• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kopolimerisasi Selulosa dengan Campuran Akrilamida dan N,N -Metilena-bis- Akrilamida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Kopolimerisasi Selulosa dengan Campuran Akrilamida dan N,N -Metilena-bis- Akrilamida"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5 didestruksi sampai berwarna kehijauan.

Sampel didistilasi dengan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, botol sampel dibilas dengan 150 mL akuades, diikuti dengan penambahan 50 mL NaOH 40%. Sebanyak 20 mL asam borat 2% dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL yang berisi distilat dan dititrasi dengan HCl 0.1 N.

( ) ( )

( ) ( ) ( )

( ) ( )

Pengujian Kapasitas Absorpsi Air

Sebanyak 0.2 g produk hasil modifikasi dimasukkan ke dalam botol dan ditambahkan dengan 100 mL akuades, didiamkan selama 2

× 24 jam. Setelah itu, disaring dan ditimbang bobot sampel yang mengalami swelling terhadap air.

( ) ( )

( )

Keterangan:

N = kadar nitrogen (%) Vs = volume titran sampel (mL) Vb = volume titran blangko (mL) RG = rendemen pencangkokan EG = efisiensi pencangkokan (%) DC = kapasitas absorpsi air (%)

Analisis FTIR

Sebanyak 2 mg sampel yang halus dicampurkan ke dalam 198 mg KBr.

Campuran ini digerus kemudian dibentuk menjadi pelet dengan memberikan tekanan.

Setelah terbentuk, pelet dianalisis dengan FTIR.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selulosa dapat dimodifikasi dengan memasukkan polimer-polimer rantai panjang pada rantai utamanya. Modifikasi dilakukan menggunakan teknik kopolimerisasi pencangkokan dan penautan silang.

Kopolimerisasi ini memerlukan pembentukan suatu tapak reaktif pada selulosa dalam keberadaan monomer yang akan dipolimerisasi cangkok. Selulosa dipilih sebagai kerangka utama pencangkokan karena bahannya mudah diperoleh dan tersusun dari komponen yang dapat dimodifikasi secara kimia, sehingga menjadi produk yang

mempunyai nilai ekonomis tinggi. Selulosa yang digunakan berupa butiran-butiran halus berukuran kurang lebih 100 mesh. Dalam penelitian ini digunakan selulosa komersial dengan akrilamida sebagai monomer.

Akrilamida memiliki ikatan rangkap yang memungkinkannya dikopolimerisasi pencangkokan dan ditautkan-silang.

Kopolimerisasi Selulosa dengan Campuran Akrilamida dan N,N’-Metilena-bis-

Akrilamida

Kopolimerisasi pencangkokan dan penautan-silang merupakan metode yang sangat efisien untuk memodifikasi polimer alam dan polimer sintetis. Metode ini dapat digunakan untuk memperbaiki beberapa sifat selulosa, seperti elastisitas, absorbans, kemampuan pertukaran ion, hambatan termal, dan hambatan terhadap melekatnya mikrob (Handayani 2008). Kopolimer pencangkokan dan penautan-silang digunakan sangat luas dalam berbagai proses pembuatan material tahan benturan, elastomer termoplastik, compatibilizer, pengemulsi, membran, dan juga material untuk sistem pembawa obat.

Menurut Handayani (2008), struktur kopolimer cangkok memberikan sumbangan yang besar pada proses produksi secara komersial, terutama bagi industri plastik.

Penelitian ini menggunakan rancangan reaktor yang dilengkapi dengan labu leher tiga, untuk tempat pengaduk, tempat pemasukan sampel yang dihubungkan dengan kondensor, dan tempat menyalurkan gas nitrogen serta termometer (Lampiran 3).

Saluran gas nitrogen berfungsi menghilangkan oksigen dari dalam larutan sampel.

Penyaluran gas nitrogen terus dilakukan selama proses reaksi karena oksigen dapat menghambat pembentukan kopolimer melalui pembentukan peroksida (Sulasminingsih 1997) dan sebaliknya mendorong pembentukan homopolimer (Kurniadi 2010).

Selain gas nitrogen, faktor suhu juga berpengaruh pada kecepatan penggabungan rantai poliakrilamida pada tulang punggung selulosa (Silvianita et al. 2004).

Metode kopolimerisasi pencangkokan dan penautan-silang yang digunakan tidak simultan. Substrat selulosa berinteraksi terlebih dahulu dengan inisiator APS, sebelum berinteraksi dengan campuran monomer akrilamida dan MBA sebagai penaut silang.

Metode tersebut lebih efektif dan dapat memodifikasi selulosa lebih baik dibandingkan dengan metode simultan yang

(2)

6 (Kurniadi 2010). Monomer lebih dahulu

berinteraksi dengan inisiator membentuk radikal bebas dalam sistem larutan yang akan mengadakan reaksi antarmonomer menghasilkan homopolimer. Produk ini tidak diharapkan pada proses kopolimerisasi.

Pemilihan inisiator merupakan salah satu faktor penentu utama pada polimerisasi untuk menghasilkan persentase RG dan EG yang besar. Inisiator dan penaut silang yang digunakan dalam penelitian ini ialah APS dan MBA. Reaksi pencangkokan menggunakan inisiator berlangsung secara redoks, perpindahan 1 elektron dengan oksidator larutan APS dalam pelarut air dan sebagai reduktornya, selulosa (Bhattacharya & Ray 2009).

Mekanisme kopolimerisasi selulosa dengan teknik pencangkokan dan penautan silang menggunakan akrilamida dapat dilihat pada Gambar 4. Menurut Abdel-Salam (1986), tahap inisiasi melibatkan pembentukan radikal bebas pada inisiator.

Kemudian radikal inisator yang terbentuk bereaksi dengan polimer menghasilkan radikal selulosa yang akan bereaksi dengan monomer.

Inisiator APS berfungsi menghasilkan radikal bebas dengan medium larutan pada kondisi suhu 60–65 °C (Li et al. 2007; Liang et al.

2009). Inisiator APS akan membentuk ion persulfat. Ion persulfat kemudian bereaksi dengan gugus hidroksil selulosa membentuk radikal bebas di C6 sebagai pusat aktif tempat terjadinya pencangkokan poliakrilamida (Kurniadi 2010). Hidroksil C6 memiliki reaktivitas yang lebih tinggi karena pengaruh substituen-substituen di sekitarnya.

Rantai radikal yang terbentuk pada tahap inisisasi selanjutnya mampu menambah monomer pada pemanjangan rantai polimer (tahap propagasi). Reaksi kopolimerisasi

radikal, membentuk kopolimer (Kurniadi 2010). Tahap propagasi dimulai saat monomer akrilamida tercangkok pada tulang punggung rantai selulosa. Penambahan radikal polimer ke molekul akrilamida yang tersedia membentuk selulosa tercangkok- poliakrilamida.

Selulosa tercangkok poliakrilamida dibuktikan dengan bertambahnya bobot awal selulosa setelah ditambahkan akrilamida.

Bobot selulosa tercangkok poliakrilamida bertambah sekitar 30 g dengan bobot awal selulosa sebanyak 5 g dengan penambahan 25 g akrilamida. Gambar 4, perbandingan selulosa dan akrilamida (1:5), dapat diperkirakan peningkatan bobot molekul selulosa tercangkok poliakrilamida sebesar 6.240 g/mol dengan bobot molekul pada n selulosa 12 sebesar 1.980 g/mol dan bobot molekul pada n poliakrilamida 60 sebesar 4.260 g/mol (Lampiran 4).

Tahap terminasi terjadi ketika antarselulosa yang tercangkok poliakrilamida terbentuk penautan silang dengan adanya MBA sebagai penaut silang. Menurut Abdel- Salam (1986), tahap terminasi pada kopolimerisasi selain melibatkan penautan- silang radikal-radikal kopolimer juga terjadi melalui pembentukan homopolimer antarradikal monomer yang tidak tercangkok pada tulang punggung polimer utama.

Monomer akrilamida tersebut dapat bereaksi dengan ion persulfat membentuk radikal monomer akrilamida (tahap inisiasi). Adisi radikal monomer ke molekul akrilamida lainnya berturut-turut membentuk radikal oligomer dan polimer (tahap propagasi) (Stevens 1999). Tahap terminasi adalah homopolimerisasi radikal-radikal oligomer membentuk poliakrilamida (Gambar 5) (Kurniadi 2010).

(3)

7 Tahap Inisiasi

O S O

O

O

O S O

O O

NH4+

NH4+ O S O

O

O NH4+

2

Amonium peroksidisulfat

O S O

O

O

NH4+ O

H OH H O

CH2

H OH

H O

OH

O

H OH O

CH2

H OH

H O

O

O S OH

O

O NH4+

Selulosa

Tahap Propagasi

O

OH H O

CH2

H OH

H O

O

CH

NH2 O

H2C

O

OH H O

CH2

OH H

H O

O HC

NH2

H2C O

Akrilamida

O

OH H O

CH2

OH H

H O

O CH

NH2

O H2C

HC NH2

O CH2

CH

NH2 O

H2C

O

OH H O

CH2

H OH

H O

O HC

NH2

O CH2

O

OH H O

CH2

OH H

H O

O CH

NH2

H2C O HC

NH2

CH2 O

CH

NH2 O

H2C n

O

OH H O

CH2

OH H

H O

O CH

NH2

O CH2 CH

NH2

O CH2 HC

NH2

CH2 O n

Gambar 4 Mekanisme kopolimerisasi selulosa dengan teknik pencangkokan dan penautan silang menggunakan akrilamida.

(4)

8 Tahap Terminasi

O

H

OH H O

CH2

OH H

H O

O H H OH

H OH

CH2 H H

O O

H

H OH CH2

H OH H

H O

O H H OH

H O OH

CH2 H

O O

O O

O

H

OH H O

CH2

H OH

H O

O H H OH

H OH

CH2 H H

O O

H

H OH CH2

H OH HH

O

O H H OH

O H

OH

CH2 H

O O

O O CH

H2N O

CH2

CH H2N

O CH2

CH H2N

O CH2

n

CH H2N

O CH2

CH H2N

O CH2

CH H2N

O CH2

n

CH NH2

O CH2 CH

NH2

O CH2 HC

NH2

O CH2

n

CH NH2

O CH2 CH

NH2

O CH2 HC

NH2

CH2 O

n

C H

C N H O

H2C

H2 C

N H

C C H O

CH2

N,N'-Metilena-bis-akrilamida

O

H

H OH OH

CH2

H OH

H O

O H H OH

H OH

CH2 H H

O O

H

H OH CH2

H OH HH

O

O H H OH

H OH

CH2 H

O O

O O

CH H2N

O CH2

10

CH H2N

O H2C

10

CH2

CH2 CH2

CH2

O H

HO H

CH2 H OH O H

O H

OH H H

OH CH2

H H O

O H

HO H

CH2 H OH

H H O

O H

OH H

OH H

OH CH2

H

O O

O O

HC NH2

CH2 O

10

CH NH2

CH2 O

10

H2C

C HN

O

CH2 HN

C H2C

O

H2C C

HN O

CH2 HN

C H2C

O O

O

H

H OH CH2

H OH H H

O

O H H OH

OH H

OH

CH2 H O

O

CH H2N

O H2C

10

CH2

CH2

O H

HO H

OH

CH2 H OH O H

O H

OH H H

OH CH2

H H O

O O

HC NH2

CH2 O

10

H2C C HN

O

CH2 HN

C H2C

O

H H

H H

Selulosa tercangkok poliakrilamida

(5)

9 Tahap inisiasi

CH

NH2 O

H2C

O S O

O

O

NH4+ CH

NH2 O

C H2

O S O

O

O NH4+

Akrilamida

Tahap Propagasi

CH

NH2

O C H2

O S O

O

O

NH4+ CH

NH2

O

H2C CH

NH2

O H2

O S O C O

O NH4+

CH

NH2

O C H2

CH

NH2

O H2

O S O C O

O NH4+

CH

NH2 O

C H2

CH

NH2

O H2C n

CH

NH2

O H2 O S O C

O

O

NH4+ CH

NH2 O C H2

CH

NH2 O C H2

n

Tahap Terminasi *

CH

NH2 O

C H2

O S O

O

O

NH4+ CH

NH2 O

C H2

O S O

O

O NH4+

H2 C CH

NH2 O

n Poliakrilamida

Gambar 5 Mekanisme pembentukan homopolimer akrilamida (* Kurniadi 2010).

Penambahan campuran monomer dan penaut silang ke dalam larutan selulosa akan membentuk gel (Gambar 6 dan 7). Menurut Putranto (2006), gel tersebut disusun oleh akrilamida dan MBA yang berpolimerisasi melalui mekanisme radikal bebas dengan bantuan inisiator APS.

Presipitasi merupakan salah satu metode pengendapan yang dilakukan dengan menambahkan sejumlah zat kimia tertentu untuk mengubah senyawa yang mudah larut ke bentuk padatan yang tidak larut (Andaka 2008). Metanol p.a dan etanol p.a berfungsi sebagai agen dehidratif, yaitu mengikat air yang telah ditambahkan pada awal proses kopolimerisasi. Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil presipitasi dengan metanol p.a lebih larut dibandingkan dengan etanol p.a.

Hal ini disebabkan metanol p.a lebih polar sehingga mengikat lebih banyak air. Produk presipitasi dengan etanol p.a lebih mudah disaring, hal ini berarti air pada produk lebih banyak terikat pada metanol p.a dan yang tidak terikat akan terlarut dalam etanol p.a.

Gambar 6 Sebelum penambahan campuran monomer dan penaut silang.

Gambar 7 Setelah penambahan campuran monomer dan penaut silang.

(6)

10 terputus berupa homopolimer dapat terlarut

saat dicuci dengan aseton p.a (Silvianita et al.

2004). Setelah dicuci dengan aseton p.a, produk menjadi lebih kaku dan keras.

Homopolimer yang terlarut dalam aseton ditandai dengan terbentuknya larutan keruh pada aseton (Kurniadi 2010).

Gambar 8 Presipitasi dengan pelarut (a) metanol p.a, (b) etanol p.a, (c) aseton p.a.

Homopolimer terbentuk karena adanya kompetisi di antara radikal-radikal monomer akrilamida untuk bereaksi dengan selulosa, radikal selulosa, monomer, atau radikal monomer. Jika bereaksi dengan selulosa atau radikal selulosa akan terbentuk kopolimer, tetapi jika bereaksi dengan monomer atau radikal monomer akan terbentuk homopolimer (Kurniadi 2010).

Selulosa hasil pencangkokan dan penautan-silang diperoleh berupa bongkahan dengan bobot sekitar 30 g (Gambar 9).

Bongkahan tersebut digerus dan diayak membentuk partikel dengan ukuran 40–80 mesh untuk analisis berikutnya seperti analisis FTIR.

Gambar 9 Produk hasil modifikasi.

Keberhasilan pencangkokan dan penautan- silang dapat dipantau dengan analisis FTIR dengan pembanding selulosa awal dan akrilamida. Selain itu, juga dilakukan uji daya serap air secara gravimetrik (kuantitatif), nisbah pencangkokan (RG), efisiensi pencangkokan (EG), dan derajat penautan- silang (melalui nilai koefisien swelling terhadap air) (Mostafa et al. 2007).

Nilai RG dan EG diperoleh melalui pengukuran kadar nitrogen. Kadar nitrogen yang dihasilkan sebesar 12–14% dengan RG sebesar 158–253 dan EG sebesar 31–50%

(Tabel 1). Perhitungan kadar nitrogen, RG, dan EG disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 1 Nisbah dan efisiensi pencangkokan selulosa hasil modifikasi

Ulangan

Kadar Nitrogen

(%)

RG EG

(%)

1 13.51 217.61 43.52

2 14.13 253.86 50.77

3 12.07 158.27 31.65

Nilai RG menunjukkan persen pencangkokan terhadap selulosa yang sebenarnya terlibat pada reaksi. Akrilamida yang tercangkok dihitung sebagai bobot produk selulosa yang tercangkok oleh poliakrilamida dikurangi bobot selulosa yang terlibat dalam reaksi. Bobot akrilamida yang tercangkok dibandingkan dengan akrilamida yang ditambahkan di awal merupakan nilai RG. Efisiensi pencangkokan (%EG) adalah persen pencangkokan terhadap bobot selulosa awal. Dalam perhitungan %EG diasumsikan semua selulosa yang ditambahkan habis bereaksi. Akrilamida yang tercangkok dihitung sebagai bobot produk selulosa yang tercangkok oleh poliakrilamida dikurangi bobot selulosa awal. Harga %EG adalah bobot akrilamida yang mengalami pencangkokan dibandingkan dengan akrilamida yang ditambahkan di awal. Kenyataannya, tidak semua selulosa terlibat dalam reaksi. Karena

(7)

11 itu, harga RG akan selalu lebih besar dari

pada harga %EG (Silvianita et al. 2004).

Pengujian Kapasitas Absorpsi Air Polimer superabsorben merupakan material yang mempunyai kemampuan untuk menyerap dan menahan sejumlah volume air dan larutan lainnya sampai beberapa ribu kali dari bobotnya. Polimer yang digunakan sebagai superabsorben harus memenuhi persyaratan di antaranya bersifat hidrofilik, tidak larut dalam air, dan mempunyai gugus fungsi yang bersifat ionik. Polimer superabsorben dari bahan organik memiliki beberapa kelemahan seperti kapasitas absorpsi yang terbatas, karakteristik fisik yang kurang kuat, serta tidak stabil terhadap perubahan suhu dan pH. Kelemahan ini dapat diatasi dengan pembuatan polimer superabsorben dalam bentuk komposit. Polimer superabsorben dapat diperoleh dari hasil modifikasi kimia selulosa dengan akrilamida, yang keduanya merupakan molekul hidrofilik dan mempunyai afinitas penyerapan air yang tinggi. Prinsip kerja kebanyakan polimer superabsorben adalah tautan silang hidrofilik melalui proses penggelembungan. Adanya tautan silang ini menyebabkan polimer superabsorben tidak larut dalam air.

Kapasitas absorpsi air merupakan sifat penting dari polimer superabsorben. Ketika air ditambahkan ke dalam polimer superabsorben terjadi interaksi polimer dengan pelarut yang melibatkan hidrasi dan pembentukan ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen tidak hanya terjadi antara gugus-gugus –OH selulosa hasil modifikasi, tetapi juga antara –OH tersebut dan air. Molekul air yang menempel pada permukaan selulosa hasil modifikasi bisa tunggal atau berkelompok. Penyerapan air ini bergantung pada jumlah gugus –OH bebas atau yang tidak terikat satu dengan yang lainnya.

Masuknya air ke dalam struktur selulosa hasil modifikasi membengkakkan struktur.

Dengan efisiensi pencangkokan sebesar 43.52%, bobot bertambah sampai 69 kali dari bobot awal dengan persentase air yang terserap terhadap bobot awal sebesar 6755%

setelah 24 jam. Bobot tersebut bertambah sampai 93 kali dari bobot awal dengan persentase air yang terserap terhadap bobot awal sebesar 9187% setelah 48 jam (Lampiran 5). Bertambahnya waktu perendaman, maka bobot penyerapan air juga akan semakin tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa selulosa hasil modifikasi mempunyai

penyerapan air yang lebih tinggi dibandingkan selulosa tanpa modifikasi, sehingga dapat digunakan sebagai polimer superabsorben.

Analisis FTIR

Analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer FTIR dilakukan pada sampel selulosa murni, akrilamida, dan selulosa hasil modifikasi. Dengan mengamati dan membandingkan spektrum ketiga sampel, dapat disimpulkan apakah proses pencangkokan dan penautan silang selulosa dengan akrilamida telah terjadi. Pencirian FTIR selulosa murni disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Pencirian FTIR selulosa murni Gugus

Fungsi

Bilangan Gelombang (cm-1)

1 2 3

Ulur -OH 3277.06 3350 3382.9 Ulur C-H 2899.01 2900 - Tekuk C-H 1427.32 - 2904.6 C-O-C

glikosida 1107.14 - 1164.9 Sidik jari 1031.92

dan 1049.28

1000–

1100 - Ulur C-O

gugus hidroksil pada unit anhidroglu kosa

1002.98 - 1033.8

Piranosa 896.90 - 898.8 Keterangan:

1= hasil penelitian

2= menurut Bonet et al. (2004)

3= menurut Tampubolon (2008) dan Pardosi (2008)

Spektrum FTIR akrilamida (Gambar 10) menunjukkan 2 puncak ulur –NH2 pada bilangan gelombang 3180.62–3342.64 cm-1, Karena akrilamida merupakan amida primer.

Bilangan gelombang 1668.43 cm-1 menunjukkan ulur C=O dan bilangan gelombang 1651.07 cm-1, tepat di sebelah kanan serapan ulur C=O, timbul dari tekukan N-H. Pencirian akrilamida dengan analisis spektrum FTIR telah dilakukan oleh Erizal et al. (2007) dan Murugan et al. (1998).

Spektrum FTIR selulosa hasil pencangkokan dan penautan silang (Gambar 10) memperlihatkan keberhasilan modifikasi.

Hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya serapan ulur ikatan C=O pada bilangan gelombang sekitar 1650 cm-1 dan ulur –NH2 pada 3182.55 cm-1 yang mengonfirmasi keberadaan monomer dan penaut silang pada selulosa komersial.

(8)

12 Gambar 10 Spektrum FTIR: (―) = selulosa komersial, (―) = selulosa hasil pencangkokan dan

penautan silang, (―) = akrilamida.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Modifikasi selulosa dengan teknik pencangkokan dan penautan silang menggunakan monomer akrilamida dan N,N- metilena-bis-akrilamida sebagai penaut silang telah berhasil dilakukan. Produk hasil modifikasi mengalami pencangkokan sebesar 31–50%. Produk akhir juga bertambah sampai 69 kali dari bobot awal dengan persentase air yang terserap terhadap bobot awal sebesar 6755% setelah 24 jam dan bertambah sampai 93 kali dari bobot awal dengan persentase air yang terserap terhadap bobot awal sebesar 9187% setelah 48 jam.

Saran

Perlu dilakukan optimisasi proses pencangkokan dan penautan silang terhadap selulosa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Salam NM. 1986. Photo initiated grafting of some vinyl monomers onto

cellulose derivatives. [tesis]. Mesir:

Faculty of Chemistry Department, El- Mansoura University.

Akmar PF, Kennedy JF. 2001. The potential of oil and sago palm trunk wastes as carbohydrate resources. Wood Sci Technol 35:467-473.

Andaka G. 2008. Penurunan kadar tembaga pada limbah cair industri kerajinan perak dengan presipitasi menggunakan natrium hidroksida. J Teknol 1:127-134.

Bergenstrahle M, Matthews J, Crowley M, Brady J. 2009. Cellulose crystal structure and force fields. http://www.tappi.org/

content/events/10nano/papers/12.5.pdf [12 Des 2010].

Bhattacharya A, Ray P. 2009. Basic Features and Techniques. Di dalam: Bhattacharya A, Rawlins JW, Ray P, editor. Polymer Grafting and Crosslinking. Canada: J Wiley. hlm 7-64.

Blackwell J, Lee DM, Kurz D, Su M-Y. 1986.

Structure of cellulose-solvent complexes.

ulur -NH2

ulur C=O

ulur C=O

Referensi

Dokumen terkait

Menurut jemaat “Syalom” setelah ibadah selesai dilakukan maka kehidupan dari jemaat b isa berubah menjadi lebih baik, itulah makna ibadah dan makna pengutusan dan berkat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmatNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Peningkatan Komunikasi

”Sangatlah penting untuk menguji sebuah ide dan konsep sehingga keduanya dapat dipastikan sejalan dan efektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan klien apakah desain

Dari hasil pengujian, maka dapat disimpulkan bahwa game edukasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alternatif media belajar

Variabel yang diukur adalah perilaku coring perawat pelaksana di ruang rawat inap RStl Ganesha Gianyar sebagai variabel tergantung, sedangkan variabel bebas

Mengetahui peningkatan keberanian berbicara siswa dalam belajar Bahasa Indonesia melalui pembelajaran tematik dengan role playing pada siswa kelas. 1 semester 1 SD

The major aims of the final project report are to describe the process and the problems of teaching reading to 5 th grade students of SDN Bulakan 02, Sukoharjo, and to find out

Setiawan Sulhan, 2006, Mudah dan Menyenangkan Belajar Mikrokontroler, C.V ANDI OFFSET, Yogyakarta.. C&AVR : Rahasia Kemudahan Bahasa C dalam