• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

LRFD ( Load Factor End Resistance Design ) adalah spesifikasi untuk konstruksi baja yang di keluarkan oleh AISC ( America Instate Of Steel Construction ) berdasarkan ketahanan metode kekuatan ultimit ( Metode Plastis ).

Dimana LRFD ( Load Factor End Resistance Design ) Memberikan perbandingan yang lebih spesifik antara beban Q dengan resistensi Rn, dimana persamaan untuk mendapatkan suatu keamanan pada komponen baja tersebut sebagi berikut : ϕRn ≥ ∑γi Qi……… (2.1) Dimana :

∑ = Penjumlahan

i = Menunjukan berbagai kondisi Qi = Pengaruh beban nominal

γi = Faktor beban terkait beban Qi yang ditinjau γi Qi = Kuat perlu, dari kondisi batas yang paling ekstrim Rn = Kuat nominal, kekuatan elemen yang dihasilkan ϕ = Faktor tahanan sesuai jenis struktur yang ditinjau ϕRn = Kuat rencana, kekuatan struktur yang direncanakan

Dimana ruas kiri yang mewakili resistensi ( kekuatan ) dari komponen atau sistem, sedangkan ruas kanan mewakili beban yang di harapkan akan di tanggung sehingga cenderung memberikan struktur yang aman, pada segi kekuatan resistensi Rn dikalikan dengan faktor resistensi ( reduksi kekuatan) ϕ untuk mendapatkan kekuatan desain. Pada sisi beban Qi ( beban mati, beban hidup, dan beban salju )

(2)

dikalikan dengan faktor kelebihan beban γi untuk mendapatkan jumlah ∑γi Qi dari beban – beban terfaktor.

LRFD ( Load Factor End Resistance Design ) merupakan suatu metode perhitungan yang dipakai dalam suatu perencanaan gedung yang memperhitungkan faktor beban dan faktor ketahanan material. Dimana konsep ini memiliki prinsip dimana tegangan yang terjadi dalam setiap elemen struktur harus lebih kecil dari kapasitas kekuatan elemen dibagi dengan suatu faktor keamanan ( safety factor ) 2.2. Konsep Pembebanan

Pembebanan gedung berdasarkan SNI 1727-2013 tentang pembebanan untuk perencanaan gedung dan struktur lainnya.

A. Beban Mati

Beban mati merupakan berat dari semua elemen-elemen atau bagian gedung yang tidak berpindah tempat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari gedung, serta peralatan – peralatan tambahan yang sifatnya tetap atau tidak berpindah posisi.

B. Beban Hidup

Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghuni atau penggunaan suatu gedung serta barang – barang barang yang terdapat di dalamnya yang dapat berpindah - pindah tempat sehingga mengakibatkan perubahan beban yang terjadi terhadap struktur yang menopang beban tersebut. Sedangkan pada atap baban hidup yang bekerja seperti air hujan.

C. Beban Angin

Beban angin merupakan beban yang bekerja pada setiap bagian – bagian gedung yang terjadi akibat selisih dari tekanan udara.

D. Beban Gempa

Beban gempa merupakan beban static ekuivalen yang terjadi pada gedung akibat menirukan perlakuan aktifitas tanah akibat gempa.

(3)

2.2.1 Kombinasi Pembebanan

Berdasarkan Peratuaran pembebanan yang berlaku pada SNI 1727 – 2013 tentang beban minimum untuk suatu perencanaan struktur bangunan gedung, digunakan kombinasi pembebanan sebagai berikut :

1) 1.4D

2) 1.2D + 1.6L + 0.5 (Lr atau R)

3) 1.2D ± 1.6 (Lr atau R) + (L atau 0.5W) 4) 1.2D ± 1.0W + L + 0.5 (Lr atau R) 5) 1.2D ± 1.0E + L

6) 0.9D ± 1.0W 7) 0.9D ± 1.0E Keterangan :

D = Beban Mati E = Beban Gempa L = Beban Hidup Lr = Beban Hidup Atap R = Beban Hujan W = Beban Angin 2.3. Castellated Beam

Castellation merupakan proses pemotongan badan ( Web ) profil membentuk pola zig – zag dimana setelah proses pemotongan tersebut separuh bagian dari di sambung dengan cara di geser atau dibalik, ( ujung

(4)

kanan di las dengan ujung kiri, begitu juga sebaliknya ) sehingga membentuk profil yang berlubang yang berbentuk polygonal , hexagonal dll. Yang mengakibatkan tinggi profil tersebut bertambah.

Gambar 2.1 Circular Castellated Beam & Hexagonal Castellated Beam

2.3.1 Langkah Pembuatan profil Castellated Beam

1. Badan profil di buat pada cetakan panas ( hot-rolled ) berbentuk H, I, atau U dengan pola pemotongan zig – zag.

2. Setengah hasil potongan di geser atau dibalik. Ujung kanan atas di las dengan ujung kiri kiri bawah, dan sebaliknya. Hasil yang didapat setelah melakukan tahapan tersebut berupa lubang yang membentuk segi enam ( Hexagonal ) , segi delapan ( octagonal ) jika pada kedua sisi ditambahkan plat segi empat, sedangkan jika pola pemotongan tersebut berupa setengah lingkaran, maka lubang pada badan profil yang di hasilkan berupa lingkaran ( circular )

2.3.2 Dimensi Geometri Penampang Castellated Beam

Menurut L Amayreh dan M.P saka 2005, dimensi geometri penampang Castellated Beam dibagi menjadi 3 yaitu :

(5)

a. Sudut Pemotongan (𝝋)

Sudut pemotongan (𝜑) mempengaruhi jumlah castellanom (N per unit panjang).

Riset membuktikan bahwa adanya penambahan N tidak berpengaruh banyak terhadap kekakuan clastis Castellated Bem akan tetapi perlu meningkatkan daktalitas serta kapasitas rotasi Dulu, sudu pemotongan berkisar antara 45°-70°, namun pada saat ini 𝜑 = 60° yang merupakan standard industri.

b. Expansion Ratio (𝜶)

Expansion Ratio (𝛼) adalah ratio pertambahan tinggi yang dicapai castellation. Secara teoritis, tinggi asli balok bertambah 50% dan tinggi semula, namun secara keseluruhan kctinggian pada bagian T (ace section) terdapat faktor pembatas

c. Welding Length (e)

Bila panjang bidang yang disambung (las) terlalu pendek, makaakan terjadi kegagalan gaya geser horizontal pada badan profil, begito juga sebaliknya, apabila panjang bidang yang disambung (las) teralalu panjang berdampak pada pertambahan panjang bagian T (tee section) dimars akan terjadi kegagalan lentur Vierendeel. Jadi panjang yang diizinkan untuk dua tipe kegagalan tersebut.

Gambar 2.2 Hexagonal Castellated Beam

(6)

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Castellated Beam Kelebihan Castellated Beam

Adapun kelebihan castellated beam, adalah sebagai berikut

1. Dengan lebar profil yang lebih tinggi menghasilkan momen inersia dan modulus sectionyang lebih besar, sehingga lebih kuat dan kaku bila dibandingkan dengan profil asalnya. (Jihad Dokali M, 1997 dan Johann Grunbauer, 2001)

2. Dengan tegangan ijin yang lebih kecil mampu memikul momen yang lebih besar. (Jihad Dokali M, 1997 dan Johann Grunbauer, 2001)

3. Bahannya ringan, kuat, dan mudah dipasang (Jihad Dokali M, 1997 dan Johann Grunbauer, 2001)

4. Profil castellated beam juga cocok untuk bentang panjang (untuk penggunaan Castellated Beam pada atap dapat mencapai 10-50 meter dan bila digunakan sebagai pelat 12-25 meter). Sehingga dapt mengurangi jumlah kolom dan pondasi serta mengurangi biaya erection (pengangkatan).

(Dougherty, 1993)

5. Dapat digunakan untuk gedung tingkat tinggi dan bangunan perindustrian.

(LAmayreh & M.P. Saka, 2005) Kekurangan Castellated Beam

Sedangkan kekurangan dari castellated beam adalah sebagai berikut

1. Profil castellated beam kurang tahan api, sehingga harusditambah lapisan tahan api 20% lebih tebal agar mencapai ketahanan yang sama denga profil awalnya. (Johann Grunbauer, 2001)

2. Kurang kuat menerima gaya lateral, sehingga perlu diberi satu atau lebih pelat pada ujung ujung (dekat dengan pertemuan balok - kolom) (Johann Grunbauer, 2001) Pada ujung ujung bentang (di sudut profil) terjadi

(7)

peningkatan pemusatan tegangan (stress consentration). (L. Amayreh &

M.P. Saka, 2005)

3. Castellated Beam tidak sesuai untuk bentang pendek dengan beban yang cukup berat. (L. Amayreh & M.P Saka, 2005)

Kegagalan dari Castellated Beam 1. Vierendeel atau Mekanisme Geser

Mekanisme ini berbanding lurus dengan tegangan geser yang cukup tinggi pada balok. Sendi plastis terbentuk pada ujung balok (reentrant corners) pada lubang merubah bentuk bagian T (tee section) menjadi seperti jajargenjang (parallelogram) (Altfillisch, 1957 and Toprac and Cook, 1959),

Gambar 2.3 Parallelogram Mechanism 2. Mekanisme Lentur

Toprack and Cook (1959) dan Halleux (1967) menyimpulkan bahwa titik leleh yang terjadi pada bagian T (ie section) bagian atas dan bawah pada ujung awal (the opening) profil Castellated Beam hamper sama dengan profil WF solid jika hanya dibebani gava tekuk (bending forces)

Dimana Z adalah modulus plastis yang diambil melalui garis tengah pada lubang dan Fy adalah tegangan leleh baja.

(8)

3. Lateral-Torsional-Buckling

Nethercot dan Kerdal (1982) menyimpulkan bahwa pada web opening mempunyai efek yang terabaikan pada lateral torsional buckling pada balok-balok yang telah mereka uji.

4. Rupture of Welded Joint

Las pada jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya (e) dapat mengalami rupture (putus) kctika tefangan geser horizontal melebihi kekuatan leleh dari pengelasannya (welded joint) Kuat leleh pengelasan lebih besar daripada kuat leleh material badan profil agar tidak terjadi rupture. Panjang horisontal lubang (horizontal length of the opening) berbanding lurus dengan panjang pengelasan, dan ketika panjang horisontal berkurang untuk mengurangi secondary moment, maka las sepanjang badan profil menjadi lebih mudah gagal (failure) Mekanisme Vierendeel biasanya terjadi pada balok-balok yang mempunyai jarak lubang horisontal yang cukup panjang (oleh karena itu mempunyai panjang las lebih panjang) (Dougherty, 1993)

5. Web Post Buckling due to Compression Kegagalan ini disebabkan olch beban terpusat yang secara langsung dibebankan melebihi weh-pos (Toprack and Coom, 1959 dan Husain and Speirs, 1973) Kegagalan ini dapat dicegah bila penggunaan pengakunya diperkuat untuk menahan gaya tersebut.

6. Web Post Buckling

Gaya geser horisontal yang terjadi akibat tegangan tarik dan tekan pada web post dihubungkan dengan membengkoknya ujung-ujung pada lubang castellated heam (Redwood dan Demirdijan, 1998). Percobaan yang dilakukan sebenarnya tidak digunakan untuk penampang yang tipis.

(9)

2.4. Struktur Komposit

2.4.1 Tinjauan Umum

Struktur komposit adalah sistem konstruksi dimana didalam suatu struktur terdapat dua elemen material berbeda yaitu beton dan baja yang di kombinasikan menjadi satu kesatuan. aksi komposit itu terjadi apabila dua batang struktural penumpu beban seperti sistem lantai beton dan balok baja penyangganya di hubungkan secara menyeluruh dan mengalami defleksi sebagai satu kesatuan. Pada kombinasi ini diharapkan terjadinya interaksi penuh antara baja dan beton dengan cara memasang alat penghubung geser ( Shear Connector ) .

2.5. Deck Baja Gelombang

Konstruksi komposit plat lantai terdiri dari sebuah slab beton cetak yang di cor di tempat yang solid, ditempatkan di atas dan saling di hubungkan dengan gelagar baja. Dari perkembangannya struktur komposit digunakan deck baja gelombang yang berfungsi sebagai bekisting saat plat beton di cetak dan juga berfungsi sebagai tulangan positif dari plat beton. Aksi komposit antara deck baja dan plat beton dapat terbentuk melalui lekatan kimiawi dan friksi antara kedua material serta kekuatan pasif dari profil deck yang beraksi seperti pratekan.

Persyaratan deck baja gelombang dan penghubung gesernya untuk di gunakan dalam komponen struktur komposit di atur dalam SNI 1729-2015. Berdasarkan hal

Gambar 2.4 Deck Baja Gelombang

(10)

1. Tinggi maksimum deck baja, hr ≤ 75 mm

2. Lebar minimum dari gelombang deck, Wr > 50 mm, lebar ini tidak boleh lebih besar dari lebar bersih minimum pada tepi atas deck baja

3. Tebal plat minimum dari tepi atas deck baja = 50 mm

4. Deck baja harus di angkurkan kesemua komponen struktur pendukung pada jarak tidak melebihi 460 mm

Moment Kapasitas Lentur

Untuk lantai baja ang realtif dangkal dan plat yang tingginya cukup besar yaitu apabila tebal plat h jauh lebih besar dari tingi lantai baja, pelelehan mungkin telah menyebar pada seluruh tinggi lantai baja sebelum regangan tekan beton mencapai harga batas sebesar Ɛu = 0.003. Selanjutnya gaya Tarik baja akan bekerja pada pusat dari penampang lantai baja. Pada keadaan ini plat tersebut bersifat bertulangan lembah (undereinforced) dan disini berlaku persamaan yang biasa dipakai untuk merencanakan penampang yang berbentuk persegi yaitu:

C = ( 0,85. fc’ ).b.a ... (2.2) T = As.Fy ... (2.3) Didapatkan keseimbangan gaya horizontal, jika C = T maka diperoleh :

𝑎 =

𝐴𝑠.𝐹𝑦

0,85.𝑓𝑐.𝑛 ... (2.4) Maka besarnya nilai momen kapasitas lentur deck baja (Mn)

Mn = T.jd ... (2.5) Mn = As.Fy (d - 𝑎

2) ... …(2.6) Keterangan :

Mn : Momen nominal lentur deck baja A : Luasan deck baja

(11)

𝑎

: Garis netral penampang

𝑏

: Pias persatuan lebar deck baja

Untuk plat dengan tulangan lantai baja seperti ini, kondisi keseimbangan di definisikan sebagai keadaan dimana bagian atas dari lantai baja baru mencapai tegangan lelehnya ketika regangan tekan beton mencapai harga Ɛu = 0.003. Harga perbandingan baja seimbang untuk kondisi yang di jelaskan tersebut adalah : Pb = 0,85.β1. 𝑓𝑐′

𝑓𝑦

[

Ɛ𝑢

Ɛu + Ɛy

] [

𝑦𝑐 −ℎ𝑟

𝑑

]

... ..(2.7) Jika Ɛu = 0.003 dan Ɛy = 𝐹𝑦

𝐸𝑠

Maka diperoleh nilai Pb yang dipakai : Pb = 0,85.β1. 𝑓𝑐′

𝑓𝑦

[

0.003.Es

0.003.Es + 𝑓𝑦

] [

𝑦𝑐 −ℎ𝑟

𝑑

]

... …(2.8) Jika nilai Es = 200000 Mpa, maka nilai Pb yang dipakai :

Pb = 0,85.β1. 𝑓𝑐′

𝑓𝑦

[

600

600 + 𝑓𝑦

] [

𝑦𝑐 −ℎ𝑟

𝑑

]

... …….(2.9) Keterangan :

β1 : 0.85 untuk fc’ ≤ 30 Mpa

β1 : 0,85 – 0,008 (fc’ – 30) untuk fc’ > 30 Mpa fc’ : Kuat mutu beton (Mpa)

fy : Kuat mutu baja (Mpa) hr : kedalaman deck baja (mm) Yc : tebal plat (mm)

D : kedalaman efektif plat (jarak serat atas beton ke titik pusat deck baja (mm)

(12)

Persamaan ini sama dengan Pb pada plat biasa kecuali untuk bentuk terakhir yang dapat di dalam kurung, seluruh lantai baja termasuk serat atasnya pada jarak yc – hr dari bagian atas plat harus meleleh sedang gaya tarik total pada pusat lantai baja terletak pada jarak d dari bagian atas plat.

2.5.1 Sistem Pelaksanaan pada Balok komposit

Sistem pelaksanaan pada balok komposit ini, secara umum dapat dibedakan dengan ada atau tidaknya tumpuan sementara pada saat pelaksanaan konstruksi.

Jika tidak adanya tumpuan sementara pada saat proses konstruksi, maka saat beton belum mengeras profil baja tersebut harus mampu menahan berat sendiri, berat beton pelat dan berat bekisting pelat ( dek baja gelombang ). Setelah beton mengeras menjadi struktur komposit, struktur harus mampu menahan beban mati dan beban hidup yang bekerja pada atasnya.

Cara kedua menggunakan perancah, dimana perancah ini berfungsi untuk memikul beban dari berat sendiri profil baja, beton pelat lantai, dan bekisting pelat pada saat kondisi sebelum beton mengeras. Ketika beton mengeras ( komposit ) maka perancah di lepas dan struktur tersebut harus mampu menahan beban mati dan beban hidup yang bekerja di atasnya.

2.5.2 Analisa Strukrtur Balok Castellated Komposit Kondisi sebelum Komposit.

Pelat Sayap Pelat Badan

 λ = bf

2tf ……(2.10) λ =2twh ……..…(2.13)

 λp = 170

√fy ……(2.11) λp = 1680

√fy ……..…(2.14)

(13)

 λr = 370

√fy−fx ……(2.12) λr =2550

√fy ……..…(2.15) Untuk memenuhi ketentuan tersebut penampang harus memenuhi masuk pada kategori penampangh kompak.

 Penampang kompak ( SNI 03-1729-2002 tabel 8.2.4 )

λ ≤ λp ………...(2.16)

Mn = Mp ………...(2.17)

 Penampang tdak kompak

λ < λp ≤ λR ………...(2.18) Mn = Mp – (Mp - MR) 𝜆−𝜆𝑝

𝜆𝑅−𝜆𝑝 ………..(2.19)

Kontrol Tekuk Badan ( Based on ASCE Journal )

Gambar 2.5 Dimensi Geometri Penampang Castellated Beam

a. (d - 2tf

tw < 1365

√fy), fy dalam Mpa………....(2.20) b. (d - 2tf

tw < 1100

√fy), fy dalam Mpa ………...(2.21) - ao

ho≤3 - Vm ≤ 2

3 Vp : Untuk balok non-komposit dan balok komposit pada momon negative ………(2.22)

(14)

- Vm ≤ 2

3 Vp + Vc : Untuk balok komposit pada momen positif…(2.23) c. (1100

√fy < d - 2tf

tw1365

√fy), fy dalam Mpa ………..……(2.24) - aoho ≤ 2.2 ……(12)

- Vm ≤ 0.45 × Vp ……(13) Dimana Vp : Fy × tw d

√3 ………(2.25)

Vc = Vp (v - 1μ ) ≥ 0 atau Vmt(sh) - Vpt( pilih yang terkercil) - Parameter Opening

Po = ( a0/h0) + (6h0/d) < 5,6 (Tidak boleh lebih dari 5,6 untuk balok

baja) ………..………(2.26)

Po = ( a0/h0) + (6h0/d) < 6 (Tidak boleh lebih dari 5,6 untuk balok komposit) ………...……(2.27) - Untuk balok komposit

h0 < 0,7 d ………(2.28) Tinggi bagian atas tee > 0.15d ………(2.29) Tinggi bagian bawah tee > 0.12d ……….……...…………(2.30) V = a0/st < 12 ……….………(2.31) S > a0 ………..…………(2.33) Momen Lentur Nominal

Mn = Mp - fy △As ( ho

4 + e ) ; Untuk balok non-komposit………...……(2.34) Dimna :

Mn : Kuat momen lentur nominal

(15)

△ 𝐴𝑠 : h0 tw

Ho : Tinggi lubang

Tw : ketebalan badan profil

: eksentrisitas lubang untuk penampang non-komposit fy : kuat leleh baja

Kontrol Kuat Geser Baja Vu ≤∅Vn

………………...………(2.35)

Vn= ∑ Vnt ……………….………(2.36)

Untuk tee bawah dan atas : Vnt = ( √6 + μ )

( v + √3 ) ≤ 1 ………..…(2.37)

Vnt = ( √6 + μ )

( v + √3 ) Vpt ≤ Vpt ………..…(2.38)

Vnt(Sh)= Vpt + 0.29 √f'c ×Ave dimana Ave= 3txte ……….…….(2.39)

Vmt < Vmt (Sh) ………..……(2.40)

Vpt = Fy × tw × d/√3 ………..……(2.41) Diman : Vn = Kuat geser nominal

Vmt = kuat geser satu tee Vpt = Kuat gesr plastis satu tee

Kontrol Interaksi ( Persamaan interaksi lentur dan geser untuk profil Castellated ) ( Mu

∅0 × Mm)3+ ( Vu

∅0 × Vm)3≤1,0 ………..………(2.42)

(16)

*Setelah komposit Kontrol Web Buckling

dg - 2tf

tw1365

√fy ……….…………(2.43)

a0

h0 ≤ 3,0 ………..…………(2.45)

Opening propertis

ho

dg ≤ ho ………..…(2.45)

dt > 0.15dg untuk top tee ………..………(2.45) dt > -.12 dg untuk bottom tee ………..……(2.46) Momen nominal

( berdasarkan panduan buku LRFD Agus Setiawan hal 292 : 12.5 Kuat Lentur Nominal dan SNI 03-1729-2002 pasal 12.4.2.1)

Kontrol kapasitas momen positif - Lebar efektif

beff ≤ L 4

- Menentukan gaya yang terjadi

- Pc ≤ 0,85× fc × te× beff ………(2.47) (te = ts - tinggi rib)

(17)

Gambar 2.6 Diagram tegangan momen positif castellated beam komposit

- Menentukan gaya yang terjadi

Cc = 0.85 × fc’ x× beff × t plat beton ………(2.48)

C = Asn × fy ………..……(2.49)

a = C

0.85 × fy × beff ≤ t.plat …..………...…………(2.50) (maka sumbu netral plastis jatuh pada plat beton )

Gaya resultan C terletak pada jarak a/2 dari atas serat beton. Gaya Tarik resultan T terletak pada titik berat profil Castellated Beam .

Mn = C × dg

2 +∆As

Asn+t.platbeton-a

2 ………..…………(2.51)

∅Mn = 0,85 × Mn ………..…(2.52) Kontrol kapasitas momen negative

(18)

Gambar 2.7 Diagram tegangan momen negatif Castellated beam komposit

Batang tulangan menambah kekuatan Tarik nominal pada plat beton.

a. Gaya tarik penampang baja tulangan

Tr = n × As × fyr ………..…(2.53) b. Gaya nominal maksimum dari profil baja castellated beam

Tst = Asn × fy ………..…(2.54) Jika Tr < Tst maka sumbu netral plastis terletak pada dalam penampang castellated beam

Gaya tekan penampang profil baja Ts’ =𝑇𝑠𝑟−𝑇𝑟

2 ………(2.56)

c. Gaya pada sayap (flens)

Pf = bf × tf × fy ………(2.57) d. Gaya pada badan (web)

Ts’ =𝑇𝑠𝑟−𝑇𝑟

2 − 𝑝𝑓 ………(2.58)

e. Jarak garis netral terhadap tepi atas sayap ( flens )

Ts

2ft x bf ≤ Dtee ………...…………(2.59)

Menentukan nilan n:

(19)

Ebeton = 4700√𝑓𝑐 N = E baja

E beton` ………..………(2.60)

Lebar efektif ekifalen = bE

n ………(2.61)

Letak garis netral dari profil Castellated Bean tanpa lubang di ukur dari atas plat

Gambar 2.8 Letak Garis Netral Profil Castellated Beam Momen terhadap garis kerja gaya :

Tst = Mn1= Tst × (dg – y + tp –a/2) ……….…………(2.62) Ts = Mn2 = Ts × (dg – y – 14.31/2) ……….…………(2.63)

∑Mn = Mn1 + Mn2 ………(2.64)

∅Mn = 0.85 x ∑Mn ………(2.65) Kuat Geser

- Bottom Tee - Top Tee

Vpt =fy . tw . dt

√3 ……(2.66) Vpt = Vpt =fy . tw . dt

√3 ………..…(2.68) Vnt =√6 + μ

v + √3 . Vpt ……(2.67) Ast = Asn

2 - e . tw ………..…(2.69) - Cek Vnt

(20)

Vc = Vpt × ( μ

v - 1 ) ≥0 ……….………(2.70)

Vc = ( Vpt + 0.2 √ fc'. 3 Tst ) - Vpt ………(2.71) ( Diambil nilai Vc yang terkecil )

Syarat : Vnt ≤ (Vnt + 0.29 √ fc' × 3 Tst × te) ………(2.72)

∑Vnt = Vnt (Bottom tee) + Vnt Top tee

∑Vnt ≤ 2

3× Vp + Vc ……….………(2.73)

∅Vnt = 0.9 × (Vnt + 0.29 √fc'× 3Tst × te) ………(2.74)

∅Vnt = Vu ………(2.75)

Kontrol Lendutan

- Transformasi luasan beton ke baja

Ec = 0.041.wc1,5√fc' ………(2.76) H = Es

Ec ………....……(2.77)

btr = beff

n ………....………(2.78)

Atr = btr × tplat beton ………(2.79) - Kontrol Lendutan

f ijin= L

360 ………..………(2.80)

fmax = 5.q.L4

384 × El × lx rata-rata ………..……(2.81) 2.6. Kolom Komposit

Kolom komposit dibagio menjadi 2 bagian :

1. Kolom komposit yang terbuat dari profil baja yang di tutupi oleh selubung beton di sekelilingnya ( kolom baja berselubung beton )

(21)

2. Kolom komposit yang terbuat dari gabungan baja dan beton dimana posisi baja yang menutupi beton. Kasus ini biasa terjadi pada profil pipa baja.

2.6.1 Analisa Struktur

Kolom komposit yang terbuat dari baja yang diberi selubung beton disekelilingnya (kolom baja berselubung beton)

Kriteria untuk kolom komposit bagi komponen struktur tekan : 1. Luas penampang profil baja minimal 4% dari luas penampang 2. komposit total

3. Kolom baja berselubung beton harus diberi tulangan longitudinal 4. dan tulangan lateral minimum sebesar 0,18 mm2/mm spasi tulangan 5. Beton : 21 Mpa s fc' 55 MPa

6. Baja dan baja tulangan fy 7. 380 MPa (untuk perhitungan)

8. Tebal minimum dinding penampang baja berongga 9. q=i

tmin = 𝑏√𝑓𝑦

3𝐸 (untuk penampang persegi) ………(2.82) Kuat Rencana Kolom Komposit yang Menumpu Beban Aksial

Pu ≤ ∅𝑐 Pn ………(2.83) ; ∅𝑐 Pn = 0.85 ……..…(2.83) Pn = 𝐴𝑠 𝐹𝑐𝑟 ………(2.84)

Dimana : 𝑓𝑐𝑟 =𝑓𝑚𝑦

𝜔 ; 𝜔 = 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑘𝑢𝑘 ……….……(2.85) Untuk :

𝜆𝑐 ≤ 0.25 maka 𝜔 = 1 …………..……(2.86)

(22)

0.25 ≤ 𝜆𝑐 ≤ 1,2 maka 𝜔 = 1.43

1.6−0.67 𝜆𝑐 …………..……(2.87)

𝜆𝑐 ≥ 1,2 maka 𝜔 = 1,25 𝜆𝑐2 …………..……(2.88)

𝜆𝑐 = 𝐾𝑐𝐿

𝜋𝑟𝑚𝑓𝑚𝑦

𝐸𝑚 rm = r ≥ 0.3b …………..……(2.89)

Dimana 𝜆𝑐 = 𝐾𝑐𝐿

𝜋𝑟𝑚𝑓𝑚𝑦

𝐸𝑚 Fmy = 𝑓𝑦 + 𝐶1. 𝑓𝑦𝑟 𝐴𝑟

𝐴𝑠+ 𝐶2. 𝑓𝑐′ 𝐴𝑐

𝐴𝑠 Em = 𝐸 + 𝐶3. 𝐸𝑐 𝐴𝑐

𝐴𝑠

Ec = 0.041. 𝑤1,5√𝑓𝑐

Rm = Jari-jari girasi kolom komposit Fmy = tegangan leleh kolom komposit Fyr = Tegangan leleh tulangan

Em = Modulud elastisitas kolom komposit W = Berat jenis beton

Ar = Luas tulangan longitudinal

= Luas penampang beton As = Luas penampang profil baja E = Modulud elatisitas baja Ec =Modulus elastisitas beton Fcr = tegangan tekan tipis

Fc’ Kuat tekan karakteristis beton Kc = faktor panjang efektif beton

(23)

L = Panjang unsur struktur beton Nn = Kuat aksial nomonal (N)

∅𝑐 = faktor reduksi beban aksial

 = faktor tekuk

Jika di pastikan stabil, maka kekuatan tekan komposit dapat di perhitungkan sebagai jumlah dari kekuatan aksial dari profil, batang tulangan dan beton dapat di hitung sebagai berikut :

Pn= 𝐴𝑠. 𝑓𝑦 + 𝐴𝑟. 𝑓𝑦𝑟 + 0.85𝑓𝑐. 𝐴𝑐 …………..……(2.90) Untuk mendapatkan tegangan total, persamaan di atas dibagi dengan luas penampang baja :

Fmy = 𝑓𝑦 + 𝐶1. 𝑓𝑦𝑟 𝐴𝑟

𝐴𝑠+ 𝐶2. 𝑓𝑐′ 𝐴𝑐

𝐴𝑠 ………...……(2.91) C1, C2, C3 adalah koefisien yang nilainya untuk profil baja berselubung beton

C1 = 0.7 C2 = 0.6 C3 = 0.2

Bagian kekuatan rencana kolom komposit penahan beban aksial yang dipikul oleh beton harus disalurkan melalui tumpuan angsung pada sambungan. Kekuatan maksimum rencana beton penumpu harus diambil sebesar :

1,7∅0 fc’Ab dengan ∅0 = 0,6 ……….…….…(2.92) Kekuatan rencana kolom komposit untuk menahan beban aksial dan lentur (LRFD.

Pasal 7.4.3.3) a. 𝑁𝑢

𝜑𝑐.𝑁𝑛≥ 0,2 0,85 ∅0 fc’Ab ………..………(2.93)

𝑁𝑢 𝜑𝑐.𝑁𝑛+8

9[ 𝑀𝑢𝑥

𝜑𝑏.𝑀𝑛𝑥+ 𝑀𝑛𝑦

𝜑𝑏.𝑀𝑛𝑦] ≤ 0,1 0,85 ∅0 fc’Ab ..………(2.94) b. 𝑁𝑢

𝜑𝑐.𝑁𝑛≥ 0,2 ……….……(2.95)

𝑁𝑢

2𝜑𝑐.𝑁𝑛[ 𝑀𝑢𝑥

𝜑𝑏.𝑀𝑛𝑥+ 𝑀𝑛𝑦

𝜑𝑏.𝑀𝑛𝑦] ………(2.96)

(24)

Dimana :

Nu = gaya akssial ( tarik atau tekan ) terfaktor N Nn = Kuat nomilal penampang, N

∅ =faktor reduksi kekuatan

∅𝑐 = 0,85 Struktur tekan

∅𝑐 = 0.90 Struktur lentur

Mnx, Mny = Momen lentur nominalpenampang komponen struktur masing- masingterhadap sumbux –sumbu y

Mux , Muy = momen lentur terfaktor masing-masing terhadap sumbu x dan sumbu y

2.7. Sambungan Baut

2.7.1 Umum

Untuk waktu yang cukup lama metode penghubung/sambungan dengan rivet struktur baja banyak digunakan. Sekarang ini penggunaan rivet berkurang karena keunggulan metode sambungan las dan baut mutu tinggi.

Penggunaan baut pada ktur baja dapat mempercepat proses pelaksaan dan tidak memerlukan kemampuan tinggi bagi pekerja dibanding dalam sambungan rivet dan las. Hal ini menyebabkan struktur baja dengan sambungan baut lebih ekonomis.

2.7.2 Jenis Baut

Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandarkan oleh ASTM adalah tipe A325 dan A490. Baut ini mempunyai kepada berbentuk segi enam. Baut A325 terbuat dari baja karbon yang memiliko kuat leleh 560 sampai 630 Mpa, baut A490 terbuat dari baja alloy dengan kuat leleh 790 sampai 900 Mpa, tergantung pada diameternya. Diameter baut mutu tinggi berkisar antara 0,5 – 1,5 in, yang

(25)

sering digunakan dalam struktur bangunan berdiameter antara 3/4 dan 7/8 in, dalam desain jembatan antara 7/8 hingga 1 in.

Dalam pemasangan baut mutu tinggi memerlukan gaya tarik awal yang cukup diperoleh dari pengencangan awal. Gaya ini akan memberikan friksi sehingga cukup kuat untuk memikul beban yang bekerja. Gaya ini dinamakan proof load.

Proof load diperoleh dengan mengalikan luas daerah tegangan tarik (A) dengan kuat leleh yang diperoleh dengan metode 0.2% tangen atau 0.55 regangan yang besarnya 70% fu untuk A325, dan 80% fu untuk A490.

As = 𝜋

4

[𝑑

𝑏

0,8743

𝑛

]

2 ... (2.97) Dengan :

db : diameter nominal baut n : jumlah ulir per mm

Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi mula-mula dipasang kencang tangan, dan kemudian diikuti putara lagi (turn-of-the-nut method Dalam tabel 2.3 ditampilkan tipe-tipe baut dengan diameter, proof load dan kuat tarik minimumnya.

Tabel 2.1 Tipe – Tipe Baut

Sumber : : Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Agus Setiawan

Tipe Baut Diameter

(mm)

Proof Stress (Mpa) Kuat Tarik Min.

(Mpa)

A307 6,35 – 104 - 60

A325 12,7 – 25,4 585 825

28,6 – 38,1 510 725

A490 12,7 825 1035

(26)

Sambungan baut mutu tinggi dapat didesain sebagai sambungan tipe friksi (jika dikehendaki tak ada slip) atau juga sambungan tipe tumpu.

2.7.3 Tahanan Nominal Baut

Suatu baut yang memikul beban terfaktor Ru, sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi :

Ru ≤ ϕRn ... (2.98) Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan adalah faktor reduksi yang diambil sebesar 0.75. besarnya Rn berbeda-beda untuk masing- masing tipe sambungan.

2.7.4 Kekuatan Tarik dan Geser Baut

Tahanan nominal satu buat baut yang memikul gaya tarik atau geser memenuhi persamaan :

Rn = Fn.Ab ... (2.99) Dengan :

Ab : luas tubuh baut tidak berulir nominal atau bagian berulir (mm2) Fn : tegangan tarik nominal, Fnt, atau tegangan geser, Fnw (ksi/Mpa)

2.7.5 Kombinasi Gaya Tarik dan Geser dalam Sambungan Tipe-Tumpuan Kekuatan tarik yang tersedia dari baut yang menahan kombinasi gaya tarik dan geser harus ditentukan sesuai dengan keadaan batas dari keruntuhan geser sebagai berikut:

Rn = F’nt.Ab ... (2.100)

(27)

Dengan :

F’nt : tegangan tarik nominal yang dimodifikasi mencakup efek tegangan geser (ksi/Mpa)

F’nt : 1,3 × Fnt - Fnt

ϕFnvfrv ≤ 𝐹𝑛𝑡 ... (2.101) Fnt : tegangan tarik nominal

Fnv : tegangan geser

frv : tegangan geser yang diperlukan menggunakan kombinasi beban (ksi/Mpa) 2.8. Sambungan Las

2.8.1 Umum

Suatu proses penyambungan bahan logam yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi.

2.8.2 Jenis – Jenis Las

Las tumpul, las ini dipakai untuk menyambung batang-batang sebidang.karena las ini harus menyaurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las ini harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang disambungnya.

Las sudut, tipe las ini paling banyak dijumpai dibandingkan tipe las yang lain, 80% sambungan las menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi tinggi dalam pengerjaannya.

Las baji dan pasak, jenis las ini biasanya digunakan bersama-sama dengan las sudut. manfaat utamanya adalah menyalurkan gaya geser pada sambungan lewatan bila ukuran panjang las sudut.

(28)

2.8.3 Tahanan Nominal

Persyaratan keamanan suatu struktur, dalam hal ini terutama untuk las adalah terpenuhinya persamaan :

Ru ≤ ϕRnw ... (2.102)

Dengan :

ϕ : Faktor tahanan

Rnw : adalah tahanan nominal per satuan panjang las Ru : adalah beban terfaktor per satuan panjang las

Kuat rencana per satuan panjang las sudut, ditentukan sebagai berikut :

ϕRnw = 0,75.te.(0,6.fuw).(las) ... (2.103) ϕRnw = 0,75.te.(0,6.fuw).(bahan dasar) ……….. (2.104) 2.9. Perencanaan Breising

2.9.1 Perencanaan Bresing

Sesuai SNI 1729 – 2015 kolom dengan ujung titik – titik terbreis menengah di desain memenuhi persyaratan dalam pasal 6.2 boleh di desain berdasarkan panjang tanpa dibreis, L, antara titik – titik terbreis dengan faktor panjang efektif, K = 1,0.

Balok dengan titik – titik terbreis menengah di desain memenuhi persyaratan dalam pasal 6.3 boleh di desain berdasarkan panjang tanpa dibreis .Lb, antara titik – titik terbreis

Bila breising tegak lurus terhadap komponen struktur yang akan dibreis, persamaan dalam SNI 1972 – 2015 pasal 6.2 dan 6.3 harus digunakan langsung tanpa persyaratan.

(29)

2.9.2 Breising Kolom

Diizinkan untuk breis pada suatu kolom individual pada ujung dan titik – titik menengah sepanjang panjang tersebut menggunakan breising relative atau breising nodal.

1. Breising relatif Kekuatan Perlu :

Prb = 0.004 Pr ………(2.105)

Kekakuan Perlu ………(2.106)

βbr = φ1 (2PrLb) ………(2.107)

2. Breising nodal Kekuatan perlu :

Prb = 0.01 Pr ………(2.108)

Kekakuan perlu βbr = 1

φ (8Pr

Lb) ………(2.109)

2.9.3 Breising Balok

Balok dan rangka bidang harus di kekang melawan rotasi di sumbu longitudinalnya pada titik –titik tumpuan. Bila titik – titik terbreis di asumsikan dalam desain antara titik – titik tumpuan, breising lateral, breising torsional, ataupun kombinasi di antara kedua breising tersebut harus di sediakan untuk mencegah perpindahahn relativf sayap – sayap atas dan bawah.

1. Breising Lateral

(30)

Breising lateral harus ditempatkan pada dekat sayap tekan balok, syarat tersebut di kecualikan jika sebagai berikut :

a. Pada ujung bebas pada balok kantilever, breising lateral harus di tempatkan pada area tarik ( bagian atas sayap )

b. Untuk balok yang terbreis yang menahan lentur kurva ganda, breising lateral harus ditempatkan pada kedua sayap dan titik terbreis terdekat titik belok.

2. Breising torsi

Breising torsional boleh ditempatkan di setiap lokasi penampang melintang dan tidak perlu ditempatkan dekat sayap tekan.

2.10. Gaya lateral

2.10.1 Umum

Semua struktur dianalisis terhadap pengaruh gaya lateran static yang di aplikasikan secara sendiri ( independent ) di kedua arah ortogonalnya. Pada pengaplikasian gaya lateral harus di aplikasikan secara simultan di tiap lantainya.

Untuk analisis perhitungan, gaya lateral di tiap lantai dihitung sebagai berikut : Fx = 0,01 Ws

Keterangan :

Fx : Gaya lateral yang di aplikasikan pada lantai

Wx : Bagian beban mati total struktur yang bekerja pada lantai

2.10.2 Pengaruh Beban Gempa

Pengaruh beban gempa E, berdasarkan SNI 1726 : 2012 : 48 harus ditentukan sesuai dengan syarat berikut :

a. Untuk penggunanan dalam kombinasi beban 5, E harus di tentukan

(31)

E = Eh + Ev

b. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7, E, harus di tentukan E = Eh - Ev

Keterangan :

E : Pengeruh beban gempa.

Eh : Pengaruh gaya gempa horizontal.

Ev : Pengaruh gaya gempa vertical.

2.10.3 Pengaruh Beban Gempa Horizontal

Pengaruh beban gempa horizontal berdasarkan pada SNI 1726 : 2012 ; 48, dimana Eh harus ditentukan sebagai berikut :

Eh = QE = Pengaru gaya gempa horizontal V atau Vp

2.10.4 Pengaruh Beban Gempa Vertikal

Pengaruh beban gempa horizontal berdasarkan pada SNI 1726 : 2012 ; 48, dimana Ev harus ditentukan sebagai berikut :

Ev = 0.2 × SDS × D SDS = 2

3 × SMS ... (2.110) SMS = Fa × Ss ... (2.111) Keterangan :

SDS : Parameter prcepatan spectrum respon desain pada periode pendek.

D : Pengaruh Beban Mati.

Fa : Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada periode pendek.

(32)

SMS : Parameter spectrum respon percepatan pada periode pendek.

Ss : Parameter respon spectra percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek.

Gambar 2.9 Spektrum respon desain ( Sumber SNI 1726 – 2012 )

2.10.5 Periode Pendekatan Fundamental

SNI 1726 : 2012 : 55, Periode pendekatan fundamental ( Ta ) di tentukan dengan rumus sebagai berikut :

Ta = Ct× hnx

Keterangan :

Hn = ketinggian struktur (m), diatas dasar sampai tingkat tertinggi struktur Koefisien Ct dan x dapat di tentukan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Nilai parameter Periode Pendekatan Ct dan x

(33)

Sumber SNI 1726 – 2012

2.10.6 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Berdasarkan SNI 1726 – 2012 57, Gaya gempa lateral ( Fx ), (kN ) yang timbul di semua tingkat harus di tentukan dengan persamaa sebagai berikut :

Fx = Cvx × V………(2.112)

Cvx = Wx.hx

k

ni=1Wi . hi1k ……...………...(2.113) Keterangan :

Cvx = Faktor distribusi vertical.

V = gaya lateral desain total atau gaya geser di dasar struktur yang dinyatakan dalam ( kN ).

wi dan wx = Bagian dari berat seismic efektif total struktur (W) yang di tempatkan pada tingkat i atau x.

Hi dan h = Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x.

(34)

k = k = 1 , untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau kurang.

k = 2, untuk periode struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau lebih.

= k = 2, atau harus di interpolasilinier antara 1 dan 2, untuk struktur yang pempunyai periode 0,5 dan 2,5 detik.

2.10.7 Distribusi Horizontal Gaya Gempa

Berdasarkan SNI 2726 : 2012 ; 57, Geser di semua tingkat ( Vx ) dapat di tentukan dengan persamaan berikut :

Vx = ∑ni=xFi ……….(2.114)

Keterangan :

Fi : Bagian dari geser dasar seismic (V) yang yang terjadi di tingkai i.

Gambar

Gambar 2.1 Circular Castellated Beam &amp; Hexagonal Castellated Beam
Gambar 2.2 Hexagonal Castellated Beam
Gambar 2.3 Parallelogram Mechanism  2.  Mekanisme Lentur
Gambar 2.4 Deck Baja Gelombang
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Gambar 2.6 adalah hasil uji tarik dari satu benda uji baja yang diakukan. hingga benda uji mengalami putus/runtuh, sedangkan pada gambar

1) Traksi: jaringan mengalami tarikan yang cukup kuat melebihi batas kelenturan sehingga mengakibatkan kerobekan otot atau ligamentum, misalnya: tarikan tendo

= tegangan geser rata-rata yang bekerja pada sepanjang bidang tergelincir Suatu lereng dapat dikatakan mengalami keruntuhan atau longsor apabila mempunyai nilai faktor

Teori tegangan geser maksimum memperkirakan kegagalan spesimen yang mengalami beban kombinasi terjadi bila tegangan geser maksimum pada suatu titik mencapai tegangan

Bila tendo yang merupakan ujung dari otot lurik luka atau putus, hematom yang terjadi akan mengalami proses penymbuhan alami dan menjadi jaringan ikat yang melekat pada

Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor seperti yang

Balok tinggi merupakan struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/ lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser

Selain itu uji lentur digunakan untuk mengukur kekuatan material akibat pembebanan dan kekenyalan hasil sambungan las baik di weld metal maupun HAZ pada perlakuan uji lenturan spesimen,