• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Stroke Hemoragik Pada Usia ≤ 40 Tahun yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita Stroke Hemoragik Pada Usia ≤ 40 Tahun yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2014-2015"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stroke

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius karena

ditandai dengan tingginya mobiditas dan mortalitasnya.Stroke adalah suatu

penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah

otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai

dengan daerah otak yang terganggu. (Bustan, 2007).

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya

fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik

atau menit) (Ginsberg, 2009). Stroke atau bencana aliran darah di otak, yang juga

disebut sebagai serangan otak (brain attack) merupakan penyebab cacat

(disabilitas, invaliditas) utama pada kelompok usia diatas 45 tahun

(Lumbantobing, 2011).

Secara sederhana stroke akut didefenisikan sebagai penyakit otak akibat

terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

perdarahan (stroke hemoragik). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti

karena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh

darah, melalui proses aterosklerosis. Sedangkan pada stroke perdarahan

(hemoragik), pembuluh darah pecah sehingga aliran darah menjadi tidak normal

dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak dan

merusaknya. Stroke akut baik yang iskemik maupun hemoragik merupakan

kedaruratan medis yang memerlukan penanganan segera karena dapat

(2)

2.2Aliran Darah Otak

Otak adalah salah satu organ yang sangat vital, yang memungkinkan

fungsi mental dan kecerdasan berjalan dengan baik. Selain mengendalikan

interaksi kita dengan dunia luar melalui indra serta mengontrol gerakan sadar kita,

juga berperan mengatur banyak fungsi yan tidak disadari (otomatis). Karena itu,

kesehatan dan fungsi otak harus dijaga dengan optimal yaitu melalui jaminan

kepastian pasokan darah. Otak terdiri dari sel-sel saraf (neuron), sel penunjang

(sel glia), cairan otak (serebrospinal), serta pembuluh-pembuluh darahnya. Setiap

orang memiliki jumlah neuron sekitar 100 miliar yang terkoneksi satu dengan

yang lainnya.

Berat otak orang dewasa sekitar 1400 gram, yaitu hanya sekitar 2% dari

bobot tubuhnya. Akan tetapi, otak mengosumsi oksigen sekitar 20 persen dan

glukosa sebanyak 50 persen dari total energi tubuh. Otak tidak memiliki

kemampuan untuk menyimpan sari makanan dan oksigen dalam jumlah yang

memadai sehingga untuk dapat berfungsi otak memerlukan pasokan darah 24 jam

terus-menerus, tidak boleh terhambat dalam hitungan detik sekalipun. Otak yang

sehat harus dipasok dengan satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15 persen

jumlah darah total yang dipompa jantung (Junaidi, 2011).

2.3Klasifikasi Stroke

2.3.1 Stroke Non Hemoragik/Iskemik

Iskemik otak adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan pemasokan

darah ke otak yang membahayakan fungsi neuron. Infark otak terjadi jika ada

(3)

sampai pada tingkat lebih rendah dari titik kritis yang diperlukan untuk kehidupan

sel sehingga disertai gangguan fungsional dan struktural yang menetap. Stroke

iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran

darah ke otak sebagian atau keselurahan terhenti. Hal ini disebabkan oleh

aterosklerosis yaitu penumpukan kolestrol pada dinding pembuluh darah atau

bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak (Pudiastuti,

2011).

Secara klinis terdiri dari (Bustan, 2007):

a. Serangan iskemik sepintas (Transient Ischemic Attact-TIA)

b. Defisit neurologik iskemik sepintas (Reversible Ischemic Neurological

Deficit-RIND)

c. Stroke progresif (Progessive stroke/stroke in evolution)

d. Stroke komplit (Completed stroke/Permanent stroke)

Secara kausal terdiri dari (Bustan, 2007):

a. Stroke trombotik

b. Stroke emboli/nontrombotik

2.3.2 Stroke Hemoragik

Pembagian stroke hemoragik berdasarkan bagian perdarahan (Goldszmidt,

2009):

a. Perdarahan intraserebral (PIS)

b. Perdarahan subaraknoidal (PSA)

(4)

2.4Stroke Hemoragik

2.4.1 Definisi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak

(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam

ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan

yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang

paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15%

perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid (Feigin,

2006). Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga

menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu

daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh

penderita hipertensi (Pudiastuti, 2011).

Terhalangnya suplai darah ke otak dapat disebabkan oleh arteri yang

mensuplai darah ke otak pecah, oleh sebab tertentu misalnya tekanan darah yang

mendadak tinggi. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi dapat

disebabkan oleh hipertensi, stres psikis, trauma kepala, atau oleh peningkatan

tekanan lainnya seperti batuk keras, angkat beban, dan lain sebagainya.

Insiden troke hemoragik 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi

apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan

ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari

lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah

(5)

2.4.2 Klasifikasi Stroke Hemoragik a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Perdarahan Intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari

pembuluh darah dalam perenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma

(Harsono, 2009). Perdarahan intraserebral umumnya terjadi antara umur 50-75

tahun, dan sedikit perbedaan frekuensi antara laki-laki dan wanita. Beberapa

diantaranya pernah mengalami infark otak atau perdarahan. Apabila ukuran

hematom cukup kecil maka tanda dan gejala adanya massa intraserebral tidak

nyata dan penderita tetap sadar (Harsono, 1999).

Perdarahan intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah

intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke

dalam jaringan otak. Pada perdarahan intraserebral akan terjadi peningkatan

tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga terjadi penekanan pada struktur

otak dan pembuluh darah otak secara menyeluruh. Penyebab PIS biasanya karena

hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah

dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma (Junaidi, 2011).

Pembagian klinis perdarahan intraserebral menurut Luyendyk dan Schoen

membagi PIS menurut cepatnya gejala klinis memburuk yaitu (Harsono, 2009):

a.1 Akut, dan cepat memburuk dalam 24 jam

a.2 Sub akut, dengan krisis terjadi antara 3 dan 7 hari

(6)

b. Perdarahan subarakhnoid (PSA)

Perdarahan subarakhnoid adalah masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik

dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan

berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (perdarahan subarakhnoid primer)

(Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoid yaitu perdarahan yang terjadi pada

ruang subarakhnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan

yang menutupi otak) (Pudiastuti, 2011).

Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma

(51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler

kongenital, kelainan hematologik (misalnya trombotopenia, leukimia, anemia

aplastik), tumor, infeksi (seperti vaskulitis, sifilis, herpes simpleks, mikosis,

TBC), serta trauma kepala (Junaidi, 2011). Perdarahan subarakhnoid terjadi di

bawah jaringan pembungkus otak ( Pinzon, 2010). Perdarahan subarakhnoid dapat

disebabkan oleh sejumlah patologi. Darah dapat masuk ke ruang subarakhnoid

dari lesi arteri yang berlokasi di dalam ruang subarakhnoid, dari perdarahan

intraserebral yang berekstravasasi dalam ruang subarakhnoid, dari perdarahan

yang berasal dari ventrikel, atau dari ruptur pembuluh darah di dalam ruang

subdural, yang dapat menyebabkan perdarahan yang meluas ke seluruh lapisan

araknoid bagian luar (Alway, 2009).

Perdarahan subarakhnoid dibagi menjadi:

b.1 PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau PIS

b.2 PSA sekunder, adalah perdarahan yang berasal di luar subaraknoid, seperti

(7)

Tabel 2.1Perbedaan Intraserebral (PIS) dan Perdarahan Subarakhnoid (PSA) (Junaidi, 2011)

Gejala dan Tanda PIS PSA

Kelainan/defisit Hebat Ringan

Sakit kepala Hebat Sangat hebat

Kaku kuduk Jarang Biasanya ada

Kesadaran Terganggu Terganggu sebentar

Hipertensi Selalu ada Biasanya tidak ada

Lemah sebelah tubuh Ada sejak awal Awalnya tidak ada LCS Eritrosit > 5000/mm3 Eritrosit > 25.000/mm3

Angiografi Shift ada Shift tidak ada

CT-Scan Area putih Kadang normal

c. Perdarahan subdural (PSD)

Perdarahan subdural (PSD) merupakan perdarahan di otak yang terjadi

diantara durameter dan araknoid. Perdarahan dapat terjadi karena robeknya vena

jembatan yang menghubungkan vena di permukaan otak dengan sinus venosus di

dalam durameter dan bisa juga karena robeknya araknoid. Perdarahan subdural

biasanya disebabkan trauma kepala. Lesi terjadi diluar otak, baik di dalam

(subdural) maupun diluar (ekstradural) dura matern (Goldszmidt, 2009).

Jenis perdarahan subdural, antara lain (Goldszmidt, 2009):

c.1 Hematoma subdural akut, biasanya terjadi setelah trauma atau deselarasi cepat.

Tingkat mortalitas pada pasien yang mengalami trauma kepala berat adalah

tinggi (40-50%), dan banyak pasien yang bertahan hidup akan mengalami

defisit neurologis yang permanen.

c.2 Hematoma subdural subakut, terjadi 2 hari hingga 1 minggu setelah trauma

(8)

biasanya lebih ringan bila dibandingkan dengan hematoma subdural akut, dan

prognosisnya baik.

c.3 Hematoma subdural kronik terlihat dalam bentuk konfusi, nyeri kepala pagi

hari, ketidaksiaagaan dan/atau kelemahan 1-6 minggu setelah trauma kepala,

yang mungkin tidak dapat diingat pasien.

c.4 Hematoma ekstradural biasanya terjadi berupa hilang kesadaran mendadak

yang persisten. Jarang dijumpai perjalanan klasik hilang kesadaran sesaat

yang diikuti oleh interval lucid dan kemudian perburukan cepat. Hematoma

ekstradural sering terjadi akibat fraktur tengkorak yang merobek arteri

meningea media. Oleh karena pembuluh yang ruptur adalah arteri (sehingga

tekanannya lebih tinggi), perdarahan ini dapat menyebar secara cepat dan

menyebabkan terjadinya herniasi otak dan kematian.

(9)

Lokasi

Menurut Riskesdas 2007, stroke merupakan penyebab kecacatan kronik

yang paling tinggi pada kelompok umur di atas usia 45 tahun. Penyakit stroke

belakangan ini menyerang bukan hanya kelompok usia diatas 50 tahun, melainkan

juga kelompok usia produktif yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan,

dalam sejumlah kasus, penderita penyakit itu masih berusia dibawah 30

tahun(Junaidi, 2011). Di Sumatera Utara penderita stroke yang terdiagnosis nakes

pada usia 15-24 tahun (0,2‰), 25-34 tahun (0,6‰) dan 35-44 tahun (2,5‰)

(Riskesdas, 2013).

Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke

dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada

usia diatas 65 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan

lebih tingginya angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya hipertensi) pada

laki-laki (Pinzon, 2010). Menurut WHO 2006, stroke adalah penyebab kematian

terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit jantung dan kanker.

Prevalensi stroke pada populasi kulit putih berkisar antara 500-600 per 100.000

(10)

rawat inap oleh karena perdarahan intrakranial 3.716 orang. CFR penyakit stroke

tertinggi yang dirawat inap di rumah sakit adalah perdarahan intrakarnial sebesar

34,46% (Depkes RI, 2008).

b. Menurut tempat

Menurut Riskesdas tahun 2013 Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis

nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰),

Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke

berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan

(17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti Jawa Timur

sebesar 16 per mil. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis

nakes serta yang didiagnosis nakes atau gejala meningkat seiring dengan

bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1‰ dan 67,0‰).

Prevalensi stroke yang terdiagnosis nakes maupun berdasarkan diagnosis atau

gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi stroke cenderung

lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik yang didiagnosis

nakes (16,5‰) maupun diagnosis nakes atau gejala (32,8‰).Prevalensi stroke di

kota lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan diagnosis nakes(8,2‰) maupun

berdasarkan diagnosis nakes atau gejala (12,7‰) (Riskesdas, 2013). Prevalensi

stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07% lebih tinggi dari tahun

2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah kabupaten Kudus sebesar

1,84% (Dinas Kesehatan Prov. Jawa Tengah, 2012).

Jumlah penderita stroke dengan rata-rata berusia 60 tahun ke atas berada di

(11)

kelima terbanyak di Asia. Jumlah penderita stroke mencapai 8,3 per 100 populasi

di Indonesia dengan populasi sekitar 211 juta jiwa, berarti terdapat sekitar 1,7 juta

penderita stroke di Indonesia (Depkes RI, 2007). Dilaporkan di Selandia Baru 793

per 100.000 penduduk, di Prancis 1445 per 100.000 penduduk. Di China,

prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000

penduduk (WHO, 2011). Menurut American Heart Association yang dikutip oleh

Burhanuddin dan Wahiduddin (2013) jumlah penderita stroke di seluruh dunia

yang berusia dibawah 45 tahun terus meningkat. Pada konferensi ahli saraf

internasional di Inggris dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1.000 penderita

stroke berusia kurang dari 30 tahun. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa

kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit

jantung dan kanker kurang lebih dari 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di

tahun 2030.

c. Menurut waktu

Data yang diambil oleh Ismail Setyopranoto (2011) dari Unit Stroke RSUP

Dr Sardjito terlihat peningkatan jumlah kasus stroke, terutama stroke iskemik.

Tabel 2.3 Data pasien stroke di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, 2004 – 2009

No. Tahun Jenis Patologi Stroke Jumlah

Iskemik % Hemoragik %

1. 2004 229 78,97 61 21,03 290

2. 2005 291 78,44 80 21,56 371

3. 2006 307 72,38 117 27,59 424

4. 2007 305 74,93 102 25,07 407

5. 2008 358 70,61 149 29,39 507

(12)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kasus stroke iskemik yang

tertinggi adalah pada tahun 2008 yaitu 358 kasus (70,61%). Sedangkan pada

kasus stroke hemoragik, kasus yang tertinggi pada tahun 2009 yaitu 152 kasus

(30,00%).

2.5.2 Faktor Risiko Stroke Hemoragik a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol

1. Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan

meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. Empat puluh persen berumur

65 tahun dan hampir 13% berumur dibawah 45 tahun (Prodjodisastro,

2003).

2. Jenis Kelamin

Laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih tinggi dibandingkan

wanita, dengan perbandingan 1.3:1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan

wanita hampir tidak berbeda. Laki-lai yang berumur 45 tahun bila bertahan

hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko

bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik

sedangkan wanita lebih sering menderita perdarahan subarakhnoid dan

kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Junaidi, 2011).

3. Ras

Tingkat kejadian stroke diseluruh dunia tertinggi dialami oleh orang

Jepang dan Cina. Menurut Broderick melaporkan orang negro Amerika

(13)

kulit putih cenderung terkena stroke iskemik, akibat sumbatan

ekstrakranial lebih banyak(Junaidi, 2011). Orang kulit hitam dua kali lebih

mungkin untuk memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan

orang kulit putih (Stroke Association, 2016).

4. Riwayat Stroke

Dalam waktu 5 tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali

sebanyak 35% sampai 42% (Prodjodisastro, 2003).

b. Faktor risiko yang dapat dikendalikan

1. Stres

Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses

aterosklerosis adalah melalui peningkatan pengeluaran hormon

kewaspadaan oleh tubuh. Stres jika tidak dikontrol dengan baik akan

menimbulkan kesan pada tubuh adanya keadaan bahaya sehingga direspon

oleh tubuh secara berlebihan dengan mengeluarkan hormon-hormon yang

membuat tubuh waspada seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan

adrenalin. Dengan dikeluarkannya adrenalin atau hormon kewaspadaan

lainnya secara berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah

dan denyut jantung. Hal ini bila terlalu keras dan sering dapat merusak

dinding pembuluh darah dan menyebabkan terjadi plak. (Junaidi, 2011).

2. Tekanan darah tinggi

Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan

mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga

(14)

aterosklerosis melalui efek penekanan pada sel endotel/lapisan dalam

dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin

cepat. Seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya 140/90

mmHg atau lebih (Junaidi, 2011). Faktor ini merupakan risiko utama

terjadinya stroke iskemik dan perdarahan. Sering disebut sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin

besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga

memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak (Prodjodisastro,

2003). Stroke iskemik terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah

ke otak, sedangkan stroke perdarahan terjadi karena peningkatan tekanan

darah yang mendadak sedemikian rupa sehingga pembuluh darah di otak

pecah (karena tidak tahan menerima tekanan yang tinggi) (Prodjodisastro,

2003).

3. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir 2 kali lipat.

Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan

pada dinding pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi

komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan

darah (stroke iskemik) (Prodjodisastro, 2003).

4. Peminum alkohol

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh,

(15)

dan tekanan darah, dapat meruak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain-lain.

Semua ini mempermudah terjadinya stroke (prodjodisastro, 2003). Bila

minum banyak alkohol yaitu lebih dari 60 gram sehari maka akan

meningkatkan risiko stroke. Alkohol merupakan racun pada otak dan pada

tingkatan yang tinggi dapat mengakibatkan otak berhenti berfungsi

(Junaidi, 2011).

5. Aktivitas fisik rendah

Aktivitas fisik secara teratur dapat menurunkan tekanan darah dan gula

darah, meningkatkan kadar kolestrol HDL, dan menurunkan kolestrol

LDL, menurunkan berat badan, mendorong berhenti merokok. Hidup

secara aktif dapat membantu tubuh mengontrol berat bdan serta

mengurangi risiko serangan jantung dan stroke. Olahraga rutin tidak hanya

membentuk kemampuan sistim kardivaskuler namun juga membangun

kemampuan untuk mengatasi stres baik fisik maupun psikis/emosional.

Olahraga rutin mampu menghilangkan lemak darah, gula, kolestrol,

menurunkan tekanan darah tinggi dan obesitas (Junaidi, 2011).

6. Kencing manis (Diabetes melitus)

Kencing manis menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena

konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes

peningkatan kadar lemak darah sangat meningkatkan risiko penyakit

jantung dan stroke. Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis baik

pada pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar di seluruh

(16)

glukosa darah yang tinggi pada stroke akan memperbesar meluasnya area

infark (sel mati) karena terbentuknya asam laktat akibat metabolisme

glukosa yang dilakukan secara anaerob (oksigen sedikit) yang merusak

jaringan otak. Peningkatan risiko stroke pada pasien diabetes diduga

karena hiperinsulinemia, peningkatan kadar trigliserida total, kolestrol

HDL turun, hipertensi dan gangguan toleransi glukosa, serta berkurangnya

fungsi vasodilatasi arteriol serebral (Junaidi, 2011).

7. Obesitas (Kegemukan)

Obesitas atau kegemukkan dapat meningkatkan kejadian stroke terutama

bila disertai dengan dislipidemia dan atau hipertensi, melalui preoses

aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat

efek snoring atang mendengkur dan sleep apnes, karena terhentinya suplai

oksigen secara mendadak di otak. Kegemukan juga membuat seseorang

cenderung mempunyai tekanan darah tinggi, meningkatkan risiko

terjadinya penyakit kencing manis/diabetes, juga meningkatkan produk

sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan/radikal bebas

(Junaidi, 2011).

2.6Gejala Stroke Hemoragik

2.6.1 Perdarahan Intaserebral (PSI)

Stroke akibat perdarahan intraserebral mempunyai gejala prodromal yang

tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertema. Serangan seringkali siang hari,

saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepala yang hebat. Mual dan muntah

(17)

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut berupa (Pudiastuti,

2011):

a. Gangguan penglihatan

b. Kelumpuhan wajah atau anggota badan yang timbul mendadak

c. Vertigo, muntah-muntah atau nyeri kepala

d. Gangguan semibilitas pada salah satu atau lebih anggota badan

e. Disartria (bicara pello atau cadel)

f. Perubahan mendadak status mental)

g. Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan)

h. Ataksia (tungkai atau anggota badan)

2.6.2 Perdarahan Subaraknoid (PSA)

Perdarahan subarakhnoid (PSA) terjadi sekitar 5% dari seluruh stroke.

PSA biasanya terjadi dengan nyeri kepala hebat yang terjadi mendadak, dapat

disertai berkurangnya derajat kesadaran atau hilangnya kesadaran. Nyeri kepala

yang dirasakan sering merupakan nyeri kepala terhebat yang pernah dialami

pasien, tetapi nyeri kepala yang lebih ringan juga dapat terjadi pada PSA. Akibat

darah mengiritasi meningers, pasien dapat juga mengeluhkan kaku leher, nyeri

punggung, dan fotofobia. Seiring berjalannya waktu, darah pada PSA memiliki

efek (massa atau lainnya) pada bagian otak sehingga menghasilkan gejala

neurologis fokal atau kejang. Jika perdarahan subarakhnoid ini masif, keadaan

pasien dapat berupa kehilangan kesadaran secara mendadak dan kolaps (Alway,

(18)

Penyebab utama perdarahan subarakhnoid adalah aneurisma intrakranial.

Sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi nyeri kepala yang

hebat dan mendadak, hilangnya kesadaran, fotofobia, meningismus, mual, dan

muntah. Tanda-tanda peringatan perdarahan subarkhnoid berupa nyeri kepala

yang mendadak dan kemudia hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala

disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita

mengalami serangan seperti “disambar petir” (Harsono, 1996).

Pada pasien dengan perdarahan subaraknoid didapatkan gejala prodromal

berupa nyeri kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat

bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila

ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a.komunikans

anterior atau a.karotis interna (Pudiastuti, 2011). Gejala klinis perdarahan

subarakhnoid (PSA) antara lain (Junaidi, 2011):

1. Sakit kepala mendadak dan hebat dimulai dari leher

2. Nausea dan vomiting (mual dan muntah)

3. Fotofobia (mudah silau)

4. Paresis saraf okumotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi

5. Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik)

6. Kaku leher/kuduk (meningismus), bila pasien masih sadar

7. Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran hilang

(19)

2.6.3 Perdarahan Subdural (PSD)

Penderita yang mengalami perdarahan subdural akan mengalami nyeri

kepala ringan, lambat laun akan mengalami nyeri kepala yang hebat dan biasanya

terjadi didaerah dahi. Dapat disertai mual dan muntah, penglihatan dapat juga

terganggu karena pembengkakan pada papil (Harsono, 2009). Kebanyakan

perdarahan subdural disebabkan oleh laserasi vena-vena korteks atau vena-vena

penghubung akibat adanya trauma kepala. Berdasarkan ketepatan dan ukuran

hematoma, gejala bervariasi dari gangguan status mental dan kesiagaan yang

terjadi cepat hingga yang terjadi perlahan, kelemahan dan baal ringan pada satu

sisi (Goldszmidt, 2009).

2.7 Diagnosis Stroke Hemoragik 2.7.1 Anamnesis

Anamnesis pada penderita stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial

(Mutaqqin, 2008).

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesi yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik yang sering dilakukan pada pasien meliputi

pemeriksaan umum (suhu tubuh, gizi, tekanan darah, anemia, paru, jantung,

denyut nadi) dan pemeriksaan fungsi saraf (tingkat kesadaran, fungsi serebral,

saraf kranial, sistem motorik, respon refleks, dan sistem sensorik) (Mutaqqin,

(20)

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang stroke menurut Mutaqqin(2008) yaitu:

a. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malforasi vaskular.

b. Lumbal pungsi

Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal

menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan

pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya

proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai

pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya

warna likuor masih normal sewaktu hari-hari pertama.

c. CT scan

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya

secara pasti.

d. MRI

MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang

magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan

(21)

e. USG doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena(masalah sistem

karotis).

f. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik

dalam jaringan otak.

2.8 Letak Kelumpuhan

2.8.1 Kelumpuhan Sebelah Kanan (Hemiparesis Dextra)

Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak (Hemispere Kiri Otak) yang

menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya

mempunyai kekurangan dalam komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori

visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus

dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi

kita harus lebih banyak menggunakan body language (bahasa tubuh) (Harsono,

2007).

2.8.2 Kelumpuhan Sebelah Kiri (Hemiparesis Sinistra)

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak (Hemispere kanan otak) yang

menyebabkan kelumpuhan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah

kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan

memori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita memberikan perhatian hanya

kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihatnya

(22)

2.8.3 Kelumpuhan Kedua Sisi (Paraparesis)

Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi

pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan diikuti sisi lain.

Timbul gangguan psedobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan

tanda-tanda hemiplegi dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan

kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi (Harsono, 1996).

2.9 Lokasi Perdarahan Stroke Hemoragik a. Ganglion basalis

Ganglion atau ganglia basalis merupakan substansi grisea yang terletak di di

ensepalon pada kedua sisi thalamus dan otak tengah bagian atas yang memproses

dan mempengaruhi informasi. Ganglia basalis penting untuk pemikiran yang

disengaja (Mutaqqin, 2008).

b. Serebrum

Serebrum merupakan bagian otak yang terdiri dari lobus frontal, lobus

parietal, lobus temporal dan lobus oksipital. Serebrum berfungsi sebagai proses

pikiran alam sadar dan intelektual, pemproses dan menyimpan memori, serta

regulasi alam sadar dan bawah sadar dari kontraksi otot rangka. Serebrum terdiri

dari hemifer kanan dan kiri yang dibagi oleh suatu lekuk atau celah dalam disebut

fisura longitudinal mayor kedua hemifer saling dihubungkan oleh suatu pita

serabut lebar yang disebut korpus kolostrum. Hemifer kanan berfungsi sebagai

keterampilan, seni dan perasaan. Sedangkan hemifer kiri mengendalikan bahasa

(23)

c. Serebelum

Serebelum berada di otak belakang sebelah posterior batang otak.

Serebelum membantu mempertahankan keseimbangan dan bertanggungjawab

untuk respon otot rangka halus menghasilkan gerakan volunteer yang baik dan

terarah. Serebelum atau otak kecil juga berfungsi untuk mengontrol gerakan cepat

dan berulang yang diperlukan untuk aktivitas seperti mengetik, bermain piano,

dan mengendarai sepeda (Mutaqqin, 2008).

d. Batang otak

Batang otak tersusun dari pons, medulla oblongata, dan mensafalon (otak

tengah). Di batamg otak terdapat sel yang mengontrol fungsi sistem

kardiovaskuler dan pernafasan. Sepuluh dari dua belas saraf kranial yang

mengontrol fungsi saraf motorik dan sensorik mata, wajah, lidah, dan leher keluar

dari batang otak. Fungsi sekresi dan motorik saluran gastrointestinal dan fungsi

sensorik pendengaran dan pengecapan juga dikontrol oleh saraf kranial

(Mutaqqin, 2008).

2.10 Tindakan Medis Stroke Hemoragik 2.10.1 Tindakan Konservatif

Jenis dan makna klinis tindakan konservatif stroke, yaitu (Mutaqqin, 2008):

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,

tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial

c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran

(24)

trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan

agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma

d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya

trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler

2.10.2 Tindakan Operatif

Tujuan utama tindakan operatif adalah memperbaiki aliran darah serebral.

Jenis dan makna klinis tindakan operatif terhadap stroke, yaitu (Mutaqqin, 2008):

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan

membuka arteri karotis di leher

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya

paling dirasakan oleh klien TIA

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

2.11 Pencegahan Stroke Hemoragik 2.11.1 Pencegahan Primer

Langkah pertama dalam mencegah stroke adalah dengan memodifikasi

gaya hidup dalam segala hal, memodifikasi faktor risiko dan kemudian bila

dianggap perlu baru dilakukan terapi dengan obat untuk mengatasi penyakit

dasarnya. Menjalani gaya hidup sehat dengan pola makan yang sehat, istirahat

cukup, mengelola stres, mengurangi kebiasaan yang dapat merugikan tubuh

seperti merokok, makan berlebihan, makanan yang banyak mengandung lemak

jenuh, kurang aktif berolahraga (Junaidi, 2011). Pencegahan primer stroke yaitu

(25)

a. Mengontrol terjadinya stroke dengan hindari merokok, hindari minum

alkohol, hindari kegemukan, hindari konsumsi garam berlebihan.

b. Mengurangi: kolestrol dan lemak dalam makanan

c. Mengendalikan: hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung (misalnya

fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), penyakit

vaskuler aterosklerotik lainnya.

d. Menganjurkan: konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur minimal 3 kali

seminggu selama 20-30 menit misalnya bersepeda, berenang, jalan cepat.

e. Ubah pola dan gaya hidup. Dapat dilakukan dengan pola makan yang baik

dan sehat (seimbang kebutuhan antara pemasukan dan pengeluaran)

melakukan aktifitas fisik yang dapat membakar kalori, sikap hidup yang rilek

dan cukup istirahat, serta mengendalikan berat badan.

2.11.2 Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan untuk mencegah berlanjutnya cedera atau

penyakit dari suatu kerusakan kearah ketidakmampuan. Suatu kerusakan sudah

terjadi tapi ketidakmampuan (ability) dapat dilakukan sedini mungkin.

Pencegahan sekunder lebih diarahkan untuk mengendalikan faktor resiko,

medikamentosa, dan tindakan invasive. Kecenderungan penderita stroke

hemoragik dalam keadaan koma, maka pengobatan yang akan dilakukan lebih

menjaga kondisi penderita dengan memperhatikan oksigen yang dibutuhkan

cukup, menjaga tekanan dan komposisi darah, mencegah timbulnya edema otak

(26)

secara kausal dengan memberikan obat seperti traneksamat dengan tujuan

haemostatis (Harsono, 2009).

2.11.3 Pencegahan Tersier

Menurut yayasan stroke Indonesia pertolongan yang harus dicari apabila

ada gejala awal stroke adalah gejala awal stroke adalah segera bawa ke rumah

sakit. Waktu pemulihan aliran darah ke otak yang terganggu sangat pendek yaitu

hanya sekitar 3 jam dimulai sejak tanda awal stroke terjadi. Pertolongan yang

cepat dan akurat harus segera dilakukan untuk menghindari kematian dan

kecacatan yang menetap.

Salah satu upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah upaya

rehabilitasi. Maksud dan tujuan diadakannya rehabilitasi adalah menjaga

kemampuan fisik, rohani, sosial, dan kemampuan untuk bekerja seoptimal

mungkin. Program rehabilitasi akan meliputi (Junaidi, 2011):

a. Fisioterapi, fisioterapi merupakan pelatihan gerakan peregangan atau

tindakan lainnya yang memainkan peranan penting dalam pelatihan.

Fisioterapi dilakukan sesegera mungkin setelah serangan stroke, satu hingga

tiga hari setelah terkena stroke. Tujuan fisioterapi untuk membantu

menyelesaikan tugas sehari-hari.

b. Terapi okupasional, bertujuan menetapkan kesanggupan dan koordinasi.

Terapi ini untuk mengatasi penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari.

c. Terapi bicara, pelatihan ini untuk menolong pasien mampu berkomunikasi.

(27)

2.12 Kerangka Konsep

Karakterisktik Penderita Stroke Hemoragik

1. Faktor sosiodemografi Umur

Jenis kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan

Status Perkawinan Tempat tinggal

2. Keluhan utama saat pertama datang berobat 3. Letak kelumpuhan

4. Faktor risiko 5. Hasil CT-Scan 6. Lokasi perdarahan 7. Penatalaksanaan medis 8. Lama rawatan rata-rata 9. Sumber biaya

Gambar

Tabel 2.1Perbedaan Intraserebral (PIS) dan Perdarahan Subarakhnoid
Tabel 2.2 Stroke Hemoragik: Gambaran Klinis(Goldszmidt, 2009):
Tabel 2.3 Data pasien stroke di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito Yogyakarta,

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 17 ayat (2) huruf g angka 2) huruf a) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan

Metode ini dilakukan dengan mengikuti prosedur tertentu dengan dilakukan dengan mengikuti prosedur tertentu dengan maksud untuk memahami pengaruh suatu kondisi yang maksud

Karya tiga dimensi yang telah dibuat nantinya akan digunakan sebagai bahan pembuatan maket lingkungan tempat tinggal.. Oleh karena itu, pertimbangkanlah benda yang

Aspek kebaruan meliputi kemampuan (1) menggunakan strategi yang bersifat baru, unik, atau tidak biasa untuk menyelesaikan masalah; atau (2) memberikan contoh atau

Pokja ULP/Panitia Pengadaan Sarana Pendukung Pelayanan Kontrasepsi pada Satuan Kerja Perwakilan BkkbN Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana (Lelang

perencanaan awal. Pada tahap ini pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw. 3)Tahap pengamatan

Secara garis besar menurut Healy (1985) menyatakan bahwa penggunaan transaksi discretionary accruals, manajemen dapat mempengaruhi laba dengan mengendalikan jumlah

Ayo belajar (tepuk tangan 3 kali) Bila kau ingin cerdas.. Bila kau ingin pintar Ayo