• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Bab ini pertama menganalisis wacana WB dari segi bahasa yang meliputi

peranti kohesi gramatikal dan kohesi leksikal, kedua menelaah nilai-nilai pendidikan

yang terkandung dalam WB, ketiga mendeskripsikan relevansi WB dengan

pembelajaran BJ di sekolah.

Kohesi merupakan salah satu aspek utama dalam analisis wacana. Peranti kohesi sangat menetukan kepaduan dan kebermaknaan wacana. Dengan kata lain, wacana yang padu ialah wacana yang secara gramatikal/bentuk bersifat kohesif dan secara semantik atau hubungan makna bersifat koheren.

Seperti yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, bahwa sarana untuk membentuk wacana yang kohesif dan koheren pastilah didukung adanya peranti kohesi baik grmatikal maupun leksikal sebagai benang pengikat wacana atau perekat antarkalimat/antarparagraf yang mendukung kepaduan wacana. Dalam hal ini yang dimaksud sebagai benang pengikat wacana tersebut adalah peranti kohesi gramatikal dan peranti kohesi leksikal. Peranti kohesi gramatikal yang ditemukan dalam penelitian ini meliputi: (1) pengacuan (referensi), (2) pelesapan (elipsis), (3) penyulihan (subtitusi), dan (4) perangkaian (konjungsi). Peranti kohesi leksikal yang ditemukan meliputi: (1) pengulangan (repetisi), (2) padan kata (sinonimi), (3) lawan kata (natonimi), (4) sanding kata (kolokasi), (5) kesepadanan (ekuivalensi), dan (6) hubungan atas bawah (hiponimi).

Wacana BJ, dalam hal ini adalah WB terdapat peranti kohesi gramatikal dan

leksikal yang dipaparkan dalam satuan lingual yang berbeda-beda. Adapun uraiannya dapat diperhatikan pada analisis data berikut ini.

(2)

1. Peranti Kohesi Wacana

a. Peranti Kohesi Gramatikal

1) Pengacuan (referensi)

Pengacuan (referensi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (referen) yang mendahului ataupun mengikutinya. Pengacuan (referensi) yang dimaksud diwujudkan dalam bentuk pronomina. Dalam penelitian ini ditemukan dua jenis pronomina, yaitu pengacuan persona (pengacuan kata ganti orang) dan pengacuan demonstratif (pengacuan kata ganti penunjuk).

a) Pengacuan persona

Pengacuan persona terealisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), persona kedua (persona II), dan persona ketiga (persona III) baik yang tunggal maupun jamak serta bentuk terikat maupun bebas.

Pronomina persona pertama (persona I) tunggal baik yang bentuk bebas maupun terikat yang ditemukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Data (4)

“Ya ngono iku, piwulang sing bisa dijupuk saka potelot. Kaya sing wis

dakandharake mau, yen kowe bisa nindakake lan ngugemi

piwulang-piwulang kuwi, uripmu bakal luwih migunani,” simbah putri mungkasi critane karo menerake anggone lenggah. [PS/PSP/14]

„Begitulah, piwulang yang bisa diambil dari pensil. Seperti apa yang telah saya jelaskan tadi, kalau kamu bisa melaksanakan dan percaya pada piwulang-piwulang itu, hidupmu akan berguna,” nenek mengakhiri ceritanya sambil membenahi duduknya.‟

Pada data (4) terdapat bentuk pengacuan pronomina persona I tunggal lekat

kiri yang ditandai oleh klitik dak „saya‟ yang melekat pada kata dakandharake „saya

jelaskan‟ yang mengacu pada referen yang terdapat dalam teks (bersifat endofora) dan berada di sebelah kanan atau disebutkan kemudian (kataforis) yaitu mengacu pada simbah putri „nenek‟ sebagai penutur dalam tururan di atas.

(3)

Data (5)

“Inggih, mBah. Dakusahakake supaya saged ngugemi lan nindakaken

piwulang-piwulang saking potelot menika, “kandhane putune ngyakinake. [PS/PSP/15]

„Ya, Nek. Saya usahakan supaya bisa sungguh-sungguh dan melaksanakan piwulang-piwulang dari pensil tersebut,” kata cucunya meyakinkan.‟

Sama seperti pembahasan sebelumnya, pada data (5) ini, terdapat klitik dak

„saya‟ yang merupakan pengacuan pronomina persona I tunggal yang mengacu pada cucu nenek. Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan itu, maka dapat diidentifikasikan sebagai kategori jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (karena acuhannya terdapat dalam teks dan terletak disebelah kanan atau disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal lekat kiri (melekat pada kata dakusahakake „saya usahakan‟.

Data (6)

Krungu pangalembana kasebut, wit kuwi mangsuli, “Suwun mitraku.

Nggaweya susuhan ing pangku kene.” [PS/SSKS/3]

„Mendengar pujian tersebut, pohon itu menjawab, “Terima kasih sahabatku. Buatlah sarang di rantingku sini.‟

Data (7)

“Yen, kowe pengin ngrasakake wohku, mangga, jupuken lan rasakna,”

kandhane wit iku marang si Kenari. [PS/SSKS/5]

„Kalau, kamu ingin merasakan buahku, silakan mengambil dan rasakan,” kata pohon itu kepada si Kenari.‟

Pada data (6) dan (7) di atas terdapat kasus yang sama yaitu terdapat pronomina persona I tunggal terikat lekat kanan yang diketahui dari enklitik -ku yang melekat pada kata mitraku „sahabatku‟ dan pangku „dahanku‟ pada data (6) dan kata wohku „buahku‟ pada data (7). Satuan lingual –ku tersebut semuanya mengacu pada wit „pohon‟ yang terdapat di dalam teks. Dari identifikasi tersebut, satuan lingual –ku yang melekat pada kata mitraku „sahabatku‟, pangku „dahanku‟, dan wohku „buahku‟ merupakan jenis kohesi gramatikal endofora anaforis (unsur yang diacu berada di

(4)

dalam teks yang disebutkan terdahulu atau antesedennya berada di sebelah kiri) melalui pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan.

Data (8)

Weruh wit kuwi krasa lara, manuk Platuk kuwi banjur njlentrehake, “Aku

weruh sajroning awakmu ana uler, dakthotholi ben metu. Merga yen ora

dakthotholi, awakmu bisa dadi lara.” [PS/SSKS/6]

„Melihat pohon itu merasakan sakit, burung Pelatuk itu kemudian menjelaskan, “Saya melihat disekujur tubuhmu ada ulat, saya patuki agar keluar. Karena kalau tidak saya patuki, kamu bisa jadi sakit.‟

Pada kutipan data (8) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk

bebas yang ditandai dengan kata aku „saya‟ dan pronomina persona I tinggal bentuk

terikat lekat kiri yang ditandai dari satuan lingual dak- yang melekat pada kata

dakthotholi „saya patuki‟, semuannya mengacu pada manuk platuk „burung pelatuk‟

yang terdapat di dalam teks. Dengan ciri-ciri yang telah disebutkan tersebut maka

kata kula „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan persona I tunggal

bentuk bebas, sedangkan klitik dak- merupakan pengacuan persona I tunggal bentuk

terikat lekat kiri. Kedua satuan lingual tersebut merupakan pengacuan endofora anaforis karena referen/acuhannya terdapat di dalam teks, tepatnya mengacu pada antesenden di sebelah kiri atau mengacu pada unsur/referen yang telah disebutkan terdahulu.

Kemudian untuk mengetahui kadar keintian unsur lingual (pronomina persona) yang menjadi fokus pembahasan, maka selajutnya akan diuji dengan teknik lesap.

(8a.)*Weruh wit kuwi krasa lara, manuk Platuk kuwi banjur njlentrehake, “Ф weruh sajroning awakmu ana uler, Фthotholi ben metu. Merga yen ora Фthotholi, awakmu bisa dadi lara.”

*„Melihat pohon itu merasakan sakit, burung Pelatuk itu kemudian menjelaskan, “Ф melihat disekujur tubuhmu ada ulat, Фpatuki agar keluar. Karena kalau tidak Фpatuki, badanmu bisa jadi sakit.”

(5)

Hasil analisis data (8a) setelah dikenai teknik lesap pada pronomina persona

aku „saya‟ dan dak-, tuturannya menjadi tidak gramatikal karena unsur tersebut

menjabat fungsi penting dalam kalimat, sehingga unsur tersebut wajib hadir dalam struktur kalimat tersebut, dengan kata lain unsur tersebut merupakan unsur inti dalam struktur kalimat.

Penggunaan kata aku „saya‟ dan dak- „ku-„ pada struktur tersebut memberi

efek kepada pembaca seolah-olah dapat memerankan langsung apa yang dilakukan oleh pelaku dalam teks (manuk platuk „burung pelatuk‟).

Data (9)

“Pancen lamis pangucapmu. Kowe notholi aku, mesthi arep mateni aku ta.

Wis saiki ngaliha, ngaliha adoh saka aku!” kandhane wit kuwi sengit.

[PS/SSKS/7]

“Memang manis ucapanmu. Kamu mematuki saya, pasti akan membunuhku, ya kan. Sudah sekarang pergilah, pergilah menjauh dariku!” kata pohon itu sinis.

Pada data (9) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas aku

„saya‟ yang mengacu pada unsur lain yang berada dalam teks yang disebutkan

kemudian yaitu kata wit „pohon‟. Dengan ciri-ciri seperti itu maka kata aku „saya‟

termasuk kategori kohesi gramatikal pengacuan (referensi) endofora (karena acuhannya terdapat dalam teks), yang bersifat kataforis (karena mengacu pada unsur yang disebutkan berikutnya atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui satuan lingual berupa pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Kemudian data diuji dengan teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan (pronomina persona I aku saya‟).

(9a) * “Pancen lamis pangucapmu. Kowe notholi Ф, mesthi arep mateni Ф ta.

Wis saiki ngaliha, ngaliha adoh saka Ф!” kandhane wit kuwi sengit.

[PS/SSKS/7]

* „Memang manis ucapanmu. Kamu mematuki Ф, pasti akan membunuh Ф, ya kan. Sudah sekarang pergilah, pergilah menjauh dari Ф!” kata pohon itu sinis.‟

(6)

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, ternyata data (9a) menjadi tidak gramatikal atau tidak berterima, dengan alasan informasi yang disampaikan menjadi tidak jelas/tidak komplet. Dengan argumen tersebut maka, unsur pronomina persona I aku „saya‟ wajib hadir dalam struktur tuturan tersebut.

Seperti pada data sebelumnya, penggunaan kata aku „saya‟ pada struktur

tersebut pengarang lakukan untuk memberi efek menempatkan pembaca seolah-olah

memerankan langsung apa yang dilakukan oleh pelaku dalam teks (wit „pohon‟),

sehingga pembaca seakan-akan berinteraksi langsung dan merasakan langsung apa yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita pengarang.

Data (10)

Wit kasebut kandha, “Sing nembang lan menehi pepuji durung mesthi dadi kanca, nanging sing gelem nuduhake kakurangan lan gelem ngrewangi

ngluwari masalahku, yakuwi kanca sejati.” Mangkono tembange wit ksb.

[PS/SSKS/14]

„Pohon tersebut berkata, “Yang menyanyikan dan memberi pujian belum pasti sahabat, akan tetapi yang mau menunjukan kekurangan dan mau membantu memecahkan masalahku, itulah sahabat sejati.” Begitu nyanyian pohon tersebut.‟

Pada data (10) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kanan yang ditandai dengan satuan lingual –ku pada kata masalahku yang

mengacu pada wit „pohon‟ yang terdapat di dalam teks yang terletak di sebelah kanan

atau disebutkan kemudian. Dengan ciri-ciri semacam itu maka –ku adalah jenis

kohesi gramtikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan.

Data (11)

“Prajurit, aku krungu yen ing kutha Bagdad iki ana wargaku kang misuwur

nduweni sipat kang sabar, tlaten lan jujur, mula kowe takutus supaya

mbuktekake apa kahanan kasebut iku pancen bener. Menawa kahanan kang

kaya mangkono iku bener, aku bakal menehi kanugrahan.”

“Kados pundi cara kula mbuktekaken perkawis punika sang raja?”

[PS/TAW/5]

„Prajurit, saya mendengar bahwasanya di kota Bagdad ini ada wargaku yang terkenal mempunyei sifat yang sabar, teliti, dan jujur, maka kamu saya utus

(7)

supaya membuktikan apakah keberadaan tersebut memang benar. Kalau keadaan tersebut memang benar, saya akan memberikahan anugerah.”

“Bagaimana cara hamba membuktikan masalah tersebut sang raja?‟

Pada data (11) di atas terjadi dua tuturan yang pertama dituturkan oleh sang raja di kota Bagdad dan tuturan kedua dituturkan oleh seorang prajurit. Pada tuturan

pertama terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas aku „saya‟ dan

pronomina persona I tunggal bentuk terikat yaitu –ku dan tak-, ketiga referensi

tersebut mengacu pada unsur lain yang berada dalam teks sebelumnya, yaitu sang raja Bagdad yang bijaksana (orang menuturkan itu). Dengan ciri-ciri yang disebutkan

tersebut maka satuan lingual aku, -ku, dan tak- „saya‟ merupakan jenis kohesi

gramatikal pengacuan endofora anaforis (karena acuhannya berada dalam teks dan terletak di sebelah kiri atau antesedennya disebutkan sebelumnya), hanya bedanya kata aku „saya‟ merupakan pronomina persona I tunggal bentuk bebas, sedangkan –ku dan tak- merupakan pronomina persona I tunggal bentuk terikat yang masing-masing secara berturut-turut terikat lekat kanan dan terikat lekat kiri.

Pada tuturan kedua terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas kula

„saya‟ yang mengacu pada prajurit. Hal itu diketahui dari sebutan/panggilan yang diucapkan oleh penutur pada tuturan pertama. Dengan ciri-ciri seperti yang telah

disebutkan itu maka kata kula „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan

endofora anaforis melalui satuan lingual berupa pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Perbedaan pronomina perosona I tunggal bentuk bebas pada tuturan pertama

aku dengan tuturan kedua kata kula „saya‟ adalah aku „saya‟ merupakan bentuk

leksikon ngoko sedangkan kula „saya‟ merupakan leksikon krama. Penggunaan

leksikon ngoko digunakan pada struktur/konstruksi tuturan ngoko, sebaliknya

leksikon krama digunakan pada struktur tuturan ragam krama. Penggunaan ragam ngoko digunakan oleh orang/penutur yang status sosialnya lebih tinggi kepada lawan tutur yang status sosialnya lebih rendah (sang raja kepada prajurit), sebaliknya ragam krama digunakan oleh bawahan kepada atasan (prajurit kepada raja).

(8)

Data (12)

“Pak, aku kepengin nggolek wedhus kanggo diulah ing omahe wong kang

nduwe gawe. Kabeneran daksawang wedhusmu akeh banget, mula aku

nembung bakal nuku wedhusmusiji bae,” kandhane wong kuwi. [PS/TAW/8]

„Pak, saya ingin mencari kambing untuk dimasak di rumah orang yang punya hajat. Kebetulan saya melihat kambingmu banyak sekali, maka saya meminta akan membeli kambingmu satu saja,” kata orang itu.‟

Pada data (12) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku „saya‟) dan bentuk terikat (dak- „ku-„). Kedua pronomina persona tersebut mengacu

pada seorang prajurit kerajaan Bagdad yang menyamar menjadi seorang blantik

hewan. Hal itu meskipun tidak terdapat dalam kutipan data di atas namun dapat diketahui dari paragraf sebelumnya. Oleh karenanya, dengan ciri-ciri tersebut maka

satuan lingual aku dan dak- merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan persona I

tunggal endofora anaforis (unsur lain yang di acu terdapat dalam teks yaitu pada paragraf sebelumnya).

Data (13)

“Nuwun sewu pak, menda niki gadhahan bendara kula, pramila kula mboten

wenang ngedol menda punika tanpa ijin saking bendara kula,” wangsulane

pak Abu. [PS/TAW/9]

„Maaf Pak, kambing ini kepunyaan juragan saya, maka dari itu saya tidak berwenang menjual kambing tersebut tanpa seizin dari juragan saya,” jawab Pak Abu.‟

Pada data (13) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai dengan kata kula „saya‟ yang mengacu pada Pak Abu (penutur) yang

terdapat dalam teks yang disebutkan kemudian. Dengan ciri-ciri seperti yang

disebutkan itu maka kula „saya‟ pda data (13) merupakan jenis kohesi gramtikal

pengacuan endofora (karena unsur yang diacu berada dalam teks), bersifat kataforis (karena acuhannya disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui satuan lingual berupa pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

(9)

Data (14)

“Wedhus sing mbokngon iku cacahe akeh, mula yen daktuku siji bae

bendaramu mesthi ora weruh.”

“Inggih, bendara kula mboten mangertosi, nanging Gusti Allah ingkang

pirsa.” [PS/TAW/10]

„Kambing yang kamu gembala itu banyak jumlahnya, maka daritu kalau saya beli satu saja juraganmu pasti tidak tahu.”

“Ya, juragan saya tidak mengetahui, tetapi Allah yang Mahatahu.‟

Pada data (14) di atas terdiri dari dua tuturan. Tuturan pertama dilalkukan

oleh prajurit yang menyamar sebagai blantik hewan, dan pada tuturan kedua

dituturkan oleh Pak Abu sebagai pengembala kambing. Pada tuturan pertama terdapat

pengacuan persona I tunggal terikat lekat kiri yang ditandai oleh satuan lingual dak-

yang melekat pada kata daktuku „kubeli‟yang mengacu pada seorang prajurit yang

menyamar sebagai blantik/ pembeli kambing. Dengan ciri-ciri tersebut maka satuan

lingual dak- merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan persona I tunggal terikat

lekat kiri.

Tuturan kedua terdapat pronomina persona kula „saya‟ yang merupakan

pronomina persona I tunggal bentuk bebas yang mengacu pada Pak Abu si penggembala kambing. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu maka satuan

lingul kula „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena

acuhannya berada dalam teks) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Data (15)

“Pak Abu, aku kepengin nuku wedhusmu kabeh iki, bakal daknggo pista ing

istana lan kowe aja sumelang mengko uga bakal dakundang ing pista

kasebut.” [PS/TAW/14]

„Pak Abu, saya ingin membeli semua kambingmu ini, akan saya pakai untuk pesta di istana dan kamu jangan kawatir nanti juga akan saya undang di pesta tersebut.‟

Pada data (15) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas yang ditandai oleh satuan

(10)

lingual aku „saya‟ dan pronomiona persona I tunggal bentuk terikat yang ditandai

oleh satuan lingual dak- „ku-„ yang melekat pada verba nggo „untuk‟ dan kata

dakundang „kuundang‟. Satuan lingual pronomina persona I tunggal tersebut

mengacu pada unsur lain, yaitu raja Bagdad. Sesuai ciri-ciri yang disebutkan tersebut

maka satuan lingual aku „saya‟ dan dak- „ku-„ merupakan jenis kohesi gramatikal

pengacuan endofora melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku „saya‟)

dan pengacuan persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri (dak-). Data (16)

“Nuwun sewu sang raja, menda punika sanes gadhahan kula saengga kula

mboten wantun ngaturaken kagem panjenengan. Saupami menda punika

gadhahan kula, tanpa panjenengan tumbas sampun kula aturaken

panjenengan kanthi iklas.”[PS/TAW/15]

„Mohon ampun sang raja, kambing ini bukan kepunyaan saya sehingga saya tidak berani memberikan untuk baginda. Kalau saja kambing ini milik saya, tanpa baginda membelinya sudah saya berikan pada baginda dengan ikhlas.‟ Pada data (16) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas kula „saya‟ yang mengacu pada Pak Abu. Pada tuturan data di atas menggunakan struktur

ragam krama, sehingga leksikon-leksikon yang digunakan menggunakan leksikon

krama termasuk penmggunaan pronomina personanya. Penggunaan ragam krama

tersebut didasarkan oleh status sosial penutur (rakyat biasa) yang lebih redah daripada mitra tuturnya (sang raja Bagdad). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual

kula „saya‟ merupakan kohesi gramatikal pengacuan endofora melalui pronomina

persona I tunggal betuk bebas. Data (17)

“Iya pak Abu, nanging aku butuh banget wedhus iku kanggo pistaku. Yen

kowe ora ngolehi daktuku kabeh, aku tuku siji bae. Menawa mung kalong

wedhus siji mesthine rak bendaramu ora weruh.”[PS/TAW/16]

„Ya Pak Abu, tetapi saya butuh sekali kambing itu untuk pestaku. Kalau kamu tidak membolehkan saya membeli semuanya, saya membeli satu saja. Kalau hanya berkurang satu kambing saja pastinya juraganmu tidak akan tahu.‟

(11)

Pada data (17) di atas terdapat pronomina persona I tunggal yang terdiri dari bentuk bebas aku „saya‟ dan bentuk terikat lekat kanan –ku dan terikat lekat kiri dak-. Semua pronomina persona tersebut mengacu pada raja Bagdad, walaupun tidak terdapat dalam kutipan namun dapat diketahui dari dalam teks keseluruhan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku, -ku, dan dak- merupakan jenis kohesi gramatikal endofora (unsur yang diacu berada dalam teks) yang secara berturut-turut merupakan pronomina persona I tunggal bentuk bebas, bentuk terikat lekat kanan dan bentuk terikat lekat kiri.

Data (18)

“Saestu sang raja, kula mboten wantun nyade menda punika” [PS/TAW/17]

„Sungguh sang raja, saya tidak berani menjual kambing tersebut.‟

Pada data (18) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual kula „saya‟ yang mengacu pada Pak Abu sebagai

penggembala kambing, walaupun tidak terdapat dalam kutipan namun dapat diketahui dari dalam teks keseluruhan. Sesuai dengan ciri-ciri yang telah disebutkan

maka satuan lingual kula „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan

endofora melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Data (19)

“Pak Abu, yen kowe ora gelem ngedol wedhus-wedhus iki marang aku, kowe

bakal dakpatrapi paukuman sing abot.” [PS/TAW/18]

„Pak Abu, kalau kamu tidak mau menjual kambing-kambing ini kepada saya, kamu akan saya kenai hukuman yang berat.‟

Pada data (19) di atas terdapat pronomina persona I tunggal yang terdiri dari bentuk bebas dan terikat, secara berturut-turut yaitu aku dan dak-, pronomina persona tersebut mengacu pada sang raja Bagdad sebagai penutur tuturan tersebut.

Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan itu maka satuan lingual aku dan dak-

(12)

tunggal bentuk bebas untuk aku dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri untuk dak- yang melekat pada kata dakpatrapi „kukenai‟.

Data (20)

“Sang raja, kula mboten wantun nyade menda punika dhumateng

panjenengan, ingkang sepindhah amargi menda punika sanes gadhahan kula.

Kaping kalih senaosa bendara kula mboten mangertosi nanging Gusti Allah

ingkang mangertosi amargi Maha Mirsani lan Maha Mirengaken. Dados

nuwun sewu sang raja, kula langkung ajrih paukumanipun Gusti Allah ing

akhirat tinimbang paukuman panjenengan ingkang wonten ing ndonya punika,” jlentrehe Pak Abu.[PS/TAW/19]

„Sang raja, saya tidak berani menjual kambing ini kepada baginda, yang pertama karena kambing ini bukan milik saya. Kedua, walaupun juragan saya tidak mengetahui akan tetapi Allah yang mengetahui karena Maha Melihat dan Maha Mendengarkan. Jadi mohon maaf sang raja, kula lebih takut pada hukuman Allah di akhirat daripada hukuman baginda di dunia ini,” kata Pak Abu.‟

Pada data (20) di atas terdapat empat pronomina persona I tunggal bentuk

bebas yaitu kula „saya‟ mengacu pada unsur lain yang berada dalam teks yang

disebutkan kemudian, yaitu Pak Abu (orang yang melakukan tuturan itu) yang dapat

diketahui secara eksplisit pada akhir paragraf (jlentrehe Pak Abu „kata Pak Abu).

Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual kula „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (unsur yang diacu berada dalam teks dengan disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (21)

“Ya pak Abu. Kowe ora bakal dakwenehi paukuman amarga aku mung nodhi

sepira gedhene rasa sabar, tlaten lan jujurmu. Mula saka iku, kowe malah

bakal dakwenehi kanugrahan wujude kalungguhan minangka pawongan kang

ngrumat kewan-kewan sing ana ing istana Bagdad.” [PS/TAW/21]

„Ya, Pak Abu. Kamu tidak akan saya beri hukuman karena saya hanya menguji seberapa besar rasa sabar, teliti, dan kejujuranmu. Maka dari itu, kamu justru saya berikan anugrah berupa kedudukan sebagai orang yang merawat hewan-hewan yang ada di istana Bagdad.‟

(13)

Pada data (21) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kiri yang ditandai oleh datuan lingual dak- dan pronomina persona I tunggal

bentuk bebas yang ditandai oleh satuan lingual aku ‟saya‟ yang mengacu pada sang raja Bagdad (orang yang melakukan tuturan). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka

satuan lingual dak- dan aku dapat diidentifikasikan sebagai jenis kohesi gramatikal

pengacuan endofora melallui pronomina I tunggal bentuk terikat lekat kiri yaitu pada

satuan lingual dak- dan pronomina persona I tunggal bentuk bebas yakni pada kata

aku „saya‟. Data (22)

“Inggih sang raja, kula namung ngestokaken dhawuh panjenengan.”

[PS/TAW/22]

„Ya sang raja, saya hanya melaksanakan perintah baginda.‟

Pada data (22) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual kula „saya‟ yang mengacu pada Pak Abu sebagai

penggembala kambing, walaupun tidak terdapat dalam kutipan namun dapat diketahui dari dalam teks keseluruhan. Sesuai dengan ciri-ciri yang telah disebutkan

maka satuan lingual kula „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan

endofora melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Data (23)

“Nyuwun pangapunten ibu....ibu lenggah ngriki kemawon. Kula ingkang

ngadeg, boten menapa-menapa,” ngono pratelane Waluyo. Waluyo lega dene ibu sepuh mau kersa lenggah ing kursine.[DL/WSL/13]

„Mohon maaf ibu, ibu duduk di sini saja. Saya yang berdiri tidak apa-apa,” begitu ujar Waluyo. Waluyo lega karena ibu tua tadi mau duduk di kursinya.‟ Pada data (23) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yaitu kula „saya‟ mengacu pada unsur lain yang berada dalam teks yang disebutkan

kemudian, yaitu Waluyo (orang yang melakukan tuturan itu) yang dapat diketahui secara eksplisit terdapat dalam teks. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan

(14)

(unsur yang diacu berada dalam teks dengan disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (24)

“Mbok....aku entuk kiriman barang saka Ibu Kusumodilogo. Ibu sepuh sing

bareng numpak bis dina Minggu wingi kae. Iki gilo, durung takbukak. Mula

aku ya durung ngerti apa isine,” kandhane Waluyo marang Embokne nalika

tekan ngomah.[DL/WSL/19]

„Bu, Saya mendapat kiriman barang saka Ibu Kusumodilogo. Ibu tua yang naik bis bersama di hari Minggu kemarin itu. Ini, belum saya buka. Jadi saya juga belum tahu apa isinya,” kata Waluyo kepada ibunya ketika sampai di rumah.‟

Pada data (24) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual

aku „saya‟ dan pronomiona persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri yang ditandai

oleh satuan lingual tak- „ku-„ yang melekat pada kata takbukak „kubuka‟. Satuan

lingual pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada penutur yang menuturkan tuturan tersebut yaitu Waluyo. Sesuai ciri-ciri yang disebutkan tersebut

maka satuan lingual aku „saya‟ dan tak- „ku-„ merupakan jenis kohesi gramatikal

pengacuan endofora kataforis (karena uacuhannya berada dalam teks dan letaknya di sebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku „saya‟) dan pengacuan persona I tunggal bentuk terikat lekat kiri (tak-).

Data (25)

“Ngger Waluyo, anakku. Ibu ngaturake panuwun marang kowe. Ibu trenyuh,

bombong, lan bungah nyawang bebudenmu. Aku ora bisa males kabecikanmu

dhek emben kae. Muga-muga kiriman sing ora akeh pangajine iki, ana manfaate kanggo kowe. Wis ngono wae. Ibu ndedonga muga-muga ing tembe

uripmu sukses. Saka aku, Ibu Kusumodilogo. [DL/WSL/21]

„Nak Waluyo, anakku. Ibu menghaturkan rasa terima kasih padamu. Ibu kagum, bangga, dan bahagia melihat budi pekertimu. Saya tidak bisa membalas kebaikanmu yang dahulu. Semoga kiriman yang tidak berharga ini, ada manfaatnya untuk kamu. Sudah begitu saja. Ibu berdoa semoga di kemudian hari hidupmu sukses. Dari saya, Ibu Kusumodilogo.‟

(15)

Pada data (25) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat dan bentuk bebas. Pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh

enklitik –ku dan pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan

lingual aku „saya‟. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang

disebutkan kemudian yaitu Ibu Kusumodilogo (orang yang menuliskan isi surat

tersebut). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual –ku dan aku „saya‟

masing masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (karena acuhannya tertuliskan dalam teks dan letak acuhannya berada di sebelah kanan) melalui pronomina persona bentuk terikat lekat kanan dan pronomina persona bentuk bebas.

Data (26)

“He-em. Aku pancen kesel banget, wis kawit esuk uthuk-uthuk anggonku

ngluku sawah,” wangsulane kebo karo terus nggayemi suket.[DL/MSDKI/4] „Ya. Saya memang lelah sekali, sudah sejak dari pagi buta saya membajak sawah,” jawab kerbau sambil terus mengunyah rumput.‟

Pada data (26) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan kemudian yaitu Kerbau, sebagai tokoh hewan yang berperan dalam cerita fantasi

yang dapat berbicara. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku „saya‟

dan -ku masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan sebagai jenis

kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bentuk bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Data (27)

“Apa kandhamu? Dheweke duweni sawenehe bab sing ora diduweni dening

bangsane awake dhewe? Apa kuwi? Aku dadi penasaran.” Sapi olehe

ngomong kaya ngono karo ndengengek.[DL/MSKDI/7]

„Apa katamu? Dia mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh jenis kita? Apa itu? Saya jadi penasaran.” Sapi berkata seperti itu sambil mendongak.‟

(16)

Data (28)

“Hem...saupama aku bisa ngrampas utege manungsa, aku mesthi bakal dadi

kewan sing pilih tandhing. Ora ana sing wani marang aku, klebu singa apa

dene macan bakal tumungkul marang aku.” Batine sapi karo isih tetep

mesam-mesem kebak teges. [DL/MSKDI/10]

„Seandainya saya bisa merampas pikiran manusia, saya pasti bisa menjadi hewan yang unggul dalam perang. Tidak ada yang berani sama saya, termasuk singa atau macan akan tunduk pada saya.” Kata sapi dalam hati masih tetap senyum-senyum penuh maksud.‟

Pada data (27) dan (28) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk

bebas yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu unsur lain yang

disebutkan kemudian secara eksplisit, yaitu sapi (tokoh hewan yang dapat

berkomunikasi dalam cerita fantasi). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan

lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis

melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Data (29)

Aku arep nggoleki Pak Tani. Arep takjaluk utege. Yen ora gelem menehake

dheweke arep tak sruduk nganggo sunguku sing bakoh lan lancip iki,”

wangsulane sapi karo mamerake sungune.[DL/MSDKI/12]

„Saya mau mencari pak tani. Akan saya minta pikirannya. Kalau tidak mau memberikan, dia akan saya tanduk pakai tandukku yang kuat dan lancip ini,” jawab sapi sambil memamerkan tanduknya.‟

Data (30)

“He, Pak Tani. Ayo pasrahna utegmu marang aku saiki uga. Yen ora gelem

klakon taksruduk nganggo sunguku sing lancip iki,” kandhane sapi karo

mamerake sungune.[DL/MSDKI/15]

„Hai, Pak Tani. Serahkan pikirannu kepadaku sekarang juga. Kalau tidak mau akn saya tanduk pakai tandukku yang lancip ini,” kata sapi sambil memperlihatkan tanduknya.‟

Pada data (29) dan (30) di atas terdapat pronomina persona I tunggal betuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ sedangkan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat

(17)

kanan ditandai oleh satuan lingual –ku. Kesemua pronomina persona tersebut

mengacu pada sapi sebagai tokoh hewan dalam cerita fantasi yang dapat

berkomunikasi.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut masing secara berturut-turut dapat

diidentifikasikan sebagai berikut. Satuan lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi

gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona I tunggal bentuk

bebas, sedangkan satuan lingual tak- dan –ku merupakan jenis kohesi gramatikal

pengacuan endofora kataforis melalai PP1T bentuk terikat lekat kiri dan PP1T bentuk terikat lekat kanan.

Data (31)

Pak Tani kaget oleh pangincim saka sapi ujug-ujug kaya iku. Nanging ora dikatonake rasa kagete. Dheweke muter uteg, banjur kandhane: “Wadhuh,

utegku keri ing ngomah. Dadi yen saiki aku durung bisa masrahake marang

kowe. Kepriye yen kowe ngenteni ana kene, aku tak bali sedhela njupuk

utegku?” kandhane Pak Tani alus.[DL/MSDKI/16]

„Pak tani terkejut mendapat ancaman yang tiba-tiba dari sapi seperti itu. Akan tetapi tidak diperlihatkan rasa terkejutnya. Dia berpikir, kemudian berkata, “Aduh, pikiranku tertinggal di rumah. Jadi kalau sekarangsaya belum bisa memberikannya pada kamu. Bagaimana kalau kamu meneunggu di sini, saya balik sebentar untuk mengambil pikiranku?” kata pak tani dengan lembut.‟ Pada data (31) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan kemudian yaitu Pak Tani. Berdasarkan ciriciri tersebut maka satuan lingual aku dan

-ku masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan sebagai jenis kohesi

gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bentuk bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Data (32)

“Ora bisa. Gek-gek kuwi mung pawadanmu kanggo ngapusi

aku?”[DL/MSDKI/17]

(18)

Pada data (32) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu pada sapi (tokoh hewan

yang dapat berkomunikasi dalam cerita fantasi). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka

satuan lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora

kataforis melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Data (33)

“Yen ra percaya kowe rak bisa takon marang kebo ngendi omahku. Utawa

yen wegah takon kebo ya ayo melu menyang omahku,” pangajake Pak

Tani.[DL/MSDKI/18]

„Kalau tidak percaya kamu kan bisa bertanya kepada kerbau di mana rumahku. Atau kalau tidak mau bertanya pada kerbau mari ikut ke rumahku,” ajak pak tani.‟

Pada data (33) di atas terdapat pronomina persona I tunggal terikat lekat

kanan yang ditandai oleh atuan lingual –ku, yang mengacu pada unsur lain yang

disebutkan kemudian, yaitu tokoh Pak Tani. Berdasarkan ciri-ciri yang telah

disebutkan tersebut maka satuan lingual –ku merupakan jenis kohesi gramatikal

pengacuan endofera kataforis melalui pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan.

Data (34)

“Lha iki ing tanganku iki apa. Ya iki uteg sing takkandhakake keri ana

ngomah mau. Saiki wis takgawa. Mesthine kowe durung ngerti kepriye carane

migunakake uteg iki. Coba rada nyedhaka mrene takanggokake,” ujare Pak

Tani sareh karo mesem marang sapi.[DL/MSDKI/21]

„Ini di tanganku ini apa. Ya ini pikiran yang saya katakan tertinggal di rumah tadi. Sekarang sudah saya bawa. Pastinya kamu belum tahu bagaimana cara menggunakan pikiran ini. Coba agak mendekat ke sini saya pakaikan,” ujar pak tani pelan sambil tersenyum kepada sapi.‟

Pada data (34) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan (-ku) dan bentuk terikat lekat kiri (tak-) yang mengacu pada penutur tuturan yaitu Pak Tani. Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan tersebut maka

satuan lingual –ku dan tak- merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofera

(19)

sebelah kanan atau antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan dan lekat kiri.

Data (35)

“Wis, saiki kowe lerema ana kene. Aku arep nerusake gaweanku,” kandhane

Pak tani marang sapi. Suwe-suwe sapi krasa yen dheweke wis dipaeka dening Pak Tani. Dheweke ngrerepe njaluk pangapura. Nanging Pak Tani sing rumangsa kaweden kanggo ngeculake sapi mung kandha: “Wis kowe melua

aku wae. Kabeh panganmu taktanggung. Dadi kowe ora perlu rekasa golek

pangan dhewe.”[DL/MSDKI/24]

„Sudah, sekarang kamu diamlah di sini. Saya akan melanjutkan pekerjaanku,” kata pak tani kepada sapi. Lama-lama sapi merasa kalau dirinya sudah ditipu oleh pak tani. Dia memelas minta ampunan. Akan tetapi pak tani yang merasa takut melepas sapi, hanya berkata, “sudah kamu ikut saya saja. Semua makananmu saya yang jamin. Jadi kamu tidak perlu susah payah mencari makanan sendiri.‟

Pada data (35) di atas terdapat pronomina persona I tunggal yang terdiri dari

bentuk bebas (aku „saya‟) dan bentuk terikat lekat kanan (–ku) dan terikat lekat kiri

(tak-). Semua pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan kemudian, yaitu Pak Tani. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku, -ku,

dan tak- merupakan jenis kohesi gramatikal endofora kataforis (unsur yang diacu

berada dalam teks, antesedennya disebutkan kemudian) yang secara berturut-turut merupakan pronomina persona I tunggal bentuk bebas, bentuk terikat lekat kanan dan bentuk terikat lekat kiri.

Data (36)

“Adhuh kethek, mesakna aku, welasana aku. Aku tulungana ya kethek, sebab

yen aku nganti kecekel dening manungsa, mesakake anak-anakku sing

taktinggal ana guwa. Anakku telu sing isih cilik-cilik iku mesthine lagi

ngantu-antu tekaku. Merga pamitku mau pancen arep golek panganan.

Nalika arep mampir ngombe ing sendhang, aku kurang ngati-ati, dadine aku

bisa kakurung kaya iki,” kandhane macan akeh-akeh.[DL/GK/2]

„Aduh kera, kasihanilah saya. Tolonglah saya ya kera, seba kalau saya sampai tertangkap oleh manusia, kasihan anak-anakku yang saya tinggal di gua. Anakku tiga yang masih kecil-kecil itu pasti sedang menunggu-nunggu kedatanganku. Sesab kepergianku tadi memang akan mencari mangsa. Ketika akan mampir minum di sendang, saya kurang berhati-hati, jadinya saya bisa terkurung seperti ini,” kata harimau.‟

(20)

Data (37)

“Tulung welasana aku ya kethek, mesakna karo anakku sing isih cilik-cilik.

Yen aku nganti kecekel dening manungsa, sapa mengko sing arep nggolekake

pangan anak-anakku?” sambate macan ngaruwara.[DL/GK/3]

„Tolong kasihanilah saya ya kera, kasihanilah anakku yang masih kecil-kecil. Kalau saya sampai tertangkap oleh manusia, siapa nanti yangkan mencarikan makan anak-anakku?” keluh harimau memelas.‟

Pada data (36) dan (37) di atas terdapat pronomina persona I tunggal yang terdiri dari bentuk bebas (aku „saya‟) dan bentuk terikat lekat kanan (–ku) dan terikat lekat kiri (tak-). Semua pronomina persona tersebut mengacu pada macan „harimau‟. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku, -ku, dan tak- merupakan jenis kohesi gramatikal endofora (unsur yang diacu berada dalam teks) yang secara berturut-turut merupakan pronomina persona I tunggal bentuk bebas, bentuk terikat lekat kanan dan bentuk terikat lekat kiri.

Data (38)

“Satemene aku ora kabotan nulungi kuwi. Nanging aku wedi mengko yen wis

takluwari aku banjur kokklethak, kokdadekake mangsamu,” ujare Gindhul

karo nyawang macan sing rupane pancen katon memelas.[DL/GK/4]

„Sesungguhnya saya tidak keberatan menolong itu. Akan tetapi saya takut nanti kalau saya bebaskan, saya kemudian kamu mangsa, kamu jadikan mangsamu,” ujar Gindhul sambil memandang harimau yang wajahnya memang kelihatan memelas.‟

Pada data (38) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku

„saya‟) dan bentuk terikat lekat kiri (tak-) yang melekat pada verba luwari

„bebeskan‟. Satuan lingual pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada

penutur yang menuturkan tuturan tersebut yaitu Gindhul seekor kera kelabu yang

merupakan tokoh hewan dalam cerita fabel. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan

tersebut maka satuan lingual aku „saya‟ dan tak- „ku-„ merupakan jenis kohesi

gramatikal pengacuan endofora kataforis (karena uacuhannya berada dalam teks dan letaknya di sebelah kanan atau antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku) dan bentuk terikat lekat kiri (tak-).

(21)

“Aja kuwatir. Aku janji ora bakal munasika kowe. Kepara aku malah bakal

maturnuwun banget yen kowe gelem ngluwari aku saka krangkeng

iki.”[DL/GK/5]

„Jangan kawatir. Aku janji tidak akan menyakiti kamu. Justru saya akan berterimaksih kalau kamu mau membebaskan saya dari kurungan ini.‟

Pada data (39) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu pada macan „harimau‟

(tokoh hewan yang dapat berkomunikasi dalam fabel). Berdasarkan ciri-ciri tersebut

maka satuan lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan

endofora melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas. Data (40)

“Apa janjimu bisa takugemi?” Gindhul rumangsa perlu oleh jaminan saka

macan[DL/GK/6]

„Apakah janjimu bisa saya percaya?” Gindhul merasa perlu memperoleh jaminan dari harimau.‟

Pada data (40) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kiri (tak-) yang melekat pada kata takugemi „kupercaya‟. Satuan lingual

pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada penutur yang menuturkan

tuturan tersebut yaitu Gindhul seekor kera kelabu yang merupakan tokoh hewan

dalam cerita fabel. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan tersebut maka satuan lingual

tak- „ku-„ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (karena

uacuhannya berada dalam teks dan antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bentuk terikat lekat kiri (tak-).

Data (41)

“Kowe aja urik, lho can. Mau kowe wis janji ora bakal munasika aku yen

kowe takluwari saka krangkeng….”[DL/GK/8]

„Kamu jangan licik. Tadi kamu sudah berjanji tidak akan memangsa saya kalau kamu saya bebaskan dari kurungan.‟

Pada data (41) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku

(22)

„bebeskan‟. Satuan lingual pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada

penutur yang menuturkan tuturan tersebut yaitu Gindhul seekor kera kelabu yang

merupakan tokoh hewan dalam fabel. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan tersebut

maka satuan lingual aku „saya‟ dan tak- „ku-„ merupakan jenis kohesi gramatikal

pengacuan endofora kataforis (karena uacuhannya berada dalam teks dan letaknya di sebelah kanan atau antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas (aku) dan bentuk terikat lekat kiri (tak-).

Data (42)

“Ha...ha...ha...kethek, kethek. Kowe kuwi pancen kewan sing goblok lan lugu.

Kowe bisa takapusi. Aku ki rak kewan sing tinakdir memangan daging. Dadi

nalika weteng ngelih lan ing cedhakku ana memangsan sing bisa kanggo

ganjel weteng, apa ya mung bakal taknengke ngono wae? Cetha ora! Aku

tetep kepingin mangan kowe. Bakal takoyak menyang ngendi wae playumu,”

pangancame macan karo wiwit ancang-ancang arep nubruk kethek maneh.[DL/GK/9]

„Ha..ha..ha.. kera, kera. Kamu itu memang hewan yang bodoh dan polos. Kamu bisa saya tipu. Saya ini kan hewan yang ditakdirkan makan daging. Jadi ketika perut lapar dan di dekatku ada mangsa yang bisa untuk mengobati lapar, apa hanya akan saya biarkan begitu saja? Jelas tidak! Saya tetap ingin memakan kamu. Akan saya kejar kemana pun kamu lari,” ancam harimau sambil mulai bersiap-siap menerkam kera kembali.‟

Pada data (42) di atas terdapat pronomina persona I tunggal yang terdiri dari

bentuk bebas (aku „saya‟) dan bentuk terikat lekat kanan (–ku) dan terikat lekat kiri

(tak-). Semua pronomina persona tersebut mengacu pada macan „harimau‟ sebagai

tokoh hewan yang dapat berkomunikasi dalam fabel. Berdasarkan ciri-ciri tersebut

maka satuan lingual aku, -ku, dan tak- merupakan jenis kohesi gramatikal endofora

(unsur yang diacu berada dalam teks) yang secara berturut-turut merupakan pronomina persona I tunggal bentuk bebas, bentuk terikat lekat kanan dan bentuk terikat lekat kiri.

Data (43)

Kethek ora lila tenan karo patine yen mung kanthi cara kaya iku. Ana ngendi

jejege adil! Mula banjur kandhane marang macan: “Ya wis, can. Aku lila

(23)

„Kera sungguh tidak rela dengan kematiannya kalau hanya dengan cara seperti itu. Dimana berdirinya keadilan! Maka katanya kepada harimau: “Ya sudah. Saya rela kamu makan, tetapi sebelumnya saya minta keadilan dahulu.‟

Data (44)

“Awake dhewe mlaku golek hakim telu, yen hakim iku ngandhakake aku

pancen pantes dadi mangsamu, aku lila kokmangsa.”[DL/GK/11]

„Kita berjalan mencari tiga hakim, kalau hakim itu berkata saya memang pantas menjadi mangsamu, saya rela kamu makan.‟

Pada data (43) dan (44) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk

bebas yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu unsur lain yang

disebutkan sebelumnya secara eksplisit, yaitu kethek „kera‟ (tokoh hewan yang dapat

berkomunikasi dalam fabel). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku

„saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora anaforis (unsur yang diacu terdapat dalam teks dan telah disebutkan sebelunya atau antesedennya berada di sebelah kiri) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (45)

“Mandheg dhelat, cil. Iki aku arep takon, muga kowe bisa aweh keputusan

kang adil,” ujare Gindhul si kethek ngendheg lakune si kancil.[DL/GK/14] „Berhenti sebentar, Cil. Ini saya mau bertanya, semoga kamu bisa memberi keputusan yang adil,”ujar Gindhul si kera menghentikan perjalanan si kancil.‟ Pada data (45) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu pada unsur lain yang

disebutkan kemudian secara eksplisit yaitu Gindhul si kethek „Gindhul si kera‟ (tokoh

hewan dalam fabel). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku „saya‟

merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (unsud yang diacu terdapat dalam teks dan disebutkan kemudian atau antesedennya berada disebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (46)

Aku rumangsa ora wenang kanggo aweh keadilan. Miturutku macan pancen

tinakdir mangan daging, dadi bisa memangsa daginge sapa wae. Nanging rehne kethek wis nandur kabecikan marang macan, kudune kuwi dadi

(24)

tetimbangan kanggone macan yen arep memangsa kethek,” ujare kancil.[DL/GK/18]

„Saya merasa tidak berwenang memberi keadilan. Menurutku harimau memang ditakdirkan makan daging, jadi bisa memangsa daging siapa saja. Akan tetapi kera sudah menanam kebaikan pada harimau, harusnya itu menjadi pertimbangan bagi harimau kalau akan memangsa kera,” ujar kancil.‟ Pada data (46) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan

kemudian yaitu kancil. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku „saya‟

dan -ku masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan sebagai jenis

kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bentuk bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Data (47)

“Rasah mbulet, cil. Pitakonku mung siji, kethek kuwi bisa ora yen dadi

mangsaku?” pitakone macan ora sabar.[DL/GK/19]

„Tidak usah berbelit-belit, Cil. Pertanyaanku hanya satu, kera itu bisa tidak kalau jadi mangsaku?” tanya harimau tidak sabar.‟

Data (48)

“Ya kuwi wangsulanku. Pikiren dhewe.” Rampung kandha kaya mengkono

kancil banjur bablas mlayu. Wegah kagubet ing urusane kethek karo macan.[DL/GK/20]

„Yaitu jawabanku. Pikirlah sendiri.” Selesai berkata seperti itu kancil kemudian langsung pergi. Tidak mau tersangkut dengan masalah kera dengan harimau.‟

Pada data (47) dan (48) di atas terdapat pronomina persona I tunggal terikat

lekat kanan yang ditandai oleh atuan lingual –ku. Pada data (47) satuan lingual –ku

mengacu pada tokoh macan „harimau‟ dan satuan lingual –ku pada data (48) mengacu pada tokoh kancil. Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan tersebut maka satuan

(25)

lingual –ku merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofera kataforis melalui pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan.

Data (49)

“Yen aku kongkon mikir dhewe, kowe pantes dadi panganku kanggo ganjel

wetengku sing ngelih,” ujare macan karo siap-siap arep nubruk

kethek.[DL/GK/21]

„Kalau aku disuruh berpikir sendiri, kamu pantas menjadi mangsaku untuk mengisi perutku yang lapar,” ujar harimau sambil bersiap menerkam kera.‟ Pada data (49) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan

kemudian yaitu macan „harimau‟. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual

aku „saya‟ dan -ku masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan

sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bentuk bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Data (50)

“Miturutku kethek pantes dadi mangsane macan, sebab macan pancen

mangan daging. Nanging yen urusan males budi, aku ora bisa mutusi. Kuwi

gumantung marang rasa pangrasane macan.” Bubar kandha kaya mangkono kidang cepet-cepet mlayu, sumingkir saka papan kono.[DL/GK/25]

„Menurutku kera pantas menjadi mangsa harimau, sebab harimau memang memakan daging. Akan tetapi kalau urusan berbalas budi, saya tidak bisa memberi keputusan. Itu tergantung pada perasaan harimau.” Setelah berkata seperti itu kijang cepat-cepat lari, menyingkir dari tempat itu.‟

Pada data (50) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan

kemudian yaitu kidang „kijang‟. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual

(26)

sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bentuk bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Data (51)

“Kowe wis krungu dhewe kandhane kidang, saiki manuta takpangan,” ujare

macan marang kethek.[DL/GK/26]

„Kamu sudah mendengar sendiri perkataan kijang, sekarang menurutlah untuk saya makan,” ujar harimau pada kera.‟

Pada data (51) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kiri (tak-) yang melekat pada kata takpangan „kupercaya‟. Satuan lingual

pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada penutur yang menuturkan

tuturan tersebut yaitu macan „harimau‟ yang merupakan tokoh hewan dalam fabel.

Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan tersebut maka satuan lingual tak- „ku-„

merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (karena uacuhannya berada dalam teks dan antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bentuk terikat lekat kiri (tak-).

Data (52)

Aku lagi golek keadilan.” Kethek banjur nyritakake kedadean sing dialami

marang beruk.[DL/GK/29]

„Saya sedang mencari keadilan.” Kera kemudian menceritakan kejadian yang dialami kepada beruk.‟

Pada data (52) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu pada unsur lain yang

disebutkan kemudian secara eksplisit yaitu kethek „kera‟ (tokoh hewan dalam fabel). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (unsud yang diacu terdapat dalam teks dan disebutkan kemudian atau antesedennya berada disebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (53)

“Ah, aku ora krungu. Sing banter. Aku wis tuwa, mula kupingku rada

(27)

„Ah, saya tidak mendengar. Yang keras. Saya sudah tua, maka pendengaranku agak tuli,” kata beruk sesudah kera selesai bercerita.‟

Pada data (53) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan kemudian yaitu beruk „kera besar‟. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual

aku „saya‟ dan -ku masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan

sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Data (54)

“Ngene wae, saiki aku tuduhna ana ngendi olehmu nulungi macan mau, yen

aku ngerti larah-larahe aku rak bisa menehi keputusan kanthi adil,”

kandhane beruk.[DL/GK/31]

„Begini saja, sekarang saya tunjukkan ada di mana kamu menolong harimau tadi, kalau aku tahu awal mulanya, saya akan bisa memberi keputusan dengan adil,” kata beruk.‟

Pada data (54) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu pada unsur lain yang

disebutkan kemudian secara eksplisit yaitu beruk „kera besar‟ (tokoh hewan dalam

fabel). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (unsud yang diacu terdapat dalam teks dan disebutkan kemudian atau antesedennya berada disebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (55)

“Kuwi krangkenge isih. Mau macan kekurung ana jero krangkeng kuwi

banjur taktulungi,” aloke kethek.[DL/GK/32]

„Itu kurungannya masih. Tadi macan terkurung di dalam kurungan itu, kemudian saya tolong,” kata kera.‟

Pada data (55) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat

(28)

pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada kethek „kera‟ yang merupakan tokoh hewan dalam fabel. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan tersebut maka satuan

lingual tak- „ku-„ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis

(karena uacuhannya berada dalam teks dan antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bentuk terikat lekat kiri (tak-).

Data (56)

“Coba kaya apa posisine si macan nalika koktulungi mau. Aku kepengin

weruh,” aloke beruk.[DL/GK/33]

„Coba, seperti apa posisinya si harimau ketika kamu tolong tadi. Saya ingin tahu,” kata beruk.‟

Pada data (56) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas

yang ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ yang mengacu pada unsur lain yang

disebutkan kemudian secara eksplisit yaitu beruk „kera besar‟ (tokoh hewan dalam

fabel). Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual aku „saya‟ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis (unsud yang diacu terdapat dalam teks dan disebutkan kemudian atau antesedennya berada disebelah kanan) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bebas.

Data (57)

Macan banjur mlebu krangkeng. Sawise macan ana jero, lawang krangkeng banjur ditutup lan dipalang saka jaba dening kethek. “Ngene iki mau posisine

macan nalika taktulungi,” kandhane kethek.[DL/GK/34]

„Harimau kemudian masuk kurungan. Sedudah harimau ada di dalam, pintu kurungan kemudian ditutup dan dikunci dari luar oleh kera. “Beginilah tadi posisi harimau ketika saya tolong,” kata kera.‟

Pada data (57) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk terikat

lekat kiri (tak-) yang melekat pada kata taktulungi „kutolong‟. Satuan lingual

pronomina persona I tunggal tersebut mengacu pada kethek „kera‟ yang merupakan

tokoh hewan dalam fabel. Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan tersebut maka satuan

lingual tak- „ku-„ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis

(karena uacuhannya berada dalam teks dan antesedennya disebutkan kemudian) melalui pronomina persona I tunggal bentuk bentuk terikat lekat kiri (tak-).

(29)

Data (58)

“Rehne aku kongkon gawe keputusan sing adil, miturutku iki cukup adil.

Saiki macan wis bali ing kahanane sakawit. Dadi jarna wae dheweke kaya iku. Palange ora usah dibukak, thek. Ayo saiki ditinggal wae. Ben dheweke tetep ana kono,” kandhane beruk marang kethek klawu.[DL/GK/36]

„Katanya saya disuruh membuat keputusan yang adil, menurutku ini cukup adil. Sekarang harimau sudah kembali pada keadaanya semula. Jadi biarkan saja dia seperti itu. Kuncinya tidak usah dibuka, Ra. Mari sekarang ditinggal saja. Biar dia tetap ada di situ,” kata beruk pada kera abu-abu.‟

Pada data (58) di atas terdapat pronomina persona I tunggal bentuk bebas dan bentuk terikat. Pronomina persona I tunggal bentuk bebas ditandai oleh satuan lingual aku „saya‟ dan pronomina persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan ditandai oleh enklitik –ku. Pronomina persona tersebut mengacu pada unsur lain yang disebutkan kemudian yaitu beruk „kera besar‟. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka satuan lingual

aku „saya‟ dan -ku masing-masing secara berturut-turut dapat diidentifikasikan

sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora kataforis melalui pronomina persona bentuk bebas dan pronomina persona bentuk terikat lekat kanan.

Pronomina persona I jamak

Data (59)

“Piwulang saka potelot sing kapisan yaiku potelot iku bisa ngelingake kowe, yen kowe bisa nindakake samubarang sing gedhe paedahe ing urip iki. Kaya potelot nalika dienggo nulis, aja lali yen ana tangan sing tansah nuntun

langkahmu. Awake dhewe nyebut iku minangka Astane Gusti Allah.

Panjenengane sing tansah nuntun awake dhewe miturut kekarepanE.”

[PS/PSP/6]

„Piwulang dari pensil, yang pertama yaitu pensil itu bisa mengingatkan kamu, kalau kamu bisa mengerjakan sesuatu yang besar manfaatnya dalam hidupmu ini. Seperti pensil ketika dipakai untuk menulis, jangan samapai lupa bahwa ada tangan yang senantiasa menuntun langkahmu. Kita menyebutnya sebagai Tangannya Gusti Allah. Dia yang senantiasa menunjukkan kita menurut kehendak-Nya.‟

Data (60)

“Iya. Terus piwulang katelu, potelot mesthi menehi awake dhewe

(30)

sing salah, supaya pener. Karana iku, ndandani salahe awake dhewe

sajroning urip iki dudu tumindak sing ala. Malah, kuwi bisa ngrewangi

awake dhewe supaya tetep ana ing dalan sing bener. [PS/PSP/9]

„Ya. Piwulang yang ketiga, pensil pasti memberikan pada kita kadang kala menggunakan karet penghapus, untuk menghapus dan membenahi tulisan-tulisan yang salah, supaya (jadi) benar. Karena itu, memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini bukan merupkan pekerjaan yang buruk. Bahkan, itu bisa membantu kita supaya tetap di jalan yang benar.‟

Pada data (59) dan (60) di atas terdapat pronomina persona I jamak yang

tandai oleh satuan lingual yang bercetak tebal yaitu awake dhewe „kita‟ yang

mengacu pada unsur lain yang berada dalam teks yaitu mbah putri „nenek‟ sebagai

penutur dan putune „cucunya‟ sebagai mitra tutur. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka

satuan lingual awake dhewe merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora

melalui pronomina persona I bentuk jamak. Data (61)

“Thole Waluyo, awake dhewe iki wong mlarat. Ewasemono ora sah meri

karo wong sing sugih bandha. Gusti Allah iku Maha Adil lan Maha Murah. Pangeran bakal maringi marang umat-E sauger gelem nyenyuwun kanthi

tumemen. Aja kuwatir yen Pangeran ora bakal maringi marang awake

dhewe,” ngono saben-saben Mbok Darso mituturi Waluyo.[DL/WSL/5]

„Anak(ku) Waluyo, kita ini orang melarat. Walaupun begitu tidak usah iri hati kepada orang yang kaya raya. Gusti Allah itu Mahaadil dan Maha Pemurah. Pangeran (Tuhan) pasti menganugrahkan pada hambanya yang mau memohon/meminta dengan bersungguh-sungguh. Jangan kawatir kalau-kalau Tuhan tidak mungkin memberi kepada kita,” begitulah setiap kali Bu Darso menasihati Waluyo.‟

Data (62)

“Luwih utama maneh menawa awake dhewe tansah perduli lan aweh

kawigaten marang wong liya. Gelem weweh marang pepadha. Sing jenenge weweh mono ora kudu menehi dhuwit utawa barang sing larang regane...” sambunge Mbok Darso karo nggoreng tempe kanggo lawuh mangan wong loro mengko.[DL/WSL/6]

(31)

„“Lebih utama lagi apabila kita selalu peduli dan perhatian kepada orang lain. Mau memberi kepada sesama. Yang namanya memberi itu tidak harus memberikan uang atau barang yang mahal harganya….” Kata Bu darso lebih lanjut sambil menggoreng tempe untuk lauk makan berdua nanti.‟

Pada data (61) dan (62) di atas terdapat pronomina persona I jamak yang

tandai oleh satuan lingual yang bercetak tebal yaitu awake dhewe „kita‟ yang

mengacu pada unsur lain yang berada dalam teks yaitu Mbok Darso „Bu Darso‟

sebagai penutur dan Waluyo sebagai mitra tutur. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka

satuan lingual awake dhewe merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora

melalui pronomina persona I bentuk jamak. Data (63)

“Kowe aja ngremehake manungsa. Sanajan awake cilik uklik-uklik lan katone ringkih, nanging dheweke duweni sawenehe bab kang ora diduweni dening

bangsa kewan kaya awake dhewe.”[DL/MSKDI/6]

„Kamu jangan menganggap remeh manusia. Walaupun badannya kurus kecil dan kelihatan lemah, namun dia memmpunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh jenis hewan seperti kita.‟

Pada data (63) di atas terdapat pronomina persona I jamak yang tandai oleh

satuan lingual yang bercetak tebal yaitu awake dhewe „kita‟ yang mengacu pada

unsur lain yang berada dalam teks yaitu kebo „kerbau‟ hewan dalam cerita fantasi

sebagai penutur dan sapi „sapi‟ sebagai mitra tutur. Berdasarkan ciri-ciri tersebut

maka satuan lingual awake dhewe merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan

endofora melalui pronomina persona I bentuk jamak. Data (64)

“Apa kandhamu? Dheweke duweni sawenehe bab sing ora diduweni dening

bangsane awake dhewe? Apa kuwi? Aku dadi penasaran.” Sapi olehe

ngomong kaya ngono karo ndengengek.[DL/MSKDI/7]

„Apa katamu? Dia mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh jenis kita? Apa itu? Saya jadi penasaran.” Sapi berkata seperti itu sambil mendongak.‟ Pada data (64) di atas terdapat pronomina persona I jamak yang tandai oleh

satuan lingual yang bercetak tebal yaitu awake dhewe „kita‟ yang mengacu pada

Gambar

Tabel  2.  Persentase  kemunculan  Aspek  Graatikal  pada  Rubrik  WB  pada  Majalah PS dan DL
Tabel 3. Persentase kemunculan Aspek Leksikal pada Rubrik WB pada Majalah  PS dan DL

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel diatas Uji F menunjukkan hasil signifikansi sebesar 0.000000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti

Puskesmas yang sudah memiliki sumber daya manusia petugas.. epidemiologi 1 adalah surklus,dan 16 puskesmas dengan rasio

Dikarenakan ada data yang tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji korelasi statistik non parameterik yaitu Korelasi Spearman untuk mengetahui apakah

Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pendekatan scientific pada pembelajaran tematik keanekaragaman hewan dan tumbuhan kelas IV SDN 1 Reco Kertek Wonosobo

McNemar analysis for result of infection rate of soil-transmitted helminth at pre-treatment and 3 months post-treatment intervals at a primary school students in Kokap, Kulon

Analisis Univariat dalam penelitian ini dengan melihat persentase dari penggunaan ovitrap pada jenis tutup datar dan jenis tutup lengkung yang dilihat dari jumlah jentik nyamuk

Penelitian ini menyarankan agar keluarga lebih memperhatikan keadaan dan kesehatan manula dan juga memperhatikan pemenuhan asupan gizi dari bahan makanan yang di konsumsi oleh