• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI PREKURSOR SKRIPSI AFRAH HAYATI SIREGAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI PREKURSOR SKRIPSI AFRAH HAYATI SIREGAR"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI PREKURSOR. SKRIPSI. AFRAH HAYATI SIREGAR 140802042. PROGRAM STUDI S1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI PREKURSOR. SKRIPSI. DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS. AFRAH HAYATI SIREGAR 140802042. PROGRAM STUDI S1 KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) PERNYATAAN ORISINALITAS. PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI PREKURSOR. SKRIPSI. Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.. Medan,. September 2018. AFRAH HAYATI SIREGAR 140802042. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) PENGESAHAN SKRIPSI. Judul. Kategori. : Pengaruh Waktu Pemanasan terhadap Sintesis carbon dots dari Nanoserat Selulosa Ampas Tebu sebagai Prekursor : Skripsi. Nama. : Afrah Hayati Siregar. Nomor Induk Mahasiswa. : 140802042. Program Studi. : Sarjana (S1) Kimia. Fakultas. : MIPA- Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan, September 2018. Ketua Program Studi,. Pembimbing,. Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si. Saharman Gea, S.Si, M.Si, Ph.D. NIP. 197404051999032001. NIP. 196811101999031001. i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SINTESIS CARBON DOTS DARI NANOSERAT SELULOSA AMPAS TEBU SEBAGAI PREKURSOR ABSTRAK. Ampas tebu merupakan biomassa yang mengandung berbagai senyawa organik, seperti selulosa dan lignin yang memiliki potensi untuk diubah menjadi sumber karbon untuk sintesis carbon dots (CDs). Penelitian ini bertujuan untuk menggunakan nanoserat selulosa ampas tebu sebagai prekursor dalam sintesis CDs. CDs merupakan nanopartikel yang memiliki karakteristik fotoluminisensi yang baik, toksisitas rendah, memiliki daerah absorbansi yang lebar, ramah lingkungan dan mudah untuk disintesis. Pada penelitian ini CDs disintesis melalui metode hidrotermal dengan melakukan variasi waktu sintesis yakni 4, 8 dan 12 jam. Untuk membuktikan bahwa telah terbentuk CDs, maka sampel berupa nanopartikel dianalisis dengan FTIR. Sementara untuk analisa morfologi dengan TEM. dan. kemampuan. absorbansinya. dengan. UV-Vis.. Analisis. FTIR. menunjukkan bahwa CDs terdiri dari ikatan kimia O-H, C-H, C=O, dan C-O-C dengan bilangan gelombang masing-masing 3425,72, 2075,50, 1645,35, dan 1104,29 cm-1. Dengan perlakuan variasi waktu sintesis, sampel CDs menunjukkan spektrum absorbansi pada panjang gelombang 325, 312 dan 278 nm secara berturut-turut. CDs yang disintesis selama 4 jam menunjukkan puncak absorbansi tertinggi, yaitu berada pada 325 nm. Berdasarkan hasil TEM, CDs yang disintesis memiliki hasil morfologi dan ukuran yang berbeda. CDs dengan waktu sintesis 12 jam memiliki hasil TEM terbaik dengan diameter berkisar antara 7,64-21,72 nm dengan diameter rata-ratanya adalah 14,68 nm dan persebaran partikel yang merata di permukaannya.. Kata Kunci : Carbon dots, Hidrotermal, Nanoserat Selulosa, Selulosa, Ledak Uap, Ampas Tebu. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) THE EFFECT OF HEATING TIME ON SYNTHESIS OF CARBON DOTS FROM SUGARCANE BAGGASE NANOFIBERS CELLULOSE AS PRECURSORS. ABSTRACT. Sugarcane Bagasse is a biomass containing various organic compounds, such as cellulose and lignin which have the potential to be converted into carbon sources for synthesis of carbon dots (CDs). This study aims to use the fiber cellulose as a precursor in CDs synthesis. CDs are nanoparticles which have good photoluminization characteristics, low toxicity, wide absorbency, friendly environment and easy to be synthesized. In this study, CDs were synthesized always in the hydrothermal method by varying the synthesized time in 4, 8 and 12 hours. To prove that CDs had been formed, the samples in the form of nanoparticles were analyzed by FTIR. While morphological structure was analyzed by TEM and its absorption ability was analyzed with UV-Vis. FTIR analysis showed that CDs consisted of O-H, C-H, C = O, and C-O-C chemical bond with wave numbers of 3425.72, 2075.50, 1645.35, and 1104.29cm-1 respectively. By varying the synthesis time, CDs samples show absorbance spectra at 325, 312 and 278 nm wavelengths respectively. The synthesized CDs for 4 hours showed the highest peak absorbance, which was 325 nm. Based on TEM results, disintegrated CDs have morphological results and different sizes. CDs with 12-hour synthesizing time was the best TEM results with diameters of 7.64-21.72nm with an average diameter is 14.68 nm and the distribution is evenly distributed on the surface.. Key words:. Carbon dots, Hydrothermal, Nanofiber Cellulose, Cellulose, Steam Explosion, Hydrotermal,Sugarcane baggase. iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) PENGHARGAAN Puji dan Syukur penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik di bidang Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, segala yang Beliau lakukan dan perbuat merupakan sunnah menuju jalan kebenaran. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda tersayang H.Marasonang Siregar dan Ibunda tercinta Farida Hanum yang selalu sabar dan penuh kasih sayang dalam mendidik dan membesarkan penulis serta sebagai motivator terbaik untuk anak-anaknya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua adik penulis Anisah dan Putri yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Kepada Bapak Saharman Gea Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang begitu banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan, bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi dengan baik. Ibu Cut Fatimah Zuhra,M.Si dan Ibu Sovia Lenny S.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama menjalani studi. Kak Sri Rahayu S.Si selaku laboran serta kakak, abang dan teman dalam satu team penelitian diantaranya Kak Tari, Kak Nami, Kak Juli, Kak Suci, Kak Melda, Kak Reka, Abangda Averroes, Abangda Yasir, Satria, Denny, Ardiansyah, Malik dan Rio yang telah membantu serta menyemangati penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsinya. Sahabat seperjuangan dan orang terkasih yaitu Dian Andita, Nabila, Meutia, Allysa, Goldha dan Abangda Ali Muhsin Syam yang selalu memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis serta mendengarkan keluh dan kesah penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsinya. Rekanrekan seperjuangan di stambuk 2014 yang telah menemani seluruh proses awal studi hingga skripsi ini selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang. Medan, September 2018 Afrah Hayati Siregar. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) DAFTAR ISI. PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRAK ABSTRACK PENGHARGAAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Pembatasan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Manfaat Penelitian 1.6 Metodelogi Percobaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu 2.2 Selulosa 2.3 Nanoserat Selulosa 2.4 Metode Ledak Uap 2.5 Carbon dots 2.6 Metode Hidrotermal/ Solvothermal 2.7 Fourier Transform Infrared (FTIR) 2.8 Transmission Electron Microscope (TEM) 2.9 Spektrofotometri UV-Vis BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat 3.2.2 Bahan 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan 3.3.1.1 Larutan NaOH 2% 3.3.1.2 Larutan NaOH 12% 3.3.1.3 Larutan NaOH 17,5% 3.3.1.4 Larutan CH3COOH 7,4% 3.3.1.5 Larutan NaOCl 1,75% 3.3.1.6 Larutan H2O2 10% 3.3.1.7 Larutan HCl 10% 3.3.2 Preparasi Ampas tebu. Halaman i ii iii iv v vii viii ix x 1 4 4 4 5 5. 7 8 9 10 10 12 14 14 15. 16 16 17. 17 17 17 17 17 18 18 18. v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) 3.3.3 Isolasi dan Karakterisasi Serat Selulosa dari Ampas Tebu 3.3.4 Isolasi dan Karakterisasi Nanoserat Selulosa Ampas Tebu 3.3.5 Sintesis carbon dots dari Nanoserat Selulosa Ampas Tebu sebagai Prekursor 3.4 Uji yang dilakukan dalam penelitian 3.4.1 Analisa Gugus Fungsi Menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscope (FT-IR) 3.4.2 Analisa Morfologi dengan TEM 3.4.3 Analisa Fluoresensi dengan Spektrofotometri Uv-Vis. 18 18. 19 19 20. 3.5 Bagan Peneltian 3.5.1 Isolasi Selulosa dari Ampas Tebu 3.5.2 Isolasi Nanoserat Selulosa dari Ampas Tebu 3.5.3 Sintesis Carbon Dots dari Nanoserat Selulosa. 21 22 22. 18. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Hasil Isolasi α-Selulosa dari Ampas Tebu 4.1.2 Hasil Isolasi Nanoserat Selulosa dari α-Selulosa 4.1.3 Hasil Sintesis carbon dots dari nanoserat selulosa sebagai prekursor 4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisa spektrum Fourier Transform Infrared spectroscopy 4.2.2 Analisa Transmission Electron Microscopy 4.2.3 Analisa Fluoresensi dengan Spektrofotometri Uv-Vis. 25 27 29. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran. 30 30. DAFTAR PUSTAKA. 31. 23 23 24. LAMPIRAN. vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) DAFTAR TABEL. Nomor Judul. Halaman. 4.1. Bilangan Gelombang dari Gugus Fungsi α-selulosa, dan Nanoserat Selulosa. 26. 4.2. Bilangan Gelombang dari Gugus Fungsi carbon dots dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam.. 26. Tabel. vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR GAMBAR. Nomor Judul Gambar 2.1 Struktur Kimia dari CQDs 4.1 (a) Serat Ampas tebu, (b) Serat α-Selulosa yang diisolasi dari Ampas tebu 4.2 Hasil isolasi nanoserat selulosa dari α-selulosa ampas tebu 4.3 Hasil Sintesis CDs dengan variasi waktu yang berbeda (a) 4 jam (b) 8 jam dan (c) 12 jam 4.4 Spektra FT-IR dari α-selulosa, nanoserat selulosa dan carbon dots dengan variasi waktu pemanasan 4, 8 dan 12 jam 4.5 Morfologi dan histogram CDs dengan waktu sintesis 4 jam 4.6 Morfologi dan histogram CDs dengan waktu sintesis 8 jam 4.7 Morfologi dan histogram CDs dengan waktu sintesis 12 jam 4.8 Grafik spektrum absorbansi CDs yang diukur dalam rentang waktu yang berbeda. Halaman 11 23 24 24 25. 27 28 28 29. viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) DAFTAR LAMPIRAN. Nomor Judul Lampiran 1 Proses Isolasi α-Selulosa dari Ampas tebu 2 Proses Isolasi Nanoserat Selulosa dari α-Selulosa Ampas tebu 3 Sintesis carbon dots dari nanoserat selulosa sebagai precursor 4 Daerah Absorpsi untuk Gugus Fungsi dari Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin (Oh et al,2005) 5 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 4 jam dengan skala 50 nm 6 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 8 jam dengan skala 500 nm 7 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 12 jam dengan skala 500 nm 8 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Serat Selulosa 9 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Nanoserat Selulosa 10 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Carbon dots 4 jam 11 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Carbon dots 8 jam 12 Analisa Spektrum Gugus Fungsi FTIR Carbon dots 12 jam 13 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 4 jam 14 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 8 jam 15 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 12 jam. Halaman 35 37 38 39 39 40 40 41 42 43 44 45 46 46 47. ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) DAFTAR SINGKATAN. AT FT-IR TEM UV-Vis H2O2 HCl NaOCl NaOH CDs. = Ampas Tebu = Fourier Transform Infrared = Transmission Electron Microscopy = Ultra Violet Visible = Hidrogen Peroksida = Hidrogen Klorida = Natrium Hipoklorit = Natrium Hidroksida = Carbon dots. x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) 1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.. Latar Belakang. Tebu merupakan tanaman perkebunan penting di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan gula. Ampas tebu (sugarcane bagasse) merupakan hasil samping dari proses ekstraksi air tebu yang nantinya digunakan untuk bahan produksi gula, dengan komposisi : 46-52% air, 43-52% sabut dan 2-6% padatan terlarut. Departemen Pertanian Republik Indonesia melaporkan bahwa produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta ton/tahun (Dirjenbun, 2014). Dengan asumsi bahwa persentase ampas dalam tebu sekitar 30-34%, maka pabrik gula yang ada di Indonesia berpotensi menghasilkan ampas tebu rata-rata sekitar 9,90-11,22 juta ton/tahun. Ampas tebu pada umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada proses pembuatan gula sehingga pada prosesnya akan menghasilkan cukup banyak ampas. Ampas tebu padat dari produksi gula dapat dihitung sebagai bahan baku potensial untuk produksi High Refined Cellulose (HRC), yang bisa dikonversi selanjutnya menjadi beberapa produk akhir seperti selulosa asetat, carboxyl methyl cellulose, viscose cellulose dan turunan selulosa lainnya (Supranto, et.al. 2015). Nanoserat selulosa tergolong jenis serat yang berskala nanometer. Untuk memperoleh nanoserat selulosa, metode ledak uap dengan medium alkali merupakan salah satu metode yang efektif untuk memisahkan nanoserat selulosa dari polisakarida non-selulosik, seperti lignin dan hemiselulosa (Fernandes et al, 2015). Metode ledak uap ini diperkenalkan dan dipatenkan oleh Mason et al, pada tahun 1926 sebagai proses awal pengolahan biomassa, yaitu proses yang dilakukan untuk membuka serat dan membuat polimer biomassa tersebut lebih mudah diakses untuk proses selanjutnya, misalnya proses fermentasi, hidrolisis, atau proses desifikasi. Metode ledak uap telah terbukti menjadi teknologi yang berharga dan penting untuk membuka serat biomassa.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) 2. Selain itu, pada nanoserat selulosa ampas tebu terdapat selulosa dengan adanya gugus aktif karboksil dan lignin yang mengandung gugus fenolat. Adanya kandungan selulosa dan lignin pada ampas tebu berpotensi untuk dikonversi menjadi sumber karbon. Material karbon merupakan prekursor yang cocok untuk sintesis carbon dots (CDs) dalam skala besar (Zhang, 2016). Jenis prekursor dapat mempengaruhi ukuran CDs, menentukan gugus fungsi permukaan, serta sifat-sifat penting yang mempengaruhi spesifikasi optik (Mozdbar,2018). Banyak peneliti telah mengkaji berbagai sumber karbon sebagai prekursor terhadap sintesis CDs diantaranya dari asam sitrat (Zhai, et.al. 2012) , susu kedelai (Zhou, et.al. 2012) dan sari jeruk (Sahu, et.al. 2012). CDs telah menarik banyak perhatian karena sifat photoluminescence-nya yang stabil, serta eksitasi dan emisi spektranya yang luas. Selain itu, CDs memiliki sifat biokompatibilitas yang baik, dan sitotoksisitas (cytotoxicity) yang rendah. Bagaimanapun, material yang kaya akan kandungan karbon dapat digunakan untuk mensintesis CDs (Zhou et al, 2012). Kemajuan yang telah dicapai mengenai kajian yang meliputi sintesis, sifat dan aplikasi CDs telah dipaparkan oleh para peneliti. Secara umum, struktur CDs yang dihasilkan dari selulosa terdiri dari microsphere dengan ukuran yang berkisar antara 2–5 µm. CDs microsphere yang dihasilkan ini dapat diperlakukan terlebih lanjut untuk mendapatkan ukuran yang berbeda dan gugus fungsi yang berbeda. CDs dapat disintesis dari berbagai macam metode. Metode dalam sintesis CDs secara umum diklasifikasikan ke dalam dua cara, yaitu: metode topdown dan bottom-up (Baker dkk, 2010). Metode top-down merupakan metode sintesis secara fisika meliputi laser ablation method, arc discharge method, dan plasma treatment, sedangkan metode bottom-up merupakan metode sintesis secara kimia yang meliputi sintesis elektrokimia, sintesis hidrotermal, sintesis microwave dan support assisted synthesis. Metode hidrotermal merupakan metode sintesis sederhana dengan prinsip pemanasan menggunakan kadar oksigen yang rendah (Dewi,2016). CDs telah disintesis dari jelaga lilin dengan reaksi hidrotermal (Liu et.al, 2011). Senyawa ini memiliki berbagai jenis aplikasi yang menarik perhatian para peneliti, seperti potensinya sebagai super kapasitor, katalis, dan adsorben. Khairani (2017) telah berhasil mensintesis CDs melalui metode hidrotermal dengan melakukan variasi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) 3. temperatur yakni berkisar antara 140–160⁰C dan waktu sintesis yakni 15–300 menit. Peningkatan temperatur dan waktu sintesis menyebabkan pergeseran puncak bilangan gelombang ikatan C-N, seiring dengan meningkatnya panjang gelombang absorbansi. Hal ini mengindikasikan bahwa ikatan C-N memberikan pengaruh terhadap kemampuan absorbansi CDs. Hasil uji fotoluminesensi menunjukkan bahwa peningkatan temperatur dan waktu reaksi menyebabkan pergeseran puncak gelombang emisi ke arah panjang gelombang lebih kecil dan menurunkan intensitas emisi. Berdasarkan uraian di atas, penulis berkeinginan melaksanakan penelitian dalam pengaruh waktu pemanasan terhadap sintesis CDs dari nanoserat selulosa ampas tebu sebagai prekursor dengan metode sintesis hidrotermal sehingga menghasilkan sebuah material yang dapat digunakan untuk berbagai bidang industri serta meningkatkan nilai ekonomis dari limbah ampas tebu.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) 4. 1.2.. Permasalahan. a. Dapatkah nanoserat ampas tebu diisolasi dengan metode ledak uap? b. Dapatkah nanoserat selulosa ampas tebu menjadi. prekursor dalam. pembuatan CDs? c. Bagaimanakah pengaruh waktu pemanasan terhadap sintesis CDs?. 1.3.. Pembatasan Masalah. Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada : 1. Ampas tebu yang digunakan dalam penelitian berasal dari Perkebunan Gula Kualamadu Sumatera Utara 2. Isolasi nanoserat selulosa dilakukan dengan metode ledak uap (Steam explosion) dari ampas tebu 3. Dalam penelitian ini nanoserat selulosa dari ampas tebu digunakan sebagai prekursor 4. Proses karbonisasi dilakukan menggunakan furnace pada suhu 5500C 5. Proses sintesis CDs dilakukan dengan metode hidrotermal 6. Pemanasan dilakukan pada suasana asam dengan menggunakan campuran larutan asam nitrat dan asam sulfat dengan volume 40mL dengan perbandingan volume 1:3 pada variasi waktu 4,8,dan 12 jam masingmasing pada suhu 1000C 7. Karakterisasi nanoserat selulosa dan CDs dilakukan menggunakan uji FTIR, TEM, dan UV-Vis.. 1.4.. Tujuan Penelitian. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk : 1. Untuk memanfaatkan nanoserat selulosa dari ampas tebu sebagai prekursor pembuatan CDs 2. Untuk mengetahui sifat morfologi dari struktur CDs melalui serangkaian Uji Morfologi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) 5. 1.5.. Manfaat Penelitian. a. Limbah ampas tebu tidak hanya dijadikan sebagai hasil buangan, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber selulosa sehingga menghasilkan produk yang bermanfaat seperti CDs b. Selulosa merupakan limbah organik yang umumnya tidak digunakan. Penelitian ini dapat mengurangi volume limbah yang dapat menyebabkan kerugian. c. CDs merupakan salah satu bahan yang luas digunakan di dunia sebagai bahan elektronik, sehingga penelitian ini dapat meningkatkan nilai ekonomis.. 1.6.. Metodelogi Percobaan. Penelitian ini dimulai dengan 4 tahap sebagai berikut : a. Tahap pertama yaitu perlakuan terhadap limbah ampas tebu yang direndam di dalam air bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari, kemudian dipotong kecil-kecil b. Tahapan kedua yaitu isolasi dan karakterisasi serat selulosa ampas tebu dengan cara merendam ampas tebu dengan sodium hidroksida (NaOH) 2% selama 24 jam kemudian ampas tebu disaring dan direndam ke dalam NaOH 12% , lalu dimasukkan ke dalam alat autoklaf untuk proses ledak uap (steam explosion). Proses ledak uap dilakukan selama 2 jam pada suhu 1300C dengan tekanan 180 kPa, kemudian dicuci hingga pH 7. Serat hasil ledak uap tersebut kemudian diputihkan dengan campuran larutan NaOH 17,5% dan asam asetat 7,4% (masing-masing 100 mL) dengan larutan NaOCl dengan perbandingan campuran volume larutan 1:3 kemudian direaksikan dengan H2O2 10%, kemudian dipanaskan pada suhu 700C selama 2 jam , lalu disaring dan serat yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven pada suhu 500C hingga kering. sehingga diperoleh serat. selulosa.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) 6. c. Tahap ketiga yaitu isolasi dan karakterisasi nanoserat selulosa dari ampas tebu dengan cara menghidrolisis serat selulosa ampas tebu menggunakan asam klorida 10% selama 3 jam di dalam ultrasonikator. Kemudian serat dikeluarkan dari dalam ultrasonikator dan dicuci hingga pH 7, dihomogenisasi dengan alat high stear homogenizer dengan kecepatan 8.000 rpm selama 15 menit, lalu dikeringkan suspensi di dalam oven pada suhu 500C hingga kering sehingga diperoleh nanoserat selulosa. d. Tahap keempat yaitu sintesis CDs dengan metode hidrotermal dengan cara membakar nanoserat selulosa dengan suhu 5500C pada furnace. Kemudian ditambahkan secara merata 30 mg carbon yang dihasilkan ke dalam 40 mL larutan asam nitrat dan asam sulfat dengan perbandingan volume 1:3 dan dilakukan pemanasan dengan variasi waktu 4, 8 dan 12 jam masing-masing pada suhu 1000C. Kemudian larutan dinetralkan dengan penambahan NaOH 1 M dan disaring dengan menggunakan membran filtrasi dengan ukuran 0,22 µm.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) 7. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Tebu. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki peranan penting dalam kehidupan. Di Indonesia sendiri, sejak zaman kolonialisme, tebu dianggap sebagai komoditi terbesar. Umumnya, tebu diproduksi untuk memenuhi konsumsi gula sebagai bahan sumber kalori (Habibi et al., 2010). Departemen Pertanian Republik Indonesia melaporkan bahwa produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta ton/tahun (Dirjenbun, 2014). Tingginya. produksi. tebu. untuk. memenuhi. kebutuhan. konsumsi. gula. menghasilkan sisa pengolahan berupa ampas tebu. Struktur utama dari residu pertanian ini merupakan selulosa yang merupakan polimer alam (Habibi et al., 2010) Pada dekade terakhir, pemanfaatan hasil samping proses pengolahan tebu tidak mendapat perhatian yang besar kecuali tetes tebu yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan etanol, monosodium glutamate (MSG), pakan ternak, pupuk, papan partikel, pulp, dan bahan bakar boiler di pabrik gula. Dalam proses produksi gula, tebu-tebu yang digunakan menghasilkan ampas tebu sebanyak 35-40% dan yang termanfaatkan hanya 5% (Misran, 2005). Mengingat besarnya produksi gula di Indonesia sendiri mengindikasikan bahwa sangat sedikit pemanfaatan ampas tebu yang didaur ulang. Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung lignoselulosa dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif seperti bioetanol atau biogas. Ampas tebu memiliki kandungan selulosa 52,7%, hemiselulosa 20,0%, dan lignin 24,2% (Samsuri et al., 2007). Adanya kandungan selulosa dan lignin pada ampas tebu berpotensi untuk dikonversi menjadi sumber karbon.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) 8. 2.2. Selulosa. Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam dan ammonia (Brown dan Saxena, 2007). Selulosa merupakan komponen utama dari semua bahan tanaman, sekitar setengah atau satu per tiga dari jaringan tanaman dan bertambah secara konstan melalui fotosintesis, dengan perkiraan biosintesis 1011 ton/tahun. Secara khusus, selulosa merupakan komponen utama pada tumbuhan tinggi, termasuk kayu, kapas, ampas tebu dan lainnya. Selulosa merupakan bahan baku potensial yang besar untuk sejumlah industri dan telah menciptakan banyak penelitian (Sun,et.al. 2004). Secara kimiawi, selulosa merupakan polisakarida yang tersusun oleh monomer glukosa monosakarida dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa. Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4- glikosidik. Jumlah selulosa dalam suatu serat bervariasi menurut sumbernya dan umumnya berkaitan dengan bahan seperti. air, lilin,. pektin, protein, lignin dan substansi mineral. Selulosa yang diperoleh dari kayu memerlukan proses yang panjang untuk menghilangkan hemiselulosa dan lignin (Bhimte dan Tayade, 2007). Bahan berbasis selulosa sering digunakan karena memiliki sifat mekanik yang baik seperti kekuatan dan modulus regang yang tinggi, kemurnian tinggi, kapasitas mengikat air tinggi, dan struktur jaringan yang sangat baik (Gea, dkk., 2011). Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil disebabkan adanya ikatan hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh. Serat selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter) yang tinggi selama proses produksi. Selulosa pada serat tanaman pada umumnya adalah komponen organik yang paling dominan pada kebanyakan biomassa. Pada ampas tebu kandungan selulosa dilaporkan setinggi 35,3% kalsium hidroksida, 32-44% besi klorida, 3550% asam hidroklorit, 32-44% asam nitrat, 45,5% hidrogen peroksida, 47.551.1% asam sulfat, 40-41.5% kalium hidroksida.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) 9. 2.3. Nanoserat Selulosa. Berbagai jenis tanaman telah dimanfaatkan untuk diekstraksi nanoseratnya dari dinding selnya antara lain beberapa jenis buah seperti stroberi, pir, rambutan (Niimura, et al, 2010), apel (Ifuku, et al, 2011), dan pisang. (Zuluaga, et al, 2007). Ketiga penelitian tersebut mengindikasikan penggunaan sumber nanoserat selulosa dari buah-buahan dapat digunakan sebagai material organik. Selain itu, penggunaan tanaman-tanaman konsumsi sebagai sumber utama nanoserat selulosa dilakukan karena memiliki jumlah lignin dan hemiselulosa sedikit dibandingkan tanaman-tanaman kayu sehingga proses defibrilasi terjangkau dari segi biaya dan energi (Nechyporchuk, et.al., 2016). Umumnya serat selulosa memiliki ketebalan 10-50 µm, dan setiap dinding sel memiliki lapisan-lapisan yang ketebalannya mencapai 1-5 µm (Chinga-Carrasco, 2011). Dengan demikian, isolasi nanoserat selulosa dilakukan dengan cara menghilangkan lignin dan hemiselulosa melalui proses delignifikasi pada media alkali. Selanjutnya, dilakukan proses mekanik sehingga nanoserat dapat diperoleh. Namun, proses isolasi serat menemui kesulitan akibat perbedaan ukuran serat yang dicapai sehingga keseragaman tak tercapai (Chen et al., 2011). Nanoserat selulosa dalam dunia industri didefenisikan sebagai serat yang memiliki diameter 0-100 nm. Nanoserat selulosa semakin menarik karena sifat karakteristik unik mereka seperti permukaan yang besar terhadap volume, luas permukaan yang tinggi, sifat mekanik yang baik termasuk modulus Young yang tinggi, kekuatan tarik yang tinggi serta koefisien ekpansi termal yang rendah dan pembentukan jala yang sangat berpori dibandingkan dengan serat komersial lainnya (Nishino et al, 2004). Gugus fungsi hidroksil pada selulosa juga memungkinkan untuk dimodifikasi secara kimia untuk aplikasi lebih lanjut. Biokompatibilitas, non-toksisitas, dan biodegradibilitas dari nanomaterial selulosa merupakan sifat penting yang dapat diterapkan dalam aspek aplikasi biokimia dan biomedis. Semua fitur ini membuat material mikroserat selulosa menjadi sangat menjanjikan terhadap nanoteknologi. Beberapa peneliti terdahulu telah berhasil mengisolasi nanoserat selulosa dengan menggunakan metode ledak uap. Sebagai contoh, Chirayil, et al (2014) telah berhasil mengisolasi dan mengkarakterisasi nanoserat selulosa dari tanaman Helicteres isora.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 10. 2.4. Metode Ledak Uap. Metode untuk mengisolasi dan membuat selulosa sangat penting untuk digunakan dalam produk bernilai tinggi. Berbagai metode untuk pembuatan dan pengisolasian nanoserat selulosa telah dilaporkan, dan umumnya dapat diklasifikasikan sebagai metode mekanis dan kimia. Metode mekanis meliputi homogenisasi,. mikrofluidisasi,. campuran. berkecepatan. tinggi,. intense. ultrasonication, dan cryocrushing. Sedangkan metode kimia meliputi perlakuan metode asam dan basa, dan TEMPO. Metode isolasi mekanis biasanya lebih ramah lingkungan dibandingkan metode kimia (Yang et al., 2017). Proses ledak uap dapat memisahkan lignin dari serat selulosa dengan medium basa akali. (Gea, et.al. 2018). Metode ledak uap digunakan sebagai pretreatment dalam ekstraksi fermentasi gula dari limbah pertanian untuk menghasilkan etanol. Metode ledak uap beroperasi di bawah kondisi uap bertekanan tinggi, meruntuhkan dinding sel tanaman. Hal ini memudahkan proses hidrolisis hemiselulosa menjadi glukosa atau xilosa yang menghasilkan penggunaan bahan kimia yang lebih sedikit. Beberapa penelitian terbaru menggunakan metode ledak uap untuk mengekstrak nanoserat selulosa. Kaushik dan Singh (2011) memperoleh nanoserat selulosa dengan diameter 10-50 nm dari jerami gandum dengan menggunakan metode alkali ledak uap diikuti dengan homogenisasi bertekanan tinggi. Deepa.et.al. (2011) memperoleh mikroserat selulosa dengan diameter rata-rata 1 µm dari serat pisang dengan bantuan metode alkali ledak uap yang diikuti dengan metode bleaching dan hidrolisis asam (Yang, et al. 2017).. 2.5. Carbon Dots. Carbon berbasis quantum dots terdiri dari graphene quantum dots (QGDs) dan carbon dots (C-dots or CDs) merupakan kelas baru dari karbon nanomaterial. Material ini pertama kali didapatkan selama pemurnian dari single-walled carbon nanotube melalui proses elektroforesis pada tahun 2004 dan kemudian melalui laser ablasi bubuk grafit dan semen pada tahun 2006. CDs dengan sifat yang menarik secara bertahap menjadi bahan baru nanokarbon yang tidak berbahaya, murah dan melimpah dialam (Wang dan Hu, 2014). Gambar 2.1 menunjukkan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) 11. struktur kimia umum dari CDs. Ikatan yang terdapat pada CDs terdiri dari beberapa gugus fungsi yang saling berikatan membentuk CDs dengan karakteristik yang berbeda dari karbon biasa. Umumnya gugus fungsi yang terdapat pada CDs menunjukkan ikatan ONH-COONH.. Gambar 2.1 Struktur kimia dari CDs. (Lim, Shen, dan Gao, 2014). Karbon umumnya merupakan material hitam, dan umumnya dianggap memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan fluoresensi yang lemah. Pemisahan berdasarkan ukuran partikel karbon dilakukan dalam campuran pelarut dengan kombinasi sentrifugasi kecepatan tinggi. Partikel karbon larut dalam air, etanol dan aseton namun tidak larut dalam kloroform (Gea, et al, 2018). Sedangkan CDs memiliki kelarutan dan fluoresensi yang kuat yang disebut sebagai carbon nanolights. Selama beberapa tahun terakhir berbagai kemajuan yang telah dicapai mengenai kajian yang meliputi sintesis, sifat dan aplikasi CDs yang telah dipaparkan oleh para peneliti. Baker dkk (2010) menyebutkan CDs berpotensi sebagai bahan dasar fotokatalis, konversi energi, maupun optoelektronika. Dibandingkan dengan semikonduktor tradisional CDs dan pewarna organik, photoluminescent CDs lebih unggul dalam hal kelarutan yang tinggi, kelembaman kimiawi yang kuat, modifikasi yang mudah dan resistensi yang tinggi terhadap photobleaching. Sifat biologis yang unggul dari CDs, seperti toksisitas rendah dan biokompatibilitas yang baik, dipercayakan sebagai aplikasi potensial dalam bioimaging, biosensor, dan biomolekul / drug delivery. Sifat elektronik yang sangat baik dari CDs sebagai donor dan akseptor menyebabkan chemiluminescence dan luminescence elektrokimia memberikan potensi yang luas dalam optronik, katalisis dan sensor (Wang dan Hu, 2014).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) 12. CDs merupakan material yang termasuk dalam kelas karbon dimensi nol yang memiliki struktur karbon sp2. Karena bentuknya, CDs menghasilkan beberapa. sifat. yang. unik. seperti. photoluminescence. dan. electrochemiluminescence. CDs memiliki berbagai kemampuan unggul dari pewarna organik dalam hal kestabilan terhadap cahaya, fotobleaching dan blinking. Dengan keunggulan sifatnya, kajian intensif mengenai CDs terus berkembang dengan cepat hingga saat ini. Untuk mensintesis CDs dapat dilakukan dalam beberapa metode yang berbeda. Kebanyakan metode yang digunakan memerlukan peralatan yang cukup rumit, katalis dan bahan-bahan kimia yang tidak baik terhadap lingkungan. Namun, dari beberapa metode tersebut, metode karbonisasi hidrotermal memiliki biaya yang murah, ramah lingkungan dan tidak berbahaya untuk memproduksi material berbasis karbon baru dari berbagai prekursor (Wang dan Hu, 2014).. 2.6. Metode Hidrotermal/ Solvothermal. Karbonisasi Hidrotermal (HTC) atau Karbonisasi Solvotermal memiliki biaya yang murah, ramah lingkungan dan tidak berbaya untuk memproduksi material berbasis karbon baru dari berbagai prekursor. Khususnya, larutan prekursor organik ditutup dan direaksikan di dalam reaktor hidrotermal pada suhu tinggi. CDs telah disediakan melalui HTC dari banyak prekursor seperti glukosa, asam sitrat, kitosan, jus pisang, dan protein (Wang dan Hu, 2014). Mohapatr et.al (2012) telah menyiapkan CDs dengan photoluminescence yang tinggi dengan QY 26% dalam satu tahap dengan perlakuan hidrotermal jus jeruk yang diikuti dengan sentrifugasi. CDs dengan ukuran 1,5–4,5 nm ini diaplikasikan dalam bioimaging karena fotostabilitasnya yang tinggi dan toksisitas yang rendah. Liu et al. (2012) melaporkan satu langkah sintesis aminofunctionalized fluoresensi CDs dengan karbonisasi hidrotermal kitosan pada suhu 180°C selama 12 jam. Didapatkan bahwa sintesis amino-functionalized fluoresensi CDs dapat digunakan secara langsung sebagai agen bioimaging baru. Karbonisasi hidrotermal diikuti dengan ekstraksi dengan pelarut organik merupakan pendekatan yang umum untuk mempersiapkan CDs. Khususnya, Senyawa yang menghasilkan karbon dengan perlakuan panas pada pelarut organik. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 13. dengan titik didih tinggi, diikuti dengan ekstraksi dan konsentrasi. Buhnia et al. (2013) mensintesis dua jenis CDs, hidrofobik dan hidrofilik dengan diameter lebih kecil dari 10 nm dari karbonisasi karbohidrat. Bagian hidrofobik diproduksi dengan mencampurkan jumlah karbohidrat yang berbeda dengan octadecylamine dan octadecene sebelum dipanaskan hingga 70-300°C selama 10-30 menit. Bagian hidrofilik dapat disintesis dengan memanaskan larutan karbohidrat dalam rentang pH yang lebar. CDs hidrofilik emisi kuning dan merah juga bisa disintesis dengan mencampurkan larutan karbohidrat dengan konsentrasi asam fosfat yang diikuti dengan pemanasan pada suhu 90°C selama 60 menit (Wang dan Hu, 2014). Sintesis CDs dengan metode microwave menggunakan bahan sulfur, urea dan citric acid telah berhasil disintesis. Pada masing-masing kondisi dibuat dengan variasi waktu sintesis yang berbeda-beda yaitu 5, 15, 25, 35, 45 dan 55 menit. Hasil sintesis c-dots dengan variasi waktu sintesis berbeda menunjukan pergeseran warna dari kuning muda menjadi coklat tua. Emisi cahaya CDs yang diamati dalam cahaya UV menunjukan perpendaran warna hijau kekuningan. Meningkatnya lama waktu sintesis menyebabkan penyerapan spektrum absorbansi yang dihasilkan semakin luas dan semakin rendah nilai energi gapnya yaitu pada rentang 1,7-2,1 eV. Hal ini mengindikasikan bahwa efek waktu sintesis mempengaruhi sifat optik CDs yang dihasilkan (Dany,2015). CDs juga telah berhasil disintesis melalui metode hidrotermal dengan melakukan variasi temperatur yakni berkisar 140–160⁰C dan waktu sintesis yakni 15–300 menit. Analisis FTIR menunjukkan bahwa sampel CDs terdiri dari ikatan kimia C-N, C=C, C=N/C=O, C-O-C dan O-H. Peningkatan temperatur dan waktu sintesis menyebabkan pergeseran puncak bilangan gelombang ikatan C-N, seiring dengan meningkatnya panjang gelombang absorbansi. Hal ini mengindikasikan bahwa ikatan C-N memberikan pengaruh terhadap kemampuan absorbansi CDs. Hasil uji fotoluminesensi menunjukkan bahwa peningkatan temperatur dan waktu reaksi menyebabkan pergeseran puncak gelombang emisi ke arah panjang gelombang lebih kecil dan menurunkan intensitas emisi. Sampel dengan absorbansi tertinggi memiliki emisi pada panjang gelombang 434 nm yang diidentifikasi sebagai warna biru. Dari hasil uji fototermal didapatkan bahwa kenaikan temperatur tertinggi terjadi pada sampel yang memiliki panjang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 14. absorbansi tertinggi (656 nm) yakni sebesar 7⁰C dengan nilai koefisien konversi fototermal sebesar 5,17%. (Khairani, 2017).. 2.7. Fourier Transform Infrared (FTIR). Pada dasarnya Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) adalah sama dengan Spetrofotometer Infrared dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel. Dasar pemikiran dari FTIR adalah dari persamaan gelombang yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier (1768-1830). Seorang ahli matematika dari Perancis Darieret Fourier menyatakan intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform). Penyediaan gugus fungsi rantai karbon perlu dilakukan untuk mengkaji keberadaan CDs. Gugus fungsi CDs diperoleh dari pengukuran FTIR. Hasil yang diperoleh seperti Sahu dkk (2012) mengamati keberadaan functional groups seperti –OH, C-H dan C=O pada CDs yang dihasilkan dari orange juice. Perubahan pada gugus fungsi dapat menjadi salah satu cara sederhana untuk mengestimasi secara tidak langsung terbentuknya CDs (Dany, 2015).. 2.8. Transmission Electron Microscope (TEM). Transmission Electron Microscope (TEM) merupakan jenis mikroskop elektron yang memiliki tiga sistem penting yaitu sebagai senapan elektron, yang menghasilkan berkas elektron, sistem kondensor yang memfokuskan sinar ke objek, sebagai sistem penghasil gambar yang terdiri dari lensa objektif, tahap spesimen bergerak, lensa antara dan proyektor, yang memfokuskan elektron melewati spesimen untuk membentuk gambar yang nyata, diperbesar, dan sebagai sistem perekaman gambar, yang mengubah citra elektron ke dalam beberapa bentuk yang terlihat oleh mata manusia. TEM adalah alat yang sangat kuat untuk ilmu material. Sinar elektron berenergi tinggi bersinar melalui sampel yang sangat tipis, dan interaksi antara elektron dan atom dapat digunakan untuk mengamati fitur seperti struktur kristal. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) 15. dan struktur seperti dislokasi. Analisis kimia juga bisa dilakukan. TEM dapat digunakan untuk mempelajari pertumbuhan lapisan, komposisi dan cacat pada semikonduktor. Resolusi tinggi dapat digunakan untuk menganalisis kualitas, bentuk, ukuran dan quantum wells, wires and dots. Pada. dasarnya. karakterisasi. TEM. untuk. nanopartikel. CDs. mendistribusikan diameter rata-rata kurang dari 50 nm dan memperlihatkan struktur berbentuk bola-bola kecil. Partikel CDs berbentuk bola dengan ukuran partikel yang beragam bergantung pada teknik sintesis dan jenis prekursor yang digunakan. Skala 100 nm mempresentasikan citra TEM yang terakumulasi pada ukuran diameter diatas 10 nm. Hal ini telah menunjukkan bahwa adanya perbedaan untuk setiap analisis diameter nanopartikel CDs dengan menggunakan TEM berdasarkan skala yang berbeda (Jumardin, 2017).. 2.9. Spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif. CDs yang disintesis dengan metode yang berbeda memiliki sifat optik dan absorbansi yang berbeda pula. Absorbsi oleh CDs diamati pada rentang UV, yang mana menunjukkan transisi dari core dan surface state, n-π* dan π-π*, gugus fungsi atau efek ukuran kuantum. CDs yang disintesis dengan metode fisika dan kimia menunjukkan satu atau dua puncak absorbansi pada 260-360 nm dalam rentang UV untuk Spektroskopi UV-Vis (Soni dan Maria, 2016).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) 16. BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar Kimia (LIDA) USU, Laboratorium Kimia Fisika USU, Laboratorium Polimer FMIPA USU, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian USU. Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM, Laboratorium FMIPA UNS pada bulan Maret sampai Juli 2018.. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1. Alat. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah: Nama Alat. Merek. Alat alat gelas. Pyrex. Neraca analitis. Toledo. Oven. Carbolite. Indikator pH Universal. Sartorius. Termometer. Fischer. Hot plate. Cimarec. Magnetic Stirrer Kertas Saring. Whatmann No.1. Seperangkat Alat FTIR. Shimadzu. Autoclave. High-pressure steam sterilization 315. High shear homogenizer. IKA T25 digital ultra turrax. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) 17. 3.2.2 Bahan-Bahan Penelitian. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Bahan. Merek. Ampas Tebu. Perkebunan Gula Kualamadu. NaOH. Merck. H2O2. Merck. Aquadest(l). Merck. HNO3. Merck. H2SO4. Merck. HCl. Merck. NaOCl. Merck. CH3COOH. Merck. Membran Dialisis 0,22 µm. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Pembuatan Larutan. 3.3.1.1 Larutan NaOH 2% Sebanyak 20 gram NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan. 3.3.1.2 Larutan NaOH 12 % Sebanyak 120 gram NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan. 3.3.1.3 Larutan NaOH 17,5 % Sebanyak 175 gram NaOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan. 3.3.1.4 Larutan CH3COOH 7,4% Sebanyak 74 mL CH3COOH dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan. 3.3.1.5 Larutan NaOCl 1,75% Sebanyak 145,833 mL NaOCl dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) 18. 3.3.1.6 Larutan H2O2 10% Sebanyak 333 mL H2O2 diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan. 3.3.1.7 Larutan HCl 10% Sebanyak 270 mL HCl 37% diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas, dihomogenkan.. 3.3.2. Preparasi Ampas Tebu Ampas Tebu dipotong-potong kecil kemudian dikeringkan di bawah sinar. matahari sampai kering.. 3.3.3. Isolasi dan Karakterisasi Serat Selulosa dari Ampas Tebu Ampas tebu dibersihkan lalu direndam dengan aquadest kemudian. dikeringkan,lalu dipotong kecil-kecil. Kemudian direndam dengan sodium hidroksida (NaOH) 2% selama 24 jam. Dibuang hasil rendaman lalu direndam dengan NaOH 12% kemudian dilakukan metode ledak uap (steam explosion) menggunakan autoklaf selama 2 jam dengan temperatur 130ºC dan tekanan 180 kPa. Dilepaskan tekanan tiba-tiba, dikeluarkan sampel dari dalam autoklaf kemudian dicuci hingga pH 7. Kemudian diputihkan dengan campuran larutan NaOH 17,5% dan asam asetat 7,4% (masing-masing 100 mL) dengan larutan NaOCl 1,75% dengan perbandingan volume larutan 1:3 kemudian direaksikan dengan H2O2 10% dan dipanaskan pada suhu 70ºC selama 2 jam. Kemudian disaring dan dicuci dengan air. Lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 50ºC hingga kering.. 3.3.4. Isolasi dan Karakterisasi Nanoserat Selulosa Ampas Tebu Serat selulosa hasil ledak uap dihidrolisis menggunakan HCl 10% selama. 3 jam di dalam Ultrasonikator. Kemudian dikeluarkan dari dalam Ultrasonikator dan dicuci dengan aquadest hingga pH 7. Dihomogenkan menggunakan high shear homogenizer dengan kecepatan 8.000 rpm selama 15 menit. Dikeringkan suspensi di dalam oven pada suhu 50oC hingga kering.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) 19. 3.3.5 Sintesis carbon dots dari Nanoserat Selulosa Ampas Tebu sebagai Prekursor Dilakukan pembakaran nanoserat selulosa ampas tebu dengan furnace dengan laju pemanasan 10oC min-1 pada suhu 550 oC. Ditambahkan secara merata 30 mg carbon yang dihasilkan ke dalam 40 mL larutan asam nitrat dan asam sulfat dengan perbandingan volume 1:3 dan dilakukan pemanasan dengan variasi waktu 4, 8 dan 12 jam pada suhu 100oC. Kemudian larutan dinetralkan dengan penambahan NaOH 1M dan disaring dengan menggunakan membran filtrasi dengan ukuran pori 0,22 µm. Setelah itu material carbon dots yang dihasilkan dikarakterisasi dengan FT-IR, UV-Vis dan TEM. (Cheng,et.al. 2017).. 3.4. Uji yang dilakukan dalam penelitian. 3.4.1. Analisa Gugus Fungsi Menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscope (FT-IR) Analisa gugus fungsi dilakukan untuk sampel selulosa, nanoserat selulosa. dan carbon dots dalam variasi waktu 4, 8 dan 12 jam. Pengujian dengan Fourier Transform Infrared Spectroscope (FT-IR) menunjukkan bagaimana nanopartikel karbon berinteraksi dengan infra merah menunjukkan vibrasi dalam bentuk pita serta memberikan informasi komposisi ikatan yang terjadi pada atom unit karbon di dalam carbon dots. Analisa FT-IR dilakukan menggunakan alat Shimadzu IRPrestige-21 pada suhu ruang yang dilaksanakan di Laboratorium FMIPA, UNS. Pengukuran pertama adalah mengukur dan menentukan serapan panjang gelombang pelarut. Pelarut diteteskan ke dalam lempengan berupa kaca bening (lapisan tipis) sebanyak 1 ml. Selanjutnya, di masukkan ke dalam holder. Kemudian pelarut diidentifikasi gugus fungsinya menggunakan spektrofotometer FTIR pada rentang panjang gelombang (450-4000 cm-1). Gugus fungsi yang teridentifikasi dibandingkan dengan puncak serapan pada literatur.. 3.4.2 Analisa Morfologi dengan TEM Analisa. morfologi. permukaan. nanopartikel. CDs. dikarakterisasi. menggunakan TEM (Transmission Electron Microscopy, FEI Tecnai G2 20STwin) 200 kV. Pengukuran dilaksanakan di Laboratorium MIPA, UGM. Sampel. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) 20. CDs yang diuji adalah CDs hasil sintesis dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam. Nanopartikel CDs dalam bentuk larutan, di pindahkan 1 mg/ml ke wadah pengukuran. Selanjutnya dibiarkan kering untuk beberapa menit dan setelah kering CDs tersebut dimasukkan ke dalam spot atau holder TEM untuk pengambilan gambar secara morfologi dengan perbesaran 50-500 nm. Dari analisa permukaan menggunakan TEM dapat dihitung ukuran carbon dots dengan menggunakan software image J.. 3.4.3 Analisa Fluoresensi dengan Spektrofotometri Uv-Vis Spektrofotometer UV-Vis merupakan spektrofotometer yang dapat mengukur kemampuan absorbansi material pada daerah ultraviolet (250 nm 1100 nm). Sifat absorbansi CDs diukur menggunakan Sepektrofotometer UV Vis (Ocean Optics MAYA 2000 Pro) untuk mengetahui pendaran cahaya dan intensitas puncak panjang gelombang nanopartikel CDs melalui kabel (fiber opti). Pengukuran ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM. Pengukuran absorbansi dan fluoresensi dirangkai terlebih dahulu untuk menghubungkan masing-masing komponen spektrofotometer UV-Vis dan spektrofluoremeter komputer yang telah di install software Spectra Suite. Sebanyak 2 ml CDs dimasukkan ke kuvet yang dihubungkan langsung dengan spektrofotometer dengan memfokuskan sumber cahaya (lampu halogen) ke kuvet tersebut. Pengukuran emisi fluoresensi dilakukan dengan metode menembakkan sinar laser (10±450 nm) ke arah sampel dengan posisi tegak lurus. Emisi fluoresensi diteruskan oleh serat optik dan diterima oleh spektrofluoremeter sehingga terbaca pada konektor monitor PC.. Hasil dari detektor berupa data absorbansi cahaya yang diserap oleh sampel pada panjang gelombang tertentu. Absorbansi panjang gelombang menunjukkan karakter dari suatu partikel atau senyawa. Nilai absorbansi menunjukkan jumlah partikel yang terbentuk. Semakin besar ukuran partikel maka semakin besar panjang gelombang yang terserap karena partikel lebih besar memiliki atom yang lebih banyak untuk menyerap panjang gelombang dari sumber cahaya (Octavia, 2014).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) 21. 3.5. Bagan Peneltian. 3.5.1. Isolasi Selulosa dari Ampas Tebu. Ampas Tebu Dipotong-potong hingga kecil Direndam dengan NaOH 2% selama 24 jam Dibuang NaOH 2% yang telah digunakan selama perendaman Ditambahkan NaOH 12% Dimasukkan kedalam autoklaf selama 2 jam dengan suhu 130°C bertekanan180kPa Dikeluarkan serat dari dalam autoklaf Dicuci serat hingga pH 7. Serat Hasil Proses Ledak Uap Diputihkan dengan campuran larutan NaOH 17,5% dan asam asetat 7,4% (masing-masing 100mL) dengan larutan NaOCl 1,75% dengan perbandingan volume campuran Larutan 1:3 Ditambahkan larutan H2O2 10% sambil dipanaskan pada suhu 70°C selama 2 jam Disaring dan dicuci dengan Aquadest Dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C hingga kering. Serat Selulosa dari Ampas Tebu Dikarakterisasi FT-IR. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 22. 3.5.2 Isolasi Nanoserat Selulosa dari Ampas Tebu Serat Selulosa dari Ampas Tebu Dihidrolisis dengan menggunakan HCl 10% selama 3 jam didalam ultrasonikator Dikeluarkan dan dicuci serat dengan aquadest hingga pH netral Dihomogenisasi menggunakan alat homogenizer dengan kecepatan 8.000 rpm selama 15 menit Dikeringkan suspensi di dalam oven dengan suhu 50°C hingga kering Nanoserat Selulosa Dikarakterisasi FT-IR. 3.5.3 Sintesis Carbon Dots dari Nanoserat Selulosa Nanoserat Selulosa dari Ampas Tebu Dibakar menggunakan furnace pada suhu 550°C dan laju pemanasan 10°C/menit Ditambahkan secara merata 30mg carbon yang dihasilkan kedalam 40 mL asam nitrat dan asam sulfat dengan perbandingan volume 1:3 dan dipanaskan larutan diatas penangas minyak dengan variasi waktu 4, 8 dan 12 jam masing-masing pada suhu 100°C. Diamati perubahan warna larutan dari bening menjadi coklat bening dan akhirnya coklat kehitaman Didinginkan hingga suhu ruang Dinetralkan hingga pH 7 dengan penambahan NaOH 1M Disaring dengan menggunakan 0,22µm membran mikropori Carbon Dots Dikarakterisasi. FT-IR. UV-Vis. TEM. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 23. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1. Hasil Penelitian. 4.1.1. Hasil Isolasi α-Selulosa dari Ampas Tebu Sampel berupa ampas tebu diambil dari perkebunan kualamadu yang telah. direndam di dalam air, dibersihkan untuk memisahkan zat pengotor yang terdapat di dalam ampas tebu. Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering dan dipotong kecil-kecil. Melalui serangkaian proses maka di peroleh αselulosa yang berwarna putih. Pada tahap isolasi α-selulosa digunakan sebanyak 50 gram ampas tebu dan pada akhir proses dihasilkan α-selulosa murni sekitar 16 gram (sebanyak 32% dari berat awal ampas tebu). Hasil α-selulosa yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. (a). (b). Gambar 4.1 (a) Serat Ampas Tebu, (b) Serat α-selulosa yang diisolasi dari Ampas tebu α-selulosa yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada selulosa yang diperoleh dari hasil penelitian.. 4.1.2. Hasil Isolasi Nanoserat Selulosa dari α-Selulosa α-selulosa yang dihasilkan dari tahap sebelumnya kemudian dihidrolisis. dengan menggunakan HCl 10% dan di homogenisasi dengan menggunakan homogenizer selama 2 jam dengan kecepatan 8000 rpm kemudian di keringkan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 24. didalam oven pada suhu 50°C. Hasil Isolasi nanoserat selulosa dari α-selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 4.2 Hasil isolasi nanoserat selulosa dari α-selulosa ampas tebu. Nanoserat. selulosa. yang. diperoleh. kemudian. dianalisis. dengan. menggunakan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada nanoserat selulosa yang diperoleh dari hasil penelitian.. 4.1.3. Hasil Sintesis carbon dots dari nanoserat selulosa sebagai prekursor Nanoserat selulosa yang diperoleh pada tahap sebelumnya kemudian. dikarbonisasi dengan menggunakan furnace pada suhu 550°C. Karbon yang dihasilkan disintesis dengan campuran larutan asam nitrat dan asam sulfat dengan perbandingan volume yang telah ditentukan. Proses sintesis CDs dilakukan dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam. Larutan CDs kemudian difiltrasi dengan menggunakan membran filter 0,22 µm untuk menghilangkan zat pengotor yang masih tersisa. Hasil sintesis CDs yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3. Hasil Sintesis CDs dengan variasi waktu yang berbeda (a) 4 jam (b) 8 jam dan (c) 12 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 25. 4.2. Pembahasan. 4.2.1. Analisa spektrum Fourier Transform Infrared spectroscopy Untuk mengetahui karakteristik gugus fungsi yang terdapat pada. permukaan CDs dilakukan karakterisasi FTIR. Gambar 4.4 menunjukkan spektrum FTIR dari α-selulosa, nanoserat selulosa dan CDs dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam. Perbandingan hasil pengukuran FT-IR CDs dari ampas tebu dengan metode hidrotermal pada variasi waktu sintesis menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan tidak terdapat perubahan yang signifikan.. Gambar 4.4. Spektra FT-IR dari α-selulosa, nanoserat selulosa dan carbon dots dengan variasi waktu pemanasan 4, 8 dan 12 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) 26. Tabel 4.1 Bilangan Gelombang α-selulosa dan nanoserat selulosa Bilangan Gelombang (cm-1). Gugus Nanoserat. α-selulosa. Fungsi. Selulosa. 3356,14. 3410. O-H. 2900. 2916. C-H. 1427,32. 1427,32. C=C. 1064. 1064,71. C-O-C. Gambar 4.4 memperlihatkan spektrum FT-IR dari serat α-selulosa dan nanoserat selulosa. Puncak didaerah 3356 dan 3410 cm -1 sesuai dengan O-H yang mengalami peregangan (stretching) pita, yakni karena getaran atau vibrasi dari hidrogen yang terikat pada gugus hidroksil. Puncak pada daerah 2900 dan 2916 cm-1 menunjukkan peregangan getaran pada polisakarida lignin (selulosa dan hemiselulosa) berupa C-H alifatik jenuh. Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 4.4 bahwa puncak 1427.32 cm-1 menunjukkan gugus C=C aromatis yang meregang (stretching) dari cincin aromatis lignin. Untuk nanoserat selulosa intensitas pada puncak 1427.32 cm-1 secara sgnifikan terlihat menurun. Hal ini berhubungan dengan telah hilangnya bagian lignin pada serat tersebut. Daerah 1064-1033 cm-1 mewakili pita C-O-C meregang dan perubahan bentuk pita pada selulosa, lignin dan residu hemiselulosa.. Tabel 4.2 Bilangan Gelombang Carbon dots Bilangan Gelombang Carbon dots (cm-1). Gugus Fungsi. 4 jam. 8 jam. 3441,16. 3425,72. 3408,36. O-H. 2075,50. 2073,57. 2075,50. C-H. 1645,35. 1645,35. 1634,74. C=O. 1104,29. 1104,29. 1100,44. C-O-C. 12 jam. Dari Gambar 4.4 di atas terlihat bahwa hasil FT-IR ketiga sampel CDs memiliki ikatan O-H stretching pada bilangan gelombang berturut-turut 3441,16,. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) 27. 3425,72 dan 3408,36 cm-1. Pada bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak gugus fungsi amino dan gugus hidroksil pada permukaan CDs, yang berarti CDs sampel memiliki sifat hidrofilik yang baik. Selain itu terdapat pula ikatan ikatan vibrational absoption C=O pada bilangan gelombang 1645,35 dan 1634,74 cm-1. Daerah 1100-1104,29 cm-1 mewakili pita C-O-C yang meregang.. 4.2.2 Analisa Transmission Electron Microscopy TEM adalah mikroskop yang mampu untuk melakukan perbesaran objek sampai 2 juta kali yang menggunakan elektro statik dan elektron magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek dengan resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop. elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan. radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya. Hasil analisa CDs dengan menggunakan TEM dengan pengamatan yang dilakukan pada skala ukuran 50-500 nm menunjukkan struktur morfologi dan ukuran partikel yang berbeda yang ditunjukkan pada gambar berikut:. Gambar 4.5 Morfologi dan Histogram CDs dengan waktu sintesis 4 jam. Hasil analisa morfologi CDs dengan menggunakan TEM pada waktu sintesis 4 jam di tunjukkan pada Gambar 4.5. Dari hasil yang diperoleh didapatkan bahwa pada waktu sintesis 4 jam, partikel CDs masih belum terbentuk dan masih berkumpul dalam bentuk cluster. Dari data histogram yang dihasilkan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 28. CDs pada waktu sintesis 4 jam memiliki ukuran diameter berkisar antara 9,0023,84 nm dengan diameter rata-ratanya adalah 16,42 nm.. Gambar 4.6 Morfologi dan Histogram CDs dengan waktu sintesis 8 jam. Gambar 4.6 menunjukkan hasil analisa morfologi CDs didapatkan partikel berbentuk bola-bola. Hal ini menunjukkan bahwa CDs telah berhasil disintesis pada waktu sintesis 8 jam. Partikel yang dihasilkan masih dalam ukuran yang besar dengan ukuran diameter berkisar antara 51,23-99,87 nm dengan diameter rata-ratanya adalah 75,55 nm.. Gambar 4.7 Morfologi dan Histogram CDs dengan waktu sintesis 12 jam. Gambar 4.7 menunjukkan hasil morfologi CDs dengan partikel berbentuk bola yang memiliki ukuran yang lebih kecil dan tersebar merata pada permukaannya. Partikel yang dihasilkan amemiliki ukuran diameter berkisar antara 7,64-21,72 nm dengan diameter rata-ratanya adalah 14,68 nm.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) 29. 4.2.3 Analisa Fluoresensi dengan Spektrofotometri Uv-Vis Spektrum absorbansi CDs ditunjukkan pada Gambar 4.8. Pada Gambar dapat dilihat bahwa CDs dengan variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam berturutturut menunjukkan spektrum absorbansi pada panjang gelombang 325, 312 dan 278 nm dengan intensitas absorbansi tertinggi terukur pada CDs dengan waktu sintesis 4 jam.. Gambar 4.8 Grafik Spektrum absorbansi CDs yang diukur dalam rentang waktu yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pada CDs dengan waktu sintesis 4 jam partikel masih dalam ukuran yang besar dan masih dalam bentuk cluster sehingga memiliki daya serap absorbansi yang lebih tinggi dibandingkan CDs dengan waktu sintesis 8 dan 12 jam yang memiliki ukuran partikel yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan penelitan sebelumnya (Vasimalai, 2018) yang menunjukkan bahwa puncak karakteristik untuk CDs pada spektrum absorbansi dengan rentang panjang gelombang 275-324 nm.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 30. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1 Kesimpulan. Dari penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Nanoserat selulosa dapat diisolasi dari nanoserat selulosa ampas tebu dengan metode ledak uap dan hidrolisis dengan HCl 10% menggunakan ultrasonikator dan homogenizer dengan kecepatan 8000 rpm, dimana dari 150 g ampas tebu dihasilkan sebanyak 43 g (28,6%) nanoserat selulosa. 2. Nanoserat selulosa dari ampas tebu mengandung berbagai senyawa biomassa, seperti selulosa dan lignin yang memiliki potensi untuk diubah menjadi sumber karbon untuk sintesis CDs. Material karbon merupakan prekursor yang baik dalam sintesis CDs. 3. Analisa morfologi dan spektrum absorbansi menunjukkan bahwa variasi waktu sintesis 4, 8 dan 12 jam menunjukkan hasil yang berbeda. CDs dengan waktu sintesis 4 jam memiliki daya serap absorbansi yang lebih besar dikarenakan partikel yang dihasilkan masih berkumpul dalam bentuk cluster dan belum tersebar merata pada permukaannya yang ditinjau dengan hasil TEM. CDs dengan waktu sintesis 12 jam menunjukkan hasil yang terbaik dengan ukuran diameter antara 7,64-21,72 nm dengan diameter rata-rata 14,68 nm dan memiliki pesebaran partikel yang lebih kecil dan merata pada permukaannya.. 5.2 Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan analisa dengan menggunakan Photoluminisence (PL) untuk melihat spektrum emisi dan cahaya tampak dari CDs yang dihasilkan. 2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas penelitian ini dengan melakukan penelitian terhadap aplikasi dari carbon dots.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 31. DAFTAR PUSTAKA. Baker, S. N., & Baker, G. A. (2010). Luminescent carbon nanodots: Emergent nanolights.Angewandte. Chemie-International. Edition. .. https://doi.org/10.1002/anie.200906623. Bhimte, N. a, & Tayade, P. T. (2007). Evaluation of microcrystalline cellulose prepared from sisal fibers as a tablet excipient: a technical note. AAPS PharmSciTech, 8(1), 8. https://doi.org/10.1208/pt0801008. Brown, R. M. J., & Saxena, I. M. (2007). Cellulose: Molecular and Structural Biology. Library. https://doi.org/10.1007/978-1-4020-5380-1. Chen, W., Yu, H., Liu, Y., Hai, Y., Zhang, M., & Chen, P. (2011). Isolation and characterization of cellulose nanofibers from four plant cellulose fibers using a. chemical-ultrasonic. process.. Cellulose,. 18(2),. 433–442.. https://doi.org/10.1007/s10570-011-9497-z. Chinga-Carrasco, G. (2011). Cellulose fibres, nanofibrils and microfibrils: The morphological sequence of MFC components from a plant physiology and fibre technology point of view. Nanoscale Research Letters, 6, 1–7. https://doi.org/10.1186/1556-276X-6-417. Chirayil, C. J., Joy, J., Mathew, L., Mozetic, M., Koetz, J., & Thomas, S. (2014). Isolation and characterization of cellulose nanofibrils from Helicteres isora plant.. Industrial. Crops. and. Products,. 59,. 27–34.. https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2014.04.020. Dany, H. R., Prasetya, M. A., & Sulhadi, S. (2015). Sintesis carbon nanodots sulfur dengan metode microwave. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) 32. Dewi, Adelina Ryan Candra, M. P. et al. (2016). Absorbance Spectrum Carbon Nanodots (C-Dots) Daun Tembakau. Prosiding Seminar Nasional Fisika (EJournal) SNF2016, 129-134.. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Seluruh. Indonesia. Menurut. Pengusahaan.. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/komoditiutama/9tebu. [28 Januari 2018].. Fernandes, M. C., Ferro, M. D., Paulino, A. F. C., Mendes, J. A. S., Gravitis, J., Evtuguin, D. V., & Xavier, A. M. R. B. (2015). Enzymatic saccharification and bioethanol production from Cynara cardunculus pretreated by steam explosion.. Bioresource. Technology,. 186,. 309–315.. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2015.03.037. Gea, S., Reynolds, C. T., Roohpour, N., Wirjosentono, B., Soykeabkaew, N., Bilotti, E., & Peijs, T. (2011). Investigation into the structural, morphological, mechanical and thermal behaviour of bacterial cellulose after a two-step purification process. Bioresource Technology, 102(19), 9105– 9110. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2011.04.077. Gea, S., Tjandra, S., Joshua, J., & Wirjosentono, B.,. (2018). Morphological study of fluoresenct carbon Nanoparticles (F-CNPs) from ground coffee waste soot oxidation by diluted acid. Gea, S., Zulfahmi, Z., Yunus, D., Andriayani., A & Hutapea, Y,A,. (2018). The Isolation of Nanofiber Cellulose from Oil Palm empty fruit bunch via steam explosion and hydrolysis with HCl 10%. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 33. Habibi, Y., Lucia, L. A., & Rojas, O. J. (2010). Cellulose nanocrystals: Chemistry, self-assembly, and applications. Chemical Reviews, 110(6), 3479–3500. https://doi.org/10.1021/cr900339w. Jumardin. (2017). Sintesis nanopartikel karbon (C-dot) dengan metode ablasi laser untuk aplikasi bio-imaging.Bogor.Institut Pertanian Bogor. Khairani,S. (2017). Sintesis carbon dots dengan metode hidrotermal serta pengaruh. temperatur. dan. waktu. sintesis. terhadap. sifat. absorbansinya.Bandung.Institut Teknologi Bandung. Lim, S. Y., Shen, W., & Gao, Z. (2014). Carbon quantum dots and their applications.. Chemical. Society. Reviews,. 44(1),. 362–381.. https://doi.org/10.1039/c4cs00269e. Misran, E. (2005). Industri Tebu Menuju Zero Waste Industry. Jurnal Teknologi Proses, 6-10.. Mozdbar,A., Nouralishahi,A., Fatemi,S., & Mirakhori,G. (2018). The effect of precursors on the optical properties of carbon quantum dots synthesized by hydrothermal/solvothermal.https://doi.org/10.1063/1.5018961 Nechyporchuk, O., Belgacem, M. N., & Bras, J. (2016). Production of cellulose nanofibrils: A review of recent advances. Industrial Crops and Products. https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2016.02.016. Niimura, H., Yokoyama, T., Kimura, S., Matsumoto, Y., & Kuga, S. (2010). AFM observation of ultrathin microfibrils in fruit tissues. Cellulose, 17(1), 13–18. https://doi.org/10.1007/s10570-009-9361-6. Nishino, T., Matsuda, I., & Hirao, K. (2004). All-cellulose composite. Macromolecules, 37(20), 7683–7687. https://doi.org/10.1021/ma049300h. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) 34. Octavia,R. (2014). Pengaruh Konsentrasi Larutan Nanopartikel Perak Terhadap Tegangan Keluaran Sel volta yang berisi larutan H2SO4. Yogyakarta:FMIPA UNY. Sahu, S., Behera, B., Maiti, T. K., & Mohapatra, S. (2012). Simple one-step synthesis of highly luminescent carbon dots from orange juice: application as excellent bio-imaging agents. Chemical Communications, 48(70), 8835. https://doi.org/10.1039/c2cc33796g. Soni,S., & Maria A. Loi. (2016). Luminesent Carbon Dots: Characteristics and Applications. Groningen: Zernike Institute of Advanced Materials University of Gronigen. Sun, J. X., Sun, X. F., Zhao, H., & Sun, R. C. (2004). Isolation and characterization of cellulose from sugarcane bagasse. Polymer Degradation and. Stability,. 331–339.. 84(2),. https://doi.org/10.1016/j.polymdegradstab.2004.02.008. Supranto, S., Tawfiequrrahman, A., & Yunanto, D. E. (2015). Sugarcane bagasse conversion to high refined cellulose using nitric acid, sodium hydroxide and hydrogen peroxide as the delignificating agents. Journal of Engineering Science and Technology, 10, 35–46. https://doi.org/10.13140/2.1.5063.2641. Wang, Y., & Hu, A. (2014). Carbon quantum dots: synthesis, properties and applications.. Journal. of. Materials. Chemistry. C,. 2(34),. 6921.. https://doi.org/10.1039/C4TC00988F. Yang, W., Cheng, T., Feng, Y., Qu, J., He, H., & Yu, X. (2017). Isolating cellulose nanofibers from steam-explosion pretreated corncobs using mild mechanochemical. treatments.. BioResources,. 12(4),. 9183–9197.. https://doi.org/10.15376/biores.12.4.9183-9197. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) 35. Zhai, X., Zhang, P., Liu, C., Bai, T., Li, W., Dai, L., & Liu, W. (2012). Highly luminescent carbon nanodots by microwave-assisted pyrolysis. Chemical Communications, 48(64), 7955. https://doi.org/10.1039/c2cc33869f. Zhang, J., Hong,S.(2016). Carbon dots: large-scale synthesis, sensing and bioimaging.. Journal. of. Materials. Chemistry,. https://doi.org/10.1016/j.mattod.2015.11.008. Zhou, J., Sheng, Z., Han, H., Zou, M., & Li, C. (2012). Facile synthesis of fluorescent carbon dots using watermelon peel as a carbon source. Materials Letters, 66(1), 222–224. https://doi.org/10.1016/j.matlet.2011.08.081. Zuluaga, R., Putaux, J. L., Restrepo, A., Mondragon, I., & Gañán, P. (2007). Cellulose microfibrils from banana farming residues: Isolation and characterization. Cellulose, 14(6), 585–592. https://doi.org/10.1007/s10570007-9118-z. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 36. LAMPIRAN. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) 36. Lampiran 1 Proses Isolasi α-Selulosa dari Ampas tebu. Ampas. tebu. yang. perkebunan Kualamadu. Serat. diambi. dari Serat. Ampas. Tebu. yang. telah. dibersihkan dan dikeringkan. ampas tebu yang direndam Serat ampas tebu sebelum masuk ke. dengan NaOH 2%. autoclave. Serat ampas tebu dimasukkan kedalam Ampas tebu yang telah dikeluarkan dari autoclave autoclave dan terbebas dari alkali. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) 37. Proses bleaching dengan menggunakan Proses bleaching dengan menggunakan buffer asetat dan NaOCl. H2O2. Hasil Isolasi α-Selulosa ampas tebu. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) 38. Lampiran 2 Proses Isolasi Nanoserat Selulosa dari α-Selulosa Ampas tebu. Proses hidrolisis dengan HCl 10% Serat disuspensi dengan air dan dengan menggunakan ultrasonic bath. diaduk menggunakan homogenizer. Hasil Isolasi Nanoserat selulosa setelah di keringkan di dalam oven. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) 39. Lampiran 3 Sintesis carbon dots dari nanoserat selulosa sebagai prekursor. Nanoserat. selulosa. dibakar. dengan Sintesis carbon dots dengan metode. menggunakan furnace pada suhu 550°C. hidrotermal. Carbon dots yang dihasilkan dinetralkan Disaring dengan penambahan NaOH 1M. dengan. menggunakan. membran mikropori 0,22µm. Hasil sintesis carbon dots. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) 40. Lampiran 4 Daerah Absorpsi untuk Gugus Fungsi dari Selulosa, Hemiselulosa dan Lignin (Oh et al,2005) Komponen. Panjang Gelombang. serat. (cm-1). Selulosa. Hemiselulosa. Lignin. Gugus Fungsi. Komponen. 4000-2995. OH. Asam, metanol. 2841-2967. H-C-H. Alkil, alifatik. 1640. Serat O-H. Penyerapan air. 1070-1150. C-O-C. Cincin piranosa. 1108. OH. C-OH. 4000-2995. OH. Asam, metanol. 2841-2967. H-C-H. Alkil, alifatik. 1765-1715. C=O. Keton, karbonil. 1108. OH. C-OH. 4000-2995. OH. Asam, metanol. 2841-2967. H-C-H. Alkil, alifatik. 1632. C=C. Cincin benzen. 1613-1450. C=C. Aromatik. 1430. O-CH3. Metoksil. 1270-1232. C-O-C. Aril-alkil-eter. 1215. C-O. Phenol. 1108. OH. C-OH. Lampiran 5 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 4 jam dengan skala 50 nm. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(55) 41. Lampiran 6 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 8 jam dengan skala 500 nm. Lampiran 7 Hasil Analisa morfologi TEM Carbon dots 12 jam dengan skala 500 nm. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(56) 42. Lampiran 8 Analisa Gugus Fungsi Serat Selulosa. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(57) 43. Lampiran 9 Analisa Gugus Fungsi Nanoserat Selulosa. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(58) 44. Lampiran 10 Analisa Gugus Fungsi FT-IR Carbon dots 4 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(59) 45. Lampiran 11 Analisa Gugus Fungsi FT-IR Carbon dots 8 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(60) 46. Lampiran 12 Analisa Gugus Fungsi FT-IR Carbon dots 12 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(61) 47. Lampiran 13 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 4 jam. Lampiran 14 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 8 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(62) 48. Lampiran 15 Hasil Spektrum Absorbansi Uv-Vis CDs 12 jam. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(63)

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas limpahan kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

Ke dua pedagang perantara ini mendapatkan kepuasan tertinggi, karena mereka mendapatkan pendapatan yang paling tinggi dan mempuyai tingkat kepercayaan relatif

-2aid tidak pernah: orang tua (ibu) suka diam (jengkel) pada orang tuanya atau pada suaminya -2alusinasi: amalan salah niat (tidak ikhlas karena Allah Ta’ala), punya obsesi dan

Dengan cara ini akan diketahui beratnya kerusakan lapang pandang akibat tekanan bola ini akan diketahui beratnya kerusakan lapang pandang akibat tekanan bola mata yang tidak

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sastraini juga memiliki penilaian pengetahuan dengan jenis tes, bentuk, tes, instrumen, rubrik penilaian dan pedoman pesnkoran sudah

Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan

Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas dan Profitabilitas Terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Barang

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PKn pada materi keputusan bersama melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) di