• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

25

BAB III

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

HIPOTESIS

3.1. Kajian Teori

Untuk lebih memahami pengertian tentang Budaya Organisasi, Perubahan Organisasi, Kepemimpinan serta Turnover Intention, peneliti mengumpulkan pendapat-pendapat ahli yang berhubungan dengan hal tersebut yang terdapat dalam karya-karya mereka dalam bentuk buku.

3.1.1 Budaya Organisasi

Menurut beberapa literature istilah budaya perusahan/corporate culture sering diganti dengan budaya organisasi/organization culture. Kedua istilah tersebut dianggap memiliki pengertian yang sama menurut Soedjono (2005). Menurut Schein (1996), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yan benar dalam mengkaji, berpkir dan meraskan masalah yang dihadapi.

Robbins (2008) memberikan pengertian atau definisi Budaya Organisasi yang dibagi dalam 4 (empat) hal pokok yang terdapat dalam Budaya Organisasi yaitu :

(2)

26

a. Nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi

b. Falsafah yang menuntun kebijaksanaan organisasi terhadap pegawai dan pelanggan

c. Cara pekerjaan dilakukan di tempat itu

d. Asumsi dan kepercayaan dasar yan terdapat di antara anggota organisasi

Menurut Griffin (2013) budaya organisasi adalah pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma berssama yang menjadi ciri organisasi. Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Dengan demikian budaya organisasi adalah suatu sistem pemehaman dalam bertindak yang dimengerti dan menjadi pegangan seluruh karyawan yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi dan dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organsiasi seharusnya dijalankan.

Menurut Hofstede (1980), mendefinisikan budaya organisasi sebagai keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain. Setelah mempelajari budaya organisasi di berbagai negara yang akhirnya melahirkan empat dimensi budaya, yaitu : individu-kolektif (Individualism-collectivism), jarak kekuasaan

(3)

27

(power distance), maskulin-feminin (masculinity-feminity), penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).

Individualisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut longgar dalam masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dan keluarga dekatnya. Kolektivisme berarti kecenderungan akan kerangka sosial yang terajut ketat dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya” atau "kami".

Jarak kekuasaan merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak didistribusikan secara merata. Hal ini mempengaruhi perilaku anggota masyarakat yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Orang-orang dalam masyarakat yang memiliki jarak kekuasaan besar menerima tatanan hirarkis dimana setiap orang mempunyai suatu tempat yang tidak lagi memerlukan justifikasi. Orang-orang dalam masyarakat yang berjarak kekuasaan kecil menginginkan persamaan kekuasaan dan menuntut justifikasi atas perbedaan kekuasaan. Isu utama atas dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan diantara penduduk ketika hal tersebut terjadi. Hal ini mempunyai konsekuensi jelas terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka.

(4)

28

Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa tak nyaman dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidakpastian yang kuat menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Masyarakat yang mempunyai penghindaran ketidakpastian yang lemah menjaga suasana yang lebih santai dimana praktek dianggap lebih dari prinsip dan penyimpangan lebih dapat ditoleransi. Isu utama dalam dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat bereaksi atas fakta yang datang hanya sekali dan masa depan yang tidak diketahui. Apakah ia mencoba mengendalikan masa depan atau membiarkannya berlalu. Seperti halnya jarak kekuasaan, penghindaran ketidak pastian memiliki konsekuensi akan cara orang-orang mengembangkan lembaga dan organisasi mereka.

Maskulinitas berarti kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan, ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin. Secara skematis dimensi budaya Hopstede dapat diiktisarkan sebagai berikut:

Kajian Budaya Organisasi memberikan arti sebagai a system of shared

(5)

29

from other organizations (Robbins, 2003). Dari istilah ini dapat

dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi, yang membedakannya dengan organisasi-organisasi lainnya. Kajian Robbins (2008) tentang budaya organisasi mengatakan bahwa sistem makna yang dikemukakan merupakan himpunan karakteristik kunci dari nilai perusahaan tersebut, dan sekurang-kurangnya ada 7 (tujuh) karakteristik utama, yaitu:

1) Innovation and risktaking; Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.

2) Attention to detail; Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.

3) Outcome orientation; Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

4) People orientation; Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.

5) Team orientation; Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.

(6)

30

6) Agresivitas; Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.

7) Stability; Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Mengenai sejauhmana budaya organisasi berfungsi, Robbins, (2008) menyatakan terdapat 5 fungsi budaya organisasi yaitu : (1) berperan menetapkan tapal batas; (2) mengantarkan suatu perasaan identitas bagi anggota organisasi; (3) mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dari pada kepentingan individu sekarang ; (4) meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi; (5) sebagai mekanisme kontrol dan menjadi rasional yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.

Kajian budaya organisasi Schein (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan "a pattern of basic assumptions that a given

group has external adaptation and internal integration, and that have worked well enough to be considered valid, and therefore, to perceive, think, and feel in relation to those problems."

Dapat dikatakan bahwa budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal

(7)

31

yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena itu diajarkan dan diwariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan, dan merasakan terkait dengan masalah-masalah tersebut.

Lebih lanjut Schein (1996) dalam karyanya yang berjudul corporate

culture and leadership membagi fungsi budaya organisasi berdasarkan tahap

pengembangannya, yaitu :

1). Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi, pada tahap ini fungsi budaya organisasi terletak pada pembeda, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kelompok atau organisasi lain ;

2). Fase pertengahan hidup organisasi, pada fase ini budaya organisasi berfungsi sebagai integrator karena munculnya sub-sub budaya baru sebagai penyelamat krisis identitas dan membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya organisasi ;

3). Fase dewasa, pada fase ini budaya organisasi dapat sebagai penghambat dalam berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk berpuas diri.

Selain itu Schein dalam Tika (2010) memberikan beberapa asumsi dasar yang membentuk budaya organisasi. Asumsi dasar ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menilai budaya suatu organisasi. Beberapa dimensi asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut.

(8)

32

1) Keterkaitan lingkungan organisasi. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, tentang bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat yang mana hal ini dapat dilihat melalui jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan yang diberikan, atau dimana pasar utamanya, atau segmentasi pelanggan yang dibidik. Kedua, tentang apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi, apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial-budaya, atau yang lainnya. Ketiga, bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap lingkungan, apakah organisasi mendominasi, atau didominasi oleh, atau seimbang dengan lingkungannya tersebut.

2) Hakikat realitas dan kebenaran. Terdapat empat dimensi dari aspek ini. Pertama, realitas fisik yang menyangkut persoalan kriteria obyektif atas fakta. Kedua, realitas sosial yang mempersoalkan konsensus atas opini, kebiasaan, dogma, dan prinsip. Ketiga, realitas subyektif yang mempersoalkan pengalaman subyektif atas pendapat, kecenderungan, dan cita rasa pribadi. Keempat, Mengenai kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu seharusnya ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat orang-orang bijak atau orang-orang yang berwenang, proses hukum, resolusi konflik, uji coba, atau pengujian ilmiah.

3) Hakikat sifat manusia. Terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, tentang sifat dasar manusia yaitu apakah manusia pada dasarnya bersifat baik, buruk, atau netral. Kedua, mengenai perubahan sifat tersebut yaitu apakah sifat

(9)

33

manusia itu tetap (tidak dapat berubah) ataukah dapat berubah dan disempurnakan ? Mana yang lebih baik misalnya antara teori X atau teori Y ?

4) Hakikat kegiatan manusia. Dimensi utama dari aspek ini adalah sikap mental manusia terhadap lingkungan, yaitu apakah proaktif, reaktif, ataukah harmoni ?

5) Hakikat hubungan antar manusia. Terdapat dua dimensi dari aspek ini. Pertama, struktur hubungan manusiawi yang memiliki alternatif linealitas, kolateralitas, atau individualitas. Kedua, struktur hubungan organisasi yang mempunyai variasi otokrasi, paternalisme, konsultasi, partisipasi, delegasi, kolegialitas. Selanjutnya Schein (1996) menambahkan pla dua asumsi dasar lagi dalam karyanya tersebut sebagai sub dimensi hakikat realitas dan kebenaran. Dua asumsi tambahan ini adalah sebagai berikut.

6) Hakikat waktu. Terdapat tiga dimensi dari aspek ini. Pertama, arahan fokus yang menyangkut masa lalu, kini, dan masa mendatang. Kedua, konsep dasar waktu tentang apakah waktu itu bersifat linear (monokronik), atau polikronik, atau siklikal. Ketiga, tentang apakah ukuran waktu yang relevan yang berlaku dalam organisasi tersebut, yaitu apakah mempergunakan satuan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya.

7) Hakikat Ruang. Terdapat tiga dimensi dalam aspek ini. Pertama, ketersediaan ruang yang menyangkut apakah ruang itu tersedia, ataukah tersedia namun terbatas, ataukah terbatas dalam pandangan orang-orang tersebut. Kedua, penggunaan ruang sebagai simbol yang berkenaan dengan

(10)

34

pandangan apakah ruang itu berfungsi sebagai status dan kekuasaan, atau untuk keakraban, atau berfungsi sangat pribadi. Ketiga, fungsi ruang sebagai norma 'jarak', yaitu jarak antara formal-informal, dan jarak antara sahabat-teman, serta jarak dalam pertemuan dan hubungan dengan orang luar.

3.1.2 Perubahan Organisasi

Seiring dengan perkembangan perusahaan maka perubahan organisasi menjadi suatu kebutuhan agar perusahaan terus bertahan dan terus berkembang. Perubahan dapat dilakukan sesuai dengan yang telah direncanakan maupun tidak direncanakan dalam struktur organisasi, teknologi dan orang-orang (Greenberg dan Baron, 2003). Sebagian Organisasi menganggap perubahan sebagai kejadian yang kebetulan. Perubahan terencana mengacu pada aktivitas-aktivitas perubahan yang disengaja dan terarah pada tujuan tertentu. Tujuan perubahan terencana yaitu meningkatkan kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan yang tejadi pada lingkungan dan mengubah perilaku karyawan (Robbins dan Judge, 2007).

3.1.2.1 Me-manage dan Mengendalikan Organisasi

Merujuk pada pendapat Robbin (2007) Perubahan Organisasi dapat dilakukan dengan 4 (empat) hal yaitu perubahan Struktur, perubahan teknologi, perubahan fisik serta perubahan sumber daya manusia.

(11)

35

Budaya organisasi bersifat dinamik dan pluralistic, akan tetapi di lain pihak masih terjadi perdebatan tentang apakah budaya organisasi dapat

di-manage dan dikendalikan.

Ada 2 (dua) pandangan mengenai hal tersebut. Yang pertama menurut Gagliardi menyatakan bahwa budaya organisasi tidak dapat di-manage dan dikendalikan. Argumentasi yang digunakan adalah bahwa budaya organisasi merupakan komponen illusive yang menyatu dalam diri setiap orang pada tempat yang paling dasar (alam bawah sadar), sehingga untuk merubah budaya organisasi membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana alam bawah sadar terbentuk dan berfungsi serta memungkinkan akan menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan bila merubah budaya organisasi

Sedangkan pandangan kedua menyatakan bahwa budaya organisasi dapat di-manage dan dikendalikan. Pada kelompok ini, menyatakan bahwa perubahan budaya organisasi dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu pendapat bahwa perubahan budaya organisasi sangat bergantung kemauan para pimpinan tertinggi organisasi dan perubahan budaya organisasi hanya dapat dilakukan jika memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya organisasi.

Selain itu ada pandangan lain (pandangan ketiga) yang lebih moderat yaitu yang tidak mempertentangakan mengenai apakah budaya organisasi dapat di-manage dan dikendalikan ataukah tidak, tetapi lebih menekankan tentang bagaimana, kapan dan dalam keadaan apa sebaiknya budaya organisasi dirubah.

(12)

36

Tergantung pada kondisi lingkungan yang memerlukan perubahan antara lain terjadinya krisis organisasi, pergantian kepemimpinan dan pembentukan organisasi baru.

3.1.2.2. Siklus Hidup Organisasi (Organizational Life Cyrcle)

Membangun budaya organisasi tentu berbeda dengan memciptakan suatu produk tertentu untuk ditawarkan kepada masyarakat. Budaya Organsasi diciptakan bukan sekedar bisa lahir dan dapat berjalan, akan tetapi budaya organisasi diciptakan untuk dapat bertahan dan terus tumbuh berkelanjutan (sustainable growth) tanpa batas waktu sampai dengan suatu sebab memaksanya untuk menghentikan kegiatan. organisasi.

Seperti juga produk, organisasi juga mempunyai siklus hidup. Setiap tahapan siklus hidup organisasi memiliki ciri atau karakteristik tertentu yang berbeda pada tiap tahapannya. Dengan memahami karakteristik ini, maka setiap manajer akan lebih mudah menetapkan skala prioritas yang berbeda pada setiap tahapan. Disamping itu tujuan memahami siklus hidup organisasi adalah agar setiap orang lebih memiliki keterlibatan dalam organisasi, sehingga manajer lebih mudah menetapkan kapan dan bagaimana perubahan dilakukan untuk mempertahankan hidup organisasi dan menjamin keberlangsungan organisasi.

Ada beberapa pendapat tentang siklus hidup organisasi, tahapan sederhana dari Siklus hidup organisasi (SHO) dimulai dari :

(13)

37

2. Tahap pertumbuha (growth stage). setelah melewati masa kritis, bisa survive dan eksis, siklus organisasi berlanjut pada tingkat tumbuh dan menjadi besar.

3. Maturity stagnant, pertumbuhan organisasi pada titik tertentu akan berhenti (stagnant) karena mengalami kejenuhan (maturity stagnant).

4. Revival stage, bila situasi kejenuhan ini bisa diatasi maka organisasi akan bangkit kembali.

5. Declining stage, bila kejenuhan organisasi tidak dapat diatasi maka organisasi akan masuk pada tahap penuruna. Bila terus menurun tanpa ada upaya untuk bangkit maka kemungkinan organsisasi akan menuju tahap akhir yaitu;

6. Death, Orgasasi dipaksa oleh seleksi alam menuju pada tahap akhir atau kematian.

3.1.2.3. Siklus Hidup Organisasi dan Perubahan Budaya Organisasi

Bukan hal yang mudah untuk merubah budaya organisasi. Budaya organisasi yang telah menyatu dengan masing-masing anggota organisasi dan tersistem dalam kehidupan organisasi, akan membuat para anggotanya untuk cenderung mempertahankannya bila perubahan budaya organisasi dilakukan, tanpa memperhatikan apakah budaya organisasi tersebut functional atau

dysfunctional terhadap kehidupan organisasi. Perubahan budaya organisasi akan

selalu berhadapan dengan resistensi para karyawan, oleh karena itu perubahan budaya seringkali dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

(14)

38

Krisis organisasi (vicious dyrcle) sering menjadi dasar dan awal dari adanya perubahan budaya organisasi. Saat organisasi berusaha mengatasi situasi kritis yang disebabkan oleh faktur internal maupun eksternal (di luar lingkungan organisasi) dan perubahan budaya organisasi dilakukan maka para karyawan yang kena dampak dari perubahan tersebut akan berusaha mempertahankan budaya lama.

Perubahan budaya organisasi bukan hanya terjadi pada tahapan organsasi sedang stagnan tetapi juga pada setiap tahapan siklus hidup organisasi. Tentu saja dengan tujuan yang berbeda bila perubahan organisasi terjadi di tahapan diluar organisasi sudah dewasa atau dalam proses penurunan.

a. Mekanisme perubahan pada tahap berdiri dan pertumbuhan

Pada tahap ini organisasi belum begitu kompleks dan peran pendiri dan atau keluarganya sangat dominant, sehingga budaya organisasi merupakan cerminan nilainilai dan pandangan para pendiri dan para pekerja yang datang belakangan hanya sekedar mengikuti, mempelajari dan mengikuti saja seolah-olah tidak mempunyai peran dalam membangun budaya organisasi. Bagi para pendiri budaya organisasi lebih berfungsi sebagai alat untuk mengintegrasikan pekerja dengan organisasi, alat perekat diantara anggota organisasi dan alat untuk membangun komitmen dalam rangka menunjukkan identitas diri organisasi sehingga jika ada perubahan budaya organisasi lebih disebabkan karena adanya tuntutan internal dan agar terjadinya kohesivitas atau integrasi internal yang semakin kokoh.

(15)

39

Ada 4 (empat) mekanisme perubahan yang bisa digunakan yaitu :

1. Perubahan evolutif yang bersifat natural; Perubahan budaya yang bersifat natural tanpa adanya rekayasa perencanaan sebelumnya dan lebih berorientasi internal dalam kerangka memperkokoh nilai-nilai yang sudah ada.

2. Perubahan evolutif yang dipandu dari dalam organisasi (self guided)

dengan menggunakan terapi organisasi; Perubahan budaya karena adanya

kesadaran akan pentingnya memantau terus kondisi internal organisasi, melakukan penilaian dan evaluasi sehingga mengetahui kelemahan dan kelebihan organisasi. Perubahan ini terkadang membutuhkan keterlibatan orang luar dengan tujuan memberikan jaminan secara psikologis kepada orang-orang dalam organisasi bahwa perubahan tidak perlu ditakutkan.

3. Perubahan evolutif dengan hybrids; Perubahan budaya dengan membiarkan budaya lama tetap eksis namun pada saat yang bersamaan mulai diperkenalkan budaya baru sampai pada saatnya nanti budaya baru benar-benar bisa menggantikan budaya yang lama. Untuk perubahan ini diperlukan bantuan orang dalam yang sudah lama bergabung dengan perusahan, sehingga keberadaannya dapat diterima semua pihak.

4. Perubahan revolutif terkendali dengan bantuan pihak luar organisas; Perubahan ini bisa dikatakan revolusioner karena perubahanya melibatkan orang luar meski perubahannya masih dalam batas kendali organisasi (para pendiri).

(16)

40

b. Mekanisme perubahan pada tahap perkembangan

Pada tahap ini tujuan perubahan budaya adalah untuk melakukan adaptasi eksternal yang dilakukan secara sistematis dan terencana. Adapun mekanisme yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Perubahan terencana dan pengembangan organisasi (Planned change and

organizational development); Perubahan yang dilakukan secara terencana

untuk menselaraskan budaya dengan perkeambangan organisasi di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan perkembangan organisasi tidak sesuai lagi dengan budaya organisasi yang ada.

2. Perubahan budaya dengan memperkenalkan teknologi baru (technological

seduction); Perubahan budaya dikarenakan adanya perubahan penggunaan

teknologi baru. Perubahan teknologi akan mendorong perubahan perilaku yang merupakan hasil adopsi nilai, keyakinan dan asumsi baru dalam menjalankan aktifitas perusahaan.

3. Perubahan budaya dengan memaparkan sisi negative dari mitos yang

selama ini berkembang di dalam organisasi; Perubahan dilakukan dengan

mengembangkan asumsi atau mitos lain yang lebih relevan dalam menjalankan aktifitas perusahaan.

4. Perubahan sedikit demi sedikit tetapi konsisten (Incrementalism); Perubahan dilakukan dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada

(17)

41

dalam upayanya untuk mempengaruhi semua pihak yang terlibat dalam perusahan sehingga tujuan akhir tercapai.

c. Mekanisme perubahan pada tahap penurunan

Penurunan biasanya diawali dengan adanya krisis organisasi yang disebabkan perubahan internal dan eksternal organisasi. Pada situasi seperti ini biasanya perubahan dilakukan secara structural atau radikal dengan 2 (dua) opsi yang berkembang yaitu transformasi dan destruksi. Adapun mekanisme perubahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Perubahan yang bersifat persuasi dengan sedikit ancaman (coercive

persuasion);

Perubahan dengan memaksa orang membuka pbikirannya agar bisa memotivasi dirinya untuk mencari informasi baru sehingga ia bisa mendefinisikan ulang kedudukan dirinya dan menentukan apa yang dilakukannya.

2. Perubahan budaya melalui strategi penyehatan organisasi (turnaround); Perubahan ini biasanya dilakukan dengan mulai memperkenalkan budaya baru dengan cara meng-edukasi dan coaching para anggota organisasi, merubah struktur dan proses organisasi, memberi perhatian dan penghargaan, menciptakan slogan disamping memberikan sedikit ancaman bagi mereka yang tidak mau berubah.

(18)

42

3. Perubahan budaya melalui reorganisasi dan melahirkan kembali

organisasi baru (reorganization and rebirth); Perubahan ini dimulai

dengan pembubaran organisasi kemudian membentuk organisasi yang baru baik secara simbolik yaitu dengan cara menata ulang visi, misi dan tujuan jangka panjang serta pergantian kepemimpinan. Sedangkan secara riil berupa berbentuk akuisisi dan merger bahkan joint venture (aliansi strategis).

3.1.2.4. Strategi Generik Perubahan Budaya

Menurut Paul Bate ada 4 (empat) pendekatan yang bisa dilakukan agar perubahan budaya oaganisasi berjalan efektif. Pendekatan tersebut adalah :

a. Pendekatan agresif (Aggressive approach); Perubahan budaya dengan menggunakan pendekatan kekuasaan, non-kolaboratif, membuat konflik, sifatnya dipaksakan, sifatnya win-lose, unilateral dan menggunakan dekrit. Pendekatan ini menurut Schein disebut dengan pendekatan struktural yaitu dengan mencabut akar-akar budaya lama yang sudah menyatu dengan anggota organisasi.

b. Pendekatan jalan damai (Conciliative approach); Perubahan dilakukan dengan memperkenalkan budaya baru sebelum mengganti budaya lama. Perubahan dilakukan secara berssama-sama melibatkan anggota organisasi, permasalahan dipecahkan bersama tanpaa merugikan perusahaan dan karyawan. Dilakukan secara menyeluruh baik perubahan budayanya maupun yang terlibat didalamnya

(19)

43

c. Pendekatan korosif (Corrosive approach; Perubahan budaya yang dilaukan dengan pendekatan informal, evolutif, tidak terencana, politis, koalisi dan mengandalkan networking. Budaya lama sedikit demi sedikit dirusak dan diganti dengan budaya baru

d. Pendekatan indoktrinasi (Indoctrinative approachI); Pendekatan yang bersifat normatif dengan menggunakan program pelatihan dan pendidikan ulang terhadap pemahaman budaya yang baru.

Berdasarkan cara pendekatan tersebut diatas, Paul Bate mengelompokan perubahan budaya organisasi kedalam 5 (lima) tahap perubahan yaitu :

1. Deformative (Tahap gagasan perubahan) yaitu perubahan budaya belum benar-benar terjadi, baru sebatas gagasan yang menegaskan bahwa perubahan budaya perlu dilakukan. Pada tahap ini biasanya terjadi shock therapy dan mendramatisir pemaparan perlunya perubahan budaya .

2. Reconsiliative (Tahap dukungan gagasan perubahan) yaitu Adanya dukungan berbagai pihak terhadap gagasan perubahan budaya. Pada tahap ini terjadinya negosiasi terhadap pelaku budaya baik dari pihak inisiator atau pendorong perubahan maupun pihak yang tidak setuju perubahan budaya

3. Acculturative (Tahap komunikasi dan komitmen) yaitu terjadinya komunikasi yang intensif terhadap kesepakatan yang diperloleh pada tahap sebelumnya untuk menciptakan komitmen. Pada tahap ini perlu dilakukan proses sosialisasi dan edukasi untuk membantu penetrasi perubahan budaya

(20)

44

4. Enactive (Tahap pelaksanaan perubahan) yaitu pelaksanaan hasil pemikiran,

pembahasan dan diskusi tentang budaya baru. Pelaksanaan ini terdapat 2 (dua) bentu yaitu personal enactment (masing-masing individu melakukan tindakan yang memungkinkan budaya menjadi bagian dari kehidupan mereka) dan collective enactment (para pelaku budaya secara bersama-sama memecahkan persoalan cultural yang selama ini masih menggantung)

5. Formative (Tahap pembentukan struktur dan bentuk budaya) yaitu saat

membentuk dan mendesain struktur budaya sehingga budaya yang dulunya invisible menjadi visible bagi semua anggaota organisasi.

Dalam melaksanakan perubahan budaya perlu memperhatikan beberapa dimensi perubahan agar perubahan budaya organisasi berjalan lancar. Dimensi tersebut adalah :

a. Dimensi struktural (budaya yang akan dirubah); Tujuannya bukan hanya sekedar mengetahui budaya yang ada tetapi juga agar pelaku perubahan bisa belajar tentang pola pikir irganisasi dan orang-orang yang terlibat di dalamnya

b. Dimensi ruang dan waktu (asal muasal terbentuknya budaya dan perjalanannya sepanjang waktu); Tujuannya agar dalam perubahan budaya tidak terjadi kesalahan yang sama di masa datang

c. Dimensi proses perubahan (posisi budaya dalam siklus kehidupan budaya)

(21)

45

d. Dimensi konstekstual (situasi lingkungan di mana budaya berada)

e. Dimensi subyektif (tujaun dan keterlibatan orang per orang dalam perubahan)

Menurut Paul Bate kembali, Perubahan budaya organisasi dapat dinilai efektifitasnya bila memenuhi beberapa parameter. Parameter tersebut adalah :

1. Daya ekspresi yaitu kemampuan untuk menyampaikan ide-ide baru

2. Daya komonolitas yaitu kemampuan untuk membentuk satu set nilai

3. Daya penetrasi yaitu kemampuan untuk menembus berbagai level organisasi

4. Daya adaptif yaitu kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah

5. Daya tahan yaitu kemampuan untuk menciptakan perubahan yang hasilnya bisa tahan lama.

3.1.2.5. Resistensi Terhadap Perubahan Budaya

Secara umum karyawan mengetahui bahwa segala sesuatu pasti akan berubah bahkan ada istilah ”Semua akan berubah, yang tidak mengalami perubahan adalah perubahan itu sendiri”. Akan tetapi karyawan atau anggota organisasi belum tentu menerima bahkan melakukan menolakan bila perubahan tersebut menimpa mereka. Bentuk-bentuk perlawanan (resistensi) dari perubahan budaya dapat dikategorikan sebagai berikut:

(22)

46

a. Culture of denial (Pengingkaran); Munculnya persepsi tentang pengingkaran komitmen perusahan kepada karyawan untuk tetap mempertahankan lingkungan kerja yang kondusif

b. Culture of fear (Ketakuatan); Munculnya kekhawatiran, stres, depresi dan takut terhadap dampak perubahan yang akan terjadi

c. Culture of cynism (Sinisme); Munculnya persepsi bahwa perubahan budaya hanya rekayasa sebagian orang dan tidak sungguh-sungguh serta hanya untuk kepentingan sebagian pihak saja

d. Culture of self-interest (Mementingkan diri sendiri); Munculnya sikap dan perilaku mementingkan diri sendiri dengan mencari peluang di luar perusahaan.

e. Culture of distrust (Ketidakpercayaan); Munculnya perasaan saling curiga terhadap sesama mitra kerja (horizontal) dan kepada eksektufi (vertical)

f. Culture of anomie (Ketidakstabilan social); Munculnya perubahan sosial akibat perubahan gaya kepemimpinan, sikap, pola pikir dan perilaku yang lama.

3.1.2.6. Bentuk-bentuk reaksi karyawan terhadap perubahan budaya organisasi

Dalam melakukan perubahan budaya organisasi, reaksi karyawan bersifat positif dan negatif. Sering kali bentu perlawanan (resistance) yang merupakan bentuk negatif dari perubahan dilakukan oleh karyawan yang merasa dirugikan

(23)

47

dengan adanya perubahan tersebut atau merasa terancam kedudukannya. Bentuk-bentuk reaksi karyawan atas perubahan budaya organisasi antara lain sebagai berikut:

a. Active acceptance, karyawan menerima dengan baik perubahan budaya organisasi yang dilakukan;

b. Selective reinvention, karyawan melakukandaur ulang beberapa elemen budaya lama menjadi seolah-olah adalah budaya baru;

c. Reinvention, secara umum karyawan enggan melakukan perubahan;

d. General acceptance, karyawan menerima perubahan meski tidak sepenuhnya. Ada beberapa budaya lama yang dipertahankan dan menolak budaya baru penggantinya dengan alasan atau asumsih bahwa budaya lama masih lebih cocok;

e. Dissonance, karyawan ragu-ragu utnuk menerima atau menolak perubahan yang dilakukan;

f. General rejection,secara umum karyawan menolak perubahan meski perubahan masih diterima dengan alasan budaya lama tidak lagi kondusif;

g. Reinterpretation, karyawan mencoba menginterpretasikan perubahan dan menyesuaikan diri;

h. Selective reinterpretation, karyawan berusaha untuk menginterpretasikan kembali beberapa komponen budaya dan menolak sebagian yang lain

(24)

48

i. Active rejection, secara tegas karyawan menolak perubahan budaya.

3.1.3 Kepemimpinan

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulainya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia itu dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

Menurut Yukl (2005), kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Robbins (2008), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu, kepemimpinan juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Rivai, 2004).

(25)

49

Menurut Wirawan (2009), kepemimpinan adalah kemampuan dalam menciptakan visi, mengembangkan budaya organisasi, menciptakan sinergi, memberdayakan pengikut, menciptakan perubahan, memotivasi pengikut, pemimpin juga merupakn wakil dari sistem sosial dan terus mempelajasi organisasi untuk bisa terus berkembang.

Menurut Rivai (2004), kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu :

1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut.

2. Kepeminpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya.

3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Siagian (2003) berpendapat bahwa peranan para pemimpin dalam organisasi sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Siagian (2003) perilaku kepemimpinan memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya

(26)

50

bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi pelaksanaan tugas (kapan, bagaimana dan hasil apa yang akan dicapai). Suatu gaya pemimpin atau manajer dalam organisasi merupakan penggambaran langkah kerja bagi karyawan yang berada di bawahnya.

Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (anak buah) (Fuad Mas’ud, 2004). Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Miftah Thoha, 2014).

Rumusan kepemimpinan dari sejumlah ahli tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, mengarahkan, membimbing dan juga sebagian orang yang

(27)

51

mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka mereka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar, rela, dan sepenuh hati.

3.1.4 Turnover Intention

Keberadaan karyawan dengan kompetensi yang diinginkan oleh perusahan sangat membantu pimpinan dalam merencanakan bisnis untuk masa mendatang. Kestabilan keberadaannya menjadikan pimpinan dapat dengan yakin dan leluasa memperdayakan tenaga kerja yang ada untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan.

3.1.4.1. Pengertian Turnover intention

Menurut Harninda dalam tulisan Tito Firmanto dan Anang Kristyadi tentang Pengaruh Budaya Kerja Kekeluargaan terhadap Turnover Intention Karyawan melalui Komitmen Afektif (Jurnal Ilmu Manajemen Volume 1 nomor 1 Januari 2013): “Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan

(28)

52

dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002:2) menyatakan: “turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.” Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Toly (2001), menyatakan: “Tingkat keinginan berpindah yang tinggi para staf akuntan telah menimbulkan biaya potensial untuk Kantor Akuntan Publik (KAP).”

Pendapat ini menunjukkan bahwa turnover intensions merupakan bentuk keinginan karyawan untuk berpindah ke perusahaan lain. Handoko (2000:322) menyatakan: “Perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus bagi pengembangan Sumber Daya Manusia. Karena kejadian-kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar.” Di lain pihak, dalam banyak kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan

turnover intentions.

Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang

(29)

53

Dalam arti luas, “turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan” (Ronodipuro dan Husnan, 1995: 34). Sedangkan Mobley (1999: 13), megemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan adalah : “berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan”.

3.1.4.2. Indikasi Terjadinya Turnover Intentions.

Menurut Harnoto (2002:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan. Penjelasan lebih detail mengenai indikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Absensi yang meningkat

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, ditandai dengan frekuensi ketidak-hadiran yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaannya mulai dan semakin berkurang dibandingkan dengan sebelumnya.

(30)

54 2. Mulai malas bekerja

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. Karyawan mulai sering ijin untuk tidak bekerja yang sebelumnya tidak biasa melakukannya baik untuk keperluan melamar pekerjaan ditempat lain maupun hal lain.

3. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja

Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.

4. Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya

Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh

(31)

55

dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

3.1.4.3. Dampak turnover bagi organisasi

Turnover merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover,

berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan merugikan perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan perusahaan akan membawa berbagai biaya seperti:

1. Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari penggantian.

2. Biaya pelatihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan yang dilatih.

3. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan baru tersebut.

4. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.

5. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.

6. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya.

7. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.

8. Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan penyerahan.

(32)

56

Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi,

menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara pembinaannya.

3.1.4.4 Perhitungan Turnover

Tingkat turnover bisa dinyatakan dengan berbagai rumusan. Umumnya laju turnoverdinyatakan dalam persentase yang mencakup jangka waktu tertentu. Andaikata suatu perusahaan memiliki rata-rata 1000 (seribu) tenaga kerja per bulan, di mana selama itu terjadi 75 (tujuh puluh lima) kali karyawan keluar (accession) dan 25 (dua puluh lima) kali pemecatan (separation). Maka accession rate adalah 75/1000 x 100% = 7,5% (tujuh koma lima persen), sedang separation rate adalah 25/1000 x 100% = 2,5% (dua koma lima persen). Dengan demikian tingkat replacement (penggantian) atau

replacement rate adalah sama dengan accession rate yakni 7,5% (tujuh koma

lima persen). Sebab replacement (penggatian) atau replacement rate selalu harus seimbang dengan accession rate-nya. Hal ini berarti bahwa dengan keluarnya seorang pegawai/karyawan misalnya, harus segera diganti dengan seorang pegawai/karyawan baru sebagai penggantian (replacement). Tingkat replacement tersebut sering pula disebut net labour turnover, yang menekankan pada biaya perputaran tenaga kerja untuk menarik dan melatih karyawan pengganti.

Sedangkan tingkat turnover-nya adalah (75 + 25)/1000 x 100% = 10%. Dengan menghitung jumlah orang yang keluar karena mengundurkan diri dan di PHK maka total turnover adalah 10% (sepuluh persen).

(33)

57 3.2.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dengan variabel yang sama persis dengan judul tesis ini belum bisa ditemukan oleh penulis. Itu juga menjadi salah satu alasan penulis untuk melakukan penelitian dengan variabel-variabel yang berbeda dengan peneliti terdahulu. Peneliti menemukan penelitian terdahuluh yang sebagian isinya mirip dengan penelitian ini baik berupa tesis maupun jurnal ilmiah dari dalam dan luar negeri yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data penelitian terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Alfian Malik (2014),

eJurnal Psikologi

Pengaruh Budaya Organisasi dan

Loyalitas kerja dengan Intensi Turnover pada karawan PT Cipaganti Heavy Equipment Samarinda

Terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara budaya organisasi dengan intensi turnover pada karyawan di PT Cipaganti Heavy Equipment Samarinda 2 Ferdiansyah Ritonga

dan Fitri Apriliyani Zein (2012)

Hubungan antara gaya kepemimpinan,

kepuasan kerja dengan intensi keluar auditor yang bekerja di kantor akuntan publik

Gaya kepemimpinan consideration memiliki pangaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, Kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap turn over intention 3 F. Cosme de Sousa Gama (2013) Pengaruh Budaya Organisasi, Peluang Karir Sistem Kompensasi dan Komitment Organisasi terhadap turnover intention Budaya organisasi berpengaruh terhadap turnover intention, Budaya organisasi dan komitment kerja karyawan bersama-sama berpengaruh positif terhadap turnover intention

(34)

58

Lanjutan Tabel 3.1 Data penelitian terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 4 Wahyu Setyaningsih

dan Andre Dwijanto Witjaksono (2014)

Pengaruh Learning Organization dan Kepemimpinan

terhadap kepuasan kerja karyawan yang berdampak pada turnover intention

Ada pengaruh signifikan

positif antara

kepemimpinan terhadap turnover intention di PT Boma Bima Indra Surabaya 5 Syarief Iskandar (2013) Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Turnover Intention Karyawan Departemen Front Office di Hotel Ibis Bandung Trans Studio

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel Kepemimpinan terhadap turnover intention 6 Aditya yanuar Nugraha (2014) Pengaruh kepemimpinan, Karekteristik pekerjaan dan budaya organsisasi terhadap Keinginan Pindah Kerja Karyaan Koperasi Agrobisnis Tarutama Nusantara Jember

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifkan antara Kepemimpinan terhadap keinginan pindah kerja karyawan, Terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi terhadap keinginan pindah kerja karyawan

7 Anak Agung Ketut Sri Asih dan Yanti Kusdewi (2012) Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Perusahaan terhadap turnover Kepemimpinan dan Budaya perusahaan memiliki pengaruh negatif dan signigikan terhadap turnover

8. Wahyu Setyaningsih dan Andre Dwijanto Witjaksono (2013)

Pengaruh Learning dan Kepemimpinan

terhadap Kepuasan Kerja Karyawan yang berdampak pada Turnover Intention – Surabaya

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dan posifit antara Kepemimpinan dan Turnover Intention

(35)

59

Lanjutan Tabel 3.1 Data penelitian terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 9. Rifqattur

Maulidah (2012)

Pengaruh Budaya

Organisasi, Stess Kerja terhadap Turnover Intention pada PT BTN (Persero) kantor cabang Syariah Malang

Budaya organisasi berpe-ngaruh terhadap Turn over Intention dengan hasil pe-nelitian yang menunjukkan F hitung > (lebih besar da-ri) F tabel dan t hitung > (lebih besar dari) t tabel. Buda-ya organisasi sebagai va-riabel yang dominan berpengaruh dengan nilai sig 0,033

10. Akbar Ginda Yogatama (2013)

Analisa pengaruh Bu-daya Organisasi, Ke-puasan Kerja dan Ko-mitmen Organisasi ter-hadap Intensi Turnover karyawan di PT Suzuki Indomobil Motor plant Cakung Jakarta

Budaya organisasi tidak signifikan dan mempunyai pengaruh tidak searah denan intensi turnover

11. Idzil Muttaqin (2011)

Pengaruh Budaya Orga nisasi & Kepuasan Ker-ja terhadap Turn over Intention karya-wan pada PT Frisian Flag Indonesia Pontianak

Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja berpengaruh secara signigikan terhadap Turnover Intention 12. Muhammad Aksan, Alimin Maidin, Sudriati Sudirman (2013)

Pengaruh Kepuasan Ker-ja, Stress Kerja, Variabel Organisasi dan Kepemim-pinan terha-dap Turnover Intention karyawan pada Rumah Sakit Pertamina Balikpapan

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

Organisasi dan

Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap turnover intention

13. Kadiman dan Rr. Dian Indriana (2012)

Pengaruh Budaya Or-ganisasi, Komitmen Or-ganisasi dan Kepu-asan Kerja terhadap Turn over Intention karya-wan di PT Nyonya Meneer Semarang

Budaya Organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap turnover intention sebesar 61,4%

(36)

60

Lanjutan Tabel 3.1 Data penelitian terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 14 Siti Zulaikha Safi’i Pengaruh Budaya

Organisasi dan Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention karyawan PT Masindo Sinar Pratama, tbk Manado

Budaya organisasi dan komitmen organisasi

secara simulan

berpengaruh secara signifikan terhadap turnover intention

15 Ferry Novliadi S.psi, Msi (2007) USU Medan

Intensi Turnover karywan dipengaruhi Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja

Terdapat hubungan bersifat negatif antara Budaya Organisasi dan Turnover Intention yang berarti bahwa semakin tinggi Budaya Organisasi menurunkan tingkat turnover intention 16 Syarif Iskandar (2013) Pengaruh Kepemimpinan terhadap turnover intention di departemen front office Hotel IBIS Trans Studio Bandung

Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan terhadap turnover intention karyawan. 17. Ladelsky Limor Hessler (2013) The effect of Organization Culture on IT employees turnover intention in Israel

Penelitian yang dilaku-kan pada karyawan ba-gian IT di perusahaan IT ber teknologi tinggi di Israel menunjukkan bah-wa ada pengaruh yang positif antara budaya organisasi terhadap turnover intention. 18. Sulakshua Dwivedi

dan Sanjay Kaushik Luxmi (2013)

Impact of Organization cultura on turnover Intention in BPO sector India

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 15 unit BPO di India me-nunjukkan bahwa Bu-daya Organisasi dan Ko-mitment organisasi tidak berpengaruh terhadap turnover intention.

(37)

61

Lanjutan Tabel 3.1 Data penelitian terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 19. Suhartini Lestalia

dan Muti Sumarno (2003) Dampak restrukturisasi perusahaan terhadap turnover intention karyawan di Yogyakarta Restrukturisasi perusahaan atau perubahan organisasi berpengaruh terhadap turnover intention 20. Ramesh Kumar, Cheles Ramendran, Peter Yacob (2012) A Study a turnover intention in Fast Food Industry Kuala Lumpur Malaysia; Employees fit to the organization cultura and the important of their commitment

Penelitian yang dilakukan kepada karyawan restoran cepat saji di Kuala Lumpur Malaysia menunjukkan bahwa budaya organisasi memberikan

impact/pengaruh

terhadap komitmen karyawan untuk tetap tinggal diperusahaa. Sumber data : Berbagai sumber (Tesis, Jurnal dll).

3.3. Kerangka Pemikiran

Merujuk pada kajian pustaka serta penelitan yang telah dilakukan terdahulu maka dibuatlah kerangka pemikiran yang merupakan alur pikir dari gagasan penelitian yang terdiri terdiri dari 3 (tiga) variabel independen yaitu: Budaya Organisasi (X1), Perubahan Organisasi (X2), Kepemimpinan (X3) serta 1 (satu) variable dependen yaitu Turnover Intention.

Variabel independent secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama mempengaruhi variable dependen. Kerangka pemikiran yang merupakan hubungan mempengaruhi dan dipengaruhi seperti tergambar di bawah ini

(38)

62 Sumber data : Pengolahan data primer

Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran

3.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Budaya Organisasi berpengaruh terhadap turnover intention karyawan di PT Panasonic Gobel Indonesia.

H2 : Perubahan Organisasi berpengaruh terhadap turnover intention karyawan di PT Panasonic Gobel Indonesia.

H3 : Kepemimpinan berpengaruh terhadap turnover intention karyawan di PT Panasonic Gobel Indonesia.

Budaya Organisasi (X1) Perubahan Organisasi (X2) Gaya Kepemimpinan (X3) Turn over Intention

(Y) H1

H2

H3

(39)

63

H4 : Budaya Organisasi, Perubahan Organisasi dan kepemimpinan secara bersama-sama berpengaruh terhadap turnover intention karyawan di PT Panasonic Gobel Indonesia.

Empat hipotesa tersebut akan diuji dan dibuktikan lebih lanjut dalam penelitian ini berdasarkan data-data yang dikumpulkan.

(40)

Gambar

Tabel 3.1 Data penelitian terdahulu
Gambar 3.1  Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Dengan musikalisasi puisi, pengabdian ini hadir untuk menjawab masalah yang ada, yakni bagaimana pelatihan musikalisasi puisi dapat menambah kosakata anak tunarungu

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

1. Tujuan pendidikan bagi manusia adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti

PENERAPAN PAKEM MELALUI STRATEGI MASTER UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Limbah cair kelapa sawit memilik kandungan yang sangat tinggi bahan organik degradable, karena pada saat proses pengolahan ekstraksi minyak kelapa sawit tidak