NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM AL-QUR’AN KAJIAN TAFSIR SURAT AL-A’RAF AYAT 199-202 MENURUT PARA MUFASSIR
SKRIPSI
OLEH :
HESTI RATNA SARI D71213101
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
ABSTRAK
Hesti Ratna Sari, D71213101, 2017, Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam
Al-Qur’an Kajian Tafsir Surat Al-A’raf Ayat 199-202. Skripsi, Pendidikan Agama Islam. FakultasTarbiyah dan Keguruan,Universitas Islam NegeriSunanAmpel Surabaya.
Pembimbing : Dr. Damanhuri, MA
Kata Kunci: Nilai-nilaipendidikan akhlak, Al-A’raf ayat 199-202.
Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pendapat mufassir mengenai kandungan al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 199-202? 2) Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 199-202?
Jenis penelitian ini termasuk studi pustaka (library research). Sumber data primernya adalah ayat al-Qur’an surat al-A’raf ayat 199-202. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku yang ada relevansinya dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dan dianalisis dengan metode deduktif serta didukung dengan metode tafsir tahlili.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... i
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... ii
ABSTRAK ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1
B. Rumusan masalah ... 8
C. Tujuan penelitian ... 8
D. Kegunaan penelitian ... 8
E. Batasan masalah ... 10
F. Penelitian terdahulu ... 10
G. Definisi operasional ... 13
H. Metodologi penelitian ... 15
I. Sistematika pembahasan ... 21
B. Ruang lingkup pendidikan akhlak ... 35
C. Dasar-dasar pendidikan akhlak ... 37
D. Tujuan pendidikan akhlak ... 39
E. Nilai-nilai pendidikan akhlak ... 43
BAB III : PENDAPAT PARA MUFASSIR TERHADAP KANDUNGAN AL-QUR’AN SURAT AL-A’ROF AYAT 199-202. A. Kandungan makna dan asbabun nuzul QS. Al-A’rof ayat 199-202 ... 47
B. Pandangan mufassir atau pandangan ulama’ terhadap dasar-dasar pendidikan akhlak dalam kajian QS. Al-A’rof ayat 199-202 ... 53
BAB IV : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-AL-A’ROF AYAT 199-202. A. Analisis terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak ... 75
B. Analisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-qur’an surat al-a’raf ayat 199-202 ... 78
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 96
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
membangun generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi tua dalam
rangka membangun masa depan. Karena itu pendidikan berperan
mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu
mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis.1
Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam
lingkungan tertentu. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan
keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pendidikan berfungsi
membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu pengembangan
semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah yang positif
baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, karena
manusia disaat dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun. Pendidikan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan
manusia. Bagaimanapun sederhana komunitas manusia memerlukan
pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dan komunitas
tersebut akan ditentukan oleh aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab
pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.
2
Pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam dan mencapai
suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.2
Sebagaimana diutusnya Rasulullah Muhammad SAW sebagai penyempurna
Akhlak. Allah telah menganugerahkan akal pikiran kepada manusia sebagai
suatu penghormatan, membebaninya dengan kewajiban hukum dan
memberinya kebebasan memilih antara mengerjakan atau meninggalkan
perintah Allah di bawah kendali akal pikirannya.3
Sedangkan pada diri manusia itu sebenarnya telah dibekali oleh Allah
suatu alat penyaring (filter) yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.4 Akhlak sangatlah penting bagi manusia. Urgensi akhlak ini
tidak saja dirasakan oleh manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, bahkan juga dirasakan
dalam kehidupan berbangsa atau bernegara. Akhlak adalah mustika hidup
yang membedakan makhluk manusia dari makhluk hewani. Manusia tanpa
akhlak adalah manusia yang telah “membinatang” dan sangat berbahaya.
Manusia akan lebih jahat dan lebih buas daripada binatang buas sendiri.
Dengan demikian, jika akhlak telah lenyap dari diri masing-masing manusia,
kehidupan ini akan kacau balau, masyarakat menjadi berantakan.5 Begitu
banyaknya hal yang dapat menyebabkan kemerosotan akhlak (dekadensi
moral) yang dapat menimbulkan akhlak buruk atau perilaku tercela. Oleh
2
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami A Gani dan Djohar Bahry, Judul Asli: At-Tarbiyah al-Islamiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), Cet. V, h.1 3
Ali Abdul Hali Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah, terj. Afifudin, (Solo: Media Insani, 2003), h.16 4
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.10 5
3
karena itu kita sebagai manusia berusaha semaksimal mungkin untuk
mencapai akhlak yang baik. Salah satunya dengan mengkaji Al-Qur’an dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena sumber daripada
pendidikan akhlak adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dinyatakan dalam QS.
An-Nisa’ ayat 59 :6
ْمُتْعَزاََ ت ْنِإَف ْمُكِْم ِرْمأا ِِوُأَو َلوُسّرلا اوُعيِطَأَو َّّا اوُعيِطَأ اوَُمآ َنيِذّلا اَهّ يَأ ََ
ٌرْ يَخ َكِلَذ ِرِخآا ِمْوَ يْلاَو ِِِّّ َنوُِمْؤُ ت ْمُتْ ُك ْنِإ ِلوُسّرلاَو ِّّا ََِإ ُوّدُرَ ف ٍءْيَش ِِ
يِوََْ ُنَسْحَأَو
ا
٥۹
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. [An-Nisa’ : 59]
Quraisy shihab mengklasifikasikan ajaran al-qur’an menjadi tiga,
yakni aspek akidah, yaitu ajaran tentang keimanan akan keEsaan Tuhan dan
kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan, kedua aspek syari’ah,
yaituajaran tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya, ketiga
aspekakhlak, yaitu ajaran tentang norma-norma keagamaan dan susiala yang
harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau
kolektif.7
6
Kementerian Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan). Jakarta : Widya Cahaya. 2011. h.239.
7
4
Aspek Akhlak ini banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an karena
begitu penting peranannya bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di
dunia. Kandungan Al-Qur’an tentang sejarah atau kisah-kisah disebut dengan
istilah kisah Al-Qur’an. Ayat-ayat yang berbicara tentang kisah jauh lebih
banyakdibandingkan dengan ayat-ayat yang berbicara tentang hukum. Hal ini
memberikan isyarat bahwa Al-Qur’an sangat perhatian terhadap masalah
kisah,yang memang di dalamnya banyak mengandung pelajaran (ibrah). Menurut Jalaluddin bagi manusia yang hidup di lingkungan
masyarakat yang masih sederhana pendidikan dilakukan langsung oleh para
orang tua. Pendidikan akan dinilai rampung bila angka mereka sudah
menginjak usia dewasa, siap untuk berumah tangga dan mandiri setelah
menguasai sejumlah keterampilan praktis sesuai dengan tuntutan dan
kebutuhan hidup di masyarakat lingkungannya. Makin sederhana
masyarakatnya, makin sedikit tuntutan kebutuhan dan keterampilan yang
perlu dikuasainya.8
Proses yang tak jauh berbeda terjadi dan berlangsung pula di
masyarakat yang sudah maju (modern). Para orang tua juga memberikan
perhatian terhadap pendidikan putra-putri, dan generasi muda masyarakatnya.
Tujuan dan misi pendidikan yang dilaksanakan, pada prinsipnya sama, yaitu
memberi bimbingan agar dapat hidup mandiri. Bimbingan diberikan oleh
generasi tua (orang tua atau guru) kepada generasi muda (putra-putri atau
8
5
peserta didik), agar dapat meneruskan dan melestarikan tradisi yang hidup di
masyarakat.9
Anak merupakan anugerah dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa, di mana kehadirannya merupakan tanggung jawab setiap orangtua
untuk mendidik dengan baik. Untuk menciptakan masa depan yang lebih baik,
salah satu caranya adalah dengan menciptakan anak-anak atau generasi muda
sebagai aktor dan pionir masa depan. Cerdas dan pintar saja tentunya belum
cukup, tetapi juga diperlukan sifat yang pantang menyerah, sehat jasmani dan
rohani, tanggung jawab, memilik harapan dan motivasi tinggi, peka terhadap
lingkungan sekitarnya, dan berkepribadian baik, berakhlakul karimah agar
anak-anak atau generasi muda menjadi tangguh dan mapu meraih impian
masa depan yang lebih baik. Karakter anak ideal yang didambakan banyak
orang tua antara lain adalah hormat dan berbakti kepada orang trua, guru,
peka terhadap karya seni, terampil, mandiri, penuh semangat, disiplin, penuh
inisiatif, sehat dan mencintai Tanah Air. Karakter ini senada dengan karakter
anak Generasi Platinum.10
Perilaku menyimpang dikalangan anak muda (pelajar dan remaja)
menjadi penting ketika adanya indikasi semakin meningkatnya tawuran telah
mengorbankan sejumlah besar tunas muda sebagai harapan bangsa. Mereka
gugur sebagai “korban” dari sistem sosial edukatif yang tidak menguntungkan
yang dapat disebabkan faktor internal sekolah dan eksternal sekolah.
9
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : Kalam Mulia, 2002), h. 29
10Rubrik : “ Karakter Anak Ideal untuk Masa Depan”,
6
Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA
atau usia remaja, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode
yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai
“storm” and “drang” period (topan dan badai). Dalam ukuran ni timbul
gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah
menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam
sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat
penyaluran kreativitas.11
Pendidikan semakin dirasa bagai buah simalakama bagi para pendidik,
pasalnya baru-baru ini dunia pendidikan di gemparkan dengan berita
mengenai pelaporan orang tua pada seorang guru atas tindakan pencubitan
terhadap anak didiknya lantaran tidak melaksanakan shalat dhuha berjamaah.
Hal ini tentu menjadi kabar miris bagi para pendidik dimana mereka di
resahkan antara tugas sebagai seorang pendidik yang tidak hanya mendidik
jasmani, melainkan juga mendidik rohani peserta didik.
Terkait dengan hal diatas, untuk memberi pelajaran kepada orang tua
atau pendidik, al-Qur’an telah menyuguhkan beberapa kisah orang tua dan
anak. Bagaimana tokoh tersebut mencerminkan pendidikan karakter terhadap
anak atau peserta didiknya, tampaknya akan muncul sesuatu yang bisa
dijadikan teladan maupun cerminan dalam menghadapi kehidupan.
Hal ini menjadi salah satu keunikan Al-Qur’an yang merupakan
petunjuk manusia, caranya dikemas secara variatif, ada yang berupa
11
7
informasi, perintah dan larangan, dan ada juga yeng berbentuk kisah-kisah
sehingga bisa dijadikan ibrah bagi manusia, dan menuntut mereka bisa mengambil manfaat darinya.
Untuk melihat lebih jauh esensi pendidikan karakter yang dikisahkan
dalam Al-qur’an, untuk kemudian mengambil pelajaran baginya tentu
merupakan bekal yang dirasa sangat dibutuhkan bagi calon orang tua dan
pendidik bagi generasi penerus bangsa yang berakhlakul karimah.
Dalam surat Al-A’raf ayat 199-202 yang berbunyi :
ِنَع ْضِرْعَأَو ِفْرُعْلِِ ْرُمْأَو َوْفَعْلا ِذُخ
َنِلِاَْْا
ٔ۹۹
َنِم َكَّغَزْ َ ي اّمِإَو
ٌميِلَع ٌعيََِ ُّنِإ ِِِّّ ْذِعَتْساَف ٌغْزَ ن ِناَطْيّشلا
ٕٓٓ
اَذِإ اْوَقّ تا َنيِذّلا ّنِإ
َنوُرِصْبُم ْمُ اَذِإَف اوُرّكَذَت ِناَطْيّشلا َنِم ٌفِئاَط ْمُهّسَم
ٕٓٔ
ْمُهُ ناَوْخِإَو
وّدََُ
َنوُرِصْقُ ي ا ُُّ ِّيَغْلا ِِ ْمُهَ ن
ٕٕٓ
Artinya : “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. Dan teman-teman mereka (orang-orang kafir dan fasik) membantu setan-setan dalam menyesatkan dan mereka tidak henti-hentinya (menyesatkan).”12
Dalam surat Al-A’raf ayat 199-202 tersebut terdapat nilai-nilai
pendidikan akhlak. Adanya pendidikan akhlak yang sesuai dengan kaidah
Al-Qur’an menjadi sangat penting untuk dikaji dan diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti kemudian bermaksud
12
8
untuk melakukan penelitian guna mengetahui lebih jauh lagi tentang
pendidikan akhlak dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof ayat 199-202 . Dengan itu,
dalam penelitian ini peneliti memberi judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir Surat Al-A’raf ayat 199-202 Menurut Para Mufassir”.
B. Rumusan Masalah
Dari kerangka penelitian latar belakang masalah di atas dapat dirinci
sebagai berikut:
a. Bagaimana pandangan para mufassir mengenai kandungan
al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 199-202?
b. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 199-202?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pandangan para mufassir mengenai kandungan
Q.S Al-A’raf ayat 199-202.
b. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam Q.S Al-A’raf 199-202.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian dari skripsi ini diharapkan dapat memberi
manfaat, antara lain:
9
a. Adapun hasil penelitian ini diharapkan untuk
mengembangkan teori pendidikan akhlak yang bersumber
dari Al-Qur’an.
b. Hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui
nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Al-Qur’an
surat Al-A’raf ayat 199-202.
c. Penelitian ini sebagai evaluasi diri agar menjadi manusia
yang pemaaf terhadap sesama, selalu berbuat baik, dan
menjauhi orang-orang yang bodoh (jahil).
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan
tambahan pengetahuan mengenai pendidikan akhlak yang
kemudian bisa ditransformasikan kepada masyarakat
tentang pentingnya seorang muslim mempunyai
pendidikan akhlak.
b. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat kelulusan
dalam menyelesaikan program sarjana di prodi Pendidikan
Agama Islam, jurusan Pendidikan Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya.
c. Penelitian ini dapat dijadikan bahan literatur atau referensi
baru untuk memberi wawasan tambahan bagi peneliti
10
E. Batasan masalah
Mengingat luasnya pembahasan, maka untuk lebih memperjelas dan
memberi arah yang tepat dalam penulisan skripsi ini, perlu adanya pembatasan
masalah dalam pembahasannya. Maka penulis membatasi permasalahan dalam
penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Pandangan para mufassir tentang kandungan Q.S Al-A’raf ayat
199-202.
2. Nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Q.S Al-A’raf ayat
199-202.
F. Penelitian Terdahulu
Penulis melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada
kaitannya dengan penelitian ini. Adapun hasil temuan penelitian terdahulu
adalah :
1. Relevansi Materi Akidah Akhlak di MTs dengan Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Surat Al-A’rof ayat 199-202. Skripsi yang ditulis oleh Siti Nisfullailatussafiah. Program Studi
Pendidikan Agama Islam jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri (STAIN) Ponorogo tahun 2016
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai
pendidikan akhlak menurut QS. Al-A’rof ayat 199-202 dan untuk
mengetahui relevansi materi akidah akhlaq di MTs dengan nilai-nilai
11
Hasil penelitian ini menjelaskan nilai-nilai akhlak yang
terkandung dalam QS. Al-A’rof ayat 199-202 yaitu sikap pemaaf
terhadap sesama, selalu berbuat baik, dan menjauhi orang-orang yang
bodoh (jahil). Kemudian materi akidah akhlak di MTs, pada pokok
bahasan tawadhu’, sabar, membiasakan perilaku terpuji, akhlak terpuji
dalam pergaulan remaja, taat, akhlak terpuji kepada Allah, iman
kepada malaikat dan makhluk ghaib lainnya dan tawakal relevan atau
sesuai dengan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam
surat al-a’rof ayat 199-202.
2. Nilai- Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Q.S. Ali Imran : 159-160. Tesis yang ditulis oleh: SITI IMZANAH, NIM: 08.223.1026. Program Studi
Pendidikan Islam Konsentrasi Manajemen dan Kebijakan Pendidikan
Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mei, 2010.
Tujuan dari tesis ini mengetahui nilai-nilai akhlak, konsep
pendidikan akhlak dalam Q.S Ali Imran: 159-160 dan mengetahui apa
implikasi bagi pendidikan agama islam di sekolah.
Hasil penelitian ini menjelaskan nilai-nilai akhlak yang
terkandung dalam QS. Ali-Imran : 159-160, meliputi nilai-nilai
kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT dalam rahmatnya yang
berupa lemah-lembut yang secara ikhlas terjalin dalam kehidupan
manusia yang saling menghormati sehingga terjalin rasa kasih sayang
sesama hambanya. Implikasi dari semua proses pendidikan akhlak
12
Islam di sekolah, secara tegas merupakan proses pencapaian insan
kamildimana dapat dilalui dengan beberapa tahapan,
Pertama,bagaimana aktualitas akhlak dalam pembelajaran pendidikan
Islam, Kedua,bagaimana pendidikan akhlak itu dapat mengatasi krisis
akhlak yang ada, Ketiga, bagaimana pula komunikasi guru kepada
peserta didik dalam proses mentransfer keilmuan yang tetap menjaga
sopan santun atau akhlakul karimah, Keempat, pendidikan agama dan
akhlak dalam mewarnai pendidikan nasional, kemudian sejauh mana
efektifitas pembelajaran agama Islam di sekolah yang ada,
kesemuanya itu dapat di lakukan dengan satu tujuan mewujudkan
manusia yang insan kamil.
Dalam penelitian ini akan beda dari penelitian-peneliatian
sebelumnya, karena pada penelitian ini akan lebih memaparkan dan
fokus pada pendidikan akhlak dalam Q.S Al-A’raf ayat 199-202.
Penelitian ini akan memaparkan kajian-kajian tafsir yang membahas
tentang pendidikan akhlak dalam QS. Al-A’raf ayat 199-202. Dalam
penelitian ini juga ada hubungannya dengan penelitian terdahulu,
yaitu dalam penelitian terdahulu dan penelitian yang sekarang
dilakukan, sama-sama membahas tentang konsep pendidikan akhlak.
Namun ada pebedaan dalam rumusan masalahnya, sehingga hasil dari
13
G. Definisi Operasional
Untuk memahami pengertian dalam penulisan skripsi ini, maka
penulis memberikan beberapa istilah yang terkandung dalam judul skripsi
ini. Adapun judul skripsi adalah “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir Surat Al-A’raf ayat 199-202 Menurut Para Mufassir”.
1. Nilai
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia13dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik nikmat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada
hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Pendidikan menekankan pada pengembangan jasmani dan rohani
menuju kesempurnaanya, sehingga terbentuk kepribadian yang utama,
suatu kepribadian yang seluruh aspeknya sempurna dan seimbang.
Untuk mewujudkan kesempurnaan tersebut dibutuhkan bimbingan
yang serius dan sistematik dari pendidik.14
13
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.2008. h. 349. 14
14
1. Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ”Al-Khulk” yang
berarti tabeat, perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam KBBI, akhlak berarti budi pekerti atau kelakuan.15
2. Surat Al-A’raf ayat 199-202
Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 199-202 merupakan sebagian ayat
dari sekian banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang didalamnya
membahas tentang pendidikan akhlak yang penulis jadikan primer
dalam penelitian ini.
Di dalam ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan tentang perintah
untuk saling memaafkan antar sesama manusia, kemudian sikap
berlapang dada, perintah untuk berbuat kebaikan dan menghindari
orang-orang bodoh (jahil).
Jadi maksud penulis dalam penulisan skripsi yang berjudul “
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an Kajian Tafsir Surat Al-A’raf ayat 199-202 Menurut Para Mufassir” adalah suatu konsep yang diterapkan dalam mendidik, memelihara, dan
membentuk kepribadian seorang manusia sehingga menghasilkan
manusia bertaqwa dan berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas
15
15
kewajiban dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan,
sehingga bahagia di dunia dan di akhirat.
H. METODOLOGI PENELITIAN
Kitab suci Al-Qur’an selalu menjadi solusi dan petunjuk bagi siapa
saja yang membutuhkannya. Namun, solusi dan petunjuk Al-Qur’an dapat
diserap dan digunakan jika seseorang memahami sifat-sifat dan kandungan
Al-Qur’an secara bijak dan cermat, serta menggunakan metode yang tepat
untuk menggali makna yang terkandung di dalamnya.16
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggali dan memperoleh
data dengan metodologi penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.17 Data
yang dikumpulkan dalam menyelesaikan dan dalam memberikan
penafsiran tidak menggunakan angka atau rumus statistik. melainkan
berupa kata-kata yang digali dari buku atau literatur.
Kajian ini merupakan kajian pustaka (library research) yaitu pengambilan data berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir
Al-Qur’an dan pendidikan. Dalam penelitian ini mencari nilai yang
terkandung dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof ayat 199-202.
16
Syahrin Harahap, Metodologi Studi Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuludun, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h. 11
17
16
2. Sumber Data
Yang dimaksud dengan data adalah segala keterangan (informasi)
mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Menurut
sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data
sekunder. Data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder, yaitu:
a. Data Primer
Data Primer adalah sumber informasi yang mempunyai
wewenang dan tanggungjawab terhadap pengumpulan ataupun
penyimpanan data atau di sebut juga sumber data/informasi tangan
pertama, dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber
datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data
baru.18 Sumber data primer yang penulis gunakan adalah:
1) Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
2) Muhammad Qurays Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
3) Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 5, Jakarta:
Gema Insani, 2004.
4) Ibnu Kasir, Tafsir Ibnu Kasir Jilid 9, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2002.
18
17
5) Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar Juz IX, Jakarta : PT. Pustaka Panjimas, 2003
6) Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin
As-Suyuti, Tafsir Jalalain, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2011
Skripsi yang penulis kaji menggunakan al qur’an surat Al-A’raf
ayat 199-202 sebagai data primernya. Di dalam ayat tersebut Allah
SWT menjelaskan tentang sikap pemaaf dan berlapang dada,
perintah untuk berbuat kebaikan dan tidak menghiraukan
orang-orang bodoh (jahil)
b. Data sekunder
Data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi data-data primer. Adapun sumber data skunder penulis
jadikan sebagai landasan teori kedua dalam kajian skripsi setelah
sumber data primer. Data ini berfungsi sebagai penunjang data
primer, dengan adanya sumber data primer maka akan semakin
menguatkan argumentasi maupun landasan teori dalam
kajiannya.19
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah beberapa
ayat Al- Qur’an, Hadits yang relevan dan buku-buku yang
menunjang didalamnya mengandung tentang nilai-nilai akhlak
19
18
maupun karakter dalam surat Al-A’raf ayat 199-202 dan
aplikasinya dalam kehidupan, diantaranya adalah:
1) Quraisy Shihab, Membumikan Al-Quran: fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat, Bandung: Mizan, 1992.
2) Dra. Nurul Zuriah, M. Si, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.
3) Dr. Zubaedi, M.Ag, M.Pd, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana, 2011.
4) Prof. Dr. Muchlas Samani dan Drs. Hariyanto, M.S, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
5) Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2002.
c. Analisis Data
Para ulama sepanjang sejarah Islam telah berusaha secara
serius merumuskan berbagai metode yang dapat diterapkan dalam
mengkaji Al- Qur’an, sehingga umat Islam yang meyakini kitab
suci ini sebagai pedoman hidup, dapat menangkap makna
pesan-pesannya. Metode-metode tersebut adalah:20
1) Metode Tafsir Tahlili (Analitis)
20
19
Metode tahlili atau yang dinamai Baqir al-Shadr
sebagai metode tajzi’i adalah satu metode tafsir yang
mufassirnya berusaha menjelaskan arti dan maksud
ayat-ayat Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan
menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam
mushaf, melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta
kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan
kecenderungan seorang mufassir.21
2) Metode Tafsir Maudlu’iy (Tematik)
Metode Maudlu’iy adalah suatu metode
menafsirkan Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat,
baik dari suatu surat maupun beberapa surat, yang berbicara
tentang topik tertentu, untuk kemudian mengaitkan antara
satu dengan lainnya. Kemudian mengambil kesimpulan
menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan
Al-Qur’an.
3) Metode Tafsir Muqaran (Komparasi-Perbandingan)
Metode Muqaran adalah suatu metode mencari kandungan Al-Qur’an dengan cara membandingkan satu
ayat dengan ayat lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai
21
20
kemiripan redaksi dalam dua masalah atau membandingkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadits Nabi yang tampak
bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat
para ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an.
4) Metode Tafsir bi al-Ma’tsur
Metode tafsir bi al-ma’tsur adalah metode penafsiran dengan cara mengutip atau mengambil rujukan
pada Al-Qur’an, hadits Nabi, kutipan sahabat sertatabi’in.22
Metode ini mengharuskan mufassir menelusuri shahih
tidaknya riwayat yang digunakannya.
5) Metode Tafsir bi al-Ra’yi
Metode tafsir bi al-ra’yi adalah penjelasan-penjelasan yang bersendi kepada ijtihad dan akal,
berpegang pada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadat
orang Arab dalam mempergunakan bahasanya.23
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode Tafsir
Tahlili, yaitu metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan arti
dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an dari sekian banyak seginya, dengan
menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), munasabat (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta kandungan ayat tersebut, sesuai keahlian dan
22
Hasby Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 227
23
21
kecenderungan seorang mufassir. Jadi dalam penelitian ini, penulis
berusaha menjelaskan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam QS. Al-A’raf
ayat 199-202 dari penjelasan arti dan maksud QS Al-A’raf ayat 199-202
dari sekian banyak seginya, kemudian dengan menjelaskan ayat demi ayat
sesuai urutannya di dalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata, penjelasan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), munasabat
(keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya), serta
kandungan ayat tersebut.
I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Agar lebih terarah dan sistematika dalam pembahasan skripsi ini,
penulis mencoba menggunakan sistematika dan pembahasan dalam lima
bab dan dari lima bab tersebut di rinci lagi menjadi sub bab sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari sembilan sub bab yaitu : Latar belakang
masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan
penelitian, Batasan masalah, Penelitian terdahulu, Definisi
operasional, Metodologi penelitian, Sistematika pembahasan.
BAB II DASAR-DASAR PENDIDIKAN AKHLAK
Dalam bab ini terdiri dari enam sub bab yaitu: Pengertian
pendidikan akhlak, Ruang lingkup pendidikan akhlak, Dasar-dasar
pendidikan akhlak, Tujuan pendidikan akhlak, Nilai-Nilai
22
BAB III DASAR-DASAR PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KAJIAN QS. Al-A’RAF AYAT 199-202
Dalam bab ini ada dua sub bab yaitu : Kandungan makna dan
asbabun nuzul QS. Al-A’raf ayat 199-202, dan Pandangan
mufassir atau pandangan ulama’ terhadap dasar-dasar pendidikan
akhlak dalam kajian QS. Al-A’raf ayat 199-202.
BAB IV NILAI-NILAI AKHLAK YANG TERKANDUNG DALAM AL-
QUR’AN SURAT AL-AL-A’RAF AYAT 199-202.
Bab ini merupakan inti dari penelitian ini yang di dalamnya
membahas, yaitu: nilai-nilai pendidikan akhlak dalam al-Qur’an
Surat Al-a’raf ayat 199-202
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini akan memuat tentang kesimpulan, dan saran. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
DASAR-DASAR PENDIDIKAN AKHLAK A. Pengertian pendidikan akhlak
Istilah “Pendidikan akhlak” terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan
akhlak. Maka dari itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian
pendidikan dan pengertian akhlak.
1. Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” yang diberi awalan “pe”
dan akhiran “kan”. Mengandung arti “perbuatan” (Hal, cara, dan
sebagainya).1 Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa yunani,
yaitu “paedagogy” yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan
pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang
mengantar dan menjemput dinamakan paedagogos. dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada didalam. Dalam bahasa inggris, Pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.2 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan ialah “ proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”3
Dalam Islam, pada mulanya pendidikan disebut dengan kata
“ta’dib”. Kata “ta’dib” mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan
mencakup seluruh unsur-unsur pengetahuan („ilm), pengajaran (ta’lim) dan
1
Ramayulis, Ilmu Pendidikan..., h.13 2
Wiji Suwarno. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. (Jogjakarta: AR-RUZZ, 2006). h.19 3
24
pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya, dalam perkembangan kata-kata “ta’dib” sebagai istilah pendidikan hilang dari peredarannya, sehingga
para ahli didik Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah, sehingga sering disebut tarbiyah. Sebenarnya kata ini asal katanya adalah dari “RabbaYurobbi-Tarbiyatan” yang artinya tumbuh dan berkembang.4
Pada masa sekarang istilah yang paling populer dipakai orang
adalah “tarbiyah” karena menurut M. Athiyah al Abrasyi term yang
menyangkut keseluruhan kegiatan pendidikan tarbiyah merupakan upaya yang mempersiapkan individu untuk kegiatan yang lebih sempurna etika,
sistematis dalam berfikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi,
memiliki toleransi pada yang lain, berkompetensi dalam mengungkap
bahasa lisan dan tulisan, serta memiliki beberapa keterampilan.5
Walaupun dalam Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas tentang
definisi pendidikan, namun dari beberapa ayat dapat ditemukan indikasi ke
arah pendidikan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra’ ayat 246 :
اَمَك اَمُهَْْْرا ِّبَر ْلُقَو ِةَّْْرلا َنِم ِّلّذلا َحاَنَج اَمََُ ْضِفْخاَو
اًرِغَص ِّاَيّ بَر
ٕٗ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka mendidik aku waktu
kecil”. (QS. al-Isra : 24)
4
Zuhairini, dkk., Metodologi Pendidikan Agama, (Bandung : Ramadhani, 1993), h. 9 5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan... h.15-16 6
25
Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa al Tarbiyah adalah proses pengasuhan pada fase permulaan pertumbuhan manusia, karena anak sejak dilahirkan di dunia dalam keadaan tidak tahu
apa-apa, tetapi ia sudah dibekali Allah SWT berupa potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Maka pendidikan anak sangat penting
mengingat untuk kelangsungan perkembangannya menuju ke tahap
selanjutnya.
Pengertian pendidikan yang diberikan oleh ahli. John Dewey,
seperti yang dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah
sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental,
baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan
(emosional) menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.7
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar yang diarahkan untuk
mematangkan potensi fitrah manusia, agar setelah tercapai kematangan itu,
ia mampun memerankan diri sesuai dengan amarah yang disandangnya,
serta mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kepada Sang
Pencipta. Kematangan di sini dimaksudkan sebagai gambaran dari tingkat
perkembangan optimal yang dicapai oleh setiap potensi fitrah manusia.8
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan nasional,
tercantum pengertian pendidikan: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembang kan potensi dirinya sehingga
7
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 1 8
26
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya
sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya pendidikan diartikan oleh para tokoh pendidikan
sebagai berikut:
a. George F. Kneller (1967: 63) berpendapat : Pendidikan memiliki
arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai
tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan
jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Dalam arti sempit,
pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan,
nilai-nilai, dan ketrampilan dari generasi-kegenerasi, yang
dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan
seperti sekolah, pendidikan tinggi dan lembagalembaga lain.9
b. Ki Hajar Dewantara (1977: 20) Menyatakan bahwa pendidikan
merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya,
pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri
anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.10
c. Mortimer J. Adler mengartikan: pendidikan adalah proses dengan
mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang
diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan,
9
Wiji Suwarno. Dasar-dasar Ilmu..., h. 20 10
27
disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui
sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk
membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang
ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik.
d. Herman H. Horne berpendapat : pendidikan harus dipandang
sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik
dengan alam sekitar,dengan sesama manusia, dengan tabi’at
tertinggi dari kosmos.11
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan adalah
suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan secara sadar dan disengaja
untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, melalui
penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan
perubahan ke arah positif yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi
pekerti yang luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak
mulia.
2. Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa arab yang sudah diindonesiakan
yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Kata قٌﻼﺧَ أ
adalah jamak taksir dari kata ﻖٌﻠ ﺧ ُ yang secara etimologis mempunyai
arti tabi’at (al sajiyyat), watak (al thab) budi pekerti, kebijaksanaan,
agama (al din). Menurut para ahli akhlak adalah suatu keadaan yang
11
28
melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan
dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran (secara spontan),
pertimbangan, atau penelitian. Akhlak biasa disebut juga dengan dorongan
jiwa manusia berupa perbuatan yang baik dan buruk.12 Para Ulama’ ilmu
akhlak merumuskan definisinya dengan berbeda-beda tinjauan yang
dikemukakannya antara lain:
a. Menurut Imam Al Ghazali akhlak adalah “suatu sifat yang tertanam
dalam diri atau jiwa manusia yang dari sifat itu melahirkan tindakan,
perlakuan atau perilaku amalan dengan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan dan pemikiran.”13
b. Abu bakar Jabir Al Jazairy mangatakan,“Akhlak adalah bentuk
kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia yang menimbulkan
perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercelah dengan cara yang
disengaja.”14
c. Ibrahim Anis Mengatakan : “akhlak adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa, yang dengannya lahirlah macammacam perbuatan, baik atau
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”15
d. Menurut Ali Abdul Halim Mahmud dalam kitab Akhlak mulia yang
dimaksud dengan akhlak (moral) adalah sebuah sistem yang lengkap
yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang
membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini
12
M. Abdul Mujieb, dkk, Ensiklopedi Tasawuf Imam Al-Ghazali Mudah Memahami dan Menjalankan Kehidupan Spiritual (Jakarta: Hikmah Mizan Publika, 2009), hlm. 38.
13
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), hlm. 14 14
Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia, 1999) h.2-3 15
29
membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berprilaku
sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok denagn dirinya dalam
kondisi yang berbeda-beda.16
Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
akhlak adalah perbuatan yang bersumber dari dorongan jiwanya yang
dapat dilakukan dengan mudah tanpa berpikir serta ikhlas semata-mata
karena Allah SWT, bukan karena ingin mendapat pujian. Atau istilah
agama yang dipakai untuk menilai perbuatan manusia apakah itu baik atau
buruk. Dengan demikian, secara terminologis pengertian akhlak adalah
tindakan yang berhubungan dengan tiga faktor penting, yaitu:
1) Kognitif: yaitu pengetahuan dasar manusia melalui potensi
intelektualitasnya.
2) Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya
menganalisis berbagai berbagai kejadian sebagai bagian dari
pengembangan ilmu pengetahuan.
3) Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional kedalam bentuk
perbuatan yang konkret.
Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan mahluk dan
hubungan antar makhluk. Perkataan ini bersumber dari kalimat yang
tercantum dalam Al Qur’an surat Al-Qalam ayat 4: 17
16
Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah al-khuluqiyah, (Gema Insani: Jakarta, 2004). h. 26 17
30
ٍميِظَع ٍقُلُخ ىلَعَل َكّنِإَو
ٗ
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung” (Qs. Al Qalam: 4)
Oleh karena itu makna akhlak memilki karakteristik, yaitu:
a) Akhlak yang didasari nilai-nilai pengetahuan Ilahiyah
b) Akhlak yang bermuara pada nilai-nilai kemanusiaan.
c) Akhlak yang berlandaskan ilmu pengetahuan18
Bebarapa istilah tentang akhlak, moral, etika dan juga budi pekerti
sering disinonimkan antar istilah yang satu dengan yang lainnya, karena
pada dasarnya semua mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi
orientasi sebagai petunjuk kehidupan manusia. Beberapa poin dibawah ini
akan memberikan penjelasan secara singkat mengenai istilah-istilah yang
juga digunakan dalam pembahasan akhlak dengan tujuan untuk dapat
mempermudah pemahaman akan perbedaan antara istilah-istilah tersebut.
1. Moral
Kata moral berasal dari bahasa latin Mores, kata jamak dari
mos, yang berarti adat kebiasaan. Dalam bahasa indonesia, moral
diterjemahkan dengan arti tata susila.19 Moral adalah perbuatan baik
dan buruk yang didasarkan pada kesepakatan masyarakat. Moral
merupakan istilah tentang prilaku atau akhlak yang diterapkan kepada
manusia sebagai individu maupun sebagai sosial. Moralitas bangsa
artinya tingkah laku umat manusia yang berada dalam suatu wilayah
18
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia. 2010). h.16 19
31
tertentu disuatu negara. Berbicara tentang moral, berarti berbicara
tentang tiga landasan utama terbentuknya moral20, yaitu:
a. Sumber moral atau pembuat moral. Dalam kehidupan masyarakat,
sumber moral dapat berasal dari adat kebiasaan. Pembuatnya bisa
seorang raja, sultan, kepala suku, dan tokoh agama. Bahkan
mayoritas adat dilahirkan oleh kebudayaan masyarakat yang
penciptanya sendiri tidak pernah diketahui, seperti mitos-mitos
yang sudah menjadi norma sosial.
b. Orang yang menjadi objek sekaligus subjek dari sumber moral dan
penciptanya. Moralitas sosial yang berasal dari adat, sedangkan
objek dan subjeknya adalah individu dan masyarakat yang sifatnay
lokal, karena adat hanya berlaku untuk wilayah tertentu.
c. Tujuan moral, yaitu tindakan yang diarahkan pada target tertentu,
misalnya ketertiban sosial, keamanan, dan kedamaian. Dalam
moralitas islam tujuan moralnya adalah mencapai kemashlahatan
duniawi dan ukhrawi.
2. Etika
Etika berasal dari bahasa yunani ethos, artinya adat istiadat
(kebiasaan). Etika merupakan istilah lain dari akhlak atau moral, tetapi
memiliki perbedaan yang subtansial karena konsep akhlak berasal dari
pandangan agama terhadap tigkah laku manusia, konsep etika
pandangan tentang tingkah laku manusia dalam perspektif filsafat,
20
32
sedangkan konsep moral lebih cenderung dilihat dalam perspektif
sosial normatif dan ideologis. Etika adalah ilmu tentang tingkah laku
manusia, prinsip-prinsip yang disistematisasi dari hasil pola pikir
manusia. Sedangkan menurut Franz Margin Suseno etika adalah usaha
manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk
memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup apabila ia menjadi
baik. Oleh karena itu, akal budi itu merupakan ciptaan Allah dan tentu
diberikan kepada manusia untuk dipergunakan oleh setiap manusia
dalam semua dimensi kehidupan.21
3. Budi Pekerti
Budi pekerti juga sering digunakan sebagai istilah akhlak, yang
mana budi diartikan sebagai alat batin untuk menimbang dan
menentukan mana yang baik dan buruk. Budi adalah hal yang
berhubungan dengan kesadaran yang didorong oleh pemikiran atau
yang disebut dengan karakter. Sedangkan pekerti ialah perbuatan
manusia yang terlihat karena terdorong oleh perasaan hati atau disebut
juga dengan behavior.
Hubungan antara akhlak dengan etika, moral, budi pekerti dapat
dilihat dari fungsi dan peranannya yang sama-sama menentukan hukum
atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dari aspek
baik dan buruknya, benar dan salah, yang sama-sama bertujuan untuk
21
33
menciptakan masyarakat yang damai, tentram, sejahtera secar lahir dan
batin.
Sedangkan perbedaan antara akhlak dengan etika, moral, budi
pekerti dapat dilihat dari sifat dan spektrum pembahasannya, yang mana
etika lebih bersifat teoritis dan memandang tingkah laku manusia secara
umum, sedangkan moral dan budi pekerti bersifat praktis yang ukurannya
adalah bentuk perbuatan. Sumber yang dijadikan patokan untuk
menentukan baik dan buruknya dari istilah-istilah tersebut pun berbeda,
akhlak dari alqur’an dan hadits, etika berdasarkan akal pikiran atau rasio,
sedangkan moral dan budi pekerti berdasarkan pada kebiasaan yang
berlaku pada masyarakat.
Dari uraian singkat diatas dapat disimpulkan bahwa antara akhlak
dengan etika, moral dan budi pekerti mempunyai nuansa perbedaan
sekaligus keterkaitan yang sangat erat. Kesemuanya mempunyai sumber
dan titik mula yang beragam yaitu wahyu, akal, dan adat istiadat atau
kebiasaan.22
Dengan demikian dapat dipahami bahwa akhlak adalah suatu sikap
atau kehendak manusia disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa yang
berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan
pembimbingan terlebih dahulu. Jiwa kehendak jiwa itu menimbulkan
perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang bagus, maka disebut
22
34
dengan akhlak yang terpuji. Begitu pula sebaliknya, jika menimbulkan
perbuatan-perbuatan dan kebiasaan-kebiasaan yang jelek, maka disebut
dengan akhlak yang tercela.
3. Pendidikan Akhlak
Setelah dijelaskan secara terpisah mengenai pengertian pendidikan
dan pengertian akhlak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak
adalah pendidikan mengenai dasar-dasar akhlak dan keutamaan perangai,
tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa
analisa sampai ia menjadi seorang mukallaf, seseorang yang telah siap
mengarungi lautan kehidupan. Ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak
pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu kuat, ingat
bersandar, meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, maka ia
akan memiliki potensi dan respon yang instingtif di dalam menerima setiap
keutamaan dan kemuliaan. Di samping terbiasa melakukan akhlak mulia.23
Atau suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja
untuk memberikan bimbingan, baik jasmani maupun rohani, melalui
penanaman nilai-nilai Islam, latihan moral, fisik serta menghasilkan
perubahan ke arah positif, yang nantinya dapat diaktualisasikan dalam
kehidupan, dengan kebiasaan bertingkah laku, berpikir dan berbudi pekerti
yang luhur menuju terbentuknya manusia yang berakhlak mulia, di mana
dapat menghasilkan perbuatan atau pengalaman dengan mudah tanpa harus
direnungkan dan disengaja atau tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran,
23
35
yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain atau bahkan
pengaruh-pengaruh yang indah dan pebuatan itu harus konstan (stabil)
dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sering sehingga dapat menjadi
kebiasaan.
B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Dalam hal ini ruang lingkup pendidikan akhlak tidak berbeda dengan ruang
lingkup ajaran islam yang berkaitan dengan pola hubungannya dengan tuhan,
sesama makhluk dan juga alam semesta.24 Sebagaimana di paparkan ruang
lingkupnya sebagai berikut:
1. Akhlak Kepada Allah SWT
Yang dimaksud dengan akhlak kepada Allah adalah sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan manusia sebagai makhluk kepada
tuhan sebagai Khaliq.25 Akhlak kepada Allah adalah beribadah kepada
Allah SWT, cinta kepada-Nya, cinta karena-Nya, tidak
menyekutukan-Nya. Bersyukur hanya kepada-Nya dan lain sebagainya. Menurut Hamzah
Ya’cob beribadah kepada Allah Swt dibagi atas dua macam :
a. Ibadah umum, adalah segala sesuatu yang dicintai oleh Allah dan
diridhoi-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan dengan kata
terang-terangan atau tersembunyi. Seperti berbakti kepada ibu dan
bapak, berbuat baik kepada tetangga, teman terutama berbuat dan
hormat kepada guru.
b. Ibadah khusus, seperti solat, zakat, puasa, haji.
24
M. Sholihin dan M. Rosyid Anwar. Akhlak Tasawuf. h. 97-98 25
36
2. Akhlak kepada sesama manusia
Menurut Hamzah Ya’cob, akhlak kepada sesama manusia adalah
sikap atau perbuatan manusia yang satu terhadap yang lain. Akhlak kepada
sesama manusia meliputi akhlak kepada orang tua, akhlak kepada saudara,
akhlak kepada tetangga, akhlak kepada sesama muslim, akhlak kepada
kaum lemah, termasuk juga akhlak kepada orang lain yaitu akhlak kepada
guru-guru merupakan orang yang berjasa dalam memberikan ilmu
pengetahuan. Maka seorang murid wajib menghormati dan menjaga
wibawa guru, selalu bersikap sopan kepadanya baik dalam ucapan maupun
tingkah laku, memperhatikan semua yang diajarkannya, mematuhi apa
yang di perintahkannya, mendengarkan serta melaksanakan segala
nasehat-nasehatnya, juga tidak melakukan hal-hal yang dilarang atau yang
tidak disukainya.26
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Oleh Al Qur’an berkaitan
dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini
bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti
membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang
benar, melakukan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan
menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau
salah, walaupun sambil memeberikan materi kepada yang disakiti hatinya
itu. Disisi lain, Al Qur’an menekankan bahwa setiap orang hendaknya
didudukkan secara wajar. Tidak masuk kerumah ornag lain tanpa izin, jika
26Hamzah Ya’Cob,
37
bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan adalah
ucapan yang baik. Setiap ucapan yang baik adalah ucapan yang benar,
jangan mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula
berprasangka buruk tanpa alasan atau menceritakan keburukan seseorang
dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk.27
3. Akhlak kepada lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu
yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun
bendabenda tak bernyawa.28 Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al
Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai
manusia Khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia
dengan sesamanya dan manusia terhadap alam, kekholifahan mengandung
arti pengayoman pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap mahluk
mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk
menghormati proses-proses yang sedang berjalan dan terhadap semua
proses yang sedang terjadi. Yang demikian dan menghantarkan manusia
bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan bahkan
dengan kata lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai
sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.29
C. Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang
ada dalam islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan
27
Abuddin nata, Akhlak Tasawuf ,,h.151-152 28
Ibid., h. 152 29
38
akhlak. Adapun yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah Al-Qur’an dan
Al Hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang lain senant’iasa dikembalikan
kepada Al-Qur’an dan Al Hadits. Diantara ayat Al-Qur’an yang menjadi dasar
pendidikan akhlak adalah surat Luqman: 17-18 30
ىَلَع ِِْْصاَو ِرَكْنُمْلا ِنَع َهْناَو ِفوُرْعَمْلِِ ْرُمْأَو َةاّصلا ِمِقَأ ََُّ ب ََ
َكَباَصَأ اَم
ِروُمِا ِمْزَع ْنِم َكِلَذ ّنِإ
ٔ۹
ِِ ِشََْ اَو ِساّنلِل َكّدَخ ْرِّعَصُت اَو
ٍروُخَف ٍلاَتُُْ ّلُك ّبُِ ا َّّا ّنِإ اًحَرَم ِضْرِا
ٔ٨
Artinya: (17) Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (18) Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Luqman :17-18)
Mengingat kebenaran Al-Qur’an dan Al Hadits adalah mutlak, maka
setiap ajaran yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al Hadits harus dilaksanakan
dan apabila bertentangan maka harus ditinggalkan. Dengan demikian dengan
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah Nabi akan menjamin
seseorang terhindar dari kesesatan. Sebagaimana telah disebutkan bahwa
selain Al-Qur’an, yang menjadi sumber pendidikan akhlak adalah Hadits.
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan sebagainya.
Dengan demikian, maka sesuatu yang disandarkan kepada beliau sebelum
beliau menjadi Rasul, bukanlah Hadits. Hadits memiliki nilai yang tinggi
30
39
setelah Al-Qur’an, banyak ayat Al-Qur’an yang mengemukakan tentang
kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Oleh karena itu
mengikuti jejak Rasulullah SAW sangatlah besar pengaruhnya dalam
pembentukan pribadi dan watak sebagai seorang muslim sejati.
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa ajaran islam serta
pendidikan akhlak mulia yang harus diteladani agar menjadi manusia yang
hidup sesuai dengan tuntutan syari’at, yang bertujuan untuk kemaslakhatan
serta kebahagiaan umat manusia. Sesungguhnya Rasulullah SAW adalah
contoh serta teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan
nilai-nilai akhlak yang sangat mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia
adalah yang paling mulia akhlaknya dan manusia yang paling sempurna
adalah yang memiliki akhlak Al karimah. Karena akhlak Al karimah
merupakan cerminan dari iman yang sempurna.
D. Tujuan Pendidikan Akhlak
Menurut Said Agil tujuan pendidikan adalah membentuk manusia
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, maju, mandiri sehingga memiliki
ketahanan rohaniah yang tinggi serta mampu beradaptasi dengan dinamika
perkembangan masyarakat.31 Sedangkan menurut Mahmud Yunus tujuan
pendidikan akhlak adalah membentuk putra-putri yang berakhlak mulia,
berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan keras, beradab, sopan
santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur dalam segala
31
40
perbuatan, suci murni hatinya.32 Hal senada juga dikemukakan oleh
Muhammad Athiyah al Abrasi, beliau mengatkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah untuk membentuk orang-orang yang bermoral
baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia
dalam tingkah laku serta beradab.33
Menurut Barwamie Umarie tujuan pendidikan akhlak adalah
supaya dapat terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia, terpuji serta
menghindari yang buruk, jelek, hina, tercela, sedangkan menurut Anwar
Masy’ari akhlak bertujuan untuk mengetahui perbedaan perangai manusia
yang baik dan yang jahat, agar manusia memegang teguh
perangai-perangai yang jelek, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan
masyarakat, tidak saling membenci dengan yang lain, tidak ada curiga –
mencurigai, tidak ada persengketaan antara hamba Allah SWT.34 Dengan
kata lain maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan akhlak :
pertama, supaya seorang terbiasa melakukan yang baik, indah, mulia,
terpuji serta menghindari yang buruk, jelek, hina, dan tercela. Kedua,
supaya interaksi manusia dengan Allah SWT dan dengan sesama makhluk
lainnya senantiasa terpelihara dengan baik dan harminis esensinya sudah
tentu untuk memperoleh yang baik, seseorang harus membandingkannya
dengan yang buruk atau membedakan keduanya.
32
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h.22
33
Muhammad Athiyah al Abrasi, Dasar-dasar pendidikan Islam, terj, Bustami Abdul Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang. 1994).h.103
34Anwar Masy’ari, Akhlak Alqur’an
41
Kemudian setelah itu, harus memilih yang baik dan meninggalkan
yang buruk. Tidak ada tujuan yang penting dalam pendidikan akhlak dari
pada membimbing manusia diatas prinsip kebenaran dan jalan lurus, jalan
Allah yang dapat mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak
yang baik merupakan tujuan pokok pendidikan akhlak akhlak dan akhlak
tidak bisa dikatakan baik kecuali jika sesuai dengan ajaran Al Qur’an.
Menurut Ali Abdul Halim Mahmud tujuan pendidikan akhlak antara
lain35:
1. Mempersiapkan manusia–manusia yang beriman yang selalu beramal
shaleh.
2. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran islam, melaksanakn apa yang
diperintahkan agama dan meninggalkan apa yang diharamkan,
menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan, serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan munkar.
3. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara
baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun non
muslim.
4. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mampu dan mau
mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan „amar ma’ruf nahi
munkar dan berjuang fi sabilillah demi tegaknya agama islam.
35
42
5. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau merasa bangga
dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan
hak-hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya karena
Allah SWT, dan sedikitpun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama
dia berada dijalan yang benar.
6. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia
adalah bagian dari seluruh umat islam yang berasal dari berbagai
daerah, suku dan bahasa.
7. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan
loyalitasnya kepada agama islam dan berusaha sekuat tenaga demi
tegaknya panji-panji islam dimuka bumi.
Pendidikan akhlak dalam islam berbeda dengan pendidikan–
pendidikan moral lainnya karena pendidikan akhlak dalam islam lebih
menitik beratkan pada hari esok, yaitu hari kiamat beserta hal-hal yang
berkaitan dengannya, seperti perhitungan amal, pahala dan dosa. Dari sini
tampak bahwa pendidikan akhlak dalam islam menyandingkan dan
menyeimbangkan antara dua sisi kehidupan, yaitu dunia dan akhirat.36
Demikianlah, secara ringkas gambaran tentang tujuan-tujuan
pendidikan akhlak dalam islam. Peran akhlak islam ini sangat besar bagi
manusia, karena ia cocok dengan realitas kehidupan mereka dan sangat
penting dalam mengantarkan mereka menjadi umat yang mulia disisi
Allah SWT.
36
43
E. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Nilai
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan.37 Nilai ialah prinsip atau hakikat yang menentukan harga
atau nilai dan makna bagi sesuatu.38 Nilai itu praktis dan efektif dalam
jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam
masyarakat.39 Dalam perekenomian, penentu nilai adalah emas atau apa
yang ditentukan di dalam bidangnya. Dalam kehidupan akhlak manusia,
yang menentukan nilai manusia dan harga diri dan amal serta sikapnya
ialah prinsip-prinsip tertentu seperti kebenaran, kebaikan, kesetiaan,
keadilan, persaudaraan, ketulusandan keikhlasan, kesungguhan dalam
kebenaran, persaudaraan dan keprihatinan.40
Dalam definisi lain, seperti disampaikan Noor Syam, bahwa nilai
adalah suatu penetapan atau suatu kualitas obyek yang menyangkut suatu
jenis apresiasi atau minat. Sehingga nilai merupakansuatu otoritas ukuran
dari subyek yang menilai, dalam artian dalam koridor keumuman dan
kelaziman dalam batas-batas tertentu yang pantas bagi pandangan individ