• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2012"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

RINGKASAN EKSEKUTIF

LAKIP Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja yang dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan selama tahun 2012. Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), BKP juga ditetapkan secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. DKP yang dibentuk diarahkan untuk memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu.

Berdasarkan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2010 – 2014 edisi revisi Juni 2011, Visi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian: ”menjadi

institusi yang handal, inovatif, dan aspiratif dalam pemantapan ketahanan pangan”. Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun misi Badan Ketahanan

Pangan Kementerian Pertanian: (1) Peningkatan kualitas pengkajian dan perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan; (2) Pengembangan dan pemantapan ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional; (3) Pengembangan kemampuan kelembagaan ketahanan pangan daerah; dan (4) Peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan, pengembangan ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2012 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2012 sebagai berikut : (1) Penurunan penduduk rawan pangan per tahun sebesar 1 %; (2) Skor PPH Peningkatan Diversifikasai Pangan sebesar 89,6; (3) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun sebesar 1,5 %; dan (4) Lembaga Distribusi dan Lumbung Pangan dalam Pengembangan Stabilisasi Pangan Pokok sebanyak 1.265 gapoktan dan 1.040 lumbung pangan. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Untuk mencapai sasaran dan indikator tersebut, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan satu program yaitu : Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Secara

(4)

umum kegiatan aksi program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat, dampaknya hanya berhasil pada wilayah/kelompok sasaran, belum berdampak secara nasional.

Upaya mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku masyarakat/manusia. Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2012 adalah : (1) pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat yang lebih disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat walaupun konsumsi beras per kapita cenderung turun; (3) penggunaan teknologi pengolahan pangan non beras atau pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat, serta masih rendahnya konsumsi protein hewani, umbi-umbian, aneka kacang, serta sayur dan buah; (7) terdapatnya konsep makan yang salah dalam masyarakat “belum makan kalau belum makan nasi”; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim.

Terpaut dengan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kinerja pembangunan ketahanan pangan tahun 2012, maka dalam upaya peningkatan kinerja Badan Ketahanan Pangan ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi dengan pendekatan antara lain: 1) membangun dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perwujudan ketahanan pangan; 2) meningkatkan peranan eksekutif dan legislatif dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah dalam pembangunan ketahanan pangan melalui sosialisasi, seminar/workshop, advokasi, pemanfaatan multi media yang tersedia, penyebaran bahan informasi berupa booklet dan leaflet yang praktis tentang ketahanan pangan, dan lainnya; 3) meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM Aparat, dengan: pendidikan, pelatihan, dan pengembangan jejaring kerja melalui akses informasi ketahanan pangan khususnya dalam pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; 4) menyelaraskan kebijakan pembangunan ketahanan pangan pusat dan daerah melalui berbagai upaya pemberdayaan masyarakat; 5) Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus rawan pangan kronis dan transien, serta mendukung stabilisasi harga pangan pokok; 6) Meningkatkan

(5)

sosialisasi, advokasi, dan pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan dan pedoman ketahanan pangan yang disusun di pusat.

Dalam mencapai target program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat, Badan Ketahanan Pangan perlu dukungan dari instansi lain baik lintas sektor maupun lingkup Kementerian Pertanian. Dukungan tersebut adalah: (1) peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; (2) peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan; (3) pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu; (4) pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan; (5) teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; serta (6) penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura.

(6)

DAFTAR ISI

Hal RINGKASAN EKSEKUTIF i KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi 3

BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 6

A. Perencanaan Kinerja 6

B. Penetapan Kinerja 14

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 15

A. Hasil Pengukuran Kinerja 15

B. Pengukuran Kinerja 16

C. Akuntabilitas Keuangan 38

BAB IV. PENUTUP 43

A. Tinjauan Utama 43

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011

Tabel III.1. Pengukuran Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2011

Tabel III.2. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan Segar Tahun 2011

Tabel III.3 Kumulatif Jumlah Lokasi Kegiatan P2KPG/P2KP Tahun 2007-2011

Tabel III.4. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kemampuan Kelembagaan Distribusi dan Cadangan Pangan serta Stabilitas Harga Pangan

Tabel III.5. Perbandingan Kegiatan Utama Penguatan LDPM Tahun 2010 dan 2011

Tabel III.6. Penyebaran Gapoktan dan jumlah bansos yang dialokasikan dan yang dicairkan untuk kegiatan Penguatan LDPM Tahun 2011

Tabel III.7. Perbandingan Kegiatan Panel Harga dan Pasokan Pangan Tahun 2010 dan 2011 Tabel III.8. Pengukuran Pencapaian Sasaran Meningkatnya Kualitas Analisis Ketersediaan dan

Akses Pangan, dan Penanganan Rawan Pangan Tahun 2011

Tabel III.9. Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Pengembangan Demapan Tahun 2006 – 2011

Tabel III.10. Perbandingan Alokasi Anggaran Lingkup BKP pada TA. 2010 dan 2011

Tabel III.11. Alokasi Anggaran Berdasarkan Jenis Pendanaan pada TA. 2011(dalam Rp. 000) Tabel III.12. Realisasi Penyerapan dan Sisa Anggaran BKP Pusat dan Daerah pada TA.2011 Tabel III.13. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan per Kegiatan Utama Tahun 2011

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa, tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat, harus bersama-sama membangunan ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal, merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah.

Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) Ketersediaan pangan yang cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; serta (3) Konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang. Ketiga komponen tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan: (1) Memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) Mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk kesehatan; (3) Mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4) Memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan konsumen yang beragam; serta

(9)

(5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok.

Upaya untuk mewujudkan pemantapan ketahanan pangan tersebut, kemudian dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP). Guna mengetahui perkembangan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan tersebut selama tahun 2012, disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BKP Tahun 2012.

A.1. Landasan Hukum

Pembentukan Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah satu unit kerja setingkat Eselon I dalam struktur organisasi Kementerian Pertanian, ditetapkan dalam : Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yang menetapkan tugas Badan Ketahanan Pangan yaitu: "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan". Disamping itu, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006, bahwa BKP juga secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP.

Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) didasarkan pada :

a) Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999, tanggal 15 Juni 1999 dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, serta kewenangan pengelolaan sumberdaya dan kebijaksanaan yang dipercayakan berdasarkan perencanaan stratejik yang telah dirumuskan;

b) Pertauran Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;

c) Peraturan Menteri Pertanian No. 31 Tahun 2010 tentang Pedoman Sistem Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Pertanian.

(10)

A.2. Maksud dan Tujuan

Laporan Akuntabilitas Pemerintah (LAKIP) tahun 2012 disusun sebagai pertanggungjawaban kinerja Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku pimpinan tertinggi kementerian.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi kewajiban Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2012 dan digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan LAKIP pada tingkat kementerian. A.3. Sistematika Penyusunan LAKIP 2011

Sistematika penyusunan LAKIP berdasarkan format yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) No. 29 tahun 2010 yaitu tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja (PK) dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

B. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi

Tugas BKP berdasarkan Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 yaitu: "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan". Dalam melaksanakan tugasnya, BKP menyelenggarakan fungsi:

1. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;

2. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan dan cadangan pangan;

3. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan;

4. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pengawasan keamanan pangan segar; serta

(11)

Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun 2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian.

BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk: (1) Merumuskan kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) Melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional. Tugas Dewan meliputi kegiatan di bidang: penyediaan pangan, distribusi pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, serta pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, BKP didukung oleh empat Eselon II dengan struktur organisasi, yaitu:

1. Sekretariat Badan, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan.

2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan.

3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan distribusi pangan.

(12)

4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan konsumsi dan keamanan pangan.

(13)

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA Rencana Strategik

Mengingat pada tahun 2012 telah terjadi beberapa perubahan kebijakan, target dan sasaran pembangunan pertanian, maka Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan perubahan Renstra yang disesuaikan dengan Permentan No. 83.1/Permentan/RC.110/12/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2014. Dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pada tahun 2012, Badan Ketahanan Pangan disusun dengan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan kegiatan sebagai berikut :

1. Visi

Mengacu visi, arah, dan kebijakan pembangunan pertanian, maka Visi BKP Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 ”menjadi institusi yang handal, aspiratif,

dan inovatif dalam pemantapan ketahanan pangan”. Handal berarti mampu

mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban dengan penuh tanggung jawab berdasarkan pada target sasaran yang telah ditetapkan.

Aspiratif berarti mempu menerima dan mengevaluasi kembali atas saran, kritik, dan

kebutuhan masyarakat. Inovatif berarti mampu mengikuti perkembangan informasi dan teknologi yang terbaru. Pemantapan Ketahanan Pangan adalah upaya mewujudkan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

2. Misi

Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun Misi BKP Kementerian Pertanian dalam tahun 2010-2014 sebagai berikut :

(14)

a. Peningkatan kualitas pengkajian dan perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan;

b. Pengembangan dan pemantapan ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional;

c. Pengembangan kemampuan kelembagaan ketahanan pangan daerah;

d. Peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan, pengembangan ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.

3. Tujuan

Seiring visi dan misi serta memperhatikan perkembangan masalah, tantangan, potensi, dan peluang, disusun tujuan pembangunan ketahanan pangan Tahun 2010-2014, memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan, dengan cara :

a. Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan dengan mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya/dikuasainya secara berkelanjutan;

b. Membangun kesiapan dalam mengantisipasi dan menanggulangi kerawanan pangan;

c. Mengembangkan sistem distribusi, harga, dan cadangan pangan untuk memelihara stabilitas pasokan dan harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat;

d. Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman guna meningkatkan kualitas SDM dan penurunan konsumsi beras perkapita;

e. Mengembangkan sistem penanganan keamanan pangan segar. 4. Sasaran Strategis

Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Badan Ketahanan Pangan, disusunlah sasaran stategis Badan Ketahanan Pangan tahun 2012 yang hendak dicapai, terdiri dari:

(15)

a. Ketersediaan energi per kapita dipertahankan minimal 2.200 kilokalori/hari dan penyediaan protein per kapita minimal 57 gram/hari;

b. Jumlah penduduk rawan pangan berkurang minimal 1% setiap tahun;

c. Jumlah konsumsi pangan per kapita untuk memenuhi kecukupan energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein minimal sebesar 52 gram/hari;

d. Konsumsi beras per tahun menurun sebesar 1,5% per tahun yang diimbangi dengan kenaikan konsumsi umbi-umbian dan sumber protein hewani, buah-buahan dan sayuran, sehingga terjadi peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat yang diindikasikan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2014 sebesar 93,3;

e. Terpantaunya distribusi pangan yang lancar sehingga dapat menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan yang terjangkau oleh masyarakat;

f. Tersedianya cadangan pangan pemerintah provinsi di 17 provinsi dan cadangan pangan pemerintah kabupaten/kota di 100 kabupaten/kota, serta berkembangnya 2.600 lumbung pangan masyarakat di 2.000 desa.

g. Meningkatnya pengawasan keamanan pangan segar melalui peran dan partisipasi masyarakat;

h. Meningkatnya efektifitas koordinasi kebijakan ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan.

5. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2012 tersebut, ditempuh melalui strategi, kebijakan, program, kegiatan yang masih mengacu pada tahun sebelumnya sebagai berikut:

5.1. Strategi

Strategi yang akan ditempuh Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 yaitu :

a. Melaksanakan koordinasi secara sinergis dalam penyusunan kebijakan ketersediaan, distribusi, konsumsi pangan, dan keamanan pangan segar;

b. Mendorong pengembangan cadangan pangan, sistem distribusi pangan, penganekaragaman konsumsi dan pengawasan keamanan pangan segar;

(16)

c. Mendorong peran serta swasta, masyarakat umum, dan kelembagaan masyarakat lainnya dalam ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan pengawasan keamanan pangan segar;

d. Menyelenggarakan program aksi pemberdayaan masyarakat dalam memecahkan permasalahan ketahanan masyarakat;

e. Mendorong sinkronisasi pembiayaan program aksi antara APBN, APBD dan dana masyarakat;

f. Memecahkan permasalahan strategis ketahanan pangan melalui koordinasi Dewan Ketahanan Pangan

Implemantasi dari Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014 tersebut, dilaksanakan melalui :

a. Pemantapan ketersediaan pangan, penanganan kerawanan dan akses pangan; b. Pemantapan system distribusi, stabilisasi harga dan cadangan pangan;

c. Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman;

d. Penajaman keamanan pangan segar; dan

e. Penguatan kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan pemerintah dan masyarakat.

Langkah operasional yang ditempuh dalam mengakomodasi strategi diatas adalah sebagai berikut :

a. Pemantapan ketersediaan pangan, penanganan kerawanan pangan dan akses pangan, melalui : (a) Mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi); (b) Meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah; (c) Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); (d) Memberdayakan masyarakat di daerah rawn pangan; dan (e) Meningkatkan akses pangan di tingkat wilayah dan rumahtangga.

(17)

b. Pemantapan distribusi, stabilisasi harga dan cadangan pangan, melalui : (a) Mendorong pembentukan cadangan pangan pokok pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota, desa) dan cadangan pangan masyarakat; (b) Mengembangkan penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat (penguatan LDPM) di daerah sentra produksi padi dan jagung; dan (c) Memantau stabilisasi pasokan dan harga komoditas pangan serta daya beli masyarakat.

c. Percepatan penganekaragaman konsumsi beragam, bergizi seimbang dan aman, melalui : (a) Sosialisasi, promosi dan edukasi budaya pangan beragam, bergizi seimbang dan aman; (b) Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan; (c) Menumbuhkan dan mengembangkan industry pangan berbasis tepung-tepungan berbahan baku lokal (non beras, non terigu); (d) Melakukan kemitraan dengan perguruan tinggi, asosiasi, dan lembaga swadaya masyarakat; dan (e) Pengawasan keamanan pangan segar.

d. Penguatan kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan, dilakukan melalui : (a) Koordinasi program pembangunan ketahanan pangan lintas sector; (b) Peningkatan motivasi dan partisipasi masyarakat; (c) Koordinasi evaluasi dan pengendalian pencapaian kondisi ketahanan pangan; (d) Peningkatan pelayanan perkantoran dan perlengkapan terhadap program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat; (e) Pengembangan pemberdayaan masyarakat ketahanan pangan; dan (f) Efektivitas peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan.

Untuk menopang berbagai strategi tersebut, diperlukan strategi penunjang yang tidak terlepas dari Tugas Pokok dan Fungsi BKP, yaitu sebagai berikut:

a. Melaksanakan manajemen pembangunan ketahanan pangan yang profesional, bersih, peduli, transparan, dan bebas KKN.

b. Meningkatkan koordinasi perencanaan ketahanan pangan.

c. Merumuskan produk hukum bidang ketahanan pangan yg berpihak kepada petani. d. Membangun sistem evaluasi dan pengendalian pembangunan ketahanan pangan

yang efektif.

(18)

5.2. Kebijakan

Kebijakan yang berkaitan dengan ketahanan pangan yang bersifat umum dan strategis tidak sepenuhnya berada dalam kewenangan BKP, tetapi menyebar di berbagai subsektor lingkup Kementerian Pertanian dan instansi terkait lainnya. Beberapa kebijakan yang berada dalam kewenangan dan penanganan dari BKP antara lain:

a. Peningkatan ketersediaan, penanganan kerawanan pangan dan akses pangan, diarahkan untuk: (i) Meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (ii) Mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis; (iii) Mengembangkan koordinasi sinergis lintas ektor dalam pengelolaan ketersediaan pangan, peningkatan akses pangan dan penanganan kerawanan pangan.

b. Peningkatan sistem distribusi, stabilitasi harga dan cadangan pangan, kebijakannya diarahkan untuk : (i) Mengembangkan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien untuk menjamin stabilitas pasokan dan harga pangan; (ii) Mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; (iii) Mengembangkan koordinasi sinergis lintas sektor dalam pengelolaan distribusi, harga dan cadangan pangan; dan (iv) Meningkatkan peranserta kelembagaan masyarakat dalam kelancaran distribusi, kestabilan harga dan cadangan pangan.

c. Peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan, antara lain: (i) Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis pangan lokal; (ii) Mengembangkan teknoogi pengolahan pangan, terutama pangan lokal non beras dan non terigu, guna meningkatkan nilai tambah dan nilai sosial; (iii) Meningkatkan pengawasan keamanan pangan segar; dan (iv) Mengembangkan koordinasi sinergis lintas sek tor dalam pengelolaan konsumsi dan keamanan pangan.

d. Peningkatan peran Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, antara lain: (i) Mendorong koordinasi program ketahanan pangan lintas sektor dan lintas daerah; (ii) Meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat bersama pemerintah dalam

(19)

rangka memantapkan ketahanan pangan; (iii) Meningkatkan peranan kelembagaan formal dan informal dalam pelaksanaan ketahanan pangan.

Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, diperlukan dukungan kebijakan, antara lain : (i) Peningkatan dukungan penelitian dan pengembangan pangan; (ii) Peningkatan kerjasama internasional; (iii) Peningkatan pemberdayaan dan peranserta masyarakat; (iv) Penguatan kelembagaan dan koordinasi ketahanan pangan; serta (v) Dorongan terciptanya kebijakan makro ekonomi dan perdagangan yang kondusif bagi ketahanan pangan.

6. Program

Berbagai strategi dan kebijakan sebagai upaya untuk mencapai sasaran strategis ketahanan pangan tahun 2012, dioperasionalkan melalui penyelenggaraan berbagai program pembangunan pertanian yang mengacu pada program pembangunan tahun 2010-2014 yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, sasaran (outcome) yang hendak dicapai dalam program tersebut adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan segar serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan.

Adapun indikator sasaran program (outcome) yaitu: (1) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan 1 (satu) persen per tahun; (2) Peningkatan diversifikasi/ penganekaragaman konsumsi pangan dengan pencapaian skor PPH menjadi 93,3 untuk tahun 2014; (3) Penurunan konsumsi beras per kapita tiap tahun sebesar 1,5 persen; serta (4) Pengembangan lembaga distribusi masyarakat pada tahun 2014 menjadi 1.750 gapoktan, 2.000 lumbung dan 17 cadangan pangan pemerintah (propinsi) untuk menjaga kestabilan pangan pokok.

Program tersebut dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan utama yaitu :

a. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan.

(20)

b. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan, serta penanganan rawan pangan.

c. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar.

d. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pelayanan administrasi dan manajemen terhadap penyelenggaran ketahanan pangan. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (a) Pengelolaan gaji, honorarium, dan tunjangan, untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan berbagai kegiatan; (b) Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran, untuk menunjang pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; dan (c) Pelayanan Publik atau Birokrasi, yang diarahkan untuk mendukung perencanaan, pemantauan, evaluasi, dan kerjasama dalam penyelenggaraan ketahanan pangan. Namun demikian, kegiatan ini tidak dicantumkan dalam laporan ini karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap instansi, sehingga dianggap tidak dapat mewakili kinerja Badan Ketahanan Pangan.

7. Rencana Kinerja Tahun 2012

Rencana kinerja yang direncanakan pada tahun 2012 merupakan implementasi rencana jangka menengah ke dalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja. Sasaran Kinerja Tahun 2012 berdasarkan visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Badan Ketahanan Pangan adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, dengan indikator kinerjanya sebagai berikut :

a. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan per tahun sebesar 1, 5 %;

b. Menurunnya jumlah penduduk yang mengkonsumsi pangan per kapita per tahun sebesar 1 %;

(21)

c. Meningkatnya skor PPH pada tahun 2012 menjadi 89,6.

d. Berkembangnya Lembaga Distribusi dan Lumbung Pangan dalam Pengembangan Stabilisasi Pangan Pokok sebanyak 1.265 Gapoktan dan 1.040 Lumbung Pangan.

B. PENETAPAN KINERJA

Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2012 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2012 sebagai berikut :

Tabel 1. Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 Unit Organisasi Eselon I : Badan Ketahanan Pangan

Tahun Anggaran : 2012

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

Meningkatnya ketahanan pangan melalui

pengembangan

ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan

1. Penurunan penduduk rawan pangan per tahun

1 %

2. Skor PPH Peningkatan Diversifikasi Pangan

89,6

3. Penurunan Konsumsi Beras per kapita tiap tahun

1,5 %

4. Lembaga Distribusi dan Lumbung Pangan dalam Pengembangan Stabilisasi Pangan Pokok

1.265 Gap, 1.040 LP

Jumlah Anggaran :

Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat : Rp.Rp. 695.250.000.000,00

(22)

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA

A. Hasil Pengukuran Kinerja

Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada tahun 2012, telah ditetapkan 1 (satu) sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat BKP dan 4 (empat) sasaran Kegiatan utama Eselon II yang akan dicapai kelima sasaran tersebut yaitu: (1) meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan; (2) Meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan; (3) Meningkatnya pemantapan distribusi dan harga pangan; (4) Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan; (5) Meningkatnya manajemen dan pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif dan efisien dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan. Masing-masing sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan indicator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut :

(23)

Tabel. Pengukuran Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012

No. Sasaran Indikator Kinerja

Uraian Target Capaian Keterangan

1. Meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan a.Penurunan penduduk rawan pangan per tahun

1 % 2,01 % Tahun 2011 = 42.080.210

(17,41 %)

Tahun 2012 = 47.485.345

(19,42 %) (Triwulan II) b.Skor Pola Pangan

Harapan (PPH) 89,8 75,4 83,9 persen

c.Penurunan konsumsi

beras per tahun 1,5 % 5,05 % Tahun 2011 = 102,8 kg/kap/tahunTahun 2012 = 97,6 kg/kap/tahun

d. Pengembangan lembaga distribusi stabilisasi pangan

1.265 Gap

1.040 LP 1.248 Gap1.037 LP 98.66%99,71

Sumber data penurunan penduduk rawan pangan : BPS tahun 2009 - 2011, diolah BKP Kementerian Pertanian.

B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2012

Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang saling terkait untuk mencapai sasaran tersebut. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2012 Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut :

B.1. Penurunan Penduduk Rawan Pangan

Kemiskinan berhubungan erat dengan kerawanan pangan yang ditinjau dalam dua dimensi: (a) kedalaman dengan kategori ringan, sedang, dan berat; serta (b) jangka waktu/periode kejadian dengan kategori kronis untuk jangka panjang dan transien untuk jangka pendek/fluktuasi. Tingkat kedalaman kerawanan pangan ditunjukkan dengan indikator kecukupan konsumsi kalori per kapita per hari dengan nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2.000. Jika konsumsi per kapita: kurang atau lebih kecil dari 70 persen dari AKG dikategorikan sangat rawan pangan, 70 hingga 90 persen dari AKG dikategorikan rawan pangan, dan lebih dari 90 persen dari AKG termasuk kategori tahan pangan.

(24)

Menurunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia periode 2009 – 2011, belum memberikan indikasi penurunan jumlah penduduk yang rentan terhadap rawan pangan, seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Rawan Pangan Tahun 2009–2011 Rincian 2009 2010 2011 Pertumbuhan(%/Tahun) 1.Jumlah penduduk (Juta Jiwa) 231,4 237,6 na

2.Jumlah Penduduk Miskin (Juta Jiwa) 32,53 31,02 30,02 (3,93) 3.Jumlah Penduduk Sangat Rawan

Pangan a):

a. Jumlah (juta Jiwa)

b. Persentase 33,2914,47 35,7115,34 42,0817,41 12,559,75 4.Jumlah Penduduk Rawanb):

a. Jumlah (juta Jiwa)

b. Persentase 61,5727,46 72,4431,12 78,4932,48 13,008,85 5.Jumlah Penduduk Tahan Panganc):

a. Jumlah (juta Jiwa)

b. Persentase 123,9653,90 124,6153,53 121,0150,10 (1,18)(3,55) Sumber data: BPS tahun 2009 - 2011, diolah BKP Kementerian Pertanian. Catatan: (a) Konsumsi kalori perkapita perhari kurang < 70% dari AKG; (b) Konsumsi kalori perkapita perhari 70-90% dari AKG; dan (c) Kosumsi kalori perkapita perhari > 90% dari AKG.

Jumlah penduduk yang rawan pangan serta jumlah daerah rawan bencana masih cukup banyak, terutama pada berbagai daerah yang terisolir dan pada waktu-waktu tertentu terkena musim kering, musim ombak besar, dan sebagainya. Penduduk dan daerah yang rawan tersebut, perlu ditangani secara komprehensif sebagai upaya antisipasi timbulnya kasus kerawanan pangan.

Jumlah penduduk : (a) sangat rawan pangan pada tahun 2009 sekitar 33,29 juta atau 14,47 persen, bertambah menjadi 35,71 juta atau 15,34 persen pada tahun 2010, pada tahun 2011 bertambah menjadi 42,08 juta atau 17,41 persen; (b) rawan pangan pada tahun 2009 mencapai 61,57 juta atau 27,46 persen, bertambah menjadi 72,44 juta atau 31,12 persen pada tahun 2010, dan bertambah lagi menjadi 78,48 juta atau 32,48 persen pada tahun 2009; serta (c) tahan pangan pada tahun 2009 sebanyak 123,96 juta atau 53,90 persen, bertambah menjadi 124,61 juta atau 53,53 persen pada tahun 2010, tetapi pada tahun 2011 berkurang menjadi 121,01 juta atau 50,10 persen. Hal ini

(25)

menunjukkan adanya pergeseran dari jumlah penduduk yang tahan pangan menjadi tidak tahan pangan.

Kalau dibandingkan antara jumlah penduduk miskin dan penduduk rawan pangan dari data tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, menunjukkan terdapat trend yang berbanding terbalik. Dari tahun 2009 sampai dengan 2011 menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun. Sedangkan peduduk rawan pangan justru mengalami peningkatan, hal ini perlu mendapat penjelasan secara lebih mendalam dan tindak lanjut yang lebih serius. Kenaikan tersebut disebabkan oleh : pendapatan masyarakat dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum masih rendah, pola konsumsi pangan yang tidak seimbang, bencana alam. Secara teknis penyebabnya adalah : (a) pelaksanaan SKPG belum berjalan secara optimal dan hasil deteksi dini dari SKPG kurang ditindaklanjuti; (b) belum semua Provinsi dan Kabupaten melakukan penyusunan juklak dan juknis; (c) belum terbentuk Tim Investigasi di beberapa daerah; dan (d) Tingginya tingkat mutasi aparat sehingga petugas sering berganti yang mempengaruhi proses administrasi.

Program dan kegiatan yang dikelola oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka mewujudkan penurunan penduduk rawan pangan yaitu penanganan daerah rawan pangan dan pengembangan Desa Mandiri Pangan. Kedua kegiatan tersebut secara nasional belum mampu memberikan dampak secara signifikan karena target kegiatan penanganan daerah rawan pangan pada tahun 2012 sebanyak 410 kabupaten/kota sedangkan yang merealisasikan sebanyak 143 kab/kota atau 35 %. Sedangkan kegiatan pengembangan desa mandiri pangan pada tahun 2012 ditargetkan sebanyak 398 desa.

Hasil kajian dampak kegiatan Desa Mandiri Pangan (pelaksanaan tahun 2006, 2007 dan 2008) terhadap penurunan angka kemiskinan yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan bekerjasama dengan PSEKP Badan Litbang Pertanian di 19 provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Kep. Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Maluku) dapat memberikan dampak pengurangan angka kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan pada tingkat kelompok sasaran.

(26)

Tabel 2. Dinamika Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Demapan menurut Wilayah di Indonesia, Awal Program dan tahun 2012

No Wilayah/Uraian Anggota KA Bukan Anggota KA

2012 Awal Program 2012 1. Jawa Sangat Miskin (%) 13.86 4.36 7.70 Miskin (%) 41.22 36.43 44.25 Kurang Sejahtera (%) 39.41 39.08 28.03 Sejahtera (%) 1.24 20.13 20.03 2. Luar Jawa Sangat Miskin (%) 14.05 5.30 8.62 Miskin (%) 61.53 42.15 49.58 Kurang Sejahtera (%) 17.30 38.15 32.42 Sejahtera (%) 0.94 7.86 2.47 3. Indonesia Sangat Miskin (%) 14.01 5.12 8.44 Miskin (%) 57.72 41.08 48.58 Kurang Sejahtera (%) 21.45 38.32 31.60 Sejahtera (%) 0.99 10.16 5.76

Kalau dibandingkan keluarga miskin yang paling banyak terdapat di luar pulau Jawa, baik anggota kelompok afinitas maupun yang bukan anggota kelompok afinitas. Di luar pulau Jawa baik pada awal menerima program sampai tahun 2012 paling banyak adalah keluarga miskin dan persentasenya mengalami perubahan menjadi keluarga kurang sejahtera, yaitu dari 61.53% keluarga miskin turun menjadi 42.15%, dan dari 17.30% keluarga kurang sejahtera naik menjadi 38.15%. Kondisi yang berbeda terjadi di pulau Jawa dimana keluarga yang paling banyak adalah keluarga kurang sejahtera yaitu 55.78% pada awal kegiatan turun menjadi 41.38% pada tahun 2012. Sementara keluarga sejahtera naik menjadi 32.07% tahun 2012 dari 2.07% pada saat baru menerima program.

Dari hasil analisis dampak kegiatan Desa Mapan terhadap dinamika dan komparasi tingkat kemiskinan rumah tangga diperoleh informasi penting sebagai berikut: (1) Di Jawa dengan posisi awal tingkat kemiskinan yang lebih rendah, kegiatan Desa Mapan memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap peningkatan rumah tangga dengan katagori “sejahtera”, yaitu dari 2,07% menjadi 32,07%; (2) Di luar Jawa dengan

(27)

posisi awal tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, kegiatan Desa Mapan memberikan dampak positif yang relatif signifikan terhadap penurunan proporsi rumah tangga dengan katagori “sangat miskin” dan “miskin”, yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan yang besar pada rumah tangga yang katagori “kurang sejahtera” dari 17,30% menjadi 38,15%; (3) Secara agregat nasional dapat disimpulkan telah terjadi penurunan rumah tangga miskin, dan pada saat bersamaan terjadi peningkatan tingkat kesejahteraan rumah tangga sejahtera dengan adanya program Desa Mapan. Secara nasional rumah tangga “sangat miskin” menurun dari 13,00% menjadi 4,89% dan rumah tangga “sejahtera” meningkat dari 1,15% menjadi 12,40%

B.2. Skor Pola Pangan Harapan Per Tahun

Pola konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2012 tidak sesuai dengan target, seperti dalam tabel 3. Meskipun secara agregat telah terjadi penurunan konsumsi beras, tetapi kurang diimbangi dengan kenaikan konsumsi protein hewani dan nabati, sayur dan buah; serta umbi-umbian sebagai pendongkrak skor PPH. Kendala lain adalah : pendapatan penduduk rendah yang berakibat pada daya beli masyarakat diprioritaskan pada pemenuhan karbohidrat; perubahan perilaku pola konsumsi masyarakat belum terlihat; serta koordinasi secara intens dalam menyosialisasikan tentang pola konsumsi yang seimbang masih tergantung pada pemerintah, kurang melibatkan dengan swasta.

Tabel 3. PPH Tahun 2012 Triwulan I dibanding PPH Ideal

Gram Energi % AKG Skor PPH Gram Energi % AKG Skor PPH 1. Padi-padian 299,9 1.167 58,4 25,0 275,0 1.000 50,0 25,0 2. Umbi-umbian 30,6 40 2,6 1,0 100,0 120 6,0 2,5 3. Pangan hewani 91,7 165 8,4 16,5 150,0 240 12,0 24,0

4. Minyak dan lemak 23,7 212 10,2 5,0 20,0 200 10,0 5,0

5. Buah/biji berminyak 5,5 30 1,7 0,7 10,0 60 3,0 1,0

6. Kacang-kacangan 20,0 54 2,8 5,4 35,0 100 5,0 10,0

7. Gula 19,2 70 4,1 1,8 30,0 100 5,0 2,5

8. Sayur dan buah 199,1 80 4,2 20,0 250,0 120 6,0 30,0

No Kelompok Pangan

(28)

Seperti pada tabel 4, bahwa perkembangan agregat konsumsi pangan menunjukkan penurunan, penurunan kuantitas konsumsi energi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan konsumsi beras sebesar 5 % selama tahun 2011-2012 (konsumsi tahun 2011 sebesar 281,71 gram/kap/hari atau 102,82 kg/kap/tahun menjadi 267,49 gram/kap/hari atau 97,63 kg/kap/tahun pada tahun 2012).

Tabel 4. Perkembangan Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Tahun 2007 - 2012

Uraian Konsumsi PerKapita Perhari WNPGVII

2004 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Energi (kkal/kap/hari) 2.015 2.038 1.927 1.926 1.952 1.853 2.000 Protein (gram/kap/hari) 57,65 57,49 54,35 55,05 56,25 53,14 52 Skor PPH 82,8 81,9 75,7 77,5 77,3 75,4 100

Sumber data : Susenas BPS 2007– 2011, BPS; diolah BKP Kementerian Pertanian

Berdasarkan Hasil Susenas tahun 2012 menunjukkan konsumsi pangan penduduk dalam bentuk energi di tingkat rumah tangga secara nasional mengalami penurunan dari 1.952 kkal/kap/hari pada tahun 2011 menjadi 1.853 kkal/kap/hari pada tahun 2012 (masih dibawah angka kecukupan energi sebesar 2.000 kkal/kap/hari). Penurunan kuantitas konsumsi energi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan konsumsi beras sebesar 5,19 % selama tahun 2011-2012 (konsumsi tahun 2011 sebesar 281, 71 gram/kap/hari atau 102,82 kg/kap/tahun menjadi 267,49 gram/kap/hari atau 97,63 kg/kap/tahun pada tahun 2012). Disamping itu terjadi penurunan konsumsi pada kelompok umbi-umbian (-24%), gula (-13,6 %), buah/biji berminyak (-9,5 %), kacang-kacangan (-3,3 %), sayur dan buah (-3,8 %), pangan hewani (-1,8 %), serta kelompok pangan lainnya (-10,6 %). Rata-rata konsumsi Rumah Tangga per Kelompok Pangan tahun 2011-2012 dari sisi komposisi, keragaman konsumsi energi kelompok pangan terhadap Angka Kecukupan Energi (AKE) menunjukkan masih didominasi kelompok padi-padian diatas 58 persen, lebih besar dari proporsi ideal 50 persen, dan konsumsi umbi-umbian berkisar 2 persen atau kurang dari proporsi ideal 6 persen, seperti dalam Tabel 5.

(29)

Tabel 5. Rata-rata Konsumsi Rumah Tangga Per Kelompok Pangan Tahun 2011-2012 No Kelompok Pangan Th. 2011 Th. 2012 Laju (%) Energi %

AKG Energi AKG% Energi AKG% 1. Padi-padian 1236 61,8 1167 58,4 -5,6 -5,6

2. Umbi-umbian 53 2,6 40 2,0 -24,0 -24,0

3. Pangan hewani 168 8,4 165 8,2 -1,8 -1,8

4. Minyaklemak dan 204 10,2 212 10,6 4,2 4,2 5. Buah/bijiberminyak 33 1,6 30 1,5 -9,5 -9,5

6. Kacang-kacangan 56 2,8 54 2,7 -3,3 -3,3

7. Gula 81 4,1 70 3,5 -13,6 -13,6

8. Sayur dan buah 83 4,2 80 4,0 -3,8 -3,8

9. Lain-lain 39 1,9 35 1,7 -10,6 -10,6

Total 1952 97,6 1853 92,6 -5,1 -5,1

Sumber: Susenas, 2011 dan 2012 triwulan 1; BPS diolah BKP

Keterangan : Angka Kecukupan Energi 2000 kkal/kap/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi VIII, 2004)

- Energi : dalam kkal

- Gram : untuk berat jenis pangan menurut kelompok

- AKG : Angka Kecukupan Gizi

B.3. Penurunan Konsumsi Beras Per Tahun

Secara kuantitas perkembangan konsumsi nasional selama tahun 2011-2012 seperti tertera pada Tabel 6. Penurunan kuantitas konsumsi energi tersebut sebagian besar dipengaruhi oleh penurunan konsumsi beras sebesar 5 % selama tahun 2011-2012 (konsumsi tahun 2011 sebesar 281,71 gram/kap/hari atau 102,82 kg/kap/tahun menjadi 267,49 gram/kap/hari atau 97,63 kg/kap/tahun pada tahun 2012).

Secara agregat telah terjadi penurunan konsumsi beras, namun untuk mencapai kualitas konsumsi pangan yang lebih baik perlu ditingkatkan konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, serta sayur dan buah. Banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan masyarakat antara lain: masih tingginya angka kemiskinan, rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pola pangan sehat, masih adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap pangan, kurang berkembanganya teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan pangan

(30)

terutama pangan lokal non beras, belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga, serta lemahnya partisipasi masyarakat

Selain itu, dari sisi ketersediaan umbi-umbian bahwa : (a) produksi umbi-umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian dipasar; (b) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan) belum mampu berproduksi secara besar-besaran, sehingga harga pangan karbohidrat lokal masih tinggi di tingkat pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat.

Tabel 6. Perkembangan Konsumsi nasional secara kuantitas pada tahun 2011-2012

Konsumsi

Kelompok Bahan Pangan gram/kap/hari Kg/kap/thn

2011 2012 2011 2012 I. Padi-padian a. Beras 281,71 267,49 102,82 97,63 b. Jagung 4,30 5,19 1,57 1,90 c. Terigu 29,93 27,24 10,92 9,94 II. Umbi-umbian a. Singkong 27,59 20,02 10,07 7,31 b. Ubi jalar 8,11 6,59 2,96 2,41 c. Kentang 4,31 4,02 1,57 1,47 d. Sagu 1,33 1,19 0,48 0,44 e. Umbi lainnya 1,84 1,22 0,67 0,45

III. Pangan Hewani

a. Daging ruminansia 5,54 7,63 2,02 2,79 b. Daging unggas 13,03 12,04 4,75 4,40

c. Telur 19,56 19,16 7,14 6,99

d. Susu 5,74 4,63 2,09 1,69

e. Ikan 51,99 48,27 18,98 17,62

IV. Minyak dan Lemak

a. Minyak kelapa 4,11 2,82 1,50 1,03 b. Minyak sawit 18,09 20,51 6,60 7,49 c. Minyak lainnya 0,57 0,33 0,21 0,12 V. Buah/biji berminyak a. Kelapa 5,12 4,75 1,87 1,73 b. Kemiri 0,89 0,70 0,32 0,26 VI. Kacang-kacangan a. Kedelai 20,71 19,41 7,56 7,08 b. Kacang tanah 0,92 0,77 0,34 0,28 c. Kacang hijau 0,78 0,75 0,28 0,27 d. Kacang lain 0,28 0,62 0,10 0,23 VII. Gula a. Gula pasir 20,23 17,75 7,38 6,48 b. Gula merah 1,98 1,45 0,72 0,53

(31)

VIII. Sayuran dan buah a. Sayur 133,70 129,98 48,80 47,44 b. Buah 63,61 69,14 23,22 25,24 IX. Lain-lain a. Minuman 49,89 49,64 18,21 18,12 b. Bumbu-bumbuan 11,33 10,73 4,13 3,92

Dalam mewujudkan penurunan konsumsi beras per tahun tidak hanya dilaksanakan melalui kegiatan lingkup Badan Ketahanan Pangan melainkan banyak dipengaruhi oleh Eselon I lainnya lingkup Kementerian Pertanian, sektor dan pemangku kepentingan terkait. Dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kegiatan : (a) Pemberdayaan kelompok wanita dengan jumlah kelompok wanita P2KP sebanyak 6.000 desa, melalui : optimalisasi pemanfaatan pekarangan, dan pengembangan usaha pengolahan pangan lokal; (b) Pengembangan Pangan Lokal, sebanyak 9 provinsi dan 10 kab/kota; (c) Sosialisasi dan Promosi Penganekaragaman Konsumsi Pangan sejak usia dini pada SD/MI; dan (d) Pengembangan KRPL

B.4. Pengembangan Distribusi Dan Stabilisasi Harga

Kegiatan Penguatan LDPM dilaksanakan dalam rangka perlindungan dan pemberdayaan petani/kelopoktani/Gapoktan padi dan jagung terhadap jatuhnya harga di saat panen raya dan masalah aksesibilitas pangan di saat paceklik. Melalui kegiatan Penguatan-LDPM yang dilaksanakan sejak tahun 2009, pemerintah menyalurkan dana Bantuan Sosial dari APBN kepada Gapoktan untuk memberdayakan kelembagaan Gapoktan agar mampu mendistribusikan hasil produksi pangan dari anggotanya sehingga harga yang diterima di tingkat petani maupun di wilayah stabil, serta menyediakan cadangan pangan dalam rangka penyediaan aksesibilitas pangan bagi anggotanya. Melalui penguatan modal usaha, diharapkan Gapoktan bersama-sama dengan anggotanya mampu secara swadaya membangun sarana untuk penyimpanan, mengembangkan usaha di bidang distribusi pangan, dan menyediakan pangan minimal bagi anggotanya yang kurang memiliki akses terhadap pangan disaat paceklik.

Dukungan dana Bansos yang bersumber dari APBN pada kegiatan Penguatan-LDPM hanya diberikan kepada Gapoktan Tahap Penumbuhan dan Pengembangan, yaitu

(32)

pada tahun pertama dan tahun kedua. Sementara itu pada tahun ketiga, Gapoktan hanya akan menerima pembinaan dan/atau bimbingan dari pendamping, Tim Teknis Kabupaten/Kota dan Tim Pembina Provinsi. Sasaran Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) sebanyak 1.265 gapoktan tetapi gapoktan yang sudah melaksanakan sebanyak 1.248 gapoktan atau sebesar 98.66 %.

Keberhasilan yang telah dicapai pada periode 2009 – 2012 pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM sebagai berikut:

Tabel 8. Perkembangan Pelaksanaan Penguatan-LDPM periode 2009-2012

Tahapan

Jumlah Gapoktan

Total Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

Penumbuhan 546 204 235 281 1266 Pengembangan 545 237 235 1017 Kemandirian 512 220 732 Pasca kemandirian 512 512 Total 546 749 984 1248 Keterangan :

*) 1 Gapoktan tahun 2009 kembalikan dana bansos Tahap Penumbuhan

**) 33 Gapoktan tahun 2010 kembalikan dana Bansos Tahap Pengembangan ***) 17 Gapoktan tahun 2011 kembalikan dana Bansos Tahap Pengembangan

****) Tidak lagi didukung pendanaan APBN untuk pembinaan tahap Pasca Kemandirian, selanjutnya dibina oleh provinsi dan kabupatan/kota melalui APBD

1. Pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM dimulai pada tahun 2009, dimana pada tahun pertama tersebut ditumbuhkan sebanyak 546 Gapoktan. Seleksi calon Gapoktan yang akan ikut kegiatan Penguatan-LDPM dilakukan secara berjenjang mulai dari kabupaten/kota yang melakukan inventarisasi dan identifikasi calon Gapoktan, Setelah kabupaten/kota melakukan identifikasi kemudian diusulkan ke provinsi untuk selanjutnya dilakukan verifikasi. Hasil verifikasi provision kemudian ditetapkan oleh Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit ketahanan pangan sebagai Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM yang layak menerima dana bansos tahap pertama sebesar Rp. 150 juta. Pada akhir tahun 2009, 1 (satu) Gapoktan dari provinsi Gorontalo bermasalah dikarena adanya ketidakharmonisan diantara pengurus Gapoktan yang tidak dapat lagi diselesaikan secara musyarawarah

(33)

sehingga penanggung jawab pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM menarik dana bansos yang ada di Gapoktan dan mengembalikannya ke kantor Kas Negara.

2. Tahun 2010 merupakan tahun kedua pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM, Pada tahun kedua ditumbuhkan sebanyak 204 Gapoktan yang akan menerima dana Bansos sebesar Rp 150 juta pada tahap pertama dan 545 Gapoktan yang masuk ke Tahap Pengembangan dan akan menerima dana bansos tahap kedua sebesar Rp 75 juta. Sebelum dana bansos tahap kedua disalurkan ke Gapoktan, tim Pembina provinsi dan tim teknis kabupaten/kota melakukan evaluasi terhadap kinerja dari masing-masing Gapoktan yang dinyatakan benar-benar layak untuk masuk ke Tahap Pengembangan. Hingga akhir tahun 2010 Gapoktan yang memenuhi persyaratan sebagaimana yang ada dalam Pedum Pelaksanaan Penguatan-LDPM 2010, hanya 512 Gapoktan yang layak mendapatkan tambahan dan penguatan modal usaha sebesar Rp 75 juta sedangkan 33 Gapoktan lainnya tidak layak untuk mendapatkan tambahan dana bansos sehingga dana bansos tersebut dikembalikan ke kas negara. Namun demikian daerah masih diberikan kesempatan untuk melakukan pembinaan dan dapat diusul kembali di tahun berikutnya untuk mendapat tambahan modal usaha.

3. Tahun 2011 merupakan tahun ketiga pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM, dimana pada tahun ketiga ditumbuhkan sebanyak 235 Gapoktan, 237 Gapoktan yang memasuki tahap Pengembangan (204 gapoktan yang ditumbuhkan tahun 2010 dan 33 Gapoktan merupakan luncuran dari Gapoktan yang ditumbuhkan tahun 2009), dan 512 Gapoktan yang masuk tahap Kemandirian. Gapoktan yang masuk pada Tahap Penumbuhan akan menerima dana bansos sebesar Rp 150 juta, tahap Pengembangan akan menerima dana bansos sebesar Rp 75 juta, dan tahap Kemandirian tidak lagi menerima dana bansos namun provinsi dan kabupaten/kota tetap melakukan pembinaan agar dana bansos tetap dikelola dengan baik oleh Gapoktan sebagai modal usaha yang berkembang secara berkelanjutan. Pada akhir tahun 2011 dari 237 Gapoktan setelah dilakukan evaluasi dan pembinaan, hanya 220 Gapoktan yang layak untuk masuk tahap Pengembangan dan dapat menerima dana Bansos sebesar Rp 75 juta, dan selanjutnya dana bansos yang telah dialokasi bagi 17 Gapoktan dikembalikan ke kantor Kas Negara.

(34)

4. Tahun 2012 merupakan tahun keempat pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM, dimana pada tahun keempat ditumbuhkan sebanyak 281 Gapoktan, 235 Gapoktan yang masuk ke tahap Pengembangan, 220 Gapoktan yang masuk ke tahap Kemandirian dan 512 Gapoktan yang masuk Tahap Kemandirian. Gapoktan yang masuk pada Tahap Penumbuhan akan menerima dana bansos sebesar Rp 150 juta, tahap Pengembangan akan menerima dana bansos sebesar Rp 75 juta, dan tahap Kemandirian dan Pasca Kemandirian tidak lagi menerima dana bansos namun provinsi dan kabupaten/kota tetap melakukan pembinaan agar dana bansos yang diterima pada tahun pertama dan kedua tetap dikelola dengan baik oleh Gapoktan sebagai modal usaha yang berkembang secara berkelanjutan. Pada akhir tahun 2012 dari 235 Gapoktan setelah dilakukan evaluasi dan pembinaan, hanya 224 Gapoktan yang layak untuk masuk tahap Pengembangan dan dapat menerima dana Bansos sebesar Rp 75 juta, dan selanjutnya dana bansos yang telah dialokasi bagi 11 Gapoktan dikembalikan ke kantor Kas Negara.

Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat pada tahun 2012 yang di biayai melalui dana dekonsentrasi dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahapan yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan, dan tahap kemandirian. Tahap penumbuhan mencakup identifikasi lokasi dan pembangunan fisik lumbung melalui DAK Bidang Pertanian, tahap pengembangan mencakup identifikasi kelompok lumbung pangan dan pengisian cadangan pangan melalui dana Bansos, sedangkan tahap kemandirian mencakup penguatan modal untuk pengembangan usaha kelompok melalui dana Bansos.

Tahap Penumbuhan dilaksanakan di 2 provinsi yaitu Provinsi Papua 7 kelompok dan Papua Barat 2 kelompok yang dialokasikan dana Bantuan Sosial sebesar Rp. 40 juta untuk pembangunan lumbung. Tahap Pengembangan dilaksanakan di 31 provinsi yang dialokasikan dana Bantuan Sosial sebesar Rp. 20 juta kepada kelompok lumbung pangan yang telah mendapatkan bantuan pembangunan fisik lumbung melalui DAK Tahun 2010 dan 2011 sebanyak 613 kelompok. Dana Bansos tersebut dipergunakan untuk penisian cadangan pangan. Sedangkan Tahap Kemandirian dilaksanakan di 31 provinsi

(35)

dialoksikan dana Bansos sebesar Rp. 20 juta untuk penguatan usaha kelompok. Kelompok lumbung pangan yang masuk tahap kemadirian adalah kelompok yang telah mendapatkan dana Bansos untuk pengisian cadangan pangan pada tahun 2010 dan telah terseleksi serta dinyatakan layak masuk tahap kemandirian. Sasaran Tahap Kemandirian sebanyak 418 kelompok. Alokasi daba bansos per provinsi dapat dilihat pada table berikut ini :

(36)

Tabel 9. Alokasi Dana Bansos Kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Tahun 2012 1 DKI Jakarta - - - -2 Banten - 12 5 17 3 Jawa Barat - 25 27 52 4 Jawa Tengah - 72 29 101 5 DIY - 10 12 22 6 Jawa Timur - 62 24 86 7 Aceh - 13 12 25 8 Sumatera Utara - 14 23 37 9 Sumatera Barat - 22 12 34 10 Riau - 1 8 9 11 Jambi - 8 12 20 12 Sumatera Selatan - 37 22 59 13 Bengkulu - 6 10 16 14 Lampung - 53 21 74 15 Bangka Belitung - 0 5 5 16 Kepulauan Riau - 1 0 1 17 Kalimantan Barat - 13 16 29 18 Kalimantan Tengah - 22 5 27 19 Kalimantan Selatan - 25 16 41 20 Kalimantan Timur - 4 1 5 21 Sulawesi Utara - 24 21 45 22 Sulawei Tengah - 20 18 38 23 Sulawesi Selatan - 25 22 47 24 Sulawesi Tenggara - 16 18 34 25 Gorontalo - 11 9 20 26 Sulawesi Barat - 2 5 7 27 Bali - 6 9 15 28 N T B - 42 10 52 29 N T T - 52 18 70 30 Maluku - 6 8 14 31 Maluku Utara - 5 8 13 32 Papua Barat 2 1 4 7 33 Papua 7 3 8 18 9 613 418 1040 Total Total No Provinsi Penumbuhan Pengembangan Kemandirian

Pencairan dana Bansos kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat dari sasaran sebesar Rp. 20,98 milyar untuk 1040 kelompok, s/d 28 Desember 2012 telah terealisasi sebesar Rp. 20,92 Milyar atau 1.037 kelompok (99,71 %) yang terdiri dari Tahap Penumbuhan sebesar 360 juta atau 9 kelompok (100%), Tahap

(37)

Pengembangan sebesar 12,40 milyar atau 620 kelompok (101,14%), dan Tahap Kemandirian sebesar 8,14 milyar atau 408 kelompok( 97,61%). Rincian Realisasi kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat dapat di lihat pada table berikut ini.

Tabel 10. Realisasi Dana Bansos Kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Tahun 2012

No Provinsi Penumbuhan Pengembangan Kemandirian Jumlah Presentase

1 DKI Jakarta 0 0 0 2 Banten 12 5 17 100.00 3 Jawa Barat 25 27 52 100.00 4 Jawa Tengah 71 30 101 100.00 5 DIY 10 12 22 100.00 6 Jawa Timur 62 24 86 100.00 7 Aceh 13 12 25 100.00 8 Sumatera Utara 14 23 37 100.00 9 Sumatera Barat 22 12 34 100.00 10 Riau 1 8 9 100.00 11 Jambi 8 12 20 100.00 12 Sumatera Selatan 37 22 59 100.00 13 Bengkulu 6 10 16 100.00 14 Lampung 53 21 74 100.00 15 Bangka Belitung 0 5 5 100.00 16 Kepulauan Riau 1 1 100.00 17 Kalimantan Barat 15 14 29 100.00 18 Kalimantan Tengah 22 5 27 100.00 19 Kalimantan Selatan 25 16 41 100.00 20 Kalimantan Timur 3 1 4 80.00 21 Sulawesi Utara 24 21 45 100.00 22 Sulawei Tengah 20 18 38 100.00 23 Sulawesi Selatan 25 22 47 100.00 24 Sulawesi Tenggara 18 16 34 100.00 25 Gorontalo 11 9 20 100.00 26 Sulawesi Barat 2 5 7 100.00 27 Bali 13 2 15 100.00 28 N T B 42 10 52 100.00 29 N T T 52 18 70 100.00 30 Maluku 4 8 12 85.71 31 Maluku Utara 5 8 13 100.00 32 Papua Barat 2 1 4 7 100.00 33 Papua 7 3 8 18 100.00 9 620 408 1,037 99.71 Total

(38)

Realisasi dana bansos yang mencapai 100 persen terdapat 30 provinsi, sedang provinsi yang realisasi dana bansosnya tidak mencapai 100 persen adalah Kalimantan Timur 80 persen (1 Kelompok tidak teralisasi), dan Maluku 85,71 persen (2 Kelompok tidak teralisasi). Di provinsi Kalimantan Timur tidak mencapai 100 persen disebabkan lumbung DAK tahun 2011 tidak teralisasi pembangunannya, sedangkan untuk provinsi Maluku tidak teralisasi 2 kelompok yaitu 1 kelompok berada di kabupaten Maluku Tenggara Barat disebabkan karena yang dibangun berada dilokasi yang sangat terpencil dan akses menuju lokasi sangat sulit sehingga menyebabkan kelompok kesulitan dalam membuka rekening bank, sedangkan untuk kelompok tahap kemandirian yang berada di kabupaten Seram Bagian Barat mengalami permasalahan dengan perbankan.

Hasil evaluasi Tahap Kemandirian di 3 provinsi terdapat 11 kelompok yang dinilai tidak layak masuk tahap kemandiirian yaitu Kalimantan Barat (2 Kelompok), Sulawesi Tenggara (2 Kelompok) dan Bali (7 Kelompok). Alokasi dana Bansos Tahap Kemandirian tersebut dialihkan pada kelompok tahap pengembangan yang telah mendapatkan alokasi pembangunan lumbung melalui DAk tahun 2011, sehingga realisasi Tahap Pengembangan mencapai 620 kelompok dari target 613 kelompok (101, 14 %).

Tabel 11. Relokasi Dana Bansos TA. 2012 Dari Tahap Kemandirian ke Tahap Pengembangan

No Provinsi Tahap Kemandirian Tahap Pengembangan Semula Menjadi Semula Menjadi

1. Kalimantan Barat 16 14 13 15

2. Sulawesi Tenggara 18 16 16 18

3. Bali 9 2 6 13

Total 43 32 35 46

Data perkembangan kondisi cadangan pangan yang telah dilaporkan oleh 21 provinsi pada periode Juli - September 2012 dari stock awal dan pengadaan/pembelian sebesar 6.223.959 kg gabah, 925.822 kg beras dan 68.195 kg pangan spesifik lokasi

(39)

(jagung, sagu). Sebagian bahan pangan tersebut disalurkan kepada anggota yang membutuhkan yaitu sebesar 1.859.911 kg gabah, 509.104 kg beras dan 41.724 kg pangan spesifik lokasi (jagung, sagu), sehingga stock yang ada di masyarakat pada posisi September adalah sebesar 4.364.049 kg gabah, 416 kg beras dan 26.471 kg pangan spesifik lokasi (jagung, sagu), sedangkan 10 provinsi belum menyampaikan laporan adalah Provinsi Aceh, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat.

C. Akuntabilitas Keuangan Tahun 2012

Dalam melanjutkan pembangunan ketahanan pangan, pada TA. 2012 Badan Ketahanan Pangan (BKP) beserta lembaga ketahanan pangan di propinsi dan kabupaten/kota memperoleh alokasi anggaran senilai Rp. 687,547 milyar. Jumlah alokasi anggaran tersebut bertambah Rp. 66,284 milyar atau naik 10,54 persen dibanding alokasi tahun 2011 sebesar Rp. 628,970 milyar. Kenaikan tersebut di tingkat pusat sebesar Rp. 11,370 milyar atau 17,15 %; dan di tingkat daerah sebesar Rp. 54,914 milyar atau 82,85 %.

Tabel 12. Perbandingan Alokasi Anggaran Lingkup BKP pada TA. 2011 dan 2012 (dalam ribuan) No Uraian Alokasi 2011 Alokasi 2012 Pertumbuhan

Rp.000 % Rp.000 % Rp.000 % 1 Pusat 72.200.500 11,48 83.570.550 12,02 11.370.050 17,15 2 Daerah : 556.765.500 88,52 611. 679.455 87,98 54.913.955 82,85 a. Propinsi 374.993.600 59,62 257. 518.980 37,04 17.265.000 26,05 b. Kab/Kota 181.775.900 28,90 354. 160.480 50,94 37.644.955 56,79 Jumlah 628.970.000 100,00 695.250.000 100,00 66.284.005 100,00

Naiknya alokasi anggaran antara lain disebabkan oleh bertambahnya bansos yang diberikan melalui dana Tugas Pembantuan (TP) ke daerah yaitu kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) yang berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL); Pengembangan daerah rawan pangan; Pengembangan desa mandiri pangan; Pengembangan lumbung pangan; serta Penguatan Lembaga Distribusi Masyarakat (LDPM).

(40)

Seluruh anggaran 2012 dialokasikan dalam 223 satker berupa : (a) Dana Sentralisasi di Pusat Rp. 83,570 milyar atau 12,02 persen; (b) Dana Dekonsentrasi (Dekon) di 33 propinsi Rp. 392,259 milyar atau 64,13 persen; (c) Dana Tugas Pembantuan Propinsi dan Kabupaten/kota sebesar Rp. 219,421 milyar atau 35,87 persen. Untuk kabupaten/kota yang tidak berdiri sendiri, anggarannya masuk dalam provinsi melalui dana dekonsentrasi.

Pada tahun 2012 ada perubahan kebijakan pemanfaatan anggaran nasional untuk menambah subsidi kenaikan harga BBM, sehingga anggaran 2012 mengalami penghematan di tingkat pusat sebesar Rp. 7.702.817,- atau 9,22 persen. Sehingga anggaran yang dikelola Badan Ketahanan Pangan berubah menjadi Rp. 687,547 milyar.

Tabel 13. Perbandingan Alokasi Anggaran Tahun 2011 dan 2012 No Uraian Alokasi 2011 Alokasi 2012

Rp.000 % Rp.000 % 1 Pusat 72.200.500 11,48 75.867.728 12,02 2 Daerah : 556.765.500 88,52 611.679.455 87,98 a. Propinsi 374.993.600 59,62 257. 518.980 37,04 b. Kab/Kota 181.775.900 28,90 354. 160.480 50,94 Jumlah 628.970.000 100,00 687.547.183 100,00

Sedangkan untuk alokasi anggaran per kegiatan utama pada tahun 2012 sebelum penghematan adalah sebagai berikut :

No Kegiatan Pusat (Rp. Juta) Daerah (Rp. Juta) Jumlah (Rp. Juta) 1 Pengembangan Ketersediaan

Pangan dan Penanganan Rawan Pangan

10.124,70 194.362,00 204.486,70

2 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan

8.270,50 135.940,00 144.210,50

3 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar

(41)

Setelah dilaksanakan evaluasi kegiatan dan anggaran program ketahanan pangan, maka realisasi keuangan pusat dan daerah adalah sebagai berikut :

Tabel. Realisasi Penyerapan dan Sisa Anggaran BKP Pusat dan Daerah pada TA.2012

(dalam Rp. Juta) Uraian Rp.Alokasi % Rp.Realisasi % Sisa AnggaranRp. %

1. Pusat 75.868 11,04 63.376 83,53 12.492 18,81

2. Daerah :

a. Propinsi 392.259 57,05 359.874 91,74 32.385 48,78

b. Kab/Kota 219.421 31,91 197.904 90,19 21.517 32,40

Jumlah 687.547 100,00 621.154 90,34 66.394

Sedangkan realisasi anggaran per jenis belanja adalah sebagai berikut :

Tabel. Realisasi Penyerapan dan Sisa Anggaran BKP Pusat dan Daerah per Jenis Belanja pada TA.2012

(dalam Rp. Juta)

No Satker Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Sosial Jumlah Anggaran

Pagu Reals % Pagu Reals % Pagu Real

s

% Pagu Reals % Pagu Reals %

I KANTORPUSAT 21.105 18.296 86,7 51.728 42.469 82,1 3.034 2.611 86,0 0 0 0 75.868 63.376 83,5 II DEKONS ENTRASI 0 0 238.01 3 212.45 4 89,3 0 0 0 154.24 6 147.42 0 95,6 392.25 9 359.87 4 91,7 III TUGAS PEMBAN TUAN 0 0 144.51 5 127.680 88,3 3.920 1.307 33,3 70.986 68.917 97,1 219.421 197.904 90,2 PROPINS I 0 0 11.818 4.975 42,1 3.920 1.307 33,3 0 0 0 15.738 6.282 39,9 KAB/KO TA 0 0 132.69 7 122.70 5 92,5 0 0 0 70.986 68.917 97,1 203.68 3 191.62 2 94,1 TOTAL PUSAT/D K/TP 21.105 18.296 86,7 434.25 6 382.603 88,1 6.954 3.918 56,3 225.232 216.337 96,0 687.547 621.154 90,3

4 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan

54.251,00 94.858,46 149.109,45

(42)

Belum optimalnya penyerapan anggaran lingkup BKP antara lain disebabkan oleh: (1) Belum semua laporan satker yang masuk merupakan realisasi bulan terakhir (2) Sebagian besar satker propinsi hanya menyampaikan laporan realisasi dana Dekonsentrasi, sedangkan dana TP Propinsi yang juga dialokasikan untuk pelaksanaan program dan kegiatan di kabupaten/kota belum di laporkan; (3) Sebagian besar realisasi anggaran satker belum dirinci per program dan kegiatan; (4) Adanya sistem desentralisasi dan otonomi daerah menyebabkan sulitnya bagi propinsi untuk melakukan pembinaan atau pengawasan dalam penggunaan dana TP di kabupaten, sehingga terkadang propinsi terkesan lepas tangan dalam hal pembinaan penggunaan anggaran khususnya dana bansos; (5) Keterbatasan sarana dan prasarana, serta banyaknya satker yang ditangani khususnya di tingkat kabupaten/kota menyebabkan kesulitan dalam menyusun dan menyampaikan laporan; dan (6) Adanya hambatan yang dialami oleh beberapa kabupaten dalam melakukan revisi MAK, sehingga tidak dapat segera mencairkan anggaran untuk kegiatan; (7) Pergantian pejabat (kepemimpinan) dan pelaksana kegiatan ketahanan pangan, serta bentuk kelembagaan di daerah yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan anggaran dan terjadinya beberapa revisi anggaran; dan (8) Keterlambatan penerbitan SK Pengelola Keuangan.

Anggaran yang digunakan tidak seluruhnya dilaporkan dalam laporan ini karena LAKIP bukan merupakan laporan pertanggungjawaban keuangan, tetapi lebih kepada laporan pertanggungjawaban kinerja. Dengan demikian, anggaran yang tercantum pada laporan ini hanya anggaran program dan kegiatan strategis Badan Ketahanan Pangan lingkup Pusat dan Daerah.

LAKIP Badan Ketahanan Pangan disusun berdasarkan Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 yang telah disepakati dan ditandatangani oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan dengan Menteri Pertanian.

Alokasi anggaran Badan Ketahanan Pangan sebesar Rp. 687,55 milyar yang digunakan untuk melaksanakan empat kegiatan utama dengan sasaran kegiatan yang terdapat dalam laporan ini dengan rincian yaitu: (a) Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan keamanan pangan segar; (b) Pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan; (c) Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan; dan (d) Dukungan manajemen teknis lainnya, dengan rincian sebagai berikut :

(43)

NO KEGIATAN UTAMA PAGU ANGGARAN

REALISASI

ANGGARAN %

1 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan

142,476,460,000 137.165.877.861 96,28

2 Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan

202,592,700,000 178.390.139.280 88,05

3 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar

195,639,100,000 184.820.125.556 94,47

4 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan

146,838,923,000 120.777.890.370 82,25

Gambar

Tabel 1. Penetapan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 Unit Organisasi Eselon I : Badan Ketahanan Pangan
Tabel 1. Perkembangan Jumlah Penduduk Rawan Pangan Tahun 2009–2011
Tabel 2. Dinamika Tingkat Kemiskinan Rumah Tangga Demapan menurut Wilayah di Indonesia, Awal Program dan tahun 2012
Tabel 3. PPH Tahun 2012 Triwulan I dibanding PPH Ideal
+7

Referensi

Dokumen terkait

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting  suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada Lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan Keputusan

Relay menggunakan prinsip elektromagnetik untuk menggerakkan kontak saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil dapat menghantar listrik yang bertegangan lebih

Langkah – langkah berikut ini adalah cara pemeliharaan dan perawatan yang berlaku pada vertical blind : (1) Bersihkan dari debu atau kotoran yang menempel setiap

Ukuran yang dimaksud adalah sum of squared period deviations (SSPD), ukuran ini dapat diterapkan jika urutan dan frekuensi kemunculan rezim (baik secara total

Apabila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya, maka sebagai alternatif bayi dapat diberikan susu formula yang mengandung isolat

1.4.1 Pedoman Umum Penyelenggaraan Sertifikasi Profesi Penanggulangan Bencana berisikan prinsip, persyaratan dan proses uji sertifikasi kompetensi yang mencakup mengajukan

Penelitian ini menggunakan 3 item dari Entrepreneurial Leadership Questionairre (Covin&amp;Slevin, 1986) yang menggunakan skala likert 7 poin yang memiliki 2

Nilai Adjusted R square pada model sebesar 0,980 yang artinya variasi variable nilai ekspor shrimps and prawns (160520) dijelaskan 98% oleh faktor-faktor yang mempengaruhi