TESIS
PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR BAHAN PEMANIS, PENGAWET, DAN KAFEIN DALAM PRODUK MINUMAN RINGAN BERKARBONASI MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
OLEH:
SRI WARDONO NIM 107014008
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR BAHAN PEMANIS, PENGAWET, DAN KAFEIN DALAM PRODUK MINUMAN RINGAN BERKARBONASI MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SRI WARDONO NIM 107014008
PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS
Nama Mahasiswa : Sri Wardono No. Induk Mahasiswa : 107014008
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Pengembangan Metode Penetapan Kadar Bahan Pemanis, Pengawet, dan Kafein Dalam Produk Minuman Ringan Berkarbonasi Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Tempat dan Tanggal Ujian Lisan Tesis : Medan, 20 Desember 2012
Menyetujui:
Komisi Pembimbing Ketua,
Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt.
NIP 195306191983031001
Medan, 21 Januari 2013
Ketua Program Studi, Dekan
Prof. Dr. Karsono, Apt.
NIP 195409091982011001
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
NIP 195311281983031002 Anggota,
Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt.
NIP 195008281976032002
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Nama Mahasiswa : Sri Wardono No. Induk Mahasiswa : 107014008
Program Studi : Magister Farmasi
Judul Tesis : Pengembangan Metode Penetapan Kadar Bahan Pemanis, Pengawet, dan Kafein Dalam Produk Minuman Ringan Berkarbonasi Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Telah diuji dan dinyatakan LULUS di depan Tim Penguji pada Hari Kamis Tanggal Dua Puluh Bulan Desember Tahun Dua Ribu Dua Belas
Mengesahkan:
Tim Penguji Tesis
Ketua : Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt.
Anggota : Prof. Dr. Siti Morin Sinaga M.Sc., Apt.
Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.
Prof. Dr. M. Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul Pengembangan Metode Penetapan Kadar Bahan Pemanis, Pengawet dan Kafein Dalam Produk Minuman Ringan Berkarbonasi Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan beriring salam saya haturkan untuk junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Selama menyelesaikan penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc., (CTM)., Sp.A.(K). atas fasilitas yang diberikan kepada penulis selama mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Farmasi.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.
Sumadio Hadisahputra, Apt. yang kesempatan dan fasilitas yang diberikan penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Magister Farmasi.
3. Ketua Program Studi Magister Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt. yang telah memberi dorongan dalam penyelesaian pendidikan Program Magister Farmasi.
4. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt. selaku Pembimbing I dan Kepala Laboratorium Penelitian yang telah memberi saran, bimbingan, dorongan, dan bantuan fasilitas laboratorium selama penulis menjalani penelitian dan penulisan tesis ini.
5. Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga M.Sc., Apt. selaku Pembimbing II yang telah memberi saran, bimbingan dan dorongan selama penulis menjalani penelitian dan penulisan tesis ini.
6. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.AppSc., Apt. dan Prof. Dr. M. Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberi arahan perbaikan penulisan tesis ini.
7. Ibunda Painem dan Ayahanda Samiono yang telah memberi bimbingan dan doa yang tulus kepada penulis selama menjalani pendidikan.
8. Istriku yang tercinta Sri Wardani dan kedua anakku yang tersayang Aisyah Afni Jannati dan Aufa Abdurrahman Azka yang telah memberi dorongan dan semangat kepada penulis selama penulisan tesis ini.
9. Seluruh staf laboratorium penelitian yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian.
Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Kiranya Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan Bapak dan Ibu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun. Penulis juga berharap semoga tesis ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Desember 2012 Penulis
Sri Wardono
PENGEMBANGAN METODE PENETAPAN KADAR BAHAN PEMANIS, PENGAWET, DAN KAFEIN DALAM PRODUK MINUMAN RINGAN BERKARBONASI MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
ABSTRAK
Minuman ringan merupakan produk minuman yang terkenal dan banyak dikonsumsi masyarakat. Minuman ringan mengandung bahan tambahan seperti pemanis, pengawet, dan kafein. Bahan pemanis, pengawet, dan kafein dapat mengganggu kesehatan bila dikonsumsi berlebihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan suatu metode penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan dalam sampel minuman ringan berkarbonasi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Penelitian ini mempergunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dua panjang gelombang dengan instrumen LC 20AD detektor PDA (Shimadzu), kolom C18 150 mm x 2.0 mm (Shimadzu), spektrofotometer UV Probe 1800 (Shimadzu), baku pembanding asesulfam-K, sakarin-Na, siklamat-Na, aspartam, kafein, benzoat-Na, asam sorbat, metanol, dapar fosfat, serta sampel minuman ringan berkarbonasi. Sampel minuman ringan berkarbonasi diperoleh dari sebuah swalayan di Kota Medan. Sampel berjumlah empat buah dan diberi kode A, B, C, dan D. Parameter optimasi meliputi panjang gelombang, pH fase gerak, komposisi fase gerak, suhu oven, dan laju alir. Parameter validasi meliputi linieritas, batas deteksi, batas kuantitasi, akurasi, presisi, dan selektivitas. Metode yang diperoleh kemudian digunakan untuk penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat dalam sampel minuman ringan berkarbonasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum pengujian adalah fase gerak dapar fosfat pH 3,8 : metanol (80 : 20, v/v), laju alir 0,55 ml/menit, suhu oven 40 oC, panjang gelombang 200 nm untuk mendeteksi siklamat, kafein, aspartam, benzoat, dan panjang gelombang 220 nm untuk mendeteksi asesulfam, sakarin, dan sorbat. Waktu tambat asesulfam, sakarin, siklamat, kafein, aspartam, benzoat, dan sorbat masing-masing adalah 1,145 menit; 1,571 menit; 2,940 menit;
4,049 menit; 7,533 menit; 8,329 menit; dan 10,572 menit. Hasil validasi menunjukkan linieritas yang baik. Batas deteksi asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, sorbat masing-masing adalah 0,013 ppm; 0,032 ppm;
3,341 ppm; 0,026 ppm; 0,017 ppm; 0,018 ppm; dan 0,048 ppm. Batas kuantitasi asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat masing-masing adalah 0,045 ppm; 0,106 ppm; 11,138 ppm; 0,086 ppm; 0,058 ppm; 0,060 ppm;
dan 0,159 ppm. Hasil uji akurasi adalah 95,14% - 99,82% sebagai persen perolehan kembali, uji kesesuaian sistem adalah 1,0% - 1,9% sebagai %RSD, uji presisi adalah 1,65 – 2,48% sebagai %RSD, dan uji selektivitas menunjukkan hasil yang baik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar asesulfam, sakarin, siklamat, kafein, benzoat, dan sorbat dalam sampel minuman ringan berkarbonasi tidak melebihi batas maksimal penggunaan.
Kata kunci : Asesulfam, Sakarin, Siklamat, Aspartam, Kafein, Benzoat, Sorbat, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Optimasi, Validasi, Minuman Ringan Berkarbonasi.
DEVELOPMENT METHODE OF DETERMINATION SWEETENERS, PRESERVATIVES, AND CAFFEINE IN SOFT DRINK USING
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY ABSTRACT
Soft drink is a popular beverage product and consumed by people. Soft drink contains additional subtances like sweeteners, preservatives, and caffeine.
Sweeteners, preservatives, and caffeine can be hazardous to health if they are over consumed. The purpose of this research was to obtained a method to determination simultaneous of acesulfame, saccharin, cyclamate, aspartame, caffeine, benzoate, and sorbate in soft drink using high performance liquid chromatography. This research used high performance liquid chromatography reverse phase two wavelength with LC 20AD detector PDA (Shimadzu), column C18 150 mm x 2.0 mm (Shimadzu), spectrophotometer UV Probe 1800 (Shimadzu), methanol, phosphate buffer, standard material acesulfame-K, saccharin-Na, cyclamate-Na, aspartame, caffeine, benzoate-Na, sorbic acid, and carbonated soft drinks.
Carbonated soft drink was collected from a supermarket in Medan City. Amount of samples were four samples and given code A, B, C, and D. Optimation parameter include wavelength, pH of mobile phase, composition of mobile phase, oven’s temperature, and flow rate. Validation parameter include linierity, limit of detection, limit of quantitation, accuracy, precision, and selectivity. The method was obtained then used to determination acesulfame, saccharin, cyclamate, aspartame, caffeine, benzoate, and sorbic acid in carbonated soft drink samples.
The result of this research showed that the optimum condition were mobile phase buffer phosphate pH 3.8 : methanol (80 : 20) v/v, flow rate 0.55 ml/minute, oven’s temperature 40 oC, wavelength 200 nm to detect cyclamate, caffeine, aspartame, benzoate, and wavelength 220 nm to detect acesulfame, saccharin, and sorbate. The retention time of acesulfame, saccharin, cyclamate, caffeine, aspartame, benzoate, sorbate were 1.145 minute, 1,571 minute, 2.940 minute, 4.049 minute, 7.533 minute, 8.329 minute, 10.571 minute respectively. The results of validation showed good linierity. Limits of detection of acesulfame, saccharin, cyclamate, aspartame, caffeine, benzoate, and sorbate were 0.013 ppm, 0.032 ppm, 3.341 ppm, 0.026 ppm, 0.017 ppm, 0.018 ppm, 0.048 ppm respectively. Limit of quantitation of acesulfame, saccharin, cyclamate, aspartame, caffeine, benzoate, and sorbate were 0.045 ppm, 0.106 ppm, 11.138 ppm, 0.086 ppm, 0.058 ppm, 0.060 ppm, 0.159 ppm respectively. The result of accuracy test was 95.21% - 99.82% as percent recovery, compatability system test was 1.0% - 1.9% as %RSD, precision test was 1.65 – 2.48% as %RSD, and selectivity showed good results.
The result showed that acesulfame, saccharin, cyclamate, caffeine, benzoate, and sorbate in soft drink samples do not exceed maximum limit of usage.
Key words : Acesulfame, Saccharin, Cyclamate, Aspartame, Caffeine, Benzoate, Sorbate, High Performance Liquid Chromatography, Optimation, Validation, Carbonated Soft Drink.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL 1 ... i
HALAMAN JUDUL 2 ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Minuman Ringan ... 6
2.2 Bahan Tambahan Pangan ... 6
2.2.1 Bahan Pemanis Makanan ... 7
2.2.2 Bahan Pengawet Makanan ... 8
2.2.3 Kafein ... 8
2.4 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 8
2.5 Acceptable Daily Intake (ADI) ... 9
2.6 Aspartam ... 10
2.7 Asesulfam-K ... 10
2.8 Sakarin ... 11
2.9 Siklamat ... 12
2.10 Asam Benzoat ... 12
2.11 Asam Sorbat ... 13
2.12 Kafein ... 14
2.13 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 14
2.12.1 Pompa ... 15
2.12.2 Injektor ... 15
2.12.3 Kolom ... 15
2.12.4 Detektor ... 16
2.12.5 Fase Gerak ... 16
2.13 Parameter Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 17
2.13.1 Waktu Retensi ... 17
2.13.2 Faktor Ikutan dan Faktor Asimetris ... 18
2.13.3 Resolusi ... 18
2.13.4 Jumlah Plat Teoritis ... 19
2.13.5 Faktor Kapasitas (k’) ... 19
2.13.6 Selektivitas (α) ... 20
2.14. Validasi Metode Analisis ... 21
2.14.1 Linearitas dan Rentang ... 21
2.14.2 Keseksamaan (Presisi) ... 22
2.14.3 Kecermatan (Akurasi) ... 22
2.14.4 Selektivitas ... 23
2.14.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 23
2.14.6 Ketangguhan (Ruggedness) ... 24
2.14.7 Kekuatan (Robustness) ... 25
2.15 Metode Penentuan Bahan Tambahan Pangan ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 28
3.1 Alat ... 28
3.2 Bahan Penelitian ... 28
3.3 Prosedur Penelitian ... 29
3.3.1 Penyiapan Bahan ... 29
3.3.1.1 Pembuatan Larutan Asam O-Fosfat 0,1 N... 29
3.3.1.2 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 3,0 ... 29
3.3.1.3 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 3,5 ... 29
3.3.1.4 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 3,8 ... 30
3.3.1.5 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 4,0 ... 30
3.3.1.6 Pembuatan Larutan Baku Induk (LBI) ... 30
3.3.1.7 Pembuatan Larutan Baku Tunggal 1 (LBT-1) . 31 3.3.1.8 Pembuatan Larutan Baku Tunggal 2 (LBT-2) . 31 3.3.1.9 Pembuatan Larutan Baku Campur (LBC) .... 31
3.3.1.10 Pembuatan Larutan Baku Seri Induk (LBSI) 31 3.3.1.11 Pembuatan Larutan Baku Seri (LBS) ... 32
3.3.2 Prosedur Analisis ... 33
3.3.2.1 Optimasi Metode ... 33
3.3.2.1.1 Penentuan Panjang Gelombang .. 33
3.3.2.1.2 Penentuan Waktu Tambat Analit 34
3.3.2.1.3 Optimasi pH Fase Gerak ... 34
3.3.2.1.4 Optimasi Suhu Oven ... 34
3.3.2.1.5 Optimasi Komposisi Fase Gerak 35
3.3.2.1.6 Optimasi Laju Alir ... 35
3.3.2.2 Validasi Metode ... 35
3.3.2.2.1 Linieritas Baku ... 35
3.3.2.2.2 Batas Deteksi dan Kuantitasi ... 36
3.3.2.2.3 Uji Kecermatan (Akurasi) ... 36
3.3.2.2.4 Uji Keseksamaan (Presisi) ... 37
3.3.2.2.5 Penentuan Selektivitas ... 38
3.3.3 Pengujian Sampel ... 39
3.3.3.1 Pengambilan Sampel ... 39
3.3.3.2 Prosedur Pengujian Sampel ... 40
3.3.3.3 Prosedur Penentuan Berat Jenis Sampel ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1 Tahap Optimasi ... 42
4.1.1 Penentuan Panjang Gelombang ... 42
4.1.2 Penentuan Waktu Tambat Analit ... 44
4.1.3 Optimasi pH Fase Gerak ... 44
4.1.4 Optimasi Suhu Oven ... 48
4.1.5 Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 50
4.1.6 Optimasi Laju Alir ... 51
4.1.7 Pengaruh Pelarut Terhadap Analisis Analit ... 54
4.1.8 Hasil Optimasi ... 55
4.2 Validasi Metode ... 57
4.2.1 Linieritas Baku ... 57
4.2.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 58
4.2.3 Uji Kecermatan (Akurasi) ... 59
4.2.4 Uji Keseksamaan (Presisi) ... 60
4.2.5 Penentuan Selektivitas ... 60
4.3 Penetapan Kadar Sampel ... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
5.1 Kesimpulan ... 67
5.2 Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Daftar Beberapa Penelitian Penetapan Kadar Bahan Tambahan
Pangan Mempergunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi .... 27
Tabel 4.1. Data Hasil Optimasi pH Dapar Fosfat ... 47
Tabel 4.2. Data Hasil Optimasi Suhu Oven ... 49
Tabel 4.3. Data Hasil Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 52
Tabel 4.4. Data Hasil Optimasi Laju Alir ... 53
Tabel 4.5. Data Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 58
Tabel 4.6. Data Hasil Uji Kecermatan (Akurasi) ... 59
Tabel 4.7. Data Hasil Uji Keseksamaan ... 60
Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Kadar Asesulfam, Sakarin, Siklamat, Aspartam, Kafein, Benzoat, dan Sorbat Dalam Sampel ... 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3
Gambar 2.1. Rumus Struktur Aspartam ... 10
Gambar 2.2. Rumus Struktur Asesulfam ... 11
Gambar 2.3. Rumus Struktur Sakarin ... 11
Gambar 2.4. Rumus Struktur Siklamat ... 12
Gambar 2.5. Rumus Struktur Asam Benzoat ... 13
Gambar 2.6. Rumus Struktur Asam Sorbat ... 13
Gambar 2.7. Rumus Struktur Kafein ... 14
Gambar 2.8. Waktu Tambat Senyawa ... 17
Gambar 2.9. Pengukuran Faktor Tailing ... 18
Gambar 2.10. Resolusi Dua Senyawa ... 19
Gambar 4.1. Spektrum Overlay Analit ... 42
Gambar 4.2. Kromatogram Pelarut Pada Panjang Gelombang 220 nm .... 54
Gambar 4.3. Kromatogram Pelarut Pada Panjang Gelombang 220 nm .... 55
Gambar 4.4. Kromatogram Analit Pada Panjang Gelombang 220 nm Menggunakan Metode Hasil Optimasi ... 56
Gambar 4.5. Kromatogram Analit Pada Panjang Gelombang 220 nm Menggunakan Metode Hasil Optimasi ... 56
Gambar 4.6. Kurva Linieritas Kalibrasi Asesulfam, Sakarin, Siklamat, Aspartam, Kafein, Benzoat, dan Sorbat ... 57
Gambar 4.7. Kromatogram Baku Plus Plasebo Pada Panjang Gelombang 200 nm Menggunakan Metode Hasil Optimasi ... 61
Gambar 4.8. Kromatogram Baku Plus Plasebo Pada Panjang Gelombang 220 nm Menggunakan Metode Hasil Optimasi ... 62
Gambar 4.9. Kromatogram Plasebo Pada Panjang Gelombang 200 nm Menggunakan Metode Hasil Optimasi ... 62
Gambar 4.10. Kromatogram Plasebo Pada Panjang Gelombang 220 nm Menggunakan Metode Hasil Optimasi ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Spektrum Masing-Masing Analit ... 71
Lampiran 2. Data Absorbansi Masing-Masing Analit ... 74
Lampiran 3. Kromatogram Waktu Tambat Masing-Masing Analit ... 75
Lampiran 4. Data Waktu Tambat Masing-Masing Analit ... 79
Lampiran 5. Kromatogram Hasil Optimasi pH Larutan Dapar Fosfat ... 80
Lampiran 6. Kromatogram Hasil Optimasi Suhu Oven ... 84
Lampiran 7. Kromatogram Hasil Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 87
Lampiran 8. Kromatogram Hasil Optimasi Laju Alir ... 90
Lampiran 9. Kromatogram Analit Pada Sistem KCKT Hasil Optimasi . 93 Lampiran 10. Kromatogram Overlay Larutan Baku Seri ... 94
Lampiran 11. Data Penimbangan, Konsentrasi dan Kurva Linieritas Baku Asesulfam, Sakarin, Siklamat, Kafein, Aspartam Benzoat, dan Sorbat ... 97
Lampiran 12. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 100
Lampiran 13. Komposisi Plasebo Minuman Ringan Berkarbonasi ... 104
Lampiran 14. Kromatogram Uji Kecermatan ... 105
Lampiran 15. Perhitungan Uji Kecermatan ... 114
Lampiran 16. Kromatogram Uji Kesesuaian Sistem ... 116
Lampiran 17. Kromatogram Uji Keseksamaan ... 122
Lampiran 18. Perhitungan Uji Kesesuaian Sistem dan Uji Keseksamaan 128 Lampiran 19. Kromatogram Sampel ... 129
Lampiran 20. Perhitungan dan Kadar Sampel ... 137
Lampiran 21 Karakteristik Sampel ... 139
Lampiran 22. Data Berat Jenis Sampel ... 140
Lampiran 23. Sertifikat Analisis ... 141
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minuman ringan merupakan produk minuman yang banyak dikonsumsi masyarakat. Salah satu jenis minuman ringan yang terkenal di seluruh dunia adalah minuman ringan berkarbonasi. Berbagai jenis produk minuman ringan berkarbonasi sangat mudah diperoleh dan dikonsumsi oleh masyarakat dari orang tua, remaja, bahkan balita. Konsumsi minuman ringan cenderung terus meningkat dan seringkali menjadi gaya hidup serta dikonsumsi secara rutin (Wahyu, 2012).
Minuman ringan yang diproduksi umumnya mengandung bahan tambahan yang sengaja ditambahkan ke dalamnya seperti pemanis dan pengawet. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk memperbaiki cita rasa dan memperpanjang daya simpan. Bahan pemanis yang sering digunakan dalam minuman ringan adalah sakarin, siklamat, aspartam, dan asesulfam sedangkan pengawet yang sering digunakan adalah asam benzoat dan asam sorbat (Ambarsari, dkk., 2010).
Bahan tambahan tersebut merupakan bahan yang boleh dipergunakan dalam produk pangan namun tidak boleh melebihi batas yang telah ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 1988; Badan POM RI, 2004). Produk minuman ringan juga sering mengandung kafein yang berfungsi sebagai zat penstimulan tubuh.
Kadar kafein yang diperbolehkan terdapat di dalam produk minuman ringan tidak lebih 50 mg per kemasan (Badan POM RI, 2004).
Kandungan bahan pemanis, pengawet, dan kafein dalam produk minuman ringan menjadi perhatian penting karena dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan jangka
waktu yang lama. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengawasan untuk menjamin bahwa bahan tambahan dan kafein yang digunakan dalam produk minuman ringan tidak melebihi batas maksimal yang diperbolehkan.
Penetapan kadar bahan tambahan yang terdapat dalam minuman ringan dapat ditentukan dengan berbagai metode analisis seperti mempergunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi cair kinerja tinggi spektra massa (KCKT/MS). Penetapan kadar menggunakan metode KCKT memiliki beberapa kelebihan seperti waktu analisis yang cepat, resolusi dan sensitifitas yang tinggi, serta dapat dihubungkan dengan bermacam detektor yang sesuai (De Lux Putra, 2004). Sedangkan metode analisis dengan KCKT/MS membutuhkan peralatan yang lebih canggih, operasional yang lebih rumit, serta biaya yang lebih mahal.
Penetapan kadar asesulfam, aspartam, sakarin, siklamat, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan dapat dilakukan menggunakan KCKT. Bahan-bahan tersebut memiliki sifat fisika kimia yang beragam seperti polaritas, pKa, dan absorbansi maksimum pada panjang gelombang yang berbeda sehingga membutuhkan tahap optimasi untuk dapat dianalisis secara simultan. Metode analisis yang ada biasanya hanya menetapkan kadar satu analit atau beberapa analit saja dan tidak untuk menetapkan kadar ketujuh analit tersebut secara simultan (Novelina, dkk., 2009; Hayun, dkk., 2004; Mackenzie dan Erik, 2011).
Metode penetapan kadar yang tidak simultan menyebabkan proses pengujian menjadi tidak efisien, lebih mahal, membutuhkan tenaga analis dan pereaksi kimia yang lebih banyak serta membutuhkan waktu analisis yang lebih lama. Upaya untuk memperoleh suatu metode yang baik memerlukan tahap optimasi agar diperoleh metode analisis yang memiliki resolusi yang baik, sensitifitas uji yang tinggi, waktu analisis yang cepat dan biaya yang lebih murah (Hayun, dkk., 2004).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan pengembangan metode penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan mempergunakan KCKT. Dalam pengembangan metode ini akan dilakukan optimasi metode analisis terhadap parameter panjang gelombang, pH fase gerak, kombinasi fase gerak, suhu kolom, dan laju alir.
Metode analisis yang telah dioptimasi kemudian diuji persyaratan penggunaannya sesuai parameter validasi. Hasil pengembangan metode kemudian digunakan untuk penetapan kadar bahan pemanis, pengawet, dan kafein pada beberapa sampel produk minuman ringan berkarbonasi.
1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka pemikiran penelitian terdiri dari tahap optimasi, validasi, dan penetapan kadar sampel. Pada tahap optimasi terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas adalah panjang gelombang, pH fase gerak, suhu oven, komposisi fase gerak, dan laju alir. Sedangkan variabel terikat adalah panjang gelombang maksimum, waktu tambat, resolusi, faktor kapasitas, dan selektivitas. Metode yang diperoleh dari hasil optimasi kemudian diuji penggunaannya sesuai parameter validasi. Metode hasil validasi kemudian digunakan untuk penetapan kadar bahan pemanis, pengawet, dan kafein dalam sampel produk minuman ringan berkarbonasi. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1. di bawah ini:
1.3 Perumusan Masalah
1. Apakah kondisi optimum penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan dapat ditentukan dengan menggunakan KCKT?
2. Apakah hasil optimasi pengembangan metode analisis penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan menggunakan KCKT tersebut memenuhi persyaratan validasi?
3. Apakah hasil pengembangan metode analisis tersebut dapat digunakan untuk menentukan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan dalam sampel minuman ringan berkarbonasi?
1.4 Hipotesis
1. Kondisi optimum metode analisis untuk penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan dapat ditentukan menggunakan metode KCKT.
Variabel Bebas
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Variabel Terikat
Metode Hasil Optimasi - panjang gelombang
190 – 250 nm - pH fase gerak pH 3,0; 3,5; 3,8; 4,0 - suhu oven 30, 35, 40 oC - komposisi fase gerak metanol : dapar fosfat 85:15; 80:20; 75:25
- laju alir
0,5; 0,55; 0,6 ml/mnt
Validasi
Penetapan Kadar Sampel Kadar Asesulfam,
Sakarin, Siklamat, Aspartam, Kafein, Benzoat, Sorbat Optimasi
Bertahap Sistem Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi
- λ maksimum - waktu tambat - resolusi - faktor
kapasitas - selektivitas
2. Hasil optimasi pengembangan metode analisis penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan menggunakan KCKT tersebut memenuhi persyaratan validasi.
3. Hasil pengembangan metode analisis hasil optimasi dapat digunakan untuk penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan dalam sampel minuman ringan berkarbonasi.
1.5 Tujuan Penelitian
1. Mengembangkan metode penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan mempergunakan KCKT.
2. Menetukan kondisi optimum metode analisis penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat secara simultan.
3. Menguji validitas metode analisis penetapan kadar asesulfam, sakarin, siklamat, aspartam, kafein, benzoat, dan sorbat hasil optimasi.
4. Menguji penggunaan metode analisis hasil optimasi tersebut terhadap sampel yang beredar di pasaran.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian pengembangan metode penetapan kadar bahan pemanis, pengawet, dan kafein secara simultan ini diharapkan dapat menjadi metode pilihan yang dapat dipergunakan oleh Badan POM RI, laboratorium standarisasi, dan laboratorium pengujian lainnya untuk penentuan kadar bahan pemanis, pengawet, dan kafein dalam produk minuman yang beredar di pasaran secara lebih cepat dan efisien. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan pengembangan teknis dalam bidang analisis obat dan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minuman Ringan
Definisi minuman ringan menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan adalah produk minuman yang diperoleh tanpa melalui proses fermentasi dengan atau tanpa penambahan karbondioksida, dengan atau tanpa pengenceran sebelum diminum, tetapi tidak termasuk air, sari buah, susu atau susu untuk persiapan produk, teh, kopi, cokelat, produk telur, produk daging, kamir ekstrak sayur, sup, sari sayur dan minuman beralkohol. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu: minuman ringan dengan karbonasi, dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan menambahkan karbon dioksida dalam air minum sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi (Badan POM RI, 2006).
2.2 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (Badan POM RI, 2004). BTP bukan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam produk makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan. Penggunaan BTP biasanya untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, tekstur, aroma dan memperpanjang daya simpan, dan lain-lain. Jenis-jenis BTP antara lain adalah bahan pengawet, pemanis, penguat rasa, pewarna, pemutih, anti kempal, dan anti oksidan. Dalam
penggunaannya BTP memiliki batas maksimum yang merupakan jumlah maksimal (miligram per kilogram) yang diizinkan untuk ditambahkan ke dalam jenis produk pangan tertentu (Departemen Kesehatan RI, 1988; Badan Standarisasi Nasional, 1995; Badan POM RI, 2004). Sedangkan nilai ADI (Acceptable Daily Intake) adalah jumlah maksimum BTP yang dapat dikonsumsi setiap hari tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (Badan POM RI, 2004).
2.2.1 Bahan Pemanis Makanan
Bahan pemanis adalah BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu (Badan POM RI, 2004). Bahan pemanis terbagi dua yaitu bahan pemanis alami dan bahan pemanis buatan. Bahan pemanis buatan (artificial sweeteners) merupakan senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga rendah kalori atau tidak mengandung kalori (Ambarsari, dkk., 2010).
Penggunaan pemanis buatan untuk memproduksi makanan jauh lebih murah dibanding penggunaan sukrosa sehingga pemanis buatan telah menggeser penggunaan pemanis alami. Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Karena diperoleh melalui proses sintetis kimia dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa kimia. Bahan pemanis yang sering digunakan antara lain sakarin, siklamat, aspartam, sukralosa, dan asesulfam (Ambarsari, dkk., 2010).
2.2.1.1 Aspartam
Aspartam (aspartyl-phenylalanine-1-methyl ester) merupakan pemanis yang sering ditambahkan ke dalam produk makanan. Aspartam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 60 sampai 220 kali dibandingkan kemanisan sukrosa. Rumus struktur aspartam dapat dilihat pada Gambar 2.1. di bawah ini.
Gambar 2.1. Rumus Struktur Aspartam
Aspartam (C14H18N2O5, BM = 294,31 g/mol) merupakan pemanis berbentuk kristal, sedikit larut dalam air, dan tidak berbau. Memiliki nilai pKa 3,01 dengan kestabilan pada kisaran pH 3 – 5. Dalam bentuk larutan aspartam akan cepat terdegradasi menjadi diketopiperazin, asam aspartat, dan fenilalanin sehingga mengurangi tingkat kemanisannya. Kestabilan aspartam juga menurun dengan meningkatnya suhu. Di dalam tubuh aspartam dimetabolisme dengan cepat menjadi asam aspartat, fenilalanin, dan metanol. Sehingga meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah. Oleh karena itu pada label perlu dicantumkan peringatan khusus bagi penderita fenilketonuria. emiliki nilai ADI sebesar 50 mg/kg BB dengan batas maksimum penggunaan dalam minuman ringan 600 mg/kg (O’Donnell dan Kearsley, 2012; Hunter, 2008; Ambarsari, dkk., 2010).
2.2.1.2 Asesulfam-K
Asesulfam-K (5,6-dimetyl-1,2,3-oxatiazin-4(3H)-one2,2-dioxide) merupakan bahan pemanis yang sering digunakan dalam produk minuman. Asesulfam-K (C4H4KNO4S, BM = 201,24 g/mol) memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 200
kali dibandingkan tingkat kemanisan sukrosa. Asesulfam-K merupakan garam yang mudah larut dalam air dengan nilai pKa 2,0. Rumus struktur asesulfam dapat dilihat pada Gambar 2.2. di bawah ini.
Gambar 2.2. Rumus Struktur Asesulfam
Kombinasi penggunaannya dengan aspartam dan siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis. Asesulfam-K tidak dapat dicerna, tidak memiliki nilai kalori dan non glikemik sehingga aman dikonsumsi manusia. Nilai ADI sebesar 15 mg/kg berat badan dengan batas maksimum dalam produk minuman ringan adalah 600 mg/kg (Ambarsari, dkk., 2010).
2.2.1.3 Sakarin
Sakarin (1,2-benzisotiazolin-3-on-1,1-dioksida) merupakan pemanis dengan tingkat kemanisan 300 - 500 kali dibanding tingkat kemanisan sukrosa dan tanpa nilai kalori. Rumus struktur sakarin dapat dilihat pada Gambar 2.3. di bawah ini.
Gambar 2.3. Rumus Struktur Sakarin
Sakarin (C7H5NO3S, BM = 183,18 g/mol) berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan mudah larut dalam air, dengan nilai pKa 1,8. Senyawa sakarin biasanya berbentuk garam natrium dihidrat (BM 241,20) atau kalsium dihidrat (BM = 440,48). Kombinasi penggunaannya dengan pemanis lain seperti siklamat bersifat sinergis. Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus,
dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan. Nilai ADI sebesar 5 mg/kg BB dan batas maksimum dalam minuman ringan adalah 500 mg/kg (O’Donnell dan Kearsley, 2012; Ambarsari, dkk., 2010).
2.2.1.4 Siklamat
Siklamat (N-cyclohexylsulfamate) merupakan pemanis buatan yang biasanya berbentuk garam kalsium, kalium, atau natrium. Rumus struktur siklamat dapat dilihat pada Gambar 2.4. di bawah ini.
Gambar 2.4 Rumus Struktur Siklamat
Siklamat (C6H13NO3S, BM = 201,22 g/mol) berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, mudah larut dalam air dan etanol, dengan nilai pKa 1,90.
Memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 30 kali dibandingkan tingkat kemanisan sukrosa serta tidak memiliki nilai kalori. Kombinasi penggunaannya dengan pemanis lain seperti sakarin atau asesulfam bersifat sinergis, serta dapat digunakan bersama pencita rasa lain. Siklamat termasuk ke dalam daftar pemanis yang boleh dipergunakan dengan nilai ADI sebesar 0 – 11 mg/kg BB dan batas maksimal penggunaan dalam minuman ringan sebesar 1000 mg/kg (Ambarsari, dkk., 2010).
2.2.2 Bahan Pengawet Makanan
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Departemen Kesehatan RI, 1988). Bahan
pengawet yang digunakan pada produk makanan tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Senyawa benzoat dan sorbat banyak digunakan sebagai pengawet pada produk minuman ringan. Bentuk yang paling umum dipakai adalah garam natrium benzoat dan kalium sorbat karena memiliki kelarutan dan efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk asamnya (Anonim, 2010).
2.2.2.1 Asam Benzoat
Asam benzoat (acidum benzoicum) merupakan pengawet yang sering ditambahkan ke dalam produk pangan dan berfungsi sebagai antimikroba. Rumus struktur asam benzoat dapat dilihat pada Gambar 2.5. di bawah ini.
Gambar 2.5. Rumus Struktur Asam Benzoat
Asam benzoat (C6H5COOH, BM = 122,12 g/mol) berbentuk kristal, sukar larut dalam air dan mudah larut dalam metanol, dengan nilai pKa 4,2. Jumlah maksimum dalam minuman ringan adalah 600 mg/kg dengan nilai ADI 5 mg/kg BB (Departemen Kesehatan RI, 1988). Metabolisme natrium benzoat telah dipelajari secara detail yang menunjukkan sekitar 75 - 80% dikeluarkan dalam jangka waktu 6 jam dan seluruh dosis akan dikeluarkan dari dalam tubuh dalam jangka waktu sekitar 10 jam (Anonim, 2010).
2.2.2.2 Asam Sorbat
Asam sorbat (acidum sorbicum) juga sering digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan. Bentuk garam dari kalium sorbat lebih sering digunakan
karena lebih larut dalam air dibandingkan bentuk asamnya. Senyawa sorbat efektif untuk digunakan dalam berbagai produk pangan. Rumus struktur asam sorbat dapat dilihat pada Gambar 2.6. di bawah ini.
Gambar 2.6. Rumus Struktur Asam Sorbat
Asam sorbat (C6H8O2, BM = 112,13 g/mol) berbentuk kristal putih, memiliki kelarutan yang rendah di dalam air, dan mudah larut dalam etanol, memiliki nilai pKa sebesar 4,80. Keaktifan bentuk garam berkisar 10 – 600 kali bentuk asamnya.
Penggunaan maksimum asam sorbat dalam minuman berkisar 1 g/kg dengan nilai ADI sebesar 25 mg/kg BB (Departemen Kesehatan RI, 1999).
2.2.3 Kafein
Minuman ringan terkadang mengandung kafein dalam komposisinya. Kafein berfungsi sebagai zat penstimulan tubuh untuk menghasilkan efek segar serta menghilangkan kantuk dan mempertahankan kesadaran. Senyawa kafein (1,3,7- trimetil xantin) merupakan alkaloid xanthin, berwarna putih dan rasanya pahit.
Rumus struktur kafein adalah C8H10N4O2 dengan berat molekul 194,19 g/mol dapat dilihat pada Gambar 2.7. di bawah.
Gambar 2.7. Rumus Struktur Kafein
Senyawa kafein banyak terkandung dalam teh, kopi, dan kola. Kafein juga sering ditambahkan ke dalam produk minuman ringan sebagai stimulan, menghilangkan kantuk, dan menjaga kesadaran. Kadar maksimal kafein dalam minuman ringan adalah 50 mg/kemasan (Badan POM RI, 2004). Konsumsi kafein yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan kesehatan seperti memicu jantung berdebar, naiknya tekanan darah, resiko stroke atau bahkan meninggal.
Pengaruh buruk kafein diduga semakin kuat karena sering dikombinasi dengan berbagai zat lain di dalam produk minuman seperti ginseng dan taurin, atau bila dicampur dengan minuman beralkohol (Fatih, 2011).
2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam- macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu kromatografi adalah Tswett (1903) yang mencoba memisahkan pigmen-pigmen daun menggunakan suatu kolom yang berisi CaSO4. lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan berbagai daerah berwarna yang bergerak ke bawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan peneliti yang bernama D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan berbagai fraksi dalam petroleum. Namun Tswett diakui sebagai penemu pertama yang menjelaskan tentang proses kromatografi (De Lux, 2004).
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai uji identitas, kemurnian, dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan menggunakan
kromatografi gas. Metode ini banyak dipilih karena memberikan hasil dengan akurasi dan presisi yang tinggi serta waktu analisis yang relatif cepat (De Lux, 2004). Beberapa hal penting yang terdapat pada KCKT antara lain:
2.3.1 Pompa
Pompa berfungsi mendorong fase gerak untuk bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yaitu kinerja konstan dan pemindahan konstan. Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe.
Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating)
sehingga membutuhkan peredam elektronik untuk menghasilkan garis dasar detektor yang stabil (De Lux, 2004).
2.3.2 Injektor
Injektor merupakan tempat memasukkan cuplikan sampel dan kemudian didistribusikan ke dalam kolom. Sampel cair disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan kantong sampel internal atau eksternal. Sampel yang akan dimasukkan harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom (De Lux, 2004).
2.3.3 Kolom
Kolom merupakan jantung dari sistem kromatografi. Suatu analisis menggunakan KCKT sangat tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom terbagi atas kolom analitik dan kolom preparatif.
Kolom umumnya dibuat dari bahan stainless steel dan dioperasikan pada suhu kamar, tetapi bisa juga digunakan pada suhu lebih tinggi (De Lux, 2004).
2.3.4 Detektor
Detektor dibutuhkan untuk mendeteksi sampel yang keluar dari dalam kolom dan menghitung kadarnya. Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan yang rendah, respons linier yang luas, serta dapat memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm (De Lux, 2004).
2.3.5 Fase Gerak
Fase gerak adalah salah satu dari variabel yang sangat mempengaruhi pemisahan. Terdapat variasi yang sangat luas pada fase gerak untuk KCKT.
Beberapa sifat fase gerak yang digunakan adalah: harus murni, tidak bereaksi dengan wadah, sesuai dengan detektor yang digunakan, dapat melarutkan sampel, visikositas rendah, mudah diperoleh dan harga murah (De Lux, 2004).
Untuk analit yang bersifat asam lemah atau basa lemah sering digunakan fase gerak dapar untuk memperbaiki resolusi dan selektivitasnya. Pada larutan dapar dengan pH rendah analit basa akan terionisasi sehingga lebih cepat terelusi, sedangkan analit asam tidak terionisasi sehingga lebih lambat terelusi. Sebaliknya, pada larutan dapar dengan pH tinggi analit basa tidak terionisasi sehingga lebih lambat terelusi, sedangkan analit asam akan terionisasi sehingga lebih cepat terelusi. Mengubah pH dapar berarti mengubah derajat ionisasi molekul dalam larutan. Perubahan tersebut sangat mempengaruhi polaritas senyawa asam dan basa tersebut dan konsekuensinya akan mengubah waktu tambat dan derajat selektivitas senyawa tersebut. Dapar yang dipilih sebaiknya memiliki pH yang mendekati pKa analit yang diuji, kapasitas dapar yang cukup untuk menahan perubahan pH serta
kisaran pH yang cocok untuk analit. Biasanya lebih disukai dapar dengan pH + 1 unit dari pKa analit, namun bisa juga dapar dengan pH + 1,50 unit dari pKa analit (Dong, 2006). Dapar yang dipilih sebaiknya juga tidak mengganggu serapan pada panjang gelombang analisis. Beberapa dapar yang sering dipergunakan pada pH asam adalah dapar fosfat pKa 2,12 dengan UV cut off < 200 nm dan dapar asetat pKa 4,80 dengan UV cut off 210 nm (Burdick dan Jackson, 2011).
2.4 Parameter Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kondisi hasil analisis KCKT dinyatakan dalam parameter yang meliputi waktu tambat, faktor ikutan, faktor asimetris, resolusi (Rs), jumlah lempeng teoritis (N), efisiensi kolom (HETP), faktor kafasitas (k’), dan selektivitas (α).
2.4.1 Waktu Tambat
Waktu tambat adalah waktu yang dibutuhkan suatu zat bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu tambat diukur berdasarkan waktu dimana sampel diinjeksikan sampai menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum. Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir dan panjang kolom. Waktu tambat suatu zat selalu konstan pada kondisi kromatografi yang sama. Puncak kromatogram suatu senyawa dapat diidentifkasi dengan membandingkan waktu tambatnya terhadap baku. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar analisis kualitatif (Ahuja dan Dong, 2005). Gambar waktu tambat dapat dilihat pada gambar 2.8. di bawah ini.
Gambar 2.8. Waktu Tambat Senyawa
2.4.2 Faktor Ikutan dan Faktor Asimetri
Jika puncak yang akan dianalisis bersifat asimetri (tidak setangkup), maka perhitungan asimetrisitas merupakan cara yang baik untuk mengontrol sistem kromatografi. Peningkatan puncak asimetri akan menyebabkan penurunan resolusi, batas deteksi, dan presisi. Pengukuran derajat asimetris puncak dapat dihitung dengan dua cara, yakni faktor ikutan dan faktor asimetris. Faktor ikutan dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5%. Sedangkan faktor asimetri dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 10%.
2.4.3 Resolusi
Resolusi atau daya pemisahan dua puncak yang berdekatan didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak dibagi dengan luas rata-rata pita. Bila nilai resolusi lebih besar dari 1,5 menunjukkan bahwa kedua puncak terpisah secara sempurna (Snyder, et al., 2010). Nilai resolusi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
) (
) (
2
1 2
1 . 2 .
W W
t
Rs tR R
Dimana: Rs = resolusi dari dua pita tR.1 = waktu tambat senyawa pertama
tR.1 = waktu tambat senyawa kedua W1 = luas area pita pertama W2 = luas area pita kedua
Gambar 2.9. Resolusi Dua Senyawa
2.4.4 Jumlah Lempeng Teoritis (N)
Jumlah lempeng teoritis menggambarkan efisiensi kinerja suatu kolom.
Semakin tinggi nilai lempeng teoritis maka semakin efisien kinerja kolom tersebut.
Selain jumlah lempeng teoritis, indikator efisiensi kinerja kolom dapat juga ditentukan dengan menghitung nilai Height Equivalent Theoretical Plate (HETP).
Nilai HETP merupakan panjang kolom yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan komponen sampel antara fase gerak dengan fase diam. Efisiensi kinerja kolom semakin meningkat jika nilai HETP semakin kecil (Dong, 2006).
Jumlah lempeng teoritis suatu kromatogram dapat dihitung dengan persamaan:
2
16
b R
W N t
Dimana: N = jumlah lempeng teoritis tR = waktu tambat senyawa Wb = lebar dasar
2.4.5 Faktor Kapasitas (k’)
Faktor kapasitas merupakan suatu derajat tambatan dari suatu analit yang tidak dipengaruhi oleh laju alir dan panjang kolom. Idealnya, suatu analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka nilai faktor kapasitas dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Kazakevich dan Bruto, 2007).
Nilai faktor kapasitas yang disukai berada antara 1 hingga 10. Jika nilai faktor kapasitas telalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga kurang terjadi interaksi antara analit dengan fase diam. Sebaliknya
jika nilai faktor kapasitas terlalu besar maka akan mengindikasikan waktu analisis yang panjang (Meyer, 2004). Nilai faktor kapasitas dapat dihitung dengan persamaan berikut :
0
0 0
' '
k t
t t t
t R R
Dimana: k’ = faktor kapasitas
tR = waktu tambat suatu senyawa t0 = waktu tambat hampa
2.4.6 Selektivitas (α)
Selektivitas adalah kemampuan suatu sistem KCKT untuk membedakan analit yang berbeda. Selektivitas juga dikenal sebagai faktor pemisahan atau tambatan relatif. Nilai selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan faktor kapasitas dari analit yang berbeda. Selektivitas umumnya bergantung pada sifat analit dan interaksi antara analit dengan permukaan fase diam dan fase gerak. Jenis fase gerak seperti metanol dan asetonitril juga dapat mempengaruhi nilai selektivitas ini (Kazakevich dan Bruto, 2007). Selektivitas dihitung mempergunakan persamaan berikut:
1 0
0 2 1
2
t t
t t k k
R R
Dimana: α = selektivitas
t0 = waktu tambat hampa
k1 = faktor kapasitas senyawa pertama k2 = faktor kapasitas senyawa kedua
tR1 dan tR2 = waktu tambat senyawa pertama dan kedua
2.5 Jenis - Jenis Kromatografi
Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya maka sistem kromatografi dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu:
2.5.1 Kromatografi padatan cair
Teknik ini tergantung pada proses adsorpsi zat pada suatu adsorben bersifat polar seperti silika gel atau alumina. Sebagai fase diam berupa zat padat dan fase gerak berupa cairan atau gas. Teknik ini biasanya digunakan untuk analit yang mudah larut dalam pelarut organik dan tidak terionisasi. Kromatografi lapis tipis adalah salah satu bentuk dari jenis kromatografi ini (De Lux, 2004).
2.5.2 Kromatografi partisi
Teknik ini tergantung pada proses partisi zat diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur dimana salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya sebagai fase gerak. Pada kromatografi partisi ini sebagai fase diam adalah suatu padatan inert yang dilapisi dengan suatu cairan yang tidak mudah menguap. Sedangkan sebagai fase gerak dapat berupa suatu gas atau suatu cairan.
Analit akan terdistribusi antara fase gerak dan fase diam, dimana komponen yang lebih terlarut dalam fase gerak akan terpisah pertama kali. Kromatografi kertas merupakan contoh dari sistem kromatografi ini (Snyder dan Joseph, 2010).
2.5.3 Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion memiliki fase diam berupa padatan yang dilapisi dengan suatu resin. Biasanya resin mengandung ion positif atau negatif yang bergantung pada jenis resinnya. Kebanyakan resin berasal dari kopolimer divinilbenzen stiren dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah. Asam sulfonat
dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan paling baik untuk digunakan.
Teknik ini tergantung pada proses pertukaran ion diantara fase gerak dan resin.
(Snyder dan Joseph, 2010).
2.5.4 Kromatografi eksklusi
Kromatografi eksklusi merupakan proses pemisahan berdasarkan ukuran molekul zat. Fase diam adalah suatu gel dengan permukaan berpori-pori sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalarn pori-pori dan ditahan dalam fase diam lebih lama sehingga lebih lambat keluar kolom.
Sedangkan molekul yang lebih besar, tidak dapat masuk ke dalam pori-pori sehingga dapat melewati kolom lebih cepat karena tidak mengalami proses penahanan pada kolom. Tenik ini dikembangkan untuk analisis polimer dan bahan biologi, terutama untuk rnolekul-molekul kecil (Snyder dan Joseph, 2010).
2.5.5 Kromatografi pasangan ion
Kromatografi ini diperkenalkan pertama sekali pada 1970. Kromatografi pasangan ion disebut juga kromatografi ekstraksi dimana kromatografi dilakukan dengan suatu larutan pemberi ion tanding. Kromatografi ini dapat dilakukan dalam dua tipe yaitu fase normal dan fase balik. Fase diam dari fase terbalik dapat terdiri dari suatu kolom silika yang disilanisasi (misalnya dengan C8 atau C18). Fase gerak terdiri dari suatu larutan bufer dengan pelarut organik (metanol atau asetonitril) dan suatu penambahan ion tanding yang muatannya berlawanan dengan molekul sampel. Sampel dan ion tanding dapat larut hanya dalam fase gerak air, sedangkan hasil pasangan ion yang terbentuk dari reaksi ion-ion tersebut dapat larut hanya dalam fase diam organik (Snyder dan Joseph, 2010).
2.6 Validasi Metode Analisis
Suatu metode analisis baru dapat digunakan bila telah dilakukan validasi. Hal ini karena adanya perbedaan alat, keterbatasan alat, bahan kimia atau kondisi lain yang menyebabkan metode tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan. Sehingga sering dilakukan modifikasi, penyederhanaan maupun perbaikan metode, akibatnya metode tersebut harus divalidasi dengan cara yang benar. Apabila metode ini dapat dipertanggungjawabkan secara keseluruhan tidak menyimpang, dan diakui oleh pihak yang berkompeten, maka metode yang dimodifikasi ini dianggap valid dan dapat digunakan untuk analisis rutin (Hidayat, 1999).
Validasi metode adalah suatu penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:
2.6.1 Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon yang proporsional terhadap konsentrasi analit. Sedangkan rentang adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima sesuai persyaratan.
Cara menentukan linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Sebagai parameter hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada regresi linier Y = a + bX (Harmita, 2004).
2.6.2 Keseksamaan
Keseksamaan (presisi) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Cara menentukan keseksamaan adalah dengan mengukur simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi).
Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi 2% atau kurang.
Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Sedangkan ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan di laboratorium berbeda dengan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula (Harmita, 2004).
2.6.3 Kecermatan
Kecermatan (akurasi) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analisis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan pelaksanaannya yang cermat sesuai prosedur.
Penentuan kecermatan dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Nilai kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.
Nilai persen perolehan metode simulasi dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% - 120%) kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan untuk membuat sampel plasebo karena matriks pembawanya tidak diketahui maka dapat dipakai metode penambahan baku (Harmita, 2004).
2.6.4 Selektivitas
Selektivitas metode adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur zat atau analit yang tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya cemaran atau komponen lain yang mungkin ada di dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung analit yang ditambahkan dengan cemaran matriks, hasil urai zat kimia, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan tersebut (Harmita, 2004).
2.6.5 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil suatu analit yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Sedangkan batas kuantitasi adalah batas kuantitas terkecil suatu analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Cara menentukan batas batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko.
Batas deteksi dan kuantitasi kemudian dihitung secara statistik melalui garis regresi linier. Nilai kepekaan pengukuran akan sama dengan nilai b (slope) pada persamaan garis linier y = a + bx. Sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x). Untuk batas deteksi dengan nilai k = 3 dan simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka nilai 𝑄 = 3 𝑆𝑦/𝑥
𝑆𝑙 . Sedangkan untuk batas kuantitasi nilai k = 10 dan simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka nilai 𝑄 = 10 𝑆𝑦/𝑥
𝑆𝑙
Dimana : Q = batas deteksi atau batas kuantitasi
Sl = slope (b pada persamaan garis y = a + bx)
Sb (Sy/x) = simpangan baku respon analitik dari blangko
Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan respon (Harmita, 2004).
2.6.6 Ketangguhan
Ketangguhan (ruggedness) suatu metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, tenaga analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang
berbeda, dan sebagainya. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antar laboratorium dan antar analis. (Harmita, 2004).
2.6.7 Kekuatan
Untuk memvalidasi kekuatan (robustness) suatu metode baru perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus, serta mengevaluasi respon analitik, presisi, dan akurasinya. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur KCKT dapat mencakup (tapi tidak dibatasi) perubahan komposisi organik fase gerak (+ 1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom sekitar ± 2 - 3° C (Harmita, 2004).
2.9 Metode Penentuan Bahan Tambahan Pangan
Beberapa metode yang telah dikembangkan menunjukkan bahwa metode KCKT fase terbalik merupakan pilihan untuk analisis campuran bahan tambahan pangan karena analit yang diuji bersifat polar (Hayun, dkk., 2004; Dossi, et al., 2005; Cubuk, et al., 2005; Novelina, dkk., 2009). Serapan panjang gelombang maksimum bahan tambahan tersebut sangat beragam (Dossi, et al., 2006; Novelina, dkk., 2009) sehingga tidak dapat diuji pada satu panjang gelombang untuk analisis secara simultan. Bahan tambahan yang diuji memiliki tingkat keasaman yang beragam dengan nilai pKa yang berbeda-beda (Dossi, et al., 2006). Fase gerak dapar dapat digunakan untuk memperbaiki resolusi dan selektivitas campuran analit yang bersifat asam lemah dan basa lemah (Dong, 2007).
Hayun, dkk., (2004), melakukan penetapan kadar sakarin, aspartam, asam benzoat, asam sorbat, dan kafein menggunakan KCKT UV 254 nm dengan fase gerak asetonitril : dapar fosfat pH 5 perbandingan 5 : 95 serta laju alir 1 ml/menit.
Novelina, dkk., (2009), menentukan kadar siklamat dalam minuman ringan dengan KCKT detekor UV pada panjang gelombang 200 nm sebagai analit tunggal dengan menggunakan fase gerak KH2PO4 dan metanol dengan perbandingan 7 : 3 laju alir 1 ml/menit. Mackenzie dan Erik, (2011), melakukan penetapan kadar aspartam, asam benzoat, kafein, dan sakarin dalam makanan sugar free secara simultan dengan KCKT dua panjang gelombang yaitu 220 nm dan 270 nm dengan fase gerak metanol dan dapar fosfat pH 3 laju alir 1 ml/menit.
Cubuk, dkk., (2005), meneliti kadar pemanis dan pengawet dalam minuman ringan dengan KCKT fase terbalik detektor diode array pada beberapa panjang gelombang menggunakan fase gerak asetonitril dan ammonium asetat 0,005 M dengan elusi gradien. Bahrudin, dkk., (2004), melakukan penetapan kadar benzoat, sorbat, nipagin, dan nipasol dalam makanan menggunakan KCKT fase terbalik dengan fase gerak metanol dan dapar asetat pada panjang gelombang 254 nm.
Sedangkan Croitoru, (2011), melakukan penetapan kadar siklamat, aspartam, dan sakarin pada sampel minuman berkalori dan pemanis pada 196 nm.
Penentuan kadar bahan pemanis dapat juga dilakukan secara bertahap menggunakan fase gerak yang berbeda. Serdar dan Knezevic, (2011), menentukan kadar pemanis mempergunakan dua jenis fase gerak. Untuk penetapan kadar asesulfam, sakarin, dan aspartam dipergunakan fase gerak dapar fosfat dan asetonitril (85 : 15), kemudian dilanjutkan dengan penentuan kadar siklamat yang mempergunakan fase gerak metanol dan air (85 : 15). Penetapan kadar tersebut mempergunakan KCKT detektor PDA. Daftar beberapa penelitian kadar bahan tambahan pangan mempergunakan metode KCKT beserta hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.1. di bawah ini.
Tabel. 2.1. Daftar Beberapa Penelitian Penetapan Kadar Bahan Tambahan Pangan Memepergunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Sampel Metode Kadar Analit Dalam Sampel (ppm) Peneliti
(Tahun) Asesulfam Sakarin Siklamat Aspartam Kafein Benzoat Sorbat
Minuman Ringan KCKT RP UV 254 nm Fase Gerak
- Dapar asetat (50) : Metanol (50)
- - - - - 112 105 Bahruddin, dkk.
(2004) Minuman ringan
berkarbonasi
KCKT RP 254 nm Fase Gerak - Asetonitril (5) - Dapar PO4 pH 5 (95)
- 1.112 - - 96 - 231 163 - 206 - Hayun, dkk.
(2004)
Serbuk minuman dan minuman ringan
KCKT RP PDA Fase Gerak
- Am. Asetat 0,005 M (15) - Asetonitril (85)
4 - 51 - - 27 - 84 - 55 - Cubuk, dkk.
(2005)
Minuman ringan KCKT RP UV switching Fase Gerak
- - Dapar PO4 pH 4 : Etanol (gradien)
129 - 236 79 - 128 - 200 - 123- 136 - Dossi, dkk.
(2006) Makanan bebas
gula
KCKT RP UV 220 dan 270 nm Fase Gerak
- Metanol (20) : Dapar PO4 pH 3 (80)
- 100 - 136 - 40 - 507 37 - 144 124 - 246 - Mackenzie dan Eric (2009) Minuman ringan KCKT RP UV 200 nm (Validasi)
Fase Gerak
- Metanol (30) : KH2PO4 (70)
- - - - - - - Novelina, dkk.
(2009) Minuman Ringan KCKT RP PDA
Fase Gerak
- Dapar fosfat (15) : Asetonitril (85) - Metanol (85) : Air (15)
116 - 399 35 - 135 70 - 627 153 - 876 - - - Serdar dan Knezevic (2011)