• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA WORK ENGAGEMENT DAN HOPE DENGAN BURNOUT PADA GURU BK (BIMBINGAN KONSELING) SMA NEGERI

DI PEKANBARU

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Magister Psikologi

Peminatan Psikologi Pendidikan

Oleh

RAFICA MAHERA 22060221919

PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillah dengan izin Allah, Tesis ini saya persembahkan, khusus kepada:

“Ayah dan Ibu”

Terimakasih atas ketulusan do’a, kasih sayang dan dukungan serta perhatian yang telah diberikan, sehingga Allah SWT memberi nikmat kemudahan dan pertolongan

setiap peroses yang dilalui. Semoga pancapaian ini dapat bermanfaat dan menjadi amal jariyah untuk kita semua

aamiiin allahumma aamiiin.

(7)

vi

MOTTO HIDUP

“Hidup akan terasa indah dan bermakna ketika kita mampu mensyukuri atas segala

nikmat yang telah diberikan oleh-Nya”

~Rafica Mahera~

ذْيِذَشَل ْيِباَزَع َّنِا ْمُت ْشَفَك ْهِٕىَل َو ْمُكَّوَذْي ِصَ َلَ ْمُت ْشَكَش ْهِٕىَل ْمُكُّبَس َنَّرَاَت ْرِا َو

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu

memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah

(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”

(Qs. Ibrahim:7)

“Bila kamu mohon sesuatu kepada Allah 'Azza wajalla maka mohonlah dengan penuh

keyakinan bahwa do'amu akan terkabul.”

(HR. Ahmad)

- Without Allah I’m Nothing -

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam. Tiada pujian melainkan hanya kepada-Nya. Dialah Allah, Tuhan yang menunjukkan bahwa keberhasilan tidak dapat diraih tanpa kerja keras dan kegigihan. Berkat kelimpahan rahmat-Nya pula penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai syarat dalam mendapatkan gelar Magister Strata Dua (S2).

Sholawat dan salam senantiasa disampaikan untuk Nabi Muhammad SAW, Rasul yang telah memberikan teladan dalam kerja keras, kegigihan dalam mencapai cita-cita. Shalawat dan salam ini disampaikan pula untuk keluarga beliau dan umatnya.

Alhamdulillah, selama proses penulisan banyak hal yang dilalui dan dirasakan dan pada akhirnya, siapa yang berada dijalan yang dituju maka dia akan sampai. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan perbaikan dari berbagai pihak. Atas bantuan, bimbingan dan dukungan yang telah diberikan, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Khairunnas Rajab, M.Ag selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

2. Ibu Dr. Hj. Helmiati, M.Ag selaku Wakil Rektor I Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

(9)

viii

3. Bapak Dr. H. Mas‟ud Zein, M.Pd selaku Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

4. Bapak Edi Erwan, S.Pt., M.Sc., Ph.D selaku Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

5. Bapak Dr. Kusnadi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

6. Bapak Dr. H. Zuriatul Khairi, M.Ag., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

7. Ibu Dr. Vivik Shofiah, S.Psi., M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

8. Ibu Dr. Yuslenita Muda, S.Si., M.Sc selaku Wakil Dekan III Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

9. Ibu Dr. Yulita Kurniawaty Asra, M.Psi., Psikolog selaku Ketua Program Studi Magister Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

10. Bapak Dr. Harmaini, M.Si selaku penasehat akademik dan sebagai pengganti orang tua yang selalu mengayomi penulis selama menempuh studi. Terima kasih atas dukungan dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

11. Bapak Dr. H. Zuriatul Khairi, M.Ag., M.Si selaku dosen pembimbing I yang selalu meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan motivasi dalam memberikan bimbingan sehingga penulis semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Bapak Dr. Ahmaddin Ahmad Tohar, Lc., MA selaku dosen pembimbing II yang selalu meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan motivasi dalam

(10)

ix

memberikan bimbingan sehingga penulis semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

13. Bapak Dr. Masyhuri, M.Si selaku Narasumber I yang telah mengorbankan waktu, tenaga, dan fikiran. Serta memberikan masukan untuk perbaikan Tesis ini.

14. Seluruh Dosen Magister Psikologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama ini, semoga menjadi bekal dan berkah yang baik dalam menjalani kehidupan.

15. Kedua orang tua “Ayahanda Darusman, S.E dan Ibunda Hefni Mariati, S.Ag abang Ilham Akbar Perdana Putra, Lc serta adik Syahla Luqyana dan para keluarga lainnya terkhusus keluarga di Teratak Buluh dan Kuok. Terima kasih atas do‟a, kasih sayang, nasehat, dan dorongan moril serta materil selama menempuh pendidikan. Semoga keikhlasan dan pengorbanan yang kalian berikan dibalas oleh Allah SWT. Tak lupa juga Kak Yanti dan Kak Rozi beserta kerabat guru BK yang juga selalu memberikan support dalam penyelesaian tesis ini.

16. Terima Kasih kepada Teman seangkatan yaitu angkatan 4 tahun 2020, Kak Ihda, Kak Fetty, Kak Mutia, Kak Anisa, Kak Rani, Kak Wini, Kak Arini, Bu Heri, Siraj, Bang Rexsy, Kak Lia, Bang Zaki, Zein dan Kak Fani. Terima kasih atas kebersamaan selama ini, walaupun kita tidak pernah bertemu dalam satu kelas offline, tapi kita tetap selalu kompak dan saling mendukung saat perkuliahan berlangsung. Tak lupa juga terima kasih kepada kakak dan abang senior; Kak Amie Shieta, Bang Dedek, Kak Cahaya, Bang Andri.

(11)

x

17. Terimakasih kepada pihak sekolah SMKN 1 Pkl Kerinci, terutama kepada divisi perpustakaan bono SMKN1 Pkl. Kerinci terkhusus kepada KaPus ibu Bima Nirwala, S.Pd beserta kawan-kawan bon-bon tim perpus yang telah memberi motivasi dan toleransi sehingga peroses pembauatan tesis dapat terlaksana dengan baik.

18. Sahabat Melia Putri, Kak Lisa, Azanah, Kak intan, Yusi, Resti Eka, Ria alfarina, Nurhalimah, Sri Junila, dan Acha. beserta teman lainnya. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, marahan yang kadang datang bergantian, cemburu sosial yang terkadang muncul, janji yang kadang tak kita laksanakan, tapi semua itu tetap terasa indah dengan salingnya kita memberi dukungan dan motivasi sesama, kalian akan selalu teringat dikehidupan penulis.

Mohon maaf jika tidak tertulis dan tersebutkan nama dan organisasi lainnya, semoga Allah memuliakan. Semoga karya ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat.

Juli 2022 Penulis

(12)

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf

Arab Nama Huruf

Latin Keterangan

أ alif a Konsonan rangkap

ب ba b (tashdid) ditulis rangkap:

ث ta t Contoh:

د ṡa ṡ تيذقي = muqaddimah

ج jim j Vokal :

ح ḥa ḥ 1. Vokal tunggal (fathah) ditulis “a”) ( ﹷ )

خ kha kh (kasrah) ditulis “i” ( ِ - )

د dal d (damma) ditulis “u”

ر Żal ż 2. Vokal Panjang

س ra r I dan fathah ditulis “a” ( ِ - )

ص zai z و dan damma ditulis “u”

س sin s ٌ dan kasra ditulis “i”

ش syin sy Ta marbutah selalu ditulis “h”

ص ṣad ṣ

ض ḍad ḍ

ط ṭa ṭ

ظ ẓa ẓ

ع `ain `

غ gain g

ف fa f

ق qaf q

ك kaf k

ل lam l

و mim m

ٌ nun n

و wau w

ﮬ ha h

ء hamzah „

ٌ ya y

(13)

xii

HUBUNGAN ANTARA WORK ENGAGEMENT DAN HOPE DENGAN BURNOUT PADA GURU BK (BIMBINGAN KONSELING) SEKOLAH

MENENGAT ATAS NEGERI DI PEKANBARU

Rafica Mahera Magister Psikologi

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar signifikansi hubungan antara work engagement dan hope dengan burnout pada guru BK SMA Negeri di Pekanbaru. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 56 guru BK SMA Negeri di Pekanbaru. Metode dalam penelitian ini menggunakan jenis kuantitatif. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi berganda dengan bantuan program SPSS 28.0 for windows. Hasil yang diperoleh ialah; ada hubungan antara work engagement dan hope (harapan) dengan burnout pada guru BK SMA Negeri Pekanbaru. Nilai Sig F Change = 0,01 < 0,05 dan memperoleh nilai korelasi sebesar r = 0,825 atau sebesar 82,5% dan sisanya 0,175 atau sebesar 17,5%

dipengaruhi oleh faktor lain. Dapat dikatakan bahwa tingkat hubungan antara work engagement dan hope dengan burnout sangat kuat.

Kata Kunci: Work engagement, hope (harapan), Burnout. Guru BK SMA Negeri di Pekanbaru

(14)

xiii

THE RELATIONSHIP BETWEEN WORK AGGREGATION AND HOPE TO BURNOUT TEACHERS (CONSULTING GUIDANCE) OF PUBLIC SMALL

SCHOOL IN PEKANBARU Rafica Mahera

Master of Psychology

Sultan Syarif Kasim Riau State Islamic University [email protected]

ABSTRACT

This study aims to find out the significance of the relationship between work engagement and hope with burnout in Public High School Counseling Guidance teachers in Pekanbaru. The sample in this study was 56 teachers of the Public High School Counseling Guidance in Pekanbaru. The methods in this study used quantitative types. The analysis in this study used multiple correlation analysis with the help of the SPSS 28.0 for windows program. The results obtained are;

there is a relationship between work engagement and hope (hope) and burnout in Pekanbaru State High School Counseling Guidance teacher. The value of Sig F Change = 0.01 ± 0.05 and it has a correlation value of r = 0.825 or 82.5% and the remainder 0.123 or 17.5% influenced by other factors. It can be said that the level of relationship between work engagement and hope and burnout is strong.

Keywords: Work engagement, hope, burnout. Public High School Counseling Guidance Teacher in Pekanbaru

(15)

xiv

تقلاعلا هيب تكساشملا يف لمع لملأاو عم قشتحا يف داشسلإا ملعملا يف تسسذملا تيوواثلا لا تماعلا يف تىيذم وسابواكيب

اشيهام اكيفس سفُنا ىهع شُخسخاي

تُيلاسلإا واَس ىساق فَساُس ٌاطهسنا تعياخ ةشصتخم ةزبو

ٍف قاﮬسلإاو ميلأاو مًعنا ٍف تكساشًنا ٍُب تقلاعنا تًُﮬأ يذي تفشعي ًنإ تساسذنا ِزﮬ فذهح ىَذقح

تساسذنا ِزﮬ ٍف تُُعنا جَاك .وسابَاكُب ٍف تياعنا تَىَاثنا سساذًنا ٍف ًٍُهعًهن ةسىشًنا وذقَ اًسسذي ٦٥

وذخخسَ .ًٍكنا عىُنا وذخخسح تساسذنا ِزﮬ ٍف تقَشطنا .وسابَاكُب ٍف تياعنا تَىَاثنا سساذًنا ٍف ةسىشًنا عاسًب دذعخًنا طابحسلاا مُهحح تساسذنا ِزﮬ ٍف مُهحخنا ةذ

SSSS ٠..٢ لىصحنا ىح ٍخنا حئاخُنا .حياَشبن

ٍف ًٍُهعًهن ةسىشًنا ىَذقح ٍف قاﮬسلإا عي )ميلأا( ميلأاو مًعنا ٍف تكساشًنا ٍُب تقلاع كاُﮬ ؛ ٍﮬ اهُهع SMS تَُذي شُُغخنا تًُق .وسابَاكُب S g S

= ٢٠٢٠ <

٢٠٢٦ طابحسا تًُق ًهع جهصحو r

= ٢٠.٠٦ أ

.٠٠٦

٪ خًنا تبسُنا شثأخحو تُقب

٢٠٠,٦ وأ ٠,٠٦

٪ ٍُب تقلاعنا يىخسي ٌأ لىقنا ٍكًَ .يشخأ مياىعب

.تَاغهن ٌىق قاﮬسلإا عي ميلأاو مًعنا ٍف طاشخَلاا :تناذنا ثاًهكنا ميلأاو مًعنا ٍف تكساشًنا

،)ميأ(

.قشخحا ٍف تياع تَىَاث تسسذي ٍف ٌساشخسا سسذي

وسابَاكُب

(16)

xv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...i

PENGESAHAN PENGUJI ...ii

PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI ...iii

SURAT KETERANGAN BEBAS PLAGIAS ...iv

KATA PENGANTAR ...vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ...xi

ABSTRAK ...xii

DAFTAR ISI ...xv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...xix

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ...1

B. Masalah Penelitian ...14

1. Identifikasi Masalah ...14

2. Pembatas Masalah ...14

3. Rumusan Masalah ...14

C. Tujuan Penelitian ...15

D. Manfaat Penelitian ...15

1. Manfaat Teoritis ...15

2. Manfaat Praktis ...15

BAB II LANDASAN TEORI ...17

A. Kajian Teori ...17

1. Burnout ...17

a. Pengertian Burnout. ...17

b. Aspek-Aspek burnout ...26

c. Faktor-faktor yang memengaruhi burnout ...29

2. Work Engagement ...33

a. Pengertian Work Engagement ...33

b. Aspek-aspek Work Engagement ...38

(17)

xvi

c. Faktor-faktor yang memengaruhi Work Engagement ...40

3. Hope (Harapan) ...42

a. Pengertian hope (harapan) ...42

b. Aspek-aspek hope (harapan) ...45

c. Faktor-faktor yang memengaruhi Hope (harapan) ...46

d. Hope (harapan) dalam perspektif islam ...48

B. Penelitian yang Relevan ...56

C. Kerangka Berpikir ...59

D. Hipotesis Penelitian ...63

BAB III METODE PENELITIAN ...64

A. Jenis Penelitian ...64

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...64

C. Populasi dan Sampel Penelitian ...65

1. Populsai Penelitian ...65

2. Sampel Peneltian ...66

D. Identifikasi Variabel Penelitian ...67

E. Definisi Operasional ...67

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...68

1. Teknik Pengumpulasn Data ...68

2. Instrumen Pengumpulan Data ...68

G. Alat ukur Skala Burnout ...69

1. Alat ukur Skala Work Engagement ...70

2. Alat ukur Skala hope (harapan) ...71

H. Teknik Analisis Data ...71

I. Uji Validitas dan Reliabilitas ...74

1. Uji Validitas ...74

2. Uji Reliabilitas ...76

3. Teknik Analisis Data ...81

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...83

A. Deskripsi penelitian. ...83

B. Deskripsi Data Penelitian ...83

(18)

xvii

1. Analisis Kategorisasi ...84

C. Uji Asumsi ...108

1. Uji Normalitas ...109

2. Uji Korelasi Pearson ...110

3. Uji Regresi Linear Berganda ...113

D. Kontribusi Setiap Aspek Pada Variabel ...114

E. Analisis Tambahan ...117

F. Pembahasan ...120

BAB V PENUTUP ...137

A. Kesimpulan ...137

B. Saran ...138

DAFTAR PUTAKA ...141

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tahap Penelitian ... 63

Tabel 3.2 Data Guru Bk ... 66

Tabel 3.3 Alternatif Jawaban ... 69

Tabel 3.4 Blue Print Skala Burnout ... 69

Tabel 3.5 Blue Print Skala Work Engagement ... 70

Tabel 3.6 Blue Print Skala Hope ... 71

Table 3.7 Indeks Diskriminasi ... 78

Table 3.8 Blue Print Skala Burnout (Setelah Try Out) ... 79

Table 3.9 Blue Print Skala Work Engagement (Setelah Try Out)... 80

Table 3.10 Blue Print Skala Hope (Setelah Try Out)... 81

Table 3.11 Corelation Coefficient ... 81

Tabel 4.1 Data Hipotetik Dan Empirik ... 83

Tabel 4.2 Rumus Kategorisasi ... 84

Tabel 4.2.1 Kateorisasi Burnout ... 85

Tabel 4.2.2 Kateorisasi Work Engagement ... 86

Tabel 4.2.3 Kateorisasi Hope ... 87

Tabel 4.2.4 Kateorisasi Burnout Berdasarkan Jenis Kelamin ... 88

Tabel 4.2.5 Kateorisasi Work Engagement Berdasarkan Jenis Kelamin ... 90

Tabel 4.2.6 Kateorisasi Hope Berdasarkan Jenis Kelamin ... 91

Tabel 4.2.7 Kategorisasi Berdasarkan Usia ... 91

Tabel 4.2.8 Kateorisasi Burnout Berdasarkan Usia ... 93

Tabel 4.2.9 Kateorisasi Work Engagement Berdasarkan Usia ... 94

Tabel 4.2.10 Kategorisasi Hope Berdasarkan Usia ... 95

Tabel 4.2.11 Kateorisasi Burnouts Status Kepegawaian ... 95

Tabel 4.2.12 Kateorisasi Work Engagement Status Kepegawaian ... 96

Tabel 4.2.13 Kategorisasi Hope Status Kepegawaian ... 97

Tabel 4.2.14 Kateorisasi Burnout Status Pernikahan ... 98

Tabel 4.2.15 Kateorisasi Work Engagement Status Pernikahan ... 98

Tabel 4.2.16 Kategorisasi Hope Status Pernikahan ... 99

Tabel 4.2.17 Kateorisasi Burnout Pendidikan Terakhir ... 100

Tabel 4.2.18 Kateorisasi Work Engagement Pendidikan Terakhir ... 100

Tabel 4.2.19 Kategorisasi Hope Pendidikan Terakhir ... 101

Tabel 2.2.20 Kategori Berdasarkan Lamanya Bekerja ... 102

Tabel 4.2.21 Kateorisasi Burnout Lamanya Bekerja ... 102

Tabel 4.2.22 Kateorisasi Work Engagement Lamanya Bekerja ... 103

Tabel 4.2.23 Kategorisasi Hope Lamanya Bekerja ... 104

Tabel 4.2.24 Kateorisasi Burnout Latar Pendidikan ... 105

Tabel 4.2.25 Kateorisasi Work Engagement Latar Pendidikan ... 106

Tabel 4.2.26 Kategorisasi Hope Latar Pendidikan... 107

Tabel 4.3 Derajat Hubungan Koefisien Korelasi ... 109

Tabel 4.4 Uji Normalitas ... 109

Tabel 4.4.1 Uji Korelasi Pearson ... 110

Tabel 4.4.2 Uji Koefisien Regresi Secara Simultan ... 112

Tabel 4.4.3 Uji Koefisien Regresi Linear Berganda ... 113

(20)

xix

Tabel 4.5 Sumbangan Efektif Aspek Work Engagement ... 112 Tabel 4.5.1 Sumbangan Efektif Aspek Hope ... 115 Tabel 4.6 Sumbangan Efektif Variabel Bebas Terhadap Aspek-1 Burnout ... 116 Tabel 4.6.1 Sumbangan Efektif Variabel Bebas Terhadap Aspek-2 Burnout . 116 Tabel 4.6.2 Sumbangan Efektif Variabel Bebas Terhadap Aspek-3 Burnout . 116 Tabel 4.7 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan Jenis Kelamin ... 118 Tabel 4.7.1 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan Pendidikan Terakhir118 Tabel 4.7.2 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan Kepegawaian ... 118 Tabel 4.7.3 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan Latar Pendidikan .... 119 Tabel 4.7.4 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan lamanya bekerja ... 119 Tabel 4.7.5 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan Pernikahan ... 119 Tabel 4.7.6 Analisis Hubungan Antara Burnout Dengan Usia ... 120

(21)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Diagram Kategorisasi Burnout ... 86 Gambar 4.1 Diagram Kategorisasi Work Engagement ... 87 Gambar 4.1 Diagram Kategorisasi Hope ... 88

(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Validasi Alat Ukur ... 148 Lampiran 2 Lampiran Pembuatan Skala ... 149 Lampiran 3 Validitas isi ... 156 Lampiran 4 Bentuk Skala ... 159 Lampiran 5 Tabulasi Data Penelitian ... 165 Lampiran 6 Output Validitas dan Reliabilitas ... 169 Lampiran 7 Output SPSS ... 176 Lampiran 8 Output Sumbangan Efektif ... 178 Lampiran 9 Output Analisis Tambahan ... 181 Lampiran 10 Surat izin Riset... 191 Lampiran 11 Surat rekomendasi PDMPTSP ... 192 Lampiran 12 Surat izin Dinas Pendidikan ... 193 Lampiran 13 Surat Bebas Plagiasi ... 194 Lampiran 14 Biografi Peneliti ... 195

(23)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan Skala

Lampiran 2 Lembar Validasi Alat Ukur...151 Lampiran 2 Skla Try Out...168 Lampiran 3 Skala Penelitian...177 Lampiran 5 Tabulasi Data Try Out...188 Lampiran 6 Hasil Validitas Item...191 Lampiran 7 Tabulasi Data Penelitian ...195 Lampiran 8 Output SPSS...203 Lampiran 9 Output Hasil Uji Korelasi Antar Aspek ...211 Lampiran 10 Surat Izin Penelitian ...213 Lampiran 11 Biografi Penulis...217

(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Guru Bimbingan dan Konseling (BK) memiliki peran penting dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Peran guru BK diantaranya memberi motivasi kepada siswa, agar siswa dapat bersemangat dalam belajar dan mampu mengembangkan potensi yang dimiliki. Dengan demikian, siswa dapat meraih prestasi dibidang akademik maupun non akademik bahkan, mampu mencapai tahap kemandirian dalam kehidupannya.

Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Nomor 6 merujuk pada bahwa “Konselor adalah pendidik”

dilingkungan sekolah, guru BK seorang konselor yang memiliki peran penting dalam membantu siswa untuk menjalani proses tahap perkembangan yang dilaluinya.

Menjalani peran sebagai guru BK bukanlah hal yang sederhana, karena guru BK harus memikirkan dampak jangka panjang dari setiap layanan yang diberikan kepada para siswa yang bahkan jumlahnya melebihi standar yang telah ditentukan, selain itu guru BK juga harus menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi, baik itu dengan rekan kerja, pimpinan, bahkan wali murid.

(25)

2

Secara khusus, tercantum dalam peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 111 Tahun 2014 Pasal 10 ayat 2, bahwa; guru BK bertanggung jawab untuk membimbing sebanyak 150 siswa dan melaksanakan kewajiban sebagai guru BK, mampu melaksanakan tugas dan pekerjaannya secara optimal serta memiliki wawasan yang luas.

Hal tersebut juga diperjelas dalam Peraturan Pendidikan Nasional peraturan Pendidikan Nasional No. 27, tahun 2008. Menyebutkan Standar Kompetensi seorang konselor, diantaranya: tugas seorang konselor berada dalam lingkup pemberian layanan, yang berfungsi untuk mengembangkan potensi serta kemandirian konseli dalam mengambil sebuah keputusan tujuannya agar konseli dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera, produktif, serta memiliki rasa kepedulian.

Guru BK juga berperan aktif dalam menyelesaikan masalah yang dialami oleh siswa serta mencari jalan keluarnya. Dalam hal ini, guru BK harus mampu memahami kondisi siswa baik secara fisik maupun psikis, serta memberi pelayanan dengan sepenuh hati yang diiringi rasa kasih sayang layaknya seorang konselor sekaligus sebagai guru disekolah.

Layanan yang diberikan oleh guru BK, senantiasa melibatkan keterikatan emosional secara mendalam. Pada dasarnya peran kerja yang membutuhkan banyak keterlibatan emosional rentan mengalami stres dalam bekerja. Jika kondisi stres ini diabaikan dapat berakibat pada

(26)

3 munculnya burnout dalam bekerja.

Schaufeli dkk (2009) menyatakan bahwa, burnout rentan terjadi pada pekerja yang memiliki intensitas cukup tinggi dalam berinteraksi dan melibatkan banyak orang dalam pekerjaannya. Hal ini sangat mempengaruhi kinerja seseorang.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Cooper dan Cartwright, 1994) menunjukkan bahwa mendidik siswa adalah salah satu pekerjaan yang termasuk dalam kategori “Very Stressfull Job”. Pekerjaan yang penuh tekanan, apabila dialami secara terus menerus akan mengakibatkan munculnya burnout pada guru.

Burnout itu sendiri merupakan ketidakmampuan seorang dalam bekerja dengan efektif yang diakibatkan dari besarnya beban pekerjaan atau tekanan kerja yang dialami secara berlebihan. (Freudenberger dalam Rafiah, 2010).

Gunduz (2012) juga menjelaskan bahwa konselor merupakan profesi yang berpeluang menimbulkan kejenuhan. Karena, seorang konselor akan terus berhadapan dengan orang-orang yang kondisi emosionalnya tidak stabil dan seorang konselor memiliki tuntutan untuk dapat berempati, serta bersikap profesional dalam memberikan pelayanan.

Pelayanan yang dilakukan oleh guru BK, dapat di selenggarakan pada dua tempat, yaitu; di dalam kelas dan di luar kelas. Layanan

(27)

4

bimbingan di dalam kelas meliputi aspek perkembangan pribadi, sosial, belajar dan perkembangan karir.

Layanan bimbingan dan konseling dalam kelas bukan memberikan materi berupa mata pelajaran. Akan tetapi, kebutuhan memberikan layanan bagi peserta didik yang bersifat pencegahan, perbaikan, penyembuhan dan pemeliharaan secara klasikal. Sedangkan layanan bimbingan di luar kelas meliputi konseling individual, klasikal, konsultasi, kunjungan ke rumah (home visit) dan lain sebagainya.

Peroses layanan yang dilakukan oleh guru BK tidak hanya sendiri.

Guru BK juga harus berkolaborasi dengan wali kelas, wali murid, guru mata pelajaran, kesiswaan, serta pihak lain terkait dalam pelaksanaan program bimbingan konseling.

Berdasarkan fakta dilapangan, sebagaimana hasil wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 08 Februari 2021 dengan beberapa guru BK di SMAN Pekanbaru, mulai dari menangani siswa yang lebih jumlahnya lebih besar, mendapat pekerjaan yang diluar peran serta fungsinya, sehingga berdampak pada kinerja yang dihasilkan.

Wawancara pertama dilakukan pada subjek a, ia merupakan guru BK SMAN 15 Pekanbaru yang menangani sebanyak 300-an siswa.

Subjek mengakui bahwa ia menerima tuntutan kerja yang tinggi serta tugas tambahan lainnya yang tidak sesuai dengan peran dan fungsi sebagai guru BK. Ia juga diberi tugas tambahan sebagai guru mata

(28)

5 pelajaran tertentu.

Kondisi tersebut membuat ia menjadi tertekan hingga timbulnya rasa jenuh bahkan bersikap abai terhadap pekerjaan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu; penilain guru terhadap kinerja guru BK, yang menganggap bahwa guru BK tidak ada kinerja. sehingga membuat subjek semakin kesal, tidak nyaman dan menarik diri dari lingkungan pekerjaan.

Wawancara kedua, pada subjek b, ia merupakan guru BK SMAN 11 Pekanbaru yang menangani sebanyak 250-an siswa. Subjek mengakui bahwa ia mengalami kendala dalam memberikan layanan bagi siswa yang mendapat kesulitan dalam belajar, terutama disaat belajar dengan sistem daring.

Setelah diterapkan sistem daring, banyak siswa yang mengalami penurunan pada motivasi, hal tersebut berdampak pada nilai siswa, akibat dari ketidak tuntasan siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, alhasil guru bidang studi tersebut tidak memberikan nilai (nilai tidak tuntas) kepada siswa yang tidak tuntas dalam mengerjakan tugas.

Berdasarkan hasil dari konseling yang dilakukan oleh subjek, beberapa siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi banyak juga siswa yang tidak mengerjakan tugas sesuai dengan dispensasi yang telah diberikan, sebelumnya subjek sudah yakin bahwa siswa tersebut akan melakukan perbaikan, namun yang terjadi tidaklah sesuai dengan

(29)

6 harapan.

Secara umum, wali kelas memiliki fungsi dan peran dalam mengidentifikasi antara siswa yang benar-benar membutuhkan layanan konseling dengan siswa yang masih bisa ditangani oleh wali kelas secara langsung. Akan tetapi, justru permasalahan sederhana yang pada umumnya masih bisa diselesaikan oleh wali kelas, justru langsung diserahkan kepada guru BK dengan harapan ada perubahan pada siswa secara cepat dan signifikan.

Mulai muncul perasaan gagal dalam diri subjek, karena upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan.

Dimana, siswa yang bersangkutan masih saja melakukan kesalahan secara berulang. Ditambah dengan tuntutan guru yang sangat tinggi terhadap perubahan siswa.

Wawancara ketiga pada subjek c, ia merupakan guru BK SMAN 6. Subjek menjelaskan kondisi awal menjadi guru BK ditempat kerjanya saat ini, ia melihat dari segi administrasi sangat kacau, subjekpun mulai mengelola administrasi konseling sehingga tertata dengan rapi, yang dimulai dari tahap pengelompokan berkas sampai pembuatan prosedur pelaksanaan konseling yang terstruktur dengan baik. Sehingga, pelaksanaan konseling dapat dilakukan dengan benar.

Terdapat 2 guru BK ditempat subjek bekerja dengan jumlah siswa 1200-an, kondisi tersebut membuat guru BK menjadi lebih ekstra untuk

(30)

7

mendapat hasil yang optimal. Bahkan, pada saat pendaftaran jenjang perkuliahan guru BK hanya terfokus pada kelas 3, massa tertentu fokus pada persoalan nilai, dan massa tertentu pula terfokus pada persoalan siswa berdasarkan tingkat urgensi kasus yang dialami siswa.

Subjek telah mengajukan secara berulang kepada pihak pimpinan untuk mengajukan penambahan kuota guru BK, akan tetapi, pengajuan tersebut belum juga terealisasikan. Pada suatu massa subjek juga ingin mengajukan diri untuk pindah, namun pimpinan tidak mengizinkan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya jumlah guru BK yang sangat terbatas.

Subjek merupakan guru BK yang berprestasi, diantaranya; ia sering menjadi pemateri seminar dibeberapa acara, menjadi seorang penulis dan namanya pun dinobatkan sebagai kategori penulis terbaik di Provinsi Riau, ia juga pernah mengadakan pelatihan menjadi penulis ditempat kerjanya, sekaligus mengajak rekan kerja (semua guru) untuk menulis buku, alhasil buku tersebut sudah banyak yang terbit.

Berbagai prestasi yang telah diraih oleh subjek namun, tak satupun dinilai baik oleh pimpinan, justru ia mendapat beban tambahan yang diluar peran dan tanggungjawab sebagai guru BK bahkan diberi imbalan yang tidak sesuai dengan kinerja yang dihasilkan.

Pada saat mulai muncul titik jenuh, kinerja subjekpun mulai menurun, bahkan ada perasaan tidak perduli dengan pekerjaannya, ia

(31)

8

mengakui bahwa pimpinan tak sekalipun mengucapkan terimakasih atas kinerjanya. Ketika subjek melakukan kesalahan, pimpinan justru menegurnya langsung didepan siswa, hingga membuat subjek merasa image-nya sebagai guru menjadi buruk.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa subjek, dapat dikatakan bahwa guru BK SMA Negeri di Pekanbaru mengalami burnout, hal ini dapat dilihat berdasarkan kondisi guru BK yang mengalami kejenuhan akibat dari kelelahan secara fisik, emosional dan mental dalam bekerja sehingga munculnya perasaan gagal dalam bekerja serta terjadinya depersonalisasi. Faktanya, pada kondisi nyata pekerjaan sebagai guru BK tidak mendapat imbalan sesuai dengan layanan yang diberikan dan juga harapan. Togia, (2005)

Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Habibah (2019) menunjukkan bahwa sebanyak 35,83% guru BK SMA Negeri di Pekanbaru mengalami kondisi burnout. Hal ini ditandai dengan adanya:

kelelahan secara fisik dan emosional, munculnya sikap menarik diri dari pekerjaan dan lingkungan sekitar, memiliki perasaan yang sangat sensitif, serta berpandangan negatif terhadap orang lain.

Bakhtiar dkk (2018) juga menemukan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terjadinya burnout pada guru BK di Provinsi Riau, hal ini dapat dilihat pada hasil wawancara yang menunjukkan bahwasanya guru BK mengalami kejenuhan, yang terlihat dari

(32)

9

kepasrahan dan perasaan tidak mampu dalam menjalankan tugasnya sebagai guru BK.

Burnout merupakan istilah psikologi yang memberikan gambaran pada perasaan gagal dan lesu, akibat dari tuntutan yang membebani energi dan kemampuan seseorang. Istilah ini pertama kali diciptakan oleh Freudenberger pada tahun 1997 ia melakukan penelitian terhadap pekerja sosial yang mengalami penurunan terhadap kinerjanya. Konselor merupakan salah satu bagian pekerjaan sosial, dalam pekerjaannya konselor membantu dalam peroses pemecahan masalah .

Kessler (1990) menyatakan bahwa konselor di sekolah lebih rentan terhadap burnout karena tingkat stres kerja yang disebabkan oleh ambiguitas peran, persyaratan pekerjaan yang berbeda, konflik peran, serta jumlah siswa yang begitu besar sehingga kurangnya pengawasan.

Diperkirakan 10-20% seorang konselor sekolah tidak senang dengan pekerjaan mereka yang membuat mereka cenderung mengalami burnout.

(Wilkerson & Bellini, 2006).

Cherniss (1980) mengungkapkan, terdapat empat alasan mengapa burnout memerlukan perhatian khusus. Pertama, mempengaruhi moral kerja dan kesejahteraan psikologis. Kedua, mempengaruhi kualitas pelayanan dan perawatan yang diberikan kepada klien. Ketiga, memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap keberfungsian lembaga tersebut.

Keempat, konselor dituntut untuk mengatasi permasalahan klien dan

(33)

10

meningkatkan kesejahteraan psikologis klien, namun jarang mempertimbangkan kondisi psikologis sendiri sebagai konselor pada saat itu.

Dapat dilihat bahwa dampak yang dimunculkan dari gejala burnout, menjadi perhatian khusus karena hal ini merupakan permasalahan yang sangat serius dan situasi ini dapat menghambat keberhasilan seorang konselor dalam memberikan pelayanan, sehingga dapat merugikan siswa sebagai penerima layanan konseling di sekolah.

Burnout juga akan berdampak pada pekerjaan dan sekolah tempat guru BK bekerja. Munculnya perasaan rendah diri, perasaan gagal dalam menangani sebuah persoalan, jenuh dengan tugas yang tak kunjung usai, ditambah lagi dengan kesan yang buruk membuat guru BK menjadi tidak nyaman dan menarik diri dari lingkungan kerjanya sehingga mempengaruhi kinerja guru BK.

Sebagaimana penjelasan Leiter & Maslach (1997) penyebab terjadinya burnout: pertama Work overload, adanya ketidaksesuaian antara pekerja dengan beban kerja. Kedua Dealing with Conflict Values, melakukan suatu pekerjaan diluar dari nilai mereka atau peran sebagai konselor. Ketiga Lack of Work Control, sebuah aturan yang terkadang membatasi seseorang berinovasi dalam bekerja. Keempat Reward for work Kurangnya apresiasi dari lingkungan kerja. Kelima Treated Fairly, yakni muncul perasaaan diperlakukan secara tidak adil. Keenam Breakdown in Community dimana, seseorang yang kurang memiliki rasa

(34)

11

keterikatan (belongingness) terhadap lingkungan kerjanya.

Kurangnya keterikatan dalam bekerja dan memunculkan perilaku berupa menarik diri dari lingkungan kerja akibat dari burnout, memerlukan adanya peran dari work engagement yang tinggi. Smulders, (dalam Schaufeli, 2011). Secara umum burnout ditandai dengan kelelahan emosional, depersonalisasi (menarik diri), dan menurunnya pencapaiaan pribadi. (Maslach dan Jackson, 1981).

Work engagement didefinisikan sebagai keadaan mental yang positif, terkait dengan pekerjaan, dan pemenuhan diri yang menunjukkan karakteristik antusiasme, dedikasi, dan penyerapan (Schaufeli et al., 2006). Vigor adalah energi yang tinggi serta mental yang tangguh dalam proses bekerja, berani berjuang untuk menyelesaikan pekerjaan dan terus- menerus menghadapi kesulitan di tempat kerja. Dedication berarti sangat terlibat dalam tugas dan mengalami perasaan makna, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Sedangkan absorption bermaknakan sebuah kondisi dimana individu selalu fokus dan serius dalam bekerja.

Orang merasa bahwa ketika mereka bekerja, waktu terasa berjalan terlalu cepat dan sulit untuk berhenti dari pekerjaan.

Berdasarkan studi terdahulu, telah membuktikan bahwa work engagement memiliki efek positif pada kinerja. Salah satu bentuk buktinya ialah, guru yang memiliki kertikatan positif ia akan bekerja dengan penuh semangat dan merasakan hubungan yang mendalam

(35)

12

dengan organisasi tempat mereka bekerja. Mereka mulai berinovasi dan ikut terlibat dalam organisasi untuk lebih maju (Truss dkk, 2008).

Guru BK yang memiliki kertikatan positif terhadap pekerjaannya dapat membantu untuk memulihkan kinerja dalam melakukan peroses layanan setelah menghadapi beberapa kesulitan, ia mampu terlibat secara aktif, senantiasa berusaha dalam mencari solusi agar dapat memberikan layanan konseling dengan baik (Robertson, dalam Permatasari, 2011).

Selain work engagement, faktor lain penyebab munculnya burnout adalah kondisi psikologis, kondisi lingkungan kerja yang kurang baik, harapan tidak sesuai dengan apa yang diberikan oleh institusi/lembaga terhadap guru, serta adanya persaingan yang kurang sehat antara sesama guru sebagai rekan kerja. Hal tersebut dapat mengakibatkan munculnya burnout dalam diri seseorang. (Sihotang, 2004).

Gustaffson, dkk (2010) menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang memiliki hubungan dengan burnout adalah harapan. Snyder

& Lopez menyatakan bahwa harapan merupakan salah satu kekuatan individu (personal strength) yang mampu menunjang performance seseorang. Lebih lanjut Snyder, dkk (2002), menyatakan bahwa harapan adalah proses berpikir tentang suatu tujuan.

Sebagaimana hasil penelitian McCarter (2007) menunjukkan bahwa rendahnya harapan dalam diri seseorang akan meningkatkan

(36)

13

resiko terjadinya burnout. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa harapan memiliki fungsi sebagai pencegah dampak merugikan dari gejala burnout yakni, berupa kelelahan (exhaustion) dan disengagement terhadap suatu pekerjaan (Yavas, dkk, 2015)

Gustaffson, dkk (2010) juga membuktikan bahwa harapan memiliki hubungan negatif terhadap burnout. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa agency thinking (salah satu komponen harapan) yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap semua dimensi burnout.

Hasil dari penelitian Aufa (2014) berjudul upaya preventif guru BK terhadap terjadinya Burnout pada guru BK di MTsN Yogyakarta.

Penelitian ini, menghasilkan upaya untuk mencegah terjadinya burnout.

Diantaranya senantiasa memiliki harapan. Sikap selalu ada harapan menjadi upaya preventif guru Bimbingan dan Konseling agar tidak terjadi burnout.

Berdasarkan beberapa pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi guru BK yang mengalami gejala burnout akibat mengalami kelelahan secara fisik, emosional dan mental. Hal ini, dipengaruhi adanya harapan yang dimiliki oleh individu terhadap perannya dalam bekerja, dan disertai dengan adanya work angagement yang baik maka burnout yang dialami akan berkurang.

Dengan demikian penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara work engagemant dan harapan terhadap burnout pada guru BK (Bimbingan Konseling) SMA di Pekanbaru.

(37)

14 B. Masalah Penelitian

1. Identifikasi Masalah

1. Adanya tuntutan pekerjaan yang tinggi bahkan diluar tupokasi sebagai guru BK, sehingga kehilangan motivasi serta mengalami kejenuhan.

2. Adanya reaksi emosional yang berlebihan sehingga mengganggu konsentrasi dalam bekerja.

3. Guru BK tidak memiliki keterikatan positif terhadap pekerjaannya.

4. Menurunnya tingkat kepercayaan diri pada guru BK

5. Menurunnya motivasi yang menimbulkan kejenuhan dalam bekerja secara terus menerus sehingga berdampak pada pekerjaan yang tidak maksimal.

2. Pembatasan Masalah

1. Hubungan work engagement dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

2. Hubungan harapan dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

3. Hubungan work engagement dan harapan dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

3. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan work engagement dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

(38)

15

2. Apakah ada hubungan harapan dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

3. Apakah ada hubungan work engagement dan harapan dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan work engagement dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

2. Mengetahui hubungan harapan dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru.

3. Mengetahui hubungan work engagement dan harapan dengan burnout pada guru BK di SMA Negeri Pekanbaru

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada pengembangan ilmu psikologi sesuai dengan masalah yang diteliti, yaitu hubungan antara work engagement dan harapan dengan burnout pada guru BK SMA Negeri di Pekanbaru.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan, antara lain:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai work engagement dan harapan dengan burnout pada guru BK SMA Negeri di Pekanbaru

(39)

16

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti, berupa kesempatan dalam menambah wawasan, pengetahuan dibidang psikologi khususnya mengenai kondisi burnout pada guru BK serta memperoleh alternatif yang sesuai dalam mengatasi burnout.

c. Hasi penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu landasan/dasar oleh pihak fakultas psikologi dalam melakukan pengembangan intervensi untuk mencegah munculnya burnout d. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi

penelitian berikutnya, dan bagi Praktisi Psikologi khususnya pengetahuan mengenai work engagement dan harapan dengan burnout pada guru BK SMA Negeri di Pekanbaru

(40)

17 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Burnout

a. Pengertian Burnout

Burnout merupakan istilah psikologis yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kelelahan kerja. Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout adalah Herbert Freudenberger, dalam bukunya, Burnout: The High Cost of High Achievement pada tahun 1974, memberikan ilustrasi tentang apa yang dirasakan seseorang yang mengalami sindrom tersebut seperti gedung yang terbakar habis (burned-out).

Definisi burnout secara umum ialah burnout ditandai dengan kelelahan emosional, depersonalisasi, dan menurunnya pencapaian pribadi. (Maslach dan Jackson, 1981). Seringkali terjadi ambiguitas antara beberapa istilah, seperti; depresi, kebosanan, stres terkait pekerjaan, dll. Yang mengakibatkan munculnya kebingungan terminologis yang membuat seseorang kesulitan dalam membedakan apa yang bisa dan tidak terkait dengan burnout.

(41)

18

Awalnya para ahli berfokus pada aspek praktis, mendorong konseptualisasi istilah pada satu sisi dan hal ini menjadi kesulitan para ahli dalam menetapkan definisi dari burnout yang lebih tepat (Maslach dan Schaufeli 1993).

Konsep burnout pertama kali dibentuk pada tahun 1974 oleh Freudenberger, ia menggambarkan burnout sebagai perasaan gagal, akibat tuntutan kerja yang berlebihan sehingga menguras banyak energi, personal resource, serta kekuatan spiritual pada pekerja.

Freudenberger dan Richelson (1980) mendefinisikan burnout sebagai perasaan gagal atau frustasi yang disebabkan oleh tuntutan kerja yang melebihi batas energi, imbalan yang tidak sesuai dengan hope (harapan), serta kegagalan dalam membangun sebuah hubungan dengan rekan kerja, sehingga mengalami penurunan pada komitmen dan efektivitas ditempat kerja.

Burnout berasal dari kesenjangan antara apa yang dianggap subjek sebagai ideal dengan realitas lingkungan kerja.

Menurut Freudenberger (1974) hal ini mengacu pada individu yang larut dengan emosinya, sehingga menimbulkan sikap negatif dan sinis. Burnout berkembang ketika orang memiliki gambaran ideal tentang diri mereka sendiri sebagai individu yang dinamis dan karismatik (Fernández et al., 2006).

(42)

19

Muncul sebuah kesepakatan para ahli, bahwa lingkungan kerja adalah sumber dari gejala burnout (Maslach dan Leiter, 1997). Meskipun benar bahwa kesenjangan antara harapan profesional dengan kenyataan pekerjaan sehari-hari selalu menjadi sumber kelelahan, maka harapan dengan kenyataan tidak sama dengan masa lalu. Misalnya, karya dan nilai tahun 1970-an tidak sama dengan sekarang.

Kesuksesan profesional tidak lagi menjadi subjek representasi yang sama. Pencarian status sosial, uang, kebutuhan sederhana untuk mencari pekerjaan dan mempertahankannya, telah menjadi prioritas saat ini. Mc Neese-Smith dan Crook (2003) menemukan bahwa sekelompok perawat dengan sedikit pengalaman profesional memberi nilai lebih besar pada aspek ekonomi daripada mereka yang telah menekuni profesi lebih lama.

Pines dan Kafry (1978) juga mendefinisikan burnout sebagai kondisi kelelahan mental, fisik dan emosional. Dale (1979) menganggap kelelahan sebagai konsekuensi dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan dan memiliki intensitas serta durasi yang bervariasi. Pines dan Aronson (1988) mengklaim hal tersebut tidak terbatas pada mereka yang bekerja dalam memberikan sebuah pelayanan. Mereka percaya bahwa keadaan kelelahan mental, fisik, dan emosional ini

(43)

20

disebabkan oleh keterlibatan kronis yang berlebihan dalam situasi tertekan serta adanya tuntutan secara emosional.

Gil-Monte dan Peiró (1997) mendefinisikan burnout sebagai respon terhadap stress tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh pekerjaan dimana adanya sikap dan perasaan yang negatif terhadap individu yang menerima pelayanan tersebut.

Pines (1993) meyakini bahwa burnout adalah ketidakmampuan seseorang dalam memahami pekerjaan yang ia lakukan (Gomero, Palomino, Ruiz dan Llapyesán, 2005).

Pines (1993) menyebutkan, agar subjek menjadi lebih semangat, hal yang harus dilakukan ialah; memiliki komitmen yang tinggi dan memiliki rasa keterlibatan di tempat kerja.

Penyebab lain yang memunculkan burnout, terletak pada kebutuhan kita sebagai manusia untuk berpikir bahwa hidup kita dan segala sesuatu yang kita lakukan merupakan hal yang penting. Setiap orang memiliki penilaian tersendiri terhadap profesi tertentu. Setiap pekerjaan, terdapat rekan kerja yang memiliki peran dalam memberi penghargaan atas pencapaian yang dicapai oleh rekan kerjanya. Adanya sifat ketidakpedulian akan usaha dan kerja keras yang telah dilakukan oleh oranglain, akan menyebabkan munculnya burnout.

(44)

21

Menurut Cherniss (1980) burnout muncul melalui sebuah proses dimana seseorang yang profesional dan berkomitmen dalam pekerjaannya, namun dikarenakan faktor tekanan kerja yang terlalu tinggi membuat seseorang tersebut mengalami stress, lalu ia memilih untuk menarik diri dari pekerjaannya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Freudenberger (1974), yang melihat burnout sebagai “gangguan daya juang”

karakteristik individu menjadi faktor penentu dalam munculnya fenomena burnout. Subjek yang memiliki harapan tinggi dan kecenderungan profesional terhadap suatu pekerjaan akan menghasilkan beban kerja yang lebih besar, hal tersebut kemungkinan besar akan membuat subjek mengalami burnout.

Hasil penelitian Silvar (2001) menemukan bahwa kecenderungan bosan dengan segala faktor penyebabnya terjadi di lingkungan kerja maupun dalam kegiatan pembelajaran. Kejenuhan pembelajaran muncul dari pengulangan proses pembelajaran yang tidak mengarah pada pencapaian atau hasil yang memuaskan sehingga individu kelelahan secara fisik dan psikis.

Chaplin, 1995 juga menjelaskan burnout melanda individu disaat mereka kehilangan motivasi dan mengkonsolidasikan satu tingkat keterampilan tertentu sebelum individu tersebut mencapai tingkat keterampilan berikutnya.

(45)

22

Selain itu, kebosanan juga dapat terjadi karena proses bekerja yang telah mencapai batas kemampuan fisiknya sehingga menimbulkan kejenuhan (boring) dan kelelahan. Kurangnya apresiasi dari lingkungan kerja dan banyaknya pekerjaan biasanya menjadi salahsatu faktor kebosanan.

Seiring berjalannya waktu motivasi seseorang akan semakin menurun akibat dari situasi yang membosankan.

Sehingga, ia tidak dapat maksimal dalam melaksanakan pekerjaannya. Hal ini, dapat memunculkan stres pada seseorang secara terus-menerus sehingga tidak dapat dikelola dengan baik.

Menurut (Atkinson, 2010) stres merupakan reaksi emosional akibat gangguan kognitif yang parah saat menghadapi stressor yang serius, sehingga mempengaruhi konsentrasi dan pola pikir seseorang. Cherniss (1980) menjelaskan "burnout adalah istilah psikologis yang mengalami kelelahan jangka panjang dan minat yang berkurang". burnout terjadi karena proses dan intensitas respons stres yang lama serta mengakibatkan kelelahan mental dan emosional.

Pines & Aronson (Silvar, 2001) juga menjelaskan"

burnout dapat didefinisikan sebagai keadaan kelelahan fisik,

(46)

23

emosional dan mental yang dihasilkan dari keterlibatan jangka panjang dengan orang-orang dalam situasi yang menuntut secara emosional". burnout terjadi karena proses dan intensitas respons stres yang lama yang mengakibatkan kelelahan mental dan emosional.

Definisi burnout, selalu ditekankan pada harapan subjek, konsep keadilan mereka, dan kualitas hubungan interpersonal.

Burnout merupakan hasil dari harapan yang tidak terpenuhi serta menghasilkan demotivasi, hal ini membuat subjek berperilaku seperti robot. Tingkat burnout yang berbeda dapat mengubah efikasi diri, komitmen, keadilan, dan kontrol hubungan interpersonal. Fenomena ini disebut juga dengan

"jerami yang mematahkan punggung unta" ini terjadi baik dalam struktur pribadi maupun organisasi.

Harapan yang tidak terpenuhi akan menyebabkan subjek menjadi kurang berkomitmen, sebaliknya memilih perilaku robotik tertentu yang akan merusak efikasi diri dan rasa keadilan mereka, baik itu di tempat kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Pines (1993) juga mengembangkan model yang sama tetapi ia menggabungkan gagasan bahwa dengan adanya upaya individu untuk membuat sebuah makna eksistensial dalam

(47)

24

bekerja justru akan mengalami burnout. Dengan demikian burnout akan berkembang pada subjek yang sangat termotivasi oleh pekerjaan mereka dan sangat diidentifikasi dengan pekerjaan mereka ketika mereka gagal mencapai tujuan mereka, harapan yang tidak sesuai sehingga mereka frustasi dan merasa bahwa tidak mungkin untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kehidupan.

Burnout juga terjadi sebagai respon terhadap banyak tuntutan tinggi sehingga individu menjadi stres dan tidak mampu mengelola tuntutan tersebut. Cherniss (1980) menjelaskan bahwa dinamika burnout dimulai dengan tuntutan dan harapan masyarakat terhadap individu. Hal ini menunjukkan bahwa kebosanan mengajar diawali dengan munculnya stres akibat tuntutan baik dari diri sendiri, pimpinan, aturan maupun masyarakat.

Dampak yang terjadi pada guru mengalami kelelahan emosional (emosional exhaustion), sinisme dalam mengajar (sinisme), dan rasa percaya diri yang berkurang. Leiter (1991), menyatakan bahwa subjek yang menderita burnout tidak memiliki jadwal tetap, menerima upah rendah, memiliki tuntutan yang tinggi dan bekerja di lingkungan yang tidak menguntungkan. Hallsten (1993) mengungkapkan bahwa burnout terjadi ketika adanya peran aktif individu yang

(48)

25

menjelaskan situasi terancam atau terganggu tanpa memiliki alternatif yang tepat.

Leiter dan Schaufeli (1996) menganggap bahwa burnout berkaitan dengan pekerjaan apa pun di mana orang secara psikologis terlibat dalam pekerjaan itu. Pendapat ini berdasarkan pemikiran bahwa, burnout merupakan krisis dalam hubungan, baik itu antara subjek dan pekerjaannya maupun dengan rekan kerja.

Dalam perspektif islam, burnout dikenal dengan istilah futur. Futur merupakan salahsatu penyakit hati (rohani) yang berdampak pada timbulnya rasa malas, bekerja mulai lambat serta memiliki sikap terlalu santai dalam melakukan suatu amaliah atau pekerjaan yang awalnya pernah dilakukan dengan penuh semangat dan menggebu-gebu berubah menjadi rasa malas.

Dalam hadits juga membahas terkait kejenuhan, hadits ini bukan sekedar relevan, namun juga menunjukkan bukti ketinggian ajaran islam. Sebagaimana Rasulullah SAW menyebutkan tentang kejenuhan dan memberikan tata cara yang lurus.

Menceritakan pada kami Rauh, menceritakan pada kami Syu‟bah, mengabarkan kepadaku Husain, aku mendengar dari

(49)

26

mujahid dari Abdullah bin Amr berkata: Rasulullah SAW, bersabda: “Sesungguhnya yang setiap masa amal itu ada jenuhnya (futur) maka barang siapa yang jenuhnya membawa kearah sunnah, maka dia mendapat petunjuk. Namun barang siapa jenuhnya membawa kearah selain itu (selain sunnah Nabi Saw), maka dia binasa”

Dari hadis diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap kegiatan atau aktivitas yang kita lakukan pasti ada masa giatnya dan masa jenuhnya. Begitu juga dengan belajar yang giat, terus menerus dan berulang-ulang tanpa mengalami perubahan tentunya akan membuat seorang siswa menjadi malas, bosan, tertekan, jenuh, dan sebagainya.

b. Aspek-aspek burnout

Maslach (2001) mendefinisikan konsep burnout terdiri dari tiga dimensi, diantaranya; kelelahan emosional, depersonalisasi, dan Ineffectiveness:

1. Kelelahan emosional mengacu pada kondisi stress yang melibatkan fisik dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari intensitas dalam berinteraksi yang dilakukan secara terus- menerus antara pekerja dengan klien. Hal ini ditandai dengan perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan dan merasa terjebak, sehingga mudah tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas;

(50)

27

2. Depersonalisasi diwujudkan dalam bentuk sikap negatif yang berkaitan dengan pekerjaan sehingga terjadinya peningkatan iritabilitas dan hilangnya motivasi. Depersonalisasi pada akhirnya dapat mengakibatkan stigmatisasi dan celaan. Hal ini ditandai dengan sikap individu yang menjauh dari lingkungan sosial, apatis, tidak peduli terhadap lingkungan dan orang- orang yang ada di sekitarnya. Depersonalisasi dapat menyebabkan kebingungan karena mengacu pada keadaan psikologis, dimana adanya ekspresi perasaan yang mengganggu dalam diri yang mendominasi seseorang.

3. Ineffectiveness merupakan keadaan dimana seseorang mengalami penurunan terhadap sense of accomplishment atau tidak ada lagi memiliki motivasi untuk berprestasi. Rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, individu tidak pernah merasa puas dengan hasil karyanya sendiri, merasa tidak pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Berkurangnya pencapaian pribadi dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dalam pencapaian dan adanya konsep diri yang negatif, merupakan manifestasi dari situasi yang tidak memuaskan.

Sedangkan Pines dan Aronson mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek dari burnout yakni:

1. Kelelahan fisik, yaitu kelelahan yang terkait dengan fisik dan

(51)

28

energi fisik. Sakit fisik seperti sakit kepala, demam, sakit punggung, rentan terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu, sering terkena flu, susah tidur, mual-mual, gelisah, dan perubahan kebiasaan makan. Sementara energi fisik dicirikan sebagai energi yang rendah, rasa lelah yang kronis, dan lemas;

2. Kelelahan emosi adalah kelelahan yang berhubungan dengan perasaan pribadi seperti, putus asa, mudah tersinggung, tidak peduli pada tujuan, depresi, dan tidak berdaya;

3. Kelelahan mental adalah menyangkut rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi. Cirinya merasa tidak berharga, tidak cakap, tidak kompeten, dan tidak puas terhadap pekerjaan.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa ketiga pendapat di atas memiliki kemiripan pandangan, sehingga dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi dari burnout dapat dibagi menjadi 5 aspek, meliputi: kelelahan fisik, kelelahan mental, kelelahan emosional, depersonalisasi, dan rendahnya penghargaan terhadap diri.

(52)

29

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi burnout

Faktor yang mempengaruhi burnout menurut Maslach (Puspitasari & Handayani, 2014) yaitu:

1. Faktor individu, meliputi karakteristik individu, sikap terhadap pekerjaan dan karakteristik kepribadian

2. Faktor situasional, meliputi jenis pekerjaan, karakteristik pekerjaan, karakteristik pekerjaan dan karakteristik organisasi.

Sebagaimana, kondisi individu yang memiliki perasaan gagal atau frustasi yang disebabkan oleh tuntutan kerja yang melebihi batas energi, imbalan yang tidak sesuai dengan hope (harapan), serta kegagalan dalam membangun sebuah hubungan dengan rekan kerja, sehingga mengalami penurunan pada komitmen dan efektivitas ditempat kerja.

d. Faktor Pendukung Terciptanya Burnout

Faktor-faktor pendukung terciptanya kondisi burnout di lingkungan kerja tempat terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima pelayanan yang menyebabkan kelelahan secara fisik (depletion) (Maslach, 1982). faktor-faktor individu yang ada pada pemberi pelayanan yang turut memberikan kontribusi terhadap timbulnya burnout. Dengan demikian timbulnya burnout tidak semata karena stres namun disebabkan oleh adanya: a. Karakteristik individu, b. Lingkungan kerja, dan c.

(53)

30

Keterlibatan emosional dengan penerima pelayanan.

a. Karakteristik Individu

Sumber dari dalam diri individu yang memberi kontribusi atas timbulnya burnout dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor demografik dan faktor kepribadian (Caputo,1991;

Farber,1991; dan Maslach,1982).

b. Lingkungan Kerja

Beban kerja atau overload yang berlebihan dapat menyebabkan pemberi pelayanan merasakan adanya ketegangan emosional saat melayani klien. Hal ini dapat memberikan dorongan bagi pemberi pelayanan untuk menarik diri secara psikologis dan menghindari untuk terlibat dengan klien (Maslach, 1982).

c. Keterlibatan Emosional dengan Penerima Pelayanan

Pemberi dan penerima pelayanan turut membentuk dan mengarahkan terjadinya hubungan yang melibatkan emosional, sehingga secara tidak disengaja dapat menyebabkan terjadinya tekanan emosional karena keterlibatan antar mereka yang bisa memberikan penguatan positif serta kepuasan bagi kedua belah pihak, atau sebaliknya (Freudenberger, 1974)

(54)

31

Faktor terpenting yang memiliki hubungan dengan burnout ialah harapan. Harapan memiliki pengaruh yang signifikan dengan semua dimensi burnout. (Gustaffson, 2010).

Sebagaimana hasil penelitian oleh Aufa (2014) tentang upaya untuk mencegah terjadinya burnout, diantaranya ialah harapan, yang menjadi upaya preventif bagi guru BK agar tidak mengalami burnout.

Gracia dkk (2013) berpendapat bahwa harapan yang tinggi disebabkan oleh sosialisasi antisipatif yang buruk, dapat menghalangi subjek untuk melakukan penyesuaian dengan apa yang diharapkan juga dapat diterima.

Yavas dkk (2015) menyebutkan bahwa harapan berperan dalam meningkatkan engaged serta mencegah efek kerugian dari burnout berupa kelelahan (exhaustion). Pines (1993) menyebutkan, agar subjek menjadi lebih semangat, hal yang harus dilakukan ialah; memiliki komitmen yang tinggi dan memiliki rasa keterlibatan di tempat kerja.

Work engagement memiliki efek positif pada kinerja. guru yang engaged ia akan bekerja dengan penuh semangat dan merasakan hubungan yang mendalam di sebuah organisasi tempat ia bekerja. Mereka mulai berinovasi dan ikut terlibat dalam organisasi untuk lebih maju (Truss dkk, 2008 ).

(55)

32

Faktor lain penyebab munculnya burnout adalah kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang diberikan institusi/lembaga terhadap individu, seperti adanya persaingan yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout pada seseorang (Sihotang, 2004).

Secara umum, guru Bimbingan dan Konseling sering dihadapkan pada kasus dengan klien yang sama. Artinya, terdapat klien yang sudah diberikan bimbingan secara berulang-ulang dengan berbagai perlakuan yang diberikan, akan tetapi tingkah laku dan perbuatannya tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

Dalam menyikapi hal tersebut, perlu adanya upaya tersendiri agar guru Bimbingan dan Konseling tetap dapat bekerja dengan baik. Salahsatu upaya yang dapat dilakukan oleh guru BK adalah dengan senantiasa memiliki harapan dalam setiap proses pekerjaannya.

Dapat dipahami, bahwa burnout yang terjadi pada guru bimbingan konseling, merupakan akibat dari ekspektasi yang tidak terpenuhi yang menimbulkan demotivasi sehingga subjek berperilaku robotik. Tingkat kelelahan yang dialami berbeda-

(56)

33

beda sehingga mengubah efikasi diri, komitmen, keadilan, serta kontrol dalam hubungan interpersonal.

Cherniss (1980) menyatakan bahwa gejala-gejala seseorang mengalami burnout antara lain; terdapat perasaan gagal di dalam diri, cepat marah dan sering kesal, sering merasa bersalah dan menyalahkan, keengganan dan ketidakberdayaan, bersikap negatif dan menarik diri, perasaan capek dan lelah setiap hari, hilangnya perasaan positif terhadap klien, menunda kontak dengan klien dan membatasi telepon dari klien, bersikap sinis dan sering kali menyalahkan klien, sering sulit tidur bahkan sampai menggunakan obat penenang, menghindari diskusi mengenai pekerjaan dengan teman kerja, sering demam dan flu, sakit kepala dan gangguan pencernaan, tidak lues berpikir dan resisten terhadap perubahan, rasa curiga yang berlebihan, paranoid, konflik perkawinan atau keluarga yang berkepanjangan.

2. Work engagement

a. Pengertian Work Engagement

Work engagement merupakan sikap dan perilaku dari tingkat sejauh mana individu dalam bekerja dapat mengekspresikan dirinya secara total baik secara fisik, kognitif, afektif, dan emosional. Individu yang menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan telah menjadi bagian dari

(57)

34

perusahaan tempat ia bekerja, bekerja untuk mencapai visi dan misi keseluruhan sebuah perusahaan. Individu akan bekerja ekstra dan mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang diharapkan baik dalam waktu dan energi.

Work engagement adalah keadaan dimana seseorang mampu berkomitmen dengan tempat kerja baik secara emosional maupun secara intelektual. Work engagement terjadi ketika seseorang merasa bernilai, menikmati dan percaya pada pekerjaan yang mereka lakukan. Work engagement dalam pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota yang melaksanakan peran kerjanya, bekerja dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja.

Khan pada tahun 1990 merupakan orang yang pertama membahas mengenai konsep engagement. work engagement digambarkan sebagai individu yang sepenuhnya terlibat secara fisik, kognitif dan emotional dengan pekerjaannya. Khan memperkenalkan konsep personal engagement dan personal disengagement.

Personal engagement diartikan sebagai keikutsertaan individu terhadap pekerjaannya yang diekspresikan secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja. Sedangkan personal disengagement diartikan sebagai lepasnya

(58)

35

keterlibatan kerja dalam diri individu sehingga membuat individu tersebut menarik diri dan membela diri secara fisik, kognitif dan emosional selama bekerja (Khan, 1990).

Work engagement atau keterikatan kerja merupakan isu terkini yang fokusnya terdapat pada sisi positif sumber daya manusia yang meliputi kekuatan dan kapasitas psikologis seseorang, diukur, dikembangkan, dan diolah secara efektif untuk meningkatkan performa ditempat kerja (Schaufeli, Bakker & Salanova, 2006). Dampak yang diakibatkan dari burnout lainnya ialah, penurunan keterikatan terhadap organisasi dan penurunan produktifitas kerja. Togia, (2005).

Penting bagi guru BK untuk meningkatkan work engagement karena itu merupakan faktor pengakuan dan penghargaan. Tidak adanya pengakuan ataupun penghargaan pada guru BK akan menyebabkan seseorang merasa tidak nyaman. (Saks, 2006).

Menurut Man & Hadi (2015) seseorang dapat meningkatkan work engagement apabila diberikan kompensasi.

Kompensasi itu dapat berupa pemberian kenaikan gaji, pemberian penghargaan, dan insentif. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diketahui bahwa tunjangan profesi akan meningkatkan work engagement pada seseorang.

Referensi

Dokumen terkait

Burnout Pada Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis Dan Jenis Kelamin.. Soderstrom, M.; Dolbier, C.;

Pengertian dan Peraturan Pedagang Kaki Lima (PKL) .... Aspek-aspek kecenderungan perilaku agresif ... Faktor-faktor penyebab munculnya kecenderungan perilaku agresif

Penyebab timbulnya gizi kurang pada anak Balita dapat dilihat beberapa faktor penyebab di antaranya, faktor penyebab langsung yaitu intake zat gizi dari makanan yang kurang

Faktor-faktor Penyebab Munculnya Sikap Permisif Masyarakat Terhadap Prostitusi Liar (Studi deskriptif di RT 01/RW VII lingkungan Gebang Waru Kelurahan

Lingkungan sekolah bisa sebagai faktor penyebab anak melakukan bullying, misalnya guru yang berbuat kasar kepada siswa, guru yang kurang memperhatikan kondisi anak baik dalam

Faktor penyebab yang mempengaruhi kesulitan belajar membaca permulaan pada siswa kelas I di SDN Sungai Lulut 4 Banjarmasin yaitu, faktor fisiologis, psikologis,

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN kECELAKAAN KONDISI TIDAK AMAN PERILAKU TIDAK. AMAN KERJA TIDAK SESUAI SOP

Menurut Sutjipto (dalam M Hanafi, 2012) salah satu faktor kepribadian yang diduga memicu munculnya burnout adalah kemampuan mengelola emosi. Sejauh mana seseorang mampu