• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CARA PEMBERIAN DAN DOSIS BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L) DI DESA SIDOSARI, KECAMATAN NATAR, LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH CARA PEMBERIAN DAN DOSIS BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L) DI DESA SIDOSARI, KECAMATAN NATAR, LAMPUNG SELATAN"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CARA PEMBERIAN DAN DOSIS BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L) DI DESA SIDOSARI, KECAMATAN NATAR, LAMPUNG SELATAN

Oleh:

RIA YULISTIANA A14080081

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)

SUMMARY

RIAYULISTIANA. Effect of Aplication Method and Dosage of Humic Substance on Rice (Oryza sativa L) Yield at Sidosari Village, Natar District, South Lampung. Under supervision of BASUKI SUMAWINATA and DARMAWAN

Demand of rice in Indonesian will continuously increase following the population growth. Increasing demand of rice must be balanced by improvement of rice productivity. One of efforts that can be done to increase rice productivity is by improving soil properties either physically, chemically and biologically. Addition of organic matter may improve soil properties, but organic matter such as compost and manure is needed in large amounts. Humic substance is known able to replace a part of organic matter role. Treatment of humic substance on soil and plant is expected to be able to improve productivity of rice. The aim of this research was study effect of humic substance on growth and productivity of rice by different method and dosage application.

The research was conducted at Sidosari village, Natar District, South Lampung Regency using Ciherang rice variety. Fertilizers used were 350 kg/ha Phonska, 200 kg/ha Urea, and 100 kg/ha SP-18. The treatments were composed of treatment of without humic substance, humic substance addition to soil, and humic substance addition to soil and leaves. Addition of humic substance to soil conducted on land preparation, while addition of humic substance to the leaves was done when the plants were 2 to 8 week after transplanting with an interval of two weeks. Humic substance dosages were 15 l/ha that diluted to 4 ml/l for soil and 2 ml/l for leaves.

The results showed that the growth and yield components increased in plants treated with humic substance. The weight of grain yield of the plant without humic substance equivalent to 6.7 ton/ha, whereas that of plant with humic substance addition to soil was 7.14 ton/ha, and that of plant with humic substance addition to soil and leaves was 7.86 ton/ha.

(3)

RINGKASAN

RIA YULISTIANA. Pengaruh Cara Pemberian dan Dosis Bahan Humat terhadap Produktivitas Tanaman Padi (Oryza sativa L) di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Di bawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA dan DARMAWAN

Kebutuhan beras di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Peningkatan kebutuhan beras ini harus diimbangi dengan upaya peningkatan produktivitas padi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi yaitu dengan memperbaiki sifat-sifat tanah baik secara fisika, kimia, maupun biologi. Pemberian bahan organik ke tanah diketahui mampu memperbaiki sifat-sifat tanah, namun bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang dibutuhkan dalam jumlah banyak. Bahan humat diketahui mampu menggantikan sebagian peran bahan organik. Pemberian bahan humat pada tanah dan tanaman diharapkan mampu meningkatkan produktivitas tanaman padi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan humat terhadap produksi tanaman dengan cara pemberian dan dosis yang berbeda.

Percobaan dilakukan di lahan sawah, Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan menggunakan varietas Ciherang. Pupuk dasar yang digunakan yaitu Phonska dengan dosis 350 kg/ha, Urea 200 kg/ha, dan SP-18 100 kg/ha. Perlakuan yang dicoba terdiri dari perlakuan tanpa bahan humat, pemberian bahan humat pada tanah, dan pemberian bahan humat pada tanah dan daun. Pemberian bahan humat pada tanah dilakukan pada saat persiapan lahan, sedangkan pada daun dilakukan saat tanaman berumur 2 MST sampai 8 MST dengan selang waktu dua minggu. Bahan humat diberikan dengan dosis 15 l/ha yang diencerkan dengan air setara 4 ml/l untuk tanah dan 2 ml/l untuk daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan komponen hasil padi meningkat pada tanaman yang diberi perlakuan bahan humat. Bobot gabah yang dihasilkan pada tanaman tanpa bahan humat setara dengan 6,7 ton/ha, perlakuan pemberian bahan humat pada tanah setara dengan 7,14 ton/ha, dan perlakuan pemberian bahan humat pada tanah dan daun setara dengan 7,86 ton/ha. Kata kunci: bahan humat, bahan organik, produktivitas, padi (Oryza sativa L).

(4)

PENGARUH CARA PEMBERIAN DAN DOSIS BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI TANAMAN PADI (Oryza sativa L) DI DESA SIDOSARI, KECAMATAN NATAR, LAMPUNG SELATAN

Oleh: RIA YULISTIANA

A14080081

Skripsi

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Cara Pemberian dan Dosis Bahan Humat Terhadap Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L) di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan.

Nama mahasiswa : Ria Yulistiana.

NRP : A14080081.

Departemen : Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr Ir Basuki Sumawinata, M. Agr. Dr Ir Darmawan, M. Sc. NIP. 1957610 198103 1003 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr Ir Syaiful Anwar, M. Sc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Ria Yulistiana (penulis), yang biasa dipanggil Ria lahir di Sindang Liwa, Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 2 Desember 1990. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, pasangan bapak Arsan Sarwani dan Ibu Ridawana.

Penulis menempuh pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) di SDN Sidosari pada tahun 1996-2002, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 3 Natar, Lampung Selatan pada tahun 2002-2005. Pada tahun 2005-2008 penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah (setingkat SMA) Yayasan Pendidikan dan Perguruan Islam Pondok Pesantren Al-Hikmah, Way Halim, Kedaton, Bandar Lampung. Selanjutnya, penulis mengikuti tes seleksi pada Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) yang diadakan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis di terima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Dearah (BUD) Kementrian Agama.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Cara Pemberian dan Dosis Bahan Humat terhadap Produksi Tanaman Padi (Oryza sativa L) di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan” sebagai syarat kelulusan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanaian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Ir Basuki Sumawinata, M. Agr. dan Dr Ir Darmawan, M. Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, nasihat, saran, serta motivasinya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dr Ir Suwardi, M. Agr. selaku dosen penguji yang telah menguji dan memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Kementrian Agama RI yang telah memberikan biaya kuliah, biaya hidup serta biaya penelitian selama penulis menjalani perkuliahan.

4. Ayah, Ibu, serta adik-adik tercinta atas do’a, perhatian, nasihat, serta motivasinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Muson Azis Saputra atas bantuan serta motivasinya selama penulis menjalani penelitian.

6. Staf laboratorium (Ibu Oktori dan Ibu Yani) serta seluruh staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 7. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Bogor, Januari 2013

(8)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Bahan Humat ... 3

2.1.1 Pengertian Bahan Humat ... 3

2.1.2 Peranan Bahan Humat ... 5

2.2 Padi ... 7

2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Padi ... 7

2.2.2 Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi ... 8

2.2.3 Siklus Hidup Tanaman Padi ... 9

BAB III. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Metode Penelitian ... 12

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ... 16

4.1.1 Tinggi Tanaman ... 16

4.1.2 Jumlah Anakan ... 17

4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Komponen Hasil Padi ... 18

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Kisaran Suhu Udara Optimum dan Kritis (°C) pada Berbagai Stadia

Tumbuh Padi menurut Yoshida (1981)………... 9

LAMPIRAN

1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman………. 29 2. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan dan Anakan

Produktif……… 30

3. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah per Petak

(kg/9m2)………. 31

4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa……. 31 5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir dan Persentase

Butir Hampa………... 32

6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Malai dan Jumlah

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bahan Humat Hasil Ekstraksi dari Batu Bara Muda (Hak Milik

Sumawinata)………. 4

2. Lay out Petak Perlakuan……… 12

3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian……… 14

4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman……… 15

5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan…………... 16

6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan Produktif... 17

7. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir………... 18

8. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Persentase Butir Hampa…… 18

9. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Butir Berisi……… 19

10. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa……. 19

11. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah………. 20

LAMPIRAN 1. Kondisi Tanaman pada Saat 8 MST………. 28

(11)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan beras di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237.641.326 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun. Sementara itu, alih fungsi lahan sawah terus terjadi. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, laju kehilangan sawah di Indonesia mencapai 110.000 ha per tahun, sedangkan kemampuan mencetak lahan baru hanya 45.000 ha per tahun. Untuk itu, diperlukan adanya suatu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi yaitu dengan memperbaiki sifat-sifat tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Pemberian bahan organik ke tanah pada umumnya dapat memperbaiki kualitas tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi, namun untuk skala lapang bahan organik yang diperlukan sangat banyak. Faktor tersebut yang sering menjadi kendala dalam penggunaan bahan organik, untuk itu perlu adanya suatu bahan yang dapat menggantikan sebagian peran bahan organik. Penggunaan bahan humat diharapkan mampu menggantikan sebagian peran bahan organik konvensional seperti pupuk kandang dan kompos.

Senyawa ini memberikan pengaruh yang sangat menguntungkan terhadap perkembangan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi, serta dapat memperbaiki petumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel, serta meningkatkan penyerapan air dan hara. Senyawa humat juga berperan langsung dalam pertumbuhan tanaman, diantaranya dapat merangsang pertumbuhan akar dan bagian atas tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai hormon perangsang pertumbuhan tanaman untuk menunjang pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Tan,1993).

Beberapa penelitian menemukan bahwa bahan humat berpengaruh baik terhadap sifat-sifat tanah maupun pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

(12)

Simanjuntak (2012) menemukan bahwa pelepasan unsur hara pada batuan andesit yang diberi bahan humat meningkat. Kemungkinan terjadi hal yang sama jika bahan humat diberikan pada tanah sawah, unsur hara di dalam tanah akan cepat terlepas sehingga tanaman akan lebih mudah untuk menyerapnya. Pemberian bahan humat pada tanah sawah juga dapat menurunkan kelarutan unsur yang dapat meracuni tanaman seperti Fe dan Al melalui pembentukan metal organo kompleks atau khelat (Prasetyo et al., 2006). Lestri (2006) menemukan bahwa panjang akar pada bibit tanaman padi yang diberi bahan humat lebih panjang dibandingkan tanaman tanpa pemberian bahan humat. Penyemprotan bahan humat langsung pada tanaman dapat meningkatkan respirasi, fotosintesis, permeabilitas membran dan kandungan karbohidrat pada berbagai tanaman, seperti jagung, bit gula, gandum dan tomat (Tan, 2003). Untuk itu, bahan humat perlu diuji cobakan pada tanaman padi sehingga dapat diketahui apakah bahan humat dapat memberikan pengaruh yang sama seperti tanaman-tanaman tersebut.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan humat terhadap produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) dengan cara pemberian dan dosis yang berbeda.

(13)

3 BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Humat

2.1.1 Pengertian Bahan Humat

Secara sederhana, senyawa humat adalah senyawa organik dalam humus yang tidak dapat didekomposisikan lagi. Senyawa humat mudah ditemukan pada bahan organik yang sedang terdekomposisi, sehingga senyawa ini dapat ditemukan jika terdapat bahan organik, baik di tanah, air, ataupun hasil sedimentasi (Hayes et al., 1989). Dewasa ini persenyawaan-persenyawaan humat didefinisikan sebagai zat bersifat amorf koloidal, berwarna kuning coklat, hingga kehitaman dan memiliki berat molekul relatif tinggi (Tan, 1993).

Bahan organik tanah sering dibagi menjadi bahan tidak terhumufikasi dan terhumifikasi. Bahan yang tidak terhumufikasi adalah senyawa di dalam tanaman dan organisme lain yang memiliki ciri khas seperti karbohidrat, asam amino, protein, lipid, asam nukleat dan lignin. Fraksi yang terhumifikasi dikenal sebagai humus atau senyawa humat dan dianggap sebagai produk akhir dari dekomposisi tanaman (Tan, 1993)

Menurut Tan (1998) bahan humat tidak hanya terdapat pada tanah, tetapi juga sungai, danau, laut dan sedimennya. Bahan humat juga terdapat pada lignit, leonardite, batubara, dan deposit geologi lainnya sebagai sumber untuk memproduksi humat secara komersial. Untuk itu, Tan (2003) membagi bahan humat menjadi lima kelompok yaitu:

1. Bahan humat terrestrial atau terrigenous. Bahan humat ini berada di dalam tanah, yang sebagian besar terdiri dari lignoprotein kompleks. Asam humat dan asam fulvat merupakan unsur utama bahan humat ini. Berdasarkan jenis monomer lignin, bahan humat ini dapat dikelompokkan menjadi:

a) Kayu yang berasal dari pohon berdaun jarum. b) Kayu yang berasal dari pohon berdaun lebar. c) Rumput dan bambu.

(14)

2. Bahan humat aquatic. Bahan humat ini berasal dari danau, laut, dan sedimennya. Pada kelompok ini, sebagian besar terdiri dari asam fulvat dan sebagian kecil asam humat. Kelompok ini dapat dibagi menjadi:

a) Bahan humat allochthonous aquatic, yang merupakan bahan humat yang dibawa dari luar ke dalam air. Bahan humat ini terbentuk di dalam tanah, kemudian tercuci dan masuk ke sungai, danau maupun laut. Meskipun perubahan fisik dan kimia terjadi yang disebabkan oleh lingkungan air, tetapi sifat bahan humat masih sama seperti bahan humat di dalam tanah, yang terdiri dari lignoprotein kompleks.

b) Bahan humat autochthonous aquatic, yang dibentuk oleh organisme di dalam air. Sumber bahan humat ini adalah sampah organik dari plankton, rumput laut dan ganggang.

3. Bahan humat dari gambut atau endapan rawa. Bahan ini mengandung asam humat dan asam fulvat, tetapi kandungan asam humatnya lebih tinggi.

4. Bahan humat anthropogenic. Bahan humat ini berasal dari aktivitas pertanian, industri, peternakan, dan sampah sisa pembuangan.

5. Bahan humat yang berasal dari deposit geologi seperti lignit atau leonardite dan beberapa tipe batu bara. Pada kelompok ini sebagian besar terdiri dari asam humat. Bahan humat yang digunakan pada penelitian ini yaitu bahan humat yang berasal dari deposit geologi berupa batu bara muda (Gambar 1).

Gambar 1. Bahan Humat Hasil Ekstraksi dari Batu Bara Muda (Hak Milik Basuki Sumawinata).

(15)

5 2.1.2 Peranan Bahan Humat

Humus dan bahan humat adalah komponen tanah yang sangat penting. Bersama-sama dengan klei, senyawa humat diketahui berperan terhadap sejumlah reaksi-reaksi kimia dalam tanah. Senyawa ini terlibat dalam reaksi-reaksi kompleks dan secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara tidak langsung, diketahui senyawa humat dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memodifikasi kondisi-kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara langsung senyawa humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan sejumlah proses-proses fisiologis. Persenyawaan humat juga berpartisipasi dalam proses pembentukan tanah dan berperan serta dalam translokasi atau mobilisasi klei, aluminium dan besi yang menjurus kepada pengembangan horizon spodik dan argilik (Tan, 1993).

Tan (2003) menyebutkan bahwa bahan humat dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi yang diuraikan sebagai berikut:

1. Peran Bahan Humat terhadap Sifat Fisik Tanah.

Pengaruh bahan humat terhadap sifat fisik tanah antara lain memperbaiki struktur tanah. Struktur tanah yang baik akan berpengaruh menyeimbangkan tiga komponen pembentuk tanah (padatan, air dan udara). Pengaruh bahan humat terhadap stuktur tanah yaitu membentuk dan mempertahankan struktur yang stabil dan dapat memberikan ruang pori dalam jumlah yang tepat untuk menyimpan air dan oksigen. Bahan humat juga berperan sebagai agen sementasi dalam pembentukan struktur tanah, terutama pada tanah berpasir. Pada tanah berliat bahan humat berperan membentuk struktur granular, sehingga kondisi fisik tanah liat yang kurang menguntungkan seperti terhambatnya aerasi, penetrasi dan pertumbuhan akar dapat dikurangi.

2. Peran Bahan Humat terhadap Sifat Kimia Tanah.

Bahan humat dapat mempengaruhi sifat kimia tanah dengan berbagai cara karena bahan humat dapat menimbulkan berbagai reaksi kimia di dalam tanah. Reaksi kimia bahan humat secara umum dikendalikan oleh dua gugus

(16)

fungsional yaitu gugus -OH karboksil dan -OH fenolik. Senyawa humat memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi. Senyawa humat mampu mengkelat logam beracun di dalam tanah. Aluminium dalam jumlah besar di dalam tanah dapat dikelat oleh senyawa humat, sehingga mampu mengurangi bahaya keracunan Al pada tanaman. Oleh karena itu, senyawa humat dapat berperan mengurangi dampak buruk dari logam berat dan zat beracun seperti pestisida dan xenobiotik lainnya.

3. Peran Bahan Humat terhadap Sifat Biologi Tanah.

Perbaikan sifat kimia dan fisik tanah menciptakan situasi yang kondusif untuk menstimulasi perkembangan mikroorganisme tanah. Bahan humat merupakan bahan yang kaya energi dan memainkan peran penting dalam pertumbuhan tanaman dan siklus mikroba di dalam tanah. Perubahan yang ditimbulkan oleh bahan humat pada proses biokimia yaitu aktivitas dan perkembangan mikroba. Dua contoh penting peran bahan humat terhadap sifat biologi tanah yaitu pada siklus karbon dan siklus nitrogen. Bahan humat memainkan peran aktif dalam fiksasi dan pelepasan karbon organik. Dengan fiksasi karbon organik oleh bahan humat, maka karbon organik di dalam tanah tetap terjaga sehingga dapat mengurangi produksi CO2. Bahan humat memiliki kandungan karbon 50-57%

yang sebagian besar relatif lebih tahan terhadap degradasi oleh mikroba. Bahan humat juga memiliki peran aktif dalam mempengaruhi siklus nitrogen. Berbagai senyawa nitrogenous misalnya asam amino, amina, peptida yang merupakan bagian dari sintesis bahan humat dilepaskan. Beberapa penulis menyebut hal ini sebagai proses immobilisasi.

Selain berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah, bahan humat juga berpengaruh terhadap fisiologi tanaman. Sejumlah penemuan mengindikasikan bahwa bahan humat secara umum dapat merangsang respirasi dan fotosintesis pada tanaman. Penyemprotan bahan humat pada tanaman dapat meningkatkan respirasi pada beberapa tanaman seperti tomat, jagung, gandum dan labu. Bahan humat dapat meningkatkan pelepasan CO2, sehingga tanaman dapat lebih banyak menyerap

CO2. Bahan humat juga berpengaruh terhadap fotosintesis tanaman. Pemberian

bahan humat mampu meningkatkan kandungan klorofil daun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada tanaman bit gula dan tomat

(17)

7 dapat meningkatkan jumlah klorofil daun. Dengan meningkatnya kandungan klorofil, maka proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik dan mencegah terjadinya klorosis (Tan, 2003). Menurut Lestri (2006), semaian padi yang diberi bahan humat dengan dosis yang tepat memiliki tinggi tanaman yang lebih baik. Namun jika diberi secara berlebihan akan mengganggu pertumbuhan tanaman. 2.2 Padi

2.2.1 Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman berumput semusim yang batangnya berbentuk bulat, berongga dan beruas ruas. Daun terdiri dari helai daun yang menyelubungi batang. Bunga padi membentuk malai keluar dari buku paling atas dengan jumlah bunga tergantung varietas yang berkisar antara 50-500 bunga. Buah atau biji padi beragam dalam bentuk, ukuran, dan warnanya (Siregar, 1981). Buah padi/gabah terdiri dari sekam, bulir beras, endosperma dan embrio. Sekam terdiri dari modifikasi dua daun, yaitu palea dan lemma (De Datta, 1981).

Menurut De Datta (1981), batang padi terdiri dari beberapa ruas. Pada ruas yang paling bawah dapat tumbuh/terbentuk anakan. Akar tanaman padi berupa akar serabut, yang terdiri dari dua macam akar, yaitu:

1. Akar seminal, yaitu akar yang tumbuh pada radikula (akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah). Akar ini bersifat sementara.

2. Akar adventif, yaitu akar yang tumbuh pada ruas batang paling bawah. Akar-akar ini menggantikan Akar-akar seminal.

Klasifikasi tanaman padi menurut Grubben dan Partohardjono (1996) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Family : Graminae (Poaceae) Genus : Oryza

(18)

2.2.2 Lingkungan Tumbuh Tanaman Padi

Di Indonesia, padi ditanam di seluruh daerah, mulai pantai sampai ke dataran tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo. Penyebaran pusat-pusat padi di Indonesia cenderung erat hubungannya dengan tipe iklim, khususnya curah hujan dan topografi wilayah. Di Jawa, pusat produksi padi sawah umumnya terdapat di dataran rendah sampai medium (Ismunadji et al., 1988).

Faktor lingkungan yang penting untuk tanaman padi antara lain tanah/lahan dan iklim. Penguasaan tentang lingkungan tumbuh padi ini sangat penting untuk menentukan cara budidaya yang paling tepat dan menguntungkan. Terciptanya ragam budidaya padi dan teknologinya adalah upaya penyesuaian tanaman padi dengan lingkungan tumbuhnya (Fagi dan Las, 1988).

Padi dapat ditanam pada berbagai tanah mulai dari tanah tergenang yang drainasenya buruk hingga yang drainasenya baik. Tanaman padi juga tumbuh pada berbagai kondisi iklim dan hidrologi yang berbeda, akibatnya terdapat berbagai karakteristik pedogenetik dan morfologi tanah sawah (De Datta, 1981). Segala jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air di permukaan, dan penggenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembentukan profil tanah sawah meliputi berbagai proses, yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian, (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah, dan (c) perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah, akibat penggenangan pada tanah kering yang disawahkan, atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang disawahkan (Hardjowigeno, 2004).

Pada ekosistem sawah, air sangat diperlukan. Hilangnya air dari ekosistem sawah diantaranya melalui transpirasi, evaporasi, dan perkolasi. Total air yang hilang berkisar antara 5.6-20.4 mm/hari, tetapi sebagian besar hasil pengamatan menunjukkan bahwa total kehilangan air berkisar antara 6-10 mm/hari. Untuk itu rata-rata curah hujan yang dibutuhkan tanaman padi yaitu 180-300 mm/bulan (Yoshida, 1981).

Suhu udara juga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi karena mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Ketidak seimbangan antara

(19)

9 fotosintesis dan respirasi dapat mengurangi bobot gabah (Yoshida, 1981). Suhu yang dibutuhkan tanaman padi berbeda-beda pada berbagai tahapan tumbuh padi (Tabel 1).

Tabel 1. Kisaran Suhu Udara Optimum dan Kritis (°C) pada Tahap Pertumbuhan Tanaman Padi menurut Yoshida (1981).

Stadia pertumbuhan Optimum Kritis

Rendah Tinggi Perkecambahan 20-35 10 45 Perkembangan kecambah 25-30 12-13 35 Perakaran 25-28 16 35 Perkembangan daun 31 7-12 45 Perakaran 25-31 9-16 33 Inisiasi malai - 15 - Diferensiasi malai - 15-20 38 Antesis-pembungaan 30-33 22 35 Pematangan 20-25 12-18 30

2.2.3 Siklus Hidup Tanaman Padi

Tanaman padi biasanya berumur 3-6 bulan sejak berkecambah hingga panen, tergantung varietas yang digunakan dan lingkungan tumbuhnya. Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 3 fase yaitu: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial), (2) reproduktif (primordial sampai pembungaan), (3) pematangan (pembungaan sampai gabah matang) (Yoshida, 1981).

Fase vegetatif ditandai dengan terbentuknya anakan, tanaman bertambah tinggi, dan munculnya daun secara berkala. Anakan terbentuk ketika batang utama telah memiliki jumlah daun 5-6 helai. Jumlah anakan ini akan terus bertambah sampai jumlah anakan maksimum tercapai. Setelah jumlah anakan maksimum tercapai, bakal malai (primordia) muncul dan sebagian anakan akan mati (jumlah anakan maksimum berkurang). Jumlah anakan maksimum terus berkurang hingga jumlah anakan sama dengan jumlah malai (Yoshida, 1981). Menurut Vergara (1991), fase vegetatif dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:

1. Pembentukan anakan. Di daerah tropis, jumlah anakan maksimum tercapai 40-60 hari setelah tanam, tergantung pada varietas, jarak tanam, dan tingkat kesuburan tanah. Jumlah anakan dan jumlah malai yang dihasilkan merupakan komponen hasil utama yang mendukung hasil gabah.

(20)

2. Pembentukan daun. Daun terbentuk satu helai per minggu pada batang utama, tetapi tergantung pada faktor lingkungan dan varietas yang digunakan. Varietas yang unggul di daerah tropis memiliki 14-18 daun, mirip dengan sebagian besar varietas di daerah beriklim sedang.

Fase reproduktif ditandai dengan peningkatan tinggi tanaman, penurunan jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, heading (keluarnya bunga atau malai), dan pembungaan (Yoshida, 1981). De Datta (1981) menyebutkan bahwa fase reproduktif terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Pembentukan malai. Tahap ini dimulai ketika bakal malai sudah terbentuk. Pembentukan bakal malai dapat dilihat hanya dengan menggunakan mikroskop (Yoshida, 1981). Pembentukan malai pertama kali terjadi pada batang utama, kemudian pada anakan dengan pola yang tidak sama. Pembentukan malai dapat tertunda jika kebutuhan air tidak tercukupi. Pada varietas berumur pendek (105 hari), bakal malai mulai terbentuk sejak 40 hari setelah disemai dan akan terlihat setelah 11 hari setelah bakal malai terbentuk.

2. Pengembangan malai. Selama tahap pengembanagn malai, bulir padi dapat dibedakan dan malai memanjang ke atas di dalam selubung daun bendera. Malai terus berkembang secara bertahap. Ketika malai sudah berukuran 5 cm (7 hari setelah malai terlihat), jumlah bulir padi telah ditentukan. Pada tahap pengembangan malai ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a) Bunting. Malai muda terus bertambah ukurannya dan terus berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera yang menyebabkan pelepah daun mengembung. Pengembungan ini disebut bunting.

b) Heading (keluarnya bunga) atau malai. Heading ditandai dengan munculnya ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai ini akan terus berkembang sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.

c) Pembungaan. Tahap ini dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung pada tiap cabang malai telah tampak keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pembungaan terjadi sekitar 25 hari setelah inisiasi malai

(21)

11 terlihat. Pembungaan terus berlanjut sampai bulir pada malai yang paling dalam telah mekar.

3. Penyerbukan dan pembuahan. Pada tahap ini kelopak bunga terbuka. Pembungaan ini terjadi dengan cepat pada pagi hari dengan cuaca cerah, dan lambat pada cuaca lembab dan berawan. Pada proses pembungaan ini, benang sari memanjang, dan serbuk sari ditumpahkan ke kepala putik, kemudian kelopak bunga menutup.

Fase terakhir yaitu fase pematangan. Di daerah tropis, fase pematangan (dari pembungaan sampai gabah matang) membutuhkan waktu 25-35 hari tergantung varietas yang digunakan. Sedangkan pada daerah temperate seperti Jepang, Australia dan Amerika fase pematangan membutuhkan waktu 45-60 hari (De Datta, 1981). Fase pematangan ditandai dengan penuaan daun, ukuran dan bobot butir meningkat, serta warna butir berubah. Selama butir terus berkembang, baik bobot basah maupun bobot kering terus meningkat. Menuju tahap gabah matang, bobot kering meningkat secara perlahan, sedangkan bobot basah menurun sebagai akibat dari hilangnya air (Yoshida, 1981). Menurut De Datta (1981) fase pematangan ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Tahap gabah matang susu. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan kental berwarna putih susu.

2. Tahap gabah setengah matang. Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu, berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras.

3. Tahap gabah matang penuh. Pada tahap ini, warna gabah berubah dari hijau menjadi kuning. Tahap ini berakhir jika 90-100% butir gabah telah berwarna kuning. Malai terus merunduk, gabah berwarna kuning dan mengeras. Pada saat yang sama, daun bagian atas, termasuk daun bendera menjadi tua dan mengering, namun untuk beberapa varietas, batang dan daun bagian atas tetap berwarna hijau.

(22)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama empat bulan, mulai bulan Mei sampai Agustus 2012. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Desa Sidosari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lahan sawah yang digunakan pada penelitian adalah lahan sawah beririgasi yang memiliki luas lahan 1 ha. Rata-rata produksi padi yang dihasilkan yaitu 5-7 ton/ha dengan dua kali panen dalam satu tahun.

Analisis data jumlah malai, jumlah butir, jumlah butir hampa, dan bobot kering biomassa dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain lahan percobaan seluas 108 m2, benih padi varietas Ciherang, pupuk Phonska, Urea, SP-18, dan bahan humat.

Alat-alat yang digunakan antara lain bambu untuk penanda sampel, sprayer, plastik sampel, timbangan, meteran, dan oven.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu perlakuan tanpa bahan humat, perlakuan bahan humat pada tanah dan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun. Masing-masing perlakuan ditanam pada empat petakan sebagai ulangan, sehingga jumlah total satuan pengamatan menjadi 12. Sampel tanaman diambil sebanyak tujuh rumpun dari satu petak pada tiap perlakuan. Sedangkan bobot gabah diambil dari tiap petak. Luas satu petakan yaitu 3 m x 3 m (Gambar 2).

(23)

13

Gambar 2. Lay out Petak Perlakuan. Keterangan:

H0D0 : perlakuan tanpa bahan humat. H1D0 : perlakuan bahan humat pada tanah.

H1D1 : perlakuan bahan humat pada tanah dan daun.

H sampel : petak pengambilan sampel, yaitu sebanyak 7 sampel untuk setiap perlakuan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa kegiatan yaitu, persiapan lahan semai, penyemaian benih, persiapan lahan untuk penanaman dan pemberian bahan humat pada tanah, penanaman bibit, pemberian pupuk, pemberian bahan humat pada daun, pengamatan dan pemanenan (Gambar 3). Persiapan lahan untuk penyemaian dilakukan dengan membentuk bedengan dengan luas 10 m x 2 m. Sebelum disemai benih direndam terlebih dahulu selama 24 jam. Benih padi disemai untuk memperoleh bibit yang diperlukan. Penyemaian dilakukan selama 21 hari untuk mendapatkan bibit yang cukup kuat untuk ditanam. Persiapan lahan untuk penanaman dilakukan satu minggu sebelum tanam. Bibit padi ditanam sebanyak dua bibit pada satu lubang dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Pupuk dasar yang diberikan yaitu Phonska dengan dosis setara 350 kg/ha, Urea 200 kg/ha dan SP-18

3 m x 3 m H1D1 1 H0D0 Sampel H0D0 1 H0D0 2 H0D0 3 H1D0 3 H1D0 2 H1D0 1 H1D0 Sampel H1D1 Sampel H1D1 2 H1D1 3

(24)

100 kg/ha. Pemupukan dilakukan tiga kali, yaitu pada saat tanaman berumur 1 MST (Phonska 116.67 kg/ha + Urea 66.67 kg/ha + SP-18 50 kg/ha), 3 MST (Phonska 116.67 kg/ha + Urea 66.67 kg/ha + 50 kg/ha SP-18) dan 5 MST (Phonska 116.67 kg/ha + Urea 66.67 kg/ha). Pemberian bahan humat pada tanah dilakukan pada saat persiapan lahan, sedangkan pemberian bahan humat pada daun dilakukan pada saat tanaman berumur 2 MST sampai 8 MST dengan selang waktu dua minggu. Bahan humat diberikan dengan dosis setara dengan 15 l/ha yang diencerkan dengan air setara 4 ml/l untuk tanah dan 2 ml/l untuk daun.

Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST, sedangkan jumlah anakan produktif diamati pada saat tanaman berumur 8 MST. Pemanenan dilakukan pada saat butir padi matang yaitu 12 MST. Data yang diambil setelah panen yaitu komponen hasil antara lain jumlah malai, jumlah butir dan jumlah butir hampa, bobot kering biomassa padi, dan bobot gabah.

(25)

15

Gambar 3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian. Persiapan lahan semai

Penyemaian benih

Penanaman bibit

Persiapan lahan penanaman

Pemberian pupuk

Pemberian bahan humat pada daun

Pengamatan

Pemanenan Pemberian bahan

(26)

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi

4.1.1 Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masing-masing perlakuan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman. Gambar 4 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah lebih baik dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan tanpa bahan humat. Hal ini sangat mungkin berkaitan dengan kemampuan bahan humat dalam merangsang pertumbuhan akar. Pemberian bahan humat dengan dosis yang tepat langsung pada tanah berpengaruh baik terhadap panjang akar tanaman (Lestri, 2006). Hermawan (2012) menemukan bahwa dengan pemberian bahan humat dengan dosis 15 l/ha dapat meningkatkan bobot akar. Peningkatan bobot akar ini terjadi karena akar yang dihasilkan lebih banyak. Semakin panjang dan banyak akar, maka akan semakin tinggi kemampuan akar tersebut dalam menyerap unsur hara sehingga tanaman akan tumbuh semakin baik dan berproduksi lebih optimal. Pemberian bahan humat dapat meningkatkan serapan nitrogen, karena tanaman memperoleh unsur nitrogen tidak hanya dari pemupukan, tetapi juga dari bahan humat meskipun jumlahnya sedikit. Menurut Tan (1993), bahan humat

57.50 60.80 62.70 81.98 89.12 89.38 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 R ata -r ata tingg i tan am an ( cm ) H1D0 H0D0 H1D0 H1D1 H0D0 H1D1 4 MST 8 MST

(27)

17 memiliki kandungan nitrogen 2-5%. Dewi (2012) juga menemukan bahwa dengan pemberian bahan humat dengan dosis 15 l/ha dapat meningkatkan kandungan N total. Peningkatan disebabkan karena bahan humat merupakan fraksi terhumifikasi dari humus yang dapat meningkatkan N. Nitrogen merupakan unsur hara yang pengaruhnya cepat terlihat pada tanaman. Pada tanaman unsur N berfungsi untuk pertumbuhan vegetatif (memperbesar, mempertinggi dan menghijaukan daun), menyusun klorofil daun,serta mempercepat pertumbuhan tanaman.

Tinggi tanaman terbaik terdapat pada tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun meskipun perbedaan tinggi tanaman antara tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun tidak begitu jelas. Menurut Gardiner dan Miller (2004) bahan humat memiliki kandungan senyawa yang dapat memicu pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin, Indole Acetic Acid (IAA) dan giberelin yang diketahui mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Senyawa-senyawa ini dapat diserap oleh tanaman tidak hanya melalui akar, tetapi juga melalui daun.

4.1.2 Jumlah Anakan

Pertumbuhan tanaman juga dapat dilihat dari jumlah anakan. Pengaruh pemberian bahan humat terhadap jumlah anakan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan. Gambar 5 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat berpengaruh meningkatkan jumlah anakan tanaman padi. Hal ini terlihat jelas pada 4 MST,

28 30 33 30 29 32 0 5 10 15 20 25 30 35 40 R ata -r at ju m lah an akan H0D0 H1D0 H1D1 H0D0 H1D0 H1D1 4 MST 8 MST

(28)

jumlah anakan pada tanaman yang diberi perlakuan bahan humat pada tanah lebih banyak dibandingkan tanaman tanpa bahan humat, dan tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun memiliki jumlah anakan lebih banyak dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah. Hal ini karena bahan humat tidak hanya dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman secara tidak langsung (melalui akar) tetapi juga dapat berperan secara langsung melalui daun.

Pada saat tanaman padi berumur 8 MST, jumlah anakan menjadi berkurang. Hal ini dapat terjadi karena tanaman padi mulai memasuki tahap dimana anakan maksimal tercapai. Pada tahap ini sebagian anakan mati dan tidak menghasilkan malai. Namun jumlah anakan maksimal yang banyak, tidak menentukan jumlah anakan produktif yang banyak pula. Terlihat bahwa tanaman tanpa perlakuan bahan humat yang memiliki jumlah anakan lebih banyak dibandingkan tanaman perlakuan bahan humat pada tanah, tetapi memiliki jumlah anakan produktif paling sedikit. Jumlah anakan produktif terbanyak terdapat pada perlakuan bahan humat pada tanah dan daun (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada tanaman padi dapat meningkatkan produktivitas padi.

Gambar 6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan Produktif. 4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Komponen Hasil Padi

Komponen hasil padi yang diamati antara lain jumlah malai, jumlah butir, bobot kering biomassa dan bobot gabah. Komponen hasil tersebut meningkat pada tanaman yang diberi bahan humat. Rata-rata jumlah malai yang dihasilkan sama dengan jumlah anakan produktif (Gambar 6), karena hanya anakan produktif yang

17 19 20 0 5 10 15 20 25 R ata -r at ju m lah an akan p ro d u kt if H0D0 H1D0 H1D1

(29)

19 dapat menghasilkan malai. Rata-rata jumlah butir/rumpun terbanyak terdapat pada tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun yang disajikan pada Gambar 7. Hal ini karena jumlah malai pada tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun lebih banyak, sehingga menghasilkan jumlah butir lebih banyak pula.

Gambar 7. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir/Rumpun. Namun peningkatan jumlah butir juga diikuti oleh peningkatan jumlah butir hampa sehingga persentase butir hampa juga menjadi tinggi. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun yang memiliki jumlah butir paling banyak, tetapi juga memiliki persentase butir hampa paling tinggi meskipun perbedaannya tidak begitu besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Persentase Butir Hampa.

1821 2110 2256 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 R ata -r ata ju m lah b u tir /r u m p u n H0D0 H1D0 H1D1 29.45 28.72 30.04 25 26 27 28 29 30 31 R ata -r ata % b u tir h am p a H0D0 H1D0 H1D1

(30)

Butir hampa banyak terdapat pada pangkal malai. Hal ini diduga karena malai tidak berkembang seutuhnya sampai keluar dari pelepah daun. Pada saat malai seharusnya berkembang sampai keluar daun, tanaman mengalami kekurangan air, akibatnya gabah yang masih berada di dalam daun tidak mengalami pembungaan dan gabah menjadi kosong.

Ketersediaan air yang cukup merupakan syarat utama untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan padi sawah secara optimal. Penelitian ini dilakukan pada musim tanam II yang memiliki kemungkinan cukup tinggi untuk terkena kekeringan. Pada saat tanaman berumur 8-12 MST yang terjadi pada bulan Juli-Agustus 2012, lahan sawah mengalami kekeringan, meskipun lahan sawah yang digunakan adalah lahan sawah irigasi. Hal ini karena sumber air irigasi juga mengalami kekeringan akibat hujan tidak turun. Berdasarkan data curah hujan yang dimiliki stasiun Branti yang lokasinya dekat dengan lokasi penelitian, pada bulan Juli curah hujan hanya 18 mm dan pada bulan Agustus curah hujan dibawah 50 mm. Sedangkan menurut Yoshida (1981) rata-rata curah hujan yang dibutuhkan tanaman padi yaitu 180-300 mm/bulan. Meskipun curah hujan yang terjadi jauh lebih kecil dari curah hujan yang dibutuhkan tanaman padi, tetapi ketersediaan air tetap ada meskipun jumlahnya tidak mencukupi.

Menurut Siregar (1981) kekurangan air pada waktu tanaman berada dalam keadaan bunting dapat menimbulkan matinya primordial (bakal malai) atau jika primordial tidak mati, bakal butir gabah akan banyak mengalami kekurangan makanan yang menyebabkan gabah menjadi hampa. Meskipun memiliki persentase butir hampa paling tinggi, tetapi jika dihitung jumlah butir berisi, perlakuan bahan humat pada tanah dan daun memiliki jumlah butir berisi paling banyak (Gambar 9). Hal ini karena jumlah total butir padi pada tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun lebih banyak.

(31)

21

Gambar 9. Pengaruh Bahan Humat terhadap Jumlah Butir Berisi/Rumpun. Pemberian bahan humat juga berpengaruh meningkatkan bobot kering biomassa dan bobot gabah. Hal ini disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11 yang menunjukkan bahwa pemberian bahan humat pada tanah menghasilkan bobot kering biomassa dan bobot gabah lebih tinggi dibanding tanaman tanpa perlakuan bahan humat. Peningkatan bobot kering biomassa dan bobot gabah ini sejalan dengan peningkatan jumlah malai dan jumlah butir. Menurut Dewi (2012) bobot gabah kering giling cenderung meningkat dengan pemberian bahan humat dengan dosis 15 l/ha karena bobot seribu butir akibat perlakuan cenderung lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan kualitas butir karena peningkatan unsur kalium akibat perlakuan.

Gambar 10. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa.

1284 1504 1578 0 500 1000 1500 2000 R ata -r ata ju m lah b u tir b e ri si /r u m p u n H0D0 H1D0 H1D1 65.86 76.07 77.79 0 20 40 60 80 100 R ata -r ata b o b o t ke ri n g b io m assa (g) H0D0 H1D0 H1D1

(32)

Gambar 11. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah (kg/9 m2) Simanjuntak (2012) juga menemukan bahwa pemberian bahan humat pada batuan andesit dapat mempercepat pelepasan unsur hara seperti K dan unsur mikro (Cu, Zn, Fe). Kemungkinan terjadi hal yang sama jika bahan humat diberikan pada tanah. Kandungan unsur-unsur hara tersebut di dalam tanah dapat meningkat karena bahan humat dapat mempercepat pelepasan unsur hara di dalam tanah. Asam humat dapat memperbesar konsentrasi pelepasan hara kalium yang terfiksasi oleh mineral illit dan montmorillonit (Tan, 2003). Kandungan unsur P pada tanaman yang tanahnya diberi bahan humat juga meningkat (Simanjuntak, 2012). Hal ini diduga karena P tersedia di dalam tanah meningkat, sehingga tanaman dapat menyerap unsur P lebih banyak.

Kalium merupakan salah satu unsur hara utama yang sangat mempengaruhi tingkat produksi tanaman. Peran kalium dalam tanaman antara lain sebagai aktivasi enzim, sintesis protein, penyerapan dan pergerakan ion, fotosintesis dan respirasi tanaman. Menurut Aide dan Picker (1996) pemberian kalium yang tepat pada tanaman padi dapat meningkatkan jumlah anakan, meningkatkan jumlah malai, meningkatkan jumlah butir berisi, meningkatkan serapan nitrogen dan fosfor, meningkatkan resistensi terhadap hama dan penyakit, memperpanjang dan mempertebal akar, serta menguatkan batang supaya tidak mudah rebah. Fosfor berfungsi mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa dan menaikan persentase bunga menjadi buah/biji, membantu asimilasi dan pernapasan sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah.

6.100 6.425 7.075 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 R at a-rat a b o b o t gab ah (k g/ 9 m 2) H0D0 H1D0 H1D1

(33)

23 Pada Gambar 10 dan 11 juga dapat dilihat bahwa tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun memiliki bobot kering biomassa dan bobot gabah yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi padi tidak hanya dipengaruhi oleh peningkatan serapan hara dari tanah. Terdapat faktor lain yang belum diketahui, yang menyebabkan produksi padi pada tanaman yang diberi bahan humat pada tanah dan daun menjadi paling tinggi.

Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah meningkatkan bobot gabah sebesar 5.32% terhadap tanaman tanpa bahan humat, tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun meningkatkan bobot gabah sebesar 10% terhadap tanaman perlakuan bahan humat pada tanah dan 15.98% terhadap tanaman tanpa bahan humat. Jika disetarakan dalam satu hektar produksi gabah pada tanaman tanpa perlakuan bahan humat setara dengan 6.7 ton/ha, tanaman perlakuan bahan humat pada tanah setara dengan 7.14 ton/ha dan tanaman perlakuan bahan humat pada tanah dan daun setara dengan 7.86 ton/ha. Dapat dikatakan bahwa perlakuan pemberian bahan humat pada tanah mampu meningkatkan bobot gabah setara dengan 440 kg/ha, sedangkan perlakuan pemberian bahan humat pada tanah dan daun mampu meningkatkan bobot gabah setara 1,16 ton/ha.

Secara ekonomi, penggunaan bahan humat pada tanaman padi juga dapat meningkatkan keuntungan bagi petani. Harga gabah pada saat penelitian dilaksanakan yaitu Rp. 4.500/kg. Jika diasumsikan harga bahan humat adalah Rp. 50.000/l, maka keuntungan yang diperoleh dapat dirincikan sebagai berikut: 1. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah.

a) Peningkatan hasil produksi : 440 kg/ha.

b) Peningkatan biaya produksi : Rp. 50.000 x 15 l = Rp. 750.000

c) Keuntungan yang diperoleh = peningkatan hasil produksi – peningkatan biaya produksi

= (440 kg x Rp. 4.500) – (Rp. 50.000 x 15 l) = Rp. 1.980.000 – Rp. 750.00

(34)

2. Tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun. Pada perlakuan ini, bahan humat yang digunakan sebanyak 75 l/ha yaitu untuk tanah 15 l/ha dan untuk daun 15 l/ ha yang diberikan sebanyak empat kali (2,4,6,8 MST). a) Peningkatan hasil produksi : 1,16 ton/ha atau 1.160 kg/ha.

b) Peningkatan biaya produksi : Rp. 50.000 x 75 l/ha = Rp. 3.750.000

c) Keuntungan yang diperoleh = peningkatan produksi – peningkatan biaya produksi

= (1160 kg x Rp. 4.500) – (Rp. 50.000 x 75 l) = Rp. 5.220.000 – 3.750.000

= Rp. 1.470.000

Meskipun tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah dan daun dapat meningkatkan hasil produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman dengan perlakuan bahan humat pada tanah, namun keuntungan yang diperoleh antara kedua perlakuan ini tidak jauh berbeda. Hal ini karena pada tanaman yang diberi perlakuan bahan humat pada tanah dan daun menggunakan lebih banyak bahan humat, sehingga biaya produksinya juga meningkat.

(35)

25 BAB V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian bahan humat berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi. Tinggi tanaman dan jumlah anakan meningkat pada tanaman yang diberi bahan humat. Komponen hasil yaitu jumlah malai, jumlah butir, bobot kering biomassa dan bobot gabah meningkat dengan perlakuan bahan humat. Hasil terbaik terdapat pada tanaman dengan perlakuan pemberian bahan humat pada tanah dan daun.

5.2 Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai dosis optimum bahan humat untuk tanaman padi pada berbagai tipologi lahan sawah.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Aide M. and Picker J. 1996. Potassium and Phosphorous Nutrition in Rice. Information from 1996 Missouri Rice Research Update. Columbia: Missouri University.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Buletin Agroklimat Vol. 1 no. 8-Agustus 2012. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980,

1990, 1995, 2000 dan 2010. Jakarta.

De Datta S.K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Willey and sons, Inc. New York.

Dewi E.M. 2012. Apilkasi Bahan Humat dengan Carrier Zeolit untuk Meningkatkan Produksi Padi Sawah pada Tanah Latosol Bogor. [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Fagi A.M. dan Las I. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Dalam: Ismunadji M., Partohardjono S., Syam M., Widjono A., editor. Padi. Buku 1. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Grubben G.J.H and Partohardjono S. 1996. Plant Resource of South-East Asia. Prosea. Bogor. Indonesia.

Gardiner D.T. and Miller R.W. 2004. Soil in Our Environment. Tenth Edition. Pearson Education, Inc. Uppersaddle: New Jersey.

Harjowigeno S., Subagyo H., dan Rayes M.L. 2004. Morfologi dan Klasifikasi

Tanah sawah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Hayes M.H.B., Maccarthy P., Malcolm, R.L., and Swift, R.S. 1989. Humic

Substance II in Search of Structure. England: John Wiley & Son Ltd.

.

Hermawan, B.A. 2012. Aplikasi Bahan Humat dengan Carrier Zeolit untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays) pada Latosol Bogor. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ismunadji M., Partohardjono, S., Syam, M. dan Wijdono, A. 1988. Padi. Bogor: Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian.

Iwan K. 2012. Pengaruh Ketersediaan Air Pada Musim Tanam II Terhadap Tanaman Padi Varietas Ciherang, Inpari 10, dan Inpari 13. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Meteorologi dan Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(37)

27 Lestri A. 2006. Studi Pemanfaatan Asam Humat Hasil Ekstraksi dari Andosol dan

Gambut dalam Pertumbuhan Semaian Padi (Oryza sativa). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Makarim A.K., Nugraha U.S. dan Kartasasmita, U.G. 2000. Teknologi Produksi

Padi Sawah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan.

Makarim A.K. dan Suhartatik E. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Dalam: Suyamto, Widiarta I.N., Satoto, editor. Padi. Buku 1. Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Jakarta: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Mengel K. 2007. Potassium. Dalam: Kuykendall L.D, editor. Hanbook of Plant

Nutrition. New York. CRC Press.

Prasetyo T.B, Herviyanti, Alif A., Tjandra A. 2006. Upaya Pengendalian Keracunan Besi (Fe) dengan Asam Humat dan Pengelolaan Air untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Sawah Bukaan Baru.

Simanjuntak E.V. 2012. Percepatan Pelapukan Batuan Andesit untuk Pelepasan Unsur Hara dengan Bantuan Bahan Humat. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor: Sastra Hudaya. Suprihatno B, Daradjat A.A., Satoto, Baehaki S.E., Suprihanto, Setyono A.,

Indrasari S.D., Wardana I.P., Sembiring H. 2010. Deskripsi Varietas

Padi. Sukamandi: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Balai

Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian. Tan K.H. 1993. Principles of Soil Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc.

1998. Principles Of Soil Chemistry. Third edition. New York: Marcel Dekker, Inc.

2003. Humic Matter in Soil and The Environment. New York: Marcel Dekker, Inc.

Vergara B.S. 1991. Rice Plant Growth and Development. Dalam: Luh B.S, editor.

Rice Production. New York.

Wicaksoso A. Petani desak moratorium alih fungsi lahan sawah. 2012. http://nasional.kontan.co.id/news/petani-desak-moratorium-alih-fungsi-lahan-sawah. (Diakses 14 Januari 2012)

Yoshida S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, Philipines.

(38)
(39)

29 Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1

Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1-3//4*IR64

Golongan : cere

Umur tanaman : 116-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 107-115 cm Anakan produktif : 14-17 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau

Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau

Muka daun : Kasar pada sebelah bawah Posisi daun : Tegak

Daun bendera : Tegak

Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Indeks glikemik : 54 Bobot 1000 butir : 28 g Rata-rata hasil : 6.0 ton/ha Potensi hasil : 8.5 ton/ha Ketahanan terhadap

hama dan penyakit : 1. Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 2. Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai

500 mdpl

Pemulia : Tarjat. T. Z. A., Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat

(40)

Tanaman Tanpa Perlakuan Bahan Humat.

Tanaman dengan Perlakuan Bahan Humat pada Tanah.

Tanaman dengan Perlakuan Bahan Humat pada Tanah dan Daun. Gambar Lampiran 1. Kondisi Tanaman pada Saat 8 MST.

(41)

31 Tabel Lampiran 1. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Tinggi Tanaman.

H0D0 H1D0 H1D1 No. sampel Tinggi tanaman (cm) No. sampel Tinggi tanaman (cm) No. sampel Tinggi tanaman (cm) 4 MST 8 MST 4 MST 8 MST 4 MST 8 MST 1 56.3 75.3 1 58.8 89.8 1 63.2 87.3 2 57.4 82.0 2 60.9 91.2 2 60.9 90.3 3 57.6 93.0 3 60.2 89.7 3 64.6 93.0 4 56.4 78.5 4 63.5 93.0 4 61.5 91.2 5 60.4 86.5 5 63.6 87.0 5 64.2 88.0 6 57.3 79.4 6 59.3 86.5 6 60.0 86.7 7 57.3 79.2 7 59.6 86.7 7 65.0 89.2 Rata-rata 57.50 81.98 60.8 89.12 62.70 89.38 Stdev 1.30 5.90 1.96 2.40 1.97 2.20

(42)

Tabel Lampiran 2. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Anakan.

H0D0 H1D0 H1D1

No. sampel

Jumlah anakan No. sampel

Jumlah anakan No. sampel

Jumlah anakan 4 MST 8 MST Produktif 4 MST 8 MST produktif 4 MST 8 MST Produktif

1 28 34 18 1 34 30 21 1 30 27 15 2 19 20 14 2 27 27 18 2 38 40 24 3 29 30 18 3 27 29 16 3 34 36 19 4 28 37 20 4 32 33 21 4 33 32 21 5 34 32 19 5 28 27 16 5 34 30 20 6 28 30 17 6 35 29 18 6 30 25 15 7 30 32 15 7 31 33 20 7 36 38 24 Rata-rata 28 30.70 17 30 29.70 18 33 32.50 19 Stdev 4.50 5.30 2.13 3.30 2.40 2.14 2.93 5.60 3.72 3 2

(43)

33 Tabel Lampiran 3. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Gabah per

Petak (9 m2).

Perlakuan Ulangan Bobot (kg/9 m2)

Rata- rata bobot

(kg/9 m2) Stdev H0D0 1 6.70 6.100 0.43 2 6.10 3 5.90 S 5.70 H1D0 1 5.70 6.425 0.52 2 6.50 3 6.55 S 6.95 H1D1 1 7.25 7.075 0.56 2 7.50 3 6.25 S 7.30 Keterangan:

S : Petakan mengambil sampel tanam.

Tabel Lampiran 4. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Bobot Kering Biomassa (g).

H0D0 H1D0 H1D1

No. sampel Bobot (g) No. sampel Bobot (g) No. sampel Bobot (g) 1 65.30 1 74.44 1 62.55 2 49.57 2 80.96 2 92.67 3 70.12 3 75.63 3 87.22 4 69.62 4 82.39 4 61.68 5 77.04 5 63.45 5 77.31 6 64.87 6 69.90 6 66.22 7 64.54 7 85.76 7 96.89 Rata- rata 65.86 76.07 77.79 Stdev 8.42 7.72 14.72

(44)

Tabel Lampiran 5. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir dan Persentase Butir Hampa.

H0D0 H1D0 H1D1

No. JB JBH JBB No. JB JBH JBB No. JB JBH JBB

1 1778 505 1273 1 1930 533 1397 1 1938 662 1276 2 1392 456 936 2 2237 713 1524 2 2567 654 1913 3 2061 527 1534 3 2073 558 1515 3 2404 609 1795 4 1807 556 1251 4 2378 642 1736 4 1990 780 1210 5 2043 604 1439 5 1886 636 1250 5 2316 796 1520 6 1874 571 1303 6 1931 542 1389 6 1839 453 1386 7 1790 535 1255 7 2334 618 1716 7 2736 790 1946 Jumlah 12745 3754 8991 14769 4242 10527 15790 4744 11046 Rata-rata 1820.71 536.28 1284.42 2109.85 606 1503.85 225.71 677.71 1578 Stdev 222.38 47.76 187.10 205.79 65.21 177.23 341.17 124.55 305.93 % butir hampa 29.45% 28.72% 30.04% JB : Jumlah butir.

JBH : Jumlah butir hampa. JBB : Jumlah butir berisi.

3

(45)

35

Tabel Lampiran 6. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Malai dan Jumlah Butir/Malai.

H0D0 H1D0 H1D1

No.

Jumlah malai Jumlah

butir/malai No. Jumlah malai

Jumlah

butir/malai No. Jumlah malai

Jumlah butir/malai 1 18 98.77 1 21 91.90 1 15 129.20 2 14 99.43 2 18 124.27 2 24 106.95 3 18 114.50 3 16 129.56 3 19 126.52 4 20 90.35 4 21 113.23 4 21 94.76 5 19 107.52 5 16 117.87 5 20 115.80 6 17 110.23 6 18 107.27 6 15 122.60 7 15 119.33 7 20 116.70 7 24 118.95 Rata- rata 17.28 105.73 18.57 114.40 19.57 116.39 Stdev 2.13 2.14 3.72 3 5

(46)

Gambar

Tabel 1. Kisaran Suhu Udara Optimum dan Kritis (°C) pada Tahap Pertumbuhan   Tanaman Padi menurut Yoshida (1981)
Gambar 2. Lay out Petak Perlakuan.
Gambar 3. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian.
Gambar 7. Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Jumlah Butir/Rumpun.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Lama waktu yang diperlukan pada keadaan optimum untuk tumbuh dan berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi dewasa kurang lebih 7-14 hari (Sogijanto, 2006).. Salah satu ciri

[r]

Kehadiran A.W yang kini telah pulih telah kembali berkumpul dengan Ibu dan kedua adik kandungnya dalam keluarga diterima oleh semua anggota keluarga dengan saling

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelebihan model project based learning adalah meningkatkan motivasi belajar peserta didik, membuat peserta

Segala Puji bagi Allah SWT atas segala kemuliaan dan kehendak-Nya dapat diselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING

Sesuai dengan strategi yang dilakukan produsen Prenagen apabila dikaitkan dengan karakteristik responden adalah dapat diambil kemungkinan bahwa pasien ibu hamil

Arus kedatangan kapal merupakan banyaknya kapal yang datang untuk melakukan aktivitas bongkar muat di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) setiap harinya dari

Urutan makanan hewan dari yang paling sedikit adalah .... Coba selesaikan