• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Question Card dalam Model Pembelajaran PBL dan Problem Solving terhadap Hasil Belajar Matematika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Question Card dalam Model Pembelajaran PBL dan Problem Solving terhadap Hasil Belajar Matematika"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Matematika

Depdiknas (2006) menjelaskan bahwa hakikat matematika merupakan “bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat luas dan jelas”.

Menurut Wahyudi (2012: 10), “matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan, yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktf dan dapat digunakan untuk medidik dan melatih untuk berpikir secara logik”. Sejalan dengan Wahyudi, Heruman (2007: 27) mengemukakan matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakikat adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu pembelajaran yang tersusun secara berurutan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga ke paling rumit.

2.1.2 Pembelajaran Matematika

(2)

Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang disengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (siswa) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajarn matematika seharusnya mampu menanamkan konsep matematika secara jelas, tepat dan akurat pada siswa sesuai dengan jenjang kelasnya.

Pembelajaran matematika di SD merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya anatar hakikat siswa dengan hakikat matematika. Matematika bagi siswa SD sangat berguna untuk kepentingan kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya, karean untuk mengembangkan pola pikir mereka, dan juga untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan matematika.

Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan berbagai masalah-masalah yang kontektual, siswa secara bertahap diajarkan dan dibimbing untuk memguasai konsep-konsep matematika. Untuk meningkatakan keaktifan pembelajaran matematika maka dituntuk untuk menggunakan alat atau media pembelajaran yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar. Selain itu, penerapan model dan metode dalam pembelajaran matematika harus tepat, sehingga pada akhirnya pembelajaran matematika dapat diserap dengan baik oleh siswa. Disamping itu juga dapat memotivasi siswa untuk menyukai pembelajaran matematika karena mengetahui keterkaitan atau hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari.

2.1.3 Hasil Belajar Matematika

(3)

Reigeluth (dalam Suprihatiningrum, 2014: 37) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda.

Menurut Dimyati dan Mujiono (2009: 3) mengatakan, hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Sedangkan menurut Sudjana (2010: 22) berpendapat bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi pada siswa setelah siswa itu melakukan kegiatan pembelajaran. Pencapaian hasil belajar dapat diketahui setelah siswa itu melakukan tes dalam proses pembelajaran ataupun sudah mencapai tujuan dari pembelajaran yang dilakukan.

Hasil belajar matematika merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan seseorang dalam pembelajaran matematika. Hasil belajar diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya guru mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program pengajaran. Dengan demikian hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa sebagai bukti keberhasilan proses belajar mengajar dari SK dan KD yang diajarkan.

2.1.4 Kompetensi Dasar Pembelajaran Matematika SD Kelas V

(4)

didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat pada KTSP kelas V SD semester II mata pelajaran matematika sebagai berikut:

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas V Standar Kompetnsi Kompetensi Dasar Indikator

5. Menggunakan

5.2.1 Melakukan operasi hitung penjumlahan berbagai bentuk pecahan.

5.2.2 Melakukan operasi hitung pengurangan berbagai bentuk pecahan.

5.3 Mengalikan dan

membagi berbagai bentuk pecahan

5.3.1 Melakukan operasi hitung perkalian berbagai bentuk pecahan. 5.3.2 Melakukan operasi hitung

pembagian berbagai bentuk

pecahan.

Dalam penelitian ini peneliti mengambil SK dan KD sebagai berikut:

Standar Kompetensi : 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kompetensi dasar :

5.2 menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan. 5.3 mengalikan dan membagi berbgai bentuk pecahan.

2.1.5 Teori Belajar

(5)

problem solving di dalam prosedur pembelajaarannya terdapat beberapa karakteristik teori belajar kontruktivisme dan kognitivesme.

1. Teori belajar kontruktivisme

Menurut Rahyubi (2012: 145) teori belajar kontruktivisme bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu sajadari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental untuk membangun struktur pengetahuanya berdasarkan kemantangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diposisikan sebagai botl-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Karakterstik pembelajaran dalam pendekatan kontruktivisme menurut Pritchard (dalam Sigit, 2013: 38) adalah berpikir kritis, motivasi, independen pembelajar, feedback, dialog, bahasa, penjelasan, bertanya, kontekstualisasi, eksperimen dan atau pemecahan masalah dalam dunia nyata. Secara pragmatis menurut Dewey (dalam Sigit, 2013: 39) karakteristik konstruktivisme antara lain (1) siswa mengkonstruksi pembelajaran mereka, (2) pembelajaran hal baru tergantung pada pemahaman yang ada, (3) interaksi sosial atau dialog memiliki peranan yang penting, dan (4) tugas belajar autentik diperlukan untuk meyakinkan adanya pembelajaran yang bermakna.

Pendekatan konstruktivisme memiliki beberapa karakter yang dapat dilihat dari proses pembelajarannya. Karakteristik pendekatan konstruktivisme menurut Hanafiah dan Suhana (dalam Sigit, 2013: 39) adalah sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik.

b. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik.

c. Pandangan yang berbeda di antara peseta didik dihargai sebagai tradisi dalam proses pembelajaran.

(6)

e. Proses pembelajatan berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam proses pencarian yang alami.

f. Proses pembelajaran mendorong terjadinya kooperatif dan kompetitif di kalangan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.

g. Proses pembelajaran dilakukan secara kontekstual, yaitu peserta didik diharapkan ke dalam pengetahuan nyata.

Mengacu dari beberapa karakteristik pendekatan konstruktivisme dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme memiliki karakteristik dalam proses pembelajaran adalah berpusat pada siswa, adanya masalah, proses menemukan, interaksi sosial, dan pengetahuan atau pemahaman baru.

2. Teori belajar kognitivisme

Teori belajar kosnitivisme memiliki perspektif bahwa peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upaya mengorganisir, menyimpan, dan menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses dan diolah. Teori belajar kognitivisme memusatkan perhatian pada cara manusia merasakan, mengolah, menyimpan, dan merespon informasi. Dalam belajar, teori kognitivisme mengakui pentingnya faktor individual dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Menurut aliran kognitivisme, belajar merupakan interaksi antara individual dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang hayat. Teori belajar kognitivisme mengutamakan aspek berpikir (thinking) dan proses mental, misalnya ingatan (memory).

2.1.6 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Problem Solving

(7)

masalah dalam pembelajaran. Dibawah ini akan dijelaskan lebih detail tentang pengertian, ciri, dan sintaks dalam model pembelajaran PBL dan problem solving.

2.1.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning

Bern dan Erickson (dalam Komalasari, 2013: 59) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintergrasikan berbagai konsep keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.

Arends (dalam Hosnan, 2014: 295) model problem based learning (PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiry, mendirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.

Tan (dalam Rusman, 2013: 229) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistimetis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi. Model pembelajaran ini juga harus disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa. Pada dasarnya, model pembelajaran PBL dikembangkan untuk membantu siswa dalam memproses sebuah informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan juga menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Model pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

(8)

memberi fasilitas dan mengaktifkan kelompok untuk memastikan bahwa siswa mencapai kemajuan secara bermakna melalui pembahasan masalah yang tersaji.

2.1.6.2 Ciri-ciri Problem Based Learning a. Pengajuan masalah atau Pertanyaan

Pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah dipahami, luas, dan manfaat.

b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu

Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya mengaitkan atau melibabkan berbagai sumber ilmu.

c. Penyelidikan yang Autentik

Penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan meramalkan hipotesis, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, menarik kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.

d. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya

Pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil penelitiannya dalam bentuk karya dana memamerkan hasil karyanya. Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa disampaikan atau dibuatkan laporannya.

e. Kolaborasi

(9)

2.1.6.3 Langkah-langkah Problem Based Learning

Penerapan model berbasis masalah terdiri atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

a) Orientasi siswa pada masalah. Guru mejelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

b) Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

c) Membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya. d) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa

merencanakan dan menyiapan karya yang sesuai, seperti laporan, vidoe, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya.

e) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang merekan gunakan.

(10)

Tabel 2.2

Sintaks atau langkah-langkah PBL

Tahap Aktivitas guru dan peserta didik

Tahap-1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.

Tahap-2

Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap-3

Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Tahap-4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

Tahap-5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pembelajaran masalah

(11)

2.1.6.5 Pengertian Problem Solving

Problem solving dalam pembelajaran matematika memiliki arti yang sangat khusus Branca (dalam Mutadi 2010).. ”problem solving dalam matematika adalah sebuah proses dimana seorang siswa atau kelompok siswa (cooperative group) menerima tantangan yang berhubungan dengan persoalan matematika, dimana penyelesain dan caranya tidak langsung bisa ditentukan dengan mudah dan penyelesaiannya memerlukan ide matematika”

Hunsaker, 2005 (dalam Anicahyani: 2012), problem solving didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Sedangkan definisi masalah itu sendiri adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan. Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah keterampilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupan. Jarang sekali seseorang tidak menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model problem solving merupakan suatu proses pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dan kreatif dalam menyelesaikan soal matematika dimana penyelesaiaannnya membutuhkan ide-ide kreatif matematika dari siswa.

2.1.6.6 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Problem Solving

Karakteristik khusus model pemecahan masalah menurut Taplin dalam Murni (2011) adalah sebagai berikut:

1. Adanya interaksi antar siswa dan interaksi antara guru dan siswa. 2. Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.

3. Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi, menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya.

(12)

5. Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan berbagi dalam proses pemecahan masalah.

6. Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa menggunakan caranya sendiri.

7. Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.

2.1.6.7 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Solving

Menurut Berinderjeet dalam Ibnu (2011) langkah pembelajaran problem solving sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. 2. Guru mengelompokkan siswa.

3. Guru mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas yang berhubungan dengan masalah.

4. Guru mendorong siswa untuk mencari informasi dan berdiskusi.

5. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil diskusi. 6. Guru membantu siswa untuk refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya (Bangedu: 2010), menjelaskan bahwa langkah-langkah yang diikuti dalam penyelesaiaan problem solving yaitu sebagai berikut:

1. Pemahaman terhadap masalah. 2. Perencanaan penyelesaian masalah. 3. Melaksanakan perencanaan.

4. Melihat kembali penyelesaiaan.

Model pembelajaran problem solving menurut J. Dewey (dalam Bangedu: 2010), ada enam tahap:

1. Merumuskan masalah: mengetahui dan menemukan masalah secara jelas. 2. Menelaah masalah: menggunakan pengetahuan untuk memperinci,

(13)

3. Merumuskan hipotesis: berimajinasi dan menghayati ruang lingkup, sebab akibat dan alternatif penyelesaian.

4. Mengumpulkan dan mengelompokkan data sebagai bahan pembuktian hipotesis: kecakapan mencari dan menyusun data, meyajikan data dalam bentuk diagram, gambar.

5. Pembuktian hipotesis: cakap menelaah dan membahas data, menghitung dan menghubungkan, keterampilan mengambil keputusan dan kesimpulan.

6. Menentukan pilihan penyelesaian: kecakapan membuat alternatif penyelesaian kecakapan menilai pilihan dengan memperhitungkan akibat yang terjadi pada setiap langkah.

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa beberapa tahapan yang dilakukan dalam model pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah: dalam hal ini yang harus dilakukan adalah menemukan masalah yang ada dalam soal secara jelas dan terperinci.

2. Memahami masalah: yang harus dilakukan adalah menganalisis lebih dalam mengenai masalah yang disajikan.

3. Menentukan hipotesis: yang harus dilakukan adalah menentuka jawaban sementara dan alternatif jawaban dari masalah yang di sajikan.

4. Uji hipotesis: yang harus dilakukan adalah melaksanakan alternatif jawaban terhadap hipotesis yang dikemukakan.

5. Melakukan tinjauan kembali dan menyimpulkan pemecahan masalah untuk masalah yang di sajikan.

2.1.7 Media Pembelajaran

(14)

Schramm (dalam Iswidayati, 2010: 2) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajan dan mempengaruhi efektivitas pembelajaran. Beberapa media yang dikenal dalam pembelajaran antara lain: media visual (gambar, sketsa, diagram, bagan), media audio (radio, alat perekam), media proyeksi diam (film bingkai, film rantai, OHP), media proyeksi gerak dan audio visual (film gerak, program TV, video), multimedia, benda.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang dimanfaatkan dan digunakan dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran dapat tercapai secara efektif.

Menurut Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2012: 19), mengemukakan media pembelajaran memiliki tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan dan kelompok yang pendengarnya dalam jumlah besar seabgai berikut:

1) Memotivasi minat atau tindakan. 2) Menyajikan informasi.

3) Memberikan instruksi.

Raharjo (dalam Iswidayati, 2010: 15) menjelaskan kelebihan menggunakan media pembelajaran sebagai berikut:

1) Bahan pelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga lebih jelas dipahami siswa dan memungkinkan siswa untuk menguasai tujuan pengajaran lebih baik.

2) Metode mengajar akan lebih bervariasi.

3) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.

4) Motivasi belajar dari para siswa dapat ditumbuhkan/dinaikkan. 5) Dapat mengatasi sifat pasif dari para siswa.

2.1.8 Media Question Cards

(15)

Card adalah penyempurnaan media Question Card yang sudah pernah dibuat oleh Vivi Nurul Ifadhoh (2012). Penyempurnaan media dilakukan pada aspek isi dan penyajian.

Penyempurnaan pada aspek isi diantaranya dengan meningkatkan tingkat kesulitaan soal dari C1-C3 menjadi C1-C6. Soal-soal dalam media Question Card juga dibuat berdasarkan Problem Based Learning dan Problem Solving. Gambar di dalam media Question Card selain disajikan untuk menarik minat siswa juga digunakan sebagai ilustrasi soal. Sedangkan pada aspek penyajian dilakukan pengembangan desain Question Card sehingga tampilan Question Card menjadi seragam. Ukuran Question Card juga diperbesar dari 10 X 10 cm menjadi 10 X 7 cm. Cetakan Question Card menggunakan kertas kualitas ivory 260, sehingga Question Card dapat bertahan lebih lama.

Dasar pengembangan media Question Card berbasis pendekatan masalah pada komponen bahasa, isi, dan penyajian adalah Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP, 2007) dan Sudjana (2010). Media pembelajaran yang baik menurut BNSP (2007) dari segi isi harus sesuai dengan SK dan KD, mampu mendorong rasa ingin tahu siswa, up to date, gambar ilustrasi yang sesuai dengan materi, dan menggunakan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Media dari segi bahasa harus sesuai dengan perkembangan berpikir siswa, menggunakan ejaan yang disempurnakan, menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar , dan keterbacaan. Media dari segi penyajian harus runtut, konsisten dalam sistematika penyajian, warna unsur tata letak harmonis dan memperjelas fungsi, warna tulisan kontran dengan latar belakang, bentuk dan warna objek sesuai dengan realita, dan terdapat ilustrasi yang disertai gambar.

Karakteristik media pembelajaran yang baik menurut Sudjana (2010) tidak jauh berbeda dengan BNSP (2007). Media yang baik menurut Sudjana (2010) harus sesuai dengan tujuan pengajaran, mendukung isi bahan pengajaran, mudah diperoleh, sesuai dengan taraf berpikir siswa, tersedia waktu untuk menggunakannnya, dan keterampilan guru untuk menggunakannya.

(16)

tersebuat terdapat gambar yang memuat sebuah masalah dan juga soal. Setelah itu siswa diminta untuk mengamati gambar yang terdapat dalam kartu tersebut dan tak lupa juga untuk memperhatikan soalnya. Selanjutnya siswa akan mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam gambar dan mencari solusi atau cara penyelesaiaannya dengan memperhatikan soal. Dilihat dari penjelasan diatas media Question Card ini mempunyai peranan penting dalam pembelajaran matematika untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif dalam memecahkan suatu persoalan matematika.

Tabel 2.3

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Problem Solving dengan Berbantuan Media Question Cards

Peroblem based learning dengan question card

Peroblem solving dengan question card

1. memberikan orientasi masalah kepada siswa dengan menggunakan media question cards.

(17)

question cards/kartu

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

(18)

kepada siswa pada jenjang SD. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran PBL berbantuan media puzzle dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan rata-rata hasil kedua kelompok penelitian, maka penggunaan model problem based learning berbantuan media puzzle pada kelompok eksperimen sebesar 68,33 lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor hasil belajar pada kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran ekspositori berbantuan media puzzle yakni sebesar 57,95.

Penelitian Martha (2014) tentang pengaruh penggunaan model problem based learning berbantuan media video terhadap hasil belajar ipa pada siswa kelas 5 sd negeri 01 ampel kecamatan ampel kabupaten boyolali semester 2 tahun 2013/2014 membahas masalah model problem based learning berbantuan media video diterapkan untuk memberi pengaruh terhadap hasil belajar. Penelitian ini menerapkan model problem based learning berbantuan media video dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

Penelitian Gesang (2013) pengaruh penggunaan model pembelajaran problem solving dengan permainan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas iv sd n dadapayam 01 dan sd dadapayam 02 kecamatan suruh kabupaten semarang semester ii tahun pelajaran 2012/2013 membahas masalah pembelajaran matematika sulit bagi siswa, nilai matematika siswa sebagian besar jelek, dan siswa tidak memperhatikan pembelajaran. Penelitian ini menerapkan model pembelajaran problem solving dengan permainan dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, didapatkan rata-rata hasil belajar model pembelajaran problem solving dengan permainan sebesar 77,99 dan rata-rata hasil belajar model pembelajaran problem solving dengan gambar sebesar 70,57.

(19)

yang diambil setiap peneliti berbeda-beda, begitupun dalam penelitian ini. Selain itu dalam penelitian ini juga berbeda dengan penelitian terdahulu karena menggunakan media question card untuk membantu proses pembelajaran agar siswa lebih aktif dan memahami materi.

2.3 Kerangka Pikir

Keberhasilan proses pembelajaran tentunya tidak lepas dari guru sebagai salah satu sumber belajar. Peran guru sebagai sumber belajar sangat penting, guru harus lebih menguasai materi pelajaran ataupun bahan ajar. Guru juga harus mempunyai banyak referensi untuk menjaga agar guru mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang materi yang diajarkannya. Proses belajar mengajar juga sangat mempengaruhi dalam pencapaian hasil belajar siswa. Seorang guru harus menggunakan model yang tepat agar pencapaian hasil belajar siswa bisa mencapai KKM. Peneliti memilih model pembelajaran PBL dan Problem Solving untuk diteliti. Model pembelajaran yang menekankan pada siswa dalam pemberian masalah. Diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran PBL dan Problem Solving ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Model pembelajaran PBL dan Problem Solving ini siswa akan lebih mudah memahami pelajaran matematika. Siswa lebih antusias untuk mengikuti pembelajaran dan motivasi siswa juga akan lebih meningkat lagi, siswa terlihat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas sehingga suasana kelasnya menjadi lebih menyenangkan untuk belajar. Dengan diterapkannya kedua model ini siswa tidak akan menjadi bosan di dalam kelas.

(20)

siswa menyelidiki secara mandiri maupun kelompok mengenai masalah yang disampaikan dan mendorong siswa untuk kerjasama dalam penyelesaikan question cards/kartu pertanyaan; (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil penelitiannya atau penyelidikan mengenai masalah dalam question card/kartu pertanyaan; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah.

Sedangkan problem solving berbantuan media question cards ini mempunyai langkah-langkah sebagai berikut; (1) guru memberikan pengantar yang mengarah pada materi yang akan diajarkan; (2) siswa dibagi dalam kelompok; (3) setiap kelompok diberikan question cards yang harus dipecahkan; (5) siswa bersama kelompok berdiskusi untuk memecahkan masalah dalam question card/kartu pertanyaan; (6) masing-masing kelompok maju kedepan untuk mempresentasikan hasil diskusinya; (7) kelompok lain menanggapi presentasi kelompok yang maju ke depan; dan (8) siswa bersama dengan guru menyimpulkan materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

(21)

Bagan 2.1

Bagan Kerangka Berpikir

Keterangan:

Perlakuan A adalah penggunaan media question card dalam problem based learning.

Perlakuan B adalah penggunaan media question card dalam problem solving.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis meupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pentayaan. Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dirumuskan suatu hipotesis yaitu:

Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan penggunaan media question card dalam model pembelajaran problem based learning (pbl) dan problem solving terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Plumutan semester II tahun 2016/2017.

Ha : Ada perbedaan yang signifikan penggunaan media question card dalam model pembelajaran problem based learning (pbl) dan problem solving terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Plumutan semester II tahun 2016/2017.

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

Prettest

Perlakuan A

Perlakuan B

Gambar

Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan

Referensi

Dokumen terkait

Konawe Selatan, dengan ini perusahaan tersebut diatas diundang untuk mengikuti tahap pembuktian kualifikasi, Negosiasi dan Klarifikasi yang akan di laksanakan pada :.

dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah “apa yang terdak wa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia. lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dari tahun 2017 ke akhir tahun mengalami penurunan, ini menyatakan bahwa Bank BNI mampu mengatasi risiko yang dihadapi.. Pengelolaan manajemen

Penulis memanjatkan rasa syukur yang tak terhingga kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Tujuan dari penelitian tentang pengaruh Citra Merek terhadap Cinta Merek dan Word Of Mouth dan Dampaknya pada Pembelian Ulang pada Produk Ponds di

Macam perawatan kuratif ortodonsi yang dapat dilakukan pada anak-anak (≤ 12 tahun) dalam masa gigi pergantian yaitu dapat berupa alat lepasan (removable), alat

Pada Penelitian terdahulu Birgit Leisen Pollack and Aliosha Alexandro, et al dari hasil penelitian bahwa word of mouth berpengaruh signifikan terhadap pembelian ulang hal ini

Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi, dan