BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Februari 2017 di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lidah buaya, buah markisa, buah belimbing wuluh, gula, dan pektin. Lidah buaya, buah markisa dan buah belimbing wuluh serta gula diperoleh dari Pasar Sore Padang Bulan, Medan.
Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan phenolptalein 1%, asam oksalat 3%, asam askorbat, larutan dye, NaOH 0,01 N, H2SO4 0,225 N, NaOH 0,313 N, alkohol 95%, dan akuades.
Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau stainless steel, talenan, sendok pengaduk, blender buah, timbangan analitik, pipet tetes, biuret,
beaker glass, erlenmeyer, pipet volume, gelas ukur, bulb, tabung reaksi, cawan
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor (Bangun, 1991), yaitu :
Faktor I : Perbandingan bubur lidah buaya, sari markisa dan potongan belimbing wuluh (M) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu :
M1 = 40% : 50% : 10%
M2 = 30% : 60% : 10%
M3 = 20% : 70% : 10%
M4 = 10% : 80% : 10%
Faktor II : Penambahan pektin (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: P1 = 1%
P2 = 1,5%
P3 = 2%
P4 = 2,5%
Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut :
Tc (n-1) ≥ 15 16 (n-1) ≥ 15 16n ≥ 31
n ≥ 1,93 ……… dibulatkan menjadi 2
23
Model Rancangan
Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:
ijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana:
ijk : Hasil pengamatan dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf
ke-j dalam ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah
αi : Efek faktor M pada taraf ke-i βj : Efek faktor P pada taraf ke-j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j εijk : Efek galat dari faktor M pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j
dalam ulangan ke-k.
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least
Significant Range).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bubur Daun Lidah Buaya dan Sari Markisa
menggunakan blender dengan perbandingan 2:1, kemudian disaring dengan kain saring untuk memperoleh sari markisa.
Persiapan Manisan Belimbing Wuluh
Belimbing wuluh disortasi dan dicuci dengan air bersih yang mengalir. Kemudian dipotong-potong dengan ketebalan 1 cm. Potongan belimbing wuluh direndam dalam larutan kapur 0,1% selama 3 jam kemudian ditiriskan dan dicuci dengan air bersih. Potongan belimbing wuluh direndam kembali dalam larutan gula 20% selama 12 jam kemudian ditiriskan. Potongan belimbing wuluh direndam kembali dalam larutan gula 30% selama 12 jam kemudian ditiriskan.
Pembuatan Marmalade
Bubur daun lidah buaya dan sari markisa yang dihasilkan dilakukan
25
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter sebagai berikut:
1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar vitamin C 4. Total asam
5. Total padatan terlarut (TSS) 6. Kadar serat kasar
7. Penentuan pH
8. Uji skor hedonik daya oles
9. Penentuan nilai organoleptik (warna, aroma, rasa)
Kadar Air
Ditimbang sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105oC dan telah diketahaui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan (AOAC, 1995).
Kadar Abu
Ditimbang 5 g bahan di dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Pengabuan dilakukan dalam tanur pada suhu 100oC selama 1 jam, kemudian dinaikkan suhunya hingga 300oC selama 2 jam dan tahap akhir adalah dinaikkan suhu hingga 500oC selama 2 jam. Abu yang telah diperoleh didinginkan di dalam deksikator selama 15 menit dan ditimbang (Sudarmadji, dkk., 1989). Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar abu =
Dibuat larutan dye terlebih dahulu dengan cara menimbang 50 mg garam Na dari 2,6-diklorofenol indofenol, lalu ditambahkan 150 ml akuades panas dan 42 mg sodium bikarbonat. Kemudian larutan didinginkan dan diencerkan hingga 200 ml dengan akuades. Larutan disaring dan disimpan dalam lemari pendingin dan botol yang gelap. Setelah itu larutan dye distandarisasi dengan menggunakan 5 ml larutan standar asam askorbat dan 5 ml asam oksalat 3% (1 : 1). Asam oksalat 3% dibuat dengan cara melarutkan 30 g asam oksalat kedalam 1000 ml akuades, sedangkan untuk asam askorbat standar dibuat dengan cara menimbang 100 mg asam askorbat lalu diterakan 100 ml dengan asam oksalat 3%. Kemudian larutan disimpan dalam lemari pendingin dan dalam botol yang gelap. Larutan asam oksalat dan asam askorbat tersebut dititrasi dengan larutan dye hingga merah lembayung. Dihitung faktor dye dengan rumus:
0,5 Faktor dye =
27
Untuk sampel dibuat dengan cara menimbang 5 g sampel dan diterakan dalam labu ukur 50 ml dengan asam oksalat 3% dan disaring. Kemudian ekstrak diambil 10 ml dan dititrasi dengan larutan dye hingga warna merah lembayung (Apriyantono, dkk., 1989 dengan modifikasi). Dihitung kadar vitamin C dengan rumus:
Titer x faktor dye x volume ekstrak total x 100 x 20 mg asam askorbat =
per 100 g/ml sampel volume ekstrak untuk penetapan x berat sampel
Total Asam
Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam labu takar serta ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Campuran tersebut kemudian diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring. Filtrat kemudian diambil sebanyak 10 ml ditambahkan akuades sampai 100 ml, filtrat kembali diambil dengan pipet skala dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan phenolptalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu stabil (Ranganna, 1997).
Total asam (%) = ml NaOH x N NaOH x BM asam dominan x FP x 100% Berat contoh x 1000 x valensi asam
FP = Faktor Pengencer BM = Berat molekul
Total padatan terlarut(TSS)
Kadar serat kasar
Sampel sebanyak 2 g marmalade kering dipindahkan ke dalam
erlenmeyer 600 ml. Ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,255 N dipanaskan dan
ditutup dengan pendingin balik, dididihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-goyangkan. Disaring suspensi melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih. Dicuci residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus). Dipindahkan residu secara kuantitatif residu dari kertas saring ke dalam erlenmeyer kembali dengan spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH 0,313 N sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dididihkan dengan pendingin balik sambil kadang kala digoyang-goyangkan selama 30 menit. Disaring melalui kertas saring kering yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Dicuci lagi residu
dengan akuades mendidih dan kemudian dengan ± 15 ml alkohol 95%. Dikeringkan kertas saring dengan isinya pada suhu 110oC selama 1-2 jam, pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan (Apriyantono, dkk., 1989). Kadar serat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar serat =
29
ditimbang dan dilarutkan dalam 50 ml akuades dalam beaker glass. Ditambahkan akuades hingga 100 ml lalu diaduk hingga merata. Larutan diukur pHnya dengan pH meter yang sudah distandarisasi. Standarisasi pH dilakukan dengan menggunakan larutan buffer pH 4 kemudian buffer pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades kemudian elektroda dimasukkan dalam larutan sampel. Angka yang ditunjukkan oleh pH meter merupakan pH dari sampel. Elektroda diangkat dari larutan sampel, dan dibilas dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu (Apriyantono, dkk., 1989).
Uji skor hedonik daya oles
Uji skor hedonik daya oles dilakukan oleh sebanyak 15 panelis. Pengujian dilakukan dengan mengoleskan masing-masing sampel pada roti lalu dilakukan penilaian berdasarkan skala numerik (Soekarto, 1985). Untuk skala uji hedonik daya oles adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Skala hedonik daya oles (numerik)
Skala hedonik Skala numerik
Sangat halus 4
Halus 3
Agak halus 2
Tidak halus 1
Keterangan :
Sangat halus = Hanya dengan sekali oles langsung rata dan melekat pada permukaan kulit
Penentuan nilai organoleptik (warna, aroma, rasa)
Nilai organoleptik meliputi aroma, rasa, warna, dan kekentalan yang ditentukan dengan uji penerimaan. Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan (hedonik) (Soekarto, 1985). Uji kesukaan dilakukan dengan 15 orang panelis dengan skala hedonik sebagai berikut :
Tabel 7. Skala Uji Hedonik (warna, aroma, rasa)
Skala Hedonik Skala numerik Sangat suka
Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka
31
Gambar 2. Skema pembuatan bubur daun lidah buaya Daun lidah buaya
Disortasi
Dikupas kulitnya
Diblender dengan penambahan air 1:1
Bubur daun lidah buaya Ditiriskan Dicuci hingga bersih
Dipotong-potong ± 5 cm
Direndam larutan garam 1% selama15 menit
Gambar 3. Skema pembuatan sari buah markisa Disortasi
Markisa
Dicuci hingga bersih
Diblender isi buah markisa dengan penambahan air
markisa : air = 2:1
33
Gambar 4. Skema pembuatan manisan belimbing wuluh Disortasi
Belimbing wuluh
Dicuci hingga bersih
Dipotong 1 cm
Direndam dalam larutan kapur 0,1% selama 3 jam
Dicuci bersih dan ditiriskan
Direndam dalam larutan gula 20% selama 12 jam
Manisan belimbing wuluh Direndam dalam larutan gula 30%
selama 12 jam Ditiriskan
Gambar 5. Skema pembuatan marmalade Bubur daun lidah buaya dan sari
markisa sebanyak 300 g
Dipanaskan hingga suhu 70oC sambil diaduk sampai berbentuk gel selama
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perbandingan Bubur Daun Lidah Buaya, Sari Markisa dan Manisan Belimbing Wuluh Terhadap Parameter yang Diamati
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), kadar vitamin C (mg/100g), total asam (%), total padatan terlarut (oBrix), kadar serat kasar (%), nilai pH, nilai skor hedonik daya oles, dan nilai hedonik warna, aroma dan rasa marmalade campuran lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan
manisan belimbing wuluh terhadap mutu marmalade yang diamati
Parameter
M1 sebesar 32,1227 mg/100 g. Total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan M4
sebesar 0,2845% dan terendah diperoleh pada perlakuan M1 sebesar 0,2045%.
Kadar total padatan terlarut tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 sebesar
62,1500 oBrix dan terendah diperoleh pada perlakuan M1 sebesar 48,3000 oBrix.
Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 sebesar 0,4160%
dan terendah diperoleh pada perlakuan M1 sebesar 0,1933%. Nilai pH tertinggi
diperoleh pada perlakuan M1 sebesar 3,2785 dan terendah diperoleh pada
perlakuan M4 sebesar 3,2558. Uji skor hedonik daya oles tertinggi diperoleh pada
perlakuan M2 sebesar 3,0333 dan terendah diperoleh pada perlakuan M1 sebesar
2,8667. Uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 sebesar
3,9750 dan terendah pada perlakuan M2 sebesar 3,8583. Uji organoleptik aroma
tertinggi diperoleh pada M4 sebesar 3,7750 dan terendah diperoleh pada
perlakuan M1 sebesar 3,4000. Uji organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada M3
sebesar 4,1417 dan terendah diperoleh pada perlakuan M4 sebesar 3,9333.
Pengaruh Jumlah Pektin Terhadap Parameter yang Diamati
37
Tabel 9. Pengaruh jumlah pektin terhadap mutu marmalade yang diamati
Parameter Jumlah Pektin (P)
P1 (1%) P2 (1,5%) P3 (2%) P4 (2,5%) Tabel 9 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada P4 sebesar
29,3497% dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 23,8950%. Kadar abu tertinggi
diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 0,3948% dan terendah diperoleh pada
perlakuan P1 sebesar 0,3177%. Kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada
perlakuan P4 sebesar 36,0421 mg/100 g dan terendah diperoleh pada perlakuan P1
sebesar 33,8855 mg/100 g. Total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan P4
sebesar 0,2593% dan terendah diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 0,2430%.
Kadar total padatan terlarut tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 sebesar
58,2500 oBrix dan terendah diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 55,5500 oBrix.
Kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 0,3246%
dan terendah diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 0,2756%. Nilai pH tertinggi
diperoleh pada perlakuan P1 sebesar 3,282 dan terendah diperoleh pada perlakuan
P4 sebesar 3,2380. Uji skor hedonik daya oles tertinggi diperoleh pada perlakuan
P4 sebesar 3,1167 dan terendah diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 2,8833.
Uji organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 3,9500 dan
diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 3,6583 dan terendah diperoleh pada
perlakuan P1 sebesar 3,5250. Uji organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada
perlakuan P3 sebesar 4,1417 dan terendah diperoleh pada perlakuan P2 sebesar
3,9917.
Kadar Air
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar air marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air marmalade yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar air marmalade
Jarak
LSR Perbandingan bubur daun lidah
buaya, sari Rataan Notasi 0,05 0,01 markisa dan manisan
belimbing wuluh (%) 0,05 0,01
- - - M1 = 40%:50%:10% 28,3176 a A
2 2,440 3,362 M2 = 30%:60%:10% 28,0137 a A
3 2,559 3,506 M3 = 20%:70%:10% 27,0251 ab AB
4 2,633 3,601 M4 = 10%:80%:10% 24,0812 b B
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 10 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan M1 (40%:50%:10%) yaitu sebesar 28,3176% dan terendah pada perlakuan M4
39
pembuatan marmalade menggunakan bubur daun lidah buaya dan sari markisa, sehingga sari markisa memiliki kadar air lebih kecil daripada bubur daun lidah buaya. Semakin banyak sari markisa akan menghasilkan kadar air produk marmalade semakin kecil. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar air marmaladedapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan kadar air marmalade
Pengaruh jumlah pektin terhadap kadar air marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air marmalade yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jumlah pektin terhadap kadar air marmaladedapat dilihat pada Tabel 11.
28,3176 28,0137 27,0251
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah pektin terhadap kadar air (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR
Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar 29,3497% dan terendah pada perlakuan P1 yaitu
sebesar 23,8950%. Hubungan jumlah pektin dengan kadar air marmalade dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan jumlah pektin dengan kadar air marmalade Gambar 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah pektin yang digunakan maka semakin tinggi kadar air yang dihasilkan pada marmalade. Hal ini terjadi karena pektin memiliki sistem yang menyerupai spon yang dapat menyerap air sehingga semakin tinggi jumlah pektin maka akan semakin banyak air yang terserap (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
41
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan penambahan pektin terhadap kadar air marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan penambahan pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Abu
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar abu marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu marmalade yang dihasilkan. Hasil Uji LSR pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar abu marmalade dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar abu marmalade
Jarak
LSR Perbandingan bubur daun
lidah buaya, Rataan Notasi 0,05 0,01 sari markisa dan manisan
Tabel 12 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 yaitu sebesar 0,4731% dan terendah pada perlakuan M1 yaitu
0,2894%. Semakin banyak sari markisa maka kadar abu yang dihasilkan semakin besar. Menurut Rismunandar (1986) diketahui bahwa 100 g markisa mengandung 0,3 g kadar abu. Abu merupakan zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik, kandungan abu ada kaitannya dengan mineral diantaranya Mg, Na, Ca dan fosfor. Markisa merupakan buah yang tinggi kandungan mineralnya. Menurut USDA (2012) pada 100 g buah markisa mengandung 458,69 mg mineral. Ini menyebabkan semakin tinggi penambahan sari markisa maka kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi juga.
Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan kadar abu marmalade dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan kadar abu marmalade
0,2894 0,3145 0,3436
43
Pengaruh jumlah pektin terhadap kadar abu marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu marmalade yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jumlah pektin terhadap kadar abu marmalade dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah pektin terhadap kadar abu marmalade
Jarak LSR Jumlah Pektin Rataan Notasi
0,05 0,01 (%) 0,05 0,01
- - - P1 = 1% 0,3177 b B
2 0,021 0,029 P2 = 1,5% 0,3340 b B
3 0,022 0,030 P3 = 2% 0,3740 a A
4 0,022 0,031 P4 = 2,5% 0,3948 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 13 menunjukkan bahwa kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar 0,3948% dan terendah pada perlakuan P1 yaitu sebesar
Gambar 9. Hubungan jumlah pektin dengan kadar abu marmalade
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan penambahan pektin terhadap kadar abu marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Vitamin C
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar vitamin C marmalade
45
sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar vitamin C marmalade dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar vitamin C marmalade
Jarak
LSR Perbandingan bubur daun
lidah buaya, Rataan Notasi 0,05 0,01 sari markisa dan manisan
belimbing wuluh (%) 0,05 0,01
- - - M1 = 40%:50%:10% 32,1227 d D
2 0,362 0,498 M2 = 30%:60%:10% 33,4135 c C
3 0,379 0,520 M3 = 20%:70%:10% 35,5860 b B
4 0,390 0,534 M4 = 10%:80%:10% 38,5900 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 14 menunjukkan bahwa kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 yaitu sebesar 38,5900 (mg/100g) dan terendah pada perlakuan M1
Gambar 10. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan kadar vitamin C marmalade
Pengaruh jumlah pektin terhadap kadar vitamin C marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C marmalade yang dihasilkan. Hasil Uji LSR pengaruh jumlah pektin terhadap kadar vitamin C marmalade dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah pektin terhadap kadar vitamin C marmalade (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 15 menunjukkan bahwa kadar vitamin C tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (2,5%) yaitu sebesar 36,0421 mg/100g dan terendah pada perlakuan
P1 (1%) yaitu sebesar 33,8855 mg/100g bahan. Semakin tinggi jumlah pektin yang
32,1227 33,4135 35,5860
47
digunakan maka kadar vitamin C dalam marmaladesemakin dapat dipertahankan.
Hubungan jumlah pektin dengan kadar vitamin C marmalade dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pengaruh jumlah pektin terhadap kadar vitamin C marmalade Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pektin maka kadar vitamin C semakin tinggi. Hal ini disebabkan pektin merupakan penstabil yang dapat mengikat air dan komponen-komponen yang terdapat di dalam air termasuk vitamin C dan vitamin C merupakan jenis vitamin yang larut terhadap air, sehingga dengan bertambahnya jumlah pektin maka vitamin C di dalam marmalade akan semakin meningkat, karena pektin memiliki sifat mengikat molekul-molekul air dan senyawa-senyawa lain yang larut air seperti vitamin C (Ikhwal, 2014).
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan penambahan pektin terhadap kadar vitamin C marmalade
Berdasarkan daftar sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan
belimbing wuluh dengan penambahan pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C marmalade yang dihasilkan. Hasil Uji LSR interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan penambahan pektin terhadap kadar vitamin C marmalade dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan penambahan pektin terhadap kadar vitamin Cmarmalade
Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Kadar vitamin C tertinggi terdapat pada perlakuan M4P4 yaitu sebesar
40,6547 mg/100g dan yang terendah merupakan perlakuan M1P1 sebesar 31,3911
49
Gambar 12. Hubungan interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dan jumlah pektin dengan kadar vitamin C marmalade
Gambar 12 menunjukkan bahwa semakin banyak sari markisa dan semakin tinggi jumlah pektin akan menghasilkan kadar vitamin C marmalade yang semakin tinggi. Berdasarkan data analisa bahan baku yang dilakukan terhadap kadar vitamin C (Lampiran 12) menunjukkan bahwa sari markisa memiliki kadar vitamin C sebesar 26,4988 mg/100g sedangkan bubur daun lidah buaya memiliki kadar vitamin C sebesar 2,9418 mg/100g, sehingga semakin banyak sari markisa menghasilkan kadar vitamin C pada marmalade semakin meningkat.
Semakin banyak jumlah pektin menyebabkan kandungan vitamin C marmalade akan semakin tinggi. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ikhwal (2014) yaitu semakin tinggi jumlah pektin maka kadar vitamin C produk semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena pektin tersusun dari monomer asam poligalakturonat yang cenderung mengikat asam-asam
organik lebih kuat. Semakin tinggi jumlah pektin maka semakin banyak vitamin C yang terikat di dalam marmalade.
Total asam
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap total asam marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam marmalade yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap total asam marmalade dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap total asam marmalade
Jarak
LSR Perbandingan bubur daun
lidah buaya, Rataan Notasi 0,05 0,01 sari markisa dan manisan
belimbing wuluh (%) 0,05 0,01
- - - M1 = 40%:50%:10% 0,2045 c C
2 0,017 0,024 M2 = 30%:60%:10% 0,2403 b B
3 0,018 0,025 M3 = 20%:70%:10% 0,2692 a A
4 0,019 0,026 M4 = 10%:80%:10% 0,2845 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 17 menunjukkan bahwa total asam tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 yaitu sebesar 0,2845% dan terendah pada perlakuan M1 yaitu
51
asam sebesar 2,7894% dan manisan belimbing wuluh memiliki total asam sebesar 0,0774%. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan total asam marmalade dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan total asam marmalade
Pengaruh jumlah pektin terhadap total asam marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total asam marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap total asam marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05)
0,2045
terhadap total asam marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Total Padatan Terlarut
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap total padatan terlarut marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap total padatan terlarut marmalade yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap total asam marmalade dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap total padatan terlarut marmalade
Jarak LSR Perbandingan bubur daun
lidah buaya Rataan Notasi 0,05 0,01 sari markisa dan manisan
belimbing wuluh (%) 0,05 0,01
- - - M1 = 40%:50%:10% 46,9000 D D
2 3,264 4,497 M2 = 30%:60%:10% 56,5000 C C
3 3,422 4,690 M3 = 20%:70%:10% 56,6500 B B
4 3,522 4,817 M4 = 10%:80%:10% 58,2500 A A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 18 menunjukkan bahwa total padatan terlarut tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 yaitu sebesar 58,2500% dan terendah pada perlakuan M1 yaitu
53
markisa memiliki total padatan terlarut sebesar 12% dan manisan belimbing wuluh memiliki total padatan terlarut sebesar 3,6%. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan total padatan terlarut marmaladedapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan total padatan terlarut marmalade
Pengaruh jumlah pektin terhadap total padatan terlarut marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap total padatan terlarut marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberi pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap
46,9000
total padatan terlarut marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Serat Kasar
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar serat kasar marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar marmalade yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar serat kasar marmalade dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap kadar serat kasar marmalade
Jarak
LSR Perbandingan bubur daun
lidah buaya, Rataan Notasi 0,05 0,01 sari markisa dan manisan
belimbing wuluh (%) 0,05 0,01
- - - M1 = 40%:50%:10% 0,1933 d D
2 0,026 0,036 M2 = 30%:60%:10% 0,2433 c C
3 0,027 0,037 M3 = 20%:70%:10% 0,3582 b B
4 0,028 0,038 M4 = 10%:80%:10% 0,4160 a A
Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 19 menunjukkan bahwa kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan M4 (10%:80%:10%) yaitu sebesar 0,4160% dan terendah pada
perlakuan M1 (40%:50%:10%) yaitu sebesar 0,1933%. Semakin banyak sari
55
0,0798% sedangkan sari markisa memiliki kadar serat kasar sebesar 0,1244% dan manisan belimbing wuluh memiliki kadar serat kasar sebesar 0,0448%.Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan kadar serat kasar marmaladedapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hubungan perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan kadar serat marmalade
Pengaruh jumlah pektin terhadap serat kasar marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap serat kasar marmalade yang dihasilkan. Hasil Uji LSR pengaruh jumlah pektin terhadap serat kasar marmalade dapat dilihat pada Tabel 20.
0,1933 0,2433
Tabel 20. Uji LSR efek utama pengaruh jumlah pektin terhadap kadar serat kasar (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR Tabel 20 menunjukkan bahwa kadar serat kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P4 (2,5%) yaitu sebesar 0,3246% dan terendah pada perlakuan P1(1%)
yaitu sebesar 0,2756%. Hubungan jumlah pektin dengan kadar serat kasar marmaladedapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Hubungan jumlah pektin dengan kadar serat kasar marmalade Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah pektin maka kadar serat akan semakin tinggi juga. Hal ini dikarenakan pektin merupakan salah satu penyusun komponen serat, sehingga semakin banyak pektin maka semakin tinggi serat yang dihasilkan (Yulistiani,dkk., 2013).
57
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap kadar serat kasar marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap serat kasar marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Nilai pH
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap nilai pH marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai pH marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh jumlah pektin terhadap nilai pH marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai pH marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap nilai pH marmalade
terhadap nilai pH marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Nilai Skor Hedonik Daya Oles
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap nilai skor hedonik daya oles marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap skor hedonik daya oles marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh jumlah pektin terhadap nilai skor hedonik daya oles marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai skor hedonik daya oles marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap nilai skor hedonik daya oles marmalade
59
Nilai Hedonik Warna
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap nilai hedonik warna marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik warna marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh jumlah pektin terhadap nilai hedonik warna marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik warna marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap nilai hedonik warna marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik warna marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Nilai Hedonik Aroma
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap nilai hedonik aroma marmalade
pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh jumlah pektin terhadap nilai hedonik aroma marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap nilai hedonik aroma marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik aroma marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Nilai Hedonik Rasa
Pengaruh perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh terhadap nilai hedonik rasa marmalade
61
Pengaruh jumlah pektin terhadap nilai hedonik rasa marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa marmalade yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Pengaruh interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin terhadap nilai hedonik rasa marmalade
Daftar sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bubur daun lidah buaya, sari markisa dan manisan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik rasa marmalade yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian pengaruh perbandingan bubur lidah buaya, sari markisa dan belimbing wuluh dengan penambahan pektin terhadap parameter yang diamati dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbandingan bubur lidah buaya, sari markisa dan belimbing wuluh memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar abu, vitamin C, total asam, total padatan terlarut, dan kadar serat kasar. 2. Jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
kadar air, kadar abu, kadar vitamin C, dan kadar serat kasar.
3. Interaksi antara perbandingan bubur lidah buaya, sari markisa dan belimbing wuluh dengan jumlah pektin memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air, kadar abu, total asam, total padatan terlarut, kadar serat kasar, nilai pH, nilai skor hedonik daya oles, dan nilai hedonik warna, aroma, dan rasa. 4. Kualitas produk marmalade yang baik diperoleh pada formulasi
63
Saran
1. Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan pada penelitian selanjutnya untuk menambahkan nilai skor rasa karena nilai hedonik rasa kurang tepat untuk menentukan rasa marmalade.