• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat sarjana kedokteran pada Program Studi Kedokteran FKIK Universitas Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat sarjana kedokteran pada Program Studi Kedokteran FKIK Universitas Jambi "

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN LAMA KONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN ANEMIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS

KOTA JAMBI

SKRIPSI

Erlisa Ayu Puspita Hati G1A119034

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2022

(2)

i

HUBUNGAN LAMA KONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN ANEMIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS

KOTA JAMBI

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat sarjana kedokteran pada Program Studi Kedokteran FKIK Universitas Jambi

Erlisa Ayu Puspita Hati G1A119034

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI

2022

(3)

ii

ii

PERSETUJUAN SKRIPSI

HUBUNGAN LAMA KONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN ANEMIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS

KOTA JAMBI

Erlisa Ayu Puspita Hati G1A119034

Telah disetujui oleh pembimbing skripsi Pada November 2022

Pembimbing Substansi Pembimbing Metodologi

dr. Putri Sari Wulandari, M.Ked.Trop. dr. Hanina, M.Bmd NIP: 198910132014042001 NIP : 198411132009122003

(4)

iii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul “Hubungan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis dengan Anemia pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Kota Jambi” yang disusun oleh Erlisa Ayu Puspita Hati, NIM G1A119034 telah dipertahankan didepan Tim Penguji pada tanggal 20 Desember 2022 dan dinyatakan lulus.

Susunan Tim Penguji

Ketua : dr. Maria Estela Karolina M.Si.Med Sp.MK Sekretaris : dr. Armaidi Darmawan M.Epid

Angggota : 1. dr. Putri Sari Wulandari M.Ked.Trop 2. dr. Hanina M.Bmd

Disetujui :

Pembimbing Substansi Pembimbing Metodologi

dr. Putri Sari Wulandari, M.Ked.Trop. dr. Hanina, M.Bmd NIP: 198910132014042001 NIP : 198411132009122003

Dekan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Ketua Jurusan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT, M.Kes dr. Rahanna Suzan,M.Gizi, Sp.GK NIP: 19730209200501101 NIP : 198304012008122004

(5)

iv

HUBUNGAN LAMA KONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN ANEMIA PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS

KOTA JAMBI

Diajukan oleh

ERLISA AYU PUSPITA HATI G1A119034

Telah dipertahankan dan dinyatakan lulus didepan tim penguji pada:

Hari/Tanggal : Selasa, 20 Desember 2022 Pukul : 08.00 WIB – Selesai

Tempat : Kampus Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Pembimbing I : dr. Putri Sari Wulandari M.Ked.Trop Pembimbing II : dr. Hanina M.Bmd

Penguji I : dr. Maria Estela Karolina M.Si.Med Sp.MK Penguji II : dr. Armaidi Darmawan M.Epid

(6)

v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Erlisa Ayu Puspita Hati NIM : G1A119034

Jurusan : Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Judul Skripsi : Hubungan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis dengan Anemia Pada PasienTuberkulosis di Puskesmas Kota Jambi

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tugas akhir skripsi yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir skripsi ini adalah jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Jambi, 20 Desember 2022 Yang membuat pernyataan

Erlisa Ayu Puspita Hati G1A119034

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis dengan Anemia pada Pasien Tuberkulosis di Puskesmas Kota Jambi” dengan baik.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari banyak pihak. Maka penulis mengucapkan banyak terimakasih, kepada :

1. Dr. dr. Humaryanto, Sp.OT, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

2. dr. Putri Sari Wulandari, M.Ked.Trop selaku pembimbing substansi dan dr.

Hanina, M.Biomed selaku pembimbing metodologi yang telah membimbing dan berkenan meluangkan waktu memberi saran dan motivasi selama penulisan skripsi ini

3. Kedua orangtua tercinta, Bapak Mardi dan Ibunda Listiyarsih, kedua mamas tersayang Stevan Ricky Ardian dan Rinaldi Dicky Listiadi, kedua mbak ipar Anastasia Tiur Juni dan Natalia Vita Aryani, adek tercinta Andre Putra Pamungkas, yang telah memberikan doa, semangat dan motivasi.

4. Teman-teman seperjuangan di pendidikan Kedokteran 2019.

5. Romo Pius Pujo Wiyanto SCJ, Romo Yosafat Hengki Sanjaya SCJ, para Frater Suster dan kelompok doa KTM Jambi, yang ikut serta memberi dukungan doa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis membutuhkan kritik serta saran yang membangun untuk kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Jambi, 2022 Erlisa Ayu Puspita Hati

(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... xv

ABSTRACT ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1 Tuberkulosis ... 2

(9)

viii

2.1.1 Definisi ... 2

2.1.2 Epidemiologi ... 2

2.1.3 Faktor Risiko ... 3

2.1.4 Etiologi dan Transmisi ... 8

2.1.5 Patogenesis ... 9

2.1.6 Gejala Klinis ... 9

2.1.7 Klasifikasi ... 10

2.1.8 Diagnosis Tuberkulosis ... 11

2.1.9 Pengobatan ... 12

2.2 Hemoglobin ... 15

2.2.1 Definisi ... 15

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin ... 15

2.3 Anemia ... 16

2.3.1 Definisi ... 16

2.3.2 Kriteria Anemia ... 17

2.3.3 Etiologi dan Klasifikasi Anemia ... 17

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik Anemia ... 19

2.4 Hubungan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis dengan Anemia ... 20

2.5 Kerangka Teori ... 22

2.6 Kerangka Konsep ... 23

2.7 Hipotesis ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Tempat Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Subjek Penelitian ... 24

3.3.1 Populasi ... 24

(10)

ix

3.3.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel ... 24

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25

3.3.3.1 Kriteria Inklusi ... 25

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 25

3.4 Definisi Operasional Variabel ... 26

3.5 Instrumen Penelitian ... 26

3.6 Pengumpulan Data ... 27

3.6.1 Data Primer ... 27

3.6.2 Data Sekunder ... 29

3.7 Pengelolaan dan Analisis Data ... 29

3.7.1 Pengolahan Data ... 29

3.7.2 Analisis Data ... 30

3.8 Etika Penelitian ... 31

3.9 Alur Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Hasil Penelitian ... 33

4.1.1 Analisis Univariat ... 33

4.1.2 Analisis Bivariat ... 36

4.2 Pembahasan ... 36

4.2.1 Karakteristik Jenis Kelamin, Usia, dan Klasifikasi Tuberkulosis Pasien TB di Puskesmas Kota Jambi ... 36

4.2.2 Karakteristik Anemia Pasien TB di Puskesmas Kota Jambi ... 39

4.2.3 Karakteristik Lama Konsumsi OAT Pasien TB di Puskesmas Kota Jambi... ... 39

4.2.4 Hubungan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis dengan Anemia di Puskesmas Kota Jambi ... 40

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 43

(11)

x

BAB V ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

5.2.1 Bagi Puskesmas ... 43

5.2.2 Bagi Peneliti Lain ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dosis Rekomendasi OAT...13

Tabel 2.2 Nilai Anemia...17

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel...26

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin…..…...33

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Usia………...34

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi TB…….…...34

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Status Anemia Pasien TB………...35

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lama Konsumsi OAT Pasien TB………...35

Tabel 4.6 Hubungan Lama Konsumsi OAT dengan Anemia………...36

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar.1 Kerangka Teori ... 22 Gambar.2 Kerangka Konsep ... 23 Gambar.3 Alur Penelitian ... 32

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Survey Data Awal di Dinas Kesehatan Kota Jambi

Lampiran 2. Hasil Survey Data Awal

Lampiran 3. Lembar Penjelasan menjadi Responden Penelitian

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian di Puskesmas Kota Jambi

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian di Laboratorium FKIK

Lampiran 7. Surat Keterangan Komisi Etik

Lampiran 8. Dokumentasi

Lampiran 9. Kartu Bimbingan Skripsi

Lampiran 10. Data Hasil Penelitian

Lampiran 11. Hasil Output Analisis SPSS

(15)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

BTA : Basil Tahan Asam CDR : Case Detection Rate cMBT : Karboksimikobaktin

HIV : Human Immunodeficiency Virus IL1 : Interleukin 1

IL6 : Interleukin 6 IL8 : Interleukin 8 MBT : Mikobaktin

MDR : Multidrug resistant

MOTT : Mycobacterium Other Than Tuberculosis OAT : Obat Anti Tuberkulosis

RR : Rifampicin resistant TB : Tuberkulosis

TCM : Tes Cepat Molukuler

TNF-α : Tumor Nekrosis Factor Alpha WHO : World Health Organization XDR : Extensive drug resistant

(16)

xv

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Erlisa Ayu Puspita Hati, dilahirkan di Kaliwungu, Lampung pada tanggal 07 September 2001. Seorang putri dari pasangan Bapak Mardi dan Ibu Listiyarsih, serta merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Penulis merupakan lulusan TK Fransiskus Kalirejo, SD Fransiskus Kalirejo, SMP Negeri 1 Kalirejo dan SMA Negeri 1 Kalirejo, Lampung. Kemudian pada tahun 2019, penulis diterima di perguruan tinggi di Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi melalui jalur SNMPTN. Selama SD, SMP, SMA penulis aktif berorganisasi seperti OSIS dan paduan suara. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi di Tim Bantuan Medis ASET FK UNJA sebagai wakil koordinator divisi bantuan medis, dan aktif berorganisasi di Persekutuan Mahasiswa Kristen FKIK UNJA sebagai anggota divisi pengembangan bakat.

(17)

xvi ABSTRACT

Background: Tuberculosis (TB) is a chronic and infectious disease which Indonesia

donate two thirds of global case. Many cases of TB are link to several complications, including anemia.

Objective: The purpose of this research was to determine the relationship between

anemia and duration of consumption of tuberculosis drugs in tuberculosis patients in Puskesmas Jambi City.

Methods: This study used an analytical study design with a cross sectional

approach. The sampling technique used was non-probability sampling method with a Consecutive sampling approach. This research was conducted at several Puskesmas in Jambi City from July to November 2022. The relationship between anemia and duration of consumption of anti-tuberculosis drugs was analyzed using the chi- square test.

Result: In this study, 71 adult TB patients were included as samples. Most TB

patients are male (63,4%), early adulthood (53,5%), have pulmonary tuberculosis (90,1%), have been taking medication for less than two months (59,2%). Most of the hemoglobin values in this research were in the category of anemia (63,4%). The results of statistical analysis obtained p value of 0.001.

Conclusion: There was significant relationship between the duration of consumption of tuberculosis drugs with anemia in tuberculosis patients in Puskesmas Jambi City.

Keywords: Anemia, duration of OAT consumption, tuberculosis

(18)

xvii ABSTRAK

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit kronik dan menular, yang menyumbang dua pertiga kasus global. Banyak kasus TB dikaitkan dengan

beberapa komplikasi, diantaranya anemia.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Kota Jambi.

Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional dan teknik pengambilan sampel menggunakan metode non-probability sampling dengan pendekatan consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan di beberapa Puskemas di Kota Jambi pada Juli hingga November 2022.

Hubungan antara anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberculosis di analisis

menggunakan uji chi-square.

Hasil: Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 71 pasien TB dewasa. Pada pasien TB mayoritas berjenis kelamin laki laki (63,4%), usia dewasa awal (53,5%), klasifikasi TB Paru (90,1%), lama pengobatan didominasi oleh <2 bulan (59,2%).

Nilai hemoglobin pada penelitian ini sebagian besar dalam kategori anemia (63,4%).

Hasil analisis statistic didapatkan p value sebesar 0,001

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara lama konsumsi obat anti tuberculosis dengan anemia pada pasien tuberkulosis di Puskesmas Kota Jambi.

Kata kunci : Anemia, lama konsumsi OAT, tuberkulosis

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang bersifat kronik dan menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang dan bersifat tahan asam yaitu Mycobacterium tuberculosis. Bakteri TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru yang menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan untuk menginfeksi organ ekstra paru.1

Menurut laporan World Health Organization (WHO), perkiraan kasus TB di dunia pada tahun 2021 terdapat delapan negara yang memiliki prevalensi kasus tertinggi yaitu India dengan nomor pertama, China, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Secara geografis, kasus TB terbanyak yang berada di wilayah WHO adalah Asia Tenggara dengan 43% beban kejadian TB.2 Pada tahun 2021 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan di Indonesia sebanyak 385.295 kasus.3

Berdasarkan data dari Pemerintah Daerah Provinsi Jambi tahun 2019, pencapaian Case Detect Rate (CDR) di Jambi sebesar 35,62%, angka ini hampir memenuhi target minimal yaitu sebesar 36%. CDR tertinggi berada di Kabupaten Merangin yaitu sebesar 62,40% diikuti Kabupaten Sarolangun (52,08%), sedangkan CDR terendah terdapat di Kota Sungai Penuh yaitu sebesar 11,48%

dan untuk CDR Kota Jambi berada di peringkat delapan sebesar 30,66%.4 Berdasarkan angka kejadian TB yang sangat tinggi, maka diperlukan proses pengobatan yang efektif. Pengobatan kasus TB merupakan langkah dalam pengendalian TB karena berperan dalam memutuskan rantai penularan, yang membutuhkan waktu minimal enam bulan.5 Tahap pengobatan dibagi menjadi dua tahap, yaitu fase awal selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4 bulan.

(20)

Namun, obat anti tuberkulosis mempunyai efek samping terhadap tubuh apabila dikonsumsi terus menerus dalam jangka waktu yang lama.1

Salah satu efek samping yang dapat terjadi pada obat anti tuberkulois adalah kelainan hematologis yang terdiri dari anemia, trombositosis, trombositopenia, leukositosis, leukopenia dan eosinofilia6 Kelainan hematologi yang dialami seringkali disebabkan dari efek obat anti tuberkulosis yang dikonsumsi penderita, namun juga dapat disebabkan oleh proses infeksi tuberculosis walau tanpa konsumsi obat anti tuberkulosis, atau kelainan dasar hematologis yang sudah terjadi sebelumnya.7

Status anemia adalah suatu penilaian derajat anemia, yang dikelompokkan menjadi kategori normal dan anemia. Anemia apabila kandungan hemoglobin darah lebih rendah dari nilai normal. Derajat keparahan anemia terbagi menjadi anemia ringan,anemia sedang dan anemia berat. Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Anny di Banjarmasin mengenai kasus TB, ditemukan bahwa terdapat hubunganantara lama konsumsi obat anti tuberkulosis terhadap anemia pada pasien TB.8 Pada TB paru dapat terjadi anemia defisiensi besi (anemia mikrositik hipokromik) dan anemia akibat inflamasi kronik (anemia normositik normokromik).9

Penelitian oleh Reinhard dkk tahun 2020 di Ambon,ditemukan bahwa terdapat hubungan antara populasi TB dengan kejadian anemia, dimana dari 65 pasien TB paru, jumlah pasien dengan kasus anemia sebanyak 44 kasus dan tidak anemia sebanyak 21 kasus, dengan anemia paling banyak diderita oleh pasien laki laki yaitu pada kelompok usia 51-60.9 Sedangkan penelitian oleh Ellies pada tahun 2020 di Surabaya, menunjukan dari 30 sampel kasus TBC didapatkan 10 sampel yang kadar hemoglobin dalam batas normal dan 20 sampel lain di bawah nilai normal.10

Berdasarkan uraian diatas, angka kejadian TB di Indonesia masih tinggi dan kejadian anemia merupakan salah satu efek samping terkait konsumsi obat anti tuberkulosis. Selain itu, belum ada penelitian mengenai hal ini di Kota Jambi.

(21)

3

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Anemia dengan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien Tuberkulosis di Kota Jambi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang akan menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis di puskesmas Kota Jambi.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis di puskesmas Kota Jambi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, klasifikasi TB pada pasien TB di puskesmas Kota Jambi.

1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran status anemia dan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien TB di puskesmas Kota Jambi.

1.3.2.3 Untuk menganalisis hubungan anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis di puskesmas Kota Jambi.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Sendiri

Untuk mendapatkan pengalaman meneliti, menambah ilmu bagi peneliti dalam menyusun serta melakukan suatu penelitian

1.4.2 Bagi Instusi

Sebagai sumber informasi mengenai anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis

(22)

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi dan referensi untuk bahan penelitian di masa mendatang.

1.4.4 Bagi Puskesmas

Sebagai bahan pertimbangan puskesmas untuk lebih memperhatikan kadar hemoglobin pada pasien tuberkulosis dengan melakukan pemeriksaan berkala.

(23)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik dan menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal Basil Tahan Asam (BTA).

Bakteri tuberkulosis sering menginfeksi jaringan parenkim paru yang disebut TB paru dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi organ tubuh lain yang disebut TB ekstra paru, seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya.1

2.1.2 Epidemiologi

Menurut laporan World Health Organization (WHO), perkiraan kejadian TB pada tahun 2021 ada delapan negara yang menempati peringkat pertama hinggga kedelapan. India di urutan teratas, kemudian China, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Secara geografis, kasus TB terbanyak yang berada di wilayah WHO adalah Asia Tenggara dengan 43%

beban kejadian TB.2

Secara global pada tahun 2020, diperkirakan ada 1,3 juta kasus kematian TB dengan HIV negative, nilai ini terdapat kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu 1,2 juta kasus.dan dilaporkan juga terdapat kematian TB dengan HIV positif sebanyak 214.00 dengan peningkatan kecil dari tahun 2019 yaitu sebanyak 209.000.2

Pada tahun 2021 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan di Indonesia sebanyak 385.295 kasus,3 dan berdasar data dari Profil Kesehatan Pemerintah Daerah Provinsi Jambi tahun 2019, pencapaian Case Detect Rate (CDR) di

(24)

Jambi sebesar 35,62%, Kasus tertinggi berada di Kabupaten Merangin yaitu CDR sebesar 62,40% kemudian diikuti Kabupaten Sarolangun 52,08%, sedangkan kabupaten dengan kasus terendah terdapat di Kota Sungai Penuh yaitu 11,48% dan CDR Kota Jambi sebesar 30,66% yang berada di peringkat delapan.4

2.1.3 Faktor Risiko

Kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah :

1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais 2. Konsumsi obat imunosupresan jangka waktu lama

3. Merokok 4. Alkohol

5. Anak usia <5 tahun dan lansia

6. Kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif

7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh : lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)

8. Petugas kesehatan1

Faktor lingkungan fisik yang berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis :

1. Kepadatan hunian

Kepadatan hunian menjadi salah satu resiko orang yang terpajan kuman TB paru menjadi terinfeksi TB paru. Semakin padat rumah maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan semakin mudah dan cepat, apabila terdapat anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA positif yang secara tidak sengaja batuk. Bakteri Mycobacterium tuberculosis akan menetap di udara selama kurang lebih 2 jam sehingga memiliki kemungkinan untuk menularkan penyakit pada anggota yang belum terpajan.11

(25)

7

2. Luas ventilasi

Keberadaan ventilasi mampu mengencerkan konsentrasi kuman TBC Paru dan kuman lain, terbawa keluar dan mati terkena sinar ultraviolet. Ventilasi juga dapat merupakan tempat untuk memasukkan sinar ultraviolet. Ventilasi yang tidak baik dapat meyebabkan udara tidak nyaman (kepengapan, bronchitis, asma kambuh) dan udara kotor (penularan penyakit saluran pernafasan).11

3. Kelembabab Udara

Kelembaban udara dalam rumah menjadi media yang sesuai bagi pertumbuhan bakteri penyebab TB Paru sehingga untuk terjadinya penularan akan sangat mudah. Kelembaban merupakan salah satu faktor yang memiliki hubungan sangat kuat dengan kejadian TB Paru, kelembaban yang tinggi (>60%) dengan mudah menjadi tempat hidup bakteri dan mendukung keberadaan bakteri di suatu ruangan sehingga mempermudah penularannya.

Rumah dengan kelembaban udara yang tidak memenuhi persyaratan dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayan yang tidak lancar atau kurang akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan.11

4. Pencahayaan

Dalam ruangan yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai risiko menderita tuberkulosis 3 – 7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari. Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang dalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Cahaya mempunyai sifat dapat membunuh bakteri. Pencahayaan yang kurang akan menyebabkan kelembaban yang tinggi di dalam rumah dan sangat berpotensi bagi berkembangbiaknya kuman TB paru. Pencahayaan langsung maupun buatan harus menerangi seluruh ruangan dan memiliki intensitas 50 lux dan tidak menyilaukan.11

(26)

2.1.4 Etiologi dan Transmisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dari kelompok Mycobacterium tuberculosis. Spesies Mycobacterium terdiri dari Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. Kelompok ini dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA). Kuman Mycobacterium penyebab gangguan saluran pernafasan selain Mycobacterium Tuberculosis disebut dengan MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis). Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Mycobacteria avium complex (MAC), Mycobacterium kansasii, Mycobacterium malmose, dan Mycobacterium xenopi. Namun bakteri yang sering ditemukan adalah Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui rute udara.1

Tuberkulosis dapat menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui droplet nucleus yang keluar saat pasien TB batuk,bersin atau bicara.

Percik renik, yang merupakan partikel kecil dengan diameter 1-5mikron dapat menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam udara sampai 4 jam. Penularan TB biasa terjadi diruangan gelap dengan ventilasi yang minim, dimana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama. Sinar matahari dapat dengan cepat membunuh bakteri, namun bakteri akan bertahan lebih lama dalam kondisi gelap. Ada 3 faktor yang menentukan transmisi Mycobacterium tuberculosis yaitu jumlah organisme yang keluar ke udara, konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan ventilasi. lama seseorang menghirup udara terkontaminasi. Jika kontak erat dengan penderita TB dalam jangka waktu lama, hal ini akan meningkatkan resiko penularan. Apabila sudah terpapar, proses yang terjadi hingga berkembang menjadi penyakit TB aktif bergantung dari system kekebalan tubuh penderita. Jika memiliki sistem imun kuat, maka 90% tidak akan berkembang menjadi TB aktif, dan hanya 10% dari kasus yang akan berkembang menjadi TB aktif.1

(27)

9

2.1.5 Patogenesis

Setelah terpapar oleh bakteri TB, nukleus percik renik akan masuk ke saluran respirasi. Setelah berada di percabangan trakea-bronkial, kemudian akan dideposit di dalam bronkiolus respiratorik atau alveolus. Saat didalam alveolus, nukleus percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag dan akan menghasilkan sebuah respon nonspesifik terhadap basilus. Apabila basilus bisa bertahan melewati fase ini, maka basilus dapat bermultiplikasi di dalam makrofag.

Dalam makrofag, bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam sekali. Bakteri tidak memiliki endotoksin ataupun eksotoksin, sehingga pada host yang terinfeksi tidak akan terjadi reaksi imun segera. Bakteri akan terus berkembang dalam waktu 2-12 minggu dan jumlahnya akan mencapai 103- 104, yang jumlah ini akan menimbulkan respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin skin test. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon imun.

Sebelum terjadi stimulasi imunitas seluler, tuberkel basili akan menyebar melalui sistem limfatik menuju nodus limfe hilus, masuk ke dalam aliran darah dan akan menyebar ke organ lain. Organ yang mudah terinfeksi yaitu sumsum tulang, hepar dan limpa. Organisme akan dideposit di bagian atas (apeks) paru, ginjal, tulang, dan otak, di mana kondisi organ-organ tersebut sangat menunjang pertumbuhan bakteri Mycobacteria.1

2.1.6 Gejala Klinis

Gejala klinis akan muncul bergantung pada lokasi terjadinya lesi, diantaranya:

1. Batuk ≥ 2 minggu 2. Batuk berdahak

3. Batuk berdahak bercampur darah 4. Nyeri dada

5. Sesak napas.

6. Malaise

(28)

7. Penurunan berat badan 8. Nafsu makan menurun 9. Menggigil

10. Demam

11. Berkeringat di malam hari.1 2.1.7 Klasifikasi

Pada tahun 2010, WHO membagi menjadi 4 klasifikasi TB, yaitu:1,12 1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis

- TB paru, TB yang melibatkan parenkim paru, atau trakeo-bronkial, termasuk TB milier karena adanya lesi di paru

- TB ekstra paru, TB yang terdapat pada organ luar parenkim paru, seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, genito-urinaria, kulit, sendi, tulang dan selaput otak.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan

- Kasus baru, merupakan pasien yang belum pernah mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT) selama < 1 bulan

- Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya, adalah pasien yang pernah mendapatkan OAT ≥ 1 bulan, yang terdiri dari kasus kambuh, kasus setelah pengobatan gagal, kasus setelah putus obat, kasus dengan riwayat pengobatan lainnya, pasien pindah, dan pasien yang pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi dan uji kepekaan obat - Sputum BTA positif: sedikitnya BTA positif pada 1 spesimen pada jaminan

mutu eksternal dan 2 spesimen tanpa jaminan mutu eksternal

- Sputum BTA negatif: sputum BTA negatif dengan biakan Mycobacterium tuberculosis positif, memenuhi kriteria pengobatan OAT lengkap diantaranya didapatkan bukti berdasarkan gambaran radiologis TB paru aktif, pemeriksaan laboratorium dan HIV negatif tidak respon terhadap antibiotik spektrum luas.

(29)

11

Berdasarkan uji kepekaan obat, diklasifikasikan sebagai:

- Monoresisten: resisten terhadap 1 jenis lini pertama OAT.

- Polisresisten: resisten terhadap > 1 jenis lini pertama OAT kecuali isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan

- Multidrug resistant (TB MDR): terjadi resisten minimal terhadap OAT jenis isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan

- Extensive drug resistant (TB XDR): TB MDR yang resisten terhadap salah satu OAT golongan florokuinolon dan salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin dan amikasin)

- Rifampicin resistant (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan metode tes cepat (genotip) datu metode konvensional (fenotip) dengan atau tanpa resistensi OAT yang terdeteksi, yang termasuk kedalam klasifikasi ini adalah TB MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resisten terhadap rifampisin.

4. Klasifikasi berdasarkan status HIV - Kasus TB dengan HIV positif - Kasus TB dengan HIV negatif

- Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui.

2.1.8 Diagnosis Tuberkulosis

Semua pasien terduga TB harus mengkonfirmasi keluhannya dengan menjalani pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain), pemeriksaan biakan dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis atau metode diagnostik cepat yang telah mendapat rekomendasi WHO.

Pada wilayah dengan laboratorium yang terpantau mutunya melalui sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru BTA positif ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari satu spesimen. Pada daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya, maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen dengan BTA positif.

(30)

Prinsip penegakan diagnosis TB :

1. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan.

2. Pemeriksaan TCM (tes cepat molukuler) digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi over diagnosis ataupun underdiagnosis.

4. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.1 2.1.9 Pengobatan

Tahapan pengobatan pada TB terdiri dari 2 tahap :1 1. Tahap awal

Pengobatan pada tahap ini akan diberikan setiap hari, dengan tujuan untuk menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan diberikan pada semua pasien baru, selama 2 bulan. Dalam pengobatan konvensional dan tidak ada komplikasi, infektivitas telah berkurang dalam dua minggu pertama setelah pengobatan.

2. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, terutama kuman yang bersifat resisten sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan pada pasien. Pada tahap ini, pengobatatan diberikan selama 4 bulan.

(31)

13

Tabel 2.1 Dosis Rekomendasi OAT Dosis

rekomendasi harian

3 kali per minggu Dosis

(mg/kgBB)

Maksimum (mg)

Dosis (mg/kgBB)

Maksimum (mg)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) -

Pada pengobatan kasus TB Ekstraparu, seluruh pasien wajib melakukan pemeriksaan foto toraks untuk menyingkirkan TB paru. Tuberkulosis paru dan TB ekstra paru diterapi dengan panduan obat yang sama, namun 9-12 bulan untuk TB meningitis karena mempunyai risiko pada disabilitas dan mortalitas dan 12 bulan atau lebih untuk TB tulang dan sendi karena sulit untuk memonitor respons terapi.

Kortikosteroid direkomendasikan untuk TB perikardial dan TB meningitis. Terapi bedah dilakukan pada komplikasi lanjut penyakit seperti hidrosefalus, uropati obstruktif, perikarditis konstriktif dan keterlibatan neurologis akibat penyakit Pott (TB spinal). Apabila terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang cukup banyak maka drainase, aspirasi maupun insisi dapat membantu. Terapi dengan kortikosteroid dimulai secara intravena secepatnya, kemudian disulih oral tergantung perbaikan klinis. Rekomendasi kortikosteroid yang digunakan adalah deksametason 0,3-0,4 mg/kg di tapering- off selama 6-8 minggu atau prednison 1 mg/kg selama 3 minggu, lalu tapering-off selama 3-5 minggu. Evaluasi pengobatan TB ekstra paru dilakukan dengan memantau klinis pasien, tanpa melakukan pemeriksaan histopatologi ataupun biakan.

(32)

Faktor yang berpengaruh pada proses pengobatan untuk mencapai angka kesembuhan : 13

1. Jenis Kelamin

Resiko terjadi TB lebih tinggi pria dibandingkan dengan wanita, ini dikarenakan oleh faktor lain yang dapat mempengaruhi keadaan tersebut. Pada saat melakukan pengobatan wanita lebih mungkin mengakses fasilitas kesehatan dibandingkan dengan pria dan dapat mendorong kepatuhan pengobatannya. Selan itu dikaitkan dengan faktor konsumsi alkohol dan merokok pada pria yang dapat memperlambat kejadian konversi sputum BTA di akhir pengobatan fase intensif. Faktor hormonal dapat mempengaruhi keadaan imunitas seseorang, pada wanita terdapat estrogen yang dapat meningkatkan sekresi INF-γ dan mengaktifkan makrofag sehingga respon imun meningkat dan terjadi konversi BTA sedangkan pada laki-laki terdapat testosteron yang menghambat respon imun.

2. Status Gizi

Status gizi pasien TB sering mengalami penurunan. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dan respon imun terhadap penyakit. Mekanisme perlindungan kekebalan host dari infeksi Mycobacterium Tuberculosis bergantung pada makrofag-monosit, limfosit T, dan sitokin. Apabila keadaan gizi kurang dapat memperburuk respon imunitas tubuh, memperparah penyakit infeksi yang diderita seseorang, bahkan terjadi masa penyembuhan yang lama.

3. Merokok

Merokok akan merusak mekanisme pertahanan paru yang disebut mucocilliary clearance. Pajanan asap rokok dapat merangsang pembentukan mukus dan menurunkan aktivitas silia. Sehingga berdampak pada penimbunan mukus dan peningkatan resiko pertumbuhan bakteri. Pada perokok aktif saat terinfeksi Mycobacterium tuberculosis terjadi kerusakan fungsional pada makrofag alveolar sehingga gagal memproduksi sitokin yang berperan penting dalam mengeliminasi bakteri TB. Saat terjadi penurunan sitokin maka tubuh

(33)

15

tidak dapat mengeliminasi Mycobacterium tuberculosis dengan baik dan terjadi keterlambatan konversi sputum BTA dengan hasil akhir pengobatan yang buruk.

4. Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta dapat memberikan beban tambahan untuk pasien TB seperti HIV, DM, dan hepatitis sering menjadi pemicu ketidakteraturan pengobatan, sehingga mempengaruhi hasil follow up pada akhir pengobatan fase intensif, sehingga pasien memiliki imunitas seluler yang rendah sehingga respon tubuh terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis menjadi berkurang 2.2 Hemoglobin

2.2.1 Definisi

Hemoglobin adalah suatu molekul yang memiliki empat kandungan haem (berisi zat besi) dan empat rantai globin (alfa, beta, gamma, dan delta), yang berada didalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Hemoglobin memiliki pigmen berwarna merah, yang akan memberikan warna merah pada darah. Hemoglobin memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen, sehingga jika bersama oksigen tersebut akan membentuk oxihemoglobin didalam sel darah merah, dengan melalui fungsi ini maka oksigen akan dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.14

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin 1. Aktivitas fisik

Aktivitas fisik menyebabkan peningkatan metabolic, sehingga ion hidrogen dan asam laktat akan semakin banyak yang berdampak pada menurunkan pH yang akan mengurangi daya tarik antara oksigen dan hemoglobin, sehingga proses transportasi oksigen dalam darah tergangggu dan menyebakan kadar hemoglobin rendah. Aktivitas fisik yang teratur dapat meningkatkan kadar hemoglobin, tetapi aktivitas fisik yang berlebihan dapat menyebabkan hemolisis dan menurunkan jumlah hemoglobin.14

(34)

2. Gaya hidup

Merokok dan konsumsi zat yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti kafein, tanin, oksalat, fitat, yang terdapat dalam produk-produk kopi, teh, dan kacang kedelai. Hal ini akan mengganggu absorbsi besi, dan menyebabkan anemia defisiensi besi.14

3. Riwayat penyakit infeksi

Penyakit infeksi yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi (penggunaan) zat besi untuk pembentukan hemoglobin dalam darah.15

4. Status gizi

Anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan zat besi tubuh sehingga penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang yang mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.15

5. Pola menstruasi

Pola menstruasi yang tidak baik karena jumlah darah dan frekuensi menstruasi yang berlebihan akan menyebabkan remaja putri kehilangan banyak darah.15

6. Gangguan tidur

Gangguan tidur akan memicu stres oksidatif yang apabila berlangsung lebih dari 12 jam dapat menyebabkan lisisnya eritrosit lebih cepat dari waktunya.

Lisisnya eritrosit menyebabkan hemoglobin dalam darah rendah.16 2.3 Anemia

2.3.1 Definisi

Anemia adalah suatu keadaan dimana masa eritrosit atau massa hemoglobin (Hb) yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik akan diartikan bahwa terdapat kejadian penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit.17

(35)

17

2.3.2 Kriteria Anemia

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Nilai normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (cut off point) untuk anemia.11 WHO telah menetapkan nilai ambang batas kriteria anemia menurut derajat keparahan nya, terdiri dari derajat ringan,sedang, dan berat.18

Tabel 2.2 Nilai Anemia

Populasi Normal Anemia

Ringan

Anemia Sedang

Anemia Berat

5-11 tahun >11,5 11-11,4 8-10,9 <8

12-14 tahun >12 11-11,9 8-10,9 <8

Wanita tidak hamil>15 tahun

>12 11-11,9 8-10,9 <8

Laki >15 tahun >13 11-12,9 8-10,9 <8

2.3.3 Etiologi dan Klasifikasi Anemia

Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena12

1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang 2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

Klasifikasi anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologis dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi ;

1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH <27 pg 2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27 34 pg 3. Anemia makrositer, bila MCV> 95 fl.

(36)

Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

- Anemia defisiensi besi - Anemia defisiensi asam folat - Anemia defisiensi vitamin B12 2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

- Anemia akibat penyakit kronik - Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang - Anemia aplastik

- Anemia mieloptisik

- Anemia pada keganasan hematologi - Anemia diseritropoietik

- Anemia pada sindrom mielodisplastik

- Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginjal kronik B.Anemia akibat hemoragik

- Anemia pasca perdarahan akut - Anemia akibat perdarahan kronik C.Anemia hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

- Gangguan membran eritrosit (membranopati)

- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD - Thalassemia

- Hemoglobinopati struktural: Hb5, HbE, dll 2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

- Anemia hemolitik autoimun dan hemolitik mikroangiopatik12

(37)

19

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik Anemia

Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan penyaring (screening test), pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan khusus.12

1. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia.

2. Pemeriksaan Darah Seri Anemia

Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah., pemeriksaan banyak mengggunakan automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

3. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid, seperti sindrom mielodisplastik (MDS).

4. Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, contohnya Anemia defisiensi besi: serum iron. TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang (Pert's stain). Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling. Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain. Anemia aplastik:

biopsi sumsum tulang.

(38)

2.4 Hubungan Lama Konsumsi Obat Anti Tuberculosis Dengan Anemia Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang dapat menyebabkan beberapa komplikasi salah satunya yaitu penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau anemia, yang disebabkan oleh konsumsi obat anti tuberkulosis maupun proses infeksi bakteri.9

Obat anti tuberkulosis pada fase awal terdiri dari Isoniazid, Pirazinamid dan Rifampisin dan Etambutol, sedangkan pada fase lanjutan terdiri dari Isoniazid, Rifampisin dan Etambutol. Pemberian Isoniazid dan Pirazinamid dapat menyebabkan gangguan metabolisme B6 melalui peningkatkan ekskresi B6 melalui urin, dampaknya adalah dapat mengakibatkan defisiensi B6. Vitamin B6 dalam bentuk pyridoxal phosphate mer upakan kofaktor dalam proses biosintesis heme, sehingga defisiensi dari vitamin B6 akan mengganggu biosintesis heme dan mengakibatkan anemia sideroblastik.19 Pemberian Rifampisin dapat menimbulkan anemia hemolitik dengan mekanisme kompleks imun, obat antibodi mengikat membran sel darah merah dan memicu aktivitas komplemen sehingga menimbulkan hemolisis sel darah merah dan penghancuran sel darah merah. Pada tahap awal/intensif, pengobatan dilakukan selama 2 bulan dengan mengonsumsi OAT setiap hari, dan tahap lanjutan dilakukan selama 4 bulan dengan mengonsumsi OAT sebanyak tiga kali dalam seminggu. Oleh karena itu semakin lama dan semakin sering pasien tuberkulosis mengkonsumsi OAT semakin menurun hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin sehingga pengobatan pada tahap awal/intensif memiliki resiko untuk menyebabkan anemia.20

Anemia dapat disebabkan karena proses infeksi tuberkulosis, efek samping dari obat anti tuberkulosis atau kelainan dasar hematologis yang sudah terjadi sebelumnya.7 Proses inflamasi merupakan suatu respon fisiologis tubuh terhadap berbagai rangsangan infeksi dan trauma. Secara umum, pada fase awal proses infamasi akan terjadi induksi fase akut oleh makrofag yang teraktivasi berupa pelepasan sitokin radang TNF-α, IL-1, IL-6, dan IL-8. IL1 akan menyebabkan

(39)

21

absorbsi besi berkurang karena terjadi pelepasan besi ke dalam sirkulasi yang terhambat, produksi protein fase akut, leukositosis dan demam. Hal ini berdampak untuk menekan eritropoesis, sehingga kebutuhan besi akan berkurang, lalu absorbsi besi di usus menjadi menurun. Interleukin-1 bersifat mengaktivasi sel monosit dan makrofag yang menyebabkan ambilan besi serum meningkat. TNF-α juga berasal dari makrofag dan berefek sama, yaitu menghambat eritropoetin sehingga dapat menekan proses eritropoesis. IL-6 akan mengakibatkan keadaan hipoferemia dengan cara menghambat pembebasan cadangan besi jaringan ke dalam darah. Pada keadaan yang lebih lanjut, anemia akan terus berkembang dan akan menyebabkan perubahan pada morfologi sel darah merah.9

Besi adalah nutrisi penting untuk hampir semua organisme, yang berperan sebagai kofaktor redoks protein yang dibutuhkan untuk proses seluler mulai dari respirasi hingga replikasi DNA. Pada manusia, semua besi terikat pada protein seperti feritin untuk penyimpanan, transferin dan laktoferin untuk transportasi, atau terikat sebagai kofaktor heme dalam hemoglobin. Mycobacterium tuberculosis dalam memenuhi kebutuhan zat besi, memiliki berbagai strategi untuk bersaing memperoleh zat besi di host dan untuk membangun infeksi.

Bakteri ini akan menggunakan dua jalur untuk memperoleh zat besi selama infeksi dengan menghasilkan molekul kecil dengan afinitas yang sangat tinggi untuk besi (III) yang disebut mikobaktin (MBT) dan karboksimikobaktin (cMBT), yang disebut siderophore.21 Siderophore mampu menghilangkan besi dari protein inang seperti transferin dan laktoferin menggunakan transporter IrtA/IrtB22 yang secara reduktif akan menghilangkan besi (III). Pada Mycobacterium tuberculosis juga terdapat salah satu sistem sekresi yaitu Sistem ESX-3 yang berperan dalam akuisisi besi, selain itu bakteri ini mampu secara langsung memanfaatkan heme dan hemoglobin sebagai sumber zat besi melalui beberapa protein yang berperan yaitu protein pengikat heme Rv0203, protein permukaan sel PPE36, PPE62, PPE37, dan pompa RND MmpL11, MmpL3.21,22

(40)

2.5 Kerangka Teori

Gambar.1 Kerangka Teori Host

Environment Lingkungan fisik

rumah:

Kepadatan hunian Ventilasi Pencahayaan

Suhu dan kelembaban Agent

Mycobacterium tuberculosis

Patogenesis TB

TB

Pengobatan Penurunan Kadar

Hemoglobin (Anemia) Jenis Kelamin

Status gizi Penyakit penyerta

Merokok

Angka

Kesembuhan Faktor yang mempengaruhi nilai hemoglobin :

Aktivitas fisik Gaya hidup Penyakit infeksi

Gizi Pola menstruasi

(41)

23

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar.2. Kerangka Konsep 2.7 Hipotesis

Terdapat hubungan antara lama konsumsi obat anti tuberkulosis dengan anemia pada pasien tuberkulosis.

Anemia Lama Konsumsi OAT

(42)

24 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu dengan melakukan pengamatan dan pengukuran terhadap subjek penelitian hanya satu kali dan menganalisis hasil pengamatan tersebut.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas Kenali Besar, Puskesmas Paal V dan Laboratorium Biomedik FKIK UNJA.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga November 2022.

3.3 Subjek Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB di Puskesmas Kota Jambi pada tahun 2022.

3.3.2 Sampel Penelitian dan Besar Sampel

Sampel penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas Kenali Besar, Puskesmas Paal V Kota Jambi.

Teknik pengambilan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Nonprobability Sampling dengan pendekatan Consecutive Sampling yaitu mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria penelitian pada kurun waktu tertentu.23

(43)

25

Jumlah minimal sampel yang menjadi subjek penelitian ditentukan berdasarkan rumus:

n =Zα2pq d2 Keterangan:

Zα : deviat baku alfa (tingkat kepercayaan 95 %, nilai α= 5%, Zα= 1,96) p : proporsi infeksi TB di Kota Jambi sebesar 21,5% = 0,215

q : 1-P (0,785) d : presisi (10%=0,1)

Berdasarkan rumus diatas maka jumlah minimal sampel yang dibutuhkan adalah:

n =Zα2pq d2

=1,962 x 0,215 x 0,785 0,12

= 64,83 (dibulatkan menjadi 65)

Jadi, jumlah minimal sampel yang dibutuhkan adalah 65 orang. Jumlah sampel minimal ditambahkan nilai 10% untuk mengatasi kemungkinan drop out, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 71 orang.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien TB dewasa yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas Kenali Besar, Puskesmas Paal V Kota Jambi.

2. Pasien TB dewasa yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien TB yang sedang dalam masa kehamilan atau menyusui dan menstruasi.

2. Pasien TB dengan anemia sebelum pengobatan.

(44)

3. Pasien TB dengan penyakit yang dapat mempengaruhi nilai hemoglobin, seperti thalasemia, gagal ginjal, sirosis hati, kanker.

3.4 Definisi Operasional Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Lama Konsumsi OAT

Waktu konsumsi Obat

Anti Tuberkulosis

pada pasien TB, dimulai

pengobatan pertama kali

hingga penelitian berlangsung.

Rekam medis

1. Fase awal

< 2 bulan 2. Fase lanjutan

> 2 bulan

Ordinal

Anemia

Keadaan dimana kadar

hemoglobin dalam darah normal kurang

dari normal

Metode HB Sahli di Laboratorium

1.Anemia

2.Tidak Anemia

18,24 Ordinal

3.5 Instrumen Penelitian 1. Rekam Medis

Rekam medis berisi data dan informasi pasien. Data rekam medis yang diperlukan adalah usia, jenis kelamin, klasifikasi TB, lama konsumsi obat anti tuberkulosis.

(45)

27

2. Pemeriksaan kadar hemoglobin

Alat dan Bahan yang digunakan diantaranya 1. Tourniquet

2. Kapas alkohol 3. Spuit

4. Pipet tetes 5. Stopwatch 6. HCl 0,1 N 7. Aquadest 8. Sampel darah 9. Tabung EDTA

10. Hemoglobinometer yang terdiri dari standar warna hemometer, tabung pengencer hemometer, pipet hemoglobin, batang pengaduk

3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Data Primer

1. Penderita TB yang melakukan rawat jalan di Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas Kenali Besar, Puskesmas Paal V Kota Jambi pada tahun 2022 ditemui langsung oleh peneliti yang bersedia menjadi responden penelitian pada saat pasien melakukan kontrol di Puskesmas atau peneliti mendatangi langsung rumah pasien untuk menerangkan penelitian yang dilakukan dan meminta informed consent secara lisan.

2. Setelah informed consent didapatkan, peneliti meminta izin untuk melakukan pemeriksaan.

1. Pengambilan darah, dengan cara:

1) Posisi lengan pasien harus lurus dan siku tidak menekuk.

2) Pasien diminta untuk mengepalkan tangan

3) Tourniquet dipasang ± 10 cm di atas lipat siku (tidak lebih dari 1 menit)

4) Dipilih bagian vena mediana cubiti

(46)

5) Kulit pada bagian yang akan diambil darahnya dibersihkan dengan kapas alkohol 70% dan dibiarkan kering

6) Bagian vena tadi ditusuk dengan lubang jarum menghadap keatas,biarkan darah mengalir ke spuit sebanyak 3 ml

7) Tourniquet dilepaskan dan pasien diminta untuk melepaskan kepalan tangan

8) Jarum ditarik lalu kapas alkohol 70% diletakkan di atas bekas tusukan untuk menekan bagian tersebut selama ± 2 menit

9) Masukan darah ke tabung EDTA, kemudian bolak balik tabung sebanyak 3 kali agar tidak terjadi pembekuan darah

2. Pengukuran Hb dengan metode Hb Sahli, dengan cara :

1) Masukkan HCl 0,1 N sebanyak 5 tetes (sampai skala 2) ke dalam tabung pengencer hemometer.

2) Isap sampel darah dengan pipet hemoglobin sampai garis tanda 20 cmm atau sebanyak 20 μl, hapus darah yang melekat di sebelah luar ujung pipet.

3) Segera alirkan darah dari pipet kedalam dasar tabung pengencer yang berisi HCl 0,1 N, jangan sampai terjadi gelembung udara, nyalakan stopwatch.

4) Bilas pipet sebanyak 2 – 3 kali untuk membersihkan sisa darah yang masih teringgal didalam pipet.

5) Campur sampai homogen agar darah dan asam bersenyawa menggunakan batang pengaduk (warna campuran menjadi coklat tua).

6) Tambahkan dengan aquadest setetes demi setetes sambil diaduk dengan batang pengaduk sampai warna sesuai dengan standar warna hemometer.

7) Jika warna sudah sesuai dengan standar warna hemometer, segera matikan stopwatch, persamaan warna harus dicapai dalam waktu 3 sampai 5 menit.

(47)

29

8) Baca kadar hemoglobin dalam satuan gram/dl.

3.6.2 Data Sekunder

1. Data sekunder didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Jambi mengenai jumlah pasien TB terbanyak pada tahun 2021. Data ini di jadikan acuan untuk memperoleh sampel dari puskesmas-puskesmas dengan kasus TB terbanyak pada tahun 2021.

2. Setelah mendapatkan data puskesmas-puskesmas dengan jumlah pasien TB terbanyak pada tahun 2021, peneliti mendatangi masing-masing dari puskesmas tersebut untuk mendapatkan informasi mengenai pasien TB pada tahun 2022 melalui rekam medis yaitu informasi mengenai usia, jenis kelamin, klasifikasi TB, lama konsumsi obat anti tuberkulosis.

3.7 Pengelolaan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Data yang didapatkan dari hasil pengumpulan data, yang selanjutnya di teliti ulang ketepatan dan kesesuaian jawaban dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing

Melakukan pengecekan terhadap kelengkapan, kesinambungan dan keseragaman data.

b. Coding

Melakukan pengkodean data untuk memudahkan dalam pengolahan, dengan cara pemberian kode numerik (angka) kedalam beberapa kategori pada program komputer.

c. Data Entry

Memasukkan data yang sudah diberi kode ke dalam program komputer.

(48)

d. Cleaning

Melakukan pengecekan kembali data yang sudah di-entry, apakah ada kesalahan atau tidak.

e. Tabulating

Mengorganisir data sehingga data mudah dijumlah, disusun dan ditata untuk dianalisis.

3.7.2 Analisis Data

Data dari penelitian ini kemudian akan di analisis dengan menggunakan program komputer berupa SPSS (Statisitcal Product for Social Science)

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah tiap-tiap variabel penelitian yang ada dilakukan proses penganalisa secara deskriptif dengan menghitung frekuensi tiap variabel.

2. Analisi Bivariat

Analisis Bivariat merupakan analisis variabel yang digunakan terhadap dua variabel yaitu satu variable independen dan satu variabel dependen.

Hubungan antara anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis akan diuji secara statistik dengan menggunakan uji Chi Square dengan tabel 2x2.

Pada uji yang dilakukan, ditetapkan batas kemaknaan 0,05. Dilakukan pembandingan nilai p (p value) dengan nilai a (0,05) untuk keputusan statistik dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Bila p-value ≤ nilai a (0,05), maka terdapat hubungan antara anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis.

b. Bila p-value > nilai a (0,05), maka tidak terdapat hubungan antara anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberculosis pada pasien tuberkulosis.

(49)

31

3.8 Etika Penelitian

Adapun etika penelitian yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian adalah

1. Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)

Setiap penelitian yang melibatkan subjek penelitian harus mengikuti aturan etik, dalam hal ini berupa persetujuan, yang dapat berupa lisan atau tulisan. Untuk bentuk lisan berupa wawancara dan untuk bentuk tulisan bisa dibuat lembar persetujuan yang diberikan sebelum melakukan penelitian.

Hal ini bertujuan agar subjek penelitian paham maksud dan tujuan dari penelitian ini.

2. Privacy

Peneliti tidak mencantumkan nama responden, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian baik informasi atau masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil penelitian.

(50)

3.9 Alur Penelitian

Gambar.3 Alur Penelitian

Penderita TB yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas Kenali Besar, Puskesmas Paal V Kota Jambi pada tahun 2022.

Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian

Informed consent

Pengumpulan data dari rekam medis

Pengolahan dan analisis data

Kesimpulan

Pemeriksaan kadar hemoglobin di Laboratorium

(51)

33 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti pada pasien TB di beberapa Puskesmas Kota Jambi pada Juli hingga November 2022, didapatkan 71 responden yang telah bersedia menjadi sampel penelitian tentang hubungan anemia dengan lama konsumsi obat anti tuberkulosis di Puskesmas Kota Jambi. Berdasar pengumpulan data terhadap 71 responden diperoleh data sebagai berikut :

4.1.1 Analisis Univariat

4.1.1.1 Karakteristik Pasien TB di Puskesmas Kota Jambi

Analisis univariat distribusi frekuensi pasien TB berdasarkan jenis kelamin,usia dan klasifikasi TB di Puskesmas Kota Jambi tahun 2022, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (n) Presentase (%)

Laki laki 45 63,4

Perempuan 26 36,6

Total 71 100

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa frekuensi jenis kelamin pada pasien TB di Puskesmas Kota Jambi kategori laki laki lebih banyak daripada perempuan yaitu laki laki sebanyak 45 orang (63,4%) dan perempuan sebanyak 26 orang (36,6%).

(52)

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Presentase (%)

Dewasa awal (18-40 th) 38 53,5

Dewasa tengah (41-60 th) Dewasa akhir (>60 th)

23 10

32.4 14,1

Total 71 100

Karakteristik responden penelitian beradasarkan usia pada tabel 4.2 menggambarkan pasien TB di Puskesmas Kota Jambi lebih banyak didapati pada kelompok dewasa awal (18-40 tahun) daripada kelompok dewasa tengah (41-60 tahun) dan dewasa akhir (>60 tahun) yaitu dewasa awal 38 responden (53,5%), dewasa tengah 23 responden (32,4%) dan dewasa akhir 10 responden (14,1%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Klasifikasi TB Klasifikasi TB Frekuensi (n) Presentase(%)

TB Paru 64 90,1

TB Ekstraparu 7 9,9

Total 71 100

Karakteristik responden pada tabel 4.3 beradasarkan klasifikasi TB, menggambarkan pasien TB di Puskesmas Kota Jambi lebih banyak mengalami TB paru daripada TB ekstraparu yaitu sebanyak 64 TB paru (90,1%) sedangkan TB ekstraparu 7 orang (9,9%) yaitu tuberkulosis limfadenopati sebanyak 6 responden (8,45%) dan tuberkulosis pleura sebanyak 1 responden (1,40%).

4.1.1.2 Gambaran Status Anemia Pasien TB di Puskesmas Kota Jambi

Dari 71 responden yang dilakukan pemeriksaan hemoglobin menggunakan metode Hb Sahli, didapatkan hasil sebagai berikut :

(53)

35

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Status Anemia Pasien TB Status Anemia Frekuensi (n) Presentase(%)

Anemia 45 63,4

Tidak Anemia 26 36,6

Total 71 100

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa frekuensi pada pasien TB di Puskesmas Kota Jambi yang mengalami anemia lebih banyak daripada responden yang tidak mengalami anemia. Jumlah responden yang mengalami anemia sebanyak 45 responden (63,4%) dan yang tidak anemia sebanyak 26 responden (36,6%). Pada penelitian ini, derajat anemia paling banyak dialami pada kelompok anemia ringan sebanyak 38 responden (53,5%) diikuti dengan kelompok anemia sedang sebanyak 7 responden (9,85%).

4.1.1.3 Gambaran Lama Konsumsi OAT Pasien TB di Puskesmas Kota Jambi Analisis univariat distribusi frekuensi berdasarkan lama konsumsi OAT di Puskesmas Kota Jambi tahun 2022, diperoleh hasil yang disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Lama Konsumsi OAT Pasien TB Lama Konsumsi OAT Frekuensi (n) Presentase(%)

Fase awal < 2 bulan 42 59,2

Fase lanjutan > 2 bulan 29 40,8

Total 71 100

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi frekuensi responden berdasar lama konsumsi OAT didapatkan bahwa pasien TB di Puskesmas Kota Jambi paling banyak mengonsumsi OAT < 2 bulan yaitu sebanyak 42 responden (59,2%) dan untuk > 2 bulan sebanyak 29 responden (40,8%).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada MySQL, sebuah database mengandung satu atau sejumlah tabel.. Tabel terdiri dari sejumah baris dan setiap baris mengandung satu atau

Penelitian sejarah, tentang perkembangan pembangunan tambak menujukkan bahwa pergeseran nilai-nilai kebudayaan itu sangat jelas terlihat ketika sebuah adat istiadat

Pada penelitian ini, perlakuan infusa daun sirsak secara subkronik selama 30 hari pada tikus jantan dan betina menunjukkan bahwa infusa daun sirsak tidak

Berdasarkan hasil pengujian blackbox yang dilakukan, disimpulkan bahwa sistem pendeteksi outlier ini dapat menghasilkan keluaran yang sesuai dengan yang diharapkan

Dari hasil uji t, menunjukkan bahwa variabel Produk tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen jasa. pengiriman JNE cabang

Pemantauan pengukuran yang dilakukan dengan mengumpulkan data hasil pengukuran getaran roda gigi pada tiga arah pengukuran yakni: horizontal, vertikal dan aksial

Based on the data analysis, the four topics of compliment (personal appearance, possession, general ability, and specific act ability) have many functions in