (%) V P V*P Tinggi Tanaman 2 MST ** tn tn 3.84 3 MST ** tn tn 5.78 4 MST ** tn tn 10.63 5 MST ** tn tn 10.02 6 MST ** tn tn 10.78 Jumlah Daun 2 MST ** tn tn 15.17 3 MST ** tn tn 9.08 4 MST tn tn tn 12.21 5 MST tn tn tn 18.22 6 MST tn tn tn 17.34

Keterangan ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

V = Varietas; P = Pemupukan; V*P = Interaksi antar faktor

(3)

Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman kedelai selama pengukuran mulai 2 hingga 6 MST. Pada tolok ukur jumlah daun tanaman kedelai, varietas berpengaruh nyata hanya pada 2 dan 3 MST. Pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman maupun jumlah daun tanaman kedelai (Tabel 2).

Pengukuran tinggi tanaman dan penghitungan jumlah daun dilakukan hingga tanaman berumur 6 minggu setelah tanam. Hal ini disebabkan karena pada umur ini semua asimilat masih digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan belum digunakan dalam proses pembentukan benih (generatif). Pada fase pertumbuhan ini, tanaman kedelai membutuhkan hara tanaman yang cukup untuk mendukung pertumbuhannya dan mempersiapkan diri untuk memasuki periode generatif. Pertumbuhan tanaman pada periode tersebut harus diperhatikan untuk memastikan tanaman mampu menghasilkan benih dengan mutu yang baik. Data pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman menunjukkan sebaran data yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Koefisien Keragaman (KK) yang kecil (<20%). Hanafiah (2001) menyatakan bahwa koefisien keragaman yang baik pada penelitian dengan kondisi heterogen (di lapang) adalah maksimal 20%. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pertumbuhan tinggi kedua varietas tanaman kedelai disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Varietas dan Pemupukan N, P, dan K terhadap Tinggi Tanaman Kedelai

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.

Perlakuan Umur tanaman (MST)

2 3 4 5 6

centimeter ---Varietas

Anjasmoro 11.84a 17.63a 34.23a 46.12a 59.27a

Detam 1 9.28b 12.98b 24.45b 33.38b 43.63b Pemupukan Tanpa Pemupukan 10.63 15.28 29.65 39.91 51.75 N, P, dan K 10.69 15.44 30.77 41.89 54.46 N dan P 10.46 15.66 30.75 41.45 52.04 N dan K 10.60 15.10 28.66 38.97 51.36 P dan K 10.39 15.03 26.90 36.52 47.64

(4)

Karakteristik tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kedelai kedua varietas kedelai memiliki perbedaan. Pertumbuhan tinggi tanaman kedelai berlangsung dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan tinggi tanaman pada semua perlakuan termasuk kontrol (tanpa pemupukan) (Tabel 3). Pengukuran terhadap tinggi tanaman kedelai menunjukkan bahwa pertumbuhan pada varietas Anjasmoro berkembang lebih cepat dibanding varietas Detam 1. Tanaman kedelai Anjasmoro memiliki karakteristik batang yang lebih tinggi (59.27 cm) daripada Detam 1 (43.63 cm) pada 6 MST (Tabel 3). Hal ini sesuai deskripsi Balitkabi (2008) yang menunjukkan Varietas Anjasmoro lebih tinggi dibanding Detam 1. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun tanaman kedelai disajikan pada Tabel 4.

Pertumbuhan jumlah daun pada kedua varietas kedelai berlangsung dengan baik. Pengaruh pemupukan hanya dijumpai pada pengamatan jumlah daun pada 2 dan 3 MST. Meskipun kedua Varietas Anjasmoro dan Detam 1 berbeda dalam pertumbuhan vegetatif tetapi tidak ada perbedaan respon antara kedua varietas tersebut terhadap perlakuan pemupukan. Hal ini dapat dilihat dari hasil sidik ragam yang menunjukkan tidak ada interaksi antara varietas dengan pemupukan (Tabel 1).

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun Tanaman Kedelai

Perlakuan Umur tanaman (MST)

2 3 4 5 6

--- helai---Varietas

Anjasmoro 1.79a 3.25a 5.95 9.01 13.60

Detam 1 1.17b 2.72b 5.79 9.71 13.52 Pemupukan Tanpa Pemupukan 1.40 2.98 5.85 9.17 13.77 N, P, dan K 1.53 2.99 5.91 9.96 14.54 N dan P 1.54 3.08 6.11 9.89 13.65 N dan K 1.36 2.93 5.76 8.92 12.71 P dan K 1.57 2.96 5.72 8.85 13.12

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.

(5)

Pertumbuhan tanaman merupakan pertambahan ukuran tanaman yang meliputi pertambahan panjang, diameter, dan luas tanaman (Harjadi, 1993). Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain: umur, hereditas dan keadaan tanaman. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah cahaya, kelembaban, dan nutrisi (hara) tanaman (Gardner et al., 1991).

Dwidjoseputro (1994) menyatakan bahwa daun merupakan bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat penting. Fotosintat yang dihasilkan daun akan berpengaruh pada pembentukan daun dan organ tanaman yang lain. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), tanaman yang mempunyai daun yang lebih banyak pada awal pertumbuhannya, tanaman akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi dari tanaman dengan jumlah daun yang lebih rendah. Jumlah daun tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan jaringan tanaman yang lain.

Pemberian unsur hara N, P, dan K terhadap tanaman biasanya memberikan respon yang berbeda bagi tanaman. Nyakpa (1988) menyatakan bahwa penambahan unsur hara N, P, dan K secara bersama mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman karena unsur-unsur tersebut mampu merangsang perakaran, menguatkan batang tanaman dan meningkatkan fotosintat. Unsur N merupakan unsur hara yang penting untuk pertumbuhan tinggi dan produksi daun tanaman. Hardjowigeno (2003), pospor berperan mempercepat terjadinya pembelahan sel yang menyebabkan perkembangan batang dan daun kecambah tanaman lebih cepat. Gardner et al., (1991) menyatakan bahwa kalium berperan penting dalam fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan translokasi hasil fotosintesis keluar daun. Pada percobaan ini perlakuan pemupukan tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini diduga karena hara dalam tanah cukup untuk mendukung pertumbuhan vegetatif, ditunjukkan dengan pertumbuhan tanaman yang terus meningkat tanpa hambatan hingga 6 MST.

(6)

Produksi Benih Tanaman Kedelai

Pengujian mengenai produksi benih dilakukan dengan pengukuran terhadap bobot benih per tanaman, bobot benih per petak dan bobot 100 butir. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap produksi masing-masing varietas dalam produksi benih. Sidik ragam pengujian produksi benih kedelai disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Sidik Ragam Pengujian Produksi Benih Kedelai

Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)

V P V*P

Bobot benih/tanaman ** tn tn 11.72

Bobot benih/petak tn tn tn 24.61

Bobot 100 butir ** tn tn 4.40

Keterangan ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

V = Varietas; P = Pemupukan; V*P = Interaksi antar faktor KK = Koefisien keragaman

Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur bobot benih per tanaman dan bobot 100 butir. Pada penelitian ini perlakuan pemupukan dan interaksinya tidak berbeda nyata pada pengujian hasil benih kedelai (Tabel 5). Hal ini diduga kandungan hara tanah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman, tidak hanya dalam hal pertumbuhan tanaman tetapi juga untuk berproduksi. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap produksi benih disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Produksi Benih Perlakuan Bobot benih per

tanaman

Bobot benih per petak (m2)

Bobot 100 butir benih ---gram---Varietas

Anjasmoro 11.42a 1612.85 13.13a

Detam 1 9.09b 1598.29 11.15b Pemupukan Tanpa Pemupukan 10.36 1537.90 12.23 N, P, dan K 10.79 1652.20 12.39 N dan P 10.82 1912.40 11.81 N dan K 10.04 1434.20 12.29 P dan K 9.29 1491.10 11.98

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.

(7)

Tabel 6 menunjukkan bahwa benih kedelai Anjasmoro memiliki bobot 100 butir (13.33 g) lebih berat dibanding Detam 1 (11.15 g). Hasil ini sesuai dengan deskripsi yang disampaikan Balitkabi (2008) yang menyatakan bahwa varietas Anjasmoro memiliki bobot 100 butir (15.3 g) yang lebih tinggi dibanding Detam 1 (14,84 g). Pada pengukuran bobot benih per tanaman, Varietas Anjasmoro juga lebih unggul dibanding Detam 1. Setiap tanaman kedelai varietas Anjasmoro mampu menghasilkan benih kedelai sebesar 11.42 g, sedangkan tanaman kedelai varietas Detam 1 hanya menghasilkan benih seberat 9.09 g.

Perbedaan bobot benih per tanaman kedua varietas kedelai diduga disebabkan oleh faktor vegetatif tanaman (Tabel 6). Varietas Anjasmoro memiliki karakteristik batang tanaman yang lebih tinggi dan jumlah daun yang lebih banyak (2 dan 3 MST) dibanding dengan Detam 1. Hal ini mempengaruhi pembentukan dan pengisian benih kedelai. Pertumbuhan vegetatif yang lebih baik akan mendukung translokasi asimilat dari source ke sink. Tanaman yang memiliki tinggi dan jumlah daun yang lebih banyak, maka jumlah fotosintat (source) yang ditransfer ke buah atau biji (zink) akan lebih besar dibanding tanaman yang lebih rendah dan memiliki sedikit daun (Salisburry dan Ross, 1995).

Pada saat pengisian buah, hasil fotosintat daun lebih banyak ditranslokasikan ke zink daripada digunakan untuk proses pertumbuhan dan pembentukan daun (Hopkins, 1995). Hal ini memacu terjadinya proses penuaan daun yang ditandai dengan absisi, gugurnya organ vegetatif maupun generatif tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Pada tanaman kedelai, proses tersebut terjadi saat pengisian polong antara 7 hingga 13 MST.

Gardner et al., (1991) menambahkan bahwa pada saat pengisian polong, maka polong akan menjadi daerah penyaluran asimilasi. Sebagian besar asimilasi akan digunakan untuk meningkatkan bobot biji. Pembentukkan polong tergantung pada tingkat kelembaban tanah dan penyediaan unsur hara terutama fosfor dan kalsium untuk proses pembuahan dan pemasakan biji.

Menurut Hakim (1986), nitrogen mampu mendorong produksi fotosintat, sedangkan pospor berperan dalam pembentukan polong bernas dan pematangan biji. Hal serupa juga disampaikan Nyakpa et al. (1988) yang menyatakan bahwa pospor memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan peningkatan produksi

(8)

serta berat bahan kering dan bobot biji per tanaman. Hal ini disebabkan bahwa unsur pospor banyak terdapat didalam sel tanaman berupa unit-unit nukleotida yang merupakan ikatan yang mengandung pospor sebagai RNA dan DNA yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. Aplikasi unsur P pada tanaman dimungkinkan dapat menghasilkan bobot benih yang lebih tinggi dibanding variasi pemupukan yang lainnya.

Pada penelitian ini, pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap komponen produksi. Hal ini diduga kandungan hara tanah terutama N, P dan K sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman kedelai selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Kandungan Klorofil, Karoten dan Mutu Benih Kedelai

Kandungan klorofil tanaman tidak hanya terdapat pada daun, tetapi juga ditemukan pada benih dan buah yang berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Menurut Sugimoto et al. (2002), saat benih belum mencapai masak fisiologi, klorofil dalam kotiledon benih kedelai melakukan aktifitas fotosintesis. Saio et al. dalam Suhartanto (2002) menyatakan bahwa kandungan klorofil dalam benih kedelai mencapai maksimal saat 40 hari setelah proses pembungaan dan mengalami penurunan setelah 45 hingga 50 hari setelah pembungaan. Kandungan klorofil benih yang tinggi saat masak fisiologi justru akan menyebabkan rendahnya mutu benih terutama menurunkan daya simpan benih. Hasil sidik ragam mengenai kandungan klorofil dan karoten benih disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Kandungan Klorofil dan Karoten Benih Kedelai

Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)

V P V*P

Klorofil

Sebelum masak fisiologis ** ** ** 1.62

Saat masak fisiologis ** tn tn 5.69

Karoten

Saat masak fisiologis tn tn ** 16.97

Keterangan ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

V = Varietas; P = Pemupukan; V*P = Interaksi antar faktor KK = Koefisien keragaman

(9)

Pengujian terhadap kandungan korofil dan karoten dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten benih serta hubungannya dengan vigor daya simpan benih. Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara varietas dengan pemupukan terhadap kandungan klorofil benih (sebelum masak fisiologi) dan kandungan karoten (saat masak fisiologi). Perlakuan varietas hanya berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil benih sedangkan, pemupukan berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil benih kedelai hanya sebelum masak fisiologi. Pengaruh perlakuan secara lebih teliti dilihat melalui uji lanjut Duncan pada taraf 5% yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Faktor Tunggal Perlakuan terhadap Kandungan Klorofil Benih Kedelai Saat Masak Fisiologi

Perlakuan

Klorofil

saat masak fisiologi (mol/100g sampel*) Varietas Anjasmoro 0.10b Detam 1 0.59a Pemupukan Tanpa Pemupukan 0.36 N, P, dan K 0.43 N dan P 0.31 N dan K 0.38 P dan K 0.25

Keterangan: Angka-angka sekolom yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf 5%.*Kadar air sampel 8-9%

Kandungan klorofil benih pada kedua varietas mengalami penurunan saat pengujian sebelum masak fisiologi dan saat masak fisiologi. Hasil pengukuran kandungan klorofil Anjasmoro sebelum masak fisiologi sebesar 1.22 mol/100g sampel (KA ±58%), sedangkan saat masak fisiologi mengalami penurunan menjadi hanya 0.10 mol/100g sampel (KA 8-9%). Pada Detam 1, kandungan klorofil sebelum masak fisiologi sebesar 2.07 mol/100g sampel (KA ±58%), sedangkan saat masak fisiologi hanya 0.59 mol/100g sampel (KA 8-9%). Menurut Suhartanto (2002) kandungan klorofil pada benih tomat juga mengalami penurunan dari saat benih belum mencapai masak fisiogi hingga mencapai minimum saat masak fisiologi. Penurunan kandungan klorofil benih saat masak fisiologi dinilai positif, karena akan meningkatkan vigor daya simpan benih.

(10)

Kandungan klorofil yang tinggi pada benih saat masak fisiologi akan meningkatkan radikal bebas dalam benih akibat proses oksidasi sel. Hal ini dikarenakan bahwa klorofil merupakan sumber oksigen singlet (1O2) yang sangat reaktif terhadap proses oksidasi. Treves dan Perl (1992) menyatakan bahwa klorofil benih merupakan sumber oksigen singlet (1O2) yang berperan dalam proses oksidasi yang menghasilkan radikal bebas dan dapat merusak sel.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kandungan klorofil varietas Detam 1 (0.59 mol/100g sampel) saat masak fisiologi lebih tinggi dibanding Anjasmoro (0.10 mol/100g sampel) (Tabel 8). Perbedaan kandungan klorofil antar varietas pernah diteliti Wahyuni (2011) yang menunjukkan bahwa kedelai yang berkulit hitam (Cikuray, Detam 1 dan Detam 2) cenderung memiliki kandungan klorofil lebih tinggi dibanding kedelai berkulit kuning (Wilis, Anjasmoro dan Tanggamus). Namun demikian, interaksi antara varietas dengan pemupukan terhadap kandungan klorofil dan karoten baru akan dilihat pada penelitian ini.

Kandungan klorofil benih sebelum masak fisiologi pada Detam 1 lebih tinggi dibanding Anjasmoro (Tabel 9). Kandungan klorofil benih tertinggi diperoleh dari pertanaman Detam 1 tanpa pemupukan sebesar 4.61 mol/100g sampel. Perlakuan pemupukan pada kedua varietas justru menurunkan kandungan klorofil benih sebelum masak fisiologi. Hal ini berbeda dengan penelitian Bojović dan Stojanović (2005) yang menyatakan bahwa perlakuan tanpa pemupukan pada

tanaman gandum menunjukkan kandungan klorofil terendah.

Pemupukan N dan K (tanpa P) pada varietas Anjasmoro (0.94 mol/100g sampel) dan Detam 1 (0.89 mol/100g sampel) menunjukkan kandungan klorofil yang rendah dibanding variasi pemupukan lainnya (Tabel 9). Bojović dan Stojanović (2005) menyatakan bahwa kandungan klorofil tanaman mengalami

penurunan saat tanaman kekurangan pospor. Kekurangan unsur pospor pada tanaman dapat menghambat sintesa klorofil dan selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Ambrose dan Easty (1977) menyatakan bahwa pospor merupakan hara yang diperlukan dalan biosintesis klorofil. Unsure pospor dalam bentuk pyridoxal phosphate harus tersedia dalam proses biosintesis klorofil. Kekurangan unsur P dapat menurunkan hasil fotosintesis per unit area, karena rendahnya kandungan klorofil pada daun. Selain itu, unsur P juga berpengaruh

(11)

terhadap stabilitas molekul klorofil tanaman, terutama saat cuaca kurang menguntungkan.

Kandungan karoten benih saat masak fisiologi dipengaruhi oleh interaksi antara perakuan varietas dan pemupukan. Perlakuan pemupukan pada Anjasmoro tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap kandungan karoten benih. Pemupukan pada Anjasmoro justru cenderung menurunkan kandungan karoten benih. Pada Varietas Detam 1, pemupukan mampu meningkatkan kandungan karoten benih. Pemupukan N dan K pada tanaman Detam 1 menghasilkan benih dengan kandungan karoten tertinggi sebesar 8.31 mol/100g sampel (Tabel 9).

Hasil percobaan pada Detam 1 ini sesuai dengan penelitian Bojović dan Stojanović (2005) yang menyatakan bahwa pemupukan N dan K pada tanaman

gandum mampu menghasilkan kandungan karoten pada biji dan daun lebih tinggi daripada variasi pemupukan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan karoten Detam 1 lebih responsif terhadap pemupukan sementara Anjasmoro kurang responsif. Interaksi antara varietas dan pemupukan terhadap kandungan klorofil pada pengukuran sebelum masak fisiologi dan karoten saat masak fisiologi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok Ukur Kandungan Klorofil dan Karoten Pada Sebelum dan Saat Masak Fisiologi

Variasi Pemupukan Varietas

Anjasmoro Detam 1

Klorofil Sebelum Masak Fisiologi (mol/100g sampel *)

Tanpa Pemupukan 1.49 c 4.61 a

N, P, dan K 1.42 d 1.03 f

N dan P 1.11 e 2.39 b

N dan K 0.94 g 0.89 h

P dan K 1.13 e 1.45 d

Karoten Saat Masak Fisiologi (mol/100g sampel**)

Tanpa Pemupukan 5.41 b 1.80 c

N, P, dan K 2.68 bc 4.45 bc

N dan P 4.01 bc 4.54 bc

N dan K 3.13 bc 8.31 a

P dan K 3.80 bc 4.47 bc

Keterangan: Angka-angka yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5% pada tolok ukur yang sama.*Kadar air sampel ± 58% **Kadar air sampel 8-9%

(12)

Pengujian mutu benih sangat penting untuk memastikan bahwa hasil produksi lapang menghasilkan benih dengan standar mutu yang baik. Benih yang memiliki mutu yang baik akan memiliki viabilitas potensial yang baik dan vigor daya simpan yang tinggi. Dengan demikian, saat benih ditanam akan mampu tumbuh dan berproduksi normal meskipun setelah melewati masa penyimpanan yang relatif lama. Hasil sidik ragam mengenai viabilitas potensial dan vigor daya simpan benih disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Viabilitas Potensial dan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai

Peubah pengamatan Perlakuan

KK (%)

V P V*P

ViabilitasPotensial

DB (%) * tn tn 9.19

VigorDaya Simpan

Vetanol(%) ** * ** 26.80

DHL (µmhos/cm/g) tn tn * 13.42

Keterangan * = berpengaruh nyata pada taraf 5% ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata

V = Varietas; P = Pemupukan; V*P = Interaksi antar faktor

KK = Koefisien keragaman

Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang menggambarkan potensi hidup benih dari lot benih. Potensi hidup benih tersebut diamati pada perkecambahan dengan kondisi optimum. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah benih (DB), namun pemupukan maupun interaksinya dengan varietas tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB.

Pada penelitian ini terdapat interaksi antara varietas dan pemupukan terhadap vigor daya simpan dengan tolok ukur vigor etanol dan daya hantar listrik (DHL) benih. Vigor daya simpan menunjukkan kemampuan benih dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan viabilitas benih dengan kondisi penyimpanan suboptimum. Hasil uji lanjut daya berkecambah benih disajikan pada Tabel 11.

(13)

Tabel 11. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai

Perlakuan ViabilitasPotensial

Daya Berkecambah (%) Varietas Anjasmoro 80.00b Detam 1 86.93a Pemupukan Tanpa Pemupukan 85.34 N, P, dan K 88.67 N dan P 81.34 N dan K 82.00 P dan K 80.00

Keterangan: Angka-angka yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5%.

Secara umum, viabilitas potensial benih cukup tinggi karena seluruhnya memiliki nilai DB diatas 80%. Varietas Detam 1 memiliki daya berkecambah (86.93%) lebih tinggi dibanding benih Anjasmoro (80.00%). Pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap Daya Berkecambah benih kedelai, namun berpengaruh nyata terhadap vigor daya simpan benih berdasarkan vigor etanol (Tabel 10). Interaksi antara pemupukan dan varietas terhadap vigor daya simpan benih disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengaruh Interaksi antara Perlakuan Varietas dan Pemupukan terhadap Tolok Ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik

Variasi Pemupukan Varietas

Rataan Anjasmoro Detam 1 ---VigorEtanol (%)---Tanpa Pemupukan 13.33 b 72.00 a 42.67 N, P, dan K 21.33 b 57.33 a 39.33 N dan P 24.00 b 69.33 a 46.67 N dan K 26.67 b 69.33 a 48.00 P dan K 64.00 a 54.67 a 59.34 Rataan 29.87 64.53

--Daya Hantar Listrik

(µmhos/cm/g)--Tanpa Pemupukan 139.34 b 127.93 b 133.64 N, P, dan K 134.28 b 139.51 b 136.90 N dan P 172.88 a 108.68 b 140.78 N dan K 107.57 b 118.01 b 112.79 P dan K 126.44 b 125.31 b 125.88 Rataan 136.10 123.89

Keterangan: Angka-angka yang sehuruf menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5% pada tolok ukur yang sama.

(14)

Berdasarkan tolok ukur vigor etanol, Varietas Detam 1 (vigor etanol 64.53%) memiliki vigor daya simpan yang lebih tinggi daripada Anjasmoro (vigor etanol 29.87%). Kandungan karoten benih Detam 1 yang lebih tinggi dibanding varietas Anjasmoro diduga berhubungan dengan vigor etanol, mengingat nilai vigor etanol Detam 1 yang juga lebih tinggi dibanding varietas Anjasmoro. Hal ini diduga bahwa kandungan karoten benih yang tinggi pada benih mampu meningkatkan vigor daya simpan benih. Pemupukan berimbang merupakan salah satu faktor penting dalam memproduksi benih bermutu. Pertanaman Anjasmoro dengan pemupukan yang tepat (pemupukan P dan K) mampu memiliki vigor daya simpan (berdasarkan Vigor Etanol) yang tinggi (64%) seperti Detam 1 (54.67-72.00%) (Tabel 12).

Mugnisyah dan Nakamura (1984) menyatakan bahwa unsur P dapat meningkatkan bobot biji yang selanjutnya dapat meningkatkan daya simpan benih. Kadar P dalam tanah berkorelasi positif dengan kandungan P-total dalam biji, makin tinggi kadar P dalam biji vigor benih semakin tinggi. (Coopeland dan McDonald, 1976). Zuhry dan Islan (2007) menambahkan bahwa pemberian pupuk pospat berpengaruh pada indeks vigor dan uji hitung pertama selama perkembangan biji. Unsur K dari KCl berpengaruh terhadap penguatan sel-sel benih terutama pada kulit benih sehingga tidak rentan terhadap pengaruh lingkungan yang mengakibatkan kerusakan benih.

Pengaruh pemupukan pada kedua varietas terhadap Daya Hantar Listrik menunjukkan pengaruh interaksi yang nyata. Pemupukan N dan P (tanpa K) pada Anjasmoro menghasilkan benih dengan nilai DHL tertinggi 172.88 µmhos/cm/g, sedangkan pemupukan N dan K pada Anjasmoro mampu menghasilkan benih dengan nilai DHL terendah sebesar 107.57 µmhos/cm/g. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman Anjasmoro yang dipupuk N dan K memiliki tingkat kebocoran membran sel yang rendah.

Menurut Shao et al. (2007), kulit biji kedelai yang baik mampu melindungi benih kedelai dari kerusakan akibat pengaruh penyimpanan maupun akibat perlakuan fisik benih, sehingga benih kedelai dapat terjaga dengan baik. Kandungan Kalium pada kulit benih kedelai mempengaruhi kekuatan kulit dalam menjaga benih dari pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan

(15)

(Serrato-Valenti et al., 1993). Unsur K selain diperlukan untuk pertumbuhan tanaman juga berperan sebagai bahan penyusun mineral fitin dan memperbaiki integitas membran sel dan kulit biji (McDougal et al., 1996). Pada tanaman kacang tanah, pemberian K dapat meningkatkan kandungan K dalam biji dan meningkatkan viabilitas benih. Kadar K yang tinggi dalam biji dapat menurunkan kapasitas absorsi air dan kelarutan gula, sehingga benih yang dihasilkan mempunyai viabilitas tinggi dan perkembangan jamur selama penyimpanan lebih rendah. Rendahnya kelarutan gula dalam biji menunjukkan integitas membran biji cukup tinggi (Abdul Baki, 1969).

Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan Benih Kedelai

Pada tanaman tomat, kandungan klorofil benih tomat berkorelasi negatif dengan daya berkecambah. Artinya semakin tinggi kandungan klorofil benih tomat maka semakin rendah daya berkecambahnya (Suhartanto, 2003). Kandungan klorofil yang tinggi pada benih dinilai negatif karena (1) kandungan klorofil berkorelasi dengan tingkat kemasakan (Suhartanto, 2002), (2) klorofil merupakan sumber oksigen singlet yang menyebabkan radikal bebas selama respirasi benih (Mortensen et al., 1997). Benih yang mengandung radikal bebas akan mengalami kerusakan membran sel yang lebih cepat dibanding benih yang memiliki membran yang masih baik. Kerusakan ini akan menyebabkan masuknya penyakit maupun cendawan yang dapat menurunkan vigor benih.

Kandungan karoten pada benih diharapkan mampu meningkatkan vigor daya simpan benih. Senyawa karoten yang merupakan antioksidan mampu mengikat radikal bebas yang dapat merusak sel benih melaui donor elektron, sehingga daya simpan benih meningkat. Berkaitan dengan pengujian Daya Hantar Listrik (DHL), kandungan karoten berperan dalam menjaga stabilitas membran sel benih. Menurut Bosland dan Votava (1999), karotenoid memiliki peranan penting didalam produksi benih dan terdapat pada membran lipid bilayer sehingga permeabilitas membran sel terjaga dengan baik. Selanjutnya Edge dan Truscott dalam Hasanudin (2010) melaporkan bahwa karotenoid berfungsi memproteksi penyakit, mencegah pembentukan radikal bebas dan perokdisasi lipid. Korelasi

(16)

kandungan klorofil dan karoten benih terhadap tolok ukur vigor etanol dan daya hantar listrik disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Korelasi kandungan klorofil dan karoten Benih terhadap tolok ukur Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik

Tolok Ukur Koefisien Korelasi (r)

VigorEtanol Daya Hantar Listrik Klorofil

Sebelum Masak Fisiologi r = 0.404tn r = -0.134tn Saat Masak Fisiologi r = 0.754* r = -0.309tn Karoten

Saat Masak Fisiologi r = 0.168tn r = -0.095tn

Keterangan * = nyata

tn = tidak nyata

Uji korelasi antara klorofil dengan vigor daya simpan benih menunjukkan adanya hubungan positif dan erat (r = 0.754*) antara kandungan klorofil dengan vigor daya simpan berdasarkan tolok ukur vigor etanol. Hasil uji korelasi ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kandungan klorofil berkorelsi negatif terhadap mutu benih terutama daya simpan benih.

Suhartanto (2002) menyatakan bahwa pada umumnya klorofil benih berkorelasi negatif terhadap vigor daya simpan benih. Saat proses pembentukan benih, kandungan klorofil menurun hingga saat masak fisiologi dan stabil mendekati nol. Pada fase ini kandungan klorofil sangat rendah bahkan belum tentu terukur. Kandungan klorofil saat masak fisiologi yang sangat rendah pada benih kedelai (0.10-0.59 mol/100g) saat pengukuran memungkinkan adanya pergerakan molekul yang tidak stabil dan menyebabkan gangguan pengukuran, sehingga nilai yang terbaca pada alat merupakan hasil noise semata.

Pada penelitian ini, kandungan karoten benih tidak berkorelasi dengan vigor daya simpan benih (Tabel 13). Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang rendah antara kandungan karoten saat masak fisiologi terhadap vigor daya simpan benih kedelai dengan tolok ukur vigor etanol r = 0.168 dan DHL dan r=-0.095.

(17)

Korelasi Kandungan Klorofil dan Karoten dengan Vigor Daya Simpan Benih pada Masing-Masing Varietas Kedelai

Pengujian korelasi pada masing masing varietas dimaksudkan untuk mengetahui hubungan yang lebih detail mengenai pengaruh perlakuan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pengambilan kesimpulan tidak hanya bersifat umum mengingat keduanya memiliki karakteristik yang berbeda.

Tabel 14 menunjukkan bahwa tidak ditemukan korelasi antara kandungan klorofil dan karoten Anjasmoro terhadap vigor daya simpan benih. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi yang kecil antara vigor etanol dengan pengukuran klorofil sebelum dan saat masak fisiologi yaitu -0.423tndan -0.305tn.

Hasil yang sama diperoleh pula hubungan antara klorofil dengan daya hantar listrik yang menunjukkan nilai korelasi yang rendah (Tabel 14). Korelasi antara kandungan klorofil sebelum dan saat masak fisiologi dengan DHL sebesar 0.243 tn dan 0.022 tn. Demikian pula kandungan karoten saat masak fisiologi menunjukkan tidak berkorelasi dengan vigor etanol maupun DHL dengan nilai korelasi sebesar -0.195tndan 0.342tn.

Tabel 14. Korelasi Kandungan Karoten Benih Anjasmoro dan Detam 1 terhadap Vigor Etanol dan Daya Hantar Listrik

Tolok Ukur Koefisien korelasi (r)

VigorEtanol DHL

Anjasmoro

Klorofil

Sebelum Masak Fisiologi 0.423tn 0.243tn

Saat Masak Fisiologi -0.305tn 0.022tn

Karoten

Saat Masak Fisiologi -0.195tn 0.342tn

Detam 1

Klorofil

Sebelum Masak Fisiologi 0.585tn -0.067tn

Saat Masak Fisiologi 0.595tn 0.116tn

Karoten

Saat Masak Fisiologi -0.014tn -0.325tn

Keterangan * = nyata

tn = tidak nyata

Pengujian pada Varietas Detam 1 menunjukkan hasil yang relatif sama dengan pengujian pada Varietas Anjasmoro, yaitu tidak ditemukan korelasi antara kandungan klorofil dan karoten Detam 1 dengan vigor etanol maupun nilai DHL.

Gambar

Tabel 9. Interaksi Antara Perlakuan Verietas dan Pemupukan untuk Tolok Ukur  Kandungan  Klorofil  dan  Karoten  Pada  Sebelum  dan  Saat Masak Fisiologi
Tabel 11. Pengaruh Varietas dan Pemupukan terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan dari hasil keluaran sensor ACS712 terhadap arus panel surya yang terbaca pada alat ukur ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil perbandingan dari setiap

Abstract We examined behaviour management problems as predictors of psychotropic medication, use of psychiatric consultation and in-patient admission in a group of 66 adults

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melakukan pengamatan kondisi lamun berdasarkan persentase penutupan dan jenis lamun, melakukan pemetaan sebaran lamun menggunakan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efektivitas layanan sirkulasi di Perpustakaan Universitas Negeri Makassar, dapat disimpulkan bahwa total skor untuk

Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang

Berdasarkan pembacaan semiotika terhadap kumpulan puisi Kerygma &amp; Martyria karya Remy Sylado ditemukan risalah religius penyair yang meliputi (1) Risalah religiusitas

Perusahaan diharuskan menyediakan imbalan pensiun mínimum yang diatur dalam Undang- undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), yang merupakan kewajiban imbalan

alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penugasan materi