SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J ur usan Akuntansi
Diajukan oleh :
Dwi Ayu Setyaningrum 0913010121/ FE / AK
FAKULTAS EKONOMI
TERHADAP MANAJ EMEN LABA PADA PERUSAHAAN
REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG GO
PUBLIK DI BEI
SKRIPSI
Diajukan oleh :
Dwi Ayu Setyaningrum 0913010121/ FE / AK
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK INDONESIA
Disusun Oleh : Dwi Ayu Setyaningrum
0913010121/ FE / AK
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 31 Mei 2013
Pembimbing Utama : Tim Penguji
Ketua
Dr s. Ec. H. Muslimin,MSi Dr.Sri Trisnaningsih,MSi
Sekr etaris
Dr s. Ec. H. Muslimin,MSi Anggota
Dr s.Ec. Syafi’i.Ak.MM
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
TERHADAP MANAJ EMEN LABA PADA PERUSAHAAN
REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG GO
PUBLIK DI BEI
Yang diajukan
Dwi Ayu Setyaningrum 0913010121/ FE / AK
Disetujui untuk mengikuti Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Dr s. Ec. H. Muslimin,MSi Tanggal :...
Mengetahui
Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Dr s. Ec. H. R. A. Suwaedi, MS
REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG GO
PUBLIK DI BEI
Yang diajukan
Dwi Ayu Setyaningrum 0913010121/ FE / AK
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
Dr s. Ec. H. Muslimin,MSi Tanggal :...
Mengetahui
Ketua Jurusan Progam Studi Akuntansi
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul
“Pengaruh Debt Equity Ratio, Net Profit Margin, Retur n On Asset Dan
Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Real
Estate Dan Property Yang Go Publik di Bur sa Efek Indonesia”.
Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian
Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil
maupun materiil, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Dr. Hero Priono,SE,MSi.Ak. Selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Ec. H. Muslimin,MSi Selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan
6. Kepada Ayahanda dan Ibunda dan Kakak tercinta yang telah memberikan
dukungan baik moril ataupun material.
7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam
skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti sangat berharap
saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.
Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Surabaya, Mei 2013
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
ABSTRAKSI ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori ... 9
2.2.1. Kebijakan Hutang ... 12
2.2.1.1. Pengertian Kebijakan Hutang ... 12
2.2.1.2. Jenis-Jenis Hutang ... 13
2.2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Keputusan Pemberian Utang ... 15
2.2.2. Net Profit Margin ... 16
2.2.2.1. Pengertian Net Profit Margin ... 16
2.2.3. Profitabilitas ... 17
2.2.3.1. Pengertian Profitabilitas ... 17
2.2.4. Ukuran Perusahaan ... 19
2.2.4.1. Pengertian Ukuran Perusahaan ... 19
2.2.5. Perataan Laba ... 20
2.2.9. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen
Laba ... 30
2.4. Kerangka Pikir ... 33
2.5. Hipotesis... 33
BAB III METODE PENELITIAN . 3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 35
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 39
3.2.1. Populasi ... 39
3.2.2. Sampel ... 39
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 40
3.3.1. Jenis data ... 40
3.3.2. Sumber Data ... 40
3.3.3. Pengumpulan Data ... 40
3.4. Uji Normalitas ... 40
3.4.1. Uji asumsi Klasik ... 41
3.5. Teknik Analisis Data Dan Ui Hipotesis ... 42
3.5.1.Uji Hipotesis ... 43
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskriptif Obyek Penelitian ... 45
4.2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 53
4.2.1. Kebijakan Hutang (DER) ... 53
4.2.2. Net Profit Margin ... 54
4.2.3. Profitabilitas (ROA) ... 55
4.2.4. Firm Size (Ukuran Perusahaan) ... 56
4.3.1. Asumsi Klasik ... 60
4.4. Analisis Model dan Pengujian Hipotesis ... 63
4.4.1. Hasil Analisis Regresi Berganda ... 63
4.4.2. Uji F ... 64
4.4.3. Uji t... 65
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian ... 58
4.5.1. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Manajemen Laba ... 67
4.5.2. Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Manajemen Laba ... 68
4.5.3. Pengaruh Profitabilitas (ROA) Terhadap Manajemen Laba ... 69
4.5.4 Pengaruh Ukuran perusahaan Terhadap Manajemen Laba ... 70
4.6. Perbedaan Hasil Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 75
5.2. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel 4.1. Data Kebijakan Hutang Perusahaan Properti Dan Real Estate
Tahun 2009-2011 ... 54
Tabel 4.2. Data Net Profit Margin Perusahaan Properti Dan Real Estate Tahun 2009-2011 ... 55
Tabel 4.3. Data ROA Perusahaan Properti Dan Real Estate Tahun 2009-2011 56 Tabel 4.4. Data Firm Size Perusahaan Properti Dan Real Estate Tahun 2009-2011 ... 57
Tabel 4.4.1 Data Manajemen Laba Perusahaan Properti Dan Real Estate Tahun 2009-2011 ... 58
Tabel 4.5. Uji Normalitas ... 59
Tabel 4.6. Uji Normalitas dengan Transformasi ... 60
Tabel 4.7. Uji Durbin Watson ... 61
Tabel 4.8. VIF ... 61
Tabel 4.9. Hasil Korelasi Rank Spearman... 62
Tabel 4.10. Analisis Regresi Linear Berganda ... 63
Tabel 4.11. Hasil Uji F ... 65
Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Regresi Linear berganda ... 33
Lampiran 2 : Hasil Uji Normalitas
Lampiran 3 : Uji Asumsi Klasik
TERHADAP MANAJ EMEN LABA PADA PERUSAHAAN
REAL ESTATE DAN PROPERTY YANG GO
PUBLIK DI BEI
Dwi Ayu Setyaningrum
Abstraksi
Industri property and real estate merupakan industri yang bergerak dibidang pembangunan gedung-gedung fasilitas umum. Menurut Michael C. Thomsett dan Jean Freestone Thomsett, pasar properti secara umum dibagi menjadi tiga yaitu, residental property, yang meliputi apartemen, perumahan, falt, dan bangunan multi unit; commercial property, yaitu property yang dirancang untuk keperluan bisnis.Meskipun tanah dan bangunan dapat digunakan untuk melunasi utang tetapi aktiva tersebut tidak dapat dikonversikan kedalam kas dalam waktu yang singkat, sehingga banyak pengembang (developer) tidak dapat melunasi utangnya pada waktu yang telah ditentukan. Disamping aktiva tetap, ketidakmampuan pengembang di dalam melunasi utang biasanya disebabkan oleh adanya penurunan tingkat penjualan. Terjadinya penurunan ini merupakan akibat dari adanya spekulasi tanah (mark-up tanah) yang membuat harga tanah menjadi mahal, sehingga menyebabkan tingginya harga jual rumah dan bangunan.
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2009-2011 sebanyak 42 perusahaan. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah analisis regresi linier berganda.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah didapatkan: 1.Variabel kebijakan hutang (DER) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan property dan real estate yang go publik di BEI. 2.Variabel net profit margin berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan property dan real estate yang go publik di BEI. 3.Variabel ROA berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan property dan real estate yang go publik di BEI. 4.Variabel size (ukuran perusahaan) tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan property dan real estate yang go publik di BEI.
1.1. Latar Belakang
Dalam masa pembangunan seperti saat ini, persaingan di dunia usaha baik
di sektor industri maupun jasa semakin tajam. Hal ini menyebabkan setiap
perusahaan berupaya untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup
perusahaan. Usaha yang dilakukan oleh perusahaan antara lain : menyesuaikan
diri terhadap perubahan – perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar
perusahaan serta mengupayakan agar setiap sumber daya yang dimiliki
perusahaan digunakan secara efektif dan efisien.
Persaingan dalam dunia usaha pada masa sekarang dirasakan sangat ketat,
karena itu peru- sahaan diharapkan memiliki kemampuan yang kuat diberbagai
bidang seperti bidang keuangan, pemasaran, operasional, dan bidang sumber daya
manusia. Salah satu hal yang penting dalam pe nilaian prestasi perusahaan adalah
kondisi keuangannya. Keberhasilan suatu perusahaan dapat dilihat kinerjanya dari
tahun ke tahun. Peran manajemen keuangan sangat penting dalam kelangsungan
hidup suatu perusahan.Hartini,(2012).
Rasio keuangan sering digunakan untuk mengukur kekuatan atau
kelemahan yang dihadapi perusahaan di bidang keuaangan yang pada dasarnya
tidak hanya berguna bagi kepentingan intern perusahaan, melainkan juga bagi
pihak eksternal. Selain itu, rasio keuangan dapat dipakai sebagai sistem peringatan
keuangan, investor dapat dibimbing untuk membuat keputusan atau pertimbangan
tentang apa yang akan dicapai oleh perusahaan dan bagaimana prospek yang akan
dihadapi dimasa yang akan datang.
Dengan memprediksi laba, dapat diketahui prospek perusahaan tersebut
dan mampu untuk memprediksi deviden yang akan diterima di masa mendatang.
Laba dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek perusahaan di masa
depan tentang kinerja perusahaan. Dengan adanya pertumbuhan laba yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, akan memberikan sinyal yang positif mengenai
kinerja perusahaan. Hartini,(2012).
Salah satu bentuk manipulasi laba adalah perataan laba seperti yang
dikatakan oleh Healy (1993) dalam Scott (2000) para manajer memiliki dorongan
yang cukup besar untuk melakukan perataan laba yaitu suatu bentuk manipulasi
atas laba yang dilakukan manajer untuk mengurangi fluktuasi laba perusahaan,
sehingga diharapkan kinerja perusahaan akan terlihat lebih bagus dan investor
akan lebih mudah memprediksi laba masa depan. Penelitian tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi perataan laba pada perusahaan publik yang listing pada
Bursa Efek Indonesia sejauh ini telah banyak dilakukan, namun hasil
penelitian-penelitian tersebut belum konsisten satu sama lain.
Perusahaan yang ukurannya lebih besar diperkirakan memiliki
kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (Suwito dan
Herawaty, 2005). Berdasarkan political cost hypothesis dalam teori akuntansi
positif dikemukakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk melakukan
memperoleh laba tinggi untuk menghindari munculnya peraturan baru dari
pemerintah, contohnya menaikkan pajak penghasilan perusahaan.
Ditinjau dari net profit margin yang merupakan bagian dari profitabilitas
perusahaan melalui pengukuran antara rasio laba bersih setelah pajak dengan total
penjualan di mana laba bersih setelah pajak sering digunakan oleh investor
sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi yang berhubungan dengan
perusahaan sehingga sering dijadikan tujuan perataan laba oleh manajemen untuk
mengurangi fluktuasi laba dan menunjukan kepada pihak luar bahwa kinerja
manajemen perusahaan tersebut telah efektif (Azhari, 2010).
Debt to equity ratio yang merupakan bagian dari leverage rasio, di mana
semakin tinggi rasio leverage berarti semakin besar pula proporsi pendanaan
perusahaan yang dibiayai dari hutang. Perusahaan dengan leverage yang tinggi
memiliki risiko menderita kerugian besar. DER menggambarkan kemampuan
perusahaan dengan modal sendiri untuk menjamin hutang yang dimiliki dan
menunjukkan proporsi pembelanjaan perusahaan yang dibiayai oleh pemegang
saham (modal sendiri) dan dibiayai dari pinjaman. Berpengaruhnya DER diduga
karena perusahaan cenderung melanggar pernjanjian hutang ketika mengalami
default (tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo) karena
kesulitan keuangan. Jika hutang perusahaan semakin besar, maka risiko yang akan
ditanggung pemilik modal juga akan semakin besar sehingga investor dan kreditur
akan takut untuk berinvestasi atau meminjamkan dananya kepada perusahaan.
Oleh karena kondisi tersebut menimbulkan keinginan manajemen untuk
Industri property and real estate merupakan industri yang bergerak
dibidang pembangunan gedung-gedung fasilitas umum. Menurut Michael C.
Thomsett dan Jean Freestone Thomsett, pasar properti secara umum dibagi
menjadi tiga yaitu, residental property, yang meliputi apartemen, perumahan, falt,
dan bangunan multi unit; commercial property, yaitu property yang dirancang
untuk keperluan bisnis, misalnya gedung penyimpanan barang dan areal parkir;
dan industrial property, yaitu properti yang dirancang untuk keperluan industri,
misalnya bangunan-bangunan pabrik. (Joehartanto, 2009).
Meskipun tanah dan bangunan dapat digunakan untuk melunasi utang
tetapi aktiva tersebut tidak dapat dikonversikan kedalam kas dalam waktu yang
singkat, sehingga banyak pengembang (developer) tidak dapat melunasi utangnya
pada waktu yang telah ditentukan. Disamping aktiva tetap, ketidakmampuan
pengembang di dalam melunasi utang biasanya disebabkan oleh adanya
penurunan tingkat penjualan. Terjadinya penurunan ini merupakan akibat dari
adanya spekulasi tanah (mark-up tanah) yang membuat harga tanah menjadi
mahal, sehingga menyebabkan tingginya harga jual rumah dan bangunan.
Mahalnya harga jual rumah dan bangunan yang diikuti kecenderungan over
supplied, menyebabkan tingkat penjualan jauh dibawah target yang telah
ditetapkan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya sektor ini cukup diminati
oleh banyak kalangan pengusaha dan mendapat dukungan penuh dari perbankan
yang menyediakan portofolio kreditnya untuk properti.
Daya tarik investasi di bidang property and real estate di Indonesia
(Masyhudi, 2011: 1) dan penjualan properti di kawasan Asia Pasifik (termasuk
Indonesia) mengalami peningkatan 14% dari tahun lalu (LKT, 2011: 18) dan
faktor eksternal (2), yaitu suku bunga KPR di Indonesia relatif rendah, adanya
peningkatan likuiditas perbankan dalam menyediakan KPR dibandingkan dengan
tahun lalu (LKT, 2011: 18) dan harga properti di Indonesia tidak pernah turun
(Hermansah, 2011: 23).
Walaupun investasi di bidang properti memiliki daya tarik, para pengguna
laporan keuangan (khususnya pihak ekstern) harus berhati-hati dalam
menggunakan laporan keuangan tersebut karena pada penelitian sebelumnya telah
ditemukan adanya tindakan perataan laba pada perusahaan-perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Perataan laba adalah suatu tindakan yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi fluktuasi earnings
dengan tujuan tertentu atau dengan kata lain melakukan manipulasi terhadap
laporan keuangan yang disajikan. Berikut adalah data mengenai perataan laba di
Tabel 1. Data Manajemen Laba Perusahan Real Estate dan Properti
No Perusahaan Manufaktur
Tahun
2009 2010 2011
1 Bakrieland Development Tbk. 132,256 178705 14635
2 PT Ciputra Property Tbk. 74,200 155,371 168559
3 PT Duta Anggada Realty Tbk. 30,186 26,908 61077
4 PT Duta Pertiwi Tbk. 211,986 267041 422673
5
PT Gowa Makassar Tourism
Development Tbk. 13,485 27572 49085
6 PT Indonesia Prima Property Tbk. 83,785 106073 90842
7 PT Jaya Real Property Tbk. 191,705 264,923 346699
8 PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. 16,369 62124 326131
9 PT Lamicitra Nusantara Tbk. 12,602 19502 54818
10 PT Lippo Cikarang Tbk. 25,681 65307 257681
11 PT Lippo Karawaci Tbk. 388,053 525346 579917
12 PT Modernland Realty Tbk. 2,355 38602 92046
13 PT.Alam Sutera Reality,Tbk 94,021 290,484 602,737
14 Bumi Serpong Damai,Tbk 308,738 394,403 1,012,301
15 PT.Cowell Development,Tbk 131,234 130,499 163,822
16 PT.Ciputra Development,Tbk 136,328 257,960 494,011
17 PT.Perdana Gapura Prima,Tbk 31,296 35,173 44,855
Rata-Rata 110,840 167,411 281,288
Sumber: Bursa Efek Indonesia, 2012.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dalam perusahaan real
estate dan property masih terdapat tingkat laba yang masih mengalami penurunan
atau ada yang tidak membagikan laba pada tahun- tahun tertentu seperti sebagai
berikut yaitu rata-rata perkembangan laba perusahaan real estate dan property
tahun 2009 adalah sebesar 110.840, kemudian di tahun 2010 rata-rata
perkembangan laba sebesar 167.411. kemudian di tahun 2011 perkembangan laba
menunjukkan kenaikan sebesar 281.288.
Berdasarkan tabel di atas bahwa perkembangan laba perusahaan real estate
dan property yang go publik di BEI mengalami perkembangan laba yang baik,
artinya dari sisi investasi banyak investor yang akan menanamkan modalnya
dalam berinvestasi sebab prospek di dunia property dan real estate memiliki
Tingkat laba bersih perusahaan yang naik turun kemungkinan melakukan
perataan laba. Hal ini dapat memberikan informasi yang relevan dalam melakukan
prediksi terhadap laba dimasa mendatang, sehingga investor tidak menarik
investasinya dari perusahaan tersebut.
Kondisi ini menggambarkan bahwa tingkat perataan laba yang terjadi di
perusahaan real estate dan property, artinya bahwa di dalam perusahaan masih
terdapat praktek-prakterk manajemen laba dimana perataan laba pada intinya,
diharapkan dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi nilai saham
serta penilaian kinerja manejemen, namun demikian, perataan laba ini jika
dilakukan dengan sengaja dan dibuat buat dapat menyebabkan pengungkapan laba
yang tidak memadai atau menyesatkan, sebagai akibatnya, investor mungkin tidak
memperoleh informasi yang akurat mengenai laba untuk mengevaluasi hasil dari
portofolio mereka. (Dwiatmini, 2001).
Faktor yang mempengaruhi manajemen adalah melakukan perataan laba,
diantaranya adalah faktor ukuran perusahaan, karena menentukan besar kecilnya
perusahaan, maka semakin besar ukuran perusahaan, makin banyak alternative
sumber pembelanjaan, sumber daya yang dapat dipilih, dan utang yang
dimilikinya cenderung makin besar. Faktor lain yang diduga berpengaruh
terhadap perataan laba adalah faktor profitabilitas. Praktik perataan laba
cenderung dilakukan oleh perusahaan yang profitabilitasnya rendah dan dalam
keadaan berisiko, karena ingin memperlihatkan bahwa laporan laba-rugi lebih
baik dan tingkat fluktuasi tidak terlalu tinggi, sehingga dapat menarik investor.
suatu perusahaan profitabilitas selain digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba juga untuk mengetahui efektifitas
perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimiliki.
Tindakan perataan laba dapat diidentifikasikan dengan melakukan analisis
hubungan antar pos-pos laporan keuangan atau dengan menganalisis pos-pos yang
terdapat dalam laporan keuangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh debt assets ratio, net profit margin, return on assets dan ukuran
perusahaan terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan
property and real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuaraikan diatas maka peneliti tertarik
melakukan penelitian tentang “Pengaruh Debt Equity Ratio, Net Profit
Margin, Retur n On Asset Dan Ukuran Perusahaan Ter hadap Manajemen
Laba pada Perusahaan Real Estate Dan Pr operty Yang Go Publik di Bur sa
Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dikemukakan sebelumnya maka permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : Apakah debt equity ratio, net pofit
margin, return on asset, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen
Laba pada Perusahaan Real estate dan property yang go publik di Bursa Efek
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
untuk membuktikkan secara empiris pengaruh debt equity ratio, net profit margin,
return on asset, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen Laba pada
Perusahaan Real estate dan property yang go publik di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berharga
sebagai tambahan perbendaharaan referensi dan dapat memberikan ide untuk
pengembangan lebih lanjut bagi para akademis yang ingin mengadakan
penelitian dalam bidang yang berkaitan dimasa yang akan datang.
2. Bagi Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu masukan
dalam pengambilan keputusan investasi saham, terutama dalam menilai
kualitas informasi laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan memberikan gambaran yang
jelas tentang pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan dan financial leverage
KAJ IAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam menunjang penelitian ini, maka didukung oleh penelitian terdahulu
yang relevan dengan penelitian ini :
Rizki,(2011) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tindakan Perataan Laba Pada Perusahaan Property And Real
Estate Di Bei”. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1.Apakah debt assets ratio, net profit margin, return on assets dan
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan
oleh perusahaan property and real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1. Tidak terdapat pengaruh yang
signifikan antara debt assets ratio terhadap tindakan perataan laba. 2. Terdapat
pengaruh yang signifikan antara net profit margin terhadap tindakan perataan
laba. 3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara return on assets terhadap
tindakan perataan laba. 4. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran
perusahaan terhadap tindakan perataan laba.
Muid dan Rahmawati,(2012). dengan judul penelitian ”Analisis
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktik Perataan Laba (Studi Pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007—2010). Permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap praktik perataan laba yaitu ukuran perusahaan, net profit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba yang dilakukan oleh
perusahaan. Sedangkan variabel net profit margin dan debt to equity ratio tidak
berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba yang dilakukan oleh
perusahaan.
Pr asetiono dan Dewi, (2012). dengan judul penelitian ”Analisis
Pengaruh Roa, Npm, Der, Dan Size Terhadap Praktik Perataan Laba (Studi kasus
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2007-2010). Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
apakah ROA, NPM, DER, dan size berpengaruh terhadap praktik income
smoothing.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi praktik
income smoothing. Dari empat faktor yang diteliti (ROA, NPM, DER, dan size),
terbukti bahwa NPM dan size berpengaruh positif signifikan terhadap praktik
income smoothing. Hal ini berarti nilai NPM yang tinggi dan size yang besar
mendorong perusahaan untuk melakukan praktik income smoothing. Sedangkan
faktor-faktor lain yaitu ROA dan DER terbukti tidak berpengaruh terhadap praktik
income smoothing. Hal ini berarti manajer perusahaan tidak terlalu
mempertimbangkan ROA dan DER dalam mengambil keputusan untuk
melakukan income smoothing atau tidak.
2.1.1. Perbedaan Penelitian
Berikut adalah gambaran mengenai perbedaan penelitian terdahulu dengan
Tabel 2.1. : Tabel Perbedaan Penelitian Terdahulu Dan Penelitian Sekarang
No. Nama Peneliti Objek Penelitian Variabel Alat Uji
1. Rizki,(2011). Perusahaan real
Menurut Baridwan (2002: 219) Hutang adalah pengorbanan manfaat
ekonomi di masa akan datang yang mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan
usaha dimasa kini untuk untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa pada
badan usaha lain dimasa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian
di masa lalu.
Sedangkan menurut Madura (2001: 224) adalah dana yang dipinjam oleh
perusahaan. Perusahaan perlu meminjam dana tersebut untuk diinvestasikan
dalam aktiva-aktiva yang berbentuk bangunan, mesin-mesin, dan peralatan.
Adapun pengertian Debt to equity ratio (DER) akan dijelaskan pada pembahasan
ini. Menurut Charles H.Gibson (2008:260) “Debt equity ratio is another
Menurut Husnan (2004:70) menjelaskan bahwa “debt to equity ratio
menunjukan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri.” Sedangkan
menurut Sawir (2000:13) menjelaskan bahwa debt to equity ratio adalah “Rasio
yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk
memenuhi seluruh kewajibannya.”
Berdasarkan uraian di atas bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi
memiliki risiko menderita kerugian besar karena semakin tinggi rasio leverage
berarti semakin besar pula proporsi pendanaan perusahaan yang dibiayai dari
hutang sehingga cenderung melanggar pernjanjian hutang ketika mengalami
default (tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo) karena
kesulitan keuangan.
2.2.1.2 J enis-jenis Hutang
Menurut Riyanto (2001), hutang (kewajiban) dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Hutang jangka pendek (Short – Term Debt)
Hutang jangka pendek (Short – Term Debt) merupakan hutang yang
jangka waktunya pendek, yaitu kurang dari satu tahun. Adapun
jenis-jenis hutang jangka pendek, yaitu:
• Rekening Koran
Rekening Koran merupakan kredit yang diberikan oleh bank
perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian
demi sebagian sesuai dengan kebutuhannya.
• Kredit dari Penjual
Kredit dari penjual merupakan kredit perniagaan dan kredit ini
terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit. Apabila
penjualan dilakukan dengan kredit berarti bahwa penjual baru
menerima pembayaran harga dari barang yang dijual.
• Kredit dari Pembeli
Kredit dari pembeli adalah kredit yang diberikan oleh perusahaan
sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya
atau barang-barang lainnya.
• Kredit Wesel
Kredit wesel ini terjadi apabila suatu perusahaan mengeluarkan
“surat pengakuan utang” yang berupa kesanggupan untuk
membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan pada
saat tertentu (sesuai dengan notes/promes).
2. Modal Asing/Utang Jangka Menengah (Intermediate – Term Debt)
Modal asing atau utang jangka menengah adalah utang jangka waktu
atau umurnya lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun.
Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka menengah adalah:
• Term Loan
Term loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun
• Leasing
Leasing adalah suatu alat atau cara untuk mendapatkan “service”
dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti
halnya menjual obligasi untuk mendapatkan “service” dan hak
milik untuk aktiva tersebut.
3. Modal Asing/Utang Jangka Panjang (Long – Term Debt)
Modal asing/utang jangka panjang adalah utang yang jangka waktunya
adalah panjang, umurnya lebih dari 10 tahun. bentuk-bentuk utama
dari utang jangka panjang antara lain:
• Pinjaman Obligasi
Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang
panjang, untuk nama pihak debitur mengeluarkan surat pengakuan
hutang yang mempunyai nominal tertentu.
• Pinjaman Hipotik (Mortage)
Pinjaman hipotik adalah pinjaman jangka panjang dimana pemberi
uang atau kreditur diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak
bergerak agar supaya pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya,
maka barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat
digunakan untuk menutup tagihannya.
2.2.1.3. Faktor -faktor Yang Mempengar uhi Keputusan Pemberian Utang
Menurut Madura (2001: 225) pemilik dana akan menilai kekayaan kredit
1. Rencana penggunaan pinjaman perusahaan.
2. Kondisi keuangan bisnis perusahaan.
3. Peramalan tentang industri atau lingkungan disekitar bisnis
perusahaan.
4. Adanya jaminan dan perusahaan yang dapat digunakan untuk
mengembalikan pinjaman.
Rasio DER yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam
pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan
tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya perumusannya adalah : Suad
Husnan (2004:70).
Total Hutang
DER = X 100% Total Modal sendiri
2.2.2. Net Profit Margin
2.2.2.1. Pengertian Net Profit Margin
Net profit margin yang merupakan bagian dari profitabilitas perusahaan
melalui pengukuran antara rasio laba bersih setelah pajak dengan total penjualan
di mana laba bersih setelah pajak sering digunakan oleh investor sebagai dasar
pengambilan keputusan ekonomi yang berhubungan dengan perusahaan sehingga
sering dijadikan tujuan perataan laba oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi
laba dan menunjukan kepada pihak luar bahwa kinerja manajemen perusahaan
tersebut telah efektif (Azhari, 2010).
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang menunjukkan seberapa
75). Rasio ini menginterpretasikan tingkat efisiensi perusahaan, yakni sejauh
mana kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya operasionalnya pada periode
tertentu. Semakin besar rasio ini semakin baik karena kemampuan perusahaan
dalam mendapatkan laba melalui penjualan cukup tinggi serta kemampuan
perusahaan dalam menekan biaya-biayanya cukup baik. Sebaliknya, jika rasio ini
semakin turun maka kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui
penjualan dianggap cukup rendah. Selain itu, kemampuan perusahaan dalam
menekan biaya-biayanya dianggap kurang baik sehingga investor pun enggan
untuk menanamkan dananya. Hal tersebut mengakibatkan harga saham
perusahaan ikut mengalami penurunan (Ardin Sianipar, 2005: 37).
Hanafi dan Halim (2005: 86) menyatakan bahwa net profit margin
merupakan salah satu dari rasio profitabilitas, yang menghitung sejauh mana
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu
Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan
biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. net profit
margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang
tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Net profit margin yang rendah menandakan
penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu
tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut.
Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen.
Menurut Salno dan Baridwan, net profit margin diduga mempengaruh
perataan laba, karena secara logis margin ini terkait langsung dengan objek
Net Profit Margin = X100%
alan Totalpenju
ak setelahpaj Lababersig
2.2.3.Profitabilitas
2.2.3.1. Profitablitas
Menurut Sartono (2001) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun
modal sendiri. Sedangkan menurut Munawir (2002) menyatakan bahwa
profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba untuk
periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dari kemampuan
perusahaan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan membandingkan
antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva perusahaan
tersebut. Tingkat profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa kinerja suatu
perusahaan berjalan dengan baik, sedangkan apabila tingkat profitabilitas yang
rendah menunjukkan bahwa kinerja dari suatu perusahaan kurang baik dan
akibatnya kinerja yang dilakukan oleh manajer tampak buruk dimata investor.
Menurut Riyanto (2001), mengklasifikasikan angka-angka rasio profitabilitas
sebagai berikut:
Profitabilitas merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan
dan investasi. Macam-macam rasio profitabilitas antara lain :
a. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan menggunakan rasio margin
laba kotor dan margin laba bersih.
b. Profitabilitas dalam hubungannya dengan investasi, menggunakan dua
dimana ROA digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
Adapun rumus ROA adalah sebagai berikut: Riyanto,(2000)
ROA = X100%
TotalAsset NIAT
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan
antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan
dengan kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan
perusahaan (operatimg asset). Operating Asset adalah semua aktiva kecuali
investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam
kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok
perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan
kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan laba.
2.2.3.2. Keunggulan ROA (Return On Asset)
Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai berikut:
1. ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.
2. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai
absolut.
3. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit
organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit
2.2.3.3. Kelemahan ROA (Return On Asset)
Disamping beberapa keunggulan diatas ROA juga memiliki kelemahan
yaitu (Lisa,1999):
1. Pengukuran kinerja dengan menggunakan ROA membuat manajer
divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project-project yang
menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya proyek-proyek
tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan ecara
keseluruhan.
2. Manajemen juga cenderung untuk berfokus pada tujuan jangka pendek
dan bukan tujuan jangka panjang.
3. Sebuah project dalam ROA dapat meningkatkan tujuan jangka pendek,
tetapi project tersebut mempunyai konsekuensi negatif dalam jangka
panjang. Yang berupa pemutusan beberapa tenaga penjualan,
pengurangan budget pemasaran, dan pengguaaan bahan baku yang
relatif murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka
panjang.
2.2.4. Ukur an Perusahaan (Firm Size)
2.2.4.1. Pengertian Firm Size
Suatu perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, setiap
perluasan modal sahamnya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap
perusahaan yang bersangkutan. Size yang besar memudahkan perusahaan dalam
masalah pendanaan. Perusahaan umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas
ditangkap sebagai informasi yang baik. Size yang besar dan tumbuh biasanya
merefleksikan tingkat profit dimasa yang akan datang.
Ukuran perusahaan secara langsung mencerminkan tinggi rendahnya
aktivitas operasi suatu perusahaan. Pada umumnya semakin besar suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula aktivitasnya. Dengan demikian, ukuran
perusahaan juga dapat dikaitkan dengan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh
perusahaan (Nisa Fidyati, 2003). Perusahaan yang besar dan mapan (stabil) akan
lebih mudah untuk ke pasar modal. Kemudahan untuk ke pasar modal maka
berarti fleksibilitas bagi perusahaan besar lebih tinggi serta kemampuan untuk
mendapatkan dana dalam jangka pendek juga lebih besar daripada perusahaan
kecil
Sedangkan untuk dapat bertahan dalam jangka panjang perusahaan kecil
harus benar-benar pengusaha yang baik dengan bantuan analisis rasio keuangan.
Frm Size diketahui dari mengukur variabel natural log of sales dengan
menggunakan rumus (Erni Masdupi : 2005:62), sebagai berikut :
Firm size= Ln Total Asset
2.2.5. Perataan Laba
2.2.5.1. Pengertian Perataan Laba
Menurut Schipper (Subramanyam and Wild, 2010: 131), manajemen laba
adalah "intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba,
biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi". Manajemen laba merupakan hasil dari
kebebasan dalam aplikasi akuntansi akrual yang mungkin terjadi. Hal ini
Manajemen laba terjadi karena beberapa alasan, seperti untuk
meningkatkan kompensasi, menghindari persyaratan utang, memenuhi ramalan
analis dan mempengaruhi harga saham (Subramanyam and Wild, 2010: 130).
Manajemen laba dapat dilakukan melalui dua cara: (1) mengubah metode
akuntansi, yang merupakan bentuk manajemen laba yang paling jelas terlihat, dan
(2) mengubah estimasi dan kebijakan akuntansi yang menentukan angka
akuntansi, merupakan suatu bentuk manajemen laba yang lebih samar
(Subramanyam and Wild, 2010: 130).
Ortega dan Grant (2003) mengemukakan bahwa earnings management
dimungkinkan karena adanya fleksibilitas dalam pembuatan laporan keuangan
dalam rangka mengubah hasil keuangan operasional suatu perusahaan. Dengan
kata lain, Abdelghany (2005) menjelaskan bahwa earnings management
merupakan manipulasi pendapatan yang dilakukan untuk memenuhi target yang
ditetapkan manajemen.
2.2.5.2. Strategi Manajemen Laba
Terdapat tiga manajemen laba (Subramanyam and Wild, 2010: 131). (1)
Manajer meningkatkan laba (increasing income) adalah meningkatkan laba yang
dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik.,
(2) manajer melakukan "mandi besar" (big bath) adalah Strategi big bath
dilakukan melalui penghapusan (write-off) sebanyak mungkin pada satu periode
dan (3) manajer mengurangi fluktuasi laba dengan perataan laba (income
smoothing) yang merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada strategi ini,
fluktuasinya. Seringkali manajer melakukan satu atau kombinasi dari tiga strategi
ini pada waktu yang berbeda untuk mencapain tujuan manajemen laba jangka
panjang.
Menurut Nasir, dkk (2002) perataan laba dapat diakibatkan oleh dua jenis,
yaitu:
1. Natural Smoothing (Perataan Alami)
Menyatakan bahwa proses perataan laba secara inheren menghasilkan suatu
aliran laba yang rata. Perataan ini mempunyai implikasi bahwa sifat proses
perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Hal ini
dapat kita dapati pada perolehan penghasilan dari keperluan/pelayanan umum,
dimana aliran laba yang ada akan rata dengan sendirinya tanpa ada campur
tangan dari pihak lain.
2. Intentional Smoothing (Perataan yang disengaja)
Biasanya dihubungkan dengan tindakan manajemen. Dapat dikatakan bahwa
intentional smoothing berkenaan dengan situasi dimana rangkaian laba yang
dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
a. Real Smoothing
Merupakan usaha yang diambil oleh manajemen dalam merespon
perubahan kondisi ekonomi. Dapat juga berarti suatu transaksi yang
sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pengaruh
perataan pada laba. Perataan ini menyangkut pemilihan waktu kejadian
b. Artificial Smoothing
Merupakan suatu usaha yang disengaja untuk mengurangi variabilitas
aliran laba secara artificial. Perataan laba ini menerapkan prosedur
akuntansi untuk memindahkan biaya dan pendapatan dari satu periode ke
periode tertentu. Dengan kata lain, artificial smoothing dicapai dengan
menggunakan kebebasan memilih prosedur akuntansi yang
memperbolehkan perubahan cost dan revenue dari suatu periode akuntansi.
Tidak berbeda jauh dengan yang telah dijelaskan pada motivasi
manajemen melakukan pengelolaan laba, motivasi manajemen dalam melakukan
perataan laba seperti yang dijelaskan oleh Jatiningrum (2000) bahwa praktik
perataan laba yang dilakukan oleh manajemen merupakan suatu tindakan yang
rasional dan logis karena adanya alasan perataan laba sebagai berikut:
1. Sebagai teknik untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada tahun
berjalan sehingga pajak yang terutang atas perusahaan menjadi kecil.
2. Sebagai bentuk peningkatan citra perusahaan dimata investor, karena
mendukung kestabilan penghasilan dan kebijakan dividen sesuai dengan
keinginan investor ketika perusahaan mengalami kenaikan atas laba yang
diperolehnya.
3. Sebagai jembatan penghubung antara manajemen perusahaan dengan
karyawannya. Perataan laba dapat menstabilkan adanya fluktuasi laba,
sehingga dengan dilakukannya perataan laba tersebut karyawan dapat
adanya tuntutan kenaikan upah yang diminta oleh karyawan ketika perusahaan
mengalami penurunan atas laba yang diperolehnya.
Dalam model penelitian ini, penulis menggunakan peringkat perataan laba
(income smoothing) sebagai proksi praktik perataan laba yang dilakukan
perusahaan. Untuk menentukan peringkat perataan laba, digunakan model
discretionary accrual dengan modified Jones dalam Kothari dkk. (2005) yang
kemudian didefinisikan oleh Tucker dan Zarowin (2005). Berikut adalah model
perhitungan discretionary accrual dalam Kothari dkk. (2005):
TACit/ Assetit-1 = α0 (1/Assetit-1) + β1 [(Δ Salesit - Δ Recit) / Assetit-1] + β2
(PPEit /Assetit-1) + β3 ROAit-1 + εit ……..
Dimana:
TACit = Total accrual perusahaan i pada tahun t
NDACit = Nondiscretionary accrual perusahaan i pada tahun t
Assetit-1 = Total aset perusahaan i pada tahun t-1
Δ Salesit = Perubahan penjualan perusahaan i pada tahun t
Δ Recit = Perubahan piutang perusahaan i antara tahun t dan tahun t-1
PPEit = Nilai perolehan aktiva tetap pada perusahaan i pada tahun t
ROAit-1 = Rasio Return On Asset pada perusahaan i pada tahun t-1
εit = error term
Untuk mengukur NDAC, terlebih dahulu mengukur total akrual. Total
akrual pada model tersebut berasal dari perhitungan:
Non Discretionary Accrual (NDAC) merupakan nilai prediksi atau fitted
value dari rumus diatas, dan Discretionary Accrual (DAC) merupakan selisih dari
Total
PDIit = NIit - DACit
Korelasi negatif atas Δ DACit dengan Δ PDIit pada penelitian ini
menggunakan data observasi di tahun berjalan sampai 5 tahun sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan teknik pemeringkat terbalik (reversed fractional
ranking), dimana perusahaan dengan korelasi yang lebih negatif akan
mendapatkan peringkat perataan laba yang lebih tinggi, sedangkan korelasi yang
lebih positif akan mendapat peringkat perataan laba yang semakin rendah (antara
0 dan1). Pengukuran ini mengasumsikan bahwa terdapat rangkaian pre-managed
income yang kemudian manajemen menggunakan discretionary accrual agar laba
dalam laporan keuangan menjadi lebih rata (Tucker dan Zarowin, 2005). Jika pre-
managed income tinggi maka akrual diskresioner akan menjadi negatif untuk
mengurangi laba. Sedangkan, jika pre-managed income rendah maka akrual
diskresioner akan positif untuk meningkatkan laba, oleh karena itu perataan laba
merupakan korelasi negatif antara pre-managed income dengan discretionary
accrual (Ghanisa, 2009).
2.2.6. Pengaruh Debt Equity Rasio Terhadap Manajemen Laba
Menurut Robert Ang (1997) dalam Muid dan Rahmawati,(2012) rasio ini
menunjukkan komposisi dari total hutang terhadap total ekuitas. Rasio ini
menunjukkan kemampuan modal perusahaan untuk memenuhi seluruh
untuk keseluruhan utang). Semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total
hutang semakin besar di banding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) atau dengan kata
lain semakin rendah tingkat pendanaan dari kreditur untuk mendukung kegiatan
operasionalnya yang dapat berdampak pada penurunan laba perusahaan. Hal ini
karena biasanya kreditur akan memberikan kredit pada perusahaan yang
mempunyai laba yang stabil karena laba yang stabil memberikan keyakinan pada
kreditur bahwa perusahaan akan mampu membayar hutangnya.
Brigham dan Houston (2001) menyebutkan semakin tinggi DER, maka
semakin berisiko bagi perusahaan (kemungkinan perusahaan tidak dapat
membayar semua hutangnya). Debt to equity rasio merupakan salah satu rasio
leverage yang diperoleh melalui total utang dibagi dengan total equity. Jin dan
Machfoedz (1998) menjelaskan bahwa variabel debt to equity ratio berpengaruh
terhadap perataan laba berdasar adanya indikasi perusahaan melakukan perataan
laba untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang dapat dilihat melalui
kemampuan perusahaan tersebut untuk melunasi utangnya dengan menggunakan
modal yang dimiliki. Debt to equty ratio merupakan proporsi penggunaan hutang
yang diberikan kreditur pada perusahaan terhadap modal yang dimiliki. Semakin
tinggi rasionya makin besar resiko yang ditanggung perusahaan karena akan
mempengaruhi kebijakan keuangan perusahaan (Syafriont By, 2008).
Debt to equity ratio berhubungan dengan hutang yang diberikan kreditur.
Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kreditur berdasarkan pada laba yang
kreditur akan memberikan kredit kepada perusahaan yang menghasilkan laba yang
stabil dibanding perusahaan dengan laba yang fluktuatif. Hal ini karena laba yang
stabil akan memberikan suatu keyakinan bahwa perusahaan tersebut dapat
membayar hutangnya dengan lancar. Kreditur cenderung menghindari perusahaan
yang menghasilkan laba yang berfluktuasi karena kreditur tidak mau uang yang
telah dipinjamkan kepada perusahaan resikonya terlalu besar yaitu tidak tertagih
atau tidak kembali, sehingga mendorong perusahaan dalam hal ini manajer untuk
melakukan praktik perataan laba. Sehingga semakin tinggi DER maka makin
terindikasi perusahaan melakukan perataan laba (Padang, 2010).
Debt to equity Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal
sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Penggunaan hutang akan akan
menentukan tingkat debt to equity perusahaan (Weston dan Copeland dalam
Sitinjak, 2011). Semakin besar hutang perusahaan maka semakin besar pula risiko
yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang
semakin tinggi.Akibat kondisi tersebut perusahaan akan cenderung melakukan
praktik pertaan laba. Alasan lain perusahaan melakukan pertaan laba untuk
menghindari pelanggaran perjanjian hutang, hal ini dapat dilihat melalui
kemampuan perusahaan tersebut untuk melunasi hutangnya dengan menggunakan
aktiva yang dimiki. Perusahaan yang memiliki tingkat debt to equity tinggi diduga
melakukan praktik perataan laba karena perusahaan terancam default sehingga
2.2.7. Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Manajemen Laba
Menurut Robert Ang (1997), net profit margin merupakan rasio
profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah pajak
atau net income terhadap total penjualan. Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan pendapatan bersih terhadap total penjualan yang
dicapai. Net profit margin (NPM) dapat diinterpretasikan sebagai tingkat efisiensi
perusahaan, yaitu sejauh mana kemampuan perusahaan dalam menekan
biaya-biaya yang ada di perusahaan.
Net profit margin merupakan salah satu indikator yang penting untuk
menilai suatu perusahaan. Selain digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba, net profit margin juga untuk mengetahui
efektifitas perusahaan dalam mengelola sumber-sumber yang dimilikinya. Net
profit margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan yang
tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya termasuk bunga dan pajak (Suwito dan
Herawaty, 2005). Rasio laba operasi bersih terhadap penjualan banyak digunakan
oleh para praktisi keuangan sebagai penentu nilai (value drive) kunci yang
mempengaruhi penilaian atas sebuah perusahaan.
Net profit margin atau margin penghasilan bersih ini diduga
mempengaruhi praktik perataan laba, karena secara logis margin ini berkait
langsung dengan obyek perataan laba dan merekfleksi motivasi manajer untuk
meratakan penghasilan (Salno dan Baridwan, 2000 6-7 dalam Nurjanah, 2010).
Berpengaruhnya NPM terhadap tindakan perataan laba diduga karena rata-rata
melakukan praktik perataan laba untuk memperbaiki kinerja perusahaan agar
terlihat efektif dimata investor (Santoso, 2010). NPM yang diukur dengan rasio
antara laba bersih setelah pajak sering digunakan oleh investor sebagai dasar
pengambilan keputusan ekonomi yang berhubungan dengan perusahaan sebagai
tujuan perataan laba oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba dan
menunjukan kepada pihak luar bahwa kinerja manajemen perusahaan tersebut
telah efektif (Azhari, 2010).
Hal-hal di atas tersebut beralasan karena jika ditinjau dari segi laba,
perusahaan dengan laba yang stabil dapat dijadikan dasar bahwa manajer
memiliki kinerja yang bagus oleh para pemegang saham dan sebaliknya laba yang
berfluktuasi menimbulkan kekhawatiran pihak manajemen karena dari investor
dapat menilai kinerja perusahaan yang kurang optimal. Oleh karena itu, semakin
tinggi NPM maka semakin efektif suatu perusahaan dalam menjalankan
operasinya. Tingginya net profit margin menghasilkan laba yang tinggi,
sebaliknya net profit margin yang rendah menghasilkan laba yang rendah pula.
Dengan demikian, tinggi rendahnya net profit margin akan mempengaruhi
pertumbuhan laba. Perusahaan dengan net profit margin yang rendah diduga
melakukan praktik perataan laba untuk meningkatkan NPM sehingga kinerjanya
akan dianggap baik dan efektif terutama oleh pihak investor.
2.2.8. Pengaruh Pr ofitabilitas Ter hadap Manajemen Laba
ROA menunjukkan kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba
dengan memanfaatkan aktiva yang digunakan dalam kegiatan operasi. Semakin
manajemen dalam menghasilkan laba. Hal ini mempengaruhi investor dalam
memprediksi laba dan memprediksi risiko dalam investasi sehingga memberikan
dampak pada kepercayaan investor terhadap perusahaan. Sehubungan dengan itu,
manajemen termotivasi untuk melakukan praktik perataan laba agar laba yang
dilaporkan tidak berfluktuatif sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor
(Budiasih, 2009).
Profitabilitas merupakan salah satu alat untuk mengukur kinerja suatu
perusahaan. Profitabilitas juga sering digunakan oleh investor maupun kreditor
untuk menilai tingkat kesehatan perusahaan. Profitabilitas yang tinggi
menunjukkan bahwa kinerja suatu perusahaan itu baik, sedangkan tingkat
profitabilitas yang rendah dapat mengindikasikan bahwa kinerja suatu perusahaan
itu buruk. Perusahaan yang memperoleh tingkat profitabilitas yang rendah
cenderung untuk melakukan income maximization, hal ini disebabkan perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang rendah akan memberikan image yang kurang
baik kepada perusahaan dan akibatnya kinerja dari seorang manajer tampak buruk
dimata investor. Manajer cenderung untuk menghindari pelaporan laba yang
berfluktuasi agar dapat menggambarkan keadaan perusahaan dalam keadaan
kondisi yang sehat. Oleh karena itu manajer cenderung untuk melakukan praktik
perataan laba jika dihubungkan dengan profitabilitas yang rendah.
Tingkat profitabilitas yang stabil (smooth) akan memberikan keyakinan
pada investor bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik dalam
menghasilkan laba, karena investor lebih menyukai tingkat profitabilitas yang
Aini (2012) bahwa profitabilitas yang rendah atau menurun memiliki
kecenderungan bagi perusahaan tersebut untuk melakukan tindakan perataan laba,
terlebih lagi jika perusahaan menetapkan skema kompensasi bonus didasarkan
pada besarnya profit yang dihasilkan
2.2.9. Pengaruh Ukuran Perusahaan Ter hadap Manajemen Laba
Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap manajemen laba perusahaan. Perusahaan besar cenderung bertindak
hati-hati dalam melakukan pengelolaan perusahaan dan cenderung melakukan
pengelolaan laba secara efisien. Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh
masyarakat sehingga mereka akan lebih berhati-hati dalam melakukan pelaporan
keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih
akurat (Abiprayu, 2011).
Ashari, dkk (1994), Nasser dan Herlina (2003:295) beranggapan bahwa
perusahaan yang memiki aktiva yang besar biasanya disebut perusahaan besar dan
akan mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti, para analis,
investor maupun pemerintah. Untuk itu perusahaan besar juga diperkirakan akan
menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis, sebab kenaikan laba yang drastis
akan menyebabkan bertambahnya pajak seperti yang dikatakan pula oleh
Zimmerman & Watts (1986) dalam Muid dan Rahmawati,(2012), makin besar
asset suatu perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan, sehingga
perusahaan jenis ini dianggap memiliki kemampuan lebih besar untuk dibebani
biaya yang lebih tinggi, misalnya pembebanan biaya pajak. Sebaliknya penurunan
besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan
tindakan perataan laba.
Hasil serupa dikemukakan oleh Albretch dan Richardson (1990), bahwa
perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan
perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil
karena perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang dengan lebih kritis oleh
para investor. Hal ini karena umumnya perusahaan dengan ukuran besar lebih
banyak melakukan pengungkapan (disclosure) dari pada perusahaan dengan
ukuran yang lebih kecil yang dipengaruhi oleh sturktur aktivitas atau operasional
perusahaan yang tercermin dari total aktiva (asset) yang dimiliki perusahaan.
Makin besar asset suatu perusahaan maka semakin besar ukuran perusahaan,
sehingga perusahaan jenis ini dianggap memiliki kemampuan lebih besar untuk
dibebani biaya yang lebih tinggi, misalnya pembebanan biaya pajak.
2.3. Kerangka Pikir
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan
di atas, maka dapat dibuat premis-premis yang berfungsi untuk membuat kerangka
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
Analisis Regresi Linear Berganda
2.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir diatas maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut: Bahwa Debt equity ratio, net profit margin, return on asset dan
ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan real
estate dan properti yang go publik di BEI.
Debt Equity Ratio (DER) (X1) Net Profit margin
(NPM)(X2)
Manajemen Laba (Y)
Return On Asset (ROA) (X3) Ukuran Perusahaan
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi, batasan dan
pengertian variable – variable dalam penelitian secara operasional baik
berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman – pengalaman empiris.
I. Variabel Bebas (X)
Variable bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lainnya dalam
penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah:
A. Kebijakan Hutang (X1)
Variabel hutang atau debt ratio diberi symbol DER. Debt equity ratio
didefinisikan sebagai hasil bagi antara jumlah hutang jangka panjang
dengan total modal sendiri. Perumusannya adalah : Wardani dan
Hermuningsih, (2009)
Total Hutang
DER = X 100% Total Modal sendiri
DER diukur mnggunakan skala rasio
B. Net Profit Margin (X2)
Rasio net profit margin mengukur rupiah laba yang dihasilkan oleh setiap
satu rupiah penjualan. Rasio net profit margin ini mengukur seluruh
efisiensi, baik produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan
profit margin diduga mempengaruh perataan laba, karena secara logis
margin ini terkait langsung dengan objek perataan penghasilan Muid dan
Rahmawati,(2012).
Net Profit Margin = Laba bersih setelah pajak Total Penjualan
C. Profitabilitas (X3)
Merupakan hubungan antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan
menggunakan aset perusahaan, baik lancar maupun tetap, dalam aktivitas
produksi. Sedangkan menurut Muid dan Rahmawati,(2012), profitabilitas
merupakan mengukur kesanggupan perusahaan untuk menghasilkan laba.
Adapun rumus ROA adalah sebagai berikut:
ROA = Laba bersih Total Asset
ROA diukur mnggunakan skala rasio
B. Ukuran Perusahaan (X4)
Pengukuran variabel menggunakan natural log of sales. Variabel ini
digunakan untuk mengukur Size (ukuran) perusahaan. Natural log adalah
logaritma asli atau log asli dinyatakan dengan In (chiang). Berdasarkan
keterangan tersebut. Menurut E Muid dan Rahmawati,(2012) untuk
menghitung variabel digunakan rumus :
SIZE = NL Total Asset
Firm size diukur mnggunakan skala rasio
X100%
II. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
1. Manajemen Laba (Y) Dalam model penelitian ini, penulis menggunakan
peringkat perataan laba (income smoothing) sebagai proksi praktik perataan
laba yang dilakukan perusahaan. Tindakan perataan laba diuji dengan Indeks
Eckel (1981) yang diukur dengan skala nominal di mana kelompok
perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba diberi nilai 1, sedangkan
kelompok perusahaan yang tidak melakukan perataan laba diberi nilai 0.
Adapun rumus Indeks perataan laba dari model Eckel:
Indeks Perataan Laba(IPL) =
∆ = perubahan penjualan (manufaktur) atau perubahan pendapatan
(perusahaan keuangan) dalam satu periode
I
∆ = perubahan laba bersih dalam satu periode
CV = koefisien variasi dari variabel yaitu standar deviasi dari perubahan
laba dan perubahan penjualan dibagi dengan nilai yang diharapkan
dari perubahan laba (I) dan perubahan penjualan (S).
Syahriana (2006) menyatakan apabila CV Δ S > CV Δ I, maka perusahaan
digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan tindakan perataan laba
atau dengan kata lain perusahaan tersebut memiliki Indeks Perataan Laba
3.2.1. Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan-satuan /
individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto dan Subagyo, 2000:
107). Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan real
estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2009-2011
sebanyak 42 perusahaan.
3.2.2. Sampel
Menurut Djarwanto dan Subagyo, (2000: 108) sampel adalah sebagian dari
populasi yang karakteristik hendak diteliti, dan dianggap bisa mewakili
keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasinya). Teknik
sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu menyeleksi
obyek penelitian berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh
sampel (Sumarsono, 2002: 52). Kriteria yang digunakan adalah :
1. Perusahaan real estate dan property yang terdaftar dan
mempublikasikan laporan keuangan secara konsisten dan lengkap di
BEI selama tahun 2009-2011.
2. Perusahaan real estate dan property yang laporan keuangannya dari
tahun 2009-2011 tidak berturut-turut merugi.
3. Perusahaan yang tidak melakukan akuisisi atau merger selama periode
pengamatan. Bila perusahaan melakukan akusisi dan merger selama
periode pengamatan akan mengakibatkan variabel-variabel dalam
penelitian mengalami perubahan yang tidak sebanding dengan periode
penelitian tidak akan berguna karena perusahaan tersebut di masa yang
akan datang tidak lagi beroperasi.
Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas maka sampel dalam
penelitian ini adalah data keuangan dari 17 perusahaan real estate dan property
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2009-2011.
No Perusahaan Manufaktur
1 Bakrieland Development Tbk. 2 PT Ciputra Property Tbk. 3 PT Duta Anggada Realty Tbk. 4 PT Duta Pertiwi Tbk.
5 PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk. 6 PT Indonesia Prima Property Tbk.
7 PT Jaya Real Property Tbk.
8 PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. 9 PT Lamicitra Nusantara Tbk. 10 PT Lippo Cikarang Tbk. 11 PT Lippo Karawaci Tbk. 12 PT Modernland Realty Tbk. 13 PT.Alam Sutera Reality,Tbk
meliputi data keuangan perusahaan real estate dan property yang go publik di BEI
tahun 2009-2011.
3.3.2. Sumber Data
Data diperoleh dapat digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi
3.3.3. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang dipergunakan adalah : Dokumentasi adalah
suatu cara untuk memperoleh data dan dokumen perusahaan yang ada kaitannya
dengan penelitian.
3.4. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti
sebaran normal atau tidak, (Sumarsono, 2002:40). Untuk mengetahui apakah data
tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov
Smirnov. Fungsi pengujian suatu data dikategorikan berdistribusi normal atau
tidak adalah sebagai alat kesimpulan populasi berdasarkan data sampel.
Sampel yang diteliti dikatakan berasal dari populasi yang berdistribusi
normal jika nilai probabilitas atau signifikan (sig) lebih besar daripada tingkat
kesalahan yang ditetapkan (α = 0,05). Jika nilai probabilitas atau signifikan (sig)
lebih kecil daripada tingkat kesalahan yang ditetrapkan (α = 0,05), maka sampel
yang diteliti berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
3.4.1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi,
multikolinieritas dan heterokedastisitas dalam hasil estimasi.,Untuk menghasilkan
model persamaan regresi yang BLUE (Best Linier Unbiassed Estimator) maka
harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang disebut :
1) Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara kesalahan pengganggu