• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara tingkat religiustas deng

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan antara tingkat religiustas deng"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN

TINDAKAN PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA SISWA

DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 3 SEMARANG

Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh: Gunawan NIM: 092100982

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

(2)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi yang saya susun ini tanpa plagiarisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Semarang, April 2014

(3)

Motto

Menuntut Ilmu Karena Allah SWT

Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah)

(HR. Ibnu Majah)

Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang 'abid (ahli ibadah) ibarat

bulan purnama terhadap seluruh bintang

(HR. Abu Dawud )

Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya

jalan ke surga

(HR. Muslim)

Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan

bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu

(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

“Kedua Orang Tuaku yang selalu mendo’akan ku”

Aku mengetahui bahwa tetesan air mata disetiap sujud itu

adalah do’a dan harapan untukku, supaya aku menjadi anak

yang sholeh, berguna bagi orang lain dan berbakti kepada

Engkau berdua.

Kakak & Adik yang memberikan dukungan untukku serta

semua keluarga besarku di lombok yang telah menjadikanku

bagian dari mereka yang istimewa. Semoga Allah SWT

menjadikan kita keluarga sampai di akhirat kelak, Amin.

Semua sahabat

sahabatku di FIK Unissula yang telah sedia

memberikan doa dan motivasinya kepadaku

Terimakasih semuanya

Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan

kedua orang tua dan murka Allah pun terletak

pada murka kedua orang tua. (HR. Al Hakim)

(5)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi berjudul:

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA SISWA

DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 3 SEMARANG

Dipersiapkan dan disusun oleh: Nama : Gunawan

NIM : 092100982

Telah disahkan dan disetujui oleh Pembimbing pada:

Pembimbing I Tanggal : ...

Ns. Moch. Aspihan, M.Kep., Sp.Kep. Kom NIK. 210900008

Pembimbing II Tanggal : ...

(6)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi berjudul:

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA SISWA

DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 3 SEMARANG

Disusun oleh: Nama : Gunawan NIM : 092100982

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 11 April 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Penguji I,

Iwan Ardian, SKM., M.Kep NIK. 210997003

Penguji II,

Ns. Moch. Aspihan, M.Kep., Sp.Kep. Kom NIK. 210900008

Penguji III,

(7)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG Skripsi, April 2014

ABSTRAK Gunawan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN

TINDAKAN PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA SISWA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 3 SEMARANG

60 Halaman + 12 tabel + xvi

Latar Belakang: AIDS sampai saat ini belum ditemukan obatnya, vaksin AIDS juga belum ada. Oleh karena itu, untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS pada remaja perlu dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.

Metode: Desain penelitian ini adalah korelasi dengan cross sectional. Populasinya adalah semua siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang yang memenuhi kriteria inklusi, besar sampel 128 responden yang diambil dengan menggunakan

proporsional stratified random sampling. Variabel independen adalah tingkat

religiusitas dan variabel dependennya adalah tindakan pencegahan HIV/AIDS. Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan dianalisa dengan uji korelasi chi Square, karena uji ini tidak dapat digunakan maka uji selanjutnya menggunakan uji fisher exact dengan tingkat kesalahan p-value < 0,05 dan koefisien korelasi menggunakan uji lambda.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (56,3%), berdasarkan umur responden adalah 15-16 tahun (62,5%), dari tingkat religiusitas adalah kategori baik (89,8%), dan sebagian besar tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa adalah kategori baik (86,7%). Setelah dilakukan uji chi Square kemudian uji fisher exact nilai p-value 0.000 dengan nilai koefisien korelasi lambda 0,467 yang artinya H1 diterima dengan tingkat hubungan sedang.

Simpulan: Ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang (p-value < 0,05). Kata kunci: Tingkat Religiusitas, Tindakan, Pencegahan HIV/AIDS

(8)

UNDERGRADUATE NURSING STUDY PROGRAM FACULTY OF NURSING SCIENCE

SULTAN AGUNG ISLAMIC UNIVERSITY SEMARANG Mini Thesis, April 2014

ABSTRACT Gunawan

The Relationship Between The Level of Religiosity With Precautions of HIV/AIDS on Students in High School Sultan Agung Islamic 3 Semarang 60 pages + 12 tables + xvi

Background: AIDS to date has not found a cure, AIDS vaccine also does not exist. Therefore, to prevent the spread of HIV/AIDS in teenagers were necessary precautions as early as possible. This research aims to know is there any linkage between the level of religiosity with precautions of HIV/AIDS on students in high school Sultan Agung Islamic 3 Semarang.

Methods: This is a design research with cross sectional correlation. The population is all of the students in high school Sultan Agung Islamic 3 Semarang which meet the criteria of inclusion, a large sample of 128 respondents taken using

proportionate stratified random sampling. The independent variable is the level of

religiosity and the dependent variable is the action of prevention of HIV/AIDS. Instruments on this research using questionnaires and analyzed by chi Square correlation test, because this test cannot be used then the next test using test fisher exact with this level of error (p-value <0.05) and the correlation coefficient test using lambda.

Results: Based on the results of the study showed most respondents-sex women (35%), based on the age of the respondents was 15-16 years (62.5%), the level of religiosity is a good category (89,8%), and most of the action is the prevention of HIV/AIDS on students is a good category (86,7%). The chi Square test is done once then use the test results obtained by test fisher exact p-value of 0.000, and correlation coefficient value of lambda 0,467. It means the H1 level relationship is being received.

Conclusion: There is a relationship between the level of religiosity with precautions of HIV/AIDS on students in high school Sultan Agung Islamic 3 Semarang (p-value <0.05).

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat dan ridhoNya, sehingga penulis telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan skripsi penelitian tentang hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung Semarang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Dalam menjalani proses penyusunan skripsi ini tidak sedikit kendala yang penulis hadapi.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan penelitian ini. Atas bantuan, arahan, dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini, dengan segala kerendahan hati penulis menghanturkan segenap ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak H. Anis Malik Toha, MA, Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Sultan

Agung Semarang.

2. Ibu Ns. Retno Setyawati, M.Kep., Sp.KMB selaku Dekan Fakultas Ilmu keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

(10)

4. Bapak Ns. Moch. Aspihan, M.Kep., Sp.Kep. Kom selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan nasehat yang sangat berharga guna penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Ns. Ita Hidayatullah, S.Kep selaku pembimbing II yang telah memberikan arahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen pengajar dan Staf Fakultas Ilmu Keperwatan Universitas Islam Sultan Agung yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan serta bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

7. Bapak, Ibu, Kakak dan Adik serta seluruh keluarga tercinta dengan kasih

sayang dan segala pengorbanannya yang telah memberikan do’a serta

dukungan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu dengan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Dan harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, April 2014

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME ... ii

MOTTO ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ATAU SKEMA ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ... 6

1. Religiusitas ... 6

a. Definisi Religiusitas ... 6

b. Dimensi Religiusitas ... 7

c. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Religiusitas ... 9

2. Tindakan Dalam Pencegahan HIV/AIDS ... 12

a. Definisi Tindakan atau Praktik ... 12

b. Tingkatan Tindakan atau Praktik ... 13

(12)

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tindakan

Pencegahan HIV/AIDS ... 17

3. Hubungan antara Religiusitas (Islam) dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS ... 21

B. Kerangka Teori... 25

C. Hipotesa... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep ... 26

B. Variabel Penelitian ... 26

C. Desain Penelitian ... 27

D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 27

1. Populasi ... 27

2. Sampel ... 27

3. Teknik Sampling ... 28

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

F. Definisi Operasional... 30

G. Instrumen/ Alat Pengumpulan Data ... 30

1. Uji Validitas ... 31

2. Uji Reliabilitas ... 32

H. Metode Pengumpulan Data ... 33

I. Rencana Analisa Data ... 34

1. Teknik Pengolahan Data ... 34

2. Analisa Data ... 35

J. Etika Penelitian ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum ... 40

B. Karakteristik Responden ... 44

C. Analisa Univariat ... 47

D. Analisa Bivariat ... 48

(13)

B. Tingkat Religiusitas Siswa di SMA Islam Sultan Agung 3

Semarang ... 51 C. Tindakan Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa di SMA Islam

Sultan Agung 3 Semarang ... 53 D. Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan Tindakan

Pencegahan HIV/AIDS Pada Siswa di SMA Islam Sultan

Agung 3 Semarang ... 54 E. Keterbatasan Penelitian ... 56 F. Implikasi Keperawatan... 57 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 58 B. Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Total Jumlah Sampel ... 29 Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 30 Tabel 3.3 Tingkat Keeratan Hubungan ... 37 Tabel 4.1 Tingkat Pengetahuan Siswa Tentang HIV/AIDS dan Sikap

Siswa Terhadap Pencegahan HIV/AIDS ... 44 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 45 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 45 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Religiusitas (3 kategori). ... 46 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Religiusitas (2 kategori). ... 46 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan

Pencegahan HIV/AIDS ... 47 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan

Antara Tingkat Religiusitas Dengan Tindakan Pencegahan

HIV/AIDS (tabel 3x2) ... 48 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan

Antara Tingkat Religiusitas Dengan Tindakan Pencegahan

HIV/AIDS (tabel 2x2) ... 49 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keeratan

Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan Tindakan

(15)

DAFTAR GAMBAR ATAU SKEMA

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran. 1. Surat ijin penelitian Lampiran. 2. Surat Balasan Penelitian

Lampiran. 3. Surat Keterangan Lolos Uji Etik

Lampiran. 4. Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran. 5. Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran. 6. Surat jin Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran. 7. Surat Balasan Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran. 8. Instrumen Penelitian

Lampiran. 9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran. 10. Hasil Uji Penelitian

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immuno Deficiency Virus (HIV) yang mudah menular dan mematikan. Human Immuno Deficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan berakibat yang bersangkutan kehilangan daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terinfeksi dan meninggal karena berbagai penyakit infeksi kanker dan lain-lain (Estelita, 2011) dalam Warta KB dan KS (BKKBN Prov. Sumatera Barat, 2011).

Prevalensi penyakit ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut WHO (2007) jumlah penderita HIV/AIDS di dunia ada sebanyak 33.300.000 dan di asia ada sebanyak 4.900.000 kasus. Di Indonesia sendiri menurut data Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2012, jumlah penderita HIV 21.511 kasus, AIDS 5.686 kasus, dan meninggal 1.146 kasus, jika dibandingkan pada tahun 2011 terdapat peningkatan pada kasus HIV dan jumlah meninggal karena HIV/AIDS, sementara kasus AIDS mengalami penurunan. Pada tahun 2011 jumlah penderita HIV 21.031 kasus, AIDS 7.004 kasus, dan meninggal 1.021 kasus. Berdasarkan laporan dari Januari sampai dengan Maret 2013 jumlah penderita HIV 5.369 kasus, AIDS 460 kasus, dan meninggal 53 kasus (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013).

(18)

mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum diketahui. Pada penyakit ini berlaku teori “Gunung Es” dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya (Siregar, 2004).

Penularan AIDS terjadi melalui hubungan seksual, parental dan transplasental, sehingga upaya pencegahan perlu diarahkan untuk merubah perilaku seksual masyarakat (terutama yang memilikiki resiko tinggi), menghindari infeksi melalui donor darah, dan upaya pencegahan infeksi perinatal sebelum ibu hamil (Siregar, 2004).Menurut Aisyaroh (2010), remaja memiliki resiko tinggi terinfeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS serta penyalahgunaan narkoba karena remaja berada dalam situasi yang sangat peka terhadap pengaruh nilai baru, terutama bagi remaja yang tidak mempunyai daya tangkal. Remaja cenderung lebih mudah melakukan penyesuaian dengan arus globalisasi dan arus informasi yang bebas yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku menyimpang karena adaptasi terhadap nilai-nilai yang datang dari luar. Data dari Ditjen PP dan PL Kemenkes RI (2013), menunjukkan sejak 1 April 1987 – 31 Maret 2013 tercatat jumlah orang yang menderita AIDS sebanyak 43.347 orang, diantaranya pada rentang umur 15 – 19 tahun sebanyak 1.412 orang, sementara pada tahun 2012 terdapat 1.134 orang. Berdasarkan data di atas dapat di simpulkan bahwa sejak akhir tahun 2012 sampai dengan 31 Maret 2013 tercatat 278 orang menderita AIDS pada rentang umur 15 – 19 tahun.

(19)

menyatakan bahwa pengetahuan tentang HIV/AIDS dan sikap terhadap HIV/AIDS mempunyai hubungan yang signifikan dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa. Penelitian ini sejalan juga dengan yang diungkapkan oleh Muhlisin (2009), yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dan sikap terhadap HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada anak remaja usia sekolah.

Berdasarkan persoalan remaja diatas diharapkan pendidikan agama lebih berperan dalam mengatasi masalah remaja. Pendidikan agama yang paling intensif bagi remaja saat ini adalah di sekolah (Husamah & Dyah, 2005). Pemahaman tingkat agama (religiusitas) sangat penting untuk mengurangi perilaku menyimpang pada remaja yang berdampak terhadap penyebaran Virus HIV/AIDS. Berdasarkan hasil penelitian Aini, (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemahaman tingkat agama

(religiusitas) dengan perilaku seks bebas pada remaja. Semakin tinggi

religiusitas remaja maka makin negatif sikapnya terhadap perilaku seks bebas, sebaliknya makin rendah religiusitas remaja maka makin positif sikapnya terhadap perilaku seks bebas.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 19 juli 2013 menggunakan Wawancara tentang “tingkat pengetahuan HIV/AIDS” pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang dengan jumlah sampel 20 responden, didapatkan data bahwa 20% berpengetahuan baik dengan kriteria, responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar antara 8-10 dari 10 pertanyaan, 45% berpengetahuan cukup dengan kriteria, responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar antara 5-7 dari 10 pertanyaan, dan 35% berpengetahuan kurang dengan kriteria, responden hanya mampu menjawab pertanyaan dengan benar <5 dari 10 pertanyaan. Meskipun remaja mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS, belum menjamin remaja tersebut mempunyai tindakan yang positif dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan Tindakan Pencegahan

(20)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti dapat merumuskan

permasalahan “Apakah terdapat Hubungan Antara Tingkat Religiusitas Dengan

Tindakan Pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3

Semarang ?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian adalah untuk mengetahui “hubungan

antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang”.

2. Tujuan Khusus

A.Mengetahui karakteristik responden yang terdiri dari umur dan jenis kelamin

B.Mengetahui tingkat religiusitas pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.

C.Mengetahui tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.

D.Mengetahui hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.

E. Mengetahui kekuatan hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.

D. Manfaat penelitian 1. Institusi Pendidikan

(21)

2. Petugas Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas-petugas kesehatan setempat dalam rangka menurunkan angka kejadian penyakit menular seksual (PMS) dan mencegah penyebaran HIV/AIDS.

3. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang untuk dapat melakukan penyuluhan tentang HIV/AIDS di sekolah-sekolah.

4. Peneliti

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Religiusitas a. Definisi Religiusitas

Religiusitas berasal dari bahasa Latin religio yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat (Gazalba, 1985). Ini mengandung makna bahwa dalam religi atau agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya dan semua itu berfungsi untuk mengikat seseorang atau sekelompok orang dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya (Wahyuni, 2009).

Religiusitas menujuk pada tingkat keterikatan individu pada agamanya. Hal ini menunjukan bahwa individu telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya (Wahyuni, 2009). Religiusitas memiliki pengaruh baik pada sikap dan perilaku manusia (Weaver dan Agle, 2002) dalam (Febby, 2010). Matdarwan (1986) dalam (Febby, 2010) mengemukakan bahwa religure berarati melaksanakan dengan sangat teliti atau dapat pula dirartikan menyatukan diri. Disamping istilah

religi sering pula dalam masyarakat digunakan istilah lain, seperti agama

(23)

Sulaiman (1984) dalam (Febby, 2010) merumuskan secara sederhana pengertian dari religi atau religion yaitu :

1) Percaya pada kekuatan gaib yang mengikuti alam semesta dan bersifat suci

2) Bersikap terhadap kekuatan gaib itu untuk menerima kebaikan-kebaikan dan mencari keselamatan

3) Membentuk pribadi dalam kehidupan karena kepercayaan itu (pada masing-masing kelompok).

Menurut Glock & Stark (1986) dalam (Nasikhah, 2013) Religiusitas adalah suatu bentuk kepercayaan adi kodrati dimana di dalamnya terdapat penghayatan dengan menginternalisasikannya ke dalam kehidupan sehari-harinya. Kepercayaan ini kemudian diaktualisasikan dalam perbuatan dan tingkah laku sehari-hari (Febby, 2010).

b. Dimensi Religiusitas

Menurut Glock dalam (Febby, 2010) mengatakan bahwa terdapat lima dimensi dalam religiusitas, yaitu:

1) Religious Belief (The Ideological Dimension)

(24)

membaca dua kalimat syahadat, Bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad itu utusan Allah. Dengan sendirinya dimensi keyakinan ini menuntut dilakukannya praktek praktek peribadatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam (Ancok dan Suroso, 1995). 2) Religious Practice (The Ritual Dimension)

Religious practice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Unsur yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan, kultur serta hal-hal yang lebih menunjukkan komitmen seseorang dalam agama yang dianutnya. Wujud dari dimensi ini adalah prilaku masyarakat pengikut agama tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama. Dimensi praktek dalam agama Islam dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek muamalah lainnya (Ancok dan Suroso, 1995) 3) Religious Feeling (The Experiental Dimension)

Religious Feeling (The Experiental Dimension) atau bisa disebut dimensi pengalaman, adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan kalau dalam Islam dimensi ini dapat terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al Qur’an, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.

4) Religious Knowledge (The Intellectual Dimension)

(25)

adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di

dalam kitab suci Al Qur’an dan yang lainnya. Paling tidak seseorang

yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat di

dalam kitab sucinya (Al Qur’an) (Ancok dan Suroso, 1995)

5) Religious Effect (The Consequential Dimension)

Religious effect (the consequential dimension) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya.

Pendapat itu sesuai dengan lima aspek dalam pelaksanaan ajaran agama Islam tentang aspek-aspek religiusitas yaitu aspek Iman sejajar dengan religious belief; aspek Islam sejajar dengan religious practice; aspek Ihsan sejajar dengan religious feeling; aspek Ilmu sejajar dengan

religious knowladge; dan aspek Amal sejajar dengan religious effect

(Subandi, 1988) dalam Wahyuni, (2009).

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Religiusitas 1) Pengalaman

(26)

pengetahuan, baik pengetahuan secara umum maupun pengetahuan tentang agama (Thouless, 2000) dalam (Febby, 2010).

2) Kehidupan

Kebutuhan-kebutuhan ini secara garis besar dapat menjadi empat (Thouless, 2000) dalam (Febby, 2010), yaitu:

a) Kebutuhan akan keamanan atau keselamatan, b) Kebutuhan akan cinta kasih,

c) Kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan

d) Kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian. 3) Intelektual

Intelektual diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelektual merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelektual bagi seseorang merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelektual dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan (Thouless, 2000) dalam (Febby, 2010).

4) Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi tingkat religiusitas remaja, baik lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat (sosial) dan lingkungan sekolah.

a) Lingkungan Keluarga

(27)

b) Lingkungan Masyarakat (sosial)

Faktor ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan keagamaan itu seperti tekanan dari lingkungan social untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat, tradisi-tradisi sosial dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu (Thouless, 2000) dalam (Febby, 2010).

c) Lingkungan Sekolah

Lembaga sekolah merupakan sistem sosial kecil tempat siswa mempelajari aturan moral, aturan sosial, dan cara bergaul dengan orang lain. Lembaga pendidikan sekolah mempunyai peranan penting dalam membentuk kepribadian anak didik terutama aspek religiusitas. Substansial dari tujuan pendidikan itu mencerminkan hakekat pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan semua potensi siswa seperti intelektual, keterampilan sosial, dan religiusitas (Wahyuni, 2010).

Wahyuni, (2009) dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaan religiusitas antara siswa yang belajar di Pesantren, Madrasah Aliyah Negeri (MAN), dan Sekolah Menengah Umum (SMU). Tingkat religiusitas yang tinggi terdapat pada siswa yang belajar di Pesantren dengan nilai perbedaan 967,875. Religiusitas tingkat menengah adalah siswa yang belajar di MAN dengan nilai perbedaan 684,122. Tingkat religiusitas terendah terdapat pada siswa yang belajar di SMU dengan nilai perbedaan 74,242.

(28)

5) Pendidikan atau pengajaran

Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam perkembangan religiusitas seseorang. Menurut Singgih Gunarsa dalam Puspita, (2012:22), pengaruh pendidikan formal terhadap religiusitas dapat dibangun melalui tiga kelompok, yaitu kurikulum dan siswa, hubungan guru dan siswa, dan hubungan antar siswa. Selain pendidikan formal, pendidikan non formal juga memberi pengaruh dalam perkembangan religiusitas seseorang termasuk pendidikan dari orang tua (Thouless, 2000) dalam (Febby, 2010).

Pendidikan juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Menurut Mubarak (2007), Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan. 2. Tindakan dalam pencegahan HIV/AIDS

a. Definisi tindakan (praktik)

Tindakan (praktik) adalah seseorang yang telah mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (di nilai baik) (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap remaja yang sudah positif terhadap pencegahan Human Immunodeficiency Virus/ Acquired

(29)

dukungan lingkungan sekitar seperti pergaulan dalam kelompok masyarakat untuk menghindari perilaku seks bebas.

b. Tingkatan tindakan atau praktik

Tingkatan tindakan terbagi menjadi (Notoatmodjo, 2007) : 1) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya remaja dapat memilih perilaku yang dapat menghindarkan diri dari infeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ).

2) Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indicator praktik tingkat dua. Misalnya, proses-proses perjalanan HIV dari proses stadium 1, stadium 2, stadium 3 hingga stadium 4, dan sebagainya.

3) Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang remaja dalam upaya melakukan pencegahan agar tidak tertular penyakit Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immune Deficiency Syndrome

(HIV/AIDS).

4) Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang dengan baik. Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

c. Upaya Pencegahan HIV/AIDS

(30)

lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV/AIDS (Siregar, 2004). Pada dasarnya upaya pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal mengetahui cara-cara penyebaran HIV/AIDS. Ada 2 cara pencegahan HIV/AIDS yaitu jangka pendek dan jangka panjang (Siregar, 2004).

1) Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek

Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus HIV/AIDS, sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola pencegahan virus HIV: a) Pencegahan melalui hubungan seksual

HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria. Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara:

1) Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.

2) Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan tidak terinfeksi HIV (monogami). 3) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin. 4) Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi

tertular AIDS.

5) Tidak melakukan hubungan anogenital.

(31)

b) Pencegahan melaui darah

Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:

(1) Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.

(2) Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus di buang.

(3) Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali habis dipakai.

(4) Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus disterillisasikan secara baku.

(5) Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik bersama. (6) Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable).

(7) Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV (Siregar, 2004).

(32)

2) Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang

Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan seksual dengan orang asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri ke suami dianggap sama (Siregar, 2004).

Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih merupakan barang tabu di Indonesia, karena norma-norma budaya dan agama yang masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan negara terbuka dan sangat rentan terhadap penularan penyakit AIDS (Siregar, 2004).

(33)

dan gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual (Siregar, 2004).

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama, penyebarluasan informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran dan lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran penyakit AIDS di Indonesia.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan pencegahan HIV/AIDS 1) Faktor Internal

a) Umur

Pada umur muda lebih dimungkinkan banyak melakukan perilaku seks tidak aman yang beresiko terhadap penularan HIV/AIDS, karena pada golongan umur muda merupakan masa penemuan, muncul perasaan bebas dan eksplorasi hubungan dan perilaku baru. Dalam artian kalangan muda mengambil risiko dan pengalaman, terutama pada perilaku seksual yang merupakan bagian terpenting dari risiko infeksi HIV dan melakukan tindakan mencoba-coba dengan memakai narkoba (Stine, 2011). Pada hasil analisis statistik oleh Kambu, (2012) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara umur dengan tindakan pencegahan penularan HIV (P=0,040).

b) Pengetahuan tentang HIV/AIDS

(34)

Penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Muhlisin (2009), yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada anak remaja usia sekolah. Hal ini berarti bahwa semakin baik pengetahuan tentang HIV/AIDS, maka semakin baik pula tindakan pencegahannya dan sebaliknya.

c) Sikap terhadap HIV/AIDS

Sikap menggambarkan reaksi atau respon tertutup dari responden terhadap penyakit HIV/AIDS. Singale (2012), dalam penelitiannya menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap terhadap HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa SMK Negeri 3 Tahuna (p= 0.000).. Penelitian ini sejalan juga dengan yang diungkapkan oleh Muhlisin (2009), yang juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada anak remaja usia sekolah.

2) Faktor Eksternal

a) Lingkungan Keluarga

Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang disharmoni keluarga maka resiko anak untuk berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (Penelitian & Pengembangan Kab. Pati, 2013). Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:

(1) Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation,

divorce). Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam

(35)

penegak aturan tidak ada, sehingga anak cenderung merasa bebas.

(2) Kesibukan orang tua yang menyebabkan ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dengan anak di rumah. Pada keluarga yang berada di kota besar, merupakan suatu pola kehidupan yang wajar dimana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut seringkali mengakibatkan kehidupan anak-anak mereka kurang mendapatkan pengawasan orang tua dan memiliki kebebasan yang terlalu besar termasuk kebebasan dalam mengeksplorasi masalah seksual. Padahal ekspresi kebebasan mereka masih membutuhkan bimbingan agar tetap sesuai dengan standar nilai yang baik dan benar. (3) Hubungan interpersonal antar anggota keluarga

(ayah-ibu-anak) yang tidak baik (buruk). Baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih menganggap tabu mengenai seks menyebabkan orang tua tidak terbuka untuk membicarakan masalah seks pada anaknya. Padahal disaat ini dunia remaja semakin mencari kebebasan. Hal ini cenderung membuat anak mencari informasi mengenai seksual dari sumber lain, misal teman atau internet.

(4) Substitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi dari pada kejiwaan (psikologis). b) Teman sebaya (Peers Group)

(36)

langsung, baik melalui komunikasi diantara teman ataupun dengan pasangan seksualnya (Penelitian & Pengembangan Kab. Pati, 2013).

c) Pacar

Remaja yang memiliki pacar lebih mungkin untuk melakukan hubungan seks bebas dibanding remaja yang belum memiliki pacar. Remaja yang memiliki kencan lebih awal atau cepat dari remaja yang seumurannya memiliki kemungkinan untuk bersikap permisif dalam hubungan seks bebas, memiliki hubungan dengan lebih banyak pasangan dari pada mereka yang mulai pacaran pada usia dewasa (Penelitian & Pengembangan Kab. Pati, 2013). Sementara menurut Rosyidah, (2011) bahwa transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas.

d) Sekolah

Kementrian Pendidikan Nasional RI (2009) dalam Indonesian National Commission for UNESCO, mengatakan bahwa sekolah dan guru memiliki peran penting dalam membangun generasi muda masa depan yang terbebas dari HIV. Sekolah memainkan peranan penting dalam pembentukan sikap, cara pandang dan perilaku generasi muda. Sementara itu HIV dan AIDS telah ada di hampir setiap negara di dunia. Karena orang muda umumnya kurang informasi dan cenderung suka bereksperimen dengan perilaku baru yang berisiko tinggi, maka mereka biasanya lebih cepat tertular virus daripada kelompok usia yang lebih tua.

(37)

menyediakan sarana lingkungan yang sehat di mana orang muda dapat belajar tentang HIV dan AIDS.

3. Hubungan antara Religiusitas (Islam) dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS

HIV/AIDS telah diakui sebagai tantangan umum dan ancaman bagi manusia. Pengembangan dan pemangku kepentingan dari semua sektor telah menyalurkan sumber daya yang luas dan energi terhadap upaya untuk mencegah dan mengurangi dampak epidemi HIV/AIDS. Ilmu kedokteran modern telah membuat kemajuan luar biasa dengan pengembangan terapi

anti-retroviral bagi mereka yang terinfeksi HIV, namun sampai saat ini

tidak ada obat untuk HIV/AIDS. Dalam pengakuan ketiadaan obat, upaya seluruh dunia telah didominasi difokuskan pada pencegahan penyebaran lebih lanjut dari HIV/AIDS (Sabur & Charnley, 2007).

Agama memainkan peran integral dalam kehidupan banyak orang di seluruh dunia, termasuk di seluruh Asia yang semakin diakui bahwa pendekatan keagamaan terhadap HIV/AIDS dapat memberikan kontribusi penting untuk membendung penyebaran epidemi dan merawat mereka yang terinfeksi (Sabur & Charnley, 2007). Menurut Sabur & Charnley, (2007), tidak ada sumber yang lebih baik dari agama untuk membimbing orang pada isu-isu moral dan pendekatan berbasis agama yang dapat menjadi alat yang efektif untuk memerangi dan menanggapi HIV & AIDS.

(38)

diperhatikan sebagai upaya menghambat laju penyebaran dan pendampingan ODHA. Mutlak dibutuhkan keterlibatan semua pihak termasuk Islam untuk bersama-sama menghadapi masalah terkait dengan kualitas hidup manusia dan komunitasnya. UNICEF pada 2004 dalam (Husamah & Dyah, 2010) telah menerbitkan buku berjudul Apa yang Dapat Diperbuat Para Pemuka Agama Terhadap Masalah HIV/AIDS ? UNICEF menyatakan HIV/AIDS merupakan krisis spiritual, sosial, ekonomi dan politik yang sangat besar dan semakin menjadi permasalahan bagi kaum muda. Penanganan HIV/AIDS dan stigma yang mendorong penyebarannya merupakan salah satu tantangan terbesar dihadapi remaja dan dewasa. Hal ini membutuhkan keberanian, komitmen dan kepemimpinan di semua tingkatan, khususnya di kalangan para pemuka agama yang dapat menggunakan kepercayaan dan wibawanya dalam komunitas mereka untuk merubah arah pandemik. Dalam merespon tantangan ini, para pemuka agama Islam harus menyegarkan kembali (refresh) cara pandang dan pemahaman mereka dalam menghadapi krisis HIV/AIDS, agar mampu menjadi suatu kekuatan perubahan dalam upaya mencegah penyebaran HIV/AIDS, memberi harapan, dan mendampingi ODHA.

Islam sebagai agama yang sempurna, telah menjadi keyakinan mayoritas bangsa, termasuk di Indonesia selama berabad-abad. Penerapan aturan Islam akan membawa maslahat dan rahmat bagi seluruh umat manusia baik muslim maupun non muslim (Rosyidah, 2011).

Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam Al Qur’an :

“Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat

bagi sekalian alam.”

Allah Swt yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Benar dan tidak mempunyai kepentingan terhadap manusia tentu menciptakan peraturan-peraturan bagi manusia demi kepentingan (kemaslahatan) manusia (Rosyidah, 2011).

(39)

menghilangkan praktisi seks bebas tersebut. Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, club-club malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat (Rosyidah, 2011).

Menurut Rosyidah, (2011) menyebutkan beberapa tindakan yang di larang oleh Islam yang dapat berisiko menularkan HIV/AIDS, diantaranya: a. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukan

muhrim berkholwat (berduaan/pacaran). Sabda Rasulullah Saw:

“Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan

muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga”.

(HR. Baihaqy)

b. Islam mengharamkan perzinaan dan segala yang terkait dengannya. Allah Swt berfirman:

“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina

itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan”. (Q.S. Al Isra’

[17] :32)

c. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan). Firman Allah Swt dalam surat al A’raf ayat 80-81 :

“Dan kami juga telah mengutus Luth kepada kaumnya. (Ingatlah) tat

kala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan

perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang

pun manusia (di dunia ini) sebelummu? Sesungguhnya kamu

mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan

kepada wanita, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”

(QS. Al A’raf : 80-81)

d. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi. Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan seksualitasnya.

(40)

“Nabi Saw. Telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda

“Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang

roti, pemintal, atau pengukir.”

e. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba.

Sabda Rasulullah Saw :

“Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram.” (HR. Bukhori Muslim)

“Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang

lain.” (HR. Ibnu Majah)

(41)

B. Kerangka Teori

C. Hipotesa

Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang.

Pengalaman ReligiusitasTingkat

Kehidupan

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber:

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep menyajikan konsep atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian.

Berdasarkan konsep teori mengenai hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel perancu (Confounding) Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Menurut Riyanto (2011), variable independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan mengakibatkan perubahan variabel lain. Penelitian ini variabel bebas adalah tingkat religiusitas

2. Variabel Terikat

Sugiyono (2006), mengatakan bahwa variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi atau diakibatkan oleh variabel bebas. Penelitian

Tingkat Religiusitas

Tindakan Pencegahan HIV/AIDS pada Siswa di SMA

Islam Sultan Agung 3

Lingkungan

(43)

ini variabel terikat adalah tindakan pencegahan HIV/AIDS pada Siswa di SMA Islam Sultan Agung 3..

3. Variabel perancu (Confounding)

Menurut Riyanto (2011), variable confounding adalah variabel yang berhubungan dengan variabel independen dan berhubungan dengan variabel dependen, tetapi bukan merupakan variabel antara. Penelitian ini variabel perancu adalah lingkungan.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasi dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada beberapa populasi yang diamati pada waktu yang bersamaan (sekali waktu) (Hidayat a. A., 2007).

D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu sejumlah 188 siswa.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi, populasi yang besar tidak mungkin secara keseluruhan dapat diteliti. Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Dengan syarat sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (mewakili) (Sugiyono, 2007). Dimana besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus (Notoatmodjo, 2005), yaitu sebagai berikut:

(44)

Keterangan:

n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan (0,05)

Berdasarkan rumus tersebut maka dapat ditetapkan jumlah sampel penelitian ini sebesar 128 responden.

Sampel dalam penelitian ini adalah anggota populasi yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Adalah karakteristik umum dari subyek penelitian pada suatu populasi target dan populasi terjangkau yang diteliti. Pada penelitian ini kriteria inklusi adalah:

1) Siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 dengan kriteria: a) Mempunyai pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS b) Sikap positif terhadap pencegahan HIV/AIDS

c) Usia 15-19 tahun 2) Beragama Islam

3) Bersedia untuk menjadi responden. b. Kriteria Eksklusi

Adalah subyek yang tidak memenuhi kriteria. Dalam penelitian ini kriteria eksklusi adalah:

1) Siswa yang sedang cuti

2) Tidak hadir pada saat penelitian 3. Teknik Sampling

(45)

pengambilan sampel yang digunakan bila anggota populasi tidak homogen yang terdiri atas kelompok homogen atau berstrata secara proporsional (Alimul, 2009). Caranya yaitu menggunakan perhitungan pembagian responden tiap kelas sebagai berikut:

(Total jumlah siswa x jumlah sampel) Jumlah total populasi

Tabel 3.1 Total Jumlah Sampel

No Kelas Jumlah Siswa Perhitungan Hasil

1 Kelas X 84 84 x 128

188 57

2 Kelas XI 57 57 x 128

188 39

3 Kelas XII 47 47 x 128

188 32

TOTAL 128

Berdasarkan rumus tersebut maka dapat ditetapkan jumlah sampel penelitian sebesar 128 responden yang terdiri dari siswa kelas X, XI,dan XII. E. Tempat dan Waktu Penelitian

(46)

F. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Instrument Kategori Skala 1 Tingkat

berlandaskan pada Al

qur’an dan As

sunnah, yang terdiri

dari: suntik atau alat tusuk lainnya bekas pakai

G. Instrumen atau Alat Pengumpul Data

(47)

religiusitas yang menggunakan skala Likert di ambil dari Widari, S.I, (2009) dengan jumlah pernyataan sebanyak 32 pernyataan, terdapat 20 pernyataan yang menggunakan item favourable dan 12 pernyataan dengan item unfavourable. Pernyataan yang menggunakan item favourable mendapatkan nilai (0) Sangat Tidak Setuju/ Tidak Pernah, (1) Tidak Setuju/ Kadang-kadang, (2) Setuju/ Sering, (3) Sangat Setuju/ Selalu, sedangkan pernyataan yang menggunakan item unfavourable mendapatkan nilai (3) Sangat Tidak Setuju, (2) Tidak Setuju, (1) Setuju, (0) Sangat Setuju. Kuesioner C, berisi pernyataan tentang tindakan pencegahan HIV/AIDS oleh siswa yang menggunakan skala

guttman dengan 15 pernyataan. Pernyataan menggunakan item favourable

sebanyak 5 pernyataan dan pernyataan yang menggunakan item unfavourable sebanyak 10 pernyataan. Untuk pernyataan dengan item favourable jawaban

“ya” mendapatkan nilai 1 dan nilai 0 untuk jawaban “tidak” sedangkan untuk

item unfavourable nilai 1 diberikan kepada jawaban “tidak” dan nilai 0 untuk

jawaban “ya”.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah pernyataan- pernyataan closed ended yang menyediakan beberapa alternatif jawaban dan berisi suatu seri pernyataan penilaian, responden hanya boleh memilih salah satu diantaranya sesuai dengan pendapatnya (Notoatmodjo, 2005). Instrumen penelitian ini perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sehingga dapat dipertanggung jawabkan pemakaiannya. Adapun uji validitas dan realibilitas adalah sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Validitas berarti ketepatan ukuran, ketelitian, dan kecermatan (Pratiknya, 2003). Uji validitas digunakan untuk mengukur relevan tidaknya pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian (Notoatmodjo, 2005). Untuk mengetahui apakah kuesioner mampu mengukur apa yang hendak diukur, maka perlu diuji dengan cara mengkorelasikan skor yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan dan skor total. Uji validitas

(48)

rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi biserial antara skor butir soal dengan skor total tes adalah: (Riyanto, a. 2011).

Keterangan:

���� � = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i dengan

skor total

�� = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir soal

Nomor i

Xt = rata-rata skor total semua responden

St = standar deviasi skor total semua responden

Pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i Qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i Keputusan uji :

Bila r hitung (r pearson) ≥ r tabel ; artinya pertanyaan tersebut valid

Bila r hitung (r pearson) < r tabel ; artinya pertanyaan tersebut tidak valid. Perhitungan validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan program komputer spss (statistical package for social science).

Uji validitas yang dilakukan di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang terhadap 30 responden yaitu siswa-siswi SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang kelas X, XI, dan XII dengan sampel diambil secara acak. Pernyataan dinyatakan valid setelah dieksklusi dari hasil variabel yang tidak memiliki variasi jawaban dari seluruh responden dan setelah disesuaikan dengan hasil tabel product momen didapatkan 10 pernyataan valid dari 15 pernyataan pada kuesioner tindakan pencegahan HIV/AIDS yaitu pernyataan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 14, dan 15. Pernyataan dinyatakan valid setelah memiliki hasil r hitung (r pearson) ≥ r tabel untuk 30 responden yaitu 0,361 dengan taraf signifikant 5%.

���� � = Xi− XS t

t √

Pi

(49)

2. Uji reliabilitas

Reliabilitas artinya dapat dipercaya, dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan telah reliabel (Notoatmodjo, 2005). Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik “koefisien

reliabilitas” dengan menggunakan rumus kr-20, sebagai berikut :

Keterangan :

Rii = koefisien reliabilitas tes K = cacah butir

� � = varians skor butir

� = proporsi jawaban yang benar untuk butir nomor i � = proporsi jawaban yang salah untuk butir nomor i

St2 = jumlah varians total

Kuesioner dikatakan reliablejika indeks reliabilitas yang diperoleh αhitung >

αtabel dengan tingkat kesalahan 0,6.

Uji reliabilitas yang dilakukan di SMA Islam Sultan Agung 1 Semarang terhadap 30 responden didapatkan hasil Cronbah’s Alpha yaitu 0,842. Data tersebut mengindikasikan bahwa pernyataan dinyatakan reliabel karena nilai Cronbah’s Alpha > Konstanta yaitu 0,6.

H. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data didapatkan dari: 1. Data Primer

Data primer yaitu data yang didapat berdasarkan penelitian langsung dari sumbernya yaitu responden. Data primer dalam penelitian ini meliputi tingkat religiusitas responden dan tindakan responden dalam pencegahan HIV/AIDS. Data primer didapatkan dengan cara:

a. Meminta surat ijin survei kepada Kaprodi S1 Keperawatan FIK UNISSULA

(50)

b. Mengajukan permohonan ijin survei kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini SMA Islam Sultan Agung 3, setelah mendapat persetujuan, barulah dilakukan survei dengan memberikan kuesioner kepada calon responden untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap calon responden terhadap pencegahan HIV/AIDS. Kuesioner yang digunakan diambil dari Saputra, G., (2008) dengan jumlah pernyataan 51 yang teridiri dari 41 pernyataan untuk mengetahui tingkat pengetahuan calon responden tentang HIV/AIDS dan 10 pernyataan untuk mengetahui sikap calon responden terhadap pencegahan HIV/AIDS.

c. Melakukan uji etik sebagai syarat kelayakan penelitian

d. Meminta surat ijin penelitian kepada Kaprodi S1 Keperawatan FIK UNISSULA

e. Mengajukan permohonan ijin penelitian kepada instansi tempat penelitian, dalam hal ini SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang setelah uji etik menyatakan layak untuk diteliti.

f. Setelah mendapat persetujuan dan uji etik dinyatakan layak, barulah dilakukan penelitian dengan memberikan kuesioner kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang di ambil dari Widari, S.I, (2009) yang berisi tentang tingkat religiusitas dan menggunakan kuesioner tentang tindakan pencegahan HIV/AIDS yang sudah di Uji Validitas dan Uji Reliabilitas. 2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data pendukung atau penunjang dari data primer, khususnya yang memiliki relevansi dengan topik penelitian yang dibahas. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi angka kejadian HIV/AIDS pada remaja yang didapat dari data statistik Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan RI dan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

I. Analisa Data

1. Teknik Pengolahan Data

(51)

a. Editing

Dilakukan dengan cara mengoreksi data yang telah diperoleh, meliputi: kelengkapan jawaban, dan relevansi jawaban terhadap kuesioner.

b. Coding

Langkah ini memberikan kode terhadap jawaban untuk mempermudah pengolahan data.

c. Tabulating

Mentabulasikan data ke dalam bentuk tabel dan dilakukan perhitungan.

d. Entry data

Entry data merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam

perangkat komputer yaitu dengan memasukkan variabel-variabel yang ada dalam penelitian ke dalam perangkat komputer dengan cara dikategorikan.

2. Analisis Data

Data dianalisa melalui presentase dan perhitungan dengan cara sebagai berikut:

a. Analisis Univariat

Bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Fungsi analisis univariat ini adalah digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari subjek penelitian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005).

b. Analisis Bivariat

(52)

1) Analisis Korelasi

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan uji statistik nonparametric, yakni menggunakan uji chi-square untuk melihat hubungan antara variabel tingkat religiusitas dan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam

Sultan Agung 3 Semarang. Uji korelasi “chi-square” dipilih dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa kedua variabel penelitan menggunakan skala ordinal dan nominal. Rumus korelasi “Chi-square” yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai berikut:

Keterangan: X2 = chi-square

Fo = frekuensi yang diobservasi/ diperoleh baik melalui pengamatan maupun hasil perhitungan

Fh = frekuensi yang diharapkan sebagai penerima dari populasi 1. P value ≤ 0,05 berarti (p value ≤ α). Uji statistik

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

2. p value > 0,05 berarti (p value > α). Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan.

Uji yang dilakukan tidak memenuhi kriteria uji Chi Square yaitu

expected count <20% sehingga uji selanjutnya menggunakan uji

alternatif yaitu uji Fisher exact. 2) Analisis Koefisien korelasi

Koefisien korelasi (r) merupakan variabel yang dapat menunjukkan keeratan hubungan antara dua peubah atau lebih, dalam hal ini adalah hubungan antara tingkat religiusitas dengan tindakan pencegahan HIV/AIDS pada siswa di SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang. Uji koefisien korelasi dalam penelitian ini adalah “Lambda” dengan pertimbangan bahwa

(53)

kedua variabel penelitan menggunakan skala ordinal dan nominal yang tidak setara. Rumus koefisien korelasi “Lambda” yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai berikut:

Keterangan:

� = Lamda

�� = Modus frekuensi dalam setiap kategori variabel bebas,

�d = Modus frekuensi diantara total variabel tak bebas, = Banyaknya satuan pengamatan

Besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua variabel.

Tabel. 3.3 Tingkat keeratan hubungan

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0.00 – 0.1999 Sangat lemah

0.20 – 0.399 Lemah 0.4 – 0.599 Sedang 0.6 – 0.799 Kuat

0.8 – 1 Sangat kuat

J. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini adalah SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang. Setelah mendapat persetujuan, barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika. Menurut Nursalam (2003) secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Prinsip Manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus. Teknik

� =��� − �d

(54)

pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner sehingga tidak akan mengakibatkan penderitaan bagi responden. b. Bebas dari eksploitasi

Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Siswa kelas X, XI dan XII diyakinkan dengan pernyataan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang sudah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan subjek dalam bentuk apapun. Selama penelitian berlangsung, responden dalam keadaan yang sesadar-sadarnya.

c. Resiko

Peneliti harus secara hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subyek pada setiap tindakan. Karena penelitian yang dilakukan bukan eksperimen dan instument penelitian yang digunakan hanya berupa quisioner maka resiko dapat dihindarkan seminimal mungkin dari subjek penelitian.

2. Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity) a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Semua siswa yang dijadikan subjek penelitian mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sanksi apapun. Penelitian ini semua subjek memutuskan untuk bersedia menjadi responden.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (Right to full disclosure)

(55)

c. Inform Consent

Subjek telah mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada inform consent juga telah dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

3. Prinsip keadilan (Right to Justice)

a. Hak untuk mendapatkan perilaku adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi. Apabila ternyata mereka tidak bersedia sebagai responden maka peneliti tidak memperlakukan tidak adil.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privation)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya anonymity (tanpa nama) dan confidentiality (rahasia). Instrument penelitian berupa quisioner telah peneliti sediakan tanpa adanya identitas nama.

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang

1. Sekilas Sejarah Berdirinya SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang (SMA ISSA 3) didirikan oleh Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) Semarang. Yayasan ini semula bernama Yayasan Badan Wakaf yang didirikan oleh sekelompok cendekiawan muslim Semarang (Jawa Tengah). Yayasan ini secara resmi tercatat pada akta Notaris Tan A Sioe tanggal 13 Juli 1950.

Pada tanggal 21 September 1962 didirikan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) berdasarkan Akta Pendirian no. 65 oleh Notaris RM. Soeprapto. Akta tersebut di atas telah diubah berdasarkan Akta Perubahan Anggaran Dasar NO. 2, TANGGAL 2 Nopember 1995 yang dibuat oleh Notaris RM Soetomo Soeprapto, SH. Kantor Yayasan berada di Jl. Raya Kaligawe km 4, kelurahan Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk Semarang. Kantor Yayasan satu lokasi dengan UNISSULA, RS-ISA, SMP ISSA 4, dan SMA ISSA 3. Luas tanah dalam kompleks tersebut sekitar 30 hektar.

(57)

diterima hanya 50% dari jumlah pendaftar, padahal jumlah kelas yang tersedia sudah cukup banyak yaitu rata-rata sampai 10 kelas untuk siswa tiap tahunnya.

Melihat kondisi demikian, tanggal 8 Juli 1999 SMA ISSA 1 mendirikan kelas filial, yaitu di jl. Seroja menenpati Gedung Fakultas Ekonomi UNISSULA. Pada tahun pertama berhasil mendapatkan lima kelas. Selanjutnya, awal tahun 2000 YBWSA membangun gedung representative untuk mempersiapkan pendirian SMA Islam Sultan Agung 3 (SMA ISSA 3) di Jl. Raya Kaligawe km 4 Semarang. Pada tahap I berdirilah gedung megah berlantai tiga dengan kapasitas 12 kelas dan 12 ruang kamar kecil. Gedung baru ini diresmikan oleh Walikota Semarang Sukawi Sutarip, SH pada tanggal 3 Agustus 2000. Untuk tahun pelajaran 2000/2001 Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) pindah ke kampus Kaligawe dan sudah menerima siswa baru secara mandiri.

Tahun 2002 dibangun lagi gedung baru tahap II berlantai tiga. Gedung megah ini digunakan untuk laboratorium fisika, kimia, biologi, computer dan ruang Audio Visual di lantai tiga. Lantai dua digunakan 3 ruang kelas dan ruang Tata Usaha (TU). Lantai satu untuk mushola, perpustakaan, ruang guru, dan ruang Kepala Sekolah. Dengan adanya SK Walikota Semarang no. 421.3/3682 tanggal 2 September 2002 tentang ijin pendirian sekolah untuk SMA Islam Sultan Agung 3, maka secara resmi SMA Islam Sultan Agung 3 telah resmi berdiri sebagai lembaga pendidikan dengan Nomor Stastitik (NSS): 30 2 03 63 09 102 dan Nomor Identitas Sekolah (NIS): 3007490.

2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Islam Sultan Agung 3 Semarang

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Tabel 3.1 Total Jumlah Sampel
Tabel 3.2 Definisi Operasional
Tabel. 3.3 Tingkat keeratan hubungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Once Lady Girard had said to Lydia, with the condescending air of an older woman who gives sound advice to a young hostess: “My dear, if you have the Viscountess and Charlie Stott

Motor induksi satu fasa berbeda cara kerjanya dengan motor induksi tiga fasa, dimana pada motor induksi tiga fasa untuk belitan statornya terdapat tiga belitan yang

Menurut Patel (1994), komponen sistem kualitas meliputi: (1) kualitas pelanggan, yaitu apakah kuali- tas pelayanan mampu memberikan pada pelanggan apa yang mereka

Federal Communication Commission Interference Statement 

Perjanjian Kerjasama antara Depkes RI dengan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Askes Nomor 213/MENKES/PKS/III/2008 (Nomor 41/KTR/0308) tentang Manajemen Kepesertaan

Aedes Berdasarkan hasil penelitian diketahui bah- wa jumlah penghuni yang banyak atau termasuk dalam kategori keluarga besar berpengaruh ter- hadap jumlah TPA

Tetapi pada stasiun I di desa Mentulik sungai Kampar Kiri jenis makanan ikan Belontia hasselti dan arthropoda tidak ditemukan, sedangkan pada stasiun II desa

 Status pekerjaan yang mendominasi tenaga kerja di Provinsi Riau pada periode Agustus 2015 adalah buruh/karyawan, yaitu sebesar 46,29 persen, hal yang sama