• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari – Juni 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Infeksi Luka Operasi di Bagian Bedah RSUP H. Adam Malik Periode Januari – Juni 2015"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Luka Operasi

2.1.1. Definisi Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi adalah infeksi pada tempat didaerah luka setelah

tindakan bedah. infeksi luka operasi dibagi atas insisi superfisial (kulit dan

jaringan sekitar), insisi dalam (otot dan fasia), dan organ/ruang (Anaya dan

Dellinger, 2008).

Infeksi luka operasi adalah infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari

setelah tindakan operasi jika tidak ada tindakan implantasi atau dalam kurun

waktu 1 tahun setelah tindakan operasi jika ada dilakukan implantasi dan infeksi

yang tampak ada hubunganya setelah dilakukan tindakan operasi (Gray dan

Hawn, 2007)

2.1.3. Klasifikasi Luka Operasi

Tabel 2.1 Klasifikasi Luka Operasi Menurut Derajat Kontaminasi

(Anaya dan Dellinger, 2008).

KELAS LUKA DEFENISI

Kelas I (bersih) Luka operasi yang tidak terinfeksi dimana tidak ada inflamasi yang ditemukan dan infeksi tidak menembus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urogenitalis. Luka ditutup dan bila perlu dikeringkan dengan drainage tertutup. Luka operasi setelah trauma tumpul seharusnya termasuk dalam kategori ini jika ditemukan kriteria tersebut.

Kelas II (bersih-terkontaminasi)

Luka operasi yang menembus respiratorius, traktus

gastrointestinalis dan traktus urogenitalis namun masih dalam kondisi yang terkendali dan tanpa kontaminasi yang

(2)

(terkontaminasi) operasi dengan daerah kerusakan yang luas dengan teknik steril atau tumpahnya cairan yang terlihat jelas dari traktus gastrointestinalis dan insisional yang akut, inflamasi tidak purulen yang ditemukan adalah termasuk dalam kategori ini.

Kelas IV

(kotor/terinfeksi)

Luka trauma yang sudah lama dengan mempertahankan jaringan yang dilemahkan dan itu meliputi adanya infeksi klinikal atau perforasi viseral. Defenisi ini menyarankan bahwa organisme penyebab infeksi paska operasi ada di tempat operasi sebelum operasi.

2.1.3. Epidemiologi

Infeksi luka operasi menunjukan jenis infeksi yang paling sering terjadi di

negara berkembang, menurut literatur, kejadian infeksi luka operasi yaitu antara

1,2 - 23,6 per 100 tindakan operasi. Tingkat resiko yang lebih tinggi dari negara

berkembang dimana kejadian infeksi luka operasi rata-rata sekitar 2% – 3%

(WHO, 2010).

Study prevalensi baru-baru ini menemukan bahwa infeksi luka operasi

merupakan infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan, dilaporkan

31% dari semua pasien rawat inap Healthcare-Associated Infection (HAI). Survey prevalensi HAI CDC menemukan bahwa diperkirakan 157.500 infeksi luka

operasi berhubungan dengan pasien operasi rawat inap tahun 2011. NHSN data

selama 2006 – 2008 menunjukan kejadian infeksi luka operasi rata-rata 1,9%

(CDC, 2015).

Sementara kemajuan telah membuat praktek untuk mengontrol infeksi,

meliputi perbaikan ventilasi ruang operasi, metode sterilisasi, barrier, teknik

bedah dan pengadaan antimikroba propilaksis. Infeksi luka operasi masih

menyebabkan morbiditas, perpanjangan rawat inap, dan kematian. Tingkat

kematian akibat infeksi luka operasi yaitu 3% dan 75% kematian yang

berhubungan dengan infeksi luka operasi adalah kematian yang diakibatkan oleh

(3)

2.1.4. Etiologi

Infeksi luka operasi berlanjut menjadi masalah yang rumit bagi ahli bedah

di zaman modern ini. Walaupun adanya kemajuan antibiotik, anestesi yang lebih

baik, peralatan yang unggul, masalah diagnosa bedah yang lebih awal dan

perbaikan teknik kewaspadaan post operasi, infeksi luka tetap terjadi. Meskipun

beberapa menganggap masalah ini hanya sekedar kencantikan, itu

menggambarkan pengertian yang dangkal tetang masalah ini, yang mana

menyebabkan morbiditas dan bahkan kematian dan juga banyaknya biaya yang

dikeluarkan untuk biaya perawatan di rumah sakit (Kulaylat dan Dayton, 2008)

Banyak faktor penyebab terjadinya infeksi luka operasi. Faktor host juga

berkontribusi dalam perkembangan infeksi luka operasi. Infeksi luka operasi

disebabkan oleh kontaminasi bakteri dari tempat bedah, yang mana dapat terjadi

dengan berbagai cara diantaranya: kerusakan dinding viskus berongga, bakteri

flora normal pada kulit, dan teknik bedah steril yang buruk sehingga dapat

menyebabkan kontaminasi eksogen dari tim bedah, perlatan, atau lingkungan

sekitar (Kulaylat dan Dayton, 2008).

Faktor bakteri termasuk virulensi dan jumlah bakteri ditempat bedah.

Keparahan infeksi dipengaruhi oleh toksin yang dihasilan oleh mikroorganisme

dan kemampuan untuk resisten terhadap fagosit dan juga perusakan intrasel.

Mengenal mikrobiologi penyebab infeksi luka operasi adalah penting untuk

menentukan terapi empirik untuk mengatasi infeksi pasien secara spesifik. (Anaya

(4)

Tabel 2.2 Patogen yang Diisolasi dari Infeksi Luka Operasi di Rumah Sakit

Universitas (Weiss et al, 1999).

Patogen Persentase

Staphylococcus (koagulase negatif) 25,6

Enterococcus (grupn D) 11,5

Staphylococcus aureus 8,7 Α-Hemolytic Streptococcus 3,0

Klebsiella pneumoniae 2,8

Vancomysin-resisten Enterococcus 2,4

Enterobacter cloacae 2,2

Citrobacter species 2,0

2.1.5. Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi

Banyak faktor resiko penyebab infeksi luka operasi, faktor tersebut dapat

dibagi menjadi tiga bagian diantarnya: faktor mikroorganisme yang kontak selama

tindakan bedah, Faktor luka lokal, dan faktor pasien (Beilman dan Dunn, 2015).

Tabel 2.3 Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi Menurut Tiga Faktor Utama

Penyebab Infeksi (Anaya dan Dellinger, 2008; Beilman dan Dunn, 2015).

Mikroorganisme Faktor Luka Lokal Faktor Pasien Rawat inap

berkepanjangan

Teknik pembedahan Usia

Sekresi Toksin Hematoma/seroma Imunosupresan

Jumlah bakteri,

Rawat inap sebelumnya Saluran (drains) Malignansi

Kelas luka Benda asing Malnutrisi

Terapi antibiotik sebelumnya

Kontaminasi peralatan Faktor komorbid

(5)

Merokok Oksigen Temperatur Anemia Gagal ginjal

Faktor bakteri merupakan faktor yang paling menentukan terjadinya

infeksi luka operasi, faktor tersebut meliputi virulensi dan jumlah bakteri di

tempat operasi. Infeksi akan semakin berat oleh karena beberapa bakteri dapat

menghasilkan toksin, kemampuan bertahan terhadap fagosit dan kemampuan

merusak intrasel. Selain itu derajat kelas luka, teknik aseptik dan antiseptik yang

digunakan, rawat inap pra-operasi yang lama dan lama tindakan bedah

meningkatkan jumlah bakteri dan tingkat kejadian infeksi luka operasi (Anaya dan

Dellinger, 2008).

Faktor luka operasi meliputi tindakan operasi yang menginvasi, ahli bedah

khusus dan teknik pembedahan. Faktanya bahwa tindakan operasi yang merusak

mekanisme pertahanan barrier dasar seperti kulit dan mukosa gastrointestinal

yang merupakan faktor jelas terhadap kejadian infeksi luka operasi. Teknik bedah

yang baik, menata jaringan sebaik mungkin, melakukan jahitan, drainase dan

menghindari benda asing berdasarkan indikasi yang adekuat adalah cara yang

paling baik untuk menghindari infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).

Faktor pasien yaitu meliputi usia, imunosupresan, steroid, malignansi,

obesitas, tranfusi perioperasi, merokok, diabetes, penyakit berat lainnya,

malnutrisi dan lain sebagainya. Faktor pasien memainkan peran penting terhadap

infeksi luka operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).

Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh

terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit

kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan

AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi

(6)

immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi (Babb, JR.

Liffe, AJ, 1995).

Bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir

mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa

muda sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi.

Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem

imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai

dengan umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering

daripada usia muda (Purwandari, 2006).

Tingkat infeksi luka operasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien laki – laki dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan pada laki – laki banyak terdapat faktor resiko seperti merokok dan HIV. Penelitian sebelumnya telah menunjukan

bahwa pasien dengan penyakit pre-morbid, seperti diabetes mellitus adalah yang

memiliki resiko paling tinggi terjadinya infeksi luka operasi oleh karena

rendahnya immunitas (Mawalla et al., 2011).

2.1.6. Penilaian yang Digunakan Untuk Infeksi Luka Operasi

Infeksi luka operasi paling sering terjadi 5 – 6 hari setelah operasi tetapi

mungkin saja berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari pada itu. Sekitar 80%

- 90% dari semua infeksi post-operasi yang terjadi dalam 30 hari setelah

dilakukan operasi. Dengan bertambahnya pasien operasi rawat jalan dan

mengurangi lamanya rawat inap, 30% sampai 40% menunjukan berkurangnya

luka infeksi setelah keluar dari rumah sakit (Kulaylat dan Dayton, 2008).

Infeksi luka operasi insisi superfisial dan insisi dalam ditandai oleh

eritema, tenderness, edema, dan terkadang ada pengeringan (drains). Luka sering halus dan tidak rata pada sisi yang terinfeksi. Pasien juga dapat mengalami

(7)

1. Keluar material purulen yang jelas terlihat dari luka

2. Luka terbuka secara spontan dan keluar cairan yang purulen

3. Luka mengalirkan cairan dimana hasil kultur bakteri positif dan pewarnaan

gram positif.

4. Ahli bedah mencatat adanya eritema dan pengeringan (drainage) dan membuka luka setelah menganggap terinfeksi (Kulaylat dan Dayton, 2008).

Kriteria untuk mendiagnosa infeksi luka operasi menurut CDC dibagi

menjadi tiga yaitu: infeksi luka operasi insisional superficial, infeksi luka operasi

insisional dalam, dan infeksi luka operasi organ/ruang.

a. Infeksi Luka Operasi Insisional Superfisial

Merupakan infeksi yang terjadi pada waktu 30 hari setelah operasi dan infeksi

tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi dengan

setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai berikut :

1. Terdapat cairan purulen

2. Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial

3. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflamasi

4. Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

b. Infeksi Luka Operasi Insisional Dalam

Merupakan infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari paska operasi jika tidak

menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan

infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan

jaringan yang lebih dalam ( contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi

dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :

1. Keluar cairan purulen dari tempat insisi

2.Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena ada tanda inflamasi

(8)

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

c. Infeksi Luka Operasi Organ/Ruang

Merupakan infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari paska operasi jika tidak

menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan

infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan

suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang

dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu

tanda :

1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam

2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam

3. Ditemukan abses

4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter (Mangram A.J. et al., 1999).

2.1.7. Pencegahan Infeksi Luka Operasi

Pencegahan infeksi luka operasi harus dilakukan supaya tidak terjadi hal

berikut ini: lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko

kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan

itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,

perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team (Hidajat, 2009). Pencegahan infeksi pada pasien yang mengalami tindakan bedah elektif

atau yang terluka merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan untuk

perawatan pasien yang berkualitas. Kebanyakan infeksi luka operasi terkontak

secara langsung dengan flora normal yang ada pada pasien, oleh karena itu

persiapan kulit yang baik itu penting dilakukan sebelum tindakan operasi.

Pencegahan dengan cara mengurangi waktu tindakan operasi dan menjaga suhu

normotermia selama tindakan juga menunjukan pengurangan tingkat kejadian

infeksi luka operasi yang signifikan. Teknik bedah yang baik juga berperan

penting dalam mengurangi infeksi luka operasi. Selain itu lingkungan tempat

operasi juga berkontibusi terhadap terjadinya infeksi luka operasi. Lingkungan

(9)

operasi, pakaian di ruang operasi dan penggunaan teknik aseptik dibuat untuk

mengurangi sumber kontaminasi (Garrison, N.R. et al, 2013). Prinsip pencegahan infeksi luka operasi yaitu dengan:

a. Mengurangi faktor pasien yang menyebabkan infeksi

b. Mencegah adanya transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan,

instrumen dan pasien itu sendiri.

Hal diatas dilakukan sesuai dengan waktu pelaksanaan yaitu pra operatif,

intra operatif, ataupun paska operatif. Resiko infeksi luka operasi dapat

diturunkan terutama pada operasi terencana dengan cara memperhatikan

karakteristik pasien yaitu umur, adanya diabetes, kebiasaan merokok, obesitas,

adanya infeksi pada bagian tubuh lain, adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya

tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi (Hidajat, 2009).

Pencegahan dapat diklasifikasikan menurut tiga faktor penyebab infeksi

luka (faktor mikroorganisme, faktor luka lokal dan faktor pasien) dan tahap

pelaksanaan operasi (Pre operatif, intra operatif dan paska operatif) lihat pada

tabel 2.4.

Tabel 2.4 Pencegahan Infeksi Luka Operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).

TAHAP

PELAKSANAAN

FAKTOR INFEKSI LUKA OPERASI

Mikroorganisme Lokal Pasien

Pre-operatif -Waktu rawat inap

(10)

-Debridemen

Pada tahap pra operatif, beberapa hal berikut ini mempengaruhi kejadian

infeksi luka operasi, yaitu :

1. Klasifikasi luka operasi :

a. Kelas I (bersih)

b. Kelas II (bersih-terkontaminasi)

c. Kelas III (terkontaminasi)

d. Kelas IV (kotor/terinfeksi)

Pada kejadian fraktur dapat ditentukan dari derajat fraktur itu sendiri,

apakah grade I, II, atau III

2. Lama operasi

3. Apakah operasi terencana atau emergensi

Perawatan pra operatif perlu dilakukan untuk pencegahan infeksi luka

(11)

sekitar tempat insisi dengan antiseptik pada kulit secara sirkuler ke arah perifer

yang harus cukup luas (Hidajat, 2009).

Pemberian antibiotik profilaksis terbukti mengurangi kejadian infeksi luka

operasi dan dianjurkan untuk tindakan dengan resiko infeksi yang tinggi seperti

pada infeksi kelas II dan III. Antibiotik profilaksis juga diberikan jika

diperkirakan akan terjadi infeksi dengan resiko yang serius seperti pada

pemasangan implan, penggantian sendi, dan operasi yang lama. Pemberian

antibiotik profilaksis harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya alergi,

resistensi bakteri, superinfeksi, interaksi obat, dan biaya (Hidajat, 2009).

Hal yang perlu diperhatikan selain hal diatas, pada saat operasi yaitu

mengenai scrub suits, tindakan antisepsis pada lengan tim bedah, gaun operasi dan drapping (Hidajat, 2009).

Pada tahap intra operatif, bahwa semakin lama operasi berlangsung resiko

infeksi semakin tinggi, tindakan yang mengakibatkan terbentuknya jaringan

nekrotik harus dihindarkan, kurangi dead space, pencucian luka operasi harus dilakukan dengan baik dan bahan yang digunakan untuk jahitan harus sesuai

kebutuhan seperti bahan yang mudah diserap atau monofilamen (Hidajat, 2009).

Paska operasi, pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah perawatan

luka insisi dan edukasi pasien. Perawatan luka insisi berupa penutupan secara

primer dan dressing yang steril selama 24-48 jam paska operasi. Dressing luka

insisi tidak dianjurkan lebih dari 48 jam pada penutupan primer. Tangan harus

dicuci sebelum dan sesudah penggantian dressing. Jika luka dibiarkan terbuka

pada kulit, maka luka tersebut harus ditutup dengan kassa lembab dengan dressing

Gambar

Tabel 2.3 Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi Menurut Tiga Faktor Utama
Tabel 2.4 Pencegahan Infeksi Luka Operasi (Anaya dan Dellinger, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

tes/prosedur klinik atau interpretasi data untuk menunjang diagnosis banding/diagnosis.

Aplikasi ini dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Macromedia Flash 8 yang mempunyai kemampuan untuk mendekskripsikan gambar memakai garis dan kurva, sehingga ukurannya dapat

4 Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Dewan Pimpinan Partai Politik atau Tim Kampanye dalam melaksanakan kampaye pemilihan umum bertanggung jawab terhadap

Penulisan ilmiah ini membahas tentang bagaimana membuat Website Bengkel L.A Custom menggunakan Macromedia Dreamweaver MX, PHP dan MySQL, pembuatan Website Bengkel L.A Custom

6 Apabila situasi keamanan diwilayah tempat / lokasi kampanye tidak memungkinkan diselenggarakan kampanye, Polri setempat dapat mengusulkan kepada KPU, KPU Provinsi dan KPU

Menu-menu yang dibuat pada website ini yaitu Halaman Home, Pulau Lombok, Jadwal Penerbangan, Kota Mataram, Pantai Senggigi,Pulau Gilis, Pulau Gili Trawangan, Pulau Meno, Pulau Gili

Suplemen modul ditulis dalam format A4, dengan Margin 4-4-3-3, Spasi baris 1, menggunakan huruf/fonts Times New Roman ukuran 123. Suplemen dicetak dukumpulkan dalam bentuk print out

Program aplikasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 2005 yang merupakan pengembangan terbaru visual basic.Net dari Microsoft Corporation yang