• Tidak ada hasil yang ditemukan

CA Nasofaring (Edit)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CA Nasofaring (Edit)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KARSINOMA NASOFARING

KARSINOMA NASOFARING

Pembimbing : Pembimbing : Dr. Yuswandi Affandi Sp.THT-KL Dr. Yuswandi Affandi Sp.THT-KL Dr. Ivan Djajalaga, M.Kes, Sp.THT-KL Dr. Ivan Djajalaga, M.Kes, Sp.THT-KL

Penyusun : Penyusun : Mega Permata Mega Permata Pandu Abdul Syakur  Pandu Abdul Syakur 

Adelin litan Adelin litan

Adrian Ridski Harsono Adrian Ridski Harsono

Ari Suganda Ari Suganda Felyana Gunawan Felyana Gunawan Yoelius Wijaya Yoelius Wijaya Vitta Kusuma Wijaya Vitta Kusuma Wijaya  Nazlia Binti Razali  Nazlia Binti Razali

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA JAKARTA

2011 2011

(2)

KATA PENGANTAR  KATA PENGANTAR 

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas  berkat rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan MakalahKarsinomaNasofaring ini.

 berkat rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan MakalahKarsinomaNasofaring ini.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Pen

Penyakyakit it TelTelinginga a HidHidung ung TenTenggoggorok rok di di RSURSUD D KaraKarawanwang. g. MakMakalaalah h ini ini memmemuat uat tententantangg KAR

KARSINSINOMA OMA NASNASOFOFARIARING NG yanyang g sansangat gat berberbahbahaya aya bagbagi kesei kese haha tata n n sesesese oror anan g. g. KaKa mimi  juga mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing di bidang THT yaitu  juga mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing di bidang THT yaitu

dr

dr. . YuYuswswanandi di AfAffafandndi, i, SpSpTHTHT T dadan n drdr. . IvIvan an DjDjajajalalagaga a M.M.KeKes.s.SpSp.T.THT HT yang yang telatela hh membimbing kami dalam kepaniteraan klinik THT ini dan rekan-rekan koas yang membimbing kami dalam kepaniteraan klinik THT ini dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan semangat dan dukungan moril.

ikut membantu memberikan semangat dan dukungan moril.

Pen

Penuliulis s menmenyadyadari ari bahbahwa wa MakMakalah alah ini ini masmasih ih terterdapdapat at banbanyak yak kekkekuraurangangan. n. OleOlehh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.dan saran yang membangun dari semua pihak. Se

Semomoga ga mamakakalah lah inini i dadapapat t bebermrmananfaafaat t dadan n memenanambmbah ah pepengngetetahahuauan n babagi gi pepenunulilis s dadann  pembaca.  pembaca. Karawang, 20 September 2011 Karawang, 20 September 2011 Penulis Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTARISI 2

BABI Karsinoma nasofaring 4

BAB II Anatomi dan histologi 5

Anatomi 5

Histologi 7

BAB III Karsinoma Nasofaring 8

Definisi 8

Epidemiologi dan Etiologi 8

Patofisiologi 11

Manifestasi klinis 13

Diagnosis 14

Diagnosis Banding 17

Penatalaksanaan 18

(4)

BAB I

KARSINOMA NASOFARING

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang terjadi pada daerah nasofaring dan merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia. Karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekuensi tertinggi diantara tumor lainnya seperti tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor  getah bening, dan tumor kulit. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofiring dalam presentase rendah.

Insiden yang paling tinggi adalah pada ras mongoloid di asia dan china selatan, sedangkan di Indonesia maupun di asia tenggara. Di hongkong, insidennya 28,5% kasus per  100.000 pria dan 11,2% kasus per 100.000 wanita.Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan padatahun 1980 secara “pathology based” mendapatkan angka prev alen si kar sinom a nasof ari ng 4,7 per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita karsinoma nasofaring berdasarkan data patologi yang diperoleh di laboratorium patologi anatomi FK UNAIR Surabaya (1973-1976) diantara 8463 kasus keganasan diseluruh tubuh.

Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu  problem, hal ini dikarenakan etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, dan tidak mudah untuk diperiksa oleh mereka yang  bukan ahli sehingga diagnosis sering terlambat, yaitu dengan ditemukannya metastasis pada leher sebagai gejala pertama. Semakin terlambat kita melakukan diagnosis, maka prognosis dari pasien dengan karsinoma nasofaring semakin buruk. Maka dari itu diharapkan dokter  dapat melakukan pencegahan, deteksi dini, terapi dan rehabilitasi dari karsinoma nasofaring.

(5)

BAB II

ANATOMI DAN HISTOLOGI

II.1. Anatomi

 Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan   posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan

sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding postero-superior  nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya jaringan adenoid. Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).(1) (2) (3)

Batas :

- Anterior : koana / nares posterior, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri - Posterior : setinggi columna vertebralis C1-2

- Fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar  - Mukosa lanjutan dari mukosa atas

- Inferior : dinding atas palatum molle

- Superior : basis crania, diliputi oleh mukosa dan fascia (os occipital & sphenoid) - Lateral : fossa Rosenmulleri kanan dan kiri (dibentuk os maxillaris & sphenoidalis)

Dorsal dari torus tubarius didapati cekungan yang disebut “fossa Rosenmulleri ”,  Nasofaring merupakan bagian nasal dari faring yang terletak posterior dari kavum nasi. Yang

(6)

 pada cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuaranya saluran Eustachii yang menghubungkan liang telinga tengah dengan ruang faring (3)

Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasal inferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachius terdapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatu lekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah.

Dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting,dibentuk oleh laminafaringob asilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dan kanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebaran tumor ke intrakranial.

 Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karenadindingn ya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup  bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan

kata-kata tertentu. Struktur penting yang ada di Nasofaring :

• Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva

• Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang

disebabkankarena cartilago tuba auditiva

• Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yangdisebabka

n karena musculus levator veli palatini.

• Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius

• Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolandari

musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeumtuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan.

• Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat

(7)

• Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasopharynx. Disebut adenoid jika

ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis.

• Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus.

• Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing danorophari

ng karena musculus sphincterpalatopharing

• Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama ra ffae pharingei

Fungsi nasofaring :

• Sebagai jalan udara pada respirasi

• Jalan udara ke tuba eustachii

• Resonator 

• Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung

Gambar 2.1 Anatomi Faring

II.2. Histologi

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia repiratory type . Setelah 10tahun

(8)

kecuali pada beberapa area (transition zone). Mukosamengalami invaginasi membentuk  kripta. Stroma kaya akan jaringan limfoid danterkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitel membentuk 

reticulated pattern. Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai,tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung.

BAB III

KARSINOMA NASOFARING

III.1. Definisi

Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan dengan frekuensi tinggi diCina bagian selatan.(5)

III.2. Epidemiologi dan Etiologi

Angka kejadian Kanker Nasofaring (KNF) di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7kasus/tahun/100.000 penduduk atau diperkirakan 7000 – 8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara“pathology based”). Santosa (1988) mendapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair  Surabaya(1973 – 1976) diantara 8463 kasus keganasan di Seluruh tubuh. Di Bagian THT Semarang mendapatkan 127 kasus KNF dari tahun 2000 – 2002. Di RSCM Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, dan di Padang dan Bukit tinggi (1977-1979). Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras Cina relative sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainya.

Dalam symposium kanker nasofaring yg diadakan di Singapura tahun 1964, dan dari investigasi dalam empat dekade terakhir telah ditemukan banyak temuan penting di semua aspek.KNF mempunyai gambaran epidemiologi yg unik, dalam daerah yg jelas, ras, serta agregasi family.KNF mempunyai daerah distribusi endemic yang tidak seimbang antara

(9)

 berbagai Negara,maupun yang tersebar dalam 5 benua. Tetapi, insiden KNF lebih rendah dari 1/10 di semua area. Insiden tertinggi terpusat pada di Cina bagian selatan (termasuk  Hongkong), dan insidentertinggi di provinsi Guangdong pada laki-laki mencapai 20-50/100000 penduduk.Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2002 ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia, dan sekitar 50,000 kasus meninggal dengan jumlah penduduk Cina sekitar 40%. Ditemukan pula cukup banyak  kasus pada penduduk local dari Asia Tenggara, Eskimo di Artik dan penduduk di Afrika utara dan timur tengah.Tumor ini lebih sering ditemukan pad pria dibanding wanita dengan rasio 2-3:1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan factor genetic, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain. Distribusi umur pasien dengan KNF berbeda-beda pada daerah dengan insiden yg bervariasi. Pada daerah dengan insiden rendah insiden KNF meningkat sesuai dengan meningkatnya umur,  pada daerah dengan insiden tinggi, KNF meningkat setelah umur 30 tahun, Puncaknya pada umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya. Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura,dan Indonesia. Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai mengidap penyakit ini.

Berbagai studi epidemiologi mengenai angka kejadian ini telah dipublikasikan di   berbagai jurnal. Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka kejadian

Kanker Nasofaring (KNF) pada para migran dari daratanTiongkok yang telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan) di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat  perbedaan yang bermakna dalam terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) antara para migran

dari daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan Hispanics, di mana kelompok Tionghoa menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan yang bermakna dalam hal terjadinya Kanker Nasofaring (KNF) pada kelompok migran tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa kelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’ untuk terjadinya Kanker Nasofaring (KNF), tetapi karena pola makan dan pola hidup selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun tidak tumbuh. Untuk diketahui  bahwa penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang

(10)

diawetkan(diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan yangdiawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.

Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini di Singapura. Persentase terbesar yang dikenai adalah masyarakat keturunan Tionghoa (18,5/100.000 penduduk), disusul oleh keturunan Melayu(6,5/100.000) dan terakhir adalah keturunan Hindustan (0,5/100.000).

Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus KNF telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus tersebut. Pada 1966, seorang  peneliti menjumpai peningkatan titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit.Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan.Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher  lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi lebih dikaitkan denganvirus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Meskipun demikan tetap ada peneliti yg mencoba menghubungkannya dengan merokok , secara umum resiko terhadap KNF pada perokok 2-6 kali dibandingkan dengan  bukan perokok. ditemukan juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika utara

dan Hongkong merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok .(6)

Tentang factor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari  pasien KNF dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien KNF dan 1 menderita tumor ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring menderita keganasan organ lain.Penyebab lain yang dicurigai adalah pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debukayu serta asap kayu bakar. Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami(Chinese herbal medicine=CHB). Hildesheim dkk memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi EBV dan penggunaan CHB. Beberapa tanaman dan bahan CHB dapat menginduksi aktivasi dari virus EBV yg laten. Seperti pada TPA ( TetradecanoylyphorbolAcetate) yaitu substansi yang ada di alam dan tumbuhan jika

(11)

dikombinasi dengan N-Butyrate yangmerupkan produk dari bakteri anaerob yang ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesisantigen EBV di tikus, meningkatnya transformasi cell-mediated immunity dari EBV danmempromosikan pembentukan KNF (genesis).

Secara mikroskopis karsinoma nasofaring dapat dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu :

1. Bentuk ulseratif Bentuk ini paling sering terdapat pada dinding posterior dan di

daerah sekitar fosarosenmulleri. Juga dapat ditemukan pada dinding lateral didepan tuba eustachius dan pada bagian atap nasofaring. Lesi ini biasanya lebih kecil disertai dengan jaringan yang nekrotik dan sangat mudah mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Gambaran histopatologik bentuk ini adalah karsinoma sel skuamosa deengan diferensiasi baik.

2. Bentuk noduler/lubuler/proliferative

Bentuk noduler atau lobuler sangat sering dijumpai pada daerah sekitar muara tubaeustachius. Tumor jenis ini berbentuk seperti buah angguratau polipoid jarang, dijumpaiadanya ulserasi, namun kadang-kadang dijumpai ulserasi kecil. Gambaran histopatologik bentuk ini biasanya karsinoma tanpa diferensiasi.

3. Bentuk eksofitik Bentuk eksofitik biasanya tumbuh pada satu sisi nasofaring, tidak 

dijumpai adanyaulserasi, kadang-kadang bertangkai dan prmukaannya licin. Tumor    jenis ini biasanyatumbuh dari atap nasofaring dan dapat mengisi seluruh rongga nasofaring. Tumor ini dapat mendorong palatum mole ke bawah dan tumbuh kearah koana dan masuk ke dalam rongga hidung. Gambaran histopatologik berupa limfasarkoma

III.3. Patofisiologi

Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbunya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya karsinoma nasofaring adalah pada Fossa Rosenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kelenjar limfa sekitarnya kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis karsinoma lainnya. Penyebaran karsinoma nasofaring dapat berupa :

(12)

Tumormeluas ke intracranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laseum, kemudian ke sinus kavernosus dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf kranialis anterior (N. I – N VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.

2. Penyebaran ke belakang

Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen spinosum, foramen ovale, dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialis IX-XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu N. VII – N. XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada N. IX – N. XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom Jackson.   Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat tumor karena letaknya

yangtinggi dalam system anatomi tubuh. Gejala yang timbul umumnya anatar lain :

• Trismus

• Horner Syndrome (akibat kelumpuhan nervus simpatikus servikalis) • Afonia akibat paralisis pita suara

• Gangguan menelan

3. Penyebaran ke kelenjar getah bening

Penyebaran ke kelenjar getah bening merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses metastasis suatu karsinoma. Pada karsinoma nasofaring,  penyebaran ke kelanjar getah bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya cabang kelenjar betah bening pada lapisan submukosa faring. Biasanya penyebaran ke kelenjar getah benang diawali pada noduslimfatik yang terkenal di lateral retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan  berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karena itu hal ini sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi melekat kepada otot dan sulit untuk  digerakkan. Keadaan ini biasanya didapatkan pada stadium yang lebih lanjut. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang membawa pasien datang ke dokter.

(13)

4. Gejala akibat metastase jauh

Sel-sel kanker dapat ikut bermetastase bersama getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang, hati dan  paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.

III.4. Manifestasi klinis

Gejala Karsinoma nasofaring dapat dibagi dua berdasarkan stadiumnya, yaitu gejala stadium dini dan gejala stadium lanjut(4)

a) Gejala stadium dini

• Gejala Hidung

o Pilek lama yang tidak sembuh

o Epistaksi biasanya berulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur 

dengan secret hidung, sehingga berwarna merah muda

o Sekret hidung dapat seperti nanah, encer atau kental dan berbau.

• Gejala Telinga

o Gangguan pada telinga merupakan gejala yang timbul karena tumor primer 

muncul dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan daoat  berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga

(otalgia).

 b) Gejala stadium lanjut

• Gejala mata dan saraf 

Ophtalmophlegi. Hal ini dikarenakan lokasi tumor primer dekat dengan foramen laserum yang merupakan lubang keluarnya nervus III, IV, VI sehingga apabila tumor membesar akan menekan saraf-saraf tersebut dan mengakibatkan ophtalmoplegi

• Gejala benjolan di leher 

(14)

• Gejala Kranial

Gejala kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan dirasakan pada  penderita.Gejala ini berupa :

o Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase

secarahematogen.

o Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.

o Kesukaran pada waktu menelan

o Afoni

o Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N. IX,

 N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada:

o Lidah

o Palatum

o Faring atau laring

o M. Sternocleidomastoideus

o M. trapezeus

III.5. Diagnosis

Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan.

Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjoko Setiyo dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta mendapatkan dari 41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) sensitivitas IgA VCA adalah 97,5% dan spesifisitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifisitasnya hanya 30,0%, sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan. Titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak pada titer 160.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan

(15)

tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.

Biopsy melalui mulut dangan memakai bantuan kateter nelaton yang diimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem  bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung di sebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan lebih jelas terlihat. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topical dengan Xylocain 10%.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan  pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

Histopatologi

Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinasi), karsinoma tidak berkertinasi dan karsinoma berdiferensiasi. Semua yang kita kenal selama ini dengan limfoepitelioma, sel transisional, sel spindle, sel clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan dalam kelompok tidak   berdiferensiasi.

Pada penelitian di Malaysia oleh Prathap dkk sering didapat kombinasi dari ketiga  jenis karsinoma seperti karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berkeratinasi,

karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berdiferensiasi, karsinoma tidak berkeratinasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi atau karsinoma sel skuamosa dan tidak berkeratinasi serta karsinoma tidak berdiferensiasi.

Stadium(7)

Untuk stadium dipakai sistem tnm menurut uicc (2002)

T = tumor primer 

T0 - tidak tampak tumor 

(16)

T2 - tumor meluas ke jaringan lunak 

T2a - perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring *

T2b - di sertai perluasan ke parafaring

T3 - tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal

T4 - tumor dengan perluasan intrakranial dan/ atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring orbita atau ruang mastikator 

Catatan:* perluasan parafaring menunjukan infiltrasi tumor ke arah postero-lateral melebihi fasia faringo-basilar 

N - pembesaran kelenjar getah bening regional

 Nx - pembesran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

 N0 - tidak ada pembesaran

 N1 - metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6cm, di atas fossa klavikula

 N2 - metastasi kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6cm di atas fossa klavikula

 N3 - metasatsis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6cm atau terletak di dalam fossa supraklavikula

 N3a - ukuran lebih dari 6cm

 N3b - di dalam fossa supraklavikula

Catatan : kelenjar yang terletak di daerah midline di anggap sebagai kelenjar ipsilateral

(17)

MX - metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 - tidak ada metastasis jauh

M1- terdapat metastasis jauh

Stadium 0 T1s N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium IIa T2a N0 M0

Stadium IIb T1 N1 M0 T2a N1 M0 T2b N0,N1 M0 Stadium III T1 N2 M0 T2a,T2b N2 M0 T3 N2 M0 Stadium Iva T4 N0,N1,N2 M0 Stadium IV b Semua T N3 M0 Stadium IV c semua T semua N M1

III.6. Diagnosis Banding

1. Hiperplasia Adenoid

Biasanya terdapat pada anak-anak, jarang pada orang dewasa. Pada anak-anak  hiperplasia ini terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya simetris serta struktur-struktur sekitarnya tak tampak tanda-tanda infiltrasi seperti tampak pada karsinoma.

2. Angiofibroma juvenilis

Biasanya dietemui pada usia relatif muda dengan gejala-gejala menyerupai karsinoma nasofaring. Tumor ini kaya akan pembuluh darah dan biasanya tidak infiltratif. Pada foto polos akan didapat suatu massa pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma, walaupun jarang menimbulkan

(18)

destruksi tulang melainkan hanya erosi saja karena penekanan tumor. Biasanya ada   pelengkungan ke arah depan dari dinding belakang sinus maksilaris yang dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vaskular maka arteriografi carotis eksterna sangat diperlukan sebab gambarnya sangat karakteristik. Kadang-kadang sulit pula membedakan angiofibroma juvenilis dengan polip hidung pada foto polos.

3. Tumor sinus sphenoidalis

Tumor ganas primer sinus sphenoidalis adalah sangat jarang dan biasanya tumor  sudah sampai stadium agak lanjut waktu pasien datang untuk pemeriksaan pertama.

4. Neurofibroma

Kelompok tumor ini sering timbul pada ruang faring lateral sehingga menyerupai keganasan didnding lateral nasofaring. Secara CT Scan, pendesakan ruang parafaring ke arah medial dapat membantu membedakan kelompok tumor ini dengan karsinoma nasofaring.

5. Tumor kelenjar parotis

Tumor kelenjar parotis terutama yang berasal dari lobus yang terletak agak dalam mengenai ruang parafaring dan menonjol ke arah lumen nasofaring. Pada sebagaian  besar kasus terlihat pendesakan ruang parafaring ke arah medial yang tampak pada  pemeriksaan CT scan.

6. Chordoma

Walaupun tanda utama chordoma adalah destruksi tulang, tetapi mengingat karsinoma nasofaring pun sering menimbulkan destruksi tulang, maka sering timbul kesulitan untuk membedakannya. Dengan foto polos, dapat dilihat kalsifikasi atau destruksi terutama di daerah clivus. CT dapat membantu melihat apakah ada pembesaran kelenjar servikal bagian atas karena chordoma umumnya tidak memperlihatkan kelainan pada kelenjar tersebut sedangkan karsinoma nasofaring sering bermetastasis ke kelenjar getah bening daerah clivus.

(19)

Walaupun tumor ini agak jarang tetapi gambarnya kadang-kadang menyerupai karsinoma nasofaring dengan tanda-tanda sklerotik pada daerah basis kranii. Gambaran CT scan meningioma cukup karakteristik yaitu sedikit hiperdense sebelum  penyuntikan zat kontras dan akan menjadi sangat hiperdense setelah pemberian zat kontras intravena. Pemeriksaan arteriografi juga sangat membantu diagnosis tumor  ini.

III.7. Penatalaksaan

Penatalaksaanaan karsinoma nasofaring dilakukan tergantung dari stadiumnya, yaitu :

•Stadium I : Radioterapi

•Stadium II dan III : Kemoradiasi

•Stadium IV dengan kurang dari 6cm : Kemoradiasi

•Stadium IV dengan n lebih dari 6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan

kemoradiasi

Terapi

Radioterapi masih merupakan pengobatn utama dan di tekankan pada pengunaan mega voltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat  berupa disseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferron, kemoterapi,

seroterapi, vaksin dan anti virus

semua pengobatan tambahan ini msih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih terbaik sebagai terapi adjuvan ( tambahan).

Berbagai macam kombinasi di kembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan cis-platinum sebagai inti.

Pemberian adjuvan kemoterapi cis- platium, bleomycin dan 5-flurouracil sedang

dikembangkan di departemen tht fkui dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-flurouracil oral setiap hari sebelum di berikan radiasi yang bersifat radiosensitiser memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan memberikan harapan akan kesembuhan total pasien kasrsinoma nasofaring.

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal di lakukan terhadap benjolan di leher  yang tidak menghilang pada penyinaran ( residu) atau timbul kembali setelah penyinaran

(20)

selesai, tetapi dengansyarat tumor induknya sudah hilang yang di buktikan dengan  pemeriksaan radiologik dan serologik, serta tidak di temukan metastasis jauh.

Operasi tumor induk sisa ( residu) atau kambuh (residif) diindikasikan , tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

Perawatan paliatif 

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak  kuah, membawa makanan kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat  penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) atau kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh  pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut di atas tidak    banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk 

meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif di indikasikan langsung terhadap  pengurangan rasa nyeri, mengontrol gejala, dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif 

untuk mengurangi nyeri akibat metastasis tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat keadaan umum yang buruk, perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.

Follow up

Tidak seperti keganasan kepala leher yang lainya, knf mempunyai resiko terjadnya rekurensi, dan follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan sering kali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu di follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi.

(21)

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan resiko tinggi. Memindahkan penduduk di daerah resiko ke tempat lainnya. Menerangkan akan kebiasaan hidup yang salah , mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari berbagi bahan yang berbahaya, penyuluhan mengenai linhkungan hidpu yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial ekonomi, dan berbagai hal yang berkaitgan dengan

kemungkinan faktor penyebab. Melakukan test serologi ig A - anti VCA dan igA – anti EA secara masal di massa yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Arif,Kuspuji,Rakhmi,Wahyu,dan Wiwiek,

editors. Kapita selekta kedokteran Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius; 2001. hal. 110-11

2. Liston SL. Embriologi, anatomi, dan fisiologi rongga mulut faring, esophagus dan leher.

Dalam: Adams, Boies, dan Higler, editors. Boies: Buku ajar penyakit THT Edisi VI. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1997. hal. 263-71.

3. Faiz O dan Moffat D. Nasofaring. Dalam: At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga; 2004. hal

(22)

4. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Telinga Hidung Tenggorok Kepala

Leher. Edisi ke Enam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004. Hal 183.

5. Paulino AC. Nasopharyngeal Cancer. Diunduh dari ;

http://emedicine.medscape.com/article/98165-overview . Diakses ; 20 September, Jam 19.00. 6. Dhillon R. S., East C. A. Ear, Nose and throat and Head and Neck surgery. Edisi III. London:

Churchill Livingstone; 2006. Hal 108.

7. Stages of nasopharyngeal cancer. Diakses dari: http://www.cancer   .gov/cancertopics/pdq/stages/nasopharyngeal/patient/page2

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Faring

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, setiap kali seseorang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, orang tersebut adalah seseorang yang berpotensi menjadi leader dan orang yang akan dipengaruhi

A rang sekam memiliki banyak manfaat, baik di dunia pertanian maupun untuk kebutuhan industri, para petani memanfaatkan arang sekam sebagai penggembur tanah, bahan pembuatan

Berdasarkan kajian teori yang telah dijelaskan, peneliti merumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas ini adalah “Jika dalam pembelajaran matematika menerapkan

Faktor yang mempengaruhi subjek penelitian untuk terlibat dalam exploratory risk-taking behavior adalah peer pressure family involvement, sehingga keterlibatan subjek pada

l$kasi kebakaran, usaha pemadaman, pen1elamatan dan e6akuasi tetap dil l$kasi kebakaran, usaha pemadaman, pen1elamatan dan e6akuasi tetap dil akukan $leh petugas 1ang ada

Selama penelitian berlangsung, vital faktor yang masih menjadi masalah dalam proses pengisian pulsa elektrik adalah hubungan antara perusahaan dengan provider, karena tidak

Pembangunan ini bertujuan untuk membangun sebuah aplikasi android, yang dapat digunakan untuk mencari lokasi penjualan oleh–oleh menggunakan layanan berbasis lokasi,

Penelitian dilakukan pada Laboratorium Game Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang. Kebutuhan pengembangan permainan meliputi perangkat bergerak berbasis