• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Perumahan relokasi yang di Surakarta merupakan perumahan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar bantaran sungai Bengawan Solo. Perumahan relokasi ini mulai dikembangkan semenjak terjadi banjir besar sungai Bengawan Solo tahun 2007. Kelompok masyarakat tinggal di bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok masyarakat yang kumuh, walaupun sebenarnya kelompok masyarakat yang tinggal di tepian sungai merupakan model hidup zaman dahulu kala dan tidak sepenuhnya demikian.

Kumuh merupakan kondisi kasat mata yang memberikan kesan mengenai sikap dan perilaku hidup yang rendah dilihat dari standar hidup yang normal.

Bagaimanapun juga kata kumuh kemudian mudah dipahami sebagai sesuatu yang negatif. Keberadaan situasi kumuh dalam kehidupan kelompok masyarakat di bantaran sungai ditandai dengan kualitas permukiman dan perumahan yang buruk, sarana penunjang kehidupan tidak sesuai dengan kebutuhan, dan situasi yang kurang nyaman menurut orang kebanyakan.

Persoalan permukiman kumuh berkaitan dengan permasalahan sosial lain seperti kesehatan, tindak kejahatan, dan kerawanan sosial lainnya. Reeve (2011) menyebutkan bahwa 34 persen orang yang tinggal di lingkungan kumuh atau menggelandang membutuhkan perawatan. 42 persen diantaranya karena menderita sakit fisik, sedang 41 persen di antaranya menderita ganguan mental.

1

(2)

Perkembangan Kota Surakarta yang semakin pesat khususnya di bidang aset dan properti membuat kelompok masyarakat yang tinggal di bantaran sungai semakin terpuruk. Harga tanah dan perumahan di Surakarta meningkat dari tahun ke tahun dan sulit dijangkau oleh kelompok masyarakat ini. Tidak ada tempat yang lebih baik untuk menjadi tempat tinggal pilihan selain di bantaran sungai Bengawan Solo. Permukiman yang berkembang sebenarnya mengarah ke permukiman yang liar (squatter).

Pemerintah Kota Surakarta mencoba serangkaian program untuk mengatasi persoalan sosial terkait dengan perkembangan permukiman ini. Program dirancang sedemikian rupa, yakni mengembangkan perumahan relokasi sampai dengan rumah susun sederhana sewa diharapkan mampu menampung dampak perkembangan kota yang demikian.

Kawasan permukiman relokasi di Surakarta di pusatkan di wilayah Mojosongo Kecamatan Banjarsari. Wilayah Mojosongo memiliki kontur tanah yang tidak rata, sehingga harganya cukup bervariasi dan cenderung murah.

Pemkot Surakarta memilihnya dengan pertimbangan mengingat wilayah ini merupakan kawasan yang belum terbangun lebih luas daripada di wilayah lain.

Pembangunan perumahan relokasi merupakan perwujudan kepedulian Pemkot Surakarta dalam upaya memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat.

Kehidupan yang layak dapat dimulai dari adanya tempat tinggal bagi

kelompok masyarakat marjinal ini. Masyarakat seharusnya sudah mulai menata

dan mengembangkan kehidupannya semenjak menghuni rumah relokasi. Selain

kepastian tanah dan aset rumahnya, masyarakat dapat menikmati infrastruktur

(3)

yang tentunya lebih baik daripada ketika tempat tinggal di bantaran sungai.

Masyarakat yang direlokasi semestinya dapat memperbaiki kualitas ekonomi keluarganya.

Hal inilah yang sering kali menjadi persoalan ketika membahas perumahan relokasi. Masyarakat yang harus meninggalkan tempat tinggal terdahulunya beserta kenyamanan yang didapatkannya. Jarak ke tempat bekerja, jarak ke sekolah anak, ketersediaan perbedaan fasilitas kehidupan turut berubah. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi perselisihan antara pemerintah dengan pihak yang direlokasi.

Serangkaian persoalan di atas, sedikit banyak berimplikasi pada keberlangsungan hidup masyarakat relokasi di kemudian hari. Dalam hal ini berkaitan dengan tingkat kepuasan dari pemilik rumah relokasi itu sendiri.

Masyarakat yang merasa puas dengan rumah relokasinya tentu akan bertahan dan memelihara aset yang telah diperolehnya. Demikian sebaliknya, masyarakat yang kurang puas mungkin mengambil tindakan untuk mengkomersilkan asetnya tersebut (Levy, 1985: 192).

Demikian pentingnya perumahan relokasi untuk mewujudkan ketertiban dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, nampaknya masih menemui beberapa persoalan dalam pada prakteknya. Persoalan tersebut misalnya perumahan relokasi yang disewakan atau dijual. Hal ini menjadi persoalan mengingat yang memiliki hak atas rumah relokasi adalah masyarakat yang belum memiliki rumah.

Pertanyaan kemudian yang muncul adalah kemanakah para pemilik rumah

relokasi yang mengkomersialkan aset bersubsidi tersebut. Logikanya akan banyak

opsi (pilihan) yang dapat diambil oleh pelaku komersialisasi rumah relokasi.

(4)

Penerima rumah relokasi akan kembali ke tempat tinggal semula demi mendapatkan pola hidupnya sebelumnya. Terdapat kemungkinan pula kembali ke tempat asal dan berkumpul lagi dengan keluarga besar. Beberapa kemungkinan lain menyertai keputusan pemilik rumah relokasi mengkomersialkan asetnya tersebut.

Berangkat dari permasalahan tersebut penelitian ini mengambil fokus pada pembahasan mengenai variabel yang menentukan tinggi rendahnya jumlah perumahan relokasi yang dikomersialkan. Dengan diketahuinya variabel tersebut sekaligus akan diungkap puas tidaknya masyarakat terhadap rumah relokasi.

1.1.1 Rumusan masalah

Perumahan relokasi yang dikomersialkan sebenarnya melanggar misi utama dari proyek besar ini. Perumahan relokasi diselenggarakan oleh pemerintah untuk memberikan hak dasar manusia atas tempat tinggal. Permasalahan muncul karena rumah relokasi justru dikomersialkan oleh pemegang hak miliknya. Masalah besarnya yakni akankah pemilik rumah relokasi akan kembali ke tempat semula, atau ke keluarga asalnya, atau menempati lokasi baru di bawah kepemilikan pemerintah, seperti: di perlintasan kereta api, di bawah jembatan, atau di dekat stasiun dan terminal, maupun di pinggiran sungai.

1.1.2 Pertanyaan penelitian

Pertanyaan yang muncul seputar perumahan relokasi dan akan dicoba diketahui jawabannya melalui penelitian ini, yaitu.

1. Apakah permukiman yang baru dapat memberikan perubahan pada kondisi

ekonomi dan sosial masyarakat di tempat relokasi?

(5)

2. Apakah persepsi pemilik rumah relokasi mengenai perubahan kondisi sosial ekonomi yang dialaminya di rumah relokasi memiliki pengaruh terhadap keputusan untuk memindahtangankan rumah relokasinya (motif spekulasi) baik dengan menjual atau menyewakan?

1.1.3 Batasan penelitian

Batasan penelitian ini ditentukan berdasarkan lingkup wilayah penelitian, objek studi, dan lingkup pembahasan utama. Lingkup wilayah penelitian ini berada di wilayah Mojosongo, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Propinsi Jawa Tengah. Dipilihnya Mojosongo dengan berbagai pertimbangan, antara lain:

1. wilayah Mojosongo memiliki kontur yang lebih tinggi daripada wilayah lain di Kota Surakarta, sehingga menjadi tujuan utama program relokasi; 2. program relokasi tersebar hampir di semua wilayah Mojosongo; 3. program relokasi pada tahun 2008-2010 dilaksanakan di wilayah ini.

Objek studi penelitian ini dibatasi pada rumah-rumah relokasi yang dibangun antara tahun 2008 – 2010. Logikanya, perumahan yang dibangun pada periode tersebut saat ini telah dihuni oleh pemiliknya. Kelebihan dan kekurangan dari rumah itu sendiri telah dapat diketahui dan dirasakan secara langsung, sehingga peluang untuk memindahtangankan atau tetap menguasainya lebih besar dibandingkan dengan perumahan yang dibangun pada periode 2011 – 2013.

Fokus utama permasalahan dalam penelitian ini adalah pada perubahan

kondisi ekonomi dan sosial masyarakat perumahan paska relokasi dalam

hubungannya dengan keputusan diperjualbelikan atau disewakannya rumah

relokasi. Variabel lain yang digunakan bertujuan untuk melengkapi analisis.

(6)

1.2 Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian mengenai dampak perpindahan ke rumah relokasi terhadap perubahan aspek sosial ekonomi penghuninya telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun belum banyak yang mencoba mengetahui hubungan persepsi perubahan kehidupan tersebut terhadap keputusan menjual atau menyewakan rumah relokasi yang saat ini marak terjadi. Penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki kedekatan dengan penelitian ini antara lain seperti diikhtisarkan di dalam tabel berikut.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian Metodologi Hasil

Hsi-Fu, Wan,

and Jyh. (2013)

Kualitatif dengan wawancara dan analisis dokumen

Relokasi membawa perubahan yang nyata pada kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan penduduk yang direlokasi. Kebijakan pemerintah merelokasi sebuah komunitas, justru memperburuk hubungan antara penduduk yang direlokasi dengan masyarakat pemilik tanah.

Kapse, Arun,

and Mayank

(2012)

Deskriptif kualitatif Upaya relokasi di India berujung pada kegagalan, yang ditandai dengan dijual belikannya rumah relokasi dan pemiliknya kembali menjadi squatter. Faktor yang menyebabkan kegagalan antara lain hilangnya kehidupan sosial ekonomi, tidak adanya tindak lanjut paska relokasi, dan jaminan kelangsungan hidup.

Saheed (2012) Survei dan

wawancara kepada

“korban relokasi”

Relokasi membawa pengaruh besar pada perubahan kehidupan sosial ekonomi penduduk yang

dipindahkan. Kegagalan penduduk untuk

mempertahankan rumah relokasinya dikarenakan minimnya kompensasi yang diberikan pemerintah.

Kompensasi yang dimaksudkan dalam bentuk aksesibilitas ke tempat kerja, transportasi, maupun dalam urusan pajak.

Lee (2012) Data sekunder dengan Hazard

Models dan Multinomial Logit models

Keputusan untuk berpindah dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan dan atribut rumah

Farida (2012) Analisis kuantitatif dengan chi- square,

sign-test, dan uji

triangulasi

Kondisi sosial, ekonomi, dan kondisi perumahan serta

permukiman yang baru dapat memberikan perubahan

pada kondisi ekonomi terutama pada pendapatan dan

kepemilikan aset

(7)

Khaeron (2007) Survei dan wawancara kepada penduduk relokasi dan dianalisis dengan deskriptif korelatif

Program relokasi telah memberikan perbaikan secara umum pada kualitas hidup masyarakat pemukiman relokasi maupun penduduk pemukiman di sekitar relokasi Desa Karang Song, meskipun belum

memberikan dampak yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat

Brooks, Zugazaga, and Adams (2005)

Kualitatif dengan model FGD

4 tahun setelah pindah ke rumah relokasi terdapat perubahan positif terhadap kondisi lingkungan sosial, ekonomi, perumahan

Tujuan pertama dari penelitian ini cukup memiliki kemiripan dengan penelitian yang disebutkan. Namun untuk tujuan penelitian kedua, yakni upaya mengetahui hubungan persepsi perubahan ekonomi dan sosial dengan menambahkan variabel lain dalam analisis keputusan untuk menjual atau menyewakan rumah relokasi menjadi salah satu poin penting terkait keaslian (orisinalitas) penelitian ini.

Mixed method dalam proses pengumpulan data dan analisis yang digunakan

dalam penelitian ini menjadi penciri utama penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang lain. Persoalan spekulasi yang tidak terakomodasi dengan pendekatan kuantitatif, dapat digali lebih mendalam dengan pendekatan kualitattif (in depth interview).

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Sejalan dengan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki fokus tujuan untuk:

1. mengidentifikasi persepsi masyarakat mengenai perubahan kondisi

kehidupannya dari aspek ekonomi dan sosial paska relokasi. Jika setelah

relokasi kehidupannya meningkat, maka rumah relokasi merupakan langkah

(8)

tepat oleh pemerintah dalam memberikan jaminan hak atas tempat tinggal bagi masyarakat;

2. mengidentifikasi faktor-faktor yang melatarbelakangi pemilik rumah relokasi mentransfer (menjual atau menyewakan) asetnya. Upaya mengidentifikasi faktor pendorong motif spekulasi menjual perumahan ini perlu dilaksanakan jika dikaitkan dengan analisis kepuasan terhadap penyediaan perumahan relokasi. Analisis kepuasan ini kemudian bermanfaat untuk evaluasi penyediaan perumahan relokasi untuk meminimalisir pengaruh negatif jumlah perumahan kumuh di Surakarta;

3. menganalisis perubahan kondisi sosial ekonomi penduduk relokasi dengan menggunakan pendekatan in depth interview agar diperoleh informasi yang melengkapi informasi yang dihimpun menggunakan instrumen kuesioner.

1.3.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. manfaat akademis akan mengungkap persepsi masyarakat terhadap rumah relokasi dan dampaknya dalam kehidupannya. Dengan demikian temuan penelitian ini nantinya diharapkan mampu menjawab pertanyaan efektif atau tidaknya penataan kota dengan memberikan aset berupa rumah relokasi bagi penghuni kawasan kumuh;

2. manfaat praktis bagi masyarakat, dalam pelaksanaan relokasi dapat

berpartisipasi dan memahami arti penting konsep relokasi kawasan

permukiman. Penelitian ini akan berusaha memberikan evaluasi tindakan

yang perlu dilakukan oleh pemilik rumah relokasi untuk perbaikan kondisi

ekonomi, sosial, dan lingkungan;

(9)

3. manfaat untuk pengambilan kebijakan dapat menjadi evaluasi atas kebijakan untuk tetap menyediakan perumahan relokasi bagi masyarakat yang tinggal di kawasan kumuh utamanya di sekitar sungai Bengawan Solo. Kajian ini akan dikaitkan dengan persepsi dan preferensi masyarakat yang saat ini menempati perumahan relokasi. Akhirnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai input dalam pelaksanaan kebijakan yang sama di masa mendatang.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan ini mengacu pada buku pedoman dan struktur tesis yang sudah dihasilkan oleh mahasiswa sebelumnya. Buku panduan penulisan dari Magister Ekonomika Pembangunan UGM (2003: 12) menyebutkan bahwa bab I berisi pengantar yang memuat informasi mengenai: 1. latar belakang yang membahas tentang permukiman kumuh di Surakarta, evaluasi kepuasan penghuni rumah relokasi, persoalan komersialisasi rumah relokasi yang terjadi, implikasinya dalam penyediaan aset untuk tata kota; 2. keaslian penelitian yang berisikan uraian untuk membuktikannya bahwa orisinalitas yang muatannya mengenai perbandingan penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang pernah ada; 3. tujuan dan manfaat penelitian; dan 4. sistematika penulisan. Bab II merupakan landasan teoritis dalam menjalankan penelitian ini. Bagian ini berisi tinjauan pustaka dan alat analisis yang berisikan tentang: 1. penelitian terdahulu mengenai penataan kota dengan memberikan aset berupa rumah relokasi, penelitian tentang analisis kepuasan penghuni rumah relokasi; 2. landasan teori/model yang akan dianalisis;

3. hipotesis yang merupakan dugaan sementara dari penelitian; dan 4. penjelasan

(10)

mengenai alat analisis. Bab III berisikan analisis data yang menguraikan cara

penelitian, pemilihan dan pendefinisian operasional variabel, pemilihan dan

penggunaan data, dan cara menganalisis data serta menyajikannya sebagai sebuah

laporan. Bab IV berisikan tentang kesimpulan, keterbatasan, saran. Kesimpulan

merupakan inti sari atau benang merah yang diambil dari pembahasan yang

dilakukan di bab III. Keterbatasan merupakan kekurangan atau kelemahan yang

menjadikan penelitian ini tidak cukup sempurna. Saran merupakan rekomendasi

untuk kepentingan akademis, praktis, dan pengambilan keputusan terkait dengan

tema penelitian.

Gambar

Tabel 1.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses perencanaan masyarakat ikut berpartisipasi dengan melibatkan diri dalam pelaksanaan Musrembangdes namun masyarakat belum bisa terlibat dalam penentuan

Layanan Tuton merupakan bantuan belajar bagi mahasiswa di samping tutorial tatap muka (TTM) yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa. Dalam konteks sistem belajar jarak jauh, sistem

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah virus Covid-19 adalah dengan menerapkan perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di mana dalam penerapannya

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada saluran pemasaran 4, farmer’s share (bagian yang.. Artinya, melalui saluran pemasaran ini, hanya sekitar 40,63% dari harga yang

Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemilihan Perguruan Tinggi Swasta adalah kualitas pengajar, prospek lulusan, pilihan jurusan yang beragam dan tersedia, fasilitas

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

(seharusnya dilakukan) dan tidak baik (tidak pantas dilakukan) oleh anak dalam stadium yang berbeda-beda. Berdasarkan defenisi di atas, dapatlah disimpulkan bahwa “Moral

L : Ya Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib, hanya oleh karena kasihMu kepada orang berdosa ini. P : Ajarilah kami selalu mengingat Tuhan yang mati di kayu