• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Makalah

Berkembangnya Kepercayaan Ateis di Indonesia: Perspektif “Ketuhanan Yang MahaEsa”

Disusun oleh :

Ahmad Fauzi: 125120100111001

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

(2)

BAB I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Di Indonesia, orang yang menyatakan dirinya sebagai ateis dan dengan sengaja mengajak agar

orang lain tidak menganut agama apapun akan bermasalah dengan hukum. Karena Indonesia

adalah Negara berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, yang merujuk pada Sila Pertama Pancasila.

Uniknya, tentang pelarangan penyebaran ateis di Indonesia tersebut diatur dalam peraturan

tertulis yang sah, yaitu pada pasal 156a KUHP yang berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barnag siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan kepada suatu agama yang dianut di Indonesia;

b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dengan ditunjuknya nilai spiritual sebagai dasar kehidupan bangsa Indonesia kemudian secara

langsung membatasi kebebasan berkeyakinan. Keyakinan yang tidak berlandaskan pada

nilai-nilai ke-Tuhanan adalah melanggar hukum. Tetapi kemudian, masyarakat yang hidup itu

senantiasa berubah dan memperbarui diri dan ideology, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh

latarbelakang kehidupan social dan akademiknya.

Dan kini, Indonesia tak lepas pula dari perubahan mendasar dari kehidupan berbangsa. Banyak

kini kalangan muda Indonesia yang mengaku sebagai ateis. Di anatara mereka kebanyakan para

akademisi yang mempunyai pendidikan baik. Kebanyakan argument yang dipakai adalah berdasarkan saint dan teknologi. Bisa jadi salah satu faktor dari tumbuhnya ateis di Indonesia,

dan juga pada umunya di dunia, adalah karena semakin berkembangnya teknologi. Manusia

semakin percaya diri dengan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidup tanpa beragama,

(3)

I.2 Rumusan Masalah

Dari gambaran singkat di Latar Belakang makalah ini, kita dapat mengetahui bahwa Negara

Indonesia adalah Negara berke-Tuhan-an, dan oleh karena latar belakang nilai-nilai Negara yang

berke-Tuhan-an tersebut, akan sangat menarik untuk dapat mengetahui kondisi kekinian

masyarakat Indonesia. Yang kita tau saat ini pengaruh dari luar Indonesia menyerang dari

berbagai lini. Mulai dari kenyataan bahwa saat ini suguhan teknologi semakin dapat dirasakan,

sehingga dengan nyata dapat meningkatkan kesejahteraan dan banyak sekali ideology secular

dan materialis yang dengan mudah dipelajari mahasiswa di Indonesia. Maka oleh karena itu,

penulis susun rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana kondisi masyarakat Indonesia yang ber-ruh nilai ke-Tuhan-an yang

(4)

BAB II Pembahasan

2.1 Interpretasi Sila Pertama Pancasila

Sila berarti prinsip atau asas. Dan jika kita letakkan sila “ke-Tuhan-an Yang Maha Esa’’ ke dalam diri bangsa Indonesia, maka adalah bangsa Indonesia berjati diri, bersaripati, dan

mengandung nilai ke-Tuhan-an, bangsa Indonesia adalah bangsa berprinsip ke-Tuhan-an.

Nilai-nilai religi terpaut erat dalam pribadi bangsa. Setiap warga Negara harus berhasil

menginterpretasi dan menginternalisasi nilai luhur asas itu. Dan kemudian dalam setiap segi

kehidupannya, bangsa Indonesia haruslah secara praktis berciri nilai-nilai religi. Dan menurut

instruksi Pancasila tersebut, setiap warga Negara wajib ber-Tuhan Yang Esa. Warga Negara

yang tidak mempercayai Tuhan (ateis), akan bermasalah secara hukum. Dan apakah bentuk-bentik ini kemudian merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dalam memiliki “keyakinan”?

Dalam sila pertama terkandung nilai-nilai keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing, saling menghormati pemeluk agama dan/

kepercayaan lain, saling mrnghormati ritual dan ibadah agama yang berbeda dan saling menjaga

ketertiban, dan terkandung nilai kebebasan memeluk agama dan/ kepercayaan masing-masing.

Bahwa sila pertama menjelaskan kepada dunia mengenai ciri jiwa bangsa Indonesia. Bahwa

setiap warga Negara mempunyai kewajiban dari Negara membawa nilai-nilai luhur religious.

2.2 Tumbuhnya Ateis di Indonesia

Di belahan Bumi bagian manapun, saat ini tidak lepas dari pengaruh pemikiran dari manapun.

Termasuk di kawasan Timur Tengah yang tercatat sebagai kawasan lahirnya agama-agama besar

dunia. Pengaruh ideologi dari Barat tidak dapat begitu saja diabaikan. Kini di Dunia Timur

Tengah pun sudah mulai bermunculan orang-orang yang mengaku sebagai ateis.

Jumlah penduduk Bumi dewasa ini sekitar 6,5 milyar manusia. Menurut Survey Encyclopedia

Britanica tahun 2005, hampir 12 persen di antranya adalah orang yang tidak beragama. Dan 2,3

persennya lagi atheis alias tidak ber-Tuhan. (Agus, 2012/16)

(5)

yang pada dasarnya minat mempelajari apapun, termasuk aliran-aliran pemikiran tertentu sangat

tinggi, tidak hanya mereka yang sedang kuliah di luar negeri, di kampus dalam negeri bahkan

kampus-kampus berlatar belakang agama Islam misalnya, mulai muncul orang ateis. Banyak

kelompok-kelompok kajian yang mereka bentuk di dunia maya. Karena di dunia maya mereka

lebih merasa bebas untuk mengutarakan pemkiran ateisme-nya, mereka dapat berdiskusi dan

bertukar pikiran dengan bebas tanpa rasa takut.

Di dunia maya para ateis dapat memakai identitas palsu, sehingga mereka merasa bebas beradu argumentasi “melawan” agama dan tanpa perlu takut terhadap ancaman diskriminasi dan kekerasan fisik. Karena apabila di dunia nyata mereka diketahui identitasnya dapat mengancam

hubungan sosialnya, misalnya mereka dapat dijauhi oleh teman-temannya, ditinggalkan oleh

keluarganya, atau bahkan mendapat cemoohan sampai bisa jadi mendapat kekerasan fisik. Hal

ini karena memang di Indonesia, nilai religious masih begitu kuat menyelimuti segala aspek

budaya, mulai dari yang bersifat pribadi sampai pada kehidupan ekonomi, politik, dan sosial,

yang di dalam segala aspek tersebut termuat nilai-nilai religious. Sehingga orang atheis di

Indonesia adalah minoritas. Berbeda dengan yang ada di Barat misalnya, yang keberadaan

orang-orang ateis di sana merupakan hal yang lumrah dan merupakan bagian dari HAM yang dihormati

dan setiap individu diberi kebebasan berkeyakinan.

Kemudian apa yang sebenarnya menjadi indicator penyebab tumbuh dan berkembangnya

pemikiran ateis di Indonesia?

Dewasa ini, teknologi telah memfasilitasi manusia dengan luar biasa, segala aspek kehidupan

dapat dipermudah dengan bantuan teknologi. Teknologi informasi adalah salah satu prestasi

manusia dalam bidang teknologi.

Kebebasan berekspresi, mengungkapkan ide, pendapat, dan gagasan kini begitu terjamin di dunia

maya. Setiap individu mempunyai kesempatan melihat, menunjukan, dan mengkritisi setiap

kejadian yang baru terjadi. Apalagi kondisi politik dan ekonomi, setiap orang di setiap ruang

dunia maya bebas mengungkapkan argument kritis terhadapnya. Masalah korupsi, yang kini kian

menjadi topic yang menarik.

Kondisi Negara saat ini saya kira bisa jadi salah satu factor tumbuhnya ateisme di Indonesia.

(6)

masyarakat indonesia mempertanyakan kembali peran agama dalam mempengaruhi baiknya

tingkatan individu, kemudian masyarakat perlahan skeptic terhadap keberhasilan agama

membentuk karakter bangsa yang bermoral. Beberapa waktu lalu deras berita tentang institusi

Negara berdasarkan nilai agama terlilt korupsi. Kondisi ini semakin membuat kaum ateis

Indonesia bersemangat mengkritisi posisi agama dalam kehidupan dan berusaha menunjukan

dirinya dengan membawa nilai-nilai ateis. Ateis di Indonesia kini mengajak masyarakat untuk

melihat kembali penting dan tidaknya agama dalam membentuk Negara yang ideal. Kegagalan

moralitas agama dalam menciptakan suasana yang kondusif Negara menjadi dasar argument

ateis untuk mengajak masyarakat Indonesia mencoba formulasi baru tatatnan social-politik, yaitu

tatanan yang berdasarkan nilai-nilai sekuler dan materialis.

Kemudian yang sekarang kita rasakan adalah tidak adanya batas wilayah penyebaran pemikiran.

Segala konsep pemikiran dan ideology bebas menyebar kemana-mana, ke setiap pojok Negara.

Pemikiran Negara lain dengan mudah masuk dalam setiap lingkungan akademis mahasiswa,

yang kemudian mahasiswa bebas mempelajari pemikiran bercorak secular, materialis, dan liberal

ala Barat, yang merupakan cikal bakal lahirnya pemikiran ateis.

Kondisi ini memunculkan banyak diskusi membahas sila pertama Pancasila. Contohnya diskusi

yang terjadi di website-nya ateis di Indonesia (ABAM (Anda Bertanya Ateis Menjawab)):

Tidak ada satu sila pu dala Pa asila ya g elara g seora g warga egara

I do esia u tuk e jadi ateis, ahka sila perta a, Ketuha a Ya g Maha Esa. Butir

7 sila perta a Pa asila se agai salah satu tafsir er u yi Tidak e aksaka suatu

agama dan keper ayaa terhadap Tuha Ya g Maha Esa kepada ora g lai . Butir i i

justru melarang memaksakan agama dan kepercayaannya kepada siapa saja, artinya,

juga kepada ateis. Ini berarti bahwa ateis tidak boleh dipaksa, diharuskan, atau

(7)

(Valbiant,

file:///D:/Web/Baru/Apakah%20ateisme%20dilarang%20di%20Indonesia%20%20Kaitannya%2

0dengan%20sila%20Pertama%20Pancasila%20%20_%20Anda%20Bertanya%20Ateis%20Menj

awab.htm, aklses tanggal 5 November 2013)

Ateis Indonesia menmpertanyakan tafsir Sila Pertama Pancasila yang berbunyi “ketuhanan”,

dalam diskusi tersebut mereka menyebutkan bahwa sila pertama Pancasila bukan memberi arti

bahwa warga Negara Indonesia harus beragam. Ateis Indonesia beberapa kali mengulang kalimat

bahwa tidak ada undang-undang atau peraturan yang melarang warga Negara Indonesia menjadi

ateis.

BA III Pandangan Penulis

Kondisi social dan politik Indonesia kini menjadi sasaran kritik yang mudah bagi kaum ateis.

Para petinggi Negara yang mengaku beragama dan ternyata banyak melakukan penyimpngan,

korupsi, dan kompleksitas permasalahannya menjadi bahan kritik di dunia maya. Kondisi social

yang secara moral rendah menimbulkan sikap ragu masyarakat terhadap eksistensi institusi

agama dalam pengaruhnya membentuk pribadi yang bermoral. Kaum ateis di Indonesia kini

dengan terbuka mengajak masyarakat melihat kembali agama yang sudah sekian lama dielu

elukan sebagai pemberi referensi nilai moral dan kemanusiaan, yang kebetulan memang kondisi masyarakat kini sedang “galau”.

Sistem dan struktur sosial-politik perlahan ter-rombak oleh nilai-nilai baru yang masuk dari

dunia Barat. Nilai materialis, liberalis, dan secular kian ngetrend di kalangan kaum muda, yang

menganggap agama adalah institusi yang kuno, tidak relevan lagi dipakai dalam zaman yang

serba teknologi. Agama dipandang jauh dari kesan empiris, rasional, dan saintis. Yang kemudian

nilai tersebut perlahan menggantikan nilai religi yang perlahan surut oleh karena pemeluk agama

yang kehilangan makna beragama. Pemeluk agama yang hanya bersifat ritual saja. Bahkan

parahnya agama terkadang terlihat sebagai legitimasi kebijakan. Dalil suci agama dipakai

(8)

Tetapi pada dasarnya, secara utuh rakyat Indonesia masuk dalam bingkai-rangkai konsep

Pancasila. Setiap individu dijamin dalam agamanya, Negara memberi jaminan pada setiap agama

yang diakui. Setiap indivdu dijamin agar mengambil nilai Pancasila dalam setiap sendi

kehidupannya. Setiap warga Negara dijamin dalam memiliki keyakinan/ agama yang diakui.

Lalu pertanyaannya adalah apakah warga Negara Indonesia yang tidak mempercayai eksistensi

Tuhan melanggar Hukum Negara? Apakah orang dengan (“kepercayaan”) ateis di Indonesia dapat dikenai sangsi hukum, yang pada konteks ini adalah soal hak untuk memiliki kepercayaan?

Jika memang ateis yang hidup di Indonesia melanggar hukum, lalu muncul pertanyaan, lebih

utama mana antara hak memiliki kepercayaan dengan ditegakkannya nilai-nilai Pancasila?

Masuknya intervensi oleh Negara dalam ber-agama-an sebenarnya menafikan nilai sacral yang

sebenar-benarnya terkandung dalam agama/ kepercayaan.

Selain itu yang terjadi pada masyarakat Indonesia sebenarnya adalah masih baru dengan istilah

ateis. Setidaknya istilah ateis atau atheism di Indonesia sering salah arti, yang dikait-kaitkan dengan komunis, jadi orang komunis di Indonesia dianggap juga sebagai orang ateis. Kemudian

stigma negative yang sudah begitu saja disematkan oleh orang teis terhadap ateis bahwa, ateis

selalu diidentikkan dengan orang amoral, jauh dari kehidupan yang punya landasan moral,

orang-orang ateis juga sering dikatakan orang-orang yang bebas tanpa batas, tidak mempunyai

batasan-batasan moral, karena umum dipercayai sampai sekarang adalah nilai moral,

nilai-nilai kebaikan hanyalah produk dari agama, hanya agamalah yang mempunyai sumber refrensi

nilai-nilai itu.

Perkara keyakinan, mempercayai suatu institusi agama tertentu, dan keimanan terhadap Tuhan

sebenarnya tidak perlu dipaksakan kepada siapapun. Setiap orang dapat menentukan apakah dia

percaya atau tidak terhadap Tuhan. Karena pada dasarnya beragama bersifat sangat personal.

Pemaksaan keyakinan saya kira justru melemahkan dan meruntuhkan nilai-nilai luhur dari

ber-Tuhan itu sendiri. Iman itu sifatnya personal, merupakan symbol hubungan diri dengan ber-

Tuhan-nya, dan perwujudan keluhuran pribadi orang yang benar-benar beriman. Jadi justru ketika

adanya pemaksaan, akan membawa nilai ber-Tuhan hilang dari esensinya yang suci. Keluhuran

nilai bertuhan dimiliki bukan dari pemberian atau bahkan pemaksaan, seharusnya adalah

memang dari pencarian dan kesadaran pribadi akan kebutuhannya terhadap nilai luhur

(9)

cara yang bijak, pemaksaan terhadapnya justru akan menghilangkan nilai suci dan sacral yang

terkandung di dalam Pacasila.

BAB IV Kesimpulan

Pancasila adalah landasan ideologis bangsa dan Negara. Nilai Sila Pertama Pancasila adalah

dasar penekanan nilai-nilai ke-Tuhan-an kepada seluruh rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia

berkewajiban menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam setiap aspek kehidupannya. Setiap

warga Negara berkewajiban mengamalkan secara praktik nilai-nilai ke-Tuhan-an. Artinya setiap

warga Negara wajib ber-Tuhan atas nama Pancasila.

Pada kenyataannya kini, ternyata ada bahkan mulai berkembang pemikiran ateisme. Yang

pastinya bertentangan dengan sila pertama. Akan tetapi memang belum ada peraturan yang

secara tegas melarang dan menentukan sanksi kepada orang ateis di Indonesia, tetapi dalam pasal

156a KUHP dijelaskan mengenai sanksi terhadap siapa saja yag menyebarkan paham ateisme di

Indonesia, artinya secara pribadi peraturan tersebut tidak dapat dikenakan.

Tafsir sila pertama secara garis besar hanya mewajibkan seluruh rakyat Indonesia saling

menghormati perbedaan atas nama agama. Setiap warga Negara diberi kebebasan untuk

memeluk agama apapun sesuai yang resmi di Indonesia. Tidak ada secara khusus menyorot

kepada ateisme.

Sedangkan kondisi kini, yang mulai terbukanya orang ateis di Indonesia, banyaknya

forum-forum diskusi di media elektronik, merupakan symbol bahwa kini para ateis semakin percaya diri

untuk menunjukkan gagasannya kepada Negara, berhadapan dengan nilai-nilai pancasila.

Bahkan secara khusus mereka mencoba menunjukkan gagasan mengenai cita-cita ateisme dalam

tataran kebangsaan.

Yang sering muncul adalah kritikan para ateis terhadap institusi Negara yang jauh dari kesan

bermoral. Para pejabat Negara yang beragama menunjukkan sikap yang tidak merefleksikan lagi

nilai-nilai beragama. Maka oleh karena ini, gagasan ateisme mengenai tatanan moral berdasarkan

intisari dari gagasan materialisme dan sekularisme dengan percaya diri mereka dengungkan

(10)

REFERENSI

Mustofa, Agus. (2012). Ibrahim pernah Atheis. Surabaya: Padma Press

Valbiant. 2012. Apakah Ateisme dilarang di Indonesia? Kaitannya dengan Sila

Pertama Pancasila. [online].

(file:///D:/Web/Baru/Apakah%20ateisme%20dilarang%20di%20Indonesia%20%20Kaitannya%2

0dengan%20sila%20Pertama%20Pancasila%20%20_%20Anda%20Bertanya%20Ateis%20Menj

Referensi

Dokumen terkait

ada situasi, bagaimanapun, di mana hak ini dibatalkan oleh negara, mungkin bertindak dalam yang terbaik dari individu yang dinilai tidak kompeten untuk

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia. ©Iin Indriyani,

Sedangkan pada siswa yang diajarkan dengan menggunkan model Problem Based Learning persentase dari siswa terhadap kriteria indikator keterampilan sosial yaitu pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui keberadaan nyanyian nutu ku lesung, untuk mengetahui bentuk nyanyian nutu ku lesung, untuk mengetahui peranan

Penambahan white carbon black nanorod dan alumina nanopartikel sebagai bahan pengisi pada nanokomposit berbasis polymethylmethacrylate diharapkan dapat menjadi alternatif

Selain adanya motivasi untuk mendapatkan informasi, pada penelitian ini khalayak juga memiliki kebutuhan yang menjadi faktor pendorong untuk terus menonton program “Taman

The SALSA Program is a multi-agency, multi-national research effort that was initiated at the USDA Agricultural Research Service (ARS) South- west Watershed Research Center (SWRC)

A., Zilberstien, O., Trachtenberg, N., 2015, Advanced mapping process for automatic updating National Topographic Data Base based on change detection. Israeli Land