• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA dan Dampakn

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA dan Dampakn"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan Dampaknya

terhadap Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat di Indonesia oleh: Tody Sasmitha

Terbukanya pintu bagi ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal menghitung minggu. Tepat Januari 2015 nanti, masyarakat regional ASEAN akan memasuki babak baru dengan dihapuskannya hambatan-hambatan perdagangan dan investasi di kalangan negara-negara ASEAN. Banyak pihak menyangsikan MEA akan membawa kontribusi positif bagi Indonesia, namun tak kalah banyak juga yang menyambut antusias.

Sikap pesimis terhadap MEA salah satunya didasarkan pada kemampuan Indonesia dalam menyiapkan sumber daya manusianya untuk bersaing dengan para profesional dan tenaga-tenaga ahli dari negara anggota ASEAN lainnya. Sementara di sisi lain, pihak yang lebih optimis melihat peluang Indonesia untuk menjadi aktor utama dalam MEA terbuka lebar. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di tingkatan 5,85 – 6 % dalam tiga tahun terakhir selama ini dipahami sebagai indikator penting dalam mengukur tingkat keberhasilan pemerintah di bidang ekonomi. Dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita mencapai 3.588 USD, Indonesia berada dalam posisi 5 besar diantara negara-negara ASEAN lainnya. Namun superioritas atas dasar PDB tersebut perlu dievaluasi kembali. Pasalnya Produk Domestik Bruto lebih merupakan cerminan dari penghasilan yang diperoleh Indonesia dari perdagangan barang dan jasa. Sektor yang cenderung dikuasai oleh sebagian kecil dari total populasi Indonesia. PDB tidak serta-merta menunjukkan bahwa semua lapisan masyarakat di Indonesia menikmati kemamukran hasil perdagangan tersebut.

Jika merujuk koefisien gini (skala 0 – 1) yang merupakan indikator untuk menggambarkan tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan penduduk suatu negara, BPS mencatat Koefisien Gini sejak tahun 2010 hingga 2013 meningkat dari 0,38 menjadi 0,41 (semakin mendekati 1, semakin tinggi kesenjangan). Ini adalah angka tertinggi dalam sejarah sejak Indonesia merdeka. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada dalam tren positif justru menyuburkan kesenjangan antara masyarakat kelas atas dan menengah dengan masyarakat golongan miskin. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya berhasil memperkaya elit-elit industrialis dan masyarakat kelas menengah dan atas. Selama ini strategi pembangunan ekonomi negara kerap melupakan distribusi yang adil diantara berbagai kelas masyarakat di Indonesia.

(2)

kelas dua, hidup miskin dengan basis tradisi yang kolot dan belum akrab dengan produk-produk modernisme yang tengah dinimati oleh sebagian besar kelas menengah Indonesia saat ini. Perlakuan diskriminatif, pengabaian Hak Asasi Manusia (HAM) dan perampasan wilayah adat kerap dialami tidak hanya oleh masyarakat adat di Indonesia melainkan juga MHA di berbagai negara Asia Tenggara lainnya. MEA sebagai momentum hilangnya sekat perdagangan antar negara ASEAN tentu akan mendatangkan gelombang besar investasi di berbagai sektor industri. Masyarakat Hukum Adat, yang sebelum MEA diberlakukan telah merasakan pahitnya investasi dari industri-industri yang mengeksploitasi sumber daya alam mereka, kini harus bersiap menelan pil pahitnya yang kedua. Apabila negara abai dalam memperhitungkan kemungkinan tersebut, MEA pada akhirnya hanya akan membawa petaka baru bagi 50 - 70 juta masyarakat hukum adat di Indonesia, dan sekitar 200 juta orang di seluruh wilayah ASEAN.

Memahami Masyarakat Hukum Adat/ Indigenous Peoples di ASEAN

Sebelum membincangkan dampak MEA terhadap perlindungan hak-hak MHA, ada baiknya perlu dipahami terlebih dahulu kedudukan MHA di ASEAN. Diperkirakan 2/3 masyarakat adat dari seluruh dunia tinggal di Asia Tenggara. Terdapat keragaman istilah untuk menyebut MHA di dunia internasional seperti indigeneous people, tribal peoples, customary peoples atau tribal community. Di dalam negeri sendiri, MHA juga kerap disebut dengan istilah lain seperti masyarakat adat (tanpa hukum ; masyarakat tradisional atau komunitas adat terpencil. Namun sebagian besar legislasi yang ada di Indonesia menggunakan istilah masyarakat hukum adat.

MHA merupakan istilah yang digunakan untuk memberi nama pada masyarakat yang memiliki ikatan kelompok (in-group feeling) yang dapat disebabkan karena faktor genealogis maupun teritorial; keterikatan yang kuat terhadap alam, wilayah, hukum adat dan tatanan adatnya; serta memiliki kewenangan untuk menentukan sendiri pengembangan kehidupan sosial-politik, ekonomi dan budaya mereka (self governing community). Pada diskursus internasional, MHA kerap disamakan dengan Indigeneous People, meskipun terminologi MHA sejatinya tidak dipilih untuk merujuk pada kelompok-kelompok minoritas yang secara sosial dan kultural berbeda dengan kelompok mayoritas memegang dominasi pada suatu negara sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian indigeneous peoples.

(3)

hal serupa sehingga harus menjadi kelompok minoritas di Amerika dan Kanada, serta masih banyak kelompok masyarakat tradisional di belahan dunia lain yang turut pula menjadi minoritas di tanah airnya sendiri.

International Labour Organization (ILO) tidak memberikan definisi operasional mengenai makna indigeneous peoples. Namun dalam Konvensi ILO Tahun 1989 yang dikenal sebagai Konvensi ILO 169, ditegaskan salah satu elemen yang melekat pada indigenous people adalah culture and way of life different from the other segments of the national population . Formulasi )LO tersebut menggiring pengertian indigenous peoples sebagai kelompok masyarakat yang berbeda dengan populasi mayoritas di suatu negara.

Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun masyarakat Indonesia pernah hidup dalam jaman kelam kolonialisme Belanda dan Jepang, tidak berarti kemudian masyarakat pribumi Indonesia dapat disebut sebagai indigeneous people. Hal ini didasarkan pada situasi pasca-kolonialisme dimana sejak kemerdekaan Indonesia Tahun 1945 hinggga hari ini, orang-orang Indonesia asli adalah kelompok mayoritas sekaligus kelompok yang berkuasa penuh atas negara dan pemerintahan. Bangsa Indonesia, tidak seperti nasib bangsa terjajah lainnya, pada akhirnya berdaulat sebagai bangsa yang merdeka dan mampu menentukan arah dan pandangan bernegaranya sendiri. Secara formal, tidak ada bangsa lain, atau keturunan bangsa lain yang memiliki kekuasaan sebesar Bangsa Indonesia dalam menentukan arah pembangunan Indonesia sebagai sebuah negara. Singkat kata, MHA bukan indigeneous people karena Indonesia pasca kemerdekaan sudah berada dalam kekuasaan dan kedaulatan penuh Bangsa Indonesia sendiri.

MEA: Ancaman atau Peluang Perlindungan Masyarakat Hukum Adat?

Alih-alih menolak pemberlakuan MEA, perlu diakui bahwa manfaat yang akan diterima Indonesia, setidaknya dalam konteks perencanaan, akan meningkat cukup siginfikan bila dibandingkan dengan sebelum terbentuknya MEA. Namun, pemerintah perlu menyiapkan berbagai opsi dan skenario perlindungan dan pembedayaan kelompok-kelompok rentan, khususnya MHA, yang bahkan sebelum MEA diberlakukan telah mengalami banyak ketidakadilan dan pelanggaran terhadap hak-haknya sebagai warga negara dan sebagai self-governing community.

(4)

(SDA) sebagai bagian dari faktor produksi tidak dapat terelakkan lagi. Sejak otonomi daerah diperkenalkann sebagai sistem distribusi kewenangan di Indonesia, kewenangan dalam pengelolaan SDA kini tidak hanya dimiliki oleh pemerintah pusat, melainkan juga oleh pemerintah daerah. Peluang investasi di bidang sumber daya alam akan terbuka lebih lebar lagi, karena investor dapat berinteraksi langsung dengan pemerintah daerah.

Keterbukaan investasi yang menjadi salah satu agenda MEA dapat dipahami sebagai peluang di satu sisi, namun dapat pula menjadi ancaman di sisi lain. Ancaman tersebut tidak datang dari luar, melainkan karena Indonesia hingga saat ini, tidak kunjung memiliki peta jalan (road map) yang jelas dalam mengatur perlindungan MHA serta sistem penguasaan tanah dan SDA yang berkeadilan sosial. Akibatnya, tumpang-tindih produk hukum dan klaim atas wilayah muncul sebagai ekses yang tidak hanya menciderai hak-hak MHA, melainkan juga menghambat efektifitas investasi itu sendiri. Pemerintah pusat, Pemerintah daerah, korporasi swasta, BUMN, masyarakat lokal dan MHA merupakan aktor-aktor yang kerap terlibat dalam konflik tenurial yang terjadi di Indonesia. HuMa mencatat, di tahun 2013 saja, telah terjadi 278 konflik sumber daya alam dan agraria, yang berlangsung di 98 kota/kabupaten di 23 Provinsi dengan luas area konflik mencapai 2. 416.035 hektar. Setidaknya 41 persen dari konflik-konflik tersebut diawali karena persinggungan investasi dan pembangunan dengan hak-hak ulayat komunitas lokal dan MHA.

Disamping itu preferensi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro menyebabkan pemerintah lalai memperhatikan detail dan keberagamaan karakter penguasaan sumber daya alam di setiap darah di Indonesia. Izin pengelolaan dan eksplorasi migas, hak pengelolaan hutan, ijin perkebunan, dan alih fungsi lahan pertanian, atas nama pertumbuhan ekonomi, diberikan kepada perusahaan-perusahaan tanpa mempertimbangkan kerugian ekonomi, sosial dan kultural yang dihasilkannya pada masyarakat hukum adat yang telah mendiami wilayah tersebut sejak ratusan tahun, secara turun-temurun.

(5)

memarginalkan kedudukan mereka dalam euforia kemajuan ekonomi negara-negara berkembang di ASEAN.

Catatan bagi Indonesia

Indonesia digadang-gadang akan menjadi pemain utama dalam masyarakat Ekonomi Asean. Namun pertanyaan kritisnya apakah keuntungan yang diperoleh Indonesia merupakan keuntungan yang dapat diklaim oleh Indonesia sebagai bangsa atau justru hanya menguntungkan sebagian kecil elit dan kelas masyarakat tertentu saja? Ketimpangan penguasaan sumber daya agraria, pendidikan dan daya saing SDM Indonesia dan negara ASEAN lainnya, jika tidak disikapi serius akan berpotensi menggiring Masyarakat Ekonomi ASEAN menjadi instrumen yang mengukuhkan marginalisasi MHA.

Referensi

Dokumen terkait

1) Sebagai sarana informasi terhadap kondisi konkrit tentang pelaksanaan pendidikan pada SMP Darul Fallaah Unismuh Bissoloro Kecamatan Bungaya Kabupaten Gowa,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dan pada level berapa asap cair kusambi mampu memberikan hasil yang terbaik terhadap kandungan nutrisi

Abstrak —Pengukuran distribusi suhu bawah permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan metode non contact seperti remote sensing dan pencitraan satelit lainnya, dan metode

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasi dan menguji efek anti-aging dari ekstrak kelopak bunga rosella ( Hibiscus sabdariffa L.) dalam sediaan krim yang merupakan

Kegagalan PTA, telah membawa kepada penubuhan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA) pada tahun 1992 semasa mesyuarat peringkat menteri ASEAN di Singapura secara amnya akan

Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata: “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang Menganiaya (diri sendiri)”, kemudian kepala mereka Jadi

You may, however, make a one-time permanent transfer of all of your license rights to the plasq Software (in its original form as provided by plasq) to another party, provided

Namun dikarenakan tidak adanya torka-start pada rotor, maka motor sinkron membutuhkan prime-mover yang memutar rotor hingga kecepatan sinkron agar terjadi