• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2016 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2016 SKRIPSI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

BELLA CLARISSA PUTRI MARPAUNG 140100044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2016

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

BELLA CLARISSA PUTRI MARPAUNG 140100044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

i

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi yang berjudul “Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obsttruktif Kronik (PPOK) di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari- Desember 2016” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp. PD, Sp. JP(K) selaku ketua komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan etik penelitian.

3. dr. Dedy Dwi Putra, Sp. Rad selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

4. dr. M. Feldi Gazaly Nasution, Sp. PD selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. dr. Maya Savira, M.Kes selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Pihak RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan izin untuk penelitian ini.

7. Kedua orang tua yang penulis hormati dan kasihi Bilmar Marpaung dan Nuranti Rumela Sirait yang telah banyak memberikan dorongan moril, doa, dan materil dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman penulis Andrew Sinaga, dan ONML (Cynthia Margaretha, Monica Hanna, Kinia Putri, Yenny Elisabeth, Natalia Stefanie, Femmy Legie, Grace Elizabeth, Heppy Yosephyn, Grace Setia, Dina Try, dan Debby Anggraini) yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan moril, dan doa dalam penyusunan skripsi ini.

(5)

iii

langsung maupun tidak langsung, namun tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, 8 Desember 2017 Hormat Saya

Bella Clarissa Putri Marpaung

(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan... viii

Daftar Lampiran ... ix

Abstrak ... x

Abstract ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik ... 5

2.1.1 Definisi ... 5

2.1.2 Faktor Risiko ... 6

2.1.3 Patofisiologi ... 9

2.1.3.1 Patofisiologi Bronkitis Kronik ... 9

2.1.3.2 Patofisiologi Emfisema ... 9

2.1.4 Diagnosis ... 10

2.1.4.1 Anamnesis ... 10

2.1.4.2 Pemeriksaan fisik ... 11

2.1.4.2.1 Inspeksi ... 11

2.1.4.2.2 Perkusi ... 11

2.1.4.2.3 Auskultasi ... 11

2.1.4.3 Pemeriksaan penunjang ... 12

2.1.5 Klasifikasi PPOK ... 15

2.1.6 Diagnosis Banding ... 15

2.1.7 Penatalaksanaan ... 16

2.1.8 Komplikasi ... 17

2.1.9 Prognosis ... 18

2.2 Kerangka Teori ... 20

2.3 Kerangka Konsep ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 22

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 22

3.2.2 Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

(7)

v

3.6 Metode Analisis Data ... 25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

5.1 Kesimpulan... 31

5.2 Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 36

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Foto toraks bronkitis kronik posisi PA ... 12

2.2 Foto toraks emfisema posisi PA dan lateral ... 13

2.3 HRCT emfisema sentrilobular ... 13

2.4 HRCT emfisema panlobular ... 14

2.5 CT-scan emfisema paraseptal ... 14

2.6 Kerangka teori penelitian ... 20

2.7 Kerangka konsep penelitian... 21

(9)

vii

2.2 Klasifikasi PPOK menurut GOLD... 15 2.3 Diagnosis banding PPOK ... 15 3.1 Definisi operasional ... 24 4.1 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis kelamin... 26 4.2 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan usia... 27 4.3 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat

merokok ... 28 4.4 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat

merokok dan jenis kelamin ... 28 4.5 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan

utama ... 29

(10)

viii

DAFTAR SINGKATAN

CO : Karbon monoksida

COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease CT-scan : Computed Tomography Scanner

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

GOLD : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease HRCT : High Resolution Computed Tomography

IL-8 : Interleukin 8

KVP : Kapasitas vital paru-paru LTB4 : Leukotrien B4

NO2 : Nitrogen dioksida

NTT : Nusa Tenggara Timur

PA : Postero-Anterior

PaO2 : Tekanan parsial oksigen dalam darah arterial

PaCO2 : Tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arterial PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

RSU : Rumah Sakit Umum

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

SO2 : Sulfur dioksida

VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama WHO : World Health Organization

(11)

ix

B Surat Pernyataan Orisinalitas ... 38

C Surat Izin Survei Awal Penelitian ... 39

D Ethical Clearance ... 40

E Surat Izin Penelitian ... 41

F Data Output SPSS ... 42

G Data Induk Penelitian ... 44

(12)

x

ABSTRAK

Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit pada saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang progresif dan ireversibel.

PPOK merupakan penyebab kematian keempat di dunia. Prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%. PPOK lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibandingkan perempuan (3,3%). Tujuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP Haji Adam Malik Medan. Metode. Desain penelitian adalah cross sectional study. Pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling dan data yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medik pasien penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Data yang diperoleh diolah dengan bantuan perangkat lunak program komputer. Hasil.

Karakteristik penderita PPOK terbanyak pada laki-laki yaitu 203 orang (88,6%), dengan kelompok usia terbanyak yaitu ≥ 61 tahun sebanyak 120 orang (52,4%), terbanyak dijumpai riwayat merokok yaitu 189 orang (82,5%) dengan dominasi laki-laki 183 orang (79,9%), dan keluhan utama yang paling banyak adalah batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak nafas yaitu 120 orang (52,4%). Kesimpulan. Dengan demikian, karakteristik PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016 paling banyak terjadi pada laki-laki dengan kelompok usia ≥ 61 tahun, dijumpai adanya riwayat merokok yang didominasi laki-laki, dan keluhan utama yang paling banyak adalah batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak nafas.

Kata kunci : PPOK, faktor risiko, karakteristik, RSUP Haji Adam Malik Medan

(13)

xi

to 3.7%. COPD is higher in males (4.2%) than women (3.3%). Objectives. This research aims to know the characteristics of sufferers of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) at Haji Adam Malik Public Central Hospital Medan. Method. The research design is cross sectional study. Sampling by using total sampling, and the data used are secondary data in the form of medical record of patients COPD sufferers at Haji Adam Malik Public Central Hospital Medan.

The data obtained is processed with the help of computer software program. Results.

Characteristics of people with COPD most in men were 203 people (88.6%), with the largest age group i.e. ≥ 61 years as much as 120 people (52,4%), found a smoking history of 189 people (82.5%) with male dominance of 183 people (79.9%), and the main complaint of most are chronic cough that accompanied by chronic phlegm and shortness of breath (dyspnea) is 120 people (52,4%). Conclusion. Thus, the characteristic of COPD at Haji Adam Malik Public Central Hospital Medan period January to December 2016 most occurs in males with ≥ 61 years age group, found the existence of a history of smoking who are dominated by men, and the main complaint of most are chronic cough that accompanied by chronic phlegm and shortness of breath.

Keywords: COPD, risk factors, characteristics, Haji Adam Malik Public Central Hospital Medan

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PPOK adalah penyakit kronik saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan bersifat progresif. PPOK termasuk ke dalam jenis penyakit tidak menular yang utama menurut WHO (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Gejala pernapasan yang paling umum pada penderita PPOK adalah dispnea (sesak napas), dan batuk dengan atau tanpa adanya produksi sputum (dahak) (Guide and Copd, 2017). Sembilan dari sepuluh kasus PPOK disebabkan oleh merokok (Choices, 2017). Seiring waktu, paparan zat berbahaya akan mengiritasi dan merusak paru-paru dan saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan PPOK yang terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema. Penyebab utama dari PPOK adalah merokok (American Lung Association, 2017), yaitu paparan asap rokok dari perokok aktif ataupun inhalasi asap pada perokok pasif (WHO, 2016), meskipun ada juga penderita PPOK yang tidak merokok (American Lung Assosciation, 2017). Faktor risiko yang lain yang dapat menyebabkan PPOK adalah polusi udara, paparan di tempat kerja, faktor genetik yaitu defisiensi herediter yang berat pada alfa-1 antitripsin, dan usia yang lebih tua serta jenis kelamin perempuan meningkatkan risiko terjadinya PPOK (Guide and Copd, 2017).

Menurut penelitian Dani dan Nathalia (2015) di Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2012 didapatkan adanya 117 kasus PPOK dengan proporsi penderita berdasarkan kelompok usia 61-70 tahun (terbanyak) yaitu 42,2%, proporsi laki-laki 76,6% dan perempuan 23,4 % dengan perbandingan antara laki- laki dan perempuan 3,7 : 1, proporsi riwayat merokok pada laki-laki 71,88% dan perempuan 3,12% sedangkan tidak adanya riwayat merokok pada laki-laki 4,69%

dan perempuan 20,31%, dan proporsi sesak napas sebagai gejala klinis yang paling sering muncul yaitu 96,9%.

(15)

Di seluruh dunia berdasarkan data WHO, diperkirakan bahwa sekitar 3 juta kematian disebabkan oleh PPOK pada tahun 2015 (yaitu 5% dari total kematian di dunia pada saat itu). Lebih dari 90% kematian yang disebabkan oleh PPOK terjadi pada negara dengan pendapatan rendah dan menengah. PPOK cenderung meningkat pada tahun-tahun berikutnya karena prevalensi merokok yang tinggi bersama dengan bertambahnya usia (WHO, 2016).

Saat ini PPOK merupakan penyebab kematian keempat di dunia (Lozano et al., 2012). Pada tahun 2030, PPOK diperkirakan akan menjadi penyebab ketiga yang menyebabkan kematian. Menurut dr Cruz, sebagian besar peningkatan kasus PPOK dikaitkan dengan peningkatan penggunaan tembakau dan paparan asap dari pembakaran bahan bakar padat di ruangan seperti memasak (WHO, 2008).

Prevalensi PPOK yang sedang hingga berat pada usia ≥ 30 tahun adalah 6,3%

di 12 Negara Asia Pasifik, dan prevalensi PPOK di Taiwan adalah 5,4% (Hwang et al., 2016). Proporsi subjek dengan diagnosis PPOK oleh dokter adalah 59%.

Diagnosis PPOK oleh dokter lebih tinggi di Asia Utara (72-93%) dibandingkan di Asia Tenggara (19-60%), dengan pengecualian di Vietnam (92%) (Lim et al., 2015).

Berdasarkan data Riskesdas 2013, PPOK termasuk penyakit yang tidak menular. Prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7%. PPOK lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan (3,3%) dan PPOK lebih tinggi di pedesaan (4,5%) dibanding dengan perkotaan (3%). Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah seperti tidak sekolah (7,9%) dan tidak tamat SD (6%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah (7%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Di Sumatera Utara, berdasarkan data Riskesdas 2013 terdapat prevalensi PPOK yang berdasarkan gejala dengan usia ≥ 30 tahun adalah 3,6% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

(16)

3

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Bagaimanakah karakteristik dan prevalensi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2016?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2016.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui proporsi penderita PPOK berdasarkan faktor risiko yaitu jenis kelamin

2. Untuk mengetahui proporsi penderita PPOK berdasarkan faktor risiko yaitu usia

3. Untuk mengetahui proporsi penderita PPOK berdasarkan faktor risiko yaitu riwayat merokok

4. Untuk mengetahui proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan utama

(17)

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan informasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut

2. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara dalam menekan angka kejadian PPOK

3.

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memberikan informasi tentang PPOK sehingga masyarakat dapat memahami dan mengetahui karakteristik penderita PPOK

(18)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) 2.1.1 Definisi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara bronkitis kronik (obstruksi saluran napas kecil) dan emfisema (kerusakan parenkim) (PDPI, 2011) yang bervariasi pada setiap individu (GOLD, 2017). Bronkitis kronik tidak dimasukkan ke dalam definisi PPOK karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinik, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi (Depkes RI, 2008). Selain itu, keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas. PPOK juga dapat dicegah dan diobati, yang seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai pertanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya (PDPI, 2011).

PPOK adalah penyakit yang umum, yang ditandai dengan gejala pernapasan yang menetap dan adanya keterbatasan aliran udara pada saluran napas dan /atau kelainan alveolar, yang biasanya disebabkan oleh paparan signifikan terhadap partikel udara atau gas-gas yang berbahaya.

Jika pernah mengalami sesak napas yang bertambah ketika beraktivitas dan / atau bertambah dengan meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas disertai batuk berdahak, dengan nilai Indeks Brinkman ≥ 200, dengan demikian dapat dikatakan sebagai penderita PPOK. Disebabkan oleh pajanan faktor risiko, seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

(19)

2.1.2 Faktor risiko PPOK a. Jenis Kelamin

Menurut GOLD (2017), perempuan lebih berisiko terhadap terjadinya PPOK.

Sebuah studi baru oleh para peneliti di Universitas Lund (2016), Swedia menunjukkan bahwa perempuan dapat memiliki risiko jauh lebih tinggi daripada laki-laki dalam mengembangkan penyakit PPOK.

b. Usia

Onset (awal terjadinya penyakit) pada penderita PPOK biasanya pada usia pertengahan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Menurut GOLD (2017), pada usia yang lebih tua dapat meningkatkan risiko terjadinya PPOK. PPOK paling sering terjadi pada usia ≥ 40 tahun dengan adanya gejala, sedangkan pada usia < 40 tahun juga dapat terjadi PPOK namun kasusnya lebih jarang (NHLBI, 2017).

c. Merokok

Faktor risiko utama pada penderita PPOK (COPD Foundation, 2017) oleh karena paparan asap rokok ataupun perokok aktif (Oemiati, 2013). Penderita yang memiliki riwayat keluarga PPOK lebih berisiko menderita PPOK jika merokok.

PPOK paling sering terjadi pada usia 40 tahun dan usia lebih tua dengan riwayat merokok (COPD Foundation, 2017). Dengan riwayat merokok ≥ 10 bungkus dalam setahun (Strategies for Chronic Care, 2009). Nikotin adalah alkaloid yang bersifat kuat dan adiktif yang dihirup saat merokok dan mencapai sistem saraf dalam beberapa detik dengan merangsang reseptor nikotinik untuk menghasilkan asetilkolin dalam jumlah yang besar melalui mekanisme kompleks. Makrofag dapat diaktifkan oleh asap rokok dan bahan iritan lainnya untuk menghasilkan faktor kemotaktik neutrofil seperti LTB4 dan IL-8. Pelepasan neutrofil dan makrofag dapat memecah jaringan ikat parenkim paru yang mengakibatkan terjadinya emfisema dan stimulasi sekresi mukus (Antuni, 2016). Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mukus dan obstruksi jalan napas kronik. Ada hubungan antara penurunan VEP1 dengan jumlah, jenis, dan lamanya merokok.

(20)

7

Perokok pasif dapat meningkatkan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya.

d. Polusi udara di dalam ruangan

Polutan di dalam ruangan yang penting adalah SO2, NO2, dan CO yang dihasilkan dari proses memasak yang tradisional dengan minyak tanah, kayu bakar, serta dengan bahan biomassa dan kegiatan pemanasan, serta zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, mebel, dan bahan percetakan. Ventilasi dapur yang jelek dapat mempermudah terpajannya asap bahan bakar kayu atau asap bahan bakar minyak yang diperkirakan dapat menyebabkan PPOK sampai 35%.

e. Polusi udara di luar ruangan

Polusi udara mempunyai pengaruh buruk terhadap VEP1. Terdapat inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK yaitu cadmium, zinc, debu, serta bahan dari asap pembakaran/pabrik/tambang (Oemiati, 2013).

f. Stres oksidatif

Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxydative challenge yang berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang peranan penting pada patogenesis PPOK.

(21)

g. Tumbuh dan kembang paru

Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran, dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK. Studi meta-analisis menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.

h. Genetik

Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan alfa-1 antitripsin sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari Eropa Utara. Meskipun kekurangan alfa-1 antitripsin hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, namun hal ini menggambarkan adanya interaksi antara gen dan pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Gambaran di atas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik berkontribusi terhadap timbulnya PPOK. Risiko obstruksi aliran udara yang diturunkan secara genetik telah diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan faktor genetik yang dapat mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK.

i. Infeksi saluran napas yang berulang

Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK.

Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi pada jalan napas, berperan secara bermakna akan menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru-paru dan meningkatkan gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaaan ini, yaitu karena seringnya kejadian infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan napas yang merupakan faktor risiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan meningkatkan infeksi virus yang juga merupakan faktor risiko PPOK.

(22)

9

j. Status sosioekonomi dan nutrisi

Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat dijelaskan secara pasti. Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab berkembangnya PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi karena penurunan massa otot dan kekuatan serabut otot (PDPI, 2011).

2.1.3 Patofisiologi

2.1.3.1 Patofisiologi bronkitis kronik

Bronkitis kronik disebabkan oleh obstruksi jalan napas akibat inflamasi mukosa kronis, hipertrofi kelenjar mukosa, dan hipersekresi mukus, bersamaan dengan bronkospasme. Pasien dengan bronkitis kronik lanjut mengalami penurunan dorongan respirasi dan retensi karbondioksida, yang berhubungan dengan nadi kuat, vasodilatasi, konfusi, nyeri kepala, flapping tremor, dan edema papil. Gangguan yang terjadi pada fungsi jantung kanan menyebabkan retensi cairan oleh ginjal, peningkatan tekanan vena sentralis, dan edema perifer.

Keadaan tersebut kemudian menyebabkan kor pulmonal (retensi cairan / gagal jantung akibat penyakit paru). Hipertensi pulmonal dipotensiasi oleh hilangnya kapiler yang luas pada penyakit lanjut.

2.1.3.2 Patofisiologi emfisema

Emfisema disebabkan oleh destruksi progresif septum alveolar dan kapiler, yang menyebabkan jalan napas dan ruang udara (bula) yang membesar, recoil elastik paru yang menurun, dan jalan napas yang semakin mudah mengalami kolaps. Obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh kolaps jalan napas distal selama ekspirasi akibat hilangnya traksi radial elastik terjadi pada paru normal.

Hiperinflasi yang terjadi meningkatkan aliran udara ekspirasi tetapi otot inspirasi bekerja dengan kerugian mekanik. Patofisiologi emfisema dapat melibatkan suatu ketidakseimbangan antara protease sel inflamasi dan pertahanan antiprotease.

Emfisema sentrilobular disebabkan oleh kebiasaan merokok dan terutama

(23)

mengenai zona paru bagian atas. Emfisema panasinar disebabkan oleh defisiensi alfa-1 antitripsin dan terutama mengenai zona paru bagian bawah (Ward et al., 2008).

2.1.4 Diagnosis 2.1.4.1 Anamnesis a. Ada faktor risiko :

 Usia (pertengahan)

 Riwayat pajanan, meliputi : - Asap rokok

- Polusi udara - Polusi tempat kerja b. Gejala :

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan sistem pernapasan. Keluhan pada sistem pernapasan ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan.

 Batuk kronik. Batuk kronik adalah batuk yang hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.

 Berdahak kronik. Pasien yang kadang-kadang menyatakan bahwa adanya dahak terus-menerus tanpa disertai adanya batuk.

 Sesak napas (terutama saat beraktivitas). Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progresif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Adanya skala sesak napas sebagai pendukung dalam anamnesis.

(24)

11

Tabel 2.1 Skala sesak napas.

Skala

Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas 0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat 2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah beberapa menit

4 Sesak bila mandi atau berpakaian

2.1.4.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli, sedangkan pada PPOK derajat sedang dan berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks (dada).

Secara umum, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

2.1.4.2.1 Inspeksi

 Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)

 Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup)

 Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu napas

 Pelebaran sela iga

 Palpasi

 Fremitus lemah

2.1.4.2.2 Perkusi

 Hipersonor

2.1.4.2.3 Auskultasi

 Suara napas vesikuler melemah atau normal

 Ekspirasi memanjang

(25)

 Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)

 Ronki

2.1.4.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain :

 Radiologi:

-. Foto toraks (posisi PA dan lateral) -. HRCT

 Spirometri

 Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)

 Analisa gas darah

 Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaaan radiologi masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologi ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (Depkes RI, 2008).

Menurut PDPI (2011), foto toraks dengan posisi PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lainnya. Berikut ini adalah gambaran radiologi foto toraks dengan posisi PA dan lateral pada penderita PPOK.

Gambar 2.1 Foto toraks bronkitis kronik posisi PA.

Pada gambar 2.1, menunjukkan adanya overinflasi yang ringan. Adanya bayangan cincin yang terlihat di atas hilum kiri yang ditunjukkan oleh tanda

(26)

13

panah, yang mencerminkan penebalan dinding bronkial (Grainger dan Allison, 2015).

Gambar 2.2 Foto toraks emfisema posisi PA dan lateral.

Pada gambar 2.2, gambar A adalah posisi PA yang menunjukkan adanya peningkatan tinggi paru-paru dengan perataan diafragma. Kubah hemidiafragma kanan berada di bawah tingkat 7 rusuk kanan anterior. Menumpulnya sudut kostofrenikus adalah hal umum yang terjadi akibat peningkatan volume paru-paru, seperti juga goresan diafragma (tanda panah) yang terlihat meluas ke dada. Paru- paru terlihat lusen dan ukuran pembuluh darah berkurang. Gambar B adalah posisi lateral yang menunjukkan adanya peningkatan kedalaman dan lusen pada ruang retrosternal. Diafragma terlihat diratakan dan tampak terbalik.

Gambar 2.3 HRCT emfisema sentrilobular.

Pada gambar 2.3, gambar A, HRCT melalui lobus atas menunjukkan beberapa area kecil yang lusen dan terdistribusinya bintik-bintik. Gambar B, pandangan coned-down dari lobus kiri atas menunjukkan penampilan khas emfisema sentrilobular. Tidak ada dinding yang terlihat. Beberapa daerah emfisema terlihat mengelilingi arteri sentrilobular kecil (tanda panah).

(27)

Gambar 2.4 HRCT emfisema panlobular.

Pada gambar 2.4, gambar A (lobus atas pada paru kanan) dan gambar B (lobus bawah pada paru kanan) menunjukkan penurunan atenuasi paru dan ukuran pembuluh darah (Webb dan Higgins, 2005).

Gambar 2.5 CT-scan emfisema paraseptal.

Pada gambar 2.5, menunjukkan CT aksial pada tingkat lobus atas pada paru.

Emfisema paraseptal yang menonjol pada pasien PPOK adalah adanya daerah atenuasi rendah terutama didistribusikan sepanjang pleura perifer dan mediastinum pada sisi kiri (Grainger dan Allison, 2015).

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak napas terutama pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau usia yang lebih tua.

Penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan adanya asma bronkial, gagal jantung kongestif, tuberkulosis paru, dan sindroma obstruktif pasca tuberkulosis paru. Penegakkan diagnosis secara klinis dilaksanakan di puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri, sedangkan penegakkan diagnosis dan penentuan klasifikasi PPOK dilaksanakan di rumah sakit / fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri (Depkes RI, 2008).

(28)

15

2.1.5 Klasifikasi PPOK

Berdasarkan PDPI (2011), terdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dengan gejala penderita, sehingga kondisi lain perlu diperhatikan. Gejala sesak napas pada PPOK tidak dapat diprediksi dengan VEP1.

Tabel 2.2 Klasifikasi PPOK menurut GOLD (PDPI, 2011).

GOLD Stage

Derajat Keparahan

Pasca Bronkodilator

VEP1/KVP

Prediksi VEP1 %

Gejala Klinis

0 Berisiko > 0,7 ≥ 80 Perokok yang asimtomatik, mantan perokok, atau batuk kronik / sputum

1 PPOK

ringan

≤ 0,7 ≥ 80 Sesak napas ketika berjalan cepat atau menaiki bukit

2 PPOK

sedang

≤ 0,7 50-80 Sesak napas yang

menyebabkan penderita PPOK berhenti setelah berjalan sekitar 100 m

3 PPOK berat ≤ 0,7 30-50 Sesak napas

mengakibatkan penderita terlalu sulit untuk meninggalkan rumah, sesak napas saat melepaskan pakaian, serta

adanya kegagalan

pernapasan pada PPOK yang terlalu parah, atau adanya tanda klinis dari gagal jantung

4 PPOK

sangat berat

≤ 0,7 < 30

2.1.6 Diagnosis banding

Tabel 2.3 Diagnosis banding PPOK (Donohue, Hill dan Carolina, 2006).

Diagnosis Karakteristik

PPOK  Onset pada usia 40 tahun

 Perjalanan gejala yang lambat

 Merokok satu bungkus per hari selama ≥ 10 tahun

 Adanya dispnea saat beraktivitas

 Keterbatasan aliran udara dapat reversibel sebagian

Asma  Onset pada awal kehidupan

 Gejala bervariasi dari hari ke hari

(29)

 Gejala dapat terjadi pada malam hari / dini hari

 Adanya alergi / rinitis, dan / atau eksim

 Adanya riwayat keluarga asma

 Keterbatasan aliran udara dapat reversibel sepenuhnya

Gagal jantung kongestif  Pada auskultasi terdengar suara bibasilar crackles yang halus

 Chest X-ray menunjukkan adanya jantung yang berdilatasi dan edema paru

 Pembatasan volume, bukan keterbatasan aliran udara pada tes fungsi paru

Bronkiektasis  Adanya sputum purulen dalam jumlah yang besar

 Umumnya berhubungan dengan infeksi bakteri

 Pada auskultasi terdengar suara crackles kasar / clubbing

 Chest X-ray / CT-scan menunjukkan adanya pelebaran dan penebalan dinding bronkial

Tuberkulosis  Onset pada semua umur

 Chest X-ray menunjukkan adanya infiltrat paru

 Konfirmasi secara mikrobiologi

 Prevalensi tuberkulosis lokal yang tinggi Obliteratif bronkiolitis  Onset pada usia muda dan bukan perokok

 Adanya riwayat reumatoid artritis / paparan fume

 Gambaran CT-scan pada ekspirasi menunjukkan gambaran hipodens

Diffuse panbronkiolitis  Mempengaruhi sebagian besar laki-laki yang bukan perokok

 Hampir semua menderita sinusitis yang kronik

 Chest X-ray dan HRCT menunjukkan kekeruhan nodular sentrilobular kecil dan hiperinflasi ringan

2.1.7 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu mengurangi gejala, mencegah progresifitas penyakit, meningkatkan toleransi latihan, meningkatkan status kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi serta eksaserbasi, serta menurunkan angka kematian, sedangkan penatalaksanaan PPOK secara umum meliputi edukasi, berhenti merokok, obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanik, dan nutrisi (PDPI, 2011).

(30)

17

Tidak ada terapi spesifik yang dapat memulihkan PPOK, tetapi dengan pengobatan dapat memperlambat progresi penyakit, mengurangi gejala kronik, dan mencegah eksaserbasi akut. Berhenti merokok sangat penting dilakukan.

Agonis-beta (salbutamol) dan antikolinergik dapat memperbaiki gejala dan fungsi paru, kemungkinan memiliki efek aditif bila digabung. Teofilin memiliki efek yang dapat diabaikan pada spirometri, juga dapat memperbaiki kinerja aktivitas dan gas darah. Pasien-pasien yang mengeluarkan banyak sputum dapat membaik dengan pemberian mukolitik.

Kortikosteroid oral (untuk mengurangi inflamasi) memperbaiki fungsi paru kurang dari 25% pasien PPOK, tetapi efek samping membatasi penggunaannya.

Kortikosteroid inhalasi dapat dipertimbangkan pada penyakit yang berat (VEP1 <1 L).

Rehabilitasi paru dapat memperkuat otot respirasi dan memperbaiki kualitas hidup serta toleransi sehingga mengurangi rawat inap di rumah sakit, serta tidak mempunyai efek pada fungsi paru. Terapi oksigen memperpanjang hidup pasien yang mempunyai hipoksemia siang hari saat istirahat dengan memperlambat progresi kor pulmonal. Oksigen harus digunakan sebanyak mungkin, karena manfaatnya akan bertambah seiring dengan penggunaannya. Pasien dengan desaturasi olahraga atau nokturnal dapat diberi oksigen suplemental saat malam hari atau selama berolahraga (Ward et al., 2008).

2.1.8 Komplikasi a) Hipoksemia

Didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan nilai saturasi oksigen < 85 %. Pada awalnya penderita akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.

b) Asidosis respiratorik

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea.

(31)

c) Infeksi pernapasan

Infeksi respiratori akut disebabkan oleh karena peningkatan produksi mukus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

d) Gagal jantung

Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada pasien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering berhubungan dengan bronkitis kronik, tetapi penderita dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

e) Kardiak disritmia

Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratori.

f) Status asmatikus

Komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini sangat berat, berpotensial mengancam kehidupan, dan sering tidak berespon terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering terlihat pada pasien dengan asma (Somantri, 2009).

2.1.9 Prognosis

Semakin cepat diagnosis ditegakkan, maka semakin baik prognosis penderita, dengan catatan etiologi dapat ditiadakan. Apabila etiologi tidak dapat ditiadakan, penderita bukan saja akan mendapatkan kekambuhan (residif) dalam waktu dekat, tetapi juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus dengan pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka semakin jelek prognosis penderita. Hal ini terutama disebabkan oleh sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara ireversibel, dan semakin tebalnya mukosa saluran pernapasan (Danusantoso, 2012).

(32)

19

Pasien PPOK bergantung pada keparahan obstruksi aliran udara. Pasien dengan VEP1 < 0,8 L mempunyai angka mortalitas tahunan 25%. Pasien dengan kor pulmonal, hiperkapnia, kebiasaan merokok, dan penurunan berat badan memiliki prognosis buruk. Kematian biasanya terjadi akibat infeksi, gagal napas akut, embolus paru, atau aritmia jantung (Ward et al., 2008).

(33)

2.2

KERANGKA TEORI PENELITIAN

Keterangan : : : Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 2.6 Kerangka Teori Penelitian.

PPOK

Adanya hambatan aliran udara yang ireversibel Gejala Klinis :

- Batuk kronik - Berdahak kronik - Sesak napas

Diagnosis :

- Anamnesis - Pemeriksaan fisik - Pemeriksaan penunjang

Faktor Risiko

 Jenis kelamin

 Usia

 Riwayat merokok

 Polusi udara di dalam ruangan

 Polusi udara di luar ruangan

 Stres oksidatif

 Tumbuh dan kembang paru

 Genetik

 Infeksi saluran napas yang berulang

 Status sosioekonomi dan nutrisi

(34)

21

2.3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah:

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.7 Kerangka konsep penelitian.

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Karakteristik pasien:

Jenis Kelamin Usia

Riwayat Merokok Keluhan Utama:

 Batuk kronik

 Berdahak kronik

 Sesak napas

(35)

22 3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif observasional yang bersifat retrospektif dengan menggunakan desain potong lintang (cross sectional), yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabel dan observasi pada satu saat (bukan berarti semua subjek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi tiap subjek hanya dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut) tertentu (Sastroasmoro dan Ismael, 2016), yang bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, Sumatera Utara.

Rumah sakit ini dipilih karena RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan terhadap kasus-kasus PPOK dan merupakan rumah sakit pendidikan dan belum pernah dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September-Oktober 2017 yang dimulai dengan pengumpulan data sampai pelaporan hasil penelitian.

(36)

23

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016. Setelah melakukan survei awal, populasi penderita PPOK yang diperoleh adalah 354 orang pada periode Januari-Desember 2016 di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita yang telah didiagnosis PPOK sesuai dengan data pada rekam medik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016. Pengambilan sampel sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien PPOK rawat jalan dengan usia ≥ 40 tahun, pasien yang telah didiagnosis PPOK secara klinis dengan kasus PPOK baru maupun sudah mendapatkan terapi, dan pasien yang tidak menderita infeksi, sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien yang didiagnosis PPOK namun disebabkan oleh penyakit lain seperti asma sebab asma dapat berkembang menjadi PPOK (NHLBI, 2017) serta memiliki faktor risiko riwayat keluarga yang menderita PPOK, dan data rekam medik yang tidak lengkap.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari data sekunder berupa rekam medik penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah total sampling.

(37)

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi operasional.

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur

Alat Ukur

Skala Pengu- kuran

Hasil Pengukuran Pasien

PPOK

Pasien yang telah

didiagnosis oleh dokter dan tercatat dalam rekam medik

Observasi Rekam medik

Tidak ada

Tidak ada

Karakteris- tik

 Jenis kelamin

 Usia

 Riwayat merokok

 Keluhan utama

Hal-hal yang akan diamati dalam rekam medik

Observasi Rekam medik

Nomi- nal

 Jenis Kelamin

 Usia

 Riwayat merokok

 Keluhan utama

Rekam medik

Alat ukur dan merupakan data sekunder

Observasi Tidak ada

Nomi- nal

Tidak ada

Jenis kelamin penderita PPOK

Variabel yang diamati saat

penelitian dilakukan

Observasi Rekam medik

Nominal  Laki-laki

 Perempuan

Usia penderita PPOK

Variabel yang diamati saat

penelitian dilakukan

Observasi Rekam medik

Ordi- nal

 40-50 tahun

 51-60 tahun

 ≥ 61 tahun Riwayat

merokok

Riwayat mengenai perilaku merokok pada pasien PPOK sesuai yang tercatat pada rekam medik

Observasi Rekam medik

Nomi- nal

 Dijumpai

 Tidak dijumpai

(38)

25

Keluhan utama

Keluhan pada pasien PPOK sesuai yang tercatat pada rekam medik

Observasi Rekam medik

Nomi- nal

 Batuk kronik

 Berdahak kronik

 Sesak napas

 Batuk kronik dan berdahak kronik

 Batuk kronik dan sesak napas

 Berdahak kronik dan sesak napas

 Batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak napas

3.6 METODE ANALISIS DATA

Data yang telah dikumpulkan dan telah dikelompokkan selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Analisis statistik akan dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan perangkat lunak komputer.

(39)

26

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan yang berdiri pada tanggal 21 Juli 1993 merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit bertipe A. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan.

Hasil penelitian ini diperoleh dari pengumpulan data rekam medik penderita PPOK yang dilakukan pada bulan September-Oktober 2017 di RSUP Haji Adam Malik Medan. Ada 354 orang yang menderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2016, dan yang memenuhi kriteria inklusi adalah 229 orang, sedangkan 125 orang lainnya merupakan kriteria eksklusi yang tidak dapat dimasukkan datanya sebagai sampel penelitian karena data yang tidak lengkap serta sampel penelitian yang menderita penyakit PPOK disebabkan oleh penyakit lain.

Distribusi data penderita PPOK berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan jenis kelamin.

Jenis kelamin n %

Laki-laki Perempuan

203 26

88,6%

11,4%

Total 229 100%

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah pasien laki-laki yang menderita PPOK adalah 203 orang (88,6%), sedangkan pasien perempuan yang menderita PPOK adalah 26 orang (11,4%) dari keseluruhan sampel sebanyak 229 orang. Hal ini serupa dengan penelitian Dani dan Nathalia (2015) di Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2012 yang menunjukkan bahwa penderita PPOK lebih banyak pada laki-laki yaitu 49 orang (76,6%) dibandingkan perempuan yaitu 15 orang (23,4%)

(40)

27

dari jumlah keseluruhan pasien PPOK sebanyak 64 orang, serupa juga dengan penelitian Sidabutar et al., (2014) di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 yang menunjukkan pasien PPOK lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 95 orang (86,4%) dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 15 orang (13,6%) dari jumlah keseluruhan pasien PPOK yaitu 110 orang, dan serupa dengan penelitian Permatasari (2016) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang menunjukkan bahwa pasien laki-laki adalah pasien PPOK terbanyak yaitu 31 orang (96,9%) sedangkan perempuan hanya 1 orang (3,1%).

Distribusi data penderita PPOK berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan usia.

Usia n %

40-50 tahun 51-60 tahun

≥ 61 tahun

29 80 120

12,7%

34,9%

52,4%

Total 229 100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelompok usia 40-50 tahun adalah 29 orang (12,7%), usia 51-60 tahun sebanyak 80 orang (34,9%), dan usia ≥ 61 tahun sebanyak 120 orang (52,4%). Kelompok usia tertinggi yang menderita PPOK adalah

≥ 61 tahun, sedangkan kelompok usia terendah yang menderita PPOK adalah 40-50 tahun. Hal ini serupa dengan penelitian Dani dan Nathalia (2015) yang menunjukkan ada 37 orang (57,8%) yang menempati kelompok usia ≥ 61 tahun sebagai kelompok usia tertinggi penderita PPOK di Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2012, serupa juga dengan penelitian Nasution (2016) yang menunjukkan ada 19 orang (90,5%) yang menempati kelompok usia ≥ 61 tahun sebagai kelompok usia tertinggi penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013 dari jumlah keseluruhan penderita PPOK yaitu 21 orang, dan serupa juga dengan penelitian Lisa et al., (2015) di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013 yang menunjukkan

(41)

PPOK paling banyak terjadi pada kelompok usia ≥ 61 tahun yaitu sebanyak 49 orang (61,3%) dari jumlah keseluruhan pasien PPOK yaitu 80 orang.

Distribusi data penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok.

Riwayat Merokok n %

Dijumpai Tidak Dijumpai

189 40

82,5%

17,5%

Total 229 100%

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa penderita PPOK yang memiliki riwayat merokok sebanyak 189 orang (82,5%), dan penderita PPOK yang tidak memiliki riwayat merokok sebanyak 40 orang (17,5%). Hal ini sesuai dengan COPD Foundation (2017) yang menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko yang utama sebagai penyebab PPOK, serupa juga dengan penelitian Sidabutar et al., (2014) di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 yang menunjukkan bahwa lebih banyak terjadi pada penderita PPOK yang memiliki riwayat merokok yaitu sebanyak 78 orang (70,9%) dari 110 orang, namun hal ini tidak serupa dengan penelitian Safitri (2016) di Puskesmas Bangetayu Kota Semarang Tahun 2015 yang menunjukkan bahwa pasien PPOK yang tidak merokok lebih banyak yaitu 29 orang (55,9%) dibandingkan dengan yang merokok yaitu 15 orang (44,1%).

Distribusi data penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok dan jenis kelamin.

Riwayat Merokok

Jenis Kelamin

Total Laki-Laki Perempuan

n % n % n %

Dijumpai 183 79,9% 6 2,6% 189 82,5%

Tidak Dijumpai 20 8,7% 20 8,7% 40 17,4%

Total 203 88,6% 26 11,3% 229 100%

(42)

29

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa riwayat merokok pada penderita PPOK laki-laki adalah 183 orang (79,9%), sedangkan riwayat merokok pada penderita PPOK perempuan adalah 6 orang (2,6%). Penderita PPOK laki-laki yang tidak memiliki riwayat merokok adalah 20 orang (8,7%), sedangkan penderita PPOK perempuan yang tidak memiliki riwayat merokok adalah 20 orang (8,7%). Hal ini serupa dengan penelitian Dani dan Nathalia (2015) di Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2012 yang menunjukkan bahwa penderita PPOK lebih banyak terjadi pada pasien laki-laki dengan riwayat merokok yaitu 46 orang (71,88%) dari 64 orang.

Distribusi data penderita PPOK berdasarkan riwayat merokok dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.5 Distribusi proporsi penderita PPOK berdasarkan keluhan utama.

Keluhan Utama n %

Batuk Kronik 7 3,1%

Berdahak Kronik 0 0%

Sesak Napas 29 12,7%

Batuk Kronik + Berdahak Kronik 15 6,6%

Batuk Kronik + Sesak Napas 55 24,0%

Berdahak Kronik + Sesak Napas 3 1,3%

Batuk Kronik + Berdahak Kronik + Sesak Napas 120 52,4%

Total 229 100%

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penderita PPOK yang datang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2016 memiliki keluhan utama batuk kronik sebanyak 7 orang (3,1%), berdahak kronik sebanyak 0 orang (0%), dan sesak napas sebanyak 29 orang (12,7%), batuk kronik disertai berdahak kronik sebanyak 15 orang (6,6%), batuk kronik disertai sesak napas sebanyak 55 orang (24%), berdahak kronik disertai sesak napas sebanyak 3 orang (1,3%), dan batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak napas sebanyak 120 orang (52,4%).

Keluhan utama yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita PPOK ketika datang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2016 adalah batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak napas. Penelitian Primaputri dan

(43)

Dani (2013) di RSU WZ Johanes Kupang-NTT Periode 1 Januari 2012 - 30 Juni 2012 menunjukkan ada 22 orang (66,7%) yang datang berobat dengan keluhan sesak napas ke RSU WZ Johanes Kupang-NTT Periode 1 Januari 2012 - 30 Juni 2012, dan penelitian Sidabutar et al., (2014) di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 yang menunjukkan pasien PPOK sebanyak 110 orang (100%) dengan keluhan tertinggi yaitu sesak napas.

Peradangan kronik pada PPOK ditandai dengan peningkatan pada jumlah neutrofil (di lumen jalan napas), makrofag (di lumen jalan napas, dinding jalan napas, dan parenkim), dan limfosit CD8+ (di dinding saluran napas dan parenkim).

Perubahan patologis ini menyebabkan hipersekresi lendir, keterbatasan aliran udara ekspirasi dengan kolapsnya saluran napas kecil dinamis yang menyebabkan udara terperangkap (air trapping), hiperinflasi paru-paru, abnormalitas pertukaran gas (Chong-Kin, 2009), peningkatan kerja pernapasan, dispnea, dan intoleransi olahraga (Bhowmik et al., 2008). Siklus peradangan dan perbaikan yang terus berlanjut pada akhirnya mempersempit lumen jalan napas dan menghalangi aliran udara (Dewar dan Curry 2006). Selain itu, keluhan PPOK lainnya adalah batuk. Batuk merupakan mekanisme pertahanan pernapasan yang melindungi saluran pernapasan, dan membersihkan produksi lendir berlebih. Pada pasien PPOK, batuk sebagai keluhan hampir sama lazimnya dengan sesak napas dan mungkin benar-benar mendahului onset sesak napas (Vestbo, 2011).

(44)

31 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan penelitian karakteristik penderita PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2016 didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pasien PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari- Desember 2016 sebanyak 354 orang, tetapi sampel yang dapat diteliti adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 229 orang.

2. Pasien PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari- Desember 2016 lebih banyak terjadi pada laki-laki yaitu sebanyak 203 orang (88,6%).

3. Pasien PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari- Desember 2016 lebih banyak terjadi pada kelompok usia ≥ 61 tahun yaitu 120 orang (52,4%).

4. Pasien PPOK di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari- Desember 2016 lebih banyak terjadi pada pasien yang dijumpai adanya riwayat merokok yaitu sebanyak 189 orang (82,5%) dan didominasi oleh laki-laki yaitu sebanyak 183 orang (79,9%).

5. Pasien PPOK lebih banyak mengeluhkan batuk kronik disertai berdahak kronik dan sesak napas ketika datang berobat ke RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2016 yaitu sebanyak 120 orang (52,4%).

6.2 SARAN

1. Bagi dokter dan paramedis yang bertanggung jawab dalam pencatatan rekam medik terutama di RSUP Haji Adam Malik Medan disarankan agar dapat melengkapi dan melakukan pencatatan rekam medik dengan jelas dan rapi agar pembaca dapat memahami data yang berada di dalam rekam medik dengan benar dan tepat.

(45)

2. Bagi petugas kesehatan dan pihak yang terkait disarankan agar memberi edukasi kepada masyarakat bahwa mencegah lebih baik dibandingkan mengobati maka dari itu perlu mengedukasi masyarakat untuk tidak berperilaku merokok karena merokok merupakan faktor risiko yang utama dalam menyebabkan kejadian PPOK.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar mengambil data penelitian dalam bentuk data primer agar lebih jelas dalam mendapatkan hasil, dan lebih teliti dalam menuliskan serta menginput data penelitian.

(46)

33

DAFTAR PUSTAKA

Adam A., Dixon A. K., Gillard J. H. & Prokop C. M. (eds) 2015, Diagnostic Radiology: A textbook of Medical Imaging, 6th edn, Churchill Livingstone Elsevier.

American Lung Association 2016, What Causes COPD[Online], accessed 28

April 2017,

Availableat:http://www.lung.org/lunghealthanddiseases/lungdiseaselookup /copd/symptomscausesriskfactors/whatcausescopd.html

Antuni, J. D.& Barnes P. J. 2016, 'Individuals at Risk for COPD Evaluation of Individuals at Risk for COPD: Beyond the Scope of the Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease', vol. 3, no. 3, pp. 653–667.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2013, 'Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013', Laporan Nasional 2013, pp. 1–384.

Bhowmik, A., Chahal, K., Austin, G. & Chakravorty, I. 2008, 'Improving mucociliary clearance in chronic obstructive pulmonary disease', Elsevier, pp. 496-502

Chong-Kin, L., Muttalif, A. R., Mahayiddin, A. A., Zakaria, M. I., Keong, L. O.

& Hung, Y. B. 2009, Management of chronic obstructive pulmonary disease : Clinical practice guidelines, 2nd edn, Ministry of Health Malaysia, Malaysia

COPD Foundation 2017,What is COPD[Online], accessed 1 May 2017, Available at:

https://www.copdfoundation.org/WhatisCOPD/UnderstandingCOPD/What isCOPD.aspx

Dani. & Nathalia, C. 2015, 'Karakteristik penderita penyakit paru obstruktif kronik di rumah sakit immanuel bandung tahun 2012', Undergraduate thesis, Universitas Kristen Maranatha.

Danusantoso, H. 2012. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru,2nd edn, Penerbit EGC, Jakarta.

Dewar, M., & Curry, R. W. 2006, 'Chronic Obstructive Pulmonary Disease : Diagnostic Considerations', American Family Physician, vol. 73, no. 4.

Donohue, J. F., Hill, C. &Carolina, N. 2006, 'Asthma & COPD'.

Guide, P. and Copd, T. O. 2017, 'Global Initiative for Chronic Obstructive Lung A Guide for Health Care Professionals Global Initiative for Chronic Obstructive Disease', Global initiative for chronic obstructive lung disease, vol. 22, no. 4, pp. 1–30.

Hwang, S. L., Lin, Y. C., Guo, S. E., Chi, M. C., Chou, C. T. & Chieh-Mo Lin.

2016, 'Prevalence of chronic obstructive pulmonary disease in southwestern Taiwan: a population-based study', International Journal of Respiratory and Pulmonary Medicine, vol. 3, no. 3.

Lim, S., Lam, D. C., Muttalif, A. R., Yunus, F., Wongtim, S., Lan, L. T., Shetty, V., Chu, R., Zheng, J., Perng, D. W. & Guia, T. D. 2015, 'Impact of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) in the Asia-Pacific region:

the EPIC Asia population-based survey', Asia Pacific Family Medicine, vol. 14, no. 1, p. 4..

(47)

Lisa, T. G., Saad, A., Suyanto. 2015, 'Profil penderita penyakit paru obstruktif kronik (ppok) yang dirawat inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013'.

Lozano, R., Naghavi, M., Foreman, K., Lim, S., Shibuya, K., Aboyans, V. 2012, 'Global and regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: A systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010', The Lancet, vol. 380, no. 9859, pp. 2095–2128.

Lund University 2016, Women at higher risk to develop chronic obstructive pulmonary disease [Online], accessed 15 May 2017, Available at:

http://www.lunduniversity.lu.se/article/womenathigherrisktodevelopchroni cobstructivepulmonarydisease

Nasution, R. M. 2016, 'Korelasi derajat obstruksi saluran napas dengan jenis rokok pada penderita ppok stabil pada pasien di rumah sakit umum pusat haji adam malik medan tahun 2013', Undergraduate thesis, Universitas Sumatera Utara.

National Heart Lung, and Blood Institute (NHLBI, NIH) 2017, Risk Factors

[Online], accessed 1 May 2017, Available

at:https://www.nhlbi.nih.gov/health/healthtopics/topics/copd/atrisk

National Heart Lung, and Blood Institute (NHLBI, NIH) 2017, Causes COPD [Online], accessed 25 November 2017, Available at:

https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/copd/causes

NHS Choices 2016, Causes of COPD[Online], accessed 28 April 2017, Available at:

http://www.nhs.uk/conditions/Chronicobstructivepulmonarydisease/pages/

causes.aspx

Oemiati, R. 2013, 'Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)', Media Litbangkes, vol. 23, no. 2, pp. 82–88.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK); Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Permatasari, C. Y. 2016, 'Studi penggunaan kortikosteroid pada pasien penyakit paru obstruksi kronis (ppok) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya', Undergraduate thesis, Universitas Airlangga.

Primaputri, C. C & Dani. 2013, 'Gambaran karakteristik penderita rawat inap penyakit paru obstruktif kronik di RSU WZ Johanes Kupang-NTT periode 1 januari 2012-30 juni 2012', Undergraduate thesis, Universitas Kristen Maranatha.

Safitri, Y. 2016, 'Faktor risiko yang berhubungan dengan derajat keparahan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (studi kasus di puskesmas bangetayu kota semarang tahun 2015)', Undergraduate thesis, Universitas Negeri Semarang.

Sastroasmoro, S. & Ismael, S. 2016, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, 5th edn, Penerbit CV. Sagung Seto, Jakarta.

Sidabutar, P., Rasmaliah. & Hiswani. 2014, 'Karakteristik penderita penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012', Undergraduate thesis, Universitas Sumatera Utara.

Somantri, I. 2009, Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

(48)

35

Pernapasan. 2nd edn, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Strategies for Chronic Care. 2009, 'Differential Diagnosis of COPD', Managing Chronic Obstructivve Pulmonary Disease, pp. 2-4.

Supari, S. F. 2008, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), pp. 8- 12.

Vestbo, J., Hanania, N. A. & Sharafkhaneh, A. (eds) 2011, COPD: A Guide to Diagnosis and Clinical Management, Respiratory Medicine.

Ward, J. P., Ward, J., Leach, R. M. & Wiener, C. M. 2008, At a Glance: Sistem Respirasi, 2nd edn, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Webb, W. R. & Higgins, C. B. 2005, Thoracic Imaging: Pulmonary and Cardiovascular Radiology, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

World Health Organization (WHO) 2008, COPD predicted to be third leading cause of death in 2030 [Online], accessed 28 April 2017, Availabsle at:

http://who.int/respiratory/copd/World_Health_Statistics_2008/en/

World Health Organization (WHO) 2016, Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) [Online], accessed 28 April 2017, Available at:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs315/en/

(49)

Lampiran A

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Bella Clarissa Putri Marpaung

NIM : 140100044

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 12 September 1997

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Bilmar Marpaung

Nama Ibu : Nuranti Rumela Sirait

Alamat : Jalan Kepodang 1 no 181 Perumnas Mandala, Medan Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak (TK) Parulian 2 Medan (2000-2002) 2. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 066056 (2002-2008)

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Medan (2008-2011) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Medan (2011-2014) 5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2014 – sekarang) Riwayat Pelatihan :

1. Peserta PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2014

2. Peserta MMB (Manajemen Mahasiswa Baru) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2014

3. Peserta Get Together 2014

4. Peserta Seminar Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016 5. Peserta Seminar Proposal Skripsi 2016

(50)

37

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Paduan Suara Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2014 – 2015

Riwayat Kepanitiaan :

1. Anggota Seksi Doa Paskah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2015

2. Anggota Seksi Doa Senior Junior Kristen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2015

3. Anggota Administrasi Kesekretariatan Panitia Try Out SBMPTN Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

4. Anggota Seksi Dekorasi Paskah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

5. Anggota Seksi Konsumsi Natal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016

6. Anggota Seksi Kakak Asuh Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2017

(51)

Lampiran B

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karakteristik Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUP Haji Adam Malik Periode Januari-Desember 2016

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Medan, 8 Desember 2017 Penulis,

Bella Clarissa Putri Marpaung 140100044

(52)

39

Lampiran C

SURAT IZIN SURVEI AWAL PENELITIAN

(53)

Lampiran D

ETHICAL CLEARANCE

(54)

41

Lampiran E

SURAT IZIN PENELITIAN

Gambar

Gambar 2.1 Foto toraks bronkitis kronik posisi PA.
Gambar 2.2 Foto toraks emfisema posisi PA dan lateral.
Gambar 2.4 HRCT emfisema panlobular.
Tabel 2.3 Diagnosis banding PPOK (Donohue, Hill dan Carolina, 2006).
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

• The simplest approach is the basic indicator approach where operational risk is set equal to 15% of annual gross income (net interest income plus noninterest income) over the

Keluarga yang harus dihubungi dalam keadaan darurat kesehatan.. Jenis asuransi kesehatan yang

Pembuatan website grup band Madina ini merupakan sebuah aplikasi WWW yang berisi informasi musik, video dan profile mengenai Madina, yang dikemas ke dalam bentuk yang menarik

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan telah memacu pengguna dan pembuat teknologi untuk membuat aplikasi penjualan barang di mana pendataan datanya dapat lebih akurat yang semuanya

Persiapan Kegiatan diawali dari penyusunan Renja yang dibuat pada

Program dan Jenis Kegiatan Hasil yang diharapkan Waktu Pelaksana an Pelaksa na Sumbe r Dana penyelenggaraan Prakerin 2.3 Pencarian obyek. 2.4   Rapat   pembentukan

Teknik pembangunan WarNet pada penulisan ilmiah ini, menggunakan teknologi LAN (jaringan area lokal) yang berbasis jaringan secara Workgroups di Microsoft Networks, dengan PC

[r]