Sepenggal Perjalanan tentang Politik Pendidikan Oleh Ahmad Fikri Sabiq
Saya tahu bahwa dasar negara Indonesia adalah Pancasila. Namun saya baru tahu
kalau Pancasila di Indonesia ini sifanya adalah terbuka (Idelogi pancasila terbuka).
Terbuka yang dimaksudkan adalah bisa tarik ulur mengenai arah ideologi bangsa yang
dilakukan oleh pengampu atau penguasa negeri, meskipun tarik ulur tersebut pada
hakikatnya tetap dalam bingkai Pancasila. Contoh dari tarik ulur tersebut adalah ketika
penguasa negara memiliki keislaman yang bagus, maka kebijakan-kebijakan negeri ini
juga kental akan nilai-nilai islami. Sebaliknya, ketika penguasa negara cenderung
memiliki sikap sekuler atau liberal, maka berbagai kebijakan yang dilakukan oleh
penguasa ini juga dibawa ke arah tersebut. Dan meskipun dua contoh tersebut nampak
beda, namun kedua-duanya masih tetap dalam bingkai Pancasila sebagai dasar negara.
*****
Pancasila merupakan titik temu sebagai upaya untuk menjaga kesatuan, persatuan,
dan keutuhan bangsa Indonesia yang majemuk ini. Ketika ada yang protes dengan 1
poin di dalam Piagam Jakarta yang merupakan cikal bakal dari Pancasila, dan kemudian
para pendiri bangsa melakukan diskusi dan lobbying untuk menemukan titik temu,
maka diputuskanlah pancasila seperti apa yang kita hafal sekarang ini. Nilai-nilai dari
Pancasila merupakan nilai luhur yang sesuai untuk bangsa ini, dan tentunya sesuai
dengan apa yang ada dalam Islam, seperti ketauhidan, wahdatul ummat, mengutamakan
keadilan, dan musyawarah. Nilai-nilai tersebut sudah sesuai dengan apa yang ada dalam
Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, dan juga sudah sesuai dengan kondisi
Indonesia yang plural. Selanjutnya, PR dari bangsa ini adalah melaksanakan nilai-nilai
luhur bangsa yang termuat dalam Pancasila ini dalam berbagai aspek kehidupan sosial,
beragama, berbangsa, dan bernegara.
*****
Ada sebuah percakapan antara seorang politisi muslim (P) dengan orang yang
tidak suka dengan politik (T).
P : Politik itu penting
T : Politik itu kotor
P : Kotor tapi penting
P : Kotor tapi penting
T : Penting tapi kotor
...
Demikianlah sebuah percakapan yang tidak ada ujungnya karena masing-masing
memiliki latar kehidupan yang berbeda.
Rasionalisasi “politik itu kotor” adalah bahwa kegiatan sikut-menyikut yang terjadi di kalangan politisi itu menjadi hal yang biasa. Dan terkadang sampai
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suatu kekuasaan politik. Dan alasan “politik itu penting” adalah bahwa apa yang kita miliki, apa yang kita dapatkan, dan segala yang berdampak bagi kehidupan kita ini semuanya lahir dari rahim politik.
Contohnya, kebijakan harga cabai, harga beras, pembangunan jalan, sanitasi
perkampungan, kebijakan keagamaan, kedaulatan negara, hubungan dengan luar negeri,
sampai aturan mengenai takbir keliling saat idul fitri serta berbagai kebijakan lainnya
merupakan produk dari suatu kekuasaan politik.
Pendidikan sebagai ilmu merupakan satu hal tersendiri. Namun, meskipun satu hal
tersendiri, ilmu pendidikan tetap berkaitan dengan hal-hal yang lain, seperti politik,
sosiologi, psikologi, antropologi, filsafat, dan teologi. Dan karena ini tugas mata kuliah
politik pendidikan, maka dalam pembahasan kali ini, saya lebih mengkaitkan antara
pendidikan dan politik.
*****
Sebagai umat Islam di Indonesia, kita memiliki dua hal yang mengikat yaitu
perihal agama dan perihal negara. Menjalankan shalat, puasa, haji, dsb merupakan hal
yang mengikat kita dari aspek agama. Kalau taat lalu lintas, taat undang-undang tentang
miras dan narkoba merupakan hal yang mengikat kita dari aspek negara yang kemudian
dikenal sebagai produk politik. Oleh karenanya, politik sangat berhubungan dan
berkaitan dengan banyak hal yang berada di sekitar kita, baik yang kita miliki, alami,
hadapi, dan yang kita lalui.
Termasuk juga yang menjadi dampak dari keyakinan “politik itu penting” adalah
undang-undang yang mengatur mengenai pendidikan. Meskipun pendidikan dan politik
itu beda, tapi kebijakan tentang pendidikan merupakan produk dari kegiatan politik.
Oleh karenanya, meskipun politik itu kotor, tapi saya beranggapan bahwa politik itu
penting.
Ada berbagai kebijakan pendidikan Islam yang tidak bisa dilepaskan dari
kebijakan politik. Contohnya seperti pendidikan pesantren di Yogyakarta dan Sumatera
Barat yang telah banyak melahirkan tokoh-tokoh besar negeri ini, pendidikan Islam
yang spesifik untuk sekolah yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), dan
berbagai pendidikan Islam lainnya. Kesemuanya tidak bisa dilepaskan dari kebijakan
politik.
Belanda tinggal di Indonesia mewariskan model pendidikan, yaitu pendidikan di
sekolah. Sementara pribumi juga sudah memiliki model pendidikan sendiri yaitu
pesantren. Namun, kebijakan pemerintah lebih cenderung melanjutkan model
pendidikan yang diwariskan oleh Belanda, yaitu model pendidikan di sekolah.
Sementara pendidikan di pesantren dipandang sebelah mata, baik disebabkan oleh
penguasa yang cuek dengan pendidikan pesantren ataupun disebabkan karena pengasuh
pesantren yang tidak mau mendekati/ didekati penguasa. Namun kemudian, muncul
pendidikan Madrasah yang mencoba menikahkan antara pendidikan sekolah warisan
Belanda dan pendidikan pesantren milik pribumi.