• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PEMULIAAN PADI SAWAH DI INDONESIA. U. Susanto, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN PEMULIAAN PADI SAWAH DI INDONESIA. U. Susanto, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

L

uas pertanaman padi di Indonesia diperkirakan mencapai 11–12 juta ha, yang tersebar di berbagai tipologi lahan seperti sawah (5,10 juta ha), lahan tadah hujan (2,10 juta ha), ladang (1,20 juta ha), dan lahan pasang surut. Lebih dari 90% produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah (Badan Pusat Statistik 2000), dan lebih dari 80% total areal pertanaman padi sawah telah ditanami varietas unggul (Badan Pusat Statistik 2000). Menurut Las (2002), peran peningkatan produk-tivitas (teknologi) dalam peningkatan

produksi padi mencapai 56,10%, per-luasan areal 26,30%, dan 17,60% oleh interaksi antara keduanya. Sementara itu, peran varietas unggul bersama pupuk dan air terhadap peningkatan produk-tivitas mencapai 75%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa varietas unggul terutama padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia.

Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan

sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat. Sejalan dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe varietas yang dihasilkan juga ber-beda-beda. Daradjat et al. (2001b) menggolongkan varietas padi sawah ke dalam empat tipe, yaitu tipe Bengawan, tipe PB5, tipe IRxx, serta tipe IR64 yang tahan hama dan penyakit utama serta bermutu baik. Perkembangan tipe varietas tersebut berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah nasional

se-PERKEMBANGAN PEMULIAAN PADI SAWAH

DI INDONESIA

U. Susanto, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno

Balai Penelitian Tanaman Padi, Jalan Raya 9, Sukamandi, Kotak Pos 11 Subang 41256

ABSTRAK

Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan varietas padi sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang waktu, diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara nasional. Beberapa tipe varietas padi yang telah berkembang di Indonesia adalah tipe Bengawan, PB5, IRxx, IR64, padi hibrida, dan padi tipe baru. Tipe-tipe tersebut muncul sesuai dengan kebutuhan, dimulai dengan perbaikan varietas lokal (tipe Bengawan), pembuatan padi yang genjah dan hasil tinggi karena responsif terhadap pemupukan (PB5), peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit (IRxx), dan penambahan sifat unggul pada rasa nasi yang enak (IR64). Varietas-varietas yang telah dilepas tersebut banyak yang saling berkerabat, sehingga keragamannya kurang dan potensi hasilnya pun tidak berbeda. Upaya untuk meningkatkan potensi hasil padi yang selama ini stagnan adalah melalui pemanfaatan fenomena heterosis (padi hibrida) dan arsitektur tanaman (padi tipe baru). Kedua upaya tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan perpadian di masa yang akan datang.

Kata kunci: Padi sawah, pemuliaan, Indonesia

ABSTRACT

Advance in lowland rice breeding in Indonesia

Improved rice variety is the key factor in increasing rice production in Indonesia. Development of lowland rice varieties in Indonesia is not only to improve the yield, but also to make it appropriate to agroecosystem conditions, social, culture, and consumer preference. Therefore, rice breeding became dinamic and resulted some types of rice varieties between time to time, followed by increasing the national average yield of rice. Some types of rice varieties developed in Indonesia are Bengawan, PB5, IRxx, IR64, hybrid rice, and new plant types. Those types are appropriate with the need, started with improvement of local varieties (Bengawan type) for early maturing with development of high yield because of responsiveness to fertilizers (PB5 type), utilization of pest resistant genes (IRxx type), and improvement of rice quality (IR64 type). Among these varieties, there are some varieties with high genetic relative among them, so they have poor variability and have no difference in the yield potential. Efforts to overcome this problem include the use of heterotic phenomenon (hybrid rice) and plant architecture (new plant type). The two efforts are expected to overcome the future world chalanges of rice.

(2)

perti dilaporkan Badan Pusat Statistik (1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000). Perkembangan rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia pada kurun waktu 1970−2000 ditampilkan pada Gambar 1.

Sampai dengan tahun 1970-an, program pengembangan varietas unggul padi sawah lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen dua sampai tiga kali. Menurut Suwarno (2000), untuk memenuhi kecukupan pangan, mulai tahun 1970-an dikembang-kan padi yang memiliki sifat potensi hasil tinggi (tipe PB5). Sejalan dengan hal tersebut, produktivitas padi sawah meningkat dari 3,55 t/ha pada tahun 1972 menjadi 3,75 t/ha pada tahun 1974 (Badan Pusat Statistik 1978). Pada tahun 1977, produktivitas padi sawah menurun kembali menjadi 3,03 t/ha (Badan Pusat Statistik 1978) karena munculnya wabah hama wereng coklat. Berkaitan dengan hal itu, pada tahun 1975–1985 di-kembangkan varietas padi dengan sifat produktivitas tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman seperti IR36, dan IR42 (tipe IRxx). Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor, mulai tahun 1985 dikembangkan varietas padi yang memiliki rasa enak (Suwarno 2000) seperti IR64.

Laju peningkatan produktivitas padi sawah melonjak tajam setelah tahun 1977. Namun, peningkatan produktivitas mulai

melandai pada tahun 1985−2000, yang menandakan semakin sempitnya ke-ragaman genetik potensi hasil varietas yang telah dilepas. Untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan beras di masa sekarang dan yang akan datang, perbaik-an potensi hasil padi mutlak diperlukperbaik-an. Wujud nyata terobosan perakitan varietas padi untuk masa yang akan datang adalah pengembangan padi hibrida dan padi tipe baru (Daradjat et al. 2001b).

PERIODE PEMULIAAN PADI

SAWAH DI INDONESIA

Pemuliaan Padi Sawah Tipe

Bengawan (1943 – 1967)

Menurut Harahap et al. (1972), per-silangan padi di Indonesia dimulai pada tahun 1920-an dengan memanfaatkan gene pool yang dibangun melalui introduksi tanaman. Sampai dengan tahun 1960-an, pemuliaan padi diarahkan pada lahan dengan pemupukan yang rendah, atau tanaman kurang responsif terhadap pemupukan.

Musaddad et al. (1993) melaporkan bahwa pelepasan varietas padi pertama kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu varietas Bengawan. Varietas tipe Benga-wan memiliki latar belakang genetik yang merupakan perbaikan dari varietas Cina yang berasal dari Cina, Latisail dari India,

dan Benong dari Indonesia (Hargrove et al. 1979). Karakteristik padi sawah tipe Bengawan menurut Daradjat et al. (2001b) adalah umur 140−155 hari setelah sebar (HSS), tinggi tanaman 145−165 cm, tidak responsif terhadap pemupukan, rasa nasi pada umumnya enak, dan daya hasil menurut Musaddad et al. (1993) sekitar 3,50−4 t/ha. Contoh varietas tipe Benga-wan menurut Harahap et al. (1972), Djunainah et al. (1993), Musaddad et al. (1993), dan Sunihardi et al. (1999), antara lain adalah Bengawan (1943), Jelita (1955), Dara (1960), Sinta (1963), Bathara (1965), dan Dewi Ratih (1969).

Pembentukan varietas padi di-lakukan dengan menyilangkan beberapa tetua, kemudian dari turunan persilangan tersebut dipilih tanaman-tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang baik. Per-silangan umumnya dilakukan dengan silang tunggal (single cross), silang puncak (top cross), silang ganda (double cross), dan silang balik (back cross). Metode pemuliaan yang digunakan di Indonesia sampai dengan tahun 1950-an adalah metode bulk, kemudian beralih kepada metode pedigree (Harahap dan Silitonga 1989).

Pemuliaan Padi Sawah Tipe

PB5 (1967 – 1985)

Kebutuhan akan beras yang terus meningkat menuntut peningkatan pro-duktivitas padi dengan segera. Oleh karena itu, dilakukan introduksi galur-galur/varietas dari IRRI yang memiliki potensi hasil tinggi. Pada tahun 1967 dilepas dua varietas introduksi, yaitu PB8 (1967) dan PB5 (1968) dengan potensi hasil 4,50−5,50 t/ha. Selain dilepas langsung sebagai varietas unggul baru, varietas-varietas introduksi juga me-rupakan sumber gen untuk memperbaiki sifat-sifat varietas yang sudah ada. Persilangan varietas PB5 dengan Sinta menghasilkan Pelita I-1 dan Pelita I-2. Dari dua varietas yang disebut terakhir selanjutnya berkembang lagi sejumlah varietas baru seperti Cisadane dan Sintanur. Hubungan kekerabatan di antara sejumlah varietas padi sawah ditampilkan pada Gambar 2. Berdasar-kan gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya varietas-varietas yang ditanam petani saat ini memiliki ke-kerabatan yang erat.

Gambar 1. Peningkatan rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia, 19721999 (Badan Pusat Statistik 1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000).

19700 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 0,50 1 1,50 2 2,50 3 3,50 4 4,50 5 t/ha

(3)

tanam rapat yang ternyata lebih praktis, mudah, dan murah (Harahap dan Silitonga 1989).

Pemuliaan Padi Sawah Tipe

IRxx (Multiple Resistance)

(1977 – ...)

Peningkatan produksi padi dapat di-tempuh melalui dua jalur, yaitu pe-ningkatan potensi hasil dan pepe-ningkatan stabilitas hasil (Daradjat et al. 2001b). Potensi hasil yang tinggi tidak akan teraktualisasi jika terjadi gangguan berupa cekaman biotik maupun abiotik. Oleh karena itu, stabilitas hasil juga perlu ditingkatkan, dalam arti varietas tertentu tetap berproduksi tinggi meskipun ter-jadi cekaman biotik berupa hama dan penyakit tanaman, atau abiotik berupa kondisi cuaca yang tidak menguntungkan atau tanah keracunan besi, aluminium, dan sebagainya. Berbagai varietas yang me-miliki gen ketahanan terhadap cekaman biotik atau abiotik tertentu dapat menjadi sumber gen.

Berkaitan dengan hal tersebut, upaya mengoleksi dan mengintroduksi gen harus terus dilakukan. Kerja sama dengan IRRI telah dilakukan, antara lain melalui program international network on genetic evaluation of rice (INGER) yang mengoleksi dan menyebarluaskan materi genetik dari seluruh dunia untuk dievaluasi di negara-negara terkait (Daradjat et al. 2001a). Berbagai jenis pertanaman yang ada dalam program INGER untuk mengevaluasi ketahanan terhadap cekaman biotik adalah inter-national rice tungro nursery (IRTN), international rice blast nursery (IRBN), international rice brown planthopper nursery (IRBPHN), dan international rice bacterial blight nursery (IRBBN ). Jenis-jenis pertanaman INGER yang lain dalam rangka mengevaluasi sifat-sifat yang berkaitan dengan spesifik lingkungan tumbuh maupun keunggulan spesifik adalah international irrigated rice observational nursery (IIRON), inter-national upland rice observational nursery (IURON), international hybrid rice observational nursery (IHRON), international finegrain aromatic rice observational nursery (IRFAON), international irrigated rice yield nursery-early (IIRYN-E), dan internation-al deepwater rice observationinternation-al nursery (IDRON). Materi-materi tersebut me-Eratnya kekerabatan antarvarietas

tersebut terjadi akibat suatu varietas disilangkan dengan sisterline-nya atau dengan varietas yang merupakan ke-turunannya. Sebagai contoh adalah perakitan varietas Cisadane dan Pelita I-1 (Gambar 3). Terlihat bahwa Cisadane berasal dari Pelita I-1 yang disilangkan dengan keturunan Pelita I-1. Sementara itu Pelita I-1 merupakan hasil persilangan Sinta dengan PB5 yang keduanya merupa-kan keturunan persilangan Cina dengan Latisail (McLaren et al. 2002).

Menurut Daradjat et al. (2001b), varietas tipe PB5 memiliki karakteristik

umur sedang (135−145 HSS), postur tanaman pendek-sedang (100−130 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (15−20), panjang malai sedang (75−125 butir/malai), responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil rata-rata sedang (4−5 t/ ha), serta rasa nasi antara pera sampai pulen. Contoh varietas tipe PB5 adalah Pelita I-1 (1971), Pelita I-2 (1971), Cisadane (1980), Cimandiri (1980), Ayung (1980), dan Krueng Aceh (1981).

Metode pemuliaan yang digunakan adalah metode pedigree. Namun, sejak tahun 1976 diterapkan juga metode bulk

Gambar 3. Pedigree varietas Cisadane.

Cisadane Cina Latisail Cina Latisail Bluebonnet Benong PTB21/PTB18 IR8 IR5 Sinta Peta ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ Pelita 1-1 CR94-13 Sigadis Bengawan

Tangkai rotan IR5 Sinta IR969-98-2-3 IR2157-3

Pelita 1-1

B2388

Gambar 2. Hubungan kekerabatan beberapa varietas padi, 1943− 2001.

Serayu Citarum Cisadane Cimandiri Ayung Cipunagara Krueng Aceh Atometa I Atometa II Cisokan Progo Cisanggarung Ciliwung Walanai Lusi Adil Makmur Cilamaya Muncul Cikapundung Pelita I-1 Pelita 1-2 Sinta Dewi Tara Arimbi Bathara Dewi Ratih Dara Bengawan Remaja Jelita Sintanur Way Seputih Atometa 4 Lariang ▼ ▼ ▼ Cina

(4)

rupakan sumber plasma nutfah untuk pembentukan varietas yang memiliki ketahanan ganda (tipe IRxx).

Varietas tipe IRxx menurut Daradjat et al. (2001b) memiliki karakteristik umur sedang (115−125 HSS), postur tanaman pendek sampai sedang (95−115 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (15−20), panjang malai sedang (75−125 butir/malai), responsif terhadap pemupukan, daya hasil sedang (4−5 t/ha), tahan hama dan penyakit utama serta cekaman abiotik, serta rasa nasi antara pera sampai pulen. Contoh varietas/galur tipe IRxx untuk tahan wereng coklat biotipe 1 adalah IR26, IR28, IR29, IR30, IR34; tahan wereng coklat biotipe 2 adalah IR32, IR36, IR42, Kencana Bali, Kelara, Babawee, PTb 33; dan tahan wereng coklat biotipe 3 yaitu IR70, IR68, Bahbutong, Barumun, dan Memberamo (Baehaki dan Rifki 1998; Soewito et al. 2000).

Latar belakang genetik tetua varietas tipe IRxx adalah varietas lokal yang berasal dari berbagai negara Asia, Afrika, dan Amerika. Metode pemuliaan yang di-gunakan terus berkembang, dan mungkin pula diterapkan metode pemuliaan modern seperti quantitative trait loci (QTL) dan marker assisted selection (MAS) untuk menyeleksi genotipe yang diharapkan.

Pemuliaan Padi Sawah Tipe

IR64 (1986

−−−−− ...)

Varietas IR64 diintroduksi dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun 1986. Varietas ini sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak, umur genjah, dan hasil relatif tinggi. Menurut Direktorat Bina Perbenihan (2000), IR64 merupakan varietas yang paling luas ditanam di Indonesia (2.118.000 ha), disusul varietas lokal (355.336 ha), Memberamo (271.557 ha), Way Apo Buru (285.985 ha), IR66 (216.020 ha), dan Cisadane (195.768 ha).

Karakteristik varietas tipe IR64 menurut Daradjat et al. (2001b) antara lain adalah umur sedang (100−125 HSS), postur tanaman pendek sampai sedang (95−115 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (20−25 anakan/rumpun, dengan anakan produktif 15−16 anakan/rumpun), pan-jang malai sedang, responsif terhadap

pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5−6 t/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Contoh varietas tipe IR64 adalah Way Apo Buru (1988), Widas (1999), Ciherang (2000), Tukad Unda (2000), dan Konawe (2001).

Latar belakang genetik tetua varietas IR64 relatif lebih luas daripada varietas PB5, tetapi masih banyak menggunakan varietas-varietas sebelumnya sebagai tetua sumber gen ketahanan terhadap hama dan penyakit serta keistimewaan tertentu. Pemanfaatan gen dari spesies Oryza nivara telah dilakukan pada varietas PB28, PB30, PB32, dan PB36. Kekerabatan dari sejumlah varietas yang dikembangkan pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Metode pemuliaan yang digunakan terus berkembang dan dilakukan modi-fikasi, misalnya digunakan metode bulk pada generasi awal. Setelah mengalami fiksasi dan seleksi individu selama beberapa generasi, kemudian dilanjutkan dengan metode pedigree.

Pemuliaan Padi Hibrida

Padi hibrida merupakan salah satu terobosan untuk mengatasi terjadinya stagnasi peningkatan potensi hasil varietas-varietas tipe sebelumnya. Kunci kemampuan padi hibrida untuk me-mecahkan kemandekan peningkatan hasil adalah potensi heterosisnya (hybrid vigor), yaitu superioritas F1 hibrida atas tetuanya (Virmani et al. 1997).

Pengembangan padi hibrida diawali dengan penemuan cytoplasmic male sterile (CMS) dan paket teknologi produksi benih padi hibrida. Teknologi padi hibrida dalam hal ini memerlukan pemanfaatan tiga galur, yaitu CMS, galur

pemulih kesuburan (restorer), dan galur pelestari (maintainer), sehingga biasa disebut dengan teknik tiga galur. Selanjut-nya berkembang teknik hibrida dua galur yang memanfaatkan galur environment genic male sterility (EGMS). Galur EGMS dapat menjadi steril pada kondisi tertentu sehingga dapat digunakan sebagai mandul jantan, tetapi dapat menjadi fertil pada kondisi yang lain sehingga diguna-kan untuk memperbanyak galur EGMS tersebut. Satu galur yang lain adalah tetua jantan.

Menurut Virmani et al. (1997), teknik tiga galur memerlukan dukungan kom-ponen-komponen sebagai berikut: 1) Galur mandul jantan (CMS = galur A)

yang 100% mandul dan stabil ke-mandulannya.

2) Galur pemulih kesuburan (restorer = galur R) dengan daya pemulihan kesuburan yang tinggi serta daya gabung khususnya, sehingga nilai heterosisnya tinggi.

3) Galur pelestari kemandulan tepung sari (galur B) yang murni.

Negara yang pertama meneliti padi hibrida adalah Cina. Pada tahun 1960 telah ditemukan CMS yang pertama dan pada tahun 1973 diperoleh hibrida padi yang pertama. Pada tahun 1976 padi hibrida disebarluaskan kepada petani dan memberikan nilai standar heterosis 20− 30%. Padi hibrida terus berkembang pesat dan pada tahun 1994 lebih dari 50% areal pertanaman padi di Cina telah ditanami padi hibrida (Yuan 1994).

Selanjutnya, IRRI mulai meneliti kembali padi hibrida pada tahun 1979 yang diikuti oleh 17 negara seperti India, Korea, Jepang, Amerika Serikat, Brasil, Vietnam, dan beberapa perusahaan swasta internasional. Pada tahun 1986 IRRI meneliti TGMS dan memanfaatkan bioteknologi dalam perakitan varietas

Gambar 4. Hubungan kekerabatan beberapa varietas tipe IR64.

Memberamo Maros Towuti Ciherang Tukad Petanu Tukad Unda Singkil Konawe Widas Way Apo Buru IR36 Tuntang Dodokan Way Seputih Lariang Batang Sumani IR65 Cilosari Cimelati ▼ Baruhun IR64 IR8 IR5 Peta dan ▼ ▼▼ ▼ ▼

(5)

padi hibrida (Rothschild 1998). Di Indonesia, penelitian padi hibrida dimulai pada tahun 1983 (Suprihatno dan Satoto 1998) setelah diintroduksikan padi hibrida dari Cina pada tahun 1979 (Danakusuma 1985).

Varietas padi hibrida diharapkan memiliki daya hasil lebih tinggi daripada varietas yang umum ditanam petani saat ini. Selain keunggulan potensi hasil, padi hibrida juga harus mempunyai berbagai sifat unggul yang terdapat pada varietas yang saat ini banyak ditanam petani. Virmani (1994) melaporkan bahwa ber-dasarkan penelitian pada MK 1986−MH 1992, padi hibrida dapat meningkatkan hasil 15−20% daripada varietas non-hibrida (inbrida).

Padi hibrida yang dihasilkan banyak memiliki latar belakang genetik galur-galur yang berasal dari IRRI. Namun demikian, pemanfaatan galur-galur yang beradaptasi baik di Indonesia mulai dilaksanakan, sehingga pada masa mendatang diharapkan hibrida yang dihasilkan sudah beradaptasi terhadap kondisi agroekosistem di Indonesia. Peluang untuk memperoleh padi hibrida yang demikian cukup besar, karena Virmani et al. (1997) melaporkan bahwa persilangan indica/japonica tropik prospektif menghasilkan hibrida yang unggul.

Perakitan dan pengujian padi hibrida di Indonesia telah menghasilkan tiga kombinasi hibrida harapan dan telah diuji multilokasi (Adijono et al. 2000). Pada tahun 2002, dua varietas hibrida telah dilepas, yaitu Maro dan Rokan. Pe-ngembangan padi hibrida menghadapi beberapa kendala antara lain:

1) Standar heterosis tidak stabil pada lingkungan yang berbeda (Adijono et al. 2000; Yuniati et al. 2000). 2) Produksi benih hibrida masih rendah,

karena tidak sinkronnya pembungaan galur CMS dengan restorer (R) dan maintainer (B) (Suprihatno dan Satoto 1989). Namun, Sutaryo et al. (2000) melaporkan bahwa sinkronisasi pembungaan antara galur CMS dan restorer cukup baik dan tidak ada interaksi yang nyata antara galur dan lingkungan.

3) Galur-galur CMS sangat peka ter-hadap hama dan penyakit daerah tropis (Suprihatno et al. 1986). Namun, dengan pemanfaatan restorer yang tahan, kelemahan tersebut diharap-kan dapat tertutupi.

Berbagai penelitian dan percobaan terus dilakukan dengan melibatkan para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, sehingga diharapkan kendala-kendala tersebut dapat teratasi.

Pemuliaan Padi Tipe Baru

Sejak varietas IR8 yang sangat responsif terhadap pemupukan tersebar luas di berbagai negara, Revolusi Hijau dimulai dan produksi padi meningkat luar biasa. Namun, sejak tahun 1980-an produktivitas padi sawah relatif tidak meningkat karena keragaman genetik yang sempit. Upaya terobosan dilakukan untuk membentuk arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan produktivitas tanaman. Padi yang dihasilkan kemudian dikenal dengan padi tipe baru. IRRI mulai mengembangkan padi tipe baru pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut.

Menurut Khush (1996), landasan pemikiran dalam pembentukan padi tipe baru adalah peningkatan indeks panen (IP) dan produksi biomassa tanaman. IP adalah perbandingan bobot kering gabah dengan total biomassa tanaman. IP varietas padi sebelumnya (semidwarft) yang berkisar antara 0,45−0,50 di-upayakan untuk ditingkatkan menjadi 0,60. Cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan proporsi distribusi foto-sintat ke sink daripada ke source. Caranya adalah dengan meningkatkan sink size, yang meliputi peningkatan jumlah gabah per malai dan translokasi asimilat ke gabah, serta meningkatkan masa pe-ngisian gabah antara lain dengan penundaan senescence kanopi, mem-perpanjang masa pengisian biji, dan meningkatkan ketahanan terhadap rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan dengan memodifikasi kanopi sehingga pembentukan kanopi dan penyerapan hara berlangsung cepat serta konsumsi karbon berkurang.

Karakteristik padi tipe baru menurut Peng et al. (1994) dan Khush (1996) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir gabah/malai), jumlah anakan pro-duktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan yang serempak, tanaman pendek (± 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua, senescence lambat, tahan rebah, perakaran kuat, batang lurus, tegak, besar, dan berwarna hijau gelap, sterilitas gabah

rendah, berumur genjah (100−130 hari), beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, IP mencapai 0,60, efektif dalam translokasi fotosintat dari source ke sink (biji), responsif terhadap pe-mupukan berat, dan tahan terhadap hama dan penyakit.

Kendala dalam program padi tipe baru adalah produksi biomassa yang rendah serta tingkat sterilitas yang tinggi (Peng et al. 1998). Hal ini diduga karena populasi awalnya dibuat dengan me-nyilangkan padi yang berbeda subspesies (indica x japonica tropic), sehingga terjadi ketidakteraturan meiosis dan tidak samanya distribusi kromosom pada keturunannya (Abdullah et al. 2001). Upaya pemecahan dilakukan dengan persilangan sebanyak-banyaknya untuk membentuk populasi dengan memanfaat-kan tetua japonica tropik yang memiliki sterilitas malai yang rendah (Daradjat 2001). Untuk persilangan yang sulit menghasilkan benih dilakukan dengan kultur embrio (Abdullah et al. 2001).

Populasi dasar padi tipe baru banyak dibentuk dengan memanfaatkan tetua dari subspesies indica dan japonica tropik sehingga latar belakang genetik-nya cukup luas. Dengan demikian, stagnasi pada varietas-varietas yang sudah ada diharapkan dapat dipecahkan. Hidayat (2001) melaporkan bahwa IRRI telah banyak memanfaatkan varietas lokal Indonesia sebagai tetua dalam pem-bentukan padi tipe baru. Varietas yang dijadikan donor untuk sifat anakan sedikit antara lain adalah Gaok, Genjah Gempol, dan Genjah Wangkal. Varietas-varietas yang dapat membentuk sifat malai lebat antara lain adalah Djawa, Ketan Gubat, dan Pare Bogor. Sumber gen sifat batang kuat berasal dari Putih Dayen, Gunang, dan Sirah Bareh dan untuk tahan tungro dari Bali Ontjer, Gundil Kuning, Jimbrug, dan Umbuk Putih. Pada awalnya, pembentukan populasi tanaman padi tipe baru di Indonesia menggunakan varietas IRBB5, Weshang II, Memberamo, Maros, TB154, BP68, dan IR65600 sebagai tetua persilangan. Kegiatan tersebut telah menghasilkan galur-galur yang sedang diuji daya hasilnya seperti BP138E-KN-36-2-2, BP364B-MR-33-2-PN-5-1, dan IR66160-121-4-5-3-MR-3-PN-1-2-1-1 (Balai Penelitian Tanaman Padi 2001). Diharapkan dalam beberapa tahun ke depan, salah satu dari galur tersebut dapat dilepas sebagai varietas padi tipe baru.

(6)

TANTANGAN KE DEPAN

Padi merupakan sumber makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, padi menjadi komoditas strategis yang dapat memberikan dampak yang serius pada bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Sejalan dengan hal tersebut, pengadaan beras nasional harus diperhatikan agar tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan.

Kebutuhan beras secara nasional terus meningkat seiring dengan mening-katnya jumlah penduduk. Produksi padi di Indonesia pada tahun 2000 sekitar 51,20 juta ton (Badan Pusat Statistik 2001), sedangkan kebutuhan padi pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 70 juta ton (IRRI 2001). Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan luas pertanaman dan intensitas tanam seperti saat ini, dengan produktivitas sebesar 6 t/ha, atau 1,60 t/ha lebih tinggi dari produktivitas tahun 2000 sebesar 4,40 t/ha. Padahal, pada tahun 1982 produktivitas sebesar 4,04 t/ha, sehingga selama 18 tahun produktivitas hanya meningkat 0,36 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas padi nasional harus

betul-betul dipacu agar dapat mencapai tingkatan yang diperlukan untuk me-menuhi kebutuhan beras yang terus meningkat. Berkaitan dengan hal ter-sebut, perakitan varietas yang memiliki produktivitas nyata lebih tinggi dari yang sudah dilepas mutlak diperlukan.

Varietas hibrida yang dapat mem-berikan lonjakan peningkatan produk-tivitas memberikan harapan terpenuhinya kebutuhan padi di masa yang akan datang. Balai Penelitian Tanaman Padi (2001) melaporkan bahwa padi hibrida memberikan hasil 7–8 t/ha, atau 15% lebih tinggi dari IR64 pada lokasi-lokasi yang dicoba. IRRI (2001) melaporkan bahwa teknologi padi hibrida potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2020 sebesar 800 juta ton.

Padi tipe baru juga diharapkan dapat memacu peningkatan produksi padi di Indonesia. Peng et al. (1994) melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan yang ideal, potensi hasil padi tipe baru mencapai 30–50% lebih tinggi dari varietas unggul yang telah ada. Balai Penelitian Tanaman Padi, dalam jangka

panjang memprogramkan pengembangan padi tipe baru dengan potensi hasil 12– 15 t/ha. Keunggulan padi tipe baru ini dapat dimanfaatkan dalam perakitan varietas padi hibrida, yang diharapkan memiliki produktivitas 15% lebih tinggi dari padi tipe baru asalnya. Keunggulan tersebut memberi harapan bahwa pe-landaian peningkatan produktivitas padi nasional dewasa ini dapat diatasi.

KESIMPULAN

Pemuliaan padi di Indonesia terus ber-kembang sesuai dengan semakin kom-pleksnya kebutuhan, sehingga tipe varietas yang dihasilkan pun mengalami perkembangan. Kekerabatan yang tinggi atau latar belakang genetik yang sempit menyebabkan tidak diperolehnya pe-ningkatan potensi hasil yang nyata, sehingga terjadi kemandegan peningkat-an potensi hasil padi di Indonesia. Padi hibrida dan padi tipe baru memberikan harapan untuk mengatasi pelandaian peningkatan potensi hasil varietas padi yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B., D.S. Brar, and A.L. Carpena. 2001. Introgression of biotic resistance genes from

Oryza minuta J.S. Presl. Ex C.B. Presl. into

new plant type of rice (O. sativa L). Seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Ta-naman Pangan, Bogor.

Adijono, Suwarno, P. Yuniati, E. Lubis, Sudibyo, dan B. Sutaryo. 2000. Pengujian beberapa padi hibrida harapan di berbagai lingkungan pengujian dalam upaya pengembangan varietas padi hibrida. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Baehaki, S.E. dan A. Rifki. 1998. Skrining

galur-galur harapan terhadap wereng coklat Biotipe 1, 2, dan 3. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1997/98 seri B. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Badan Pusat Statistik. 1978. Statistik Indonesia

1977. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1981. Statistik Indonesia

1980. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1986. Statistik Indonesia

1985. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1991. Statistik Indonesia

1990. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia 1995. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia

1999. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia

2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Padi. 2001. Laporan

Tahunan 1999/2000 Balai Penelitian Ta-naman Padi. Balai Penelitian TaTa-naman Padi, Sukamandi.

Danakusuma, T. 1985. Hasil pendahuluan pengujian dua varietas padi hibrida. Media Penelitian Sukamandi Vol. 1. hlm. 5−8. Daradjat, A.A. 2001. Laporan Perjalanan Dinas

ke Luar Negeri on Job Training on the Breeding High Yielding New Plant Type for Enhanching Productivity and Sustainability in Indonesia. Seminar Ilmiah Rutin Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Daradjat, A.A., Tj. Soewito, B.P. Ismail, D.

Murdani, P. Adijono, and A. Mukelar. 2001a. INGER network activities in Indonesia. Paper presented at INGER Workshop on Intellectual Property Right, Contracts and Germplasm Exchange, Bangkok, Thailand, 17−18 July 2001.

Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj. Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A. Simanullang. 2001b. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi, Suka-mandi.

Direktorat Bina Perbenihan. 2000. Inventarisasi Penyebaran Varietas Padi (ha) MT 2000 Seluruh Indonesia. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta.

Djunainah, Tw. Susanto, dan H. Kasim. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi 1943−1992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ta-naman Pangan, Bogor.

Harahap, Z., H. Siregar, and B.H. Siwi. 1972. Breeding rice varieties for Indonesia. p. 141– 146. In Rice Breeding. IRRI, Philippines. Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1989. Perbaikan

varietas padi. Dalam M. Ismunadji, M. Syam, dan Yuswadi (Ed) Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. hlm. 335−362.

Hargrove, T.R., W.R. Coffman, and V.L. Cabanilla. 1979. Genetic interrelationship of improved rice varieties in Asia. IRRI Research Paper Series No. 23.

(7)

Hidayat, Y.R. 2001. Strategi pengembangan "New Plant Type" varietas-varietas padi. Seminar Ilmiah Rutin Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

IRRI. 2001. Sekilas Kerja Sama Indonesia-IRRI, Dampak dan Tantangan ke Depan. IRRI, Filipina.

Khush, G.S. 1996. Prospects of and approaches to increasing the genetic yield potential of rice. In R.I. Everson, R.W. Herdt, and M. Hossain (Eds). Rice Research in Asia: Progress and Priorities. IRRI, Philippines. Las, I. 2002. Alternatif inovasi teknologi

peningkatan produktivitas dan daya saing padi. Power Point PPN 2002. Balai Pe-nelitian Tanaman Padi. 2002.

McLaren, C.G., L. Ramos, C. Lopez, and W. Eusebio. 2002. Ref. ICIS05M. Application of the Genealogy Management System (as CDROM programe of JCIS ver 0.5 M revised) IRRI Philippines.

Musaddad, A., H. Kasim, dan Sunihardi. 1993. Varietas Unggul Tanaman Pangan (High Yielding Varieties of Food Crops) 1918 1993. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Peng, S., G.S. Khush, and K.G. Cassman. 1994. Evolution of the New Plant Idiotype for increased yield potential. In K.G. Cassman (Ed). Breaking the Yield Barrier. Proceedings of a Workshop on Rice Yield Potential in Favourable Environment. IRRI, Philippines. Peng, S., G.S. Khush, R. Visperas, and A. Evangelista. 1998. Progress in increasing

grain yield by breeding a new plant type. In IRRI Program Report for 1998. IRRI, Philippines.

Rothschild, G.H.L. 1998. IRRI’s role an vision for hybrid rice. In. S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (Eds). Advances in Hybrid Rice Technology. IRRI, Philippines. Soewito, T., P. Adijono, E. Suparman, Supartopo, dan P.H. Siwi. 2000. Peningkatan ketahanan varietas padi unggul tahan terhadap wereng coklat. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/2000. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Sunihardi, Yusanti, dan Sri K. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Suprihatno, B. dan Satoto. 1989. Rasio barisan dan pengguntingan daun pada perbanyakan benih galur mandul jantan V41A dan MR365A. Media Penelitian Sukamandi Vol. 7. hlm. 31−34.

Suprihatno, B. and Satoto. 1998. Research and development for hybrid rice technology in Indonesia. In S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (Eds). Advances in Hybrid Rice Technology. IRRI. Philippines. Suprihatno, B., B. Sutaryo, dan P.M. Yuniati.

1986. Identifikasi galur-galur pelestari (maintainer) dan pemulih kesuburan

(res-torer) pada usaha pembuatan galur mandul

jantan baru. Media Penelitian Sukamandi Vol 2. hlm. 1−5.

Sutaryo, B., Suwarno, dan Adijono. 2000. Interaksi genotipe x lingkungan pada sinkronisasi pembungaan varietas tetua padi hibrida. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/2000 Buku II. Balai Pe-nelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Suwarno. 2000. Orientasi penelitian plasma

nutfah dan pemuliaan untuk menyongsong tantangan perpadian masa depan. Apresiasi Seminar Hasil Penelitian Tanaman Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, 10−11 November 2000.

Virmani, S.S., B.C. Viraktamath, C.L. Casal, R.S. Toledo, M.T. Lopez, and J.O. Manalo. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI, Philippines.

Virmani, S.S. 1994. Prospects of hybrid rice in the tropics and subtropics. In S.S. Virmani (Ed). Hybrid Rice Technology, New Development and Future Prospects. Selected Papers from the International Rice Research Conference, IRRI, Philippines.

Yuan, L.P. 1994. Increasing yield potential in rice by exploitation of heterosis. p. 1−6. In S.S. Virmani (Ed). Hybrid Rice Technology, New Development and Future Prospects. Selected Papers from the International Rice Research Conference, IRRI, Philippines. Yuniati, P.M., O. Syahromi, dan Suwarno. 2000.

Respons padi hibrida terhadap pemupukan. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/ 2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Gambar

Gambar 1. Peningkatan rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia, 1972 − 1999 (Badan Pusat Statistik 1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000).
Gambar 3.   Pedigree varietas Cisadane.
Gambar 4.    Hubungan kekerabatan beberapa varietas tipe IR64.

Referensi

Dokumen terkait

Luar kawasan taman nasional merupakan kawasan zona penyangga (buffer zone) yang dikelola Perum Perhutani yang difungsikan sebagai kawasan hutan produksi,

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada tujuh mahasiswa dari tujuh prodi di Fakultas Ilmu Sosial dapat diketahui bahwa setiap mahasiswa mempunyai harapan yang

Dari unsur tersebut maka perbuatan yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi adalah perbuatan menerima pemberian tersebut dilakukan oleh pegawai negeri atau

Bagi penulis, bisa wenambah wawasan serta pengalaman penulis dalam mengetahui beragam sifat dan karakter manusia dilihat dari unsur yang ada dalam diri manusia,

Analisis distribusi pola selang waktu antar kerusakan dilakukan untukmelihat apakah semua mesin memiliki pola distribusi selang waktu antarkerusakan yang sama sehingga

DAFTAR NAMA MAHASISWA PRODI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS 'AISYIYAH YOGYAKARTA Pembimbing Akademik : Rusminingsih, S.ST.,

Berkaitan dengan penelitian dengan tema “ Penerapan Program Orientasi Pasien Baru Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RS Panti

Reduktor adalah 6at (an' mereduksi 6al lain dalam suatu reaksi redoks+ dan 6at itu sendiri men'alami oksidasi. ksidator adalah 6at (an' men'oksidasi 6at lain dalam suatu