• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR. A. Kajian Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR. A. Kajian Pustaka"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Mengenai Strategi

Sedarmayanti (2014:2) mengatakan bahwa strategi adalah “Rencana jangka panjang, diikuti tindakan yang diajukan untuk mencapai tujuan tertentu yang umumnya adalah kemenangan”. Majid (2013:3) menafsirkan strategi sebagai “Suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan”. Sementara itu, menurut Djamarah dan Zain dalam Suryani dan Agung (2012:2) secara umum strategi memiliki arti

“Suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan”.

Selanjutnya Reisman dan Payne dalam Mulyasa (2012:27-28) mengemukakan 9 (sembilan) strategi untuk mendisiplinkan siswa, diantaranya :

a. Konsep diri (self-concept), hal ini bermakna bahwa masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan suatu konsep diri guru diharapkan dapat bersikap hangat, empatik, terbuka, dan menerima.

b. Keterampilan berkomunikasi (communication skill), agar mendorong timbulnya kepatuhan siswa maka guru harus mempunyai keterampilan komunikasi yang efektif.

c. Konsekuensi logis dan alami (natural and logical concequences), guru menunjukkan secara tepat perilaku yang salah seperti apa, dan kemudian memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi perilakunya yang salah tersebut.

d. Klasifikasi nilai (values clarification), dilakukan untuk membantu siswa dalam menjawab pertanyaannya sendiri mengenai nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.

e. Analisis transaksional (transactional analysis), guru disarankan belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan siswa yang sedang menghadapi masalah.

f. Terapi realitas (reality therapy), guru harus dapat bersikap positif dan bertanggung jawab.

g. Disiplin yang terintegrasi (assertive dicipline), untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan perlu menekankan pengendalian penuh oleh guru.

(2)

h. Modifikasi perilaku (behavior modification), perlu menciptakan lingkungan yang kondusif dalam pembelajaran sebagai upaya untuk menghindari perilaku yang salah.

i. Tantangan bagi disiplin (dare to dicipline), para guru diharapkan cekatan, terorganisasi, serta dalam pengendalian yang tegas.

Berdasarkan uraian tersebut, disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu rencana atau pola yang di dalamnya memuat langkah-langkah yang diikuti dengan tindakan untuk melakukan suatu kegiatan dalam usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

2. Tinjauan Mengenai Manajemen Peserta Didik

Salah satu usaha untuk mendukung pembentukan kualitas manusia Indonesia adalah pendidikan. Hal ini dapat terwujud apabila didukung dengan adanya manajemen sekolah yang berkualitas pula. Melalui manajemen sekolah kegiatan sekolah diatur dan diselenggarakan termasuk di dalamnya manajemen peserta didik. Badrudin (2014:23) menjelaskan bahwa manajemen peserta didik merupakan “Penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, sejak peserta didik masuk sekolah sampai keluar sekolah”.

Menurut Mulyono dalam Badrudin (2014:23) manajemen peserta didik adalah “Seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara kontinu terhadap seluruh peserta didik dalam lembaga yang bersangkutan agar proses pembelajaran berjalan efektif dan efisien”. Mustari (2015:114–115) menyebutkan bahwa dalam mengatasi permasalahan peserta didik maka diperlukan pembinaan peserta didik yang di dalamnya memuat nilai, seperti :

a. Peningkatan dalam mutu gizi;

b. Perilaku terpuji dan kehidupan dalam beragama;

c. Penanaman rasa cinta pada tanah air;

d. Kemandirian dan disiplin;

e. Peningkatan mengenai daya analisis, daya cipta, daya kreasi dan prakarsa;

f. Penumbuhan kesadaran tentang hidup bermasyarakat;

g. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

(3)

Selanjutnya menurut Knezevich dalam Imron (2012:6) mengartikan bahwa “Manajemen peserta didik atau pupil personnel administration adalah suatu layanan yang memusatkan perhatian pada pengaturan, pengawasan, dan layanan siswa di kelas dan di luar kelas seperti : pengenalan, pendaftaran, layanan individu seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai siswa matang di sekolah”.

Tujuan dari manajemen peserta didik menurut Mulyasa (2012: 45-46) adalah untuk mengatur barbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan tertib, lancar dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Maka untuk mewujudkannya, bidang manajemen peserta didik/kesiswaan setidaknya mempunyai tiga tugas utama yang harus diperhatikan yaitu :

a. Penerimaan murid baru;

b. Kegiatan kemajuan belajar;

c. Bimbingan dan pembinaan disiplin.

Sementara itu Eka Prihatin dalam Badrudin (2014:28) menyebutkan ruang lingkup manajemen peserta didik, diantaranya :

a. Perencanaan peserta didik;

b. Penerimaan peserta didik;

c. Pengelompokan peserta didik;

d. Kehadiran peserta didik;

e. Pembinaan disiplin peserta didik;

f. Kenaikan kelas peserta didik;

g. Perpindahan peserta didik;

h. Keluluusan dan alumni;

i. Kegiatan ekstrakurikuler;

j. Tata laksana manajemen peserta didik;

k. Peranan kepala sekolah dalam manajemen peserta didik;

l. Mengatur layanan peserta didik.

Berdasarkan berbagai penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam membentuk manusia Indonesia yang berkualitas dapat dilakukan melalui jalur pendidikan, yang dapat terwujud apabila adanya manajemen sekolah yang baik, termasuk di dalamnya manajemen peserta didik. Manjemen peserta didik merupakan penataan dan pengaturan seluruh proses kegiatan

(4)

peserta didik yang direncanakan dan diusahakan dengan sengaja sejak peserta didik masuk hingga keluar sekolah dengan tujuan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Terdapat tiga tugas utama yang harus diperhatikan manajemen peserta didik dalam mewujudkan tujuan di atas diantaranya penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, dan bimbingan serta pembinaan disiplin. Melalui tugas manajemen peserta didik yang salah satunya adalah pembinaan disiplin maka dalam pelaksanaannya dapat dibantu oleh Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) sebagai pelaksana ketertiban dan kedisiplinan di sekolah yang merupakan lini kerja dari Waka Kesiswaan. Tim Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) dengan strategi yang telah direncanakan diharapkan dapat membantu dalam mewujudkan tujuan manajemen peserta didik dari sisi pembinaan disiplin peserta didik.

3. Tinjauan Mengenai Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K)

Di sekolah terdapat unsur yang menunjang keberadaan tata tertib bagi siswa yaitu Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan atau yang lebih dikenal dengan sebutan STP2K. Setiap sekolah tentu mempunyai wakil kepala sekolah yang dibagi menjadi beberapa bidang yaitu bidang kurikulum, sarana dan prasarana, humas, serta kesiswaan. Tim STP2K di sekolah memiliki tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap para siswa yang dilakukan bersama

dengan Waka Kesiswaan. (Sumber :

http://www.forumpendidikan.com/2018/07/program-kerja-stp2k.html diakses pada 27 November 2019).

Selanjutnya dijelaskan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan mengenai tujuan dari pembinaan kesiswaan, diantaranya :

a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas

(5)

b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi

unggulan sesuai bakat dan minat

d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).

Sementara itu dalam pendapat lain STP2K mempunyai tugas dalam pembinaan terhadap siswa selaras dengan tata tertib yang ada di sekolah.

STP2K melaksanakan kegiatan pencegahan, penindakan dan penanggulangan terhadap berbagai macam bentuk pelanggaran tata tertib sekolah, mulai dari pelanggaran dalam penggunaan kelengkapan seragam sekolah, pelanggaran kedisiplinan dalam kegiatan belajar, sampai dengan tingkah laku siswa yang merugikan selama berada di lingkungan sekolah. STP2K merupakan sarana untuk menertibkan setiap pelanggaran dengan bertindak secara tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan harapan dapat menciptakan sekolah yang terdepan dalam semua bidang yang diawali dengan kedisiplinan dan ketertiban. Semua hal itu juga dilakukan guna menciptakan suasana yang kondusif dan lebih baik, menuju sekolah tertib dan teratur dalam semua hal termasuk dalam mematuhi tata tertib di sekolah. (Sumber : http://web.smkn6smg.sch.id/?page_id=6344 diakses pada 16 Januari 2020).

Baysha, Mudjiman, dan Haryanto (2013: 166 -167) menyebutkan bahwa

“Tim STP2K merupakan pelaksana ketertiban dan kedisiplinan di sekolah yang merupakan lini kerja Waka Kesiswaan”. Dan keanggotaan dari STP2K terdiri atas guru dan tenaga kependidikan. (Sumber : https://nusantara.medcom.id/jawa-tengah/peristiwa/VNx330yK-sekolah-di- jepara-sudah-miliki-tim-pencegahan-kekerasan diakses pada 16 Januari 2020).

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) adalah salah satu unsur dari sekolah yang merupakan lini kerja Waka Kesiswaan, dimana

(6)

keanggotaan dari STP2K terdiri dari guru dan tenaga kependidikan. STP2K mempunyai tugas sebagai pelaksana ketertiban dan kedisiplinan serta melaksanakan pembinaan terhadap siswa selaras dengan peraturan dan tata tertib di sekolah dengan beberapa kegiatan seperti kegiatan pencegahan, penindakan dan penanggulangan terhadap berbagai macam pelanggaran tata tertib sekolah, mulai dari pelanggaran dalam penggunaan kelangkapan seragam sekolah, pelanggaran kedisiplinan, hingga tingkah laku, hal ini dilakukan sebagai usaha menciptakan suasana yang kondusif, lebih baik, menuju sekolah yang tertib dan teratur dalam semua hal termasuk dalam mematuhi tata tertib sekolah.

4. Tinjauan Mengenai Karakter

Wynne dalam Mulyasa (2012:3) menjelaskan bahwa karakter bersumber dari Bahasa Yunani, mempunyai arti “to mark” yang bermankna menandai dan memfokuskan pada bagaimana cara untuk menerapkan nilai kebaikan ke dalam sebuah tindakan yang nyata ataupun perilaku sehari-hari. Komalasari dan Saripudin (2018:396) mengutip dari Bohlin yang menjelaskan bahwa:

The word “character” is taken from the Greek charassein meaning “to mark” or “to inscribe upon.” Over time the meaning has evolved into “a distinctive mark or sign,” and from there grew our conception of character as “an individual’s pattern of behavior…his moral constitution.” It is a set of value that leads to a system, which underpins the thoughts, attitudes, and behaviours displayed.

Yang bermakna bahwa kata karakter diambil dari Bahasa Yunani yaitu charassein, yang mempunyai arti untuk menandai, dan seiring berjalannya waktu arti tersebut berkembang menjadi sebuah ciri khas atau sebuah penanda, dari sana terciptalah konsep dari karakter sebagai pola perilaku individu… dan konstitusi moralnya. Hal tersebut adalah seperangkat nilai yang menuju ke sebuah sistem untuk menopang pemikiran, sikap, serta tingkah laku yang akan ditampilkan.

“Istilah karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan dari yang lain: tabiat: watak“ (Saptono, 2011:17). Menurut Hermawan Kertajaya dalam Majid dan Andayani (2013:11) mengartikan

(7)

karakter sebagai “Ciri khas yang dimiliki benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan mesin pendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. Karakter dapat juga ditemukan dalam sikap seseorang, terhadap dirinya, terhadap orang lain, terhadap tugas yang dipercayakan padanya dan dalam situasi yang lainnya”.

Sementara itu Majid dan Andayani (2013:12) memaparkan bahwa

“Karakter merupakan watak, sifat, atau hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang”. Kemudian manurut pendapat Aqib (2012:36)

“Karakter adalah nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia berdasarkan atas norma agama, kebudayaan, hukum, adat istiadat serta etika”.

Selanjutnya Lickona (2013:72) menguraikan secara mendalam mengenai karakter :

Karakter terdiri atas nilai-nilai operatif, nilai-nilai yang berfungsi dalam praktek. Karakter mengalami pertumbuhan yang membaut suatu nilai menjadi budi pekerti, sebuah watak batin yang dapat diandalkan dan digunakan untuk merespon berbagai situasi dengan cara yang bermoral.

Karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang saling berkaitan yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, perilaku moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan.

Adisusilo (2013:79) menyebutkan bahwa watak atau karakter sangatlah penting, yang dikuatkan berdasarkan hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat yang mengungkapkan bahwa :

Kesuksesan hidup seseorang tidak sepenuhnya ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) yang diperoleh melalui pendidikan, tetapi lebih condong pada kemampuan mengelola diri yang di dalamnya termasuk karakter dan orang lain (soft skill). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kesuksesan seseorang hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.

Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa :

(8)

PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa :

Nilai-nilai yang dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan dari 5 (lima) nilai utama yang saling berkaitan yaitu religius, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum.

Kemendikbud (2016:8-9) menyebutkan bahwa gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan kelanjutan dari gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa yang dilaksanakan pada tahun 2010. Penguatan Pendidikan Karakter memuat lima nilai utama karakter bangsa yang saling berkaitan satu sama lain, kemudian dikembangkan sebagai prioritas dalam gerakan PPK, diantaranya :

a. Religius

Menggambarkan keberimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian diwujudkan dalam sebuah perilaku yaitu melaksanakan ajaran agama yang dianut dan toleran terhadap agama lain. Subnilai religius adalah cinta damai, toleransi, persahabatan, anti buli dan anti kekerasan, tidak memaksakan kehendak, teguh pendirian, ketulusan, saling bekerjasama antar pemeluk agama dan kepercayaan, melindungi yang kecil dan tersisih, menghargai perbedaan, serta mencintai lingkungan.

b. Nasionalis

Merupakan cara berpikir, berbuat dan bersikap menunjukkan sebuah kesetiaan, penghargaan, dan kepedulian kepada bangsa, dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Subnilai dari nasionalis diantaranya menjaga dan mengapresiasi budaya bangsa, unggul, berprestasi, disiplin, rela berkorban, cinta pada tanah air, taat kepada hukum, menghormati keragaman budaya, agama, dan suku, serta menjaga lingkungan.

(9)

c. Mandiri

Perilaku dan sikap untuk tidak bergantung kepada orang lain serta menggunakan semua waktu, tenaga, dan pikiran untuk merealisasikan mimpi, harapan, dan cita-cita. Subnilai dari mandiri yaitu daya juang, tangguh, kerja keras, profesional, tahan banting, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

d. Gotong Royong

Mencerminkan sebuah tindakan untuk menghargai semangat kerja, saling menolong menyelesaikan permasalahan bersama, menjalin sebuah persahabatan dan komunikasi, serta saling memberi bantuan. Subnilai dari gotong royong adalah kerjasama, saling menghargai, solidaritas, musyawarah mufakat, komitmen atas keputusan bersama, saling menolong, anti kekerasan, inklusif, sikap kerelawanan, empati, dan anti diskriminasi.

e. Integritas

Nilai yang mendasari sebuah perilaku yang kemudian didasarkan pada sebuah upaya untuk membentuk dirinya sebagai individu yang dapat dipercaya dalam tindakan, perkataan, dan pekerjaan, mempunyai kesetiaan dan komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai kemanusian dan moral (integritas moral). Subnilai dari integritas yaitu kejujuran, setia, keadilan, komitmen moral, anti korupsi, keteladanan, tanggung jawab, cinta kebenaran, dan menghargai martabat individu.

Sementara itu Indonesia Haritage Foundation dalam Majid dan Andayani (2013:42-43) merumuskan 9 (sembilan) karakter dasar yang dijadikan sebagai tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut, yaitu :

a. Cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya;

b. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri;

c. Jujur;

d. Hormat dan santun;

e. Kasih sayang, peduli, dan kerja sama;

f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah;

g. Keadilan dan kepemimpinan;

(10)

h. Baik dan rendah hati;

i. Toleran, cinta damai dan persatuan.

Daniel Goleman dalam Adisusilo (2013:79-80) juga menyebutkan 9 (sembilan) nilai karakter dasar yang saling terkait, diantaranya :

a. Responsibility (tanggung jawab);

b. Fairness (keadilan);

c. Respect (rasa hormat);

d. Courage (keberanian);

e. Citizenship (rasa kebangsaan);

f. Honesty (kejujuran);

g. Self-discipline (disiplin diri);

h. Caring (peduli);

i. Perserverance (ketekunan).

Berdasarkan beberapa penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, karakter terdiri dari nilai-nilai operatif atau nilai yang menjadi dasar perilaku seorang manusia berasal dari norma agama, hukum, adat istiadat, kebudayaan, serta etika yang kemudian mengalami pertumbuhan sehingga membuat suatu nilai tersebut menjadi watak, sifat, atau budi pekerti pada diri seseorang dan merupakan sebuah mesin pendorong bagaimana seseorang untuk merespon sesuatu, bersikap, bertindak, serta berujar. Karakter juga terdiri dari beberapa nilai karakter dimana salah satunya yaitu disiplin.

5. Tinjauan Mengenai Disiplin

Disiplin menurut Suradisastra dkk (1991:29-30) merupakan “Sikap untuk menepati apa yang telah dijanjikan, apa yang telah direncanakan.

Disiplin mengandung makna keteguhan hati, kekuatan jiwa, tidak mudah tergoda oleh hal lain yang dapat mencelakakan dirinya”. Selanjutnya Were dalam Onderi (2012:710) menyatakan bahwa “discipline means a system of guiding the individuals to make reasonable decision responsibly. It is also action take by adults to help child change his or her behavior”, yang memiliki makna bahwa disiplin merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk membimbing individu untuk membuat suatu keputusan yang masuk akal dengan penuh tanggung jawab. Hal itu juga merupakan sebuah tindakan yang

(11)

diambil oleh orang dewasa guna membantu anak untuk mengubah tingkah lakunya.

Sedangkan Prijodarminto dalam Tu’u (2008:31) menjelaskan disiplin sebagai suatu kondisi atau keadaan yang tercipta dan terbentuk dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Nilai-nilai tersebut telah menjadi bagian dari perilaku dalam kehidupan seseorang. Perilaku tersebut tercipta melalui proses binaan melalui pengalaman, keluarga, dan pendidikan.

Asmani (2012:37) mengatakan bahwa disiplin merupakan “Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan”. Selanjutnya Siswanto dalam Faizah (2019:111) menyebutkan bahwa “Disiplin adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya”. Dalam rangka membina karakter seseorang, karakter disiplin merupakan hal yang cukup penting untuk diperhatikan, karena karakter disiplin juga dapat mendorong tumbuhnya nilai-nilai karakter baik lainnya. Curvin &

Mindler dalam Wuryandani, dkk (2014:288) juga menyebutkan bahwa terdapat tiga dimensi disiplin, yakni (1) disiplin untuk mencegah terjadinya masalah, (2) disiplin untuk memecahkan masalah agar tidak bertambah semakin buruk, (3) disiplin untuk mengatasi siswa yang berperilaku di luar kontrol.

Kemudian Mustari (2014:39) menyebutkan bahwa apabila di sekolah, disiplin berarti taat pada peraturan sekolah, hal ini berarti bahwa seorang siswa dapat dikatakan disiplin apabila mentaati peraturan yang berlaku di sekolah.

Pihak sekolah juga seharusnya dapat melakukannya secara adil dan tanpa memihak, dan jika disiplin secara sosial tetap dipertahankan maka seiring berjalannya waktu tiap individu dapat menginternalisasi disiplin itu terhadap dirinya sendiri. Penelitian lain yang meneliti terkait kedisiplinan antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Wafi (2017:79) menyebutkan bahwa

(12)

dalam meningkatkan budaya disiplin siswa dapat dilaksanakan melalui strategi yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan cara memberikan teladan, dalam berbagai kesempatan mengingatkan siswanya agar selalu taat pada tata tertib sekolah, bekerjasama dengan guru untuk senantiasa mengawasi perilaku siswa, dan mengadakan kegiatan tambahan dengan tujuan menanamkan kedisiplinan pada diri siswa serta mengumpulkan handphone para siswa supaya tidak disalahgunakan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Sementara itu Good’s dalam Imron (1995:182) mengartikan disiplin sebagai :

a. Proses atau pengendalian keinginan atau hasil dari pengarahan, dorongan ataupun kepentingan yang bertujuan mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih sangkil.

b. Mencari tindakan terpilih dengan aktif, ulet, dan diarahkan sendiri, walaupun menemui sebuah rintangan.

c. Pengendalian perilaku yang dilakukan secara otoriter dan langsung dengan sebuah hadiah ataupun hukuman.

d. Penegakan dorongan dengan menggunakan cara yang tidak nyaman dan bahkan dapat menyakitkan.

Dalam sebuah penilaian tentang pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter yang ada di sekolah didasarkan pada indikator, karena dalam mencapai suatu keberhasilan sekolah diperlukan indikator sebagai tolak ukurnya. Menurut Kemendiknas (2010:23) menyebutkan terdapat dua pedoman indikator yaitu indikator sekolah dan kelas serta indikator untuk mata pelajaran. Secara rinci indikator untuk nilai karakter disiplin dijabarkan sebagai berikut :

a. Indikator disiplin di sekolah:

1) Mempunyai catatan tentang kehadiran;

2) Memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang selalu disiplin;

3) Mempunyai tata tertib sekolah;

4) Membiasakan semua warga sekolah untuk berdisiplin;

5) Menegakkan peraturan dengan memberikan sanksi atau hukuman secara adil bagi setiap pelanggar tata tertib;

(13)

6) Menyediakan peralatan praktek sesuai dengan program studi keahlian masing-masing (SMK).

b. Indikator disiplin di kelas :

1) Membiasakan untuk datang tepat waktu;

2) Membiasakan untuk mematuhi aturan;

3) Menggunakan pakaian atau seragam praktek yang sesuai dengan program studi keahlian (SMK);

4) Penyimpanan dan pengeluaran alat serta bahan sesuai dengan program studi keahlian (SMK) (Kemendiknas, 2010:26).

Sulhan (2011:38) menyebutkan pendapat lain mengenai indikator nilai karakter disiplin, antara lain :

a. Membiasakan untuk tepat waktu, dan tidak terlambat dalam aktivitas;

b. Menghentikan kegiatan bermain untuk melaksanakan kewajiban;

c. Mentaati peraturan yang berlaku;

d. Melaksanakan tugas sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan;

e. Membiasakan untuk dapat menata diri;

f. Menerapkan disiplin dalam segala hal;

g. Mempunyai kesadaran mengenai tugas dan tanggung jawab;

h. Berfikir, bekerja, dan bertindak dalam aturan.

Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan dalam Indrawati dan Maksum (2013:305) juga menyebutkan beberapa indikator perilaku disiplin siswa diantaranya kehadiran anak di sekolah (presensi), ketepatan waktu ketika masuk kelas, memakai seragam dangan rapi dan lengkap, keaktifan dalam mengikuti materi, dan patuh pada tata tertib sekolah dan kelas. Penelitian lain terkait kedisiplinan adalah penelitian yang dilakukan oleh Catur Wulandari Erna Yuliandari, dan Triana Rejekiningsih (2019:62-63) yang menyebutkan bahwa indikator keberhasilan dalam menanamkan nilai kedisiplinan yaitu manajemen waktu, disiplin dalam berbahasa dan berpakaian lengkap, serta disiplin dalam tata tertib.

(14)

Sementara itu, Tu’u (2008:48-49) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi dan membentuk disiplin yakni :

a. Kesadaran diri merupkan sebuah pemahaman diri bahwa disiplin dinilai penting demi keberhasilan dan kebaikan dirinya. Selain hal tersebut, kesadaran diri menjadi suatu motif yang sangat kuat untuk terwujudnya disiplin.

b. Ketaatan dan pengikutan sebagai langkah penerapan dan praktik dari peraturan yang mengatur perilaku individu. Hal tersebut merupakan kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemauan dan kemampuan diri yang kuat. Tekanan yang berasal dari luar diri sebagai usaha untuk mendorong, memaksa dan menekan agar disiplin dapat diterapkan ke dalam diri seseorang sehingga peraturan yang ada diikuti serta dipraktikkan.

c. Alat pendidikan berperan untuk mempengaruhi, membina, mengubah, dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah diajarkan atau ditentukan.

d. Hukuman sebagai upaya untuk menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan perilaku yang salah sehingga orang tersebut akan kembali pada perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.

Kemudian berdasarkan hasil penelitian Ratna dan Agustang (2018:128- 129) di SMA Negeri 1 Takalar mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap siswa yang kurang disiplin di sekolah menyebutkan bahwa:

a. Sekolah kurang menerapkan disiplin. Berarti sekolah kurang bertanggung jawab dikarenakan biasanya siswa beranggapan bahwa tidak mengerjakan tugas tidak akan dimarahi guru ataupun dikenai sanksi.

b. Teman bergaul. Jika seorang anak bergaul dengan anak yang memiliki perilaku yang baik maka akan berpengaruh terhadap anak yang diajaknya berinteraksi sehari-hari.

c. Cara hidup di lingkungan anak tinggal. Anak yang bertempat tinggal di lingkungan hidup yang kurang baik maka akan cenderung berperilaku dan bersikap kurang baik pula.

d. Sikap orang tua. Orang tua yang selalu memanjakan anak maka anak tersebut akan cenderung kurang bertanggung jawab dan takut dalam

(15)

menghadapi sebuah tantangan, begitupun sebaliknya apabila orang tua bersikap otoriter kepada anak maka anak tersebut akan menjadi penakut dan tidak berani dalam mengambil sebuah keputusan dalam bertindak.

e. Latar belakang kebiasaan dan budaya. Tingkat pendidikan dan budaya orang tua anak akan mempengaruhi perilaku dan sikap anak, jadi anak yang mempunyai keluarga yang baik dan tingkat pendidikan orang tua bagus akan cenderung berperilaku baik.

Berdasarkan pernyataan di atas, diketahui bahwa terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi karakter atau sikap siswa yang kurang disiplin di sekolah yaitu salah satunya adalah teman bergaul atau dapat disebut juga teman sebaya. Susanto dan Aman (2016:106) menjelaskan bahwa :

Teman sebaya merupakan orang terdekat yang berperan dalam membentuk karakter siswa atau anak di dalam lingkungan pergaulannya.

Adapun pengaruh yang muncul dari hubungan tersebut dapat berupa pengaruh buruk maupun pengaruh yang baik.

Kemudian berdasarkan hasil penelitian yang juga dilakukan oleh Susanto dan Aman (2016:110) menyebutkan data bahwa :

Pola asuh orang tua memberikan pengaruh sebesar 16,3% terhadap karakter siswa di SMP Negeri 25 Purworejo. Kemudian pengaruh yang cukup besar yaitu 70,04% berasal dari pergaulan teman sebaya terhadap karakter siswa di SMP Negeri 25 Purworejo. Selanjutnya, media televisi memberikan pengaruh sebesar 24,6% terhadap karakter siswa di SMP Negeri 25 Purworejo.

Selanjutnya berdasarkan hasil penilitian Zaqian dan Mudjito (2016:7-8) di SMP Negeri 1 Krembung Kabupaten Sidoarjo mengenai faktor pendukung pelaksanaan budaya disiplin siswa terdiri dari:

a. Komitmen kepala dan komite sekolah. Hal ini diwujudkan dalam aspek materi dan non materi dari kepala dan komite sekolah pada pelaksanaan budaya disiplin, dengan komunikasi yang terstruktur dan baik menjadikan program tersebut dapat berjalan dengan baik.

b. Dukungan semua warga sekolah. Seluruh civitas sekolah dan penegak disiplin yang turut berperan dalam melaksanakan budaya disiplin dan loyalitas dari kepala sekolah, kinerja para guru serta staff sekolah

(16)

yang didasari semangat pangabdian dan dedikasi tinggi kepada sekolah demi memajukan sekolah.

c. Dukungan dari lingkungan sekolah. Lingkungan yang bersih dan aman akan menimbulkan rasa semangat pada siswa untuk mengikuti pelajaran serta didukung dengan kondisi lingkungan sekolah hijau dan asri.

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin merupakan sikap, tindakan, dan rangkaian perilaku yang menghormati, menghargai, dan menunjukkan suatu nilai ketaatan, keteraturan, kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang muncul melalui proses pembinaan dari lingkungan keluarga, pendidikan, dan pengalaman. Dan untuk dapat dikatakan disiplin harus dapat memenuhi beberapa indikator yang telah disebutkan. Selain itu ada pula faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya karakter disiplin yaitu kesadaran diri, alat pendidikan, pengikutan dan ketaatan, serta hukuman.

6. Tinjauan Mengenai Karakter Kewarganegaraan

Susanto dan Komalasari (2015:62) menyebutkan bahwa hal yang sangat penting untuk menjaga eksistensi negara atau bangsa adalah dengan membangun karakter atau watak warga negara (civic disposition). Winarno (2014:176) menjelaskan bahwa “Dalam civic education, seorang warga negara yang cerdas, berkarakter dan partisipatif perlu memiliki beberapa komponen yaitu civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skill (keterampilan kewarganegaraan), civic disposition (karakter kewarganegaraan)”. Komponen kewarganegaran menurut Branson dalam Anggraeni (2011:203) juga menyebutkan bahwa terdapat tiga komponen yang penting yakni civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berhubungan dengan apa yang seharusnya dipahami atau diketahui oleh seorang warga negara, civic skill (keterampilan kewarganegaraan) yang merupakan partisipasi dan kemampuan intelektual seorang warga negara yang relevan, civic disposition (watak/karakter kewarganegaraan) yang menunjukkan pada karakter publik dan privat yang utama guna pemeliharaan dan pengembangan

(17)

demokrasi konstitusional. Dalam hal ini setiap komponen tersebut mengandung makna bahwa warga negara yang mempunyai pengetahuan atau pemahaman tentang kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang cerdas.

Warga negara yang mempunyai keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang partisipatif, kemudian warga negara yang mempunyai karakter kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang berkarakter.

Branson (1998) menyatakan bahwa “The third essential component of civic education, civic disposition, refers to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of constitusional democracy.” (Sumber : https://civiced.org/papers/articles_role.html diakses pada 3 Juni 2020). Tulisan di atas memiliki makna bahwa komponen penting ketiga dari civic education (pendidikan kewarganegaraan) yaitu civic disposition (karakter kewarganegaraan) dimana hal tersebut mengacu pada karakter privat dan karakter publik yang bersifat penting untuk memelihara dan meningkatkan demokrasi yang konstitusional. Selanjutnya, Mulyono (2017:219) juga menyebutkan bahwa tujuan pokok dari civic disposition (karakter kewarganegaraan) yaitu untuk menumbuhkan karakter warga negara, mulai dari karakter privat maupun karakter publik.

Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Budimansyah (2010:30) dalam studi kewarganegaraan mengenai karakter, yang menyebutkan bahwa

“Karakter ini mengisyaratkan pada karakter privat dan karakter publik yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional”.

Rosidah, Budimansyah dan Komalasari (2014:77) juga menyatakan bahwa

“karakter kewarganegaraan merupakan sikap dan kebiasaan warga negara dalam bidang privat maupun publik untuk menciptakan suasana yang kondusif”.

Sementara itu Winarno (2014:177) juga menyebutkan bahwa “Karakter atau watak kewarganegaraan secara perlahan akan berkembang sebagai akibat atau hasil dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi civil society”. Kemudian secara lebih lanjut dijelaskan bahwa karakter privat ialah karakter pribadi yang hanya dimiliki

(18)

oleh masing-masing individu, seperti disiplin diri, tanggung jawab moral, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia pada setiap individu.

Sedangkan karakter publik merupakan karakter yang dimiliki oleh suatu kelompok sosial atau banyak individu, seperti kesopanan, kepedulian warga negara, berpikir kritis, mengindahkan aturan main (rule of law), mempunyai kemauan mendengarkan, bernegoisasi dan berkompromi termasuk karakter yang sangat diperlukan untuk menunjang kesuksesan demokrasi.

Rosidah, Budimansyah dan Komalasari (2014:77) juga menyebutkan hal yang sama dengan Winarno bahwa:

Karakter privat meliputi tanggung jawab moral, disiplin diri, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu.

Sedangkan karakter public meliputi kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, menaati hukum (rule of law), berpikir kritis, mendengarkan pendapat orang lain, bernegosiasi dan berkompromi. Karakter kewarganegaraan tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Selanjutnya Winarno (2014:179) mengidentifikasi sejumlah karakter kewarganegaraan, diantaranya :

a. Mempunyai karakter privat seperti disiplin diri, tanggung jawab moral, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia;

b. Mempunyai karakter publik seperti kesopanan, kepedulian warga negara, berpikir kritis, mengindahkan aturan main (rule of law), dan kemauan mendengarkan, bernegoisasi serta berkompromi;

c. Menghormati dan menerima kesamaan harkat serta martabat setiap manusia;

d. Menghormati, melaksanakan, dan melindungi hak-hak yang sama pada setiap manusia;

e. Berpartisipasi yang dilakukan secara bertanggung jawab dalam kehidupan kemasyarakatan dan politik;

f. Mendukung dan melaksanakan pemerintahan yang disepakati;

g. Memberikan sebuah contoh perilaku moral dari kewarganegaraan demokratis;

h. Menggerakkan kebaikan umum;

i. Menjadi anggota masyarakat yang mandiri;

j. Sebagai warga negara memiliki pertanggung jawaban ekonomi, politik dan personel;

k. Ikut berpartisipasi menyelesaikan masalah bersama secara bijaksana, terbuka, dan efektif;

l. Menyebarluaskan fungsi dari sebuah demokrasi konstitusional dengan sehat;

(19)

m. Membangun kepercayaan diri agar mampu berpartisipasi dalam kehidupan publik;

n. Teloran, terbuka, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban dan haknya.

Berdasarkan berbagai penjabaran di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa karakter kewarganegaraan merupakan suatu sikap atau perilaku yang mencerminkan nilai-nilai warga negara untuk ikut berkontribusi dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi. Karakter kewarganegaraan merupakan bagian dari komponen pendidikan kewarganegaraan. Dalam hal ini setiap komponen tersebut mengandung makna bahwa warga negara yang mempunyai pengetahuan atau pemahaman kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas. Warga negara yang mempunyai keterampilan kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang partisipatif, dan warga negara yang mempunyai karakter kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berkarakter.

Watak atau karakter kewarganegaraan dapat berkembang sebagai hasil atau akibat dari apa yang telah dialami dan dipelajari oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi civil society. Karakter kewarganegaraan merujuk pada karakter privat dan publik, dimana karakter privat merupakan karakter pribadi yang hanya dimiliki oleh masing-masing individu, seperti disiplin diri, penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia, dan tanggung jawab moral. Sedangkan karakter publik merupakan karakter yang dimiliki oleh suatu kelompok sosial atau banyak individu, seperti kesopanan, kepedulian kepada warga negara, berpikir kritis, mengikuti aturan main (rule of law), kemauan mendengarkan, dan mampu bernegoisasi serta berkompromi.

B. Kerangka Berpikir

Permasalahan mengenai karakter terutama pada kerakter disiplin menjadi salah satu hal yang sering dihadapi di berbagai sekolah di Indonesia.

Biasanya masalah kedisiplinan yang terjadi adalah pelanggaran terhadap tata tertib sekolah seperti terlambat masuk sekolah, membolos jam pelajaran, dan

(20)

atribut tidak lengkap, hal ini menandakan bahwa karakter disiplin siswa masih kurang. Melihat permasalaham di atas maka diperlukan sebuah manajemen peserta didik yang merupakan suatu pengaturan dan penataan seluruh kegiatan siswa yang telah direncanakan dan diusahakan dengan sengaja sejak pertama kali siswa masuk sekolah hingga keluar sekolah dengan tujuan supaya kegiatan pembelajaran bisa berjalan dengan tertib, lancar dan mencapai tujuan pendidikan sekolah.

Dalam mewujudkan tujuan tersebut dalam manajemen peserta didik setidaknya mempunyai tiga tugas pokok yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin. Melalui tugas manajemen peserta didik yang salah satunya adalah pembinaan disiplin maka dalam pelaksanaannya dapat dibantu oleh Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) sebagai pelaksana ketertiban dan kedisiplinan di sekolah yang merupakan lini kerja dari Waka Kesiswaan. Tim Satuan Tugas Pelaksana Pembinaan Kesiswaan (STP2K) dengan strategi yang telah direncanakan, diharapkan dapat membantu dalam mewujudkan tujuan dari manajemen peserta didik dari sisi pembinaan disiplin siswa.

Berdasarkan hal tersebut maka STP2K sebagai pelaksana ketertiban dan kedisiplinan, melaksanakan pembinaan terhadap siswa sesuai dengan peraturan yang ada di sekolah dengan membuat strategi guna membentuk karakter disiplin siswa yang lebih kuat. Dengan terbentuknya karakter disiplin siswa yang baik maka dapat menguatkan karakter kewarganegaraan siswa, hal ini dikarenakan karakter disiplin termasuk dalam karakter privat kewarganegaraan dan karakter kewarganegaraan merupakan bagian dari komponen pendidikan kewarganegaraan. Selain itu karakter atau watak kewarganegaraan akan berkembang sebagai akibat atau hasil dari apa yang telah dialami dan dipelajari oleh seseorang baik di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi civil society.

(21)

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dituangkan dalam gambar kerangka berfikir sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Masalah kedisiplinan siswa berupa pelanggaran tata tertib

Penerimaan murid baru

Manajemen peserta didik

Strategi STP2K

Menbentuk karakter disiplin

siswa

Menguatkan karakter kewargenegaraan Bertujuan untuk mengatur

berbagai macam kegiatan peserta didik / kesiswaan di sekolah supaya kegiatan pembelajaran

dapat berjalan dengan tertib, lancar, teratur, dan mencapai

tujuan pendidikan sekolah.

Kegiatan kemajuan

belajar

Bimbingan dan pembinaan

disiplin

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga sebagai sebuah institusi adalah merupakan pola- pola tingkah laku yang berhubungan dengan fungsi-fungsi untuk melahirkan (menurunkan keturunan dan berfungsi

Menurut Rohman dan Amri, (2013: 193-194) menyatakan kompetensi guru adalah kemampuan guru mengenai penguasaan pengetahuan yang telah didapatkan oleh guru, sikap, nilai

i) Peserta didik dapat menghindari dari cara-cara belajar tradisional. b) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. c) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini

meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar siswa dapat dilakukan. dengan berbagai cara, strategi dan pendekatan yang digunakann

Tujuan pembelajaran IPA pada prinsipnya pembelajaran IPA di sekolah dasar membekali siswa kemampuan berbagai cara untuk “mengetahui” dan “ cara mengerjakan” yang

Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa ada pengaruh positif penggunaan alat peraga block dienes sebagai upaya meningkatkan kemampuan berhitung penjumlahan pada

Dari uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan karakteristik anak tunagrahita adalah anak yang memiliki keterbatasan dari segi intelegensi, akademik, sosial, fisik

Hasil penelitian menunjukan bahwa : 1 Terdapat pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan budaya sekolah secara simultan terhadap mutu mengajar guru, dimana indikator supervisi