• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat jenis bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1912 (Maulana, 2017).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan yang berasal dari negara Afrika Barat. Tanaman ini dapat tumbuh subur di indonesia, Malaysia, Thailand, dan Papua Nugini. Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit. Secara garis besar buah kelapa terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio (Pasaribu, 2004).

2.2 Varietas Kelapa Sawit

Pada tanaman kelapa sawit terdapat bebrapa varietas yang telah dikenal. Varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan tebal dari tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu menghasilkan produksi yang baik dibandingkan dengan varietas lain.

(2)

2.2.1 Berdasarkan Ketebalan Cangkang Dan Daging Buah Kelapa Sawit Menurut Naibaho (1996) dalam Sitinjak (2017), Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah kelapa sawit, tanaman sawit dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 - 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatip tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 - 50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah (Sitinjak, 2017).

b. Pesifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis pesifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini.Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai induk jantan. Penyerbukan silang antara pisifera dengan dura akan menghasilkan varietas tenera (Sitinjak, 2017).

c. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu dura dan pisifera.Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan-perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 - 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 90%.Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih banyak daripada dura, tetapi ukurannya relative lebih kecil (Naibaho, 1996).

d. Macro carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedangkan daging buahnya tipis sekali (Sitinjak, 2017).

(3)

e. Diwikka – wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.Diwikka - wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakka dura, diwikka-wakka pisifera dan diwikka - wakka tenera.Dua varietas kelapa sawit yang disebutkan terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu dikenal di Indonesia (Tim Penulis PS, 1997).

2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi diperlakukan sejak awal panen. Faktor yang penting yang cukup mempengaruhi adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor yang ada pada tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1. Hasil Rendemen Minyak dan ALB Akibat Lamanya Penginapan Brondolan

Lama Penginapan (hari)

Rendemen Minyak

Terhadap buah (%) ALB 0 1 2 3 50,44 50,61 50,73 48,66 3,9 5,01 6,09 6,9 Sumber: Ketaren, 1986

Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut diatas, ada beberapa tingkatkan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal lima fraksi TBS (Naibaho, 1996).

(4)

Lima fraksi TBS dapat dilihat pada tabel 2.2 yang menjelaskan fraksi-fraksi TBS sebagai berikut:

Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBS

Fraksi Membrondol Derajat Kematangan Buah

0.0 0 1 2 3 4 5 Sangat Mentah Mentah Mengkal Matang 1 Matang 2 Lewat Matang Sangat Matang Tidak Ada 1% - 12,5% 12,% - 25% 25% - 50% 50% - 75% 75%- 100% Lepas Semua Sumber: Naibaho. 1996 2.4 Varietas Unggul

Pada saat ini, telah dikenal beberapa varietas unggul kelapa sawit yang dianjurkan untuk ditanam di perkebunan. Varietas – varietas unggul tersebut dihasilkan melalui hibridasi atau persilangan buatan antara varietas dura sebagai induk betina dengan varietas psifera sebagai induk jantan. Terbukti dari hasil pengujian yang dilakukan selama bertahun – tahun, bahwa varietas – varietas tersebut mempunyai kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan varietas lainnya (Risza, 1994).

2.5 Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) adalah suatu pabrik yang mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi produk akhir yang berupa Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel (PK) dengan losses yang minimal serta hasil yang maksimal. Hasil utama yang dapat diperoleh dari proses pengolahan pabrik minyak kelapa sawit adalah CPO dan PKO. Sedangkan produk sampingan yang dapat dihasilkan adalah limbah cair (sludge) dan limbah padat berupa

(5)

serabut (fiber), cangkang (shell), janjang kosong (empty bunch) dan abu boiler (ash boiler) (Rantawi et.al, 2013).

Kelapa sawit diolah di pabrik kelapa sawit menghasilkan minyak sawit, inti sawit, cangkang, kernel, fiber, dan tandan kosong. Di dalam proses pengolahan pemisahan antara brondolan dengan tandan kosong sering terjadi tingginya kehilangan minyak pada tandan kosong kelapa sawit (Naibaho P,1996).

Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit. CPO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstik, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel) (Sastrosayono, 2006).

Minyak sawit merupakan hasil jadi dari pengolahan kelapa sawit yang berupa minyak kasar atau Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit atau minyaknya Palm Kernel Oil (PKO), minyak sawit dapat dipakai dalam berbagai jenis makanan terutama dalam pembuatan margarine, Shortening, atau minyak goreng atau lemak - lemak dalam pembuatan roti dan kue. Untuk minyak goreng dapat digunakan 100 % minyak sawit, misalnya dalam pengorengan.

Seperti minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur – unsur C, H, O. Minyak ini terdiri dari fraksi cair dan fraksi padat dengan perbandingan seimbang. Penyusun fraksi padat sendiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asma linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa.

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi

(6)

asam lemak dan sifat fisika - kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan. Dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.

Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigiserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong - kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah, untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karoten (Naibaho, 1996 ).

Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan minyak goreng lain, Antara lain mengandung karoten dan tokoferol sebagai sumber vitamin E, Selain itu keunggulan lainnya adalah karena kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi (Tim Penulis,SP.1997). 1.6 Stasiun Sterilizer

Sterilizer merupakan suatu bejana bertekanan, yang berfungsi untuk memasak atau merebus buah dengan media uap (steam). Menurut Pahan (2006), dalam proses perebusan, TBS dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar 135°C dan tekanan 2,0-2,8 kg/cm selama 80-90 menit.

Lori yang telah diisi TBS lalu di masukan kedalam Sterilizer untuk di rebus. Sterilizer adalah bejana uap bertekanan yang digunakan untuk merebus TBS dengan menggunakan uap (steam). Keberhasilan proses pengolahan ditentukan oleh 70% keberhasilan proses perebusan. Karena distasiun ini, TBS diberi tekanan steam bertekanan tinggi yang diinjeksi dari Back

(7)

Pressure Vessel (BPV). Proses ini sangat penting karena akan berpengaruh pada proses-proses selanjutnya (PT. Perkebunan Nusantara V, 2019).

1.6.1 Jenis-jenis Sterilizer

Jenis-jenis Sterilizer antara lain : a. Sterilizer Horizontal

Prinsip kerja dari sterilizer horizontal adalah merebus dengan sistem triple peak (tiga puncak). Target yang harus dicapai distasiun ini adalah tekanannya 2.8- 3.0 kg/cm² dengan suhu 130-135° C. Dengan perebusan 3 puncak, maka panas dapat masuk dengan baik sehingga perebusan dapat matang secara merata. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan hasil rebusan TBS yang sempurna, mengingat kerapatan berondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid (Naibaho,1996).

b. Sterilizer Vertikal

Prinsip kerja dari sterilizer vertikal adalah merebus dengan sistem single peak (satu puncak). Media pemanas yang dipergunakan adalah uap jenuh yang berasal dari sisa pembuangan turbin uap yang bertekanan 2.8 - 3kg/cm2 dan temperatur 130 - 135ºC. Bila temperature yang digunakan diatas 130-135 ºC saat perebusan akan mengakibatkan buah menjadi hangus atau kegosongan sehingga kualitas minyak CPO rusak dan bila menggunakan suhu dibawah 130 -135 ºC saat perebusan akan mengakibatkan enzim-enzim pada buah tandan buah segar tidak nonaktif dan masih banyak mengandung kadar air. Waktu yang digunakan untuk proses perebusan adalah 70 menit. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan hasil rebusan TBS yang sempurna, mengingat kerapatan berondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid (Naibaho,1996) .

(8)

2.6.2 Fungsi Sterilizer

a. Menonaktifkan Enzim Untuk Mencegah Kenaikan Asam Lemak Bebas (ALB) Minyak Yang Akan Dihasilkan

b. Memudahkan Pelepasan Brondolan Buah Dari Tandan

c. Melunakan Buah Untuk Memudahkan Dalam Proses Pelumatan Didigester

d. Menurunkan Kadar Air

e. Membantu Pelepasan Inti Dari Cangkang

2.6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perebusan a. Tekanan Uap dan Waktu Perebusan

Tekanan uap dan lama perebusan sangat menetukan hasil perebusan dan efesiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik, semakin kecil tekanan uap semakin lama perebusan dan sebaliknya, semakin tinggi tekanan uap maka semakin pendek waktu perebusan. Perebusan menggunakan steam bertekanan 2,8 - 3,0 kg/cm2 dan temperatur 130 – 140 °C serta siklus merebus selama 90–100 menit. Tekanan uap yang rendah (< 2,8 kg/cm2) dan waktu rebus yang tidak cukup akan mengakibatkan:

1. Buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan yang mengakibatkan losses dalam tandan kosong bertambah. 2. Pelumatan dalam Digester tidak sempurna, sebagian daging buah

tidak lepas dari biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian minyak pada ampas dan biji bertambah.

3. Ampas basah, mengakibatkan pemakaian bahan bakar lebih boros pada proses pembakaran di ketel uap. Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu masak sehingga kantong minyak di mesocarp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat.

(9)

Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara atau air kondensat di dalam rebusan, maka semakin rendah temperatur yang dicapai. Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam suatu ruangan kosong dalam ketel rebusan, maka udara bisa menjadi isolator panas. Bila udara dalam ketel rebusan tidak di keluarkan secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke buah tidak sempurna. Akibatnya adalah masih banyak brondolan masih terikut tandan kosong.

1. Air kondensat, air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur perebusan menjadi turun.

2. Buah yang terendam air kondensat, dipastikan tidak masak. Kalaupun buah tidak terendam tetapi air kondensat masih ada yang tertinggal dalam perebusan dapat menyebabkan perebusan kurang masak karena temperatur tidak tercapai.

3. Pembuangan air kondensat dilakukan enam kali yaitu pada saat pembuangan steam puncak 1, 2, dan 3 tiga kali pada saat holding time. Diharapkan dengan banyaknya frekuensi pembuangan (Maulana, 2017)

2.6.4 Sistem Perebusan

1. Sistem Perebusan Satu Puncak (SPSP)

Uap panas pada temperatur 135°C – 140°C dialirkan kedalam ketel perebusan sambil menaikkan tekanan. Apabila tekanan telah mencapai normal tertentu misalnya 3 Kg/cm2, maka tekanan dipertahankan selama waktu tertentu, kemudian tekanan diturunkan dan perebusan dianggap selesai.

(10)

Uap panas dengan temperatur yang diinginkan dialirkan kedalam ketel rebusan sambil menaikkkan pada tekanna tertentu. Setelah tekanan tercapai seperti yang diinginkan tekanan diturunkan bertahap-tahap, kemudian tekanan dinaikan kembali. Pada puncak terakhir biasanya dibuat lebih tinggi dan lebih lama dibandingkan dengan puncak pertama. Beda tekanan puncak pertama dengan puncak kedua serta waktu yang digunakan disesuaikan dengan karekteristik dari pabrik yang bersangkutan. Sistem perebusan dua puncak jarang dipakai pada saat ini tetatpi masih dapat ditemukan pada pabrik-pabrik tertentu.

3. Sistem Perebusan Tiga Puncak (SPTP)

Sistem ini paling banyak digunakan pada saat sekarang, karena dianggap lebih efesiensi dilihar dari segi kehilangan minyak dalam pengolahannya. Ada beberapa variasi sistem perebusan dala upaya pabrik untuk mendapatkan hasil olahan yang lebih optimal. Dengan menggunakan sistem tiga puncak ini tingkat kematangan buah lebih terjaga dan kehilangan minyak dapat diminimalisir dengan baik (Naibaho,1998).

2.7 Hubungan waktu rebusan dengan effisiensi minyak

Menurut Rahardja et. al (2012), hubungan waktu rebusan dengan efisiensi minyak yaitu :

a. Semakin lama waktu perebusan buah, maka jumlah buah yang memberondol akan semakin tinggi atau persentasi buah yang tidak memberondol akan semakin kecil.

b. Semakin lama waktu perebusan buah, maka kehilangan minyak dalam condensate akan semakin tinggi.

c. Semakin lama perebusan buah, maka nut akan semakin masak dan menghasilkan nut yang lebih mudah pecah dan inti menjadi lekang (perpisah) dari shell.

(11)

d. Semakin lama perebusan buah, maka kandungan minyak dalam tandan kosong akan semakin tinggi, hal ini terjadi karena minyak yang ada pada mesocarp terserap oleh janjangan kosong.

e. Semakin lama perebusan buah, maka mutu minyak CPO akan semakin menurun. Hal ini dapat diketahui dengan menurunnya nilai Deterioration of Bleachability Index (DOBI).

2.8 Oil Losses

Oil losses yang terjadi pada proses pengolahan tandan buah segar tidak bisa dihindari, namun dalam proses pengolahannya dapat dikendalikan sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisir kehilangan minyak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Parameter kehilangan minyak yang harus dikendalikan salah satunya adalah minyak yang terserap dalam janjang kosong, sering sekali terjadi kondisi dimana nilai kehilangan minyak di janjangan melebihi standar yang sudah ditentukan, bila hal ini terjadi maka akan berpengaruh terhadap pencapaian rendemen minyak yang sudah di tetapkan oleh pabrik kelapa sawit

(Rantawi, 2017). Selama proses pengolahan TBS untuk menghasilkan CPO oil losses tidak dapat dihindari, hal ini disebabkan oleh alat mesin yang tidak bekerja pada kondisi optimum karena kesalahan dalam pengoperasian unit-unit produksi (Sipayung, 1997).

Oil losses merupakan kehilangan jumlah minyak yang seharusnya diperoleh dari hasil suatu proses namun minyak tersebut tidak dapat diperoleh atau hilang. (Pahan, 2006). Kehilangan minyak selama proses pengolahan TBS untuk menghasilkan CPO tidak dapat dihindari setiap pengolahan kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh alat yang tidak bekerja pada kondisi optimum karena kesalahan dalam pengoperasian unit-unit produksi (Sipayung, 1997). Batas normal kehilangan minyak dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Batas Normal Kehilangan Minyak

(12)

1 2 3 4 Tankos Press Nut Fat Fit 0,20 0,64 0,08 0,42

Sumber: PTPN 6 Solok Selatan, 2017

Kehilangan minyak (Oil Losses) biasanya terjadi pada setiap stasiun yang berperan penting dalam proses pengolahan CPO. Dari titik-titik lokasi terjadinya oil losses tersebut, perusahaan memberikan standar atau batasan maksimal kehilangan. Dalam pelaksanaannya, perlu adanya tindakan analisa terhadap kehilangan CPO guna mengetahui apakah persentase kehilangan CPO tersebut masih berada pada standar yang ditetapkan perusahaan serta guna mengetahui efektivitas dari alat-alat yang terdapat pada stasiun-stasiun tempat terjadinya oil losses sehingga pada akhirnya dapat menekan kehilangan CPO (Maulana, 2017).

2.9 Tandan Kosong

Tandan kosong kelapa sawit adalah salah satu limbah yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit dalam jumlah besar selain itu, masih terdapatnya minyak yang terkandung pada tandan kosong mengakibatkan tingginya losses atau kehilangan minyak (Nainggolan, 2011).

Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit yang mengandung unsur N, P, K, dan Mg. Jumlah tandan kosong mencapai 30-35% dari berat tandan buah segar setiap pemanenan. Namun hingga saat ini, pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit belum digunakan secara optimal (Hambali, dkk. 2007). Komposisi kimia tandan kosong sawit dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.

Tabel 2.4 Komposisi Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit

Komposisi Kadar (%) Abu Selulosa Lignin Hemiselulosa 15 40 21 24

(13)

Sumber: Fauzi Y, 2002

2.10 Air Kondensat

Proses perebusan pada sterilizer membutuhkan waktu penetrasi uap sampai masuk kedalam yang paling dalam dari buah. Hubungan waktu perebusan dengan kehilangan minyak perlu diperhatikan agar tidak begitu banyak kehilangan minyak yang terjadi pada proses perebusan. Salah satu terjadinya kehilangan minyak pada proses perebusan adalah pembuangan air kondensat, Pada saat pembuangan air kondensat minyak dapat terikut karena massa jenis minyak lebih rendah dari pada massa jenis air, jika terlalu lama waktu perebusan maka semakin banyak minyak yang terikut ke pembuangan air kondensat yang menyebabkan kehilangan minyak (Gurning, 2013).

2.11 Ekstraksi dengan Alat Soklet

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapat minyak atau losses dari bahan yang masih menkandung minyak. Penentuan kadar minyak atau lemak sesuatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat soklet. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, contoh yang diuji harus cukup kering. Pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimbel, kemudian dikeringakn dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi, untuk ini dianjurkan dengan vakum oven (suhu 70°C) dengan tekanan vakum. Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi, maka bahan pelarut akan sulit masuk kedalam jaringan/sel dan pelarut menjadi jenuh dengan air selanjutnya ekstraksi lemak kurang efisien, selain itu adanya air akan menyebabkan zat-zat yang larut dalam air akan ikut pula terekstraksi bersama lemak sehingga analisa kurang mencerminkan yang sebenarnya (Ramadani, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk

Untuk mengetahui kadar minyak yang terikut dalam air kondensat puncak ketiga (Holding Time). 1.5

Data % kadar kehilangan minyak (losses) yang terdapat dalam air kondensat pada ketel rebusan I.. Data % kadar kehilangan minyak (losses) yang terdapat dalam air kondensat pada

Tetapi, jika kadar air dalam minyak sawit (&gt; 0,15%) maka akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis lemak, dimana hidrolisis dari minyak sawit akan menghasilkan gliserol dan

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang

Pencucian ini dilakukan untuk memisahkan serat dari kotoran-kotoran yang dapat larut dalam air dan untuk menghilangkan sisa-sisa lignin yang masih terikut pada

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron dan terbentuk