• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Aisyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Aisyah"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

MUI/IV/2014

(Analisis Kesesuaian Klausula Baku)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Aisyah 11140400000010

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H /2021 M

(2)

MUI/IV/2014

(Analisis Kesesuaian Klausula Baku)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh: Aisyah 11140400000010

Pembimbing:

Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc, M.A NIP. 197606262009011013

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

Yang bertanda tangan di bawah ini,saya:

Nama Lengkap : Aisyah

Tempat, Tanggal Lahir : Bima, 22 Oktober 1996 Prodi/Fakultas : Hukum Ekonomi Syariah

Alamat : Jl. Elang 3 Blok A2 No. 16 A Rt 02 Rw 05, Tangerang, Banten

No. Handphone : +62 89615886159 Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar di Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(4)
(5)

GRAB DENGAN PENGGUNA APLIKASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 DAN SUBSTANSI FATWA DSN MUI NO. 93/DSN-MUI/IV/2014 (Analisis Kesesuaian Klausula Baku). Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan substansi dari Fatwa DSN MUI No: 93/DSN-MUI/IV/2014 terkait keperantaraan dalam kesesuaian klausula baku.

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan. Berjenis penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis normatif. Data hukum berupa informasi mengenai kontrak elektronik pada aplikasi Grab dengan memakai sumber data primer dan sekunder.

Kesimpulan penelitian ini yaitu substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi yang dalam hal ini tercantum pada Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik (Ketentuan-Ketentuan Penggunaan), terdapat beberapa ketentuan di dalamnya yang tidak sesuai dengan Ketentuan Kesesuaian Klausula Baku pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Adapun substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi yang dalam hal ini tercantum pada Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik (Ketentuan-Ketentuan Penggunaan), berdasarkan substansi Fatwa DSN MUI No. 93/DSN-MUI/IV/2014 mendekati kesesuaian dengan akad samsarah.

Kata kunci : Kontrak Elektronik, Perlindungan Konsumen dan Fatwa DSN-MUI

Pembimbing : Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc, M.A Daftar Pustaka : 2001 s.d 2021

(6)

Dengan segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kontrak Elektronik Pada Perusahaan Grab Dalam Perjanjian Dengan Pengguna Aplikasi Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah (Analisis Kesesuaian Klausula Baku)”. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, tabi’in, dan berharap sampai kepada kami selaku ummatnya diakhir zaman ini.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi (S1) dan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis meminta maaf karena dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan dapat menimbulkan hal-hal yang kurang berkenan di hati para pembaca. Disebabkan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dalam proses penulisan skripsi ini disusun dan diselesaikan berkat dukungan, petunjuk, bimbingan dan bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Secara khusus ucapan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga terutama kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

3. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat)

4. Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Sekertaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat).

(7)

6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas bimbingan dan pengajaran yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis.

7. Pimpinan dan Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk melakukan studi kepustakaan.

8. Ibu dan Aji yang senantiasa selalu memberikan kasih sayang dan dukungan serta doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Teman-teman terdekat penulis Desya Ramadanty, Farihah, Verra Febriani, Asri Rahmawati dan Jihan yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

10. Teman-teman semasa perkuliahan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Dan semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca.

Tangerang, Juni 2021

(8)

LEMBAR PERNYATAAN... ii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Kajian Studi Terdahulu ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 16

H. Kerangka Konseptual ... 17

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 18

A. Konsep Kontrak Elektronik ... 18

B. Perlindungan Konsumen dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ... 23

C. Klausula Baku pada Kontrak Elektronik dari Perspektif UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ... 34

D. Akad Wakalah Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah ... Error! Bookmark not defined. BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN GRAB ... 42

A. Sejarah dan Profil Perusahaan Grab ... 42

C. Logo Perusahaan Grab ... 45

D. Jenis-Jenis Layanan Perusahaan Grab ... 46

BAB IV ANALISIS KONTRAK ELEKTRONIK PADA PERUSAHAAN GRAB DENGAN PENGGUNA APLIKASI MENGENAI KESESUAIAN KLAUSULA BAKU ... 48

A. Substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengenai kesesuaian klausula baku ... 48

(9)

A. Kesimpulan ... 76 B. Saran... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA PENGGUNA APLIKASI GRAB .. 83 LAMPIRAN KONTRAK ELEKTRONIK PERJANJIAN BAKU PERUSAHAAN GRAB ... 99 KETENTUAN LAYANAN: Transportasi, Pengiriman dan Logistik ... 99

(10)
(11)

A. Latar Belakang

Aplikasi penyedia jaringan jasa transportasi yang dulunya hanya menawarkan beberapa jasa. Sekarang menambah beberapa layanan keperluan sehari-hari dalam satu aplikasi. Sehingga aplikasi ini disebut

super app.1 Layanan yang ditawarkan antara lain jasa antar makanan, jasa membelanjakan di mart, jasa pengiriman barang, jasa pembelian pulsa atau token listrik, jasa membersihkan rumah dll. Kehadirannya sangat membantu masyarakat Indonesia. Dengan menghubungkan atau menjadi perantara dalam bentuk adanya suatu aplikasi yang diberikan pembuat aplikasi untuk penyedia layanan kepada konsumen atau pengguna.

Mengubah akses tradisional menjadi digitalisasi, merubah kebiasaan belanja melalui transaksi elektronikbegitu juga dengan sewa alat transportasi. Ditambah kondisi pandemi saat ini yang membatasi berinteraksi secara langsung. Transaksi ini sangat membantu. Metode pembayarannya bisa tunai dan memakai uang elektronik, dan tata cara penggunaannya melalui perjanjian elektronik.2 Platform yang sering digunakan masyarakat Indonesia yaitu Gojek dan Grab. Data menunjukkan pangsa pasar di Indonesia tahun 2019 untuk platform Gojek 35,3% dan Grab 64%.3 Persentase Grab lebih besar disebabkan banyaknya diskon yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen. Sehingga harga terkadang

1

Catat! Grab Kini Bukan Lagi Transportasi Online, Tapi..., cnbc Indonesia.com/ konten/2020/01/23/catat-grab-kini-bukan-lagi-transportasi-online-tapi, diakses pada tanggal 01 Oktober 2020.

2

Iga Bagus Prasadha Sidhi Nugraha, “Legalitas Kontrak Perdagangan secara Elektronik Ditinjau dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 8, No. 5 (2020), h. 690.

3

Pangsa Pasar Grab di Indonesia dan Vietnam Lebih Besar daripada Gojek, databoks katadata.co.id/konten/2019/09/20/pangsa-pasar-grab-di-indonesia-dan-vietnam-lebih-besar-daripada-gojek, diakses pada 29 Agustus 2020.

(12)

menjadi lebih murah dibandingkan aplikasi jasa transportasi online lainnya.

Transaksi dalam platform tersebut membantu perekonomian sektor informal. Sehingga potensinya bisa lebih berkembang. Karena sektor informal upah yang didapat masih lebih rendah dari upah minimum provinsi selama ini.4 Pada tahun 2018 platform Gojek berkontribusi pada perekonomian Indonesia sebesar Rp. 55 triliun dan Grab Rp. 48,9 triliun. Layanan yang paling banyak diminati dari aplikasi Gojek dan berkontribusi untuk perusahaan yaitu dari jasa antar penumpang dengan memakai sepeda motor. Dan perusahaan Grab layanan antar makanannya.5

Sebelumnya, kebiasaan pesan antar makanan ke rumah tidak biasa dilakukan, karena kebanyakan toko makanan atau UMKM kecil tidak memiliki jasa antar. Sehingga konsumen harus berhubungan dengan dua pihak secara terpisah. Tidak terkoordinasi dengan efisien jika ingin memesan makanan. Dengan adanya platform Gojek dan Grab yang menyediakan layanan jasa transportasi. Toko makanan dan konsumen dengan mudah menyediakan dan memesan melalui aplikasi yang saling terhubung lewat kerjasama dengan penyedia aplikasi. Sangat membantu sektor informal meningkatkan omzet penjualan para pedagang. Begitu juga dengan jasa antar melalui mobil dan motor. Para ojek pangkalan dengan mudah mendapatkan penumpang tanpa harus menunggu penumpang di pangkalan. Dan dapat melakukan pekerjaan kapanpun dan dimanapun tidak dibatasi oleh waktu.6

Namun, ada ulama yang berbeda pendapat mengenai pemakaian aplikasi tersebut. Salah satunya pada aplikasi Grab dengan fitur GrabFood yang melayani antar makanan. Ada yang tidak menghalalkan transaksi ini

4 Kontribusi Grab ke Perekonomian Indonesia Tembus Rp 48,9 Triliun, inet detik.com/

konten/2019/04/16/kontribusi-grab-ke-perekonomian-indonesia-tembus-rp-489-triliun, diakses pada 29 Agustus 2020.

5 Y.B. Kadarusman, “Ekonomi Digital Berakibat Disrupsi Pasar Radikal?”, Jurnal Forum

Manajemen Prasetya Mulya, Vol.33, No.3 (2019).

6

(13)

dan ada yang membolehkannya. Ulama yang tidak membolehkan transaksi tersebut karena dalam transaksi tersebut terdapat dua akad.7

Yaitu adanya akad qardh yang yang mengandung riba. Persoalan tambahan biaya jasa sebesar 20% yang harus dibayarkan ke perusahaan Grab dari penjual makanan8. Selain itu beberapa mitra kerja sebagai pengemudi telah melaporkan perusahaan Grab ke KPPU dengan dugaan melakukan pelanggaran kemitraan. Dimana mitra berada di posisi yang lemah9. Karena perusahaan memberlakukan kontrak baku melalui kontrak elektronik. Dimana ketentuan terkait dalam transaksi semuanya diatur oleh perusahaan Grab. Begitu juga dengan posisi konsumen sebagai pengguna aplikasi. Berada di pihak yang tidak memiliki daya tawar terkait peraturan yang dibuat perusahaan.

Kontrak baku merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh perusahaan terlebih dahulu dan berlaku seragam kepada setiap pihak yang ingin melakukan transaksi pada perusahaan tersebut. Tidak ada tahapan negosiasi. Isi dari kontrak tersebut kebanyakan tidak adil bagi pihak yang memiliki posisi lemah. Sehingga pengguna hanya menerima kebijakan yang telah dibuat. Calon pengguna hanya diberikan pilihan menerima segala ketentuan yang telah dibuat perusahaan atau menolak menggunakan jasanya. Jika menolak konsekuensinya kehilangan hal yang ia butuhkan.10

Dan beberapa alasan yang menyebabkan posisi konsumen lemah ialah banyaknya produk yang ditawarkan, banyaknya merek dan cara penjualannya yang bermacam-macam. Daya beli konsumen semakin meningkat dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Banyaknya variasi merek yang berada di pasaran. Model-model produk lebih cepat berubah.

7 Hukum Transaksi Pemesanan via Aplikasi Online ala Go-food, islam.nu.or.id/

konten/2018/01/17/ hukum-transaksi-pemesanan-via-aplikasi-online-ala-go-food, diakses pada 02 Februari 2021.

8

Syarat dan Ketentuan Komersial Bagi rekanan GrabFood terpilih, Copyright 2018 Grab, h. 1.

9

Mitra Pengemudi Laporkan Grab ke KPPU, metro jambi.com/2018/12/12/mitra-pengemudi-laporkan-grab-ke-kppu diakses pada 20 Oktober 2020.

10

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial (Jakarta: Kencana Group, 2014), cet.4, h. 2.

(14)

Kemudahan akses informasi yang mempengaruhi pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasanya. Iklan yang tidak memberikan wawasan lebih kepada konsumen. Dan wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha.11

Metode pembayaran dengan menggunakan uang elektronik dan sistem bayar tunai. Beberapa pengemudi dari hubungan mitra dengan perusahaan penyedia jasa transportasi online tidak terjamin akan keselamatan, penetapan tarif yang terlalu rendah dan keamanannya. Karena saat ini belum ada payung hukum yang mengaturnya12. Hubungan pengguna terhadap perusahaan Grab hanya sebatas menghubungkannya dengan pihak ketiga atas layanan yang dibutuhkan pengguna13 yaitu pengemudi atau penjual makanan dan pihak ketiga lainnya. Dimana kesepakatan keperantaraan terjadi dengan penjual atau pemberi jasa sebagai pihak yang menyediakan layanan pengantaran atau pembelian makanan dengan perusahaan Grab. Terkait ini terkadang kepentingan konsumen ada yang belum terpenuhi dalam melakukan transaksi ini. Karena yang memegang kendali dalam aturan transaksi hanya perusahaan Grab. Pihak penyedia layanan jika tidak setuju dengan ketentuan yang ada. Perusahaan Grab menyatakan mohon tidak menggunakan layanan tersebut. Dalam syariat Islam bisa dikatakan perusahaan Grab mewakilkan pengguna untuk mencarikan sesuatu berdasarkan kebutuhannya. Begitu juga dengan posisi perusahaan Grab dengan mitranya yang hanya sebagai wakil untuk mendapatkan pekerjaan suatu pengantaran yang dibutuhkan pengguna dengan memberi upah kepada perusahaan Grab.

Perusahaan Grab sebagai pemilik aplikasi membuat perjanjian sepihak untuk pengguna aplikasi dan pihak pengemudi, pedagang dll. Dengan memuat syarat dan ketentuan pengguna. Dimana isinya

11

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2019), cet.2, h. 9.

12

Hanifah Sartika Putri dan Amalia Diamantina, ”Perlindungan Hukum Terhadap Keselamatan Dan Keamanan Pengemudi”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 1, No. 3 (September, 2019), h. 401.

13

(15)

perusahaan Grab tidak memberikan tanggung jawab atas segala hal-hal yang timbul atas keterkaitan pemakaian aplikasi tersebut. Dan kebijakan Grab bisa berubah sewaktu-waktu. Kebijakan perjanjian yang ditetapkan perusahaan ada yang tidak sesuai dengan hak-hak konsumen sebagaimana yang tertuang dalam peraturan UU Perlindungan Konsumen. Pengguna juga tidak merasa aman dengan adanya peralihan akun pengemudi yang tidak sesuai pada aplikasi. Karena dapat menimbulkan kerugian pada pengguna atas ketidak jelasan. Dan dapat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.14

Maka dari itu penulis ingin meneliti kesesuaian dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai klausula baku dan substansi fatwa DSN MUI NO. 93/DSN-MUI/IV/2014 tentang Keperantaraan (Wasathah) Dalam Bisnis Properti.

Karena saat ini pengawasan kontrak baku memiliki beberapa kelemahan. Yaitu ketidakjelasan pengaturan objek pengawasan dikarenakan perbedaan pemahaman terkait perjanjian baku, badan yang ditugaskan untuk mengawasi perjanjian baku tidak sesuai dengan tugas utamanya dan kurangnya SDM yang kompeten dalam bidang metode pengawasan perjanjian baku.15

Dikarenakan transportasi online sudah menjadi kebutuhan yang sering digunakan. Tentunya diperlukan analisis terkait ini. Mengingat negara Indonesia negara hukum dan mayoritas pemeluknya beragama muslim. Maka sudah sewajarnya perjanjian baku harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan prinsip syariah. Walaupun perusahaan Grab belum mengklaim perusahaannya menggunakan prinsip

14 Nuraini Fillaili, “Tanggung Jawab Perusahaan Transportasi Online Terhadap Penumpang

Akibat Adanya Praktik Peralihan Akun Driver”, Jurnal Jurist-Diction, Vol.2, No.4, (Juli, 2019), h. 1379.

15 Johannes Gunawan dan Bernadette M. Waluyo, Perjanjian Baku Masalah dan Solusi,

(16)

syariah. Dengan itu penulis melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Kontrak Elektronik Pada Perusahaan Grab Dengan Pengguna Aplikasi Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Dan Substansi Fatwa DSN MUI No. 93/DSN-MUI/IV/2014 (Analisis Kesesuaian Klausula Baku)”.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang timbul dari pemaparan latar belakang pada studi di atas adalah:

1. Banyaknya pengguna aplikasi penyedia aplikasi jasa layanan transportasi daring.

2. Hubungan hukum yang terjadi antara para pihak yang terkait proses transaksi pada aplikasi penyedia jasa layanan daring.

3. Prinsip syariah pada aplikasi penyedia jasa layanan daring yang diberikan PT Grab Teknologi Indonesia.

4. Tinjauan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI terhadap akad yang digunakan perusahaan Grab ada di aplikasi Grab terhadap pengguna aplikasi.

5. Hubungan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan konsumen atas pencantuman klausula baku pada perjanjian dengan kontrak elektronik pada aplikasi Grab bagi pengguna aplikasi.

6. Penetapan perjanjian baku pada kontrak elektronik terhadap pengguna aplikasi Grab.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Penelitian ini fokus membahas kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi dalam menganalisis ketentuan pencantuman klausula baku dari Perusahaan Grab atau PT Grab

(17)

Teknologi Indonesia yang menyediakan aplikasi Grab yang bertugas sebagai perantara antara pengguna aplikasi atau konsumen kepada pengemudi atau penjual makanan. Dalam hal ini aplikasi Grab dengan fokus layanan GrabBike dan GrabFood.

Dengan menganalisis Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik (Ketentuan-Ketentuan Penggunaan) khusus layanan GrabCar, GrabBike dan GrabFood. Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dan Substansi Fatwa DSN MUI No. 93/DSN-MUI/IV/2014 Tentang Keperantaraan (Wasathah) Dalam Bisnis Properti.

2. Perumusan Masalah

Dari pemaparan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah, antara lain:

a. Bagaimanakah kesesuaian substansi pada kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengenai kesesuaian klausula baku?

b. Apakah telah sesuai substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan Substansi Fatwa DSN MUI No. 93/DSN-MUI/IV/2014 Tentang Keperantaraan (Wasathah) Dalam Bisnis Properti?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian karya ilmiah ini yang hendak dicapai melalui kerangka teoritis dan sistematis. Merupakan suatu hal yang penting untuk mengetahui kegunaannya. Berdasarkan latar belakang, maka tujuan penelitian karya ilmiah ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan

(18)

pengguna aplikasi berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengenai kesesuaian klausula baku.

b. Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana substansi dari ketentuan kontrak elektronik pada perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan substansi fatwa DSN MUI No. 93/DSN-MUI/IV/2014 Tentang Keperantaraan (Wasathah) Dalam Bisnis Properti.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Menambah wawasan keilmuan tentang transaksi jual beli sesuai perkembangan zaman. Dan dapat berguna untuk acuan penelitian selanjutnya terkait bidang ini.

b. Manfaat praktis

Diharapkan dengan adanya penelitian ini menambah wawasan dan pemahaman penulis terkait perjanjian baku dan untuk dapat menyelesaikan studi S1 Hukum Ekonomi Syariah. Selain itu dapat digunakan sebagai bahan masukkan bagi peneliti selanjutnya untuk melengkapi informasi terkait transaksi perjanjian baku pada kontrak elektronik yang digunakan pada layanan yang ditawarkan Perusahaan Grab atau PT Grab Teknologi Indonesia terhadap pengguna aplikasi.

Untuk masyarakat khususnya pengguna aplikasi Grab lebih hati-hati dalam menyetujui kontrak elektronik dalam bentuk klausula baku. Pengguna bisa mengetahui transaksi yang dilakukannya dengan perusahaan Grab apakah sudah sesuai syariah atau belum. Dan agar perusahaan Grab dapat membuat klausula baku yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(19)

E. Kajian Studi Terdahulu

Bahan pertimbangan penulis dalam melakukan penelitian ini merujuk pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Riri Purnama Surya dan Zainuddin yang berjudul “Kerjasama Driver Dengan Perusahaan Aplikasi Go-Jek Online Perspektif Fikih Ekonomi” Jurnal Hukum Islam, Vol. 19 No. 1, 2019. Dalam penelitiannya kerjasama antara perusahaan Go-Jek yaitu pihak penyedia aplikasi Go-Go-Jek dengan driver yaitu ijarah ad-dzhimmah. Karena usaha dan resiko yang dilakukan oleh driver semuanya ditanggung olehnya untuk mendapatkan penumpang. Akad ijarah ad-dzhimmah digunakan sebagai landasan kerjasama ini karena perusahaan Go-Jek menyewakan jasa kepada pihak driver untuk mendapatkan penumpang. Yaitu hal yang dilakukan oleh perusahaan Go-Jek terhadap driver.16

Indikator pembeda dengan penulis yaitu, aplikasi yang digunakan dan objek penelitian yang berbeda dan tidak memakai pihak driver. Dimana penulis akan menganalisis pada perusahaan Grab dengan menganalisis lausula baku yang diterapkan perusahaan tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah. Karena dalam memakai jasa transportasi pihak yang terlibat bukan antara perusahaan dengan driver saja. Tetapi melibatkan pula pihak pengguna aplikasi dalam hal ini konsumen.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Harry Rizki Habibie yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Ojek Berbasis Online Pada Perusahaan Grab” Skripsi Universitas Islam Sumatera Utara, 2020. Penelitian ini fokus pada pada hak dasar

16 Riri Purnama Surya dan Zainuddin yang berjudul, “Kerjasama Driver Dengan Perusahaan

Aplikasi Go-Jek Online Perspektif Fikih Ekonomi” Jurnal Hukum Islam, Vol. 19 No. 1 (Juni, 2019), h. 112-113.

(20)

konsumen yaitu keselamatan dan keamanan penumpang. Dari hasil penelitiannya didapat perlindungan konsumen bagi pengguna jasa layanan perusahaan Grab sudah sesuai berupa asuransi bagi pengguna. Berlaku selama pengguna mematuhi aturan keselamatan perusahaan Grab. Aplikasi Grab bisa menjadi alat bukti hukum yang sah dan hasil cetaknya bisa menjadi bukti tulisan.17

Indikator pembeda dengan penulis yaitu penulis menganalisis perjanjian baku yang dibuat perusahaan Grab dengan pengguna berdasarkan UU Perlindungan Konsumen terkait pencantuman klausula baku. Sedangkan pada penelitian sebelumnya hanya meneliti perlindungan konsumen bagi pengguna aplikasi oleh perusahaan terkait hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan. Namun, tidak menelaah substansi klausul baku yang diterapkan perusahaan Grab. Dan penulis hanya menganalisis hubungan antara perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi berdasarkan konsep wakalah.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Suzana yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Pada Syarat dan Ketentuan Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online Oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia” Skripsi Universitas Kristen Indonesia, 2019. Hasil penelitian ini menyebutkan klausula baku yang ada pada perusahaan Grab terkait Syarat dan Ketentuan bagi pengguna terdapat ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Yaitu peraturan KUH Perdata dan UU tentang Perlindungan Konsumen tahun 1999.18 Penelitian ini menggunakan Syarat dan Ketentuan Pengguna Jasa Transportasi perusahaan Grab tahun 2019.

Dari hasil penelitian tersebut terdapat indikator pembeda dengan penulis. Berdasarkan penelitian terdahulu maka penulis meneliti

17

Harry Rizki Habibie, “Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi Ojek Berbasis Online Pada Perusahaan Grab” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatera Utara, 2020), h. ii.

18

Suzana, “Tinjauan Yuridis Terhadap Klausula Baku Pada Syarat dan Ketentuan Pengguna Jasa Transportasi Berbasis Aplikasi Online Oleh PT. Solusi Transportasi Indonesia” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Kristen Indonesia, 2019), h. vii.

(21)

klausula baku pada perjanjian kontrak elektronik yaitu Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik (Ketentuan-Ketentuan Penggunaan) yang berlaku efektif sejak 21 April 2021. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen. Dan hubungan hukum antara perusahaan dengan pengguna aplikasi berdasarkan akad wakalah. Karena kegiatan ekonomi dalam Islam tidak terpisahkan bagi penganutnya.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Alya Latifah yang berjudul “Analisis Perjanjian Kerjasama Go-Food Antara PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa Sebagai Perusahaan Penyedia Aplikasi Jasa Transportasi Online Dengan Merchant (Studi Kasus Di Rumah Makan Sego Sambel Iwak Pe Cabang Undip Semarang)” Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2020.

Hasil penelitian, bahwa perjanjian yang dilakukan para pihak menggunakan kontrak elektronik dengan jenis perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan KUH Perdata yang berprinsip sistem perjanjian terbuka, dimana perjanjian ini tidak terdapat dalam KUH Perdata. Karena perjanjian dengan model baru . Dalam prakteknya terdapat masalah yaitu makanan yang sudah dipesan pada aplikasi habis dan terkadang pesanan tidak sesuai dengan yang diterima pengguna.19

Sedangkan penulis meneliti perjanjian antara perusahaan Grab dengan pengguna aplikasi. Dengan menganalisis klausula baku dan hubungan hukum anatar keduanya dengan akad wakalah dan peraturan UU tentang Perlindungan Konsumen N0. 8 tahun 1999.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Alendra Panji Pranata yang berjudul “Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Kerjasama GrabFood Antara PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) Dengan

19

Alya Latifah, “Analisis Perjanjian Kerjasama Go-Food Antara PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa Sebagai Perusahaan Penyedia Aplikasi Jasa Transportasi Online Dengan Merchant (Studi Kasus Di Rumah Makan Sego Sambel Iwak Pe Cabang Undip Semarang)” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2020), h. v.

(22)

Merchant” Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2020. Penelitian ini memaparkan perjanjian kerjasama antara perusahaan Grab dengan mitra penjual telah menerapkan asas keseimbangan. Karena hak dan kewajiban yang telah dicantumkan antara pihak tersebut tidak ada yang bertentangan. Klausula eksonerasi pada perjanjian yang dibuat perusahaan Grab terkait ganti rugi tidak sesuai dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. Namun hal ini tidak bertentangan, karena perusahaan Grab tidak melayani pengguna terkait penjualan makanan. Sehingga ketentuan tersebut tidak berlaku bagi perusahaan Grab melainkan mitra penjual.20

Dari hasil penelitian tersebut terdapat indikator pembeda. Penulis menganalisis perjanjian elektronik yang telah dibuat perusahaan Grab terhadap pengguna terkait pencantuman klausula baku. Karena perjanjian tersebut harus sesuai ketentuan dalam peraturan UU tentang Perlindungan Konsumen. Selain itu penulis meneliti hubungan hukum antara perusahaan Grab dengan pengguna dengan menggunakan akad wakalah sesuai Fatwa DSN MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah..

6. Penelitian yang dilakukan oleh Desi Malinda yang berjudul

“E-Contract Pada PT. Go-Jek Indonesia Dalam Perjanjian Dengan Mitra

Usahanya Menurut Syirkah ‘Inan (Analisis Klausula Eksonerasi dalam Kontrak Baku)” Skripsi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2019. Penelitian ini menjelaskan dalam kontrak elektronik antara perusahaan Go-Jek dengan mitra pengemudi menerapkan klausula eksonerasi, yaitu kebijakan suspend bagi pengemudi tanpa adanya konfirmasi dari pihak pengemudi atas kesalahan yang dilakukannya dan jalan negosiasi. Kebijakan tersebut merugikan pihak pengemudi. Dimana tidak tercapainya pasal 1338 KUH Perdata asas kebebasan berkontrak

20

Alendra Panji Pranata, “Penerapan Asas Keseimbangan Dalam Perjanjian Kerjasama GrabFood Antara PT. Solusi Transportasi Indonesia (Grab) Dengan Merchant” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2020), h. 55.

(23)

yang bertujuan adanya kemampuan daya tawar yang seimbang antara pihak yang terkait dalam perjanjian. Konsep kerjasama menggunakan akad syirkah ‘inan sudah sesuai berdasarkan porsi bagi hasil. Namun, pelaksanaannya belum menerapkan asas yang terdapat pada akad tersebut.21

Indikator yang menjadi pembeda dengan penelitian sebelumnya yaitu, penulis meneliti perjanjian baku yang ada di perusahaan Grab dengan pihak pengguna. Karena selain mitra pengemudi, pihak pengguna merupakan bagian terkait penggunaan layanan tersebut. Dan perusahaan Grab telah membuat kontrak elektronik bagi pengguna dan mitra secara bersamaan. Kebijakan yang dibuat perusahaan Grab untuk pengguna bisa menyebabkan posisi mitra dirugikan. Karena perjanjian tersebut dibuat sepihak oleh perusahaan Grab.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mencari suatu kebenaran dari suatu persoalan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir yang dapat dipertanggungjawabkan.22 Berikut rangkaian metode penelitian yang digunakan:

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang atau statute approach bersifat normatif. Dengan menggunakan pendekatan tersebut penulis menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.23

2. Jenis Penelitian

21

Desi Malinda, “E-Contract Pada PT. Go-Jek Indonesia Dalam Perjanjian Dengan Mitra Usahanya Menurut Syirkah ‘Inan (Analisis Klausula Eksonerasi dalam Kontrak Baku)” (Skripsi S-1 Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 20S-19), h. 73-74.

22

Munir Fuady, Metode Riset Hukum Pendekatan Teori dan Konsep (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2018), h. 1.

23

(24)

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian yang memerlukan teknis analisis mendalam untuk melihat permasalahan dengan mengkaji masalah secara kasus per kasus. Karena setiap persoalan memiliki sifat yang berbeda. Menggunakan teknik analisis mendalam.24 Yaitu persoalan klausula baku pada kontrak elektronik dalam aplikasi Grab yang diterapkan pada perusahaan Grab atau dengan nama lengkap PT Grab Teknologi dengan pengguna aplikasi.

.Penelitian hukum yang dilakukan dengan membahas doktrin-doktrin atau dasar-dasar dalam ilmu hukum.25 Dengan pemahaman ilmu hukum berdasarkan peraturan atau norma-norma positif untuk dikaji dan dianalisis mengenai hal-hal yang tumbuh dalam kegiatan manusia.

3. Data dan Sumber Data Penelitian

Data penelitian ini diperoleh dengan dua sumber data penelitian. Pertama data primer berupa studi dokumentasi pada aplikasi Grab dan website Grab mengenai (kontrak elektronik Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik), UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan substansi Fatwa DSN MUI No. 93/DSN-MUI/IV/2014. Dan yang kedua data sekunder untuk melengkapi studi dokumentasi dilakukan dengan wawancara yang dilakukan di wilayah kota Tangerang dengan narasumber pengguna aplikasi Grab sebanyak 17 orang serta dari beberapa bahan pustaka yang selaras terkait penelitian. Berupa jurnal, beberapa buku terkait dengan persoalan.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian merupakan cara untuk memperoleh data yang nanti berfungsi menjawab rumusan masalah penelitian. Dalam hal ini metode

24 Tengku Erwinsyahbana dan Ramlan, ”Penelitian Kualitatif Bidang Ilmu Hukum Dalam

Perspektif Filsafat Konstruktivis”, Jurnal Borneo Law Review, Vol.1, No.1 (Juni, 2017), h. 5.

25

(25)

yang digunakan berkarakter normatif sesuatu kaidah yang berlaku. Teknik pengumpulan data melalui kepustakaan dan wawancara. Yaitu, bertumpu pada penelusuran dokumen hukum. Bahan-bahan hukum yang terkumpul untuk selanjutnya diolah dan dianalisis26 serta lisan melalui wawancara.

Analisis bahan aturan berupa hukum yang dilakukan menjadi kegiatan yang memberikan telaahan bisa berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah, atau menaruh komentar & lalu menciptakan suatu konklusi terhadap hasil penelitian menggunakan pikiran sendiri dengan bantuan teori yang sudah dipakai. Sifat analisis penelitian normatif merupakan deskriptif yaitu berfungsi memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang dilakukan.

Argumentasi dilakukan untuk memberikan presprektif atau memberikan evaluasi tentang benar atau keliru atau apa yang seyogyanya atau seharusnya dari aturan, (kebiasaan aturan, asas & prinsip aturan, doktrin atau teori aturan terhadap kabar atau insiden aturan diteliti. Tentunya sangat terkait pula menggunakan pendekatan apa yang dipakai sebagai akibatnya berpengaruh terhadap analisis bahan aturan yang terdapat pada penelitian yuridis normatif.27

Teknik pengumpulan data dengan mengakses aplikasi Grab, web Grab, dan melakukan wawancara kepada pengguna aplikasi. Dengan penelusuran hal-hal terkait penelitian serta memberi pertanyaan dengan cara dibacakan.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penelitian ini disesuaikan dengan penyusunan teknik penulisan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan pada tahun 2017.

26

Bachtiar, Metode Penelitian Hukum. (Tangerang Selatan: UNPAM PRESS, 2018), h. 129.

27

(26)

G. Sistematika Penulisan

Berikut sistematika penulisan pada penelitian ini yang terbagi menjadi lima bab, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Membahas latar belakang masalah yang diteliti, mengidentifikasi masalah, pembatasan masalah terkait penelitian, perumusan masalah yang diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian , kerangka teori, dan metode penelitian.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Penulis akan membahas konsep kontrak elektronik, perlindungan konsumen dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, klausula baku pada kontrak elektronik dari Perspektif UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Akad Wakalah berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN GRAB

Berisi gambaran umum terkait perusahaan Grab, terkait sejarah, visi-misi perusahaan, penjelasan dari logo perusahaan dan layanan yang ada pada aplikasi Grab terkait solusi transportasi

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENGGUNA APLIKASI GRAB TERHADAP

PERUSAHAAN GRAB PADA PERJANJIAN BAKU DENGAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN AKAD WAKALAH

Memaparkan hasil analisa penelitian. Yaitu menjawab permasalahan pada penelitian ini dan rumusan masalah

(27)

terkait kontrak baku pada perjanjian elektronik terkait perlindungan konsumen dan akad wakalah

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran berdasarkan hasil analisa penelitian. Bab terakhir dari penelitian yang dibuat.

(28)

PERANTARA A. Konsep Kontrak Elektronik

Makna kontrak, perjanjian dalam prakteknya terkadang dibedakan dalam mengartikan istilah diantara dua kata tersebut. Dalam KUH Perdata atau Burgerlijk Wetboek menggunakan istilah kedua kata tersebut dengan pengertian yang sama. Begitu juga kata perjanjian dan persetujuan merupakan kata yang sama makna.28 Berdasarkan KUH Perdata dalam bab 2 yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan, bagian 1 ketentuan-ketentuan umum pasal 1313. Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.29

Namun, menurut Setiawan yang dikutip oleh Agus Yudha Hernoko pengertian yang diberikan pasal 1313 KUHPerdata tidak mendetail. Sehingga ia menambahkan dalam menjelaskan pengertian perjanjian adalah perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.30 Karena belum tentu perjanjian atau persetujuan masuk dalam perbuatan hukum. Yang menimbulkan hak dan kewajiban.

Perjanjian pada dasarnya memiliki syarat ketentuan agar perjanjian tersebut dianggap sah. Berdasarkan KUH Perdata pasal 1320, yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Suatu pokok persoalan tertentu. Suatu sebab

28

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), cet.4, h. 13.

29

KUH Perdata Bab II, Pasal 1313

30

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, h., 16.

(29)

yang tidak terlarang.31 Harus memenuhi syarat subjektif pada ketentuan pertama dan kedua berkaitan dengan pelaku atau orang yang membuat perjanjian. Syarat sah yang bersifat objektif berkaitan suatu peristiwa pada ketentuan ketiga dan kedua.

Apabila syarat subjektif tidak sesuai, maka perjanjian dapat dibatalkan. Maksud dari dibatalkan yaitu, perjanjian tetap berjalan sesuai mestinya dan tetap saling mengikat para pihak. Jika salah satu pihak tidak mengajukan pembatalan perjanjian. Jika. Yang artinya perjanjian dianggap tidak pernah atau tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang membuat perjanjian.32

Perubahan teknologi yang semakin berkembang dan canggih, muncul suatu perjanjian yang dinamakan perjanjian atau kontrak elektronik yang berbentuk baku atau standar. Dengan ciri-ciri perjanjian yang isinya sudah dibuat oleh salah satu pihak yang posisinya lebih kuat dari konsumen. Perjanjian sudah ada sebelum melakukan transaksi. Tidak ada keterlibatan konsumen dalam pembuatan perjanjian. Dibuat untuk masal dalam tulisan. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong faktor kebutuhan.33

Walaupun kontrak pada umumnya dan kontrak elektronik berbeda dalam wujud. Namun keduanya tunduk pada aturan hukum kontrak atau hukum perjanjian atau hukum perikatan yang sama. Harus sesuai dengan syarat-syarat sah perjanjian dan asas-asas perjanjian. Kontrak elektronik yang berbentuk kontrak baku atau standar yang sudah di tentukan penjual. Tidak boleh melanggar UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.34 Dan kontrak elektronik ini menjadi sumber hukum perikatan. Bagi para pihak yang terlibat. Kontrak baku pada perusahaan dalam menunjang transaksi perlu diperhatikan. Karena di kemudian hari dapat

31

KUH Perdata Buku Ketiga tentang Perikatan bagian 2 pasal 1320

32

Suwarti dan Faissal Malik, “Syarat Subjektif dan Objektif Sahnya Perjanjian dalam Kaitannya dengan Perjanjian Kerja”, Khairun Law Journal, Vol. 2, No.1 (September, 2018), h. 38.

33

Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: Kencana, 2018), h. 85.

34

(30)

menimbulkan perselisihan.35 Sehingga kontrak elektronik perlu disesuaikan dengan peraturan yang ada atau membuat peraturan yang baru. Mengingat perkembangan bisnis terus mengalami perubahan.

Penjelasan kontrak elektronik atau bisa disebut electronic contract dapat ditemukan dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi Dan Transaksi Elektronik mengartikan kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.36 Selain itu, pengertian kontrak elektronik adalah persetujuan yang dibuat antara dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang timbal balik dengan menggunakan komputer, jaringan komputer atau media elektronik lainnya.37

Hukum kontrak memiliki asas-asas yang menjadikan dasar dibentuknya suatu peraturan tersebut, dalam kontrak pada umumnya asas yang terkandung antara lain yaitu:

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas dasar bagi para pihak yang ingin membuat suatu perjanjian atau kontrak dengan bebas menentukan hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian. Seperti halnya bebas hal-hal apa saja yang ingin di buat dalam perjanjian. Bebas dibuat oleh siapapun. Bebas menentukan objek perjanjian. Bebas menetukan jenis perjanjian. Dan bebas menentukan akibat hukum apa yang akan timbul dari perjanjian. Dengan syarat tidak bertentangan dengan peraturan yang ada dan ketertiban umum.38 Sebagaimana yang dimaksud KUH Perdata pasal 1339. Yang menyebutkan “Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikuti untuk

35

Edy Susanto, Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis Di Indonesia. (Jakarta: Prenada Media Group, 2018), h. 126.

36

Pasal 1 ayat 17

37

Salim, Hukum Kontrak Elektronik E-Contract Law. (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2021), h. 24-25.

38

Yapiter Marpi, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Keabsahan Kontrak

Elektronik Dalam Transaksi E-Commerce. (Tasikmalaya: PT. Zona Media Mandiri, 2020), h.

(31)

hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”.

2. Asas konsensualitas

Asas dalam perjanjian yang berdasarkan kata sepakat. Sepakat adalah persesuaian paham dan kehendak antara para pihak yang membuat perjanjian. Sehingga perjanjian yang dibuat antara para pihak dibuat berdasarkan kata kesepakatan.39 Untuk saling mengikatkan diri. Dalam asas ini, perjanjian belum dibuat sebelum adanya kata kesepakatan dalam suatu hal.

3. Asas pacta sunt servanda

Merupakan perjanjian yang dibuat oleh pembuatnya berlaku secara sah sebagai UU bagi para pembuatnya. Asas ini ada pada pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Asas yang menjadi kepastian hukum bagi pihak yang membuatnya dalam melaksanakan perjanjian.40 Sehingga akibat hukum yang muncul harus ditaati oleh para pihak yang ada dalam pembuatan perjanjian tersebut.

4. Asas itikad baik

Asas ini tertuang dalam dalam KUH Perdata pasal 1338 ayat 3. Yang mengharuskan perjanjian dibuat harus berawal dari itikad baik dari para pihak. Itikad baik tersebut berupa sifat dari para pihak yang diperuntukkan melaksanakan perjanjian dengan niatan kepercayaan,keyakinan yang teguh dari pihak dalam menjalankan perjanjian harus sesuai dengan norma-norma kesusilaan.41 Menyatukan pandangan bahwa perjanjian harus dilakukan sesuai dengan yang ditentukan, tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain.

5. Asas kepatutan 39 Ibid, h. 52. 40 Ibid, h. 55. 41 Ibid, h. 56-57.

(32)

Asas yang menjadi landasan dalam perjanjian dimana pelaksanaannya mengharuskan para pihak selain mengikuti kesepakatan yang telah tertulis. Harus berperilaku sesuai kepatutan dan kepantasan dalam masyarakat.

6. Asas tidak boleh main hakim sendiri42

Sedangkan dalam kontrak elektronik asas yang menjadi landasan terdapat dalam UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 3 dan penjelasannya, yaitu:

1. Asas kepastian hukum yang berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

2. Asas manfaat yaitu asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Asas kehati-hatian yaitu landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

4. Asas itikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

5. Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

42

(33)

B. Perlindungan Konsumen dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Konsumen dalam KBBI daring diartikan sebagai pemakai barang hasil produksi atau pemakai jasa. Sedangkan dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pengertian konsumen juga terdapat dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat No.5 tahun 1999 sebagaimana yang dimaksud yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa sesuai kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.

Dalam UU tersebut tidak membedakan konsumen pada batasannya. Jika dibedakan dalam batasannya, konsumen dibagi 3 batasan, yaitu:43 a. Konsumen komersial, yaitu pengguna barang atau jasa sesuatu yang

digunakan untuk diproduksi menjadi sesuatu untuk mendapatkan keuntungan.

b. Konsumen antara, yaitu setiap orang yang menggunakan barang atau jasa yang tujuannya untuk diperdagangkan kembali dengan tujuan mendapatkan laba.

c. Konsumen akhir, yaitu setiap orang yang menggunakan barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya pribadi maupun untuk orang lain dan tidak untuk diperjualbelikan.

Pengertian konsumen juga dirumuskan sebagai individu atau kelompok yang statusnya sebagai pembeli atau pengguna akhir dari

43

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Kharisma Putra Utama, 2016), cet.2, h. 17-18.

(34)

suatu kepemilikan khusus, produk, atau pelayanan dan kegiatan, tanpa memperhatikan apabila ia berasal dari pedagang, pemasok, produsen pribadi atau publik.44 Dalam pandangan Islam konsumen tidak dibatasi oleh pengguna akhir atau tidak, melainkan setiap pemakai barang atau jasa baik badan hukum maupun perseorangan apabila adanya hak yang sah. Jika di Amerika, konsumen bukan hanya pemakai langsung melain termasuk pemakai tidak langsung apabila ia menggunakannya atau merasa dirugikan akibat penggunaan sesuatu.45

Konsumen dalam pandangan penulis seharusnya tidak harus membatasi sebagai pengguna akhir. Karena hal ini menyempitkan konsumen dalam eksistensinya sebagai pengguna barang atau jasa. Selain itu seharusnya setiap batasan konsumen juga mempunyai hak yang sama untuk dilindungi keberadaannya. Sehingga konsumen bisa diartikan sebagai pengguna barang atau jasa oleh segala macam bentuk pihak yang menggunakannya dan yang mempunyai dampak penggunaan barang atau jasa tersebut yang diperoleh secara benar.

2. Pengertian Pelaku Usaha

Pasal 1 angka 3 UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 mendefinisikan Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Unsur-unsur pelaku usaha berdasarkan definisi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bentuk atau wujud dari pelaku usaha:

44

Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, h., 4.

45

M. Yusri, “Kajian Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Ulumuddin, Vol. 7, 1 (2011), h.6-7.

(35)

1) Orang perseorangan, yaitu setiap individu yang melakukan kegiatan usahanya secara seorang diri.

2) Badan usaha, yaitu kumpulan individu yang secara bersama-sama melakukan kegiatan usaha. Selanjutnya badan usaha dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu badan hukum, yang menurut hukum merupakan badan usaha yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori badan hukum adalah yayasan, perseroan terbatas dan koperasi.

3) Badan usaha tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria, antara lain didirikan, berkedudukan dan melakukan kegiatan di wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

b. Kegiatan usaha tersebut harus didasarkan pada perjanjian.

c. Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi, bukan hanya pada bidang produksi.

Dengan demikian jelas bahwa pengertian pelaku usaha menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen sangat luas, bukan hanya pelaku usaha yang hanya diartikan sebagai pembuat atau pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi mereka yang terkait dengan penyampaian atau peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen, seperti agen, distributor dan pengecer atau konsumen perantara.46

3. Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen merupakan suatu perangkat hukum yang dibuat untuk melindungi hak konsumen. Suatu hal yang wajib dilakukan agar terhindar dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri. Upaya untuk menyeimbangkan posisi konsumen. Selain itu semua pelaku usaha merupakan bagian dari konsumen. Az. Nasution

46

Abdul Atsar dan Rani Apriani, Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen (Sleman: Deepublish Publisher, 2019), cet.1, h. 51-52.

(36)

mengungkapkan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang didalamnya terdapat asas-asas atau kaidah-kaidah yang menjadi pedoman untuk mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak mengenai penyediaan dan penggunaan barang atau jasa dalam kegiatan bermasyarakat.47

Perlindungan konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen dengan berlakunya peraturan, yaitu intervensi negara. Penting bagi negara mengatur perlindungan hukum terhadap konsumen. Karena sebagian besar konsumen belum menyadari akan haknya sebagai konsumen dalam memanfaatkan barang atau jasa. Dari penelitian yang dilakukan tahun 2014 penyebab konsumen tidak memperjuangkan haknya di bidang hukum yaitu rasa pesimis bahwa pelaku usaha akan bertanggung jawab, merasa nilai kerugian yang ditimbulkan tidak besar, kurangnya pengetahuan dan merasa berbelit jika masalah ini dilaporkan melalui jalur hukum.48

Perlindungan konsumen saling berkaitan dengan bidang hukum lainnya, yaitu: hukum perdata dan perikatan, hukum persaingan usaha, berkaitan dengan hak dan kekayaan intelektual, hukum kontrak, hukum transportasi, berkaitan dengan hukum industri pangan, hukum pelayanan publik, hukum acara perdata class action, bidang hukum lingkungan, berkaitan dengan industri periklanan, sosiologi hukum, filsafat hukum, perjanjian, HAM (hak-hak konsumen), psikologi hukum (sikap dan perilaku konsumen), bidang perbandingan hukum (hukum di berbagai Negara).49

47

AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2014), hlm. 11.

48

Antonius Dwicky Cahyadi,” Kesadaran Hukum Konsumen Dalam Memperjuangkan Hak-Haknya Atas Kerugian Yang Dialami Dalam Melakukan Transaksi Elektronik”, Jurnal Skripsi

UAJY, (2014), h. 14-15. 49

Abdul Atsar dan Rani Apriani, Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen, (Yogyakarta: Deepublish , 2019), hlm. 6.

(37)

Dalam hal ini dapat diartikan perlindungan konsumen merupakan perlindungan bagi orang per orang atau badan hukum dalam upaya untuk menjaga hak-haknya agar tidak dikuasai oleh pelaku usaha.

4. Hak dan Kewajiban Konsumen

Konsumen dalam memakai barang atau jasa memiliki kepentingan yang dilindungi sebagaimana yang dirumuskan oleh PBB, yaitu:50 a. Perlindungan konsumen terhindar bahaya dari kesehatan dan keamanan

b. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi

d. Pendidikan konsumen

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam UU Perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999 telah menyebutkan hak-hak dan kewajiban konsumen, yang tertera pada pasal 4 dan 5, yaitu meliputi:51

a. Hak Konsumen

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

50

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2019), cet.2, h. 32-33.

51

UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bab III Hak dan Kewajiban bagian pertama pasal 4 dan 5.

(38)

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan ;

5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; 6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

b. Kewajiban Konsumen

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan kemaslahatan;

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

5. Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Dalam UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yang dugynakan istilah pelaku usaha bagi pihak-pihak yang menghasilkan

(39)

dan memperdagangkan produk, yaitu mereka yang terlibat di dalam penyediaan produk hingga sampai ke tangan konsumen. Yang menjadi hak-hak dari pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 yaitu sebagai berikut:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Adapun kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 antara lain: a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

d. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

e. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

(40)

f. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan; g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

h. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Berdasarkan sistem hukum yang ada, kedudukan konsumen sangat lemah dibanding pelaku usaha. Salah satu usaha untuk melindungi dan meningkatkan kedudukan konsumen adalah dengan menerapkan prinsip tanggung jawab (strict liability) dalam hukum tentang tanggung jawab pelaku usaha. Dengan demikian, tanggung jawab pelaku usaha atas produk dan/atau jasa berkaitan dengan kerugian, baik kerugian materiil maupun immateriil yang diderita konsumen akibat memakai atau mengkonsumsi produk dan/atau jasa yang cacat yang dihasilkan dan atau diperdagangkan pelaku usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab produk dan/atau jasa serta perlindungan konsumen merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tetapi hanya dapat dibedakan, di mana tanggung jawab produk dan jasa merupakan Sebagian dari cakupan pengertian perlindungan konsumen.

Setiap pelaku usaha memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dihasilkan atau diperdagangkan pada konsumen. Ketika terjadi gugatan terhadap produk dan/atau jasa yang dihasilkan berarti bahwa produk/jasa tersebut cacat, tidak sesuai dengan apa yang dijaminkan/diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan pelaku usaha.

Adapun tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Bab VI perihal Tanggung Jawab Pelaku Usaha, Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, yaitu:

(41)

a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Namun apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen, pelaku usaha tidak memberikan ganti rugi.

b. Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. c. Pelaku usaha yang bertindak sebagai importir memiliki tanggung

jawab, yaitu:

1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.

2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.

3) Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila:

a) Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/atau jasa tersebut;

(42)

b) Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu dan komposisi.

c) Pelaku usaha dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

d. Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Pelaku usaha bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau konsumen apabila pelaku usaha tersebut:

1) Tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;

2) Tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.

e. Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.

Adapun jika terdapat hal-hal lain yang dapat membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen apabila (untuk pelaku usaha yang memproduksi barang):

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan;

b. cacat barang timbul pada kemudian hari;

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

(43)

d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

6. Asas-Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Selain hal tersebut dalam pasal 2 dalam UU Perlindungan Konsumen disebutkan asas-asas perlindungan konsumen yang diselenggarakan sesuai dengan pembangunan nasional yang berasaskan manfaat, keadilan, keseimbang, keamanan, keselamatan konsumen dan kepastian hukum.52 Berikut penjelasan berdasarkan asas-asas tersebut, yaitu:53

a. Asas manfaat merupakan dasar bahwa produk atau jasa dari pelaku usaha dalam penyelenggaraannya harus berdampak kemanfaatannya sebesar-besarnya untuk kepentingan konsumen secara khusus dan secara umumnya untuk pelaku usaha.

b. Asas keadilan bertujuan untuk konsumen dan pelaku usaha berpartisipasi untuk mewujudkan dalam memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan bermaksud agar kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam posisi yang seimbang dalam segala sektor.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen merupakan upaya memberikan jaminan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang dipakai.

e. Asas kepastian hukum merupakan dasar bagi seluruh pelaku usaha dan konsumen agar menaati hukum, mendapatkan keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen dan negara menjamin kepastian hukum.

52

UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bab I Ketentuan Umum pasal 2.

53

(44)

Tujuan adanya perlindungan konsumen dijelaskan dalam pasal 3 pada UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, sebagai berikut:54 a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

a. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

b. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

c. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

e. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

C. Klausula Baku pada Kontrak Elektronik dari Perspektif UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Perjanjian baku lahir dari kebutuhan masyarakat dan tidak dapat dihindari keberadaannya. Sehingga pemerintah dapat melakukan pengawasan atas perjanjian baku tersebut.55 Perjanjian baku atau klausula baku merupakan hal yang sama.

Klausula baku pada umumnya dilakukan atau diterapkan oleh pelaku usaha kepada konsumen. Istilah klausula baku atau perjanjian baku (standard contract) dapat didefinisikan sebagai sebuah acuan atau

54

UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Bab I Ketentuan Umum pasal 3.

55

M. Roji Iskandar, “Pengaturan Klausula Baku Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Dan Hukum Perjanjian Syariah”, Jurnal Amwaluna, Vol. 1, No.2 (2017), h. 201.

Gambar

Tabel 4.1 Pencantuman Klausula Baku Yang Kurang Tepat…………………….53
Gambar 1. Logo Perusahaan Grab di Indonesia
Tabel 4.1 Pencantuman Klausula Baku Yang Tidak Tepat 74 No.  Sub Judul dan Nomor

Referensi

Dokumen terkait

Suatu himpunan dikatakan terhitung jika himpunan tersebut hingga atau memiliki kardinalitas yang sama dengan. himpunan bilangan

89 Respon terhadap privasi informasi yang berkaitan dengan pada pelanggan?. 90 Respon untuk risiko keamanan

Faktor lainnya yaitu adanya rasa malu dari pasangan suami istri tersebut untuk mengakui bahwa dalam rumah tangganya telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga,

PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No 6/Pid Sus Anak/2015/PN Kdr)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar yang berjudul “Pengaruh

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki sistem full day school tidak akan menimbulkan stres akademik pada siswa jika konsep full day school diterapkan dengan

Ukuran daerah berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, karena hasil penelitian ini memberikan arti bahwa ketika pemerintah daerah meningkatkan

Skor 4: siswa yang menanggapi pendapat orang lain dengan disertai alasan yang logis dan disertai bukti pendukung yang tepat. Skor 3: siswa yang menaggapi pendapat