• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pendidikan karakter terintegrasi di smp (studi evaluatif ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa kelas VII dan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014 serta implikasinya terhada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hasil pendidikan karakter terintegrasi di smp (studi evaluatif ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa kelas VII dan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014 serta implikasinya terhada"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HASIL PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI DI SMP (Studi Evaluasi Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada

Siswa Kelas VII dan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 serta Implikasinya Terhadap

Penyusunan Silabus dan Contoh Modul Pendidikan Karakter)

Martha Susanti Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014, mengidentifikasi profil capaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada masing-masing SMP, dan nilai-nilai karakter yang hasilnya belum optimal. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menguji perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi antara siswa kelas VII dengan kelas VIII.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif evaluatif dengan menggunakan pendekatan survei. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi yang disusun oleh tim peneliti. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 241 orang (126 siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan 115 siswa SMP Negeri 6 Surakarta). Kategorisasi hasil pendidikan karakter terintegrasi siswa SMP ini menggunakan kriteria penilaian (Penilaian Acuan Patokan) PAP tipe I yang terbagi dalam 5 kategori, yaitu: Sangat baik, Baik, Cukup, Buruk, dan Sangat buruk.

(2)

ABSTRACT

INTEGRATED CHARACTER EDUCATION IN JUNIOR HIGH SCHOOL (An Evaluative Study of the Outcome Achievement of the Integrated Character Education in the Seventh Grade and Eighth Grade Students of Junior High School SMPN 13 Yogyakarta and SMPN 6 Surakarta Academic Year 2013/2014 and its Implications Towards the Preparation of the Syllabus

and Sample Modules for Character Education)

Martha Susanti Sanata Dharma University

2015

This research aims to describe the outcome achivement of the integrated character education program for the Junior High School students of SMPN 13 Yogyakarta and SMPN 6 Solo academic year 2013/2014, by identifying the profile of the outcome achievement of the integrated character education program in each junior high school, and the profile of the low achievement of the character values. In addition, the study also aims to test the difference between the outcomes of the integrated character education programs between the seventh grade students and the eighth grade students.

The type of this research is descriptive evaluative research using a survey method. Data collection method used in this research was a questionnaire of the outcome achievement of the integrated character education designed by the researcher. The subjects of this research were 126 (seventh and eighth grade) students of SMPN 13 Yogyakarta and 115 students of SMPN 6 Surakarta during the academic year of 2013/2014. The categorization of the outcome of the integrated character education among the junior high school students used the criterion-referenced test type 1 consisting of 5 categories, namely: excellent, good, sufficient, bad, and very bad.

(3)

HASIL PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI DI SMP (Studi Evaluatif Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada

Siswa Kelas VII dan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 serta Implikasinya Terhadap

Penyusunan Silabus dan Contoh Modul Pendidikan Karakter)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Martha Susanti NIM: 111114011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

HASIL PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI DI SMP (Studi Evaluatif Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada

Siswa Kelas VII dan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 serta Implikasinya Terhadap

Penyusunan Silabus dan Contoh Modul Pendidikan Karakter)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Martha Susanti NIM: 111114011

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia

yang memberi kekuatan kepadaku

(Filipi 4:13)

JUST BECAUSE THEY SAID YOU CAN’T

DOESN’T MEAN YOU CAN’T

-basket nasional putri-

(8)
(9)
(10)

vii

ABSTRAK

HASIL PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI DI SMP (Studi Evaluasi Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada

Siswa Kelas VII dan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 serta Implikasinya Terhadap

Penyusunan Silabus dan Contoh Modul Pendidikan Karakter)

Martha Susanti Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014, mengidentifikasi profil capaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada masing-masing SMP, dan nilai-nilai karakter yang hasilnya belum optimal. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menguji perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi antara siswa kelas VII dengan kelas VIII.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif evaluatif dengan menggunakan pendekatan survei. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi yang disusun oleh tim peneliti. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 241 orang (126 siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan 115 siswa SMP Negeri 6 Surakarta). Kategorisasi hasil pendidikan karakter terintegrasi siswa SMP ini menggunakan kriteria penilaian (Penilaian Acuan Patokan) PAP tipe I yang terbagi dalam 5 kategori, yaitu: Sangat baik, Baik, Cukup, Buruk, dan Sangat buruk.

(11)

viii

ABSTRACT

INTEGRATED CHARACTER EDUCATION IN JUNIOR HIGH SCHOOL (An Evaluative Study of the Outcome Achievement of the Integrated Character Education in the Seventh Grade and Eighth Grade Students of Junior High School SMPN 13 Yogyakarta and SMPN 6 Surakarta Academic Year 2013/2014 and its Implications Towards the Preparation of the Syllabus

and Sample Modules for Character Education)

Martha Susanti Sanata Dharma University

2015

This research aims to describe the outcome achivement of the integrated character education program for the Junior High School students of SMPN 13 Yogyakarta and SMPN 6 Solo academic year 2013/2014, by identifying the profile of the outcome achievement of the integrated character education program in each junior high school, and the profile of the low achievement of the character values. In addition, the study also aims to test the difference between the outcomes of the integrated character education programs between the seventh grade students and the eighth grade students.

The type of this research is descriptive evaluative research using a survey method. Data collection method used in this research was a questionnaire of the outcome achievement of the integrated character education designed by the researcher. The subjects of this research were 126 (seventh and eighth grade) students of SMPN 13 Yogyakarta and 115 students of SMPN 6 Surakarta during the academic year of 2013/2014. The categorization of the outcome of the integrated character education among the junior high school students used the criterion-referenced test type 1 consisting of 5 categories, namely: excellent, good, sufficient, bad, and very bad.

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas perlindungan, pendampingan, dan doa dalam persiapan, pelaksanaan serta penyelesaian penelitian dalam bentuk skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah bersedia membimbing, membantu dan selalu memberikan dorongan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dengan kesabaran hati dan memberi masukan kepada penulis guna meningkatkan kualitas skripsi ini.

2. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang senantiasa mendukung, memberikan semangat, dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan sehingga berguna dalam penyelesaian penelitian ini.

(13)

x

4. Siswa/siswi kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta, atas kesediaannya mengisi kuesioner.

5. Teman-teman tim STRANAS (Rosa, Dewi, Reni, Nawas, Theo, Danty, Sandy, Sugeng, dan Adven) yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan pengalaman selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Ibu saya tercinta, Endang Purnama Dewi atas dukungan, doa, perhatian, kasih serta biaya yang diberikan selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

7. Adik saya terkasih, Tirza Lydia Susanti atas doa, semangat, dan kebersamaan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

8. Teman-teman BK angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan dan motivasi.

9. Sahabat-sahabat tercinta yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan doa, secara khusus kepada Agnes Nina, Devi Puspa, dan Foury Deva. 10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberikan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan, saran, dan kritik terhadap karya ini sangat diperlukan. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca.

(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat teoritis ... 8

2. Manfaat praktis ... 9

G. Definisi Operasional Variabel ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI ... 12

A. Hakikat Pendidikan Karater ... 12

1. Definisi Pendidikan Karakter ... 12

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 13

3. Aspek-aspek Nilai Pendidikan Karakter ... 14

4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 18

5. Indikator keberhasilan Pendidikan Karakter ... 20

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter ... 21

7. Pendidikan Karakter Terintegrasi pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) ... 22

B. Hakikat Evaluasi Hasil Program Pendidikan ... 24

(15)

xii

2. Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi Program ... 24

3. Tujuan Evaluasi Program ... 26

4. Manfaat Evaluasi Program ... 26

5. Langkah-langkah Evaluasi Program ... 28

6. Evaluasi Hasil Program ... 28

7. Evaluasi Hasil Pendidikan Karakter ... 31

C. Hakikat Siswa atau Peserta Didik ... 33

1. Definisi Siswa atau Peserta Didik ... 33

2. Karakteristik Umum Perkembangan Peserta Didik SMP ... 34

3. Ciri-ciri Penting Siswa SMP pada Masa Remaja Awal ... 35

4. Perkembangan Nilai-nilai Moral pada Remaja ... 41

D. Penyusunan Modul Bimbingan ... 51

1. Definisi Modul ... 51

2. Langkah-langkah Penyusunan Modul ... 51

E. Hasil Penelitian yang Relevan Sebelumnya ... 54

F. Kerangka Pikir ... 56

G. Hipotesis ... 58

BAB III. METODE PENELITIAN ... 59

A. Jenis Penelitian ... 59

B. Subyek Penelitian ... 59

C. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 60

1. Cara Pemberian Skor Item ... 61

2. Konstruk Instrumen ... 63

3. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 65

D. Uji Empirik Kuesioner Hasil Pendidikan Karakter di SMP ... 69

1. Validitas Kuesioner ... 70

2. Reliabilitas Kuesioner ... 71

E. Prosedur Pengumpulan dan Teknis Analisis Data ... 72

1. Persiapan dan Pelaksanaan ... 72

2. Teknik Analisis Data ... 72

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Hasil Penelitian ... 79

1. Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 80

2. Profil Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 81

(16)

xiii

4. Uji Hipotesis Penelitian ... 102

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 106

C. Penyusunan Silabus dan Contoh Modul Pendidikan Karakter ... 116

BAB V. PENUTUP ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Keterbatasan ... 120

C. Saran ... 120

1. Kepala Sekolah SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta ... 121

2. Guru Mata Pelajaran SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta ... 122

3. Peneliti ... 122

4. Peneliti Lain ... 122

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Contoh Distribusi Nilai-nilai Utama ke dalam Mata Pelajaran ... 23

Tabel 2. Tingkat dan Tahap Perkembangan Moral Menurut Kohlberg ... 49

Tabel 3. Rincian Sampel Penelitian Siswa Kelas VII dan Kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 60

Tabel 4. Kisi-kisi Kuesioner Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi ... 64

Tabel 5. Kriteria Guilford ... 69

Tabel 6. Penggolongan Item Valid dan Tidak Valid ... 70

Tabel 7. Koefisien Reliabilitas Instrumen ... 71

Tabel 8. Koefisien Reliabilitas Instrumen Setelah Seleksi Item ... 71

Tabel 9. Kategorial PAP Tipe I Nilai Huruf ... 75

Tabel 10. Kategori Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi ... 76

Tabel 11. Data Tingkatan Kelas ... 77

Tabel 12. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 79

Tabel 13. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 82

Tabel 14. Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 berdasarkan Tingkatan Kelas ... 84

Tabel 15. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi Siswa SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 86

Tabel 16. Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi Siswa SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 berdasarkan Tingkatan Kelas ... 88 Tabel 17. Kategori Skor Item Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada

(18)

xv

6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 90 Tabel 18. Nomor-nomor Item Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 yang Terindetifikasi

Belum Optimal (Cukup, Buruk, dan Sangat Buruk) ... 92 Tabel 19. Nomor-nomor Item sebagai Dasar Penyusunan Silabus

Pendidikan Karakter Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 95 Tabel 20. Kategori Skor Item Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 96 Tabel 21. Nomor-nomor Item Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 yang Terindetifikasi Belum

Optimal (Cukup, Buruk, dan Sangat Buruk) ... 97 Tabel 22. Nomor-nomor Item sebagai Dasar Penyusunan Silabus Pendidikan

Karakter Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Yogyakarta dan

(19)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta

Tahun Ajaran 2013/2014 ... 80 Grafik 2. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 82 Grafik 3. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

Siswa SMP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Ajaran

2013/2014 Berdasarkan Tingkatan Kelas ... 85 Grafik 4. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

Siswa SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 87 Grafik 5. Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

Siswa SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014

Berdasarkan Tingkatan Kelas ... 89 Grafik 6. Uji Beda Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

antara Siswa Kelas VII dengan Kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogykarakta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun

Ajaran 2013/2014 ... 103 Grafik 7. Uji Beda Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

antara Siswa Kelas VII dengan Kelas VIII di SMP Negeri 13

Yogykarakta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 105 Grafik 8. Uji Beda Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi

antara Siswa Kelas VII dengan Kelas VIII di SMP Negeri 6

(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Hasil Pendidikan Karakter ... 127

Lampiran 2a. Tabulasi Data Penelitian Kelas VII ... 136

Lampiran 2b. Tabulasi Data Penelitian Kelas VIII ... 142

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 148

Lampiran 4. Hasil Uji Beda ... 153

Lampiran 5. Silabus Pendidikan Karakter yang Terintegrasi SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ... 156

Lampiran 6. Contoh Modul Pendidikan Karakter ... 163

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam pemenuhan sumber daya manusia sebagai pendukung pembangunan.

(22)

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan pada Pasal 17 Ayat (3) menyebutkan bahwa pendidikan dasar, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang: (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; (c) berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif; (d) sehat, mandiri, dan percaya diri; (e) toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggungjawab. Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa tujuan pendidikan di setiap jenjang sangat berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik.

Kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan lain. Kenakalan, kriminalitas, maupun kemerosotan nilai, dan moral yang terjadi dikalangan siswa SMP cukup beragam. Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa 50-60% pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan pelajar dan mahasiswa. Total seluruh pengguna narkoba berdasarkan penelitian yang dilakukan BNN dan UI adalah sebanyak 3,8 sampai 4,2 juta. 48% di antaranya adalah pecandu dan sisanya sekadar coba-coba serta pemakai. Data dari Komnas Anak, jumlah tawuran pelajar sudah memperlihatkan kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan Juni, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan kematian. Pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia.

(23)

adanya peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuat oleh anak-anak dan remaja di Indonesia. Jika pada tahun 2007 tercatat ada 500 jenis video porno asli produksi dalam negeri, maka pada pertengahan 2010 jumlah tersebut melonjak menjadi 800 jenis. Fakta paling memprihatinkan dari fenomena di atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut, pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Survei yang dilakukan oleh BKKBN LDFE UI (2000) mencatat bahwa di Indonesia terjadi 2,4 juta kasus aborsi pertahun dan sekitar 21% (700-800 ribu) dilakukan oleh remaja. Data yang sama juga disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden siswa SMP dan SMA di 17 kota besar, sebanyak 62,7% remaja SMP sudah tidak perawan, dan 21,2% remaja mengaku pernah aborsi.

(24)

Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang telah disebutkan sebelumnya, jenjang pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) menjadi salah satu tempat pembentukan karakter bagi siswa, dimulai sejak siswa masuk kelas VII dan dikembangkan secara terus menerus sampai tamat dari jenjang SMP. Hanya saja pendidikan karakter yang selama ini dilaksanakan pada tingkat SMP perlu segera dikaji dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.

Dilihat dari kematangan karakter dalam diri siswa, siswa kelas VII belum memiliki nilai karakter kuat karena mereka masih melakukan penyesuaian diri dari jenjang sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama dan cenderung masih terbawa dengan sikap kekanak-kanakan, sedangkan siswa kelas VIII seharusnya memiliki nilai-nilai karakter yang kuat. Hal ini disebabkan karena siswa kelas VIII dianggap lebih dewasa, memiliki memahaman kognitif yang lebih daripada kelas VII, dan sudah mendapatkan pendidikan karakter di sekolah selama kurang lebih 1,5 tahun di sekolah.

(25)

VIII antara lain: tidak tenang, kurang suka bekerja, kurang suka bergerak, lekas lemah, dan kebutuhan untuk tidur menjadi besar. Sifat-sifat negatif tersebut dapat diringkas menjadi dua hal, yaitu: Pertama, negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental. Kedua, negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dari masyarakat (negatif pasif), maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).

Hetzer dan Buhler (dalam Panut & Ida, 1999) berpendapat bahwa penyebab terjadinya gejala-gejala negatif tersebut berpangkal pada keadaan biologis, yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin. Mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin itu membawa perubahan cepat pada diri remaja dan seringkali perubahan radikal itu tidak mereka pahami, sehingga menimbulkan rasa ragu-ragu, kurang pasti, malu, jengkel, dan sebagainya.

Berbagai hal yang terjadi dalam diri seorang siswa kelas VIII membuat mereka mengalami kegoncangan karakter. Tuntutan akademik dari proses pembelajaran serta penanaman nilai dan karakter bersamaan dengan kegoncangan identitas dalam diri mereka karena kondisi psikologis yang tengah berubah. Berbeda dengan siswa kelas VII yang memasuki masa transisi dari Sekolah Dasar (SD) menuju dunia sekolah menengah. Mereka masih melakukan penyesuaian diri dari tingkat sekolah dasar menuju sekolah menengah pertama, sehingga beberapa sifat dan karakter masih terbawa dari sekolah dasar, seperti: penurut, patuh, dan sopan.

(26)

dengan kebijakan Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2010. Subyek penelitan yang diambil dari kedua sekolah adalah siswa kelas VII dan kelas VIII. Mengambil dari gambaran latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “HASIL PENDIDIKAN KARAKTER TERINTEGRASI DI SMP (Studi Evaluatif Ketercapaian Hasil

Pendidikan Karakter Terintegrasi pada Siswa Kelas VII dan Kelas VIII

di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta Tahun

Ajaran 2013/2014 serta Implikasinya Terhadap Penyusunan Silabus dan

Modul Bimbingan Karakter)”dalam penelitian ini.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan evaluasi hasil pendidikan karakter pada siswa kelas VII dan kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan program pendidikan karakter di dua SMP Negeri yaitu SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

2. Belum ada penelitian yang menunjukkan hasil pendidikan karakter terintegrasi pada SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta. 3. Adanya indikasi bahwa beberapa nilai pendidikan karakter bagi para siswa

(27)

4. Belum ada penelitian yang menunjukkan perbedaan hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa kelas VII dengan kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta.

C. Pembatasan Masalah

Fokus kajian penelitian ini diarahkan untuk menjawab masalah-masalah yang teridentifikasi di atas khususnya masalah-masalah mengenai hasil pendidikan karakter terintegrasi di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta dan perbedaan hasil pendidikan karakter pada siswa kelas VII dan kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusah masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Seberapa baik (optimal) hasil pendidikan karakter terintegrasi pada SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta tahun ajaran 2013/2014?

2. Bagaimana profil ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada masing-masing sekolah?

(28)

4. Apakah ada perbedaan ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi antara siswa kelas VII dengan kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta.

2. Mendeskripsikan profil ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada masing-masing sekolah.

3. Mengidentifikasi nilai karakter apa yang rendah dalam pendidikan karakter terintegrasi pada siswa kelas VII dan kelas VIII pada kedua sekolah dalam kaitannya penyusunan silabus dan contoh modul bimbingan.

4. Mengidentifikasi apakah ada perbedaan ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi antara siswa kelas VII dengan kelas VIII di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

(29)

sehingga dapat digunakan sebagai bahan inspiratif untuk menemukan cara-cara yang tepat dalam peningkatan pendidikan karakter di kedua sekolah tersebut.

2. Manfaat praktis

a. Bagi kepala sekolah dan para guru SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta

Hasil penelitian ini menjadi tolak ukur yang dapat digunakan oleh sekolah untuk mengetahui dan memahami gambaran nyata seberapa berhasil pendidikan karakter terintegrasi yang selama ini diterapkan kepada para siswa. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat membantu kepala sekolah dan para guru dalam menentukan langkah-langkah tepat guna meningkatkan implikasi pendidikan karakter terintegrasi di sekolah yang kemudian dapat berpengaruh pula untuk meningkatkan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan dalam diri siswa.

(30)

c. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui dan memahami efektivitas hasil pendidikan karakter terintegrasi pada siswa di SMP Negeri 13 Yogyakarta dan SMP Negeri 6 Surakarta. Selain itu, peneliti dapat mengusulkan penyusunan silabus dan modul bimbingan yang sesuai untuk meningkatkan nilai-nilai karakter dalam diri siswa.

G. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Siswa adalah manusia atau murid yang mengikuti pendidikan di sekolah guna mengembangkan dirinya.

2. Siswa kelas VII adalah seorang dengan rata-rata usia 12-13 tahun yang mengikuti pendidikan pertama kali di jenjang Sekolah Menengah Pertama. 3. Siswa kelas VIII adalah seorang dengan rata-rata usia 13-14 tahun yang

mengikuti pendidikan setelah dinyatakan lulus atau naik kelas dari kelas VII.

4. Pendidikan karakter adalah sebuah model pendidikan untuk menjadikan seseorang (peserta didik) memahami, mengembangkan, dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam diri dalam kehidupan sehari-hari.

(31)

6. Terintegrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh. 7. Evaluasi hasil pendidikan karakter terintegrasi adalah upaya menilai,

(32)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat evaluasi hasil program pendidikan, hakikat siswa, serta penyusunan silabus dan modul bimbingan.

A. Hakikat Pendidikan Karakter

1. Definisi Pendidikan Karakter

Elkin dan Sweet (dalam Pupuh, Suryana, & Fenny, 2013), menjelaskan pendidikan karakter dimaknai sebagai, “Character education is the deliberate effort to help people understand, care about,

and act upon core ethical values”. Pendidikan karakter adalah usaha

yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.

Lickona (dalam Muchlas & Hariyanto, 2013) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana, Lickona mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa.

(33)

kehidupan sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif, dan kreatif (Zubaedi, 2012).

Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 (dalam Daryanto & Darmiatun, 2013) menjelaskan pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah model pendidikan untuk menjadikan seseorang (peserta didik) memahami, mengembang-kan, dan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam diri dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan Pendidikan Karakter

(34)

mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, serta masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut dimata masyarakat luas.

3. Aspek-aspek Nilai Pendidikan Karakter

(35)

a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius)

Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan ajaran agamanya.

b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri 1) Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

2) Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.

3) Bergaya hidup sehat

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

4) Disiplin

(36)

5) Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

6) Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

7) Berjiwa wirausaha

Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

8) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

9) Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10) Ingin tahu

(37)

11) Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama 1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

2) Patuh pada aturan-aturan sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.

3) Menghargai karya dan prestasi orang lain

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, serta mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.

4) Santun

Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

5) Demokratis

(38)

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. e. Nilai kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

1) Nasionalis

Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. 2) Menghargai keberagaman

Sikap memberikan respek dan hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama.

4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

(39)

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter;

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku;

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter;

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik;

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses;

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik; h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang

berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama;

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter;

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter;

(40)

5. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui terutama melalui pencapaian butir-butir standar kompetensi lulusan oleh peserta didik yang meliputi sebagai berikut:

a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;

b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; c. Menunjukkan sikap percaya diri;

d. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;

e. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;

f. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;

g. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; h. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi

yang dimilikinya;

i. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;

j. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;

(41)

l. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;

m.Menghargai karya seni dan budaya nasional;

n. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; o. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan

waktu luang dengan baik;

p. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;

q. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;

r. Menghargai adanya perbedaan pendapat;

s. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;

t. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;

u. Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah; dan

v. Memiliki jiwa kewirausahaan.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan

Karakter

(42)

a. Insting (naluri)

Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh naluri seseorang.

b. Adat atau kebiasaan

Adat atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti: berpakaian, makan, tidur, berolahraga, dan lain sebagainya.

c. Keturunan

Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang.

d. Lingkungan

Salah satu aspek yang turut memberikan saham dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan di mana seseorang berada.

7. Pendidikan Karakter Terintegrasi pada Sekolah Menengah Pertama

(SMP)

(43)
[image:43.595.102.555.252.684.2]

nilai, melainkan beberapa nilai utama saja. Sejalan dengan hal tersebut, Kemendiknas (2010) telah memilih dan mengelompokkan sejumlah nilai utama sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai yang kemudian diintegrasikan pada mata pelajaran yang paling cocok. Berikut ini akan disajikan mengenai nilai-nilai utama karakter yang terintegrasi dengan mata pelajaran bagi peserta didik di SMP.

Tabel 1.

Contoh Distribusi Nilai-nilai Utama ke dalam Mata Pelajaran

NO Mata Pelajaran Nilai Utama

1. Pendidikan Agama Religius, jujur, santun, disiplin, bertanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, peduli.

2. PKn Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, menghargai keberagaman, sadar akan hak dan kewajiban orang lain.

3. Bahasa Indonesia Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, percaya diri, bertanggungjawab, ingin tahu, santun, nasionalis.

4. Matematika Berpikir logis, kritis, jujur, kerja keras, ingin tahu, mandiri, percaya diri.

5. IPS Nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras.

6. IPA Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggungjawab, peduli lingkungan, cinta ilmu.

7. Bahasa Inggris Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerjasama, patuh pada aturan sosial.

8. Seni Budaya Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin tahu, jujur, disiplin, demokratis. 9. Penjasorkes Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya

diri, mandiri, menghargai karya dan prestasi orang lain. 10. TIK/Keterampilan Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri,

bertanggungjawab, dan menghargai karya orang lain. 11. Muatan Lokal Menghargai keberagaman, menghargai karya orang lain,

nasionalis, peduli.

(44)

Berhubung pendidikan karakter merupakan satu kesatuan program kurikulum satuan pendidikan, program pendidikan karakter tingkat SMP secara dokumen diintegrasikan ke dalam kurikulum, mulai dari visi, misi, tujuan, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pelaksanaan pendidikan karakter diintegrasikan melalui kegiatan belajar mengajar (KBM), budaya kehidupan keseharian di satuan pendidikan, dan kegiatan ekstrakurikuler (Dirjen Pendidikan Dasar, 2011).

B. Hakikat Evaluasi Hasil Program Pendidikan

1. Definisi Evaluasi Program

Tyler (dalam Suharsimi & Cepi, 2014) menyatakan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Cronbach dan Stufflebeam (dalam Arikunto & Jabar, 2014) mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.

2. Ciri-ciri dan Persyaratan Evaluasi Program

Suharsimi & Cepi (2014) menjelaskan evaluasi evaluatif memiliki ciri-ciri dan persyaratan sebagai berikut:

(45)

b. Dalam melaksanakan evaluasi, peneliti harus berpikir secara sistematis, yaitu memandang program yang diteliti sebagai sebuah kesatuan yang terdiri dari beberapa komponen atau unsur yang saling berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan kinerja dari objek yang dievaluasi.

c. Agar dapat mengetahui secara rinci kondisi dari objek yang dievaluasi, perlu adanya identifikasi komponen yang berkedudukan sebagai faktor penentu bagi keberhasilan program.

d. Menggunakan standar, kriteria, atau tolok ukur sebagai perbandingan dalam menentukan kondisi nyata dari data yang diperoleh dan untuk mengambil kesimpulan.

e. Kesimpulan atau hasil penelitian digunakan sebagai masukan atau rekomendasi bagi sebuah kebijakan atau rencana program yang telah ditentukan. Dengan kata lain, dalam melakukan kegiatan evaluasi program, peneliti harus berkiblat pada tujuan program kegiatan sebagai standar, kriteria, atau tolok ukur.

(46)

g. Standar kriteria, atau tolok ukur diterapkan pada indikator, yaitu bagian yang paling kecil dari program agar dapat dengan cermat diketahui letak kelemahan dari proses kegiatan.

h. Dari hasil penelitian harus dapat disusun sebuah rekomendasi secara rinci dan akurat sehingga dapat ditentukan tindak lanjut secara tepat.

3. Tujuan Evaluasi Program

Tujuan dari evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub komponen program yang belum terlaksana dan apa penyebabnya (Suharsimi & Cepi, 2014).

4. Manfaat Evaluasi Program

Evaluasi program dalam organisasi pendidikan dapat disamaartikan dengan kegiatan supervisi. Secara singkat, supervisi dapat diartikan sebagai upaya mengadakan peninjauan untuk memberikan pembinaan, maka evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yakni mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberikan pembinaan yang tepat pula.

(47)

akreditasi dan validasi lembaga. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi program pendidikan adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada lembaga secara keseluruhan.

Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat berguna bagi pengambilan keputusan dari kebijakan lanjutan program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomen dari evaluator untuk pengambil keputusan. Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:

a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan.

b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan, tetapi hanya sedikit).

c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat.

(48)

berhasil dengan baik, maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

5. Langkah-langkah Evaluasi Program

Menurut Suharsimi dan Cepi (2014), evaluasi program dilaksanakan melalui beberapa tahapan. Secara garis besar tahapan tersebut meliputi: tahap persiapan evaluasi program, tahap pelaksanaan evaluasi program, dan tahap monitoring pelaksanaan program.

6. Evaluasi Hasil Program

a. Definisi evaluasi hasil program

Evaluasi hasil merupakan jenis evaluasi program yang paling tua. Pada mulanya yang dimaksud evaluasi identik, ialah evaluasi hasil. Evaluasi hasil dimaksud sebagai hasil belajar dalam pengertian pengetahuan yang dapat diserap oleh peserta didik. Jumlah pengetahuan yang dimiliki peserta didik merupakan indikator keberhasilan suatu program pembelajaran. Makin banyak pengetahuan yang dimiliki peserta didik makin tinggi tingkat keberhasilan suatu program pembelajaran (Arikunto & Jabar, 2014).

(49)

sangat berguna bagi administrator dalam menentukan apakah program diteruskan, dimodifikasi, atau dihentikan.

b. Prosedur pelaksanaan evaluasi hasil program

Badrujaman (2011) menguraikan prosedur pelaksanaan evaluasi hasil program sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan evaluasi

Tahap pertama dalam melakukan evaluasi adalah menentukan tujuan evaluasi. Penentuan tujuan ini merupakan hal yang sangat penting karena berdasarkan tujuan inilah peneliti akan melakukan evaluasi. Tujuan evaluasi secara umum berkaitan dengan aspek yang akan dievaluasi dengan objek evaluasi. Penentuan aspek hasil menandakan bahwa peneliti ingin mengetahui dampak dari program. Aspek hasil evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat program yang memberikan pengaruh pada pencapaian kompetensi/tujuan layanan yang telah ditetapkan. 2) Menentukan kriteria evaluasi

(50)

Schimdt (Badrujaman, 2011) menjelaskan empat cara untuk menentukan kriteria dalam evaluasi hasil, yaitu: menggunakan pencapaian melalui presentase; membandingkan pencapaian subjek yang mengikuti program dan yang tidak mengikuti program; menanyakan kepada peserta didik, orangtua, atau guru; serta dengan membandingkan skor pre-test dan post-test.

3) Memilih desain evaluasi

Desain evaluasi program merupakan suatu rencana yang menunjukkan waktu evaluasi akan dilakukan dan dari siapa evaluasi atau informasi akan dikumpulkan. Desain ini dibuat untuk meyakinkan bahwa evaluasi akan dilakukan menurut organisasi yang teratur dan menurut aturan evaluasi yang baik.

4) Menyusun tabel perencanaan evaluasi

Berdasarkan tujuan evaluasi yang telah ditetapkan, maka segera dilakukan penyusunan tabel perencanaan evaluasi. Tabel perencanaan evaluasi terdiri atas empat kolom, yaitu: kolom komponen, kolom indikator, kolom sumber data, dan kolom teknik pengumpulan data.

5) Menentukan instrumen evaluasi

[image:50.595.101.516.253.642.2]
(51)

6) Menentukan teknik analisis data

Analisis data pada evaluasi hasil menggunakan teknik analisis kuantitatif untuk mengetahui pengaruh progam pada pencapaian kompetensi/tujuan peserta didik yang diteliti.

c. Penyusunan laporan evaluasi hasil program

Laporan evaluasi hasil berisi gambaran umum pencapaian tujuan program. Laporan evaluasi hasil terdiri atas tiga komponen, yaitu: deskripsi data evaluasi hasil, analisis data evaluasi hasil, dan keputusan/kesimpulan yang diteliti.

7. Evaluasi Hasil Pendidikan Karakter

Evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Dalam mengevaluasi pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi juga pencapaian afektif dan psikomotoriknya. Penilaian karakter lebih mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan pencapaian kognitifnya.

(52)

ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter.

Monitoring dan evaluasi secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan karakter sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut secara rinci tujuan monitoring dan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai berikut:

a. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung keterlaksanaan program pendidikan karakter di sekolah.

b. Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum.

c. Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai. d. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan

untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.

e. Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter. f. Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan

(53)

Agar hasil penilian yang dilakukan guru benar dan objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian sesuai dengan standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian (misalnya Standar Penilaian Pendidikan yang ditetapkan dengan Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007). Dalam penilaian karakter guru hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap

C. Hakikat Siswa atau Peserta Didik

1. Definisi Siswa atau Peserta Didik

Peserta didik dalam perspektif pedagogis diartikan sebagai sejenis makhluk “homo educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap.

(54)

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat

yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu” (Desmita, 2009).

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa atau peserta didik adalah individu yang sedang mengembangkan diri melalui pendidikan agar menjadi manusia yang semakin berkarakter.

2. Karakteristik Umum Perkembangan Siswa SMP

Menurut Desmita (2009), anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP, yaitu:

a. Terjadi ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan; b. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder;

c. Kecenderungan ambivalensi, antara keinganan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keiginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua;

d. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa;

e. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan;

(55)

g. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku dari sendiri yang sesuai dengan dunia sosial;

h. Kecenderungan minat dan pilihan karir relatif sudah lebih jelas.

3. Ciri-ciri Penting Siswa SMP pada Masa Remaja Awal

Siswa SMP kelas VII dan kelas VIII termasuk dalam masa remaja awal (praremaja) dengan rata-rata usia 12-14 tahun. Istilah yang biasa diberikan bagi remaja awal adalah teenagers (anak usia belasan tahun).

Banyak ahli berusaha memberikan batasan rentangan usia masa remaja. Hurlock (dalam Panut dan Ida, 1999) membuat rentang usia masa remaja sebagai berikut:

a. Pubertas/preadolescence : 10/12 tahun-13/14 tahun b. Masa remaja awal : 13/14 tahun-17 tahun c. Masa remaja akhir : 17 tahun-21 tahun

Soen Liang (dalam Panut dan Ida, 1999), membagi masa remaja (puberteit) sebagai berikut:

a. Pra Puberteit, laki-laki : 13-14 tahun > Fase negatif wanita : 12-13 tahun > Strumund Drang b. Puberteit, Laki-laki : 14-18 tahun Merindu

Wanita : 13-18 tahun puja c. Adolescence, Laki-laki : 19-23 tahun

(56)

Selama paruhan akhir periode pubertas atau paruhan awal masa remaja awal, terdapat gejala-gejala yang disebut gejala negative phase (fase negatif). Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada si remaja, sehingga masa ini seringkali disebut fase negatif. Adapun sifat-sifat negatif itu adalah sebagai berikut:

a. Sifat-sifat negatif pada anak perempuan

Hetzer yang menyelidiki sifat-sifat negatif pada anak perempuan mengemukakan hal-hal ini sebagai kriteria:

1) Tidak tenang

2) Kurang suka bekerja

3) Suasana hati tidak baik, pemurung 4) Asosial

a) Menarik diri dari masyarakat b) Agresif terhadap masyarakat b. Sifat-sifat negatif pada anak laki-laki

Hochholzer mengadakan penyelidikan terhadap 300 orang anak remaja di Wina dan menemukan hal-hal berikut ini sebagai kriteria:

1) Kurang suka bergerak 2) Lekas lelah

(57)

Atas dasar hasil-hasil penyelidikan yang telah dikemukaan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja yang sedang mengalami fase negatif menunjukkan hal berikut:

a. Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun kejiwaan.

b. Negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dari masyarakat (negatif pasif) dan agresif terhadap masyarakat (negatif aktif)

Masa-masa fase negatif menunjukkan sifat-sifat yang berlawanan dengan masa pueral. Masa pueral merupakan masa akhir dari masa anak sekolah. Puer adalah ketika anak mulai tidak suka lagi diperlakukan sebagai anak, tetapi ia belum termasuk golongan orang dewasa. Pada masa pueral anak akan cenderung bersikap ekstrovert, sedangkan pada masa negatif anak akan bersikap introvert.

H. Hetzer dan CH. Buhler berpendapat bahwa menyebab utama dari fase negatif ini adalah biologis, yaitu mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin. Bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin ini membawa perubahan radikal di dalam tubuh anak dan perubahan ini seringkali tidak dapat dipahami anak sehingga menimbulkan perasaan ragu, kurang pasti, malu, dan sebagainya (Panut & Ida, 1999).

(58)

yang pertama kali datang) dan anak laki-laki mengalami pollutio (mimpi basah). Akhir dari masa negatif ditandai oleh:

a. Kesegaran jasmani

b. Kegembiraan dalam bekerja c. Suasana hati yang gembira.

Hurlock (dalam Mappiare, 1982) menguraikan cukup lengkap tentang gejala fase negatif, yaitu:

a. Keinginan untuk menyendiri (desire for isolation)

b. Berkurang kemauan untuk bekerja (disinclination to work) c. Kurang koordinasi fungsi-fungsi tubuh (incoordinations) d. Kejemuan (boredom)

e. Kegelisahan (restlessness)

f. Pertentangan sosial (sosial antagonism)

g. Penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistance to authority)

h. Kepekaan perasaan (heightened emotionality) i. Kurang percaya diri (lack of self-confidence)

j. Mulai timbul minat pada lawan seks (prepoccupation with sex) k. Kepekaan perasaan susila (excessive modesty)

l. Kesukaan berkhayal (day dreaming)

(59)

a. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi

Hall (dalam Mappiare, 1982) menyebutkan masa ini sebagai perasaan yang sangat peka, remaja mengalami gejolak dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Istilah untuk keadaan semacam ini adalah strom and stress.

Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti sikap dan sifat remaja yang sesekali sangat bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu, kegembiraan yang meledak bertukar dengan rasa sedih, rasa yakin pada diri berganti rasa ragu yang berlebihan. Ketidaktentuan dalam cita-cita juga masuk dalam ciri ini. Persoalan pendidikan lanjutan dan lapangan pekerjaan tidak dapat remaja rencanakan dan tentukan. Terkait dengan persahabatan dan cinta, rasa bersahabat sering bertukar menjadi senang, ketertarikan dengan lawan jenis, dan muncul “cinta monyet” dalam diri

remaja.

b. Hal sikap dan moral (lebih menonjol menjelang akhir remaja awal, usia 15-17 tahun)

(60)

keadaan inilah, sering muncul masalah dengan orang tua atau orang dewasa lainnya.

c. Hal kecerdasan atau kemampuan moral

Kemampuan mental atau kemampuan berpikir remaja awal mulai sempurna. Keadaan ini terjadi pada usia antara 12-16 tahun. Seperti yang dijelaskan oleh Binet, salah seorang pepolor mental test berkebangsaan Perancis bahwa pada usia 12 tahun kemampuan anak untuk mengerti informasi abstrak, barulah sempurna. Kesempurnaan mengambil kesimpulan dan informasi abstrak dimulai pada usia 14 tahun. Akibatnya, pada masa remaja awal seseorang suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal. Penantangan pendapat sering terjadi dengan orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya jika remaja mendapatkan pemaksaan menerima pendapat tanpa alasan rasional. Namun, dengan alasan yang masuk akal, remaja juga cenderung mengikuti pemikiran orang dewasa.

d. Hal status remaja awal sangat sulit ditentukan

(61)

mereka bertingkah laku yang kekanak-kanakan. Akibatnya, remaja awal merasa kebingungan dan bertambah masalahnya.

e. Remaja awal menghadapi banyak masalah

Ciri-ciri di atas menjelaskan bahwa masa remaja awal penuh dengan masalah. Penyebabnya adalah sifat emosional pada masa remaja awal. Kemampuan berpikir pada masa remaja awal lebih dikuasi oleh emosionalitasnya sehingga kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain yang bertentangan dengan pendapatnya. Akibat masalah yang paling menonjol adalah pertentangan sosial. f. Masa remaja awal adalah masa yang kritis

Dikatakan kritis sebab dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Keadaan remaja yang dapat menghadapi masalahnya dengan baik menjadi modal dasar dalam menghadapi masalah-masalah selanjutnya sampai ia dewasa. Ketidakmampuan seseorang menghadapi masalahnya dalam masa ini akan menjadikannya orang “dewasa” yang

bergantung.

4. Perkembangan Nilai-nilai Moral pada Remaja

(62)

atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang. Pembentukan nilai-nilai baru ini dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya sendiri.

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).

Michel meringkas lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja, yaitu :

a. Pandangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.

b. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.

(63)

e. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.

Furter (1965) mengatakan bahwa kehidupan moral merupakan problematika yang pokok dalam masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas mulai dari waktu anak dilahirkan. Dalam tinjauan fenomenologisnya yang luas Furter mengemukakan 3 macam dalil sebagai berikut:

a. Tingkah laku moral yang sesungguhnya baru timbul pada masa remaja.

b. Masa remaja sebagai periode masa muda harus dihayati betul-betul untuk dapat mencapai tingkah laku moral yang otonom.

c. Eksistensi muda sebagai keseluruhan merupakan masalah moral dan bahwa hal ini harus dilihat sebagai hal yang bersangkutan dengan nilai-nilai.

(64)

tindakan menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan peraturan.

Pada awalnya Kohlberg mengetengahkan adanya enam tahap perkembangan moral yang harus dilalui seorang anak untuk dapat sampai ke tingkat remaja atau tingkat kedewasaan. Dari keenam tahap perkembangan tersebut seseorang akan bergerak dari satu tingkat kematangan moral ke tingkat kedua dan baru kemudian ke tingkat yang ketiga. Kohlberg (dalam Sjarkawi, 2006) lebih menjelaskan ketiga tingkat perkembangan moral yang masing-masing tingkat memuat pula dua tahap perkembangan:

a. Tingkat Prakonvensional

(65)

1) Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat fisik perbuatannya adalah menentukan baik buruknya perbuatan itu tanpa melihat unsur kemanusiaannya. Menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan yang tidak beralasan semuanya diukur dari dirinya sendiri. Artinya, tidak atas dasar rasa hormat kepada aturan moral yang mendasarinya yang didukung oleh hukuman dan otoritas.

2) Orientasi Instrumental Relatif

Perbuatan benar merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan pasar, dimana unsur-unsur keterusterangan dan rasa timbal balik menempati kedudukan yang cukup dominan. Semuanya dimengerti secara fisik dan pragmatis dan ada elemen kewajaran. Tindakan timbal balik seperti hal “kamu menggaruk punggungku,

nanti akan kugaruk punggungmu”. Artinya, menggaruk atau tidak

menggaruk yang diperbuat bukan karena loyalitas, rasa terima kasih, atau rasa keadilan.

b. Tingkat Konvensional

(66)

mengkaitkannya dengan akibat-akibat yang mungkin muncul, baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Sikapnya bukan saja mau menyesuaikan diri pada harapan-harapan orang tertentu atau dengan ketertiban sosial, tetapi loyalitas dan sikap ingin menjaganya, sehingga ia secara aktif mempertahankan, mendukung, membenarkan ketentuan, serta mengidentifikasikan dirinya dengan orang atau kelompok yang ada di dalamnya.

Tingkat konvensional ini mencakup dua tahap perkembangan moral yang lebih tinggi dari tingkat sebelumnya. Kedua tahap tersebut adalah:

1) Orientasi masuk kelompok “Anak Manis” atau “Anak Baik” Dalam pandangan anak-anak yang masih berada ditahap ini, yang dimaksud dengan perilaku baik atau tingkah laku bermoral adalah tingkah laku yang menyenangkan, membantu atau tindakan-tindakan yang diakui dan diterima oleh orang lain. Banyak usaha konformitas dengan gambaran stereotipe yang ada pada mayoritas, atau dengan perilaku yang dianggap umum atau lazim. Perilaku, sering dinilai menurut intensitasnya. “Dia bermaksud

baik” untuk pertama kalinya menjadi hal yang penting dan utama.

(67)

2) Orientasi hukum dan ketertiban

Dalam tahap ini, orientasi seorang anak akan senantiasa mengarah kepada otoritas, pemenuhan aturan-aturan, dan sekaligus upaya memeliharan ketertiban sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban dan menunjukkan rasa hormat kepada otoritas, serta memelihara ketertiban sosial yang ada demi ketertiban itu sendiri.

c. Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berprinsip

Pada tingkat ketiga ini, terdapat usaha yang konkrit dalam diri seorang anak untuk menentukan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral yang dianggap memiliki validitas, yang diwujudkan tanpa harus mengkaitkannya dengan otoritas kelompok atau orang yang mendukung prinsip-prinsip tersebut serta terlepas juga dari apakah individu yang bersangkutan termasuk kelompok itu atau tidak.

Tingkat ketiga ini juga mencakup dua tahap perkembangan moral, yaitu:

1) Orientasi kontrak sosial legalistis

(68)

2) Orientasi prinsip kewajiban

Pada tahap yang paling tinggi menurut skema Kohlberg ini, perbuatan baik diartikan sebagai yang cocok dengan suara hati, sesuai dengan prinsip etika yang dipilih sendiri dengan berpedoman pada pemahaman kekomprehensifan secara logis, universal, disertai kekonsistenan yang ajeg. Pada dasarnya, prinsip-prinsip itu bukan aturan konkret, tetapi abstrak dan etis. Inti moralitas berupa prinsip-prinsip universal tentang keadilan, pertukaran hak, dan persamaan hak asasi manusia yang mengacu pada usaha

Gambar

Tabel 20. Kategori Skor Item Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi pada
Grafik 1.  Tingkat Ketercapaian Hasil Pendidikan Karakter Terintegrasi
Tabel 1. Contoh Distribusi Nilai-nilai Utama ke dalam Mata Pelajaran
tabel perencanaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi siswa adalah suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang salah dan suatu gagasan

09.30 hrs Overview of Mexico and Indonesia: two blooming economies, by Mr. Nick Gandolfo, Head of leading intemational business, HSBC.. 09'50 hrs Presentation of

Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “ Penerapan model

Harusnya ini melukai sisi kemanusiaan Anda saat banyak orang mengeluarkan uang ekstra hanya untuk membeli air minum dalam kemasan.... Menjadi

Penelitian secara cross sectional telah dilakukan terhadap kadar kolestrol darah 30 orang penderita hipertiroid di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas

Awalnya saya memang suka dengan lagu dari band Jepang, tetapi sekarang bersama teman-teman saya jadi menyukai cosplay dan sudah banyak bikin kostum, karena saya

8 Target Untuk pendampingan ekstra, dapat melatih perkembangan motorik anak-anak, melatih baca tulis Iqro, melatih kesesuaian gerak tubuh dengan irama musik,

mengeraiui keadm kanar alau loons dalam keadad lmu alau ridar... Ol€h sebab itu pcnulh rqpansgitunluk mcngeDbangkd atatybs lclah ada &sebut dens nolakukan