• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perbandingan Bubur Daun Lidah Buaya, Sari Markisa dan Manisan Belimbing Wuluh dengan Penambahan Pektin Terhadap Mutu Marmalade

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perbandingan Bubur Daun Lidah Buaya, Sari Markisa dan Manisan Belimbing Wuluh dengan Penambahan Pektin Terhadap Mutu Marmalade"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Marmalade

Marmalade merupakan produk dari buah-buahan, sari buah atau potongan buah yang diolah menjadi suatu struktur seperti gel berisi buah-buahan, gula, asam dan pektin. Sifat-sifat yang penting dari produk ini yaitu pektin, gula, asam dan lama pemanasan yang mempengaruhi mutu fisik marmalade terutama teksturnya termasuk juga kestabilannya terhadap mikroorganisme dan struktur fisiknya (Buckle, dkk., 2009).

Struktur khusus dari marmalade disebabkan karena terbentuknya gel kompleks dari pektin, gula dan asam. Pektin terdapat secara alamiah dalam jaringan buah-buahan sebagai hasil degradasi protopektin selama proses pematangan. Dalam pembuatan marmalade pektin dapat ditambahkan dalam bentuk padat atau cair untuk melengkapi buah-buahan yang kekurangan pektin (Cruess, 1958).

Menurut Sarwono (1999), marmalade adalah makanan semipadat yang dibuat dari sari buah jeruk yang ditambah dengan cincangan kulit buah jeruk. Makanan semi padat ini bisa kental karena mengandung gel dan pektin. Untuk membuat marmalade ada 4 substansi penting membuat suatu gel yakni, sari buah jeruk, pektin, asam, gula dan air. Kondisi yang optimal untuk pembentukan gel adalah kadar pektin 0,75 - 1,5% dan kadar gula 65 – 70%.

(2)

Partikel-partikel dalam gel saling berkontak dengan pelarut sehingga membentuk jaringan tiga dimensi, di mana cairan berada dalam ruangan-ruangan kecil dalam jaringan (Nugraha, 1977).

Menurut Leslie, dkk., (1971) marmalade yang baik adalah marmalade yang memiliki kriteria sebagai berikut yaitu mempunyai perbandingan 45 bagian dari sari buah dan 55 bagian dari gula, mempunyai pH 3,2 – 3,6, mempunyai total padatan terlarut 66% - 68%, penyebaran kulit yang merata, gel yang terbentuk tidak keras tetapi bila dituangkan dari wadahnya tidak mengalir, mempunyai rasa manis dan mempunyai daya oles yang baik.

Sebenarnya syarat mutu marmalade belum ada namun secara mutu marmalade hampir mirip dengan selai buah. Adapun syarat mutu selai buah menurut BSN-SNI No 01-3746-2008 ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu selai buah

No. Uraian Persyaratan

1. Keadaan (bau, rasa, warna, tekstur) normal

2. Padatan terlarut maks.65% (b/b)

3. Identifikasi buah (secara mikroskopis) sesuai label 4. Bahan tambahan

- pewarna tambahan tidak ada

- pengawet SNI 01-0222-1987

(3)

Lidah Buaya

Menurut Yudo, (1997) lidah buaya termasuk keluarga liliaceae yang diduga mempunyai 4000 jenis, terdapat dalam 240 marga dan 12 anak suku. Lidah buaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan biji)

Subdivisi : Angiospermae (Tumbuhan berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliflorae (Liliales) Suku : Liliaceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera

Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 300 spesies tanaman lidah buaya. Sedangkan spesies yang umum dibudidayakan adalah Aloe barbadensis, Aloe socotine (Zanzibar aloe), Aloe ferox, Aloe cape, Aloe bonare dan Aloe zeffenabad.

Khusus di Indonesia, yang sering ditanam adalah Aloe barbadensis atau yang sering disebut Aloe vera dan penggunaannya sendiri lebih populer sebagai bahan baku kosmetik. Selain itu karena bentuknya yang unik tanaman ini sering digunakan sebagai penghias ruangan (Yudo, 1997).

(4)

(CAM) dengan sifat tahan terhadap kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata membuka sehingga uap air dapat masuk. Karena udara pada malam hari dingin, uap air tersebut berbentuk embun. Stomata yang membuka pada malam hari memberi keuntungan, yaitu tidak akan terjadi penguapan dari tubuh tanaman, sehingga air pada bagian daun dapat dipertahankan. Lidah buaya dapat hidup dalam kondisi yang sangat kering (Furnawanthi, 2005).

Lidah buaya merupakan salah satu tanaman yang dapat diolah menjadi makanan dan minuman, yang dimanfaatkan adalah daging dari lidah buaya. Sejak tahun 1988 tanaman lidah buaya telah diolah menjadi berbagai jenis makanan dan minuman segar seperti koktail, bubur, dodol dan selai. Pada tahun 1990 para petani di Kalimantan Barat mulai memanfaatkan lidah buaya secara komersial sebagai bahan minuman (Wahjono dan Koesnandar, 2002).

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman fungsional karena semua bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan, baik untuk perawatan tubuh maupun untuk mengobati berbagai penyakit sehingga banyak digunakan dalam industri kosmetik dan industri farmasi. Menurut Furnawanthi (2005), lidah buaya mengandung komponen organik yang dapat digunakan sebagai nutrisi pada tubuh kita. Komponen yang terkandung di dalam lidah buaya sebagian besar adalah air yang mencapai 99,5% dengan total padatan terlarut hanya 0,49%, lemak 0,067%, karbohidrat 0,043%, protein 0,038%, vitamin A 4,594% IU dan vitamin C 3,476 mg.

(5)

essensial yang secara bersamaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan yang menyangkut kesehatan tubuh. Kekayaan akan kandungan bahan yang didapat berfungsi sebagai bahan kosmetik, obat dan pelengkap gizi menjadikan lidah buaya sebagai tanaman ajaib, karena tidak ada lagi tanaman lain yang mengandung bahan yang menguntungkan bagi kesehatan selengkap yang dimiliki tanaman tersebut. Di samping itu keistimewaan lidah buaya terletak pada selnya yang mampu untuk meresap dalam jaringan kulit, sehingga banyak menahan kehilangan cairan yang terlalu banyak di dalam kulit (Hartanto dan Lubis, 2002).

Zat aloin yang terkandung dalam lidah buaya berfungsi sebagai pencahar, sudah digunakan orang Yahudi sejak abad ke-4 SM. Hal ini dikemukakan oleh Celsus dan dilanjutkan oleh Dioscordes yang menegaskan bahwa Aloe vera berguna untuk mengobati sakit perut, sakit kepala, gatal, kerontokan rambut, perawatan kulit dan luka bakar. Bahkan, di Amerika Selatan, lidah buaya resmi diakui sebagai obat pencahar dan pelindung kulit saat didaftarkan dalam United State Pharmacopoeia (USP) pada tahun 1820 (Furnawanthi, 2005).

Kandungan zat gizi lidah buaya per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan gizi lidah buaya

(6)

Lidah buaya mengandung saponin yang mempunyai kemampuan membunuh kuman, serta senyawa antrakuinon dan kuinon sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit. Lidah buaya juga merangsang pertumbuhan sel baru dalam kulit. Dalam gel lidah buaya terkandung lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit, sehingga sel akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan tubuh. Adapun manfaat lain dari lidah buaya adalah untuk mengobati cacingan, susah buang air besar, sambelit, penyubur rambut, luka bakar atau tersiram air panas, jerawat, noda hitam, batuk, diabetes, radang tenggorokan, menurunkan kolesterol (Sudarto, 1997).

Markisa

Di Indonesia ada dua jenis markisa, yaitu markisa yang buahnya ungu disebut Passiflora edulis Sains (buah negri atau siuh) dan markisa yang buahnya kuning disebut Passiflora laurifolia L. atau Passiflora longularis (buah susu atau konyal). Buah negri rasanya agak masam dan buahnya baik dikembangkan di lahan dataran tinggi. Buah konyal rasanya manis dan baik di tanam di dataran rendah. Selain markisa yang telah disebutkan, di Indonesia masih terdapat buah balewa (markisa besar) yang disebut erbis. Buah erbis ini umumnya hanya ditanam di dataran rendah dan buahnya hanya untuk sari buah segar (dicampur dengan sirup (Sunarjono, 2000).

(7)

jam, jeli, kue-kue atau dicampur dengan sari buah lain, markisa ungu juga banyak dijual dalam bentuk buah segar (Wikipedia, 2015). Markisa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Bangsa : Malpighiales Suku : Passifloraceae Marga : Passiflora Jenis : Passiflora edulis

Tanaman markisa merupakan tumbuhan semak atau pohon yang hidup menahun dan bersifat merambat atau menjalar hingga sepanjang 20 meter atau lebih. Batang tanaman berkayu tipis, bersulur dan memiliki banyak percabangan yang terkadang tumbuh tumpang tindih. Tanaman markisa mulai berbuah pada umur satu tahun. Bentuk dan warna kulit markisa bervariasi, oblong (bundar), bulat ataupun lonjong panjang dengan warna kulit hijau, kuning, oranye, coklat atau ungu. Biji buah markisa berbentuk gepeng, berukuran kecil dan berwarna hitam, biji terbungkus selaput lender yang mengandung cairan yang berasa asam. Jaringan biji mempunyai aroma yang khas markisa, berwarna kuning dan berlendir. Markisa ungu juga disebut siuh atau markisa asam. Markisa jenis ini banyak ditanam di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan dan Kabupaten Karo Sumatera Utara (Rismunandar, 1986).

(8)

pencernaan. Buah markisa berfungsi sebagai antioksidan yakni berupa vitamin yang bermanfaat untk mencegah dan menanggulangi berbagai penyakit serta dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Rukmana, 2003).

Komposisi buah markisa segar yaitu terdiri dari kulit 52%, jus 34%, dan biji 14%. Bagian yang boleh dimakan yaitu 48%. Komposisi kimia markisa per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Komposisi kimia markisa per 100 g bahan

Komposisi Kimia Kandungan / 100 g bahan

Air (g) beraroma harum. Dapat dikonsumsi dalam bentuk segar bersama bijinya, disamping itu dapat pula diolah menjadi sirup atau selai markisa. Markisa mengandung nutrisi yang cukup lengkap dan berguna untuk kesehatan, diantaranya passiflorine yang berkhasiat menentramkan urat saraf. Buah ini juga mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin A, vitamin C dan berbagai mineral lainnya (Fruit Export Development Center, 2005).

(9)

makan satu buah markisa sebelum tidur bisa membuat mimpi menjadi indah (Ipteknet, 2009).

Belimbing Wuluh

Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing (Averrhoa). Diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman ini tumbuh baik di negara asalnya sedangkan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang-kadang tumbuh secara liar di ladang atau tepi hutan. Terdapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yaitu yang menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau

sering pula dianggap berwarna putih (Thomas, 2007).

Belimbing wuluh dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Oxalidales Suku : Oxalidaceae Marga : Averrhoa

Jenis : Averrhoa bilimbi L (Kresnanugraha, 2012).

(10)

Menurut Abdur Rahman dalam Zakaria, dkk., (2007) di Malaysia, buah Averrhoa bilimbi dikenal sebagai manisan atau meningkatkan rasa dalam masakan tradisional Malaysia. Ada juga yang memanfaatkan buah Averrhoa bilimbi sebagai obat jerawat, hipertensi dan diabetes. Daun, buah dan bunga juga digunakan untuk obat batuk. Sementara di Indonesia buah belimbing wuluh digunakan sebagai obat demam, batuk, inflamasi (radang), untuk menghentikan pendarahan rektal dan meredakan sembelit.

Perasan air buah belimbing wuluh sangat baik untuk asupan kekurangan vitamin C. Ada yang memanfaatkan buah belimbing wuluh untuk dibuat manisan dan sirup, sebagai obat untuk sariawan, sakit perut, gondongan, rematik, batuk rejan, gusi berdarah, sakit gigi berlubang, memperbaiki fungsi pencernaan, untuk membersihkan noda pada kain, menghilangkan karat pada keris, membersihkan tangan yang kotor, mencuci botol, menghilangkan bau amis, sebagai bahan kosmetika serta mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan (Lathifah, 2008).

Tanaman belimbing wuluh telah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Pemanfaatan tersebut disebabkan adanya kandungan kimia alami yang terkandung pada belimbing. Kandungan bahan kimia alami yang terdapat pada buah belimbing wuluh dimana telah diketahui mempunyai efek anti bakteri yaitu, flavonoid dan fenol (Hembing, 2008).

(11)

karena adanya ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri menjadi kehilangan aktivitas biologinya, akibatnya fungsi permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri (Harborne, 1973). Adapun kandungan zat gizi belimbing wuluh dapat dilihat pada Tabel 4 :

Tabel 4. Kandungan zat gizi belimbing wuluh tiap 100 g

Kandungan Jumlah

Vitamin B1 (mg) 0.01

Vitamin C (mg) 15.6

Vitamin A (mg) 0.036

Air (g) 94.2-94.7

Protein (g) 0.61

Serat (g) 0.6

Abu (g) 0.31-0.4

(Kumar, dkk., 2013)

Pektin

Pektin merupakan suatu senyawa yang ada di dalam buah, sayuran dalam jumlah yang kecil atau dalam jumlah yang tinggi. Pektin merupakan pembentukan dari gula dan asam galakturonat. Pektin merupakan senyawa larut air dan lebih larut di air panas. Jika pektin ditambahkan di dalam suatu larutan yang mengandung gula dan asam yang tinggi maka akan membentuk gel. Biasanya pemakaian pektin digunakan dalam pembuatan olahan makanan seperti selai atau jeli. Penambahan pektin pada olahan makanan dijadikan sebagai pengikat atau penstabil (Winarno, dkk., 1980).

(12)

terkandung di dalam jeruk atau apel yang setengah matang (Suprapti, 2005). Spesifikasi mutu pektin komersial dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesifikasi mutu pektin komersial

Karakteristik Nilai (%)

Kadar air (maks) 12

Kadar abu (mak) 1

Pektin bermetoksil tinggi (min) 7 Pektin bermetoksi rendah (maks) 7

Asam galakturonat (minimum) 65

Logam berat (maks) 0,002

Sumber: Hariyati (2006)

Jumlah pektin banyak terdapat di dalam buah-buahan. Semakin matang buah atau sayuran maka kandungan pektin dalam tanaman tersebut akan semakin sedikit kandungan pektin di dalam bahan pangan. Hal itu disebabkan karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Maka dari itu agar mendapatkan pektin dengan konsentrasi cukup menggunakan buah dengan matang fisiologis atau setengah matang (Fachruddin, 1997).

Gel akan terbentuk dalam suatu olahan makanan apabila di dalam makanan tersebut mengandung pektin, gula, dan asam yang mengalami proses pemanasan dalam olahan makanan tersebut lalu dilakukan pendinginan. Pembentukan gel dipengaruhi oleh persentase dari pektin, berat molekul pektin, presentase metal ester, presentase gula, dan keasaman (pH) yang biasanya berkisar 3,5 (Sarwono, 2001).

(13)

n

Gambar 1. Struktur kimia pektin (Ramadhani, 2012)

Gula

Penambahan gula terhadap suatu olahan makanan dengan konsentrasi tertentu dapat mencegah terjadinya pertumbuhan mikroba. Pencegahan pertumbuhan mikroba dapat ditingkatkan apabila disertai dengan proses pemanasan. Pengawetan dengan cara ini dapat digunakan pada olahan makanan seperti selai, jam, marmalade, manisan, sari buah, sirup bahkan fruit leather (Rahardi, dkk., 1998).

Penggunaan jumlah gula pada bahan makanan berbeda beda. Penambahannya tergantung pada cita rasa yang ingin dihasilkan dalam pengolahan makanan. Untuk mempermudah penggunaan gula dalam bahan makanan bisa dilihat pada jumlah perendaman. Pada perendaman ini juga harus melibatkan alat pengukur kadar gula seperti hand refractometer maupun baumemete (Fatah dan Bactiar, 2004).

(14)

dehydrating agen yang artinya mengurangi jumlah air yang ada di permukaan

bahan (Mardangi, dkk., 2005).

Garam

Garam dapur merupakan racun untuk jasad renik. Mikroba perusak yang terdapat pada buah menjadi mati bila ditambahkan garam. Jika dikombinasikan dengan asam daya bunuhnya terhadap jasad renik menjadi lebih kuat. Pemakaian garam dapat digunakan dengan cara perendaman dalam larutan garam, pemberian langsung lalu diaduk, atau dengan pelumuran. Garam yang digunakan adalah garam dapur biasa atau NaCl (natrium chlorida). Garam yang digunakan harus bersih, garam dapur yang kotor mengandung banyak zat-zat lain misalnya MgCl2,

CaSO4, CaCl2, atau bahan lainnya (Satuhu, 1996).

Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam yang berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk dan juga pembentuk spora merupakan mikroorganisme yang paling mudah terpengaruh dengan kadar garam yang rendah sekalipun. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, dkk., 2009).

Larutan Kapur

(15)

itu perlu dilakukan penanganan yaitu dengan dilakukan perendaman dalam larutan kapur Ca(OH)2 dengan konsentrasi 1% sampai 3% (Hastuti, dkk., 2013).

Gambar

Tabel 1.  Syarat mutu selai buah
Tabel 2. Kandungan gizi lidah buaya
Tabel 3. Komposisi kimia markisa per 100 g bahan
Tabel 4. Kandungan zat gizi belimbing wuluh tiap 100 g
+2

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi perbandingan sari buah markisa dengan pepaya dan konsentrasi gula memberi pengaruh berbeda tidak nyata tehadap kadar air, kadar vitamin C, total asam, total

Bangun : Pengaruh Konsentrasi Gula Dan Campuran Sari Buah (Markisa, Wortel Dan Jeruk) Terhadap Mutu Serbuk Minuman Penyegar, 2009. Namun demikian dapat pula diolah menjadi sirup