• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analogi Manajemen keuangan Model Affirma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analogi Manajemen keuangan Model Affirma"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

(MODEL PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS DI PROVINSI PAPUA)

BUKU

(2)

!"!

#! " $% %

Saya

menyatakan

dengan

sebenar)benarnya

bahwa

sepanjang

pengetahuan saya, di dalam Naskah Buku ini tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh orang lain, Adapun sumber utama dari buku ini adalah

dari Disertasi Saya dan beberapa Buku)buku dan penelitian terdahulu yang

menjadi referensi tulisan ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar

pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah naskah ini dapat dibuktikan terdapat

unsur)unsur jiplakan, saya bersedia buku ini digugurkan atau dibatalkan, serta

diproses sesuai dengan peraturan perundang)undangan yang berlaku (UU No.

20 tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70)

Malang, 20 Oktober 2014

Penulis,

(3)

!&

'! %

John Agustinus, Malang, 25 April 1969 anak dari ayah Thomas Antonio Wattimena dan Ibu Ester Sarwiati, menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar tahun 1982, Sekolah Menengah Pertama tahun 1985, Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Malang tahun 1988, ketiga pendidikan tamat di kota Malang.

Alamat rumah sekarang Jl. Tasangkapura No. 17C Jayapura Papua, Telp 0967)524356 dan HP 081333012000.

Melanjutkan studi program Strata Satu (S)1) di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) d.a. ABM, Malangkucecwara Malang tahun 1994 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, konsentrasi Keuangan dan Perbankan. Studi program Strata Satu (S)1) di Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Kristen (STIPAK) ”Duta Harapan” Malang tahun 2004 dan memperoleh gelar Sarjana Teologia, konsentrasi Pendidikan Agama Kristen. Studi Program Strata Dua (S)2) di Program Pasca Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang, program studi manajemen konsentrasi keuangan dan memperoleh gelar Magister Manajemen.

Pengalaman kerja Ketua Jurusan Program Studi Keuangan dan perbankan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Port Numbay Jayapura – Papua tahun 1996 sampai dengan 2000, Ketua Jurusan Manajemen tahun 2000 sampai dengan 2002, ketua Program Studi Keuangan dan Perbankan tahun 2002 sampai dengan 2003 dan sebagai dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay Jayapura tahun 1996 sampai dengan sekarang.

Malang, 20 Oktober 2014

Penulis,

(4)

$"

Pada awalnya Otsus dianggap sebagai berkah besar untuk masyarakat Papua. Masyarakat memiliki ekpektasi yang sangat besar bahwa Otsus akan meningkatkan derajat kehidupan mereka. Apalagi dalam UU Otsus banyak sekali penekanan tentang hak)hak mendasar orang Papua yang harus dipenuhi. Hal ini ditambah lagi dengan keberadaaan dana Otsus yang jumlahnya cukup besar. Tetapi dalam kenyataannya, para informan nyaris satu suara dalam hal ini, kenyataan yang diterima oleh masyarakat tidak sebesar ekpektasi mereka.

Temuan peneltian terkait dengan kinerja keuangan, ditemukan konsep kinerja keuangan merupakan seperangkat regulasi yang membentuk pengelolaan dana otonomi khusus di provinsi Papua. Seperangkat Regulasi Pengelolaan Keuangan Otonomi Khusus membentuk model manajemen keuangan pada era Otsus yaitu empat fungsi manajemen yaitu perencanaan keuangan strategis, pelaksanaan program pendidikan sesuai dengan anggaran pendidikan yang diamanatkan UU Otsus, pelaporan penggunaan dana yang telah direalisasikan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus sektor pendidikan. Membangun implementasi sistem Kepatuhan dan Pengawasan harus menjadi budaya dalam pengelolaan keuangan. Maka implementasi kepatuhan dan pengawasan oleh organisasi pengawas terhadap fungsi) fungsi manajemen keuangan akan tercapai Value for Money (Efektifiktas, Efisiensi dan Ekonomis) pada anggaran pendidikan. Untuk lebih memperkuat budaya otonomi khusus di provinsi Papua diperlukan membangun pengetahuan dan pemahaman kinerja keuangan sesuai dengan amanat UU Otsus kepada pegawai pemerintah provinsi Papua yang mengelola dan Otsus dan membangun budaya Otsus bagi Pemerintah Provinsi Papua.

Berdasarkan rancangan model tersebut, terbentuk tiga proposisi:

Pertama, UU Otsus, Peraturan pemerintah daerah dan kepatuhan menentukan kinerja keuangan atau pengelolaan dana otonomi khusus.

Kedua, Kepatuhan, pengawasan, pertanggungjawaban dana otonomi khusus menentukan akuntabilitas terhadap pengelolaan dana otonomi khusus.

Ketiga, Pengetahuan berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman yang menjadi dasar pengelolaan dana yang efektif dan efisien dan memberikan manfaat kepada masyarakat provinsi Papua.

Rekomendasi, Pelaksanaan akuntabilitas diperlukan komitmen yang kuat dari gubernur dan seluruh staf instansi yang bersangkutan, menjamin penggunaan sumber) sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh, Jujur, objektif, transparan, dan akurat, Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.

(5)

$" +

Autonomy Initially regarded as a great blessing for the people of Papua. The community has a huge expectation that Autonomy will increase the degree of their lives. Moreover, the Special Autonomy Law inordinate emphasis on the fundamental rights of the Papuans to be met. This is compounded by the existence of special autonomy funds are large enough. But in reality, the informants almost one voice in this matter, the fact that people are not accepted by the expectation of them.

Other research findings related to financial performance, discovered the concept of financial performance is a set of regulations that make up the special autonomy fund management in the province. A set of Financial Management Regulation Special Autonomy establish the model of financial management in the era of the four functions of management Autonomy is strategic financial planning, implementation of educational programs in accordance with the education budget mandated the Special Autonomy Law, reporting use of funds has been realized and supervision of special autonomy fund management sector. Building a Compliance and Monitoring system implementation should be a culture of financial management. Then the implementation and monitoring of compliance watchdog organization the functions of financial management will be achieved Value for Money (Efektifiktas, Efficiency and Economy) on the education budget. To further strengthen the culture of special autonomy in Papua province needed to build knowledge and understanding of financial performance in accordance with the mandate of the Special Autonomy Law for Papua provincial government employees who manage and build a culture of Autonomy and Autonomy for Papua Provincial Government.

Based on the design of the model, formed three propositions: First, the Special Autonomy Law, local government regulations and compliance determining financial performance or management of special autonomy funds.

Secondly, compliance, supervision, accountability of special autonomy funds determine accountability for the management of special autonomy funds.

Third, knowledge related to education and experience on which to base effective management and efficient fund and provide benefits to the people of the province.

Recommendations, Implementation of accountability required a strong commitment from the governor and the entire staff of the agency concerned, ensure proper use of resources is consistent with legislation in force, indicating the level of achievement of goals and objectives that have been set. Oriented to achieving the vision and mission, as well as the results and benefits obtained, honest, objective, transparent, and accurate, Presenting success / failure in achieving the goals and objectives that have been set.

(6)

.

Shalom,

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala Rahmat dan Kasih Karunia)Nya, penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul : “Analogi Manajemen keuangan Model Dalam Perspektif Otonomi Khusus”. Penulisan penelitian ini dirancang dengan kajian teori, jurnal, penelitian ilmiah dan majalah)majalah populer yang mendukung penelitian. Sebagai karya ilmiah, penelitian ini bermanfaat bagi para peneliti selanjutnya yang sedang mempelajari keuangan.

Sebuah karya ilmiah sebenarnya sulit dikatakan sebagai usaha satu orang, tanpa bantuan orang lain. Demikian juga penelitian ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa adanya dorongan yang terus menerus, bantuan dan kritik membangun dari banyak pihak. Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam) dalamnya promotor dan ko promotor yang membimbing sampai dengan akhir penulisan.

Penulis menyadari bahwa dalam analisis maupun dalam penyajian, penelitian ini masih jauh dari sempurna. Tiada gading yang tidak retak, kata pepatah. Namun upaya mencari gading yang tidak retak setidaknya telah penulis usahakan. Segala komentar, kritik maupun tanggapan mengenai penelitian ini akan diterima dengan senang hati. Tuhan Memberkati.

Malang, 20 Oktober 2014

(7)

- !"!

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI DISERTASI ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DISERTASI ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

DAFTAR SINGKATAN ... xx

$ $ ! '%#% GGGGGGGGGGGGGGGGGG... 1

1.1. Latar Belakang G...GGGGGGGGG..G... 1

1.2. Fokus Penelitian ...GGGGG...G... 35

1.3. Masalah Penelitian GG...GGGGGGGGGG.G.... 37

1.4. Tujuan Penelitian ... 46

1.5. Kegunaan Penelitian ... 47

$ $ !! # " ! GGGGGGGGGGGGG...GG... 49

2.1. Kinerja Keuangan ...G... 49

2.1.1 Pengertian Kinerja ... 50

2.1.2 Faktor)faktor yang mempengaruhi kinerja ... 51

2.1.3 Penegertian kinerja keuangan ... 53

2.1.4 Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah ... 54

2.2. Pengelolaan keuangan daerah...GGGGG.. 55

2.3.

Alat ukur kinerja keuangan

... 65

2.4. Sejarah pemikiran akuntabilitas... 69

2.5. Akuntabilitas ... 71

2.6. Fungsi)fungsi manajemen keuangan ... 76

2.6.1. Perencanaan GGGGGGGGGGGGG... 76

2.6.2. Pelaksanaan GGGGGGGGGGGGG... 78

2.6.3. Pelaporan ...GG... 79

2.6.4. Pengawasan ... 82

2.7.

Otonomi khusus

... ...

84

2.7.1. Otonomi daerah ... ...

84

2.7.2. Otonomi khusus ... ...

86

2.7.3. Perbedaan Otonomi khusus dan otonomi daerah

91

2.8.Hasil)hasil penelitian terdahulu... 93

2.9. Theoretical Frame Work (alur pikir) GGGGGGGG.. 104

2.10. Perspektif Fenomenologi ... 105

$ $ !!! #! ! GGGGGGGGGGGGGGGG... 113

3.1. Kerangka Penelitian GGGGGGGGGGGGGGG... 115

(8)

3.3. Informan dan Kehadiran Penelitian ...GGG...G 118

3.4. Prosedur Pengumpulan Data ...GGGG...GG.. .. 122

3.5. Keabsyahan Data ...GG...GGGGG...GG.. 124

3.6. Metode Analisis Data ... 126

$ $ !0 % # . ... 129

4.1. Gambaran (Deskripsi) Seting Penelitian ... 129

4.2. Ferifikasi Data Lapangan ... 132

4.2.1. Kinerja Keuangan ... 134

4.2.1.1. Anggaran Pendidikan ... 135

4.2.1.2. Kepatuhan Perundangan Anggaran Pendidikan... 137

4.2.1.3. Keberpihakan pemerintah Provinsi dan DPRP ... 141

4.2.1.4. Indikasi penyimpangan dan inefesiensi penggunaan anggaran ... 143

4.2.1.5. Program)program prioritas pemerintah provinsi Di Bidang Pendidikan ... 147

4.2.1.6. Analisis Kinerja Keuangan ... 149

4.2.2. Manfaat Otonomi Khusus... 155

4.2.2.1. Peningkatan Mutu Pendidikan ... 154

4.2.2.2. Tanggungjawab Pemprov Papua thd Pendidikan. 155 4.2.2.3. Sarana dan prasarana GGGGGGGGGGG 155 4.2.2.4. Kualifikasi pendidik GGGGGGGGGGGG 156

4.2.3. Akuntabilitas ... 160

4.2.3.1. Perencanaan ... 171

4.2.3.2. Pelaksanaan ... 173

4.2.3.3. Pelaporan ... 182

4.2.3.4. Pengawasan ... 195

4.3. Cross Check Data Antar Kasus GGGGGGGG. 200 $ $ 0 #!"!" "!"! GGGGGGGG 203 5.1. Hasil Penelitian GGGGGGGGGGGGGGGGGG.. G.. 203

5.1.1. Rancangan Model Kinerja Keuangan Pengelolaan Dana Otonomi Khusus GGGGGGGGGGGGGGG 203 5.1.2. Rancangan Proposisi ... 210

5.2. Pembahasan ... 214

5.2.1. Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus ... 214

5.2.2.Konsep Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus ... 220

5.2.2.1. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Provinsi Papua. 220 5.2.2.2. Temuan Perbedaan Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Terhadap Pencapaian Kinerja ... 223

5.2.2.3. Temuan Perbedaan Budaya Pengetahuan Pengelolaan Kinerja keuangan Dana Otonomi Khusus ... 227

5.2.3. Kajian Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Berdasarkan Kajian Fenomenologi Weber ... 232

5.2.4. Implikasi Penelitian: Manajemen Keuangan ... 236

5.3. Proposisi penelitian ... 196

5.4. Model Penelitian GGGGGGGG... 209

5.5. Kontribusi Penelitian ... 210

5.5.1. Kontribusi praktis ... 210

(9)

$ $ 0! ...GGGGGGGGGGGG.GGGGGGGG. 241

6.1. Kesimpulan GGGGGGGGGGGGGGGGGGGG.GGGG. 241

6.2. Kontribusi Penenlitian GGGGGGGGGGGGGGGGGGGG..GG 246

6.2.1. Kontribusi Teoritis GGGGGGGGGGGGGGGGGGGG..G... 246

6.2.2. Kontribusi Praktis GGGGGGGGGGGGGGGGG.G.. 247

6.3. Keterbatasan Penelitian ... 250

6.4. Saran)saran ... 251

- %" GGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG.GG. 248 - $ # Halaman Tabel 1.1. Anggaran Pendidikan Provinsi Papua Tahun 2006)2010 ... 19

Tabel 1.2. Anggaran Pendidikan Provinsi Papua Tahun 2009)2010 ... 21

Tabel 1.3. Penggunaan Anggaran Belanja Langsung Pendidikan Provinsi Papua 2009)2010 ... 23

Tabel 1.4. Alokasi Anggaran Program Pendidikan Pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan olah Raga Provinsi Papua, Tahun 2008)2010 GGGGGGGGG... 24

Tabel 1.5. Rincian Anggaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Yang Bersumber Dari Dana Otsus ... 27

Tabel 1.6. Perhitungan Kebutuhan Biaya Pendidikan Dasar di Provinsi Papua GGGGGGGGGGGGGGGGGGGG 29 Tabel 1.7. Rincian Jumlah Guru SD dan SMP di Provinsi Papua Per Kabupaten/Kota ... 31

Tabel 1.8. Perkiraan Kebutuhan SD di Provinsi Papua Tiap Kabupaten/Kota ... 33

Tabel 1.9. Pendapatan Daerah Provinsi Papua Tahun 2006)2009 ... 39

Tabel 1.10. Alokasi Anggaran Pendidikan 2007 – 2009 ... 41

Tabel 1.11. Penggunaan Anggaran Belanja Langsung pada Sektor Pendidikan ... 41

Tabel 1.12. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Papua ... ... 43

Tabel 4.1. Pernyataan umum informan tnt gagalnya Otsus ... 131

Tabel 4.2. Key Informan dan informan pendukung ... 133

Tabel 4.3. Istilah/singkatan informan ... 133

Tabel 4.4. Perkembangan Dana Otsus 2002 s/d 2010 ... 135

Tabel 4.5. Pembagian Dana Otsus unt Provinsi & Kabupaten KotaGG.. 136

Tabel 4.6. Pembagian Dana Otsus unt Provinsi & Kabupaten Kota Tahun 2002)2009 Perhitungan Alokasi Anggaran Pendidikan (30%) sesuai Perda No 5 Tahun 2006 ... 136

Tabel 4.7. Anggaran Pendidikan Provinsi Papua Tahun 2006)2010GG.... 142

Tabel 4.8. Anggaran Belanja Pendidikan Provinsi Papua Tahun 2009)2010 ... 143

Tabel 4.9. Penggunaan Anggaran Belanja Langsung Pendidikan Provinsi Papua 2009)2010 ... 145

Tabel 4.10. Alokasi Anggaran Program Pendidikan Pada Dinas Pendidikan, Pemuda dan olah Raga Provinsi Papua, Tahun 2008)2010 ... 148

(10)

Tabel 4.12. Rincian Jumlah Guru SD dan SMP di Provinsi Papua

Per Kabupaten/Kota ... 158

Tabel 4.13. Keadaan Guru SD dan SMP DI Provinsi Papua Menurut Ijasah Tertinggi GG... 159

Tabel 4.14. Tema)tema informan Tentang Manfaat Dana Otsus Pendidikan ... 161

Tabel 4.15. Hasil Wawancara dan Diskusi Dengan key informan dan Informan Pendukung Tentang Akuntabilitas ... 162

Tabel 4.16. Pernyataan Informan tentang Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Oleh Pemeritah Provinsi ... 163

Tabel 4.17. Rincian Anggaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang bersumber dari dana Otsus G... 176

Tabel 4.18. Perhitungan Keubutuhan Biaya Pendidikan Dasar Di Provinsi Papua ... 180

Tabel 4.19. Penetapan Dana Otonomi Khusus dan Realisasi 2% DAU Dan Penyaluran Danan ... 191

Tabel 4.20. Komposisi Budget dan Realisasi GGGGGGG..G... 192

Tabel 4.21. Komposisi Belanja Modal terhadap Belanja Lainnya Pada Sektor Pendidikan... 193

Tabel 4.22. Perbandingan Capaian Dana Otonomi Khusus dengan IPM Di Provinsi Papua... 194

Tabel 4.23. Makna Pengawasan GGG... 199

Tabel 4.24. Makna Akuntabilitas GGGGGGGGGGGGGG.GG 200

Tabel 5.1. Tema)tema dan Premis Penelitian GGGG... 207

Tabel 5.2. Pembentukan Proposisi Minor GGGGG... 211

Tabel 5.3. Proposisi Minor GG...GGGGG..GGGG 213

Tabel 5.4. Deskripsi Perbedaan Kinerja Keuangan dan Pencapaian Hasil ... 224

Tabel 5.5. Perbandingan Komposisi Anggaran Pendidikan dan Realisasi . 227

Tabel 5.6. Matriks Analisis Data Hasil Diskusi ... 223

- . $ Halaman Gambar 1.1. Penerimaan Provinsi Papua dari Otsus tahun 2002)2009 .... 7

Gambar 1.2. Alokasi Sektoral Provinsi Papua tahun 2008 ... 15

Gambar 2.1. Theoretical Frame Work (Alur pikir) ... 104

Gambar 3.1. Model Kinerja Keuangan GGGG...GGG... 120

Gambar 3.2. Model Analisis Data ... 126

Gambar 4.1. Peneliti aktif terlibat pembahasan otsus ... 130

Gambar 4.2. Mekanisme Pengendalian Pengeluaran Dana Otsus ... 183

Gambar 5.1. Model Peneltian ... 209

Gambar 5.2. Model Akuntabilitas GGGGGGGGGGGGGGGGG 218 Gambar 5.3. Kinerja Keuangan dan Akuntabilitas Otsus Pendidikan GGGG. 222 Gambar 5.4. Ilustrasi Inefesiensi dan Inefektifitas Pengelolaan Dana Otsus G. 223 Gambar 5.5. Unsur Manajemen Pengetahuan Mempengaruhi Bekerjanya Sistem Monitoring dan Evaluasi GGGGGGG.. 215

Gambar 5.4. Implikasi Penelitian Manajemen Keuangan GGGGGGG.. 226

Gambar 5.5. Model Manajemen Pengawasan GGGGGGGGGG.. 231

(11)

- # !

Lampiran I. Daftar Wawancara kepada Key Informan ... 266 Lampiran II. Hasil Wawancara dengan Key Informan GGGGG 272 Lampiran III. Hasil Focus Group Discussion GGGGGGGG 288 Lampiran IV. Undang)undang Otsus No 21 Tahun 2001 GGGGG... 290 Lampiran V. Perdasus No 1 Provinsi Papua GGGGGGGGG 291 Lampiran VI. Perda No 5 Tahun 2006 GGGGGGGGGGG.. 292 Lampiran VII. Laporan BPK RI 2007 GGGGGGGGGGG.. 300 Lampiran VIII. Laporan BPK RI 2011 GGGGGGGGGGGG 315 Lampiran IX. Surat keterangan peneltian

-

"! .

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BMN/D : Barang Milik Negara/Daerah

BPK : Badan Pemeriksa Keuangan

BPK RI : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia BPS : Badan Pusat Statistik

DAU : Dana Alokasi Umum

DPRP : Dewan Perwakilan Rakyat Papua

DP2KA : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset HPS : harga perkiraan sendiri

Keppres : Keputusan Presiden LHP : Laporan Hasil Pemeriksaa LK : Laporan Keuangan

LRA : Laporan Realisasi Anggaran MRP : Majelis Rakyat Papua Otsus : Otonomi Khusus

PAD : Pendapatan Asli Daerah Perdasi : Peraturan Daerah Provinsi Perdasus : Peraturan Daerah Khusus PKD : Pengelola Keuangan Daerah

PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro PMK : Peraturan Menteri Keuangan

PNS : Pegawai Negeri Sipil PP : Peraturan Pemerintah

PPTK : Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan PPN : Pajak Pertambahan Nilai

PSAP : Pedoman Standar Akuntansi Pemerintah PT : Perseroan Terbatas

RAB : Rencana Anggaran Biaya RD : Rencana Definitif

RESPEK : Rencana Strategi Pembangunan Kampung RKS : Rincian Kerja dan Syarat)syarat

(12)

SK : Surat Keputusan

SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah SP2D : Surat Perintah Pencairan Dana SPPD : Surat Perintah Perjalanan Dinas SPI : Sistem Pengendalian Intern

SPKN : Standar Pemeriksaan Keuangan Negara SSP : Surat Setoran Pajak

TA : Tahun Anggaran

TAP MPR : Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat TAYL : Tahun Anggaran Yang Lalu

(13)

$ $ !

'%#%

1212 # $

Otonomi khusus Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar)besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundang)undangan. Kewenangan ini berarti pula kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial budaya dan perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang)orang asli Papua melalui para wakil adat, agama dan kaum perempuan.

Secara garis besar terdapat 4 (empat) hal mendasar di dalam Undang)Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yakni:

1. Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan.

2. Pengakuan dan penghormatan hak)hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.

3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan bercirikan:

a. Partisipasi rakyat sebesar)besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama dan kaum perempuan.

b. Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar)besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya.

c. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat.

4. Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.

Prinsip pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.

(14)

implementasi Otonomi khusus ini masih banyak dilakukan melalui peraturan perundang)undangan lain yang kurang mengikat karena tidak ditetapkan melalui persetujuan DPRP dan MRP.

Penghambat pelaksanaan Otonomi khusus adalah kurang efektifnya koordinasi antara pemerintah pusat, Pemerintah provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota. Dalam beberapa hal, UU No. 21/2001 ini tidak sejalan dengan UU No. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/ 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Untuk menyelaraskan UU tersebut, diperlukan suatu mekanisme koordinasi yang jelas antara pusat, Pemerintah provinsi, dan Pemkab/ kota. Hanya saja, sampai saat ini, belum ada suatu solusi efektif untuk membangun mekanisme koordinasi ini, sehingga sering terjadi tumpang tindih wewenang dan pelaksanaan pembangunan di antara ketiga level pemerintahan ini. Sebagai contoh, Inpres No. 5/ 2007, tentang percepatan pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat, tidak dapat dilaksanakan secara efektif karena lemahnya koordinasi antara ketiga strata pemerintahan.

Dalam membahas metode penilaian Akuntabilitas keuangan, harus didasarkan pada data keuangan yang dipublikasikan, yang dibuat sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan yang berlaku. Laporan ini merupakan data yang paling akurat yang tersedia, walaupun seringkali tidak mewakili hasil dan kondisi ekonomi. Laporan keuangan disebut sebagai "kartu skor" periodik yang memuat hasil investasi operasi dan pembiayaan perusahaan, maka fokus akan diarahkan pada hubungan pencapaian program dan indikator keuangan yang di analisis berdasarkan penilaian Akuntabilitas masa lalu dan juga proyeksi hasil masa depan dimana akan menekankan pada manfaat serta keterbatasan yang terkandung didalamnya.

Penilaian Akuntabilitas adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia maka penilaian Akuntabilitas sesungguhnya merupakan penilaian atas prilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Sedangkan pengertian Akuntabilitas keuangan adalah penentuan ukuran)ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba Mulyadi (1997:419).

Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai pemerintah sehingga penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (sistem “check and balances”). Moeller (2009); Anderson and Narus (1990); Child and Faulkner (1998); Das and Teng (1998); Zaheer and Venkatraman (1995) menunjukkan bahwa secara empiris terdapat hubungan langsung antara kepercayaan dan partsipasi dengan kinerja keuangan, para pengambil keputusan baik manager, direktur dan pemilik perusahaan yang mampu dipercaya oleh jaringan kerjanya mampu meningkatkan kinerja keuangan khususnya dalam meraih tingkat pengembalian (return). Demikian juga manager, direktur dan pemilik perusahaan yang mampu bekerja sama dengan jaringan (net working) menunjukkan mampu menjaga kinerja keuangan ke arah yang positif.

(15)

(2000) yang semuanya menyatakan bahwa kepercayaan tidak dapat dipisahkan dengan akuntabilitas yang dibangun untuk untuk tujuan pencapaian kinerja keuangan yang positif.

Peran kepemimpinan dan akuntabilitas adalah pengakuan atau asumsi tanggung jawab terhadap tindakantindakan, produk)produk, keputusan dan kebijakan termasuk administrasi, pengaturan dan implementasinya di dalam lingkup peran atau kedudukan pekerjaan, dan menekankan kewajiban untuk melaporkan, menjelaskan serta menjawab terhadap konsekuensi yang ditimbulkan.

Sebagai program prioritas, pendidikan seharusnya mendapatkan alokasi anggaran yang memadai dalam APBD, sehingga berbagai permasalahan pendidikan di Papua dapat segera dipecahkan. Akan tetapi, walaupun bidang pendidikan telah ditetapkan sebagai program prioritas, namun dalam pembagian APBD ternyata pendidikan tidak menjadi prioritas. Ketentuan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 % dari APBD (UUD 1945, UU 20/2003, dan PP 48/2008) atau 30 % dari dana otsus (UU Otsus dan Perda No. 5/2006) sampai sekarang masih dilanggar oleh eksekutif dan legislatif di Papua. Sebagai gambaran, alokasi anggaran pendidikan di Papua selama lima tahun terakhir (2006)2010) hanya bermain pada angka 3 persen hingga 5 persen dari total APBD, dan juga belum sampai 30 % dari dana otsus (Tabel 1.1). Salah satu indikasi bahwa pemerintah provinsi dan anggota DPRD kurang memiliki komitmen dan kepedulian untuk menangani masalah pendidikan di Papua.

*

121

344563414

7

8

$ $

794 :8 / :

$

:

2006 3.918,02 1.264,35 198,27 5,06 15,68

2007 5.856,89 1.565,14 203,49 3,47 13,00

2008 5.449,04 1.859,53 228,72 4,19 12,30

2009 5.142,08 1.043,92 231,15 4,49 22,14

2010 5.124,53 1.043,92 244,40 4,77 23,41

Sumber: APBD Papua 2006)2009; RAPBD Papua 2010; dan Nota Keuangan RAPBD Papua 2010 (diolah)

Jika menggunakan ketentuan Perda 5/2006, sebagian besar guru SD di Papua tidak memenuhi syarat secara akademik. Sebab, dari total guru SD di Papua sebanyak 12.925 orang, terdapat 7.535 orang (58,29 %) hanya tamatan SLTP sampai D1, itupun 285 orang di antaranya berasal dari tamatan non keguruan (tabel 13). Sementara, sesuai ketentuan Perda 5/2006, bahwa tingkat pendidikan guru SD paling rendah tamatan D2. Dengan demikian, hanya 21,71 % guru SD di Papua yang layak mengajar dilihat dari kualifikasi akademiknya. Adapun pada tingkat SMP, masih ada 18,74 % guru hanya tamatan D2. Artinya, sebagian besar (81,26 %) guru SMP di Papua telah memenuhi kualifikasi akademik yang disyaratkan Perda 5/2006. Baik guru SD maupun guru SMP di Papua harus ditingkatkan kualifikasi akademiknya agar menjadi guru yang memenuhi syarat sesuai tuntutan Perda 5/2006. Bahkan agar dapat menerima tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok sesuai tuntutan UU No. 14/2005 dan PP 74/2008, tingkat pendidikan atau kualifikasi akademik guru SD dan SMP minimal harus sarjana.

(16)

SD berjumlah 1.904 buah, terdiri dari SD Negeri sebanyak 1.145 buah (60,14 %) dan SD Swasta sebanyak 760 buah (39,86 %). Data)data ini menginformasikan bahwa ada sejumlah desa di Papua sampai saat ini belum memiliki SD. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan jumlah desa dan jumlah SD. Jika pada setiap desa seharusnya tersedia minimal satu buah SD, maka Papua saat ini masih terdapat 1.494 desa belum memiliki SD. Lima daerah yang paling banyak membutuhkan SD secara berturut)turut adalah Kabupaten Tolokara, Yahukimo, Jayawijaya, Paniai, dan Puncak Jaya. Sebaliknya, ada lima kabupaten/kota yang telah dianggap memiliki SD yang cukup, yakni Kota Jayapura, Kab. Keerom, Boven Digoel, Yapen Waropen, dan Merauke. Anak)anak usia SD di lima daerah ini diperkirakan lebih mudah mengikuti pendidikan dasar karena SD telah tersedia di setiap desa/kelurahan.

1.2. Fokus Penelitian

Otonomi daerah secara khusus otonomi khusus bagi Provinsi Papua merupakan komitmen pemerintah untuk mengejar ketertinggalan pembangunan di tanah Papua, meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta harkat dan martabat orang Papua. Kebijakan transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Provinsi Papua, baik dari dana perimbangan maupun dana otonomi khusus menduduki porsi yang cukup besar bila dibanding dengan rata)rata provinsi di Indonesia. Sehingga tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat karena Kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang sangat multikompleks. Maka pemerintah selaku pengelola dana otonomi khusus diminta mengelola keuangan dengan prinsip akuntabel dan transparan.

Pendidikan mendapat prioritas utama dan mendapat dana yang besar untuk membangun pendidikan di Provinsi Papua, permasalahan selama sepuluh tahun berjalannya otsus di Provinsi Papua adalah pendidikan masih rendah, sehingga jaminan atas hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapat dan mengikuti pendidikan masih belum memadai, seperti:

1) Rendahnya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, baik antar wilayah, antar tingkat pendapatan penduduk, maupun antar gender;

2) Rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, antara lain karena kurikulum yang tidak terkait dengan kebutuhan lapangan kerja, rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga pengajar, serta terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan; dan

3) Lemahnya manajemen penyelenggaraan pendidikan, baik di lembaga formal maupun masyarakat.

Kinerja keuangan pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik, yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik. Prinsip)prinsip yang mendasari pengelolaan dana otonomi khusus adalah transparansi, akuntabilitas dan Value for Money. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah secara khusus dana otonomi khusus. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar)benar dapat dilaporkan dan dipertangungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan angaran tersebut.

(17)

penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target)target atau tujuan kepentingan publik.

Fokus Penelitian yang akan diangkat dalam penulisan ini adalah kinerja keuangan dan Akuntabilitas dengan menganalisis Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan dan Pengawasan pengelolaan dana untuk pendidikan selama pelaksanaan otonomi khusus di provinsi Papua, serta membandingkan dengan pencapaian program)program yang efektif dan efisien.

Dengan mengkaji Perda No. 5 Tahun 2006 mengatakan Pembangunan Pendidikan bersumber dari 30% dari dana otonomi khusus dan Pasal 62 ayat 2 UU No. 21/2001 mengamanatkan bahwa “Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pendidikan dalam semua bidang jenjang pendidikan di Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya.”

Maka diharapkan anggaran pemerintah yang relatif besar harus dapat mengejawantahkan amanat UU ini, sehingga orang)orang asli Papua bisa memperoleh manfaat langsung dari dana otsus dan kualitas pendidikan bagi masyarakat dapat ditingkatkan.

1.3. Masalah Penelitian

Fenomena nasional yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga)lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003: 7).

Ada beberapa faktor yang menghambat pendidikan, pemerintah terbatas untuk melakukan perencanaan secara matang, membuat anggaran, mengawasi dan menilai; kekurangan pengajaran dan sarana mengajar yang berkualitas, lingkungan belajar yang kurang mendukung, dan ketidakseimbangan penyebaran guru)guru yang dibarengi dengan kesulitan para guru untuk hadir secara tetap. Tapi tantangan terbesar yang perlu dihadapi adalah hambatan sosio)ekonomi dan geografis.

Indikator masalah selanjutnya adalah, sampai saat ini transparansi ini masih dinilai kurang oleh Pemerintah kabupaten/kota dan stakeholder lain karena belum ditetapkannya peraturan gubernur tentang formula alokasi dana Otonomi khusus untuk kabupaten dan kota. Sampai saat ini, dapat dikatakan bahwa perhitungan dan data yang digunakan masih relatif menjadi rahasia pemerintah Provinsi Papua. Diperkirakan kurangnya keterbukaan seperti inilah yang menimbulkan sejumlah pernyataan “Ketidakpercayaan“ dari pimpinan daerah kabupaten/kota bahwa Provinsi Papua masih belum transparan dan akuntabel dalam pembagian dana.

Banyak tuntutan dari masyarakat terhadap pengelolaan dana otonomi khusus di provinsi Papua seperti yang diungkapkan Silo (2007: hal 4) Adapun issu)issu pembangunan tersebut meliputi semua bidang dan sektor pendidikan pada dasarnya masih tertinggal dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Kondisi masyarakat Papua dalam bidang pendidikan, masih memprihatinkan, maka peneliti memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini untuk mengungkap fenomena yang sedang terjadi, dimana pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan statistik terhadap data)data keuangan pemerintah daerah yang sudah baku.

(18)

menginterpretasikan ekspresi)ekspresi sosial antar manusia dan kelompok)kelompok merupakan fenomena sosial yang bertujuan untuk mendekripsikan dan menginterpretasikan fenomena dari sudut pandang pelaku aslinya.

Terdapat dana otonomi khusus yang sangat besar tetapi pengelolaan pada sektor pendidikan belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Provinsi Papua bahkan cenderung masih rendah. Maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah penelitian pilihan rasional apa yang dipilh oleh para pelaku pengelola keuangan Otsus? Selanjutnya masalah khusus yang dikaji terkait dengan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja keuangan dan akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di sektor pendidikan Provinsi Papua mampu meningkatkan kualitas pendidikan ? 2. Bagaimana masyarakat memperoleh manfaat dari dana otonomi khusus sektor

pendidikan ?

3. Bagaimana perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus sektor pendidikan ?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah menggali secara mendalam pengetahuan tentang sejauh mana proses dan manfaat yang dirasakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Secara lebuh rinci ingin diketahui sebagai berikut:

1. Menganalisis secara mendalam kinerja keuangan dan akuntabilitas proses pengelolaan dana otonomi khusus di sektor pendidikan Provinsi Papua mampu meningkatkan kualitas pendidikan.

2. Menganalisis secara mendalam sejauhmana masyarakat memperoleh manfaat dari dana otonomi khusus sektor pendidikan.

3. Menganalisis secara mendalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus sektor pendidikan.

1.5. Kegunaan penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

Manfaat secara teori penelitian ini memberikan manfaat bahwa pengelolaan keuangan berlaku efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas kepatutan, dengan Undang) undang otsus merupakan dasar pengelolaan keuangan. Selanjutnya memberikan sumbangsih kepada teori manajemen keuangan dan secara spesifik manajemen keuangan daerah adalah dengan terwujudnya Efektifitas dan Efisiensi pada pengelolaan keuangan perlu dilaksanakan dengan transparansi dan akuntabilitas, sehingga dalam pembangunan di provinsi Papua dibutuhkan acuan dalam mengembangkan model pengelolaan dana otonomi khusus yang akuntabel. Manajemen keuangan merupakan pengelolaan dana)dana otonomi khusus yang diberikan pemerintah kepada masyarakat dapat dipercaya, akuntabel dan memiliki standar laporan yang sesuai dengan prinsip)prinsip keuangan. Mardiasmo (2009).

Teori selanjutnya adalah teori manajemen keuangan daerah lebih memberikan makna transparansi, kepatuhan terhadap UU Otsus dan akuntabilitas akan memberikan hak kepada masyarakat memiliki akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan)kebutuhan hidup dan manfaat yang didapat oleh masyarakat.

(19)

Papua, diharapkan hasil penelitian mampu memberikan sebuah teori akuntabilitas keuangan daerah yang memiliki ciri)ciri khusus yaitu berdasarkan budaya masyarakat Papua.

Selanjutnya manfaat praktis bagi pengelola keuangan otonomi khusus adalah mengaplikasikan akuntabilitas pada pengelola dana otonomi khusus sesuai kepatuhan undang)undang, diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk ikut mengawasi dan memperoleh manfaat dari pengelolaan dana otonomi khusus. Dengan ditemukannya manfaat secara teori dan praktis maka manfaat lebih lanjut dalam penelitian ini adalah menemukan :

1. Model kinerja keuangan dan akuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di sektor pendidikan Provinsi Papua yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan. 2. Pemahaman bahwa dengan Dana Otsus masyarakat memperoleh manfaat dan

khususnya sektor pendidikan.

(20)

BAB II LANDASAN TEORI

Bab dua dari penelitian ini, menguraikan sejumlah konsep teoritis dan empiris sebagai acuan atau landasan dalam memahami fenomena yang menjadi fokus studi ini dengan pendekatan multi paradigma, terutama dalam memahami konsep akuntabilitas keuangan.

Secara sistematis, bab ini memuat beberapa teori yang secara garis besar dapat diklasifikasi ke dalam tiga bagian yang saling terkait, pertama grand theory penelitian yaitu manajemen keuangan, kedua teori akuntabilitas, ketiga Fungsi)fungsi Manajemen Keuangan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan, keempat kajian)kajian hasil penelitian terdahulu yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian, kelima kajian otonomi daerah dan otonomi khusus, keenam teori fenonenologi dan ketujuh paradigma ataupun alur pikir.

2.1. Kinerja Keuangan

Pembangunan daerah tidak lepas dari pengelolaan pihak terkait. Masing)masing daerah memiliki cara kerja yang berbeda dalam melakukan pengelolaan sehingga prestasi atau kinerjanya berbeda. Penilaian kinerja berasal dari penentuan secara periodik tentang aktivitas operasional suatu organisasi, bagian pemerintahan dan organisasi yang bersangkutan berdasarkan sasaran, standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui kinerja keuangan, masyarakat dapat menilai kinerja pemerintahan lebih baik. Penilaian kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan analisis keuangan. Analisis keuangan sangat tergantung pada informasi yang diberikan oleh laporan keuangan. Salah satu kegunaan laporan keuangan adalah menyediakan informasi kinerja keuangan.

Informasi akuntansi sangat bermanfaat untuk menilai pertanggungjawaban kinerja manajer. Karena penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah digunakannya informasi akuntansi bersamaan dengan informasi non akuntansi untuk menilai kinerja manajer atau pimpinan perusahaan. Menurut The Scribner)Bantam English Dictionary yang dikutip oleh Sedarmayanti (2004:175)176) definisi kinerja adalah sebagai berikut: “Performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing)masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai moral maupun etika”.

Menurut Hayadi dan Kristiani (2007:103) definisi kinerja adalah sebagai berikut : “Kinerja merupakan gambaran tingkat suatu pelaksanaan kegiatan atau program dalam usaha mencapai tujuan, misi, dan visiorganisasi”.

Menurut Jumingan (2006:239) menjelaskan pengertian tentang kinerja sebagai berikut: “Kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek kuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya”.

Menurut Irham Fahmi (2006:63) memberikan definisi pengertian kinerja:

(21)

Dari definisi diatas bahwa istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target)target tertentu yang mempuyai tujuan strategis organisasi. Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja sebagai dasar bagi pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja periode berikutnya.

Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan.

Pengertian kinerja keuangan Menurut Mulyadi (2005:418) sebagai berikut :

“Kinerja keuangan adalah penentuan ukuran)ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba”.

Adapun menurut Sucipto (2007:29) definisi kinerja keuangan adalah sebagai berikut: “Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen”.

pengertian kinerja keuangan menurut Jumingan (2006:239) adalah sebagai berikut:

“Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indicator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas”.

Menurut Sutrisno (2009:53) menjelaskan tentang kinerja keuangan sebagai berikut:

“Kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut”.

Dari definisi kinerja keuangan yang dipaparkan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil atau prestasi yang dicapai perusahaan mengenai posisi keuangan, informasi dibutuhkan oleh pihak)pihak tertentu untuk membantu mereka dalam proses pengambilan keputusan.

Keuangan daerah mempunyai arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan pemerintahan dan kegiatan pembangunan oleh pelayanan kemasyarakatan di daerah, oleh karena itu keuangan daerah diupayakan untuk berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Tujuan keuangan daerah pada masa otonomi adalah menjamin tersedianya keuangan daerah guna pembiayaan pembangunan daerah, pengembangan pengelolaan keuangan daerah yang memenuhi prinsip, norma, asas dan standar akuntansi serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah secara kreatif melalui penggalian potensi, intensifikasi dan ekstensifikasi. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai keuangan daerah adalah kemandirian keuangan daerah melalui upaya yang terencana, sistematis dan berkelanjutan, efektif dan efisien. Menurut Kamus Akuntansi Manajemen, Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

“Pengertian kinerja Keuangan pemerintah Daerah diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Pengukuran kinerja diartikan sebagai suatu sistem keuangan atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas, suatu proses atau suatu unit organisasi”.

(22)

“Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan sistem keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang) undangan selama satu periode anggaran”.

Kinerja keuangan daerah adalah mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan)kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundang)undangan.

Tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kerja perangkat daerah. Satuan ukur merupakan tolok ukur yang dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh unit kerja mampu melaksanakan tupoksinya. Tolok ukur kinerja ditetapkan dalam standar pelayanan yang ditentukan oleh masing)masing daerah (Halim, 2008: 36).

Selanjutnya Halim (2008) menjelaskan satuan ukur berkaitan dengan efisiensi biaya (pengeluaran) dan kualitas pelayanan alokasi biaya (pengeluaran) daerah harus dikaitkan dengan prinsip ekonomi, efisiensi dan efektifitas (value fo money). Satuan ukur harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal dan eksternal untuk mengontrol efisiensi dan efektifitas pengeluaran yang dilakukan. Sedangkan manfaat bagi pihak internal adalah peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan serta efisiensi biaya. Sementara pihak eksternal menggunakannya sebagai kontrol sekaligus sebagai informasi untuk mempertanggungjawabkan kepada publik.

Fokus pengukuran kinerja terdiri dari tiga hal yaitu produk, proses, dan orang (pegawai dan masyarakat) yang dibandingkan dengan standar yang ditetapkan dengan wajar (benchmarking) yang dapat berupa anggaran atau target, atau adanya pembanding dari luar (Hoque, 2002: 53). Hasil pembandingan digunakan untuk mengambil keputusan mengenai kemajuan daerah, perlunya mengambil tindakan alternatif, perlunya mengubah rencana dan target yang sudah ditetapkan apabila terjadi perubahan lingkungan.

3232 *

Konsep mengenai akuntabilitas telah menjadi hal penting dalam berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, keuangan, administrasi publik, pendidikan dan politik. Konsep secara umum menyatakan akuntabilitas merupakan dua hubungan (bisa berupa individu, kelompok, perusahaan, pemerintah, organisasi, dan lain)lain) yang secara langsung dan tidak langsung akuntabel kepada pihak lain berupa sesuatu, tindakan, proses, hasil ataupun masukan (Saerang, 2001: 95) atau pemberian informasi kepada publik atas kinerja kepada pihak)pihak yang berkepentingan (Mardiasmo 2005: 21). Secara sederhana akuntabilitas merupakan proses menjelaskan tindakan seseorang kepada orang lain dan perbuatan yang dilakukan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada diri namun juga kepada pihak lain (Robert dan Scapens, 1985; Sinclair, 1995; Buhr, 2001). Pelaku dkatakan akuntabel jika pelaku menjanjikan melakukan sesuatu dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral (Robert, 1991; Sinclair, 1995; Parker dan Gould, 2000; dan Shearer, 2002). Ini berarti akuntabilitas memiliki dua elemen kunci, yaitu ”akun serta perhitungan akun” yang melibatkan pembuat dan penerima akun (Parker dan Gould, 2000). Dalam konteks pelayanan publik akuntabilitas didefinisikan sebagai kewajiban memberikan penjelasan sehubungan dengan aktivitas organisasi kepada yang membutuhkan informasi untuk menjelaskan tanggungjawab atau responsibilitas yang diberikan (Salleh dan Iqbal, 1995: 6)

(23)

semua diskusi mengenai konsep akuntabilitas tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan stewardship atau pengelola (Saerang, 2001: 99).

Terdapat keragaman mekanisme akuntabilitas, karena beragamnya jenis dan aktivitas organisasi serta kebutuhan akuntabilitas berbagai pihak. Secara umum terdapat beberapa mekanisme dan pengukuran akuntabilitas dari beberapa penulis, antara lain: Gray et al. (2006) menyatakan akuntabilitas dapat diukur melalui transparansi, yaitu penjelasan sehubungan dengan bentuk organisasi, kegiatan organisasi, pendanaan organisasi, dan apakah dana digunakan dengan sesuai tujuan, sedangkan Kovach et all. (2003) menyatakan pengukuran akuntabilitas organisasi menyangkut dua dimensi penting, yaitu kontrol dari anggota dan akses informasi. Anggota dapat memaksa organisasi untuk melakukan tata kelola perusahaan (governance) lebih baik untuk memenuhi tujuan organisasi serta melibatkan pengawasan pada organisasi antara lain berhubungan dengan keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas.

Accountability, adalah sikap dan tindakan dari pembuat keputusan baik di pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukannya kepada publik dan lembaga)lembaga

stakeholders. (Halim, 2008: 61).

Ledvina (2009: 59) mengatakan Akuntabilitas merupakan perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi, dalam mengelola sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Sumber daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan kepada seseorang atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah dibebankan kepadanya. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa sumber daya manusia, dana, sarana prasarana, dan metode kerja. Sedangkan pengertian sumber daya dalam konteks negara dapat berupa aparatur pemerintah, sumber daya alam, peralatan, uang, dan kekuasaan hukum dan politik.

Selanjutnya Ledvina (2009: 62) menjelaskan Akuntabilitas juga dapat diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakan seseorang atau badan kepada pihak)pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban atau keterangan dari orang atau badan yang telah diberikan wewenang untuk mengelola sumber daya tertentu. Dalam konteks ini, pengertian akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian dan tolok ukur pengukuran kinerja.

Halim (2008: 64)65) menjelaskan pelaksanaan otonomi daerah bersamaan dengan gencarnya tuntutan publik akan pelaksanaan pemerintahan yang baik ”good governace” dan membawa implikasi pada reorientasi manajemen keuangan daerah. Ada tiga alasan mengapa reorientasi dibidang pengelolaan keuangan daerah diperlukan. Pertama, pelimpahan berbagai wewenang dan urusan mengakibatkan manajemen keuangan daerah yang dilaksanakan selama ini terbukti kurang dapat mendukung terwujudnya good governance. Paradigima baru terpenting yang harus diperhatikan dalam spektrum ”peralihan kewenangan ke daerah” adalah diarahkannya manajemen keuangan daerah untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat lokal yang lebih besar. Penekanan itu tidak hanya pada besarnya proporsi alokasi anggaran, tetapi luasnya manfaat dan besarnya partisipasi masyarakat.

Kedua, pengelolaan keuangan daerah harus didasari oleh prinsip)prinsip ekonomis, efisiensi dan efektifitas (kinerja yang baik). Sumber)sumber keuangan daerah yang terbatas harus dapat dikumpulkan seoptimal mungkin sesuatu potensi riil daerah untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan masyarakat yang benar)benar menjadi prioritas dan kebutuhan masyarakat.

(24)

harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (akuntabilitas horisontal) secara transparan. Akses yang luas bagi masyarakat atas pengelolaan keuangan daerah akan mendorong timbulnya partispasi yang luas dari masyarakat.

Pengertian Akuntabilitas menurut Halim (2008: 89) Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum atau pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Halim (2008: 87) mengatakan ”Perspective Accountability in the Public Sector”,

memberikan tuntutan keberhasilan akuntabilitas yaitu; Pertama, Examplary Leadership, Pemimpin yang sensitif, responsif dan akuntabel akan transparan kepada bawahannya maupun masyarakat sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dia akan memerlukan akuntabilitas yang dipraktikkan mulai dari tingkatan yang paling bawah, Kedua Public Debate, Sebelum kebijakan yang besar disyahkan seharusnya diadakan public debate terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang maksimal, ketiga Coordination, koordinasi yang baik antara semua instansi pemerintah akan sangat baik bagi tumbuh berkembangnya akuntabilitas, keempat Autonomy,

Pemerintah dapat melaksanakan kewajiban menurut caranya sendiri yang paling menguntungkan, paling efisien dan paling efektif bagi pencapaian tujuan organisasi, kelima Explicituess and Clarity, Standar evaluasi kinerja harus diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas apa yang harus diakuntabilitaskan, Keenam Legitimacy and acceptance, Tujuan dan makna dari akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka kepada semua pihak sehingga standar dan aturannya dapat diterima oleh semua pihak, ketujuh Negotiation, harus dilakukan negosiasi nasional mengenai perbedaan)perbedaan tujuan dan sasaran, tanggung jawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah.

Akuntabilitas merupakan sisi)sisi sikap dan watak kehidupan manusia meliputi akuntabilitas intern seseorang dan akuntabilitas ektern seseorang (Sirajudin 1991: 91). Akuntabilitas intern disebut juga akuntabilitas spiritual. Tidak sekedar tidak ada pencurian dan sensibilitas lingkungan, tapi lebih dari itu seperti adanya perasaan malu berbuat melanggar ketentuan dan lain)lain. Ini sangat besar maknanya bila semua orang memiliki sensibilitas spiritual seperti itu, alasan)alasan permisif seperti berbedanya kemampuan, tidak cukup waktu, tidak cukup sumber daya, dan sebagainya merupakan cikal bakal adanya korupsi dan akuntabilitas menjadi seperti kaca mobil berembun alias kabur. Hendaknya kita berusaha keras menghindari keluhan)keluhan semacam itu bila kita ingin melaksanakan akuntabilitas dengan sungguh)sungguh.

Selanjutnya Sirajudin (1991: 41) mengatakan Akuntabilitas ekstern seseorang adalah akuntabilitas kepada lingkungannya baik formal (atasan) maupun informal (masyarakat). Akuntabilitas ekstern lebih mudah diukur karena norma dan standarnya jelas. Ada atasan, ada pengawas, ada kawan sekerja yang membantu, ada masyarakat konsumen yang sesekali menyoroti dan memberikan koreksi serta saran perbaikan, kelompok mahasiswa yang sensitif terhadap penyimpangan)penyimpanan, dan ada pula lembaga masyarakat penyeimbang yang kepeduliannya sangat tinggi seperti Indonesian Corruption Watch (ICW), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Akuntabilitas eksternal meliputi :

a. Akuntabilitas internal kepada pelayanan publik organisasi sendiri;

b. Akuntabilitas eksternal kepada individu)individu dan organisasi di luar pelayanan publik organisasi sendiri.

(25)

Perpektif Keilmuan tentang Akuntabilitas Keuangan dikemukan oleh J.B. Ghartey (2002: 62) menyatakan bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana, dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan.

Ledvina V. Carino (2009: 62) mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan)kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap orang harus benar)benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus memperhatikan lingkungannya.

Setelah suatu sistem pengelolaan keuangan terbentuk, perlu disiapkan suatu alat untuk mengukur kinerja dan mengendalikan pemerintahan agar tidak terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), tidak adanya kepastian hukum dan stabilitas politik, dan ketidakjelasan arah dan kebijakan pembangunan (Mardiasmo, 2002: 65).

Maka teori akuntabilitas dapat dijelaskan, merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik.

32;2 Fungsi)fungsi Manajemen Keuangan (Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan dan Pengawasan)

Djojosoekarto (2008: 25) mengatakan pengelolaan dana otonomi khusus di provinsi Papua harus akuntabel dimana akuntabilitas keuangan dalam rangka mewujudkan kinerja keuangan yang efisien dan efektif harus menjalankan empat langkah akuntabilitas keuangan, yaitu Akuntabilitas Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan dan Pengawasan.

Selanjutnya Djojosoekarto (2008) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan pencapaian hasil program kegiatan yang maksimal selama otonomi khusus di provinsi Papua maka akuntabilitas pengeloaan keuangan bukan diukur dari pelaporan hasil) hasil selama pelaksanaan otonomi khusus dilaksanakan tetapi akuntabilitas harus dilaksanakan dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan. Dengan harapan dari awal perencanaan sampai dengan evaluasi atau pengawasan, pengelolaan dana otonomi khusus harus akuntabel.

2.3.1. Perencanaan

Anggaran merupakan alat perencanaan yang dilakukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan dari anggaran adalah sebagai alat pembanding dalam mengukur hasil pelaksanaan kegiatan, sehingga dapat terkendali pelaksanaan tersebut. Menurut Henry Simamora (2007:202) pengertian anggaran adalah sebagai berikut :

“Anggaran merupakan suatu rencana kuantitatif aktivitas usaha sebuah organisasi : anggaran mengidentifikasi sumber daya komitmen yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tujuan organisasi selama periode yang dianggarkan”.

Adapun menurut M. Munandar (2006:201) definisi anggaran adalah sebagai berikut:

(26)

Dari definisi tersebut anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis dalam unit (kesatuan) moneter dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan laporan realisasi anggaran merupakan komponen dalam penyusunan laporan keuangan pada sektor pemerintahan.Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 2005 tentang standar akuntansi pemerintahan, laporan realisasi anggaran menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif, dan laporan realisasi anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi:

a. telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat;

b. Telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD); dan c. Telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang)undangan.

Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target)target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang)undangan”.

Raba (2006: 65) menjelaskan Akuntabilitas Perencanaan merupakan sebuah Integritas pengungkapan dan ketaatan terhadap perundang)undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran keuangan investasi pemerintahan. Akuntabilitas perencanaan pemerintahan menggarisbawahi, bahwa pemerintah adalah sumber kegagalan pembangunan. Pemerintah yang besar akan menghasilkan bad governance, bersamaan dengan itu, dalam tahun 1990)an digelindingkan gerakan good governance

sebagai bentuk perlawanan terhadap konsep government yang dinilai memiliki banyak kelemahan karena meremehkan kekuatan yang ada pada masyarakat. Konsep ini masuk ke Indonesia melalui program ”good governace” yang dipelopori oleh lembaga donor, seperti Bank Dunia, ADB, IMF dan lain)lain pada akhir 1990)an. Program ini menyatu dengan bentuk akuntabilitas perencanaan dalam praktik bantuan/pinjaman kepada pemerintah dan civil society yang kemudian disambut pemerintah untuk revitalitas yang kemudian mendominasi arah reformasi.

Selanjutnya Raba (2006: 61) menjelaskan lima hal penting dalam akuntabilitas perencanaan yang sehat dan efektif tersebut, yaitu: (1) Public Sector Management; (2) Accountability; (3) The Legal Framework for development; (4) Information; dan (5) Transparency. Dengan demikian akuntabilitas perencanaan kepemerintahan dapat didefinsikan sebagai cara, yaitu bagaimana kekuasaan negara (pemerintah) digunakan untuk merencanakan serta mengkelola sumberdaya)sumberdaya ekonomi dan sosial untuk pembangunan masyarakat.

2.3.2. Pelaksanaan

Rhodes (2000: 78) menjelaskan Akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan merupakan evaluasi (penilaian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk mengimlementasikan standard)standard tersebut.

(27)

pemerintahan yang baik, antara lain: (1) tata kelola pemerintahan, (2) good governance yang menekankan proses formal dan audit baik perusahaan swasta maupun pemerintah, serta memastikan transparansi dan keterbukaan informasi; (3) New Public Management yang mengacu Meningkatkan efisiensi birokrasi pemerintah dengan memperkenalkan metode pengelolaan sektor swasta ; (4) politik ekonomi baru yang menekankan perubahan hubungan antara pemerintah, masyarakat sipil dan pasar; (5) ketergantungan pada lingkungan Internasional. Dari lima kriteria pemerintahan yang baik ini maka dapat di sinergikan menjadi satu kesepakatan yaitu akuntabilitas pelaksanaan. Dimana akuntabilitas pelaksanaan adalah seorang pemimpin atau kepala pemerintahan mampu memberikan jawaban serta pencapaian hasil)hasil program yang sudah dilaksanakan dengan akuntabel, transparan dan tegas kepada masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) memberikan pengertian akuntabilitas pelaksanaan adalah sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and services (kebutuhan dan pelayanan publik).

Raba (2006: 67) menjelaskan akuntabilitas perencanaan dalam rangka Good Governace memiliki empat unsur utama, yaitu: (1) akuntabilitas perencanaan; (2) adanya kerangka hukum; (4) Informasi; dan (5) transparansi. Bhata (1997: 34) juga mengemukakan adanya empat unsur utama good governance, yaitu: (1) akuntabilitas; (2) transparansi; keterbukaan; dan (4) aturan hukum.

Maka akuntabilitas perencanaan merupakan suatu istilah yang diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tadi ditetapkan dan tidak dipergunakan secara ilegal.

2.3.3. Pelaporan

Manajemen keuangan daerah, khususnya manajemen anggaran daerah (APBD) dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting. Karena adanya tuntutan pertanggungjawaban kepada publik, pemerintah daerah harus melakukan optimalisasi anggaran secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah (APBD) pemerintah daerah haruscermatdalam pengelolaan semua pendapatan/penerimaan dan pengeluaran kas daerah sehingga dapat meminimalkan jumlah kas yang mengganggur serta dapat mencegah terjadinya kekurangan kas. Menurut Redaksi Great Publisher (2009:208), APBD didefinisikan sebagai berikut : “APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.”

Adapun menurut Slamet Suwiaty (2006:55) APBD diartikan sebagai berikut:

"APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah.”

Jadi dari definisi diatas bahwa APBD merupakan dokumen yang berisi perencannan tentang keuangan pemerintah daerah yang selanjutnya ditetapkan dengan peraturan daerah.

Gambar

Gambar 2.1. Alur Pikir
Gambar 3.1. Model Kinerja Keuangan
Gambar 3.2. Model Analisis
gambar 4.1.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adversity yang berbeda-beda tersebut dapat dilihat berdasarkan wawancara dan observasi dengan salah seorang pebisnis muda yang memiliki level yang tinggi pada

pendidikan cenderung terabaikan. Bahkan dinggap meringankan beban orang tua anak di ajak untuk bekerja sehingga meninggalkan bangku sekolah dalam waktu yang cukup lama.

yaitu hubungan dengan kepala rumah tangga merupakan variabel yang terpenting atau variabel pemilah utama disebut juga dengan simpul induk (parent node) dalam

Berdasarkan berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa belum pernah dilakukan adanya penelitian mengenai resistensi masyarakat terjajah dan penjajah yang

Dulu kan agama itu tidak terlalu diperhatikan soalnya agamanya kejawen, yang penting punya agama meskipun tidak shalat berdoa, pokoknya KTPnya Islam lah gitu,

Kemudian Dalam perkembangan pemerintahan berikutnya, mengenai Kantor arsip dan perpustakaan berubah menjadi Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Sumenep yang diatur

TABEL PROGRES DAN REALISASI PEMBAYARAN GAJI KONTRAK INDIVIDU FORM - 1 PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN (P2KP).. PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Ikan yang tertangkap selama penelitian di Perairan Suaka Margasatwa Muara Angke tepatnya yang berlokasi disekitar pesisir mangrove yang dilakukan pada bulan