• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN KELEMBAGAAN ADAT AGROFORESTRI DUSUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAAN KELEMBAGAAN ADAT AGROFORESTRI DUSUN"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN KELEMBAGAAN ADAT AGROFORESTRI DUSUN

(Studi Kasus Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah don Negeri Werinama, Kecamatan Werinama, Kabupaten S e r m Bagian Thur)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANLAN

BOGOR

B O G O R

2009

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN

SUMBER INFORMAS1

Dengan ini saya menyatakan sebenar-benarnya bahwa segala pemyataan dalam tesis yang berjudul : Keragaan Kelembagaan Adat Agroforestri Dusun

(Studi Kasus Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah dun Negeri Werinuma, Kecamatan Werinuma, Kabupaten Serum Bagian Timur)

merupakan gagasan saya sendiri dengan para komisi pembimbing. Tesis ini belum pemah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenaramya.

Bogor, Januari 2009

Ibrahim El

(3)

ABSTRACT

IBRAHIM EL. Potret of Custom Institution of Agroforestry Dusun (A Case

Study at Liang Village, Salahutu Subdistrict, Central Maluku Regency and Werinama Village, Werinama Subdistrict, East Serum) Under the direction of NURHEM WIJAYANTO and LET1 SUNDAWATI

The management of forest resources in Maluku using the planting technique has formed agroforeshy called dusun. The dusun system in Maluku generally has a set of law in form of custom which is very good at administering and managing the dusun. To what extent the performance of managing and utilizing forest resources by the communities of the two villages is an interesting issue of discussion in an effort to develop the formulation of forest management in facing the population pressure which is getting heavier. This research was designed using a case study approach. In managing forest resources for exploration for the sake of dusun development, the community has a value system which is the result of institutional system in form of custom to arrange access to forest exploration or the community ownership of forest resources based on each

soa with their clan in the village. The process of establishing a dusun is done through the process of opening forest for farming (ladung;) or without the process of opening ladang. So that the products of dusun can be socially and economically enjoyed by the people, there is a tradition of management known by custom. While the custom in the Liang Village community has been neglected, in Werinama village this custom is still used.

(4)

IBRAHIM EL. Keragaan Kelembagaan Adat Agroforestri Dusun (Studi Kmus Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah dun Negeri Werinama, Kecarnatan Werinama, Kabupaten Serum Bagian Timur). Dibimbing

oleh NURHENI WIJAYANTO, dan LET1 SUNDAWATI.

Praktek pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat melalui teknik penanaman membentuk sistem agroforeshi telah lama membudaya di masyarakat. Di Maluku, praktek-paktek semacam itu dikenal masyarakat dengan istilah

dusun. Sistem dusun mempunyai perangkat aturan-aturan adat yang dimiliki masyarakat, baik dalam mengatur status penguasaankepemilikkan lahan hutan, maupun mengelola jenis-jenis tanaman tertentu yang diusahakan. Sistem dusun sebagai salah satu bentuk tradisi masyarakat dalam menata kehidupan bermasyarakat, termasuk upaya untuk mengatur pemerataan pembagian atau pendapatan hasil dari pada sumberdaya alam sekitar kepada seluruh wargalpenduduk setempat melalui sistem sasi mempakan ha1 yang perlu untuk diangkat.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengkaji bentuk dan peran

kelembagaan adat masyarakat dalam mengatur dan mengelola sumberdaya hutan

dan dusun-nya ; (2) mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi keberlanjutan

sistem adat sasi ; (3) menganalisis keragaan pendapatan masyarakat, dari jenis

hasil-hasil dusun yang diusahakannya ; (4) mengidentifikasi struktur dan

komposisi sistem agroforestri dusun. Metcde penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kelembagaan, analisis deskriptif kualitatif, analisis pendapatan, analisis vegetasi dan analisis profil vegetasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, terdapat dua sistem kekerabatan masyarakat di lokasi penelitian yaitu sistem pengelompokkan masyarakat berdasarkan mata rumaNrumah tau dan berdasarkan kelompok sou. Sistem kemasyarakatan ini, dalam kaitannya dengan pola penguasaankepemilikkan terhadap sumberdaya hutan, lebih didasarkan pada teritorial geneologis yaitu dominan penguasaankepemilikkan adalah mata i-umaWrumah tau yang tergabung dalam satu sou tertentu dengan pembagian tentorial disepakati secara adat berdasarkan masing-masing sou.

Dalam pengusahaan dusun, masyarakat memiliki dua sistem pembentukan

dusun yaitu melalui sistem perladangan dan tanpa melalui sistem perladangan.

Dusun yang terbentuk dari proses perladangan memiliki kombinasi tanaman umur pendek dan tanaman umur panjang. Sedangkan dusun yang terbentuk tanpa melalui proses perladangan umumnya ditanami oleh tanaman yang berumur panjang. Dari hasil dusun yang diusahakan agar secara sosial-ekonomi dapat dinikmati semua masyarakat, terdapat tradisi pengaturan panen yang diienal dengan sistem adat sasi. Aturan sasi tersebut di Negeri Liang sejak beberapa tahun yang lalu tidak lagi dilaksanakan sedangkan di Negeri Werinama masih dilaksanakan dan ditaati masyarakat.

Hasil dusun yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pendapatan

responden adalah Cengkeh. Di Negeri Liang, kontribusi Cengkeh sebesar 60,90%

(5)

Negeri Werinama sebesar 8 1,6 1% dari rata-rata pendapatan responden yaitu Rp. 8.330.230. Hasil analisis vegetasi dusun di Negeri Liang menunjukan bahwa jenis tanaman yang mempunyai indeks nilai penting paling tinggi untuk tingkat pohon adalah Durian yaitu 69,1%, kemudian tingkat tiang dan pancang adalah jenis Pala dengan indeks nilai penting masing-masing 109,6% dan 47%, serta tingkat semai yaitu Cengkeh dengan indeks nilai penting 42,6%. Sedangkan vegetasi dusun di Negeri Werinama untuk tingkat pohon didominasi oleh Durian dengan indeks nilai penting yaitu 81,9%, tingkat tiang dan pancang didominasi oleh jenis Coklat dengan indeks nilai penting 52,8%, dan 69,8%, dan semai yaitu Langsat 47,3%.

Berdasarkan stratifikasi vertikal, dusun di kedua negeri memiliki lapisan stratum A-B-C dan D. Sedangkan secara horizontal dari persentase penutupan tajuk, dusun pada kedua negeri didominasi oleh Durian. Negeri Liang persentase penutupannya yaitu 85,17% dan untuk dusun yang ada di Werinama 81,96%. Persentase penutupan tajuk keseluruhan jumlah jenis tanaman terhadap satuan lahan yang diamati adalah sebesar 78% untuk dusun di Negeri Liang dan Werinama sebesar 85%.

(6)

O Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi uudang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh kuiya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikun, penelitian, penulisan kaiya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan Eaitik atau tinjauan suaiu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikun kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkun dan memperbanyak sebagian aiau seluruh kaiya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

KERAGAAN KELEMBAGAAN ADAT AGROFORESTRI

DUSUN

(Studi Emus Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah don Negeri Werinama, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur)

IBRAHIM EL

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

Judul Penelitian : Keragaan Kelembagaan Adat Agroforestri Dusun (Studi Kasus Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah dan Negeri Werinama, Kecamatan Werinama, Kabupaten Serum Bagian Timur) Nama Mahasiswa : Ibrahim El

Nomor Pokok : E051060291

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Wiiavanto. MS Ketua

Diketahui

Dr. 1rYeti Sundawati, M.Sc Anggota

Ketua Program Studi

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kumia-Nya, sehingga tesis yang bejudul "Keragaan Kelembagaan Adat Agroforestri Dusun" (Studi Kasus Negeri Liang, Kecamatan

Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah dun Negeri Werinama, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur) berhasil diselesaikan. Penelitian tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan di lapangan selama bulan April s/d Juli 2008.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir.

Leti Sundawati, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan saya melalui pertanyaan-pertanyaan kritis serta saran-saran yang membangun.

2. Dr. Ir. Iin Ichwandi, M.Trop.Sc selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan masukan bempa saran dan kritikan dalam rangka perbaikan penulisan tesis ini.

3. Bapak Abdullah Vanat, S.Sos dan keluarga atas segala keiklasan bantuan yang diberikan, baik berupa materil maupun non-materil selama penulis menjalani studi pada Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor. Semoga Allah SWT membalasnya lebih berlimpah.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur yang telah membantu dalam memperlancar proses penyelesaian studi ini.

5. Saudaraku Bang Jafar El dan keluarga yang telah setia dan iklas membantu selama ini, semoga segala kebaikannya dibalas lebih berlimpah oleh Allah SWT. Tak lupa pula kedua orang tua ayahanda Syamsudin El dan Ibunda Syifa El, serta adik-adikku dan seluruh keluarga atas do'a, dukungan dan kasih sayangnya.

6. Rekan-rekan Salim Arief Elly, ST.MSi, Saleh Taher Suin S.Hi.Msi, Bang lksan Arey, Bung Yan Hatulesila, S.Hut.Msi dan tak lupa teman-teman IPK

(10)

angkatan 2007-2008 yang tak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak-banyak terirna kasih atas bantuan dan segala kebersamaannya.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu berbagai kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Januari 2009

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Negeri Werinama pada tanggal 9 Agustus 1982 dari Ayahanda Syamsudin El dan Ibunda Syifa El. Penulis mempakan putra kedua dari empat orang bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar yang ditempuh yaitu pada SD Negeri 1 Werinama dan lulus pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke-SLTP Negeri I Werinama dan lulus pada tahun 1997. Tahun yang sama pula penulis melanjutkan lagi ke-SMA Negeri 1 Werinama dan lulus pada tahun 2000.

Penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pada tahun

2001, melalui seleksi masuk pada Universitas Darussalam Ambon. Penulis

memilih Program Studi Manajemen Hutan pada JumsaII Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Darussalam Ambon dan lulus pada tahun 2006. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister diperoleh penulis pada tahun yang sama yaitu 2006 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis mengabdi pada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Seram Bagian Timur-Propinsi Maluku.

(12)

DAFTAR IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

xi

DAETAR GAMBAR

...

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

...

xv I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang ... 1 1.2 Pemmusan Masalah

...

2

. .

1.3 Tujuan Penel~t~an

...

3

. .

1.4 Manfaat Penel~tlan

...

4

Il

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kelembagaan

...

5 2.2 Sistem Agroforestri

...

7 2.3 Klasifikasi Agroforestri

...

9

2.4 Klasifhsi Agroforestri Berdasarkan Masa Perkembangannya

...

9

...

2.5 Agroforestri di Maluku 10 nI METODOLOGI PENELITIAN

. . ...

3.1 Kerangka Pern~klran 12

...

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 13

...

3.3 Metode Pengumpulan Data 14 3.3.1 Pendekatan studi

...

14

...

3.3.2 Teknik pengumpulan data 15

. .

3.3.3 Metode a n a l ~ s ~ s

...

16

3.3.4 Kontribusi dusun terhadap pendapatan masyarakat

...

17

3.3.5 Identifikasi struktur dan komposisi agroforestri dusun

...

18

...

3.3.5.1 Alat dan bahan 19

.

.

3.3.5.2 A n a l ~ s ~ s data

...

19

...

3.3.6 Analisis profil dususn 21

IV

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

. .

...

4.1 Negerl h a n g 23

...

4.7 Negeri Werinarna 26 V HASIL DAN PEMBAHASAN

...

5.1 Keragaan Kelembagaan Adat Masyarakat 30 5.2 Kelembagaan Adat Masyarakat Kedua Negeri Dalam Pengelolaan

...

Sumberdaya Hutan 34

...

5.2.1 Pengelolaan sumberdaya hutan di Negeri Werinama 35 5.2.2 Pengelolaan sumberdaya hutan di Negeri Liang

...

36 5.2.3 Bentuk penguasaankepemilikkan masyarakat di kedua negeri

...

(13)

5.2.4 Bentuk aturan masyarakat dalam pengelolaan

...

sumberdaya hutan

5.3 Proses Pembentukan Dusun

...

...

5.3.1 Pembentukan dusun melalui proses perladangan

5.3.2 Pembentukan dusun tanpa melalui proses perladangan

...

...

5.4 Aturan Pemanfaatan Hasil Dusun

5.4.1 Sistem penyelenggaraan sasi

...

5.4.2 Tutup dan buka sasi

...

5.4.3 Jenis hasil dusun yang di sasi dan bentuk aturan

...

pemanenannya

...

5.4.4 Bentuk sangsi

...

5.4.5 Pembagian hasil dusun yang di sasi

5.5 Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Sistem Adat Sasi

...

5.6 Kontribusi Dusun Terhadap Pendapatan Masyarakat

...

...

5.7 Struktur dan Komposisi Agroforestri Dusun

5.8 Profil Agroforestri Dusun

...

VI KESIMPULAN DAN SARAN

...

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

...

(14)

DAFTARTABEL

Halaman 1. Beberapa perbedaan penting antara agroforestri tradisional

dengan agroforestri moderen

...

. .

2. Jumlah penduduk Neger~ L~ang

...

3. Komposisi penduduk Negeri Liang berdasarkan mata pencaharian

...

4. Komposisi tingkat pendidikan Negeri Liang

...

5. Komposisi penduduk Negeri Liang berdasarkan agama

...

6. Jumlah sarana peribadatan di Negeri Liang

...

7. Keadaan curah hujan di Kecamatan Salahutu

...

8. Jumlah dan persentase penduduk Negeri Werinama

...

9. Komposisi penduduk Negeri Werinama berdasarkan mata pencaharian

..

10. Komposisi tingkat pendidikan Negeri Werinama ...

...

11. Keadaan curah hujan di Kabupaten Seram Bagian Timur

12. Sistem kekerabatan masyarakat berdasarkan mata rumaWrumah tau

.

.

Negeri Liang dan Werinama

...

13. Sistem kekerabatan masyarakat Negeri Liang dan Werinama

berdasarkan persekutuan teritorial geneologis (soa)

...

14. Pendapatan rata-rata keluarga per tahun dari hasil dusun di

Negeri Liang dan Werinama ... 15. Distribusi luas kepemilikan lahan responden pada Negeri Liang dan

Werinama

...

16. Indeks nilai penting (INP) tingkat pohon pada agroforestri dusun

...

di Negeri Liang dan Werinama

17. Indeks nilai penting (INP) tingkat tiang pada agroforestri dusun

...

di Negeri Liang dan Werinarna 57

18. Indeks nilai penting (INP) tingkat pancang pada agroforestri dusun

...

di Negeri Liang dan Werinama 58

19. Indeks nilai penting (INP) tingkat semai pada agroforestri dusun

...

di Negeri Liang dan Werinama 59

20. Keragaan ekosistem agroforestri dusun berdasarkan tingkatan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

. .

. .

...

1

.

Kerangka pem~klran penelrt~an

...

2

.

Lokasi penelitian

. .

3

.

Desain jalur pengamatan

...

4

.

Struktur Negeri Liang dan Werinama

...

5

.

Skema proses pembentukan dusun

...

6

.

Dusun yang dibangun melalui proses perladangan dan tanpa melalui

proses perladangan

...

7

.

Gambar profil sistem agroforestri dusun di Negeri Liang

...

8

.

Gambar profil sistem agroforestri dusun di Negeri Werinama

...

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. D a h Istilah

...

70 2. Hasil tabulasi pendapatan hasil dusun responden Negeri Liang

...

72

3. Tabulasi hasil pendapatan hasil dusun responden Negeri Werinama

...

73 4. Data pengamatan profil sistem agroforestri dusun di Negeri Liang

...

74

5. Hasil analisis persentase penutupan tajuk pada petak contoh

di Negeri Liang

...

75 6. Hasil analisis dominansi penutupan masing-masing jenis pada petak

. .

contoh di Neger~ L~ang

...

76 7. Komposisi dominan penutupan masing-masing jenis tanaman pada

petak contoh di Negeri Liang

...

77 8. Data pengamatan profil agroforestri dusun di Negeri Werinama

...

78

9. Hasil analisis persentase penutupan tajuk pada petak petak contoh di

Negeri Werinama

...

79 10. Hasil analisis dominansi penutupan masing-masing jenis pada petak

contoh di Negeri Werinama

...

80 1 1. Komposisi dominan penutupan masing-masing jenis tanaman pada petak

(17)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktek pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat melalui teknik penanaman membentuk sistem agroforestri, merupakan teknik-teknik tradisional dalam pengelolaan hutan yang telah lama membudaya di masyarakat. Sistem- sistem pengetahuan lokal tersebut walaupun berbeda satu sama lain sesuai dengan kondisi sosial budaya dan tipe ekosistem masyarakat setempat, namun secara umum sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya lokal ini selalu tumbuh clan berkembang terus-menerus secara turun-temurun. Di Maluku, yang meliputi : Pulau Ambon, Pulau Seram, dan Pulau-pulau Lease, teknik-teknik penanaman tersebut sudah merupakan tradisi pengelolaan hutan yang dikenal masyarakat dengan istilah dusun Dusun m e ~ p a k a n sebuah istilah yang biasanya digunakan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan teknik penanaman yang be~ariasi, serta memiliki tingkat keragaman yang tinggi (Ajawaila 1996).

Keragamanan dusun untuk tanaman campuran strata bawah terdiri dari : rerumputan, tanaman rempah-rempah, obat-obatan dan kusu-kusu padi atau

Andropogon amboinensis, kemudian tanaman campuran strata menengah terdiri dari buah-buahan seperti : (durian, kelapa, langsat, manggis, duku, gandaria, jambu, kenari), tanaman palawija (cengkeh, pala, coklat, kenari dan petai), dan kombinasi tanaman berkayu strata atas yaitu : sengon, jabon, titi, jenis ficus dl1 (Wattimena 2007).

Sistem pengusahaan dusun dalam prakteknya, masyarakat memiliki perangkat hukum yaitu bempa aturan-aturan adat yang sangat baik dalam mengatur status penguasaan/kepemilikkan lahan hutan, sampai dengan mengelola hasil-hasil tanaman "tertentu" yang diusahakannya. Di kedua negeri yang meliputi Negeri Liang dan Werinama, untuk status penguasaankepemilikkan lahan hutan, sejak dulu telah diatur secara adat berdasarkan masing-masing kelompok marga atau yang disebut dengan mata rumaWrumah tau yakni suatu kesatuan kekerabatan masyarakat yang terdiri dari beberapa rumah tangga dengan memakai nama keluarga berupa marga yang sama di dalam suatu negeri. Sedangkan untuk mengatur pemanenan hasil tanaman dalam jangka waktu

(18)

tertentu agar secara sosial-ekonomi dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat, terdapat pula aturan pengelolaan yang sudah menyatu dengan masyarakat sejak dulu yang biasa dikenal dengan istilah sistem adat sasi. Adat sasi menurut Wattimena dan Papilaya (2005), merupakan sebuah aturan yang mengandung unsur-unsur larangan dalam mengatur akses masyarakat untuk mengambil hasil tanaman pada jangka waktu tertentu dengan maksud agar pemanenan dilakukan pada waktu yang tepat.

Dari uraian di atas, sebagai suatu bentuk tradisi adat-istiadat masyarakat secara tradisional dalam menata kehidupan bermasyarakat, termasuk upaya untuk mengatur pemerataan pembagian atau pendapatan hasil dari sumberdaya alam sekitar kepada seluruh wargalpenduduk setempat, sejauh mana dipmktekkan oleh masyarakat khususnya pada kedua negeri rnerupakan ha1 menarik yang perlu untuk dikaji dan diangkat guna mengetahui potensi-potensi masyarakat lokal dalam pengelolaan simberdaya hutan yang baik, upaya membangun peran sertanya dalam perlindungan dan pelestarian sumberdaya hutan.

2.1 Rumusan Masalah

Pentingnya peran masyarakat dalam mengatur, mengernbangkan, dan menjalankan aturan-aturan pengelolaan sumberdaya hutan yang baik dalam menghadapi tekanan perturnbuhan penduduk yang tems meningkat dari waktu ke waktu dewasa ini, mempakan substansi penting dalam menyoroti kebechasilan atau kegagalan suatu pengelolaan sumberdaya hutan akibat tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Di kedua lokasi penelitiah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan merupakan sesuatu ha1 yang tak terbantahkan karena merupakan satu-satunya sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai aset masyarakat dalam menopang keberlanjutan kehidupan masyarakat di wilayah pedesaan dengan sistem pengalih gunaan lahan hutan untuk sistem bercocok tanam. Bentuk-bentuk ketergantungan rnasyarakat dalam pernanfaatan lahan seperti ini, tidak lain adalah akibat dari tidak memadainya sumber-surnber pendapatan yang menetap bagi masyarakat.

Di Negeri Liang, menyangkut aturan masyarakat dalam pengelolaan

hutan untuk sistem pengusahaan dusun dengan sistem-sistem

(19)

sebagian besar dilakukan oleh masyarakat. Namun yang berkaitan dengan aturan- aturan adat masyarakat dalam mengatur pemanenan hasil-hail dusun yang diusahakan dengan bentuk sistem adat smi, eksistensinya saat ini sudah tidak diandalkan lagi sebagai tradisi adat masyarakat dalam pengelolaan hasil-hasil dusun. Tidak berperannya aturan ini dalam mengatur pemanfaatan jenis hasil- hasil dusun yang diusahakan, hubungannya dengan tingkat kelestarian hasil dusun masyarakat baik secara ekonomi maupun secara ekologi dikaitkan dengan tekanan penduduk yang tems meningkat, mempakan ha1 yang akan dikaji dengan membandingkannya dengan Negeri Werinama sebagai negen yang aturannya masih berjalan.

Dalam penelitian ini, keragaan kelembagaan adat masyarakat yang dikaji selain mencakup aturan-aturan yang digunakan masyarakat dalam mengatur dan mengelola sumberdaya hutan khususnya yang berkaitan dengan bentuk hak-hak penguasaankepemilikkan masyarakat terhadap sumberdaya hutan di kedua lokasi dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk pengusahaan dusun yang dilakukan masyarakat, juga akan melihat tentang keragaan kelembagaan masyarakat yang berkaitan dengan perannya dalam mengatur dan mengelola jenis hasil dusun yang diusahakannya dengan pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah :

1. Bagaimana bentuk dan peran kelembagaan adat masyarakat dalam mengatur dan mengelola sumberdaya hutan dan dusun-nya.

2. Faktor apakah yang mempengamhi keberlanjutan sistem adat sasi.

3. Bagaimana tingkat pendapatan masyarakat terhadap jenis hasil-hasil dusun yang diusahakannya.

4. Bagaimana bentuk struktur dan komposisi sistem agroforestri dusun. 1.3 Tujuao Peoelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji bentuk dan peran kelembagaan adat masyarakat dalam mengatur dan mengelola sumberdaya hutan dan dusun-nya.

2. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi keberlanjutan sistem adat sasi. 3. Menganalisis pendapatan masyarakat dari jenis hasil-hasil dusun yang

diusahakannya.

(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Menghasilkan bahan informasi tentang keragaan kelembagaan adat

masyarakat pada kedua negeri dalam mengatur dan mengelola sumberdaya hutan dan dusun-nya.

2. Masukan bagi para pihak tentang keragaan kelembagaan adat masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan upaya membangun peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pelestariannya.

(21)

I1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kelembagaan

Dalam bidang sosiologi dan antropologi kelembagaan banyak ditekankan pada norma, tingkah laku dan adat istiadat. Menurut Runan dan Hayami (1984), kelembagaan merupakan aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan dimana setiap orang dapat beke rjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Ostrom (1985), mengartikan kelembagaan sebagai aturan dan rambu-ramhu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Selain itu Uphoff (1986), mengartikan kelembagaan sebagai suatu himpunan atau tatanan norma-norma dan tingkah laku yang biasa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi nilai bersama. Kelembagaan diekankan pada norma-norma perilaku, nilai budaya dan adat istiadat.

Kartodihardjo (2006), mendefinisikan kelembagaan sebagai suatu sistem yang kompleks, rumit, abstrak yang mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan, kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan mempunyai peran yang sangat penting dalam memecahkam masalah-masalah nyata dalam pembangunan. Kelembagaan merupakan inovasi manusia untuk mengatur atau mengontrol interdependensi antar manusia terhadap sesuatu kondisi atau situasi melalui inovasi dalam hak kepemilikkan, aturan representasi atau batas yurisdiksi. Menurut Schmid (1987) dalam Pakpahan (1989), kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur hubungan antar orang, yang mendefinisikan hak-hak mereka, hubungan dengan hak-hak orang lain, hak-hak istimewa yang diberikan, serta tanggung jawab yang hams mereka lakukan. Kelembagaan juga dapat diartikan sebagai instrumen yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok masyarakat melalui hak dan kewajibannya dalam kaitannya dengan

pemanfaatan sumberdaya. Kelembagaan mempunyai peran penting dalam

(22)

stabil bagi hubungan manusia. Kelembagaan mempakan gugus kesempatan bagi individu dalam membuat keputusan dan melaksanakan aktifitasnya. Kelembagaan dicirikan oleh tiga ha1 utama: (1) hak-hak kepemilikkan (property rights) yang bempa hak atas benda materi maupun non materi; (2) batas yurisdiksi (jurisdictional boundary), dan (3) aturan representasi (rules of representation) (Schmid 1987 dalam Pakpahan 1989).

Hak-hak kepemilikkan (property rights), mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam ha1 kepentingannya terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi. Pernyataan hak milik memerlukan pengesahan dari masyarakat dimana dia berada. Implikasi dari ha1 ini adalah : (1) hak seseorang adalah kewajiban orang lain; (2) hak yang dicerminkan oleh kepemilikkan (ownership) adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Property rights individu atas suatu aset terdiri atas hak-hak atau kekuasaan untuk mengkonsumsi, mendapatkan pendapatan dan melakukan transfer hak-haknya atas aset (Basuni, 2003). Hak dapat diperoleh melalui pembelian apabila barang atau jasa dapat dipejualbelikan, pemberian atau hadiah, atau pengaturan administratif.

Batas yurisdiksi (jurisdictional boundary) menentukan siapa dan apa yang tercakup dalarn suatu masyarakat. Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna kedua-duanya sehingga terkandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan dalam mengatur alokasi sumberdaya. Pembahan batas yurisdiksi dipengamhi oleh empat faktor antara lain : (1) perasaan sebagai suatu masyarakat (sense of community). Perasaan sebagai suatu mzisyarakat menentukan siapa termasuk dalam masyarakat dan siapa yang tidak. Hal ini berkaitan dengan konsep jarak sosial yang menentukan komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijaksanaan; (2) eksternalitas, mempakan dampak yang diterima pihak tertentu akibat tindakan pihak lain. Pembahan batas yurisdiksi akan merubah struktur ekstemalitas yang akhirnya membah siapa menanggung apa; (3) homogenitas, berkaitan dengan preferensi masyarakat yang merefleksikan permintaan terhadap barang dan jasa; dan (4) skala ekonomi, yang

(23)

menunjukkan suatu situasi dimana ongkos per satuan terus menurun apabila output ditingkatkan. Batas yurisdiksi yang sesuai akan menghasilkan ongkos per satuan yang lebih rendah dibandingkan dengan altematif batas yurisdiksi yang lainnya.

Aturan representasi (rules of representation) merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan dalam organisasi, terdapat dua jenis ongkos yang mendasari keputusan, yaitu : (1) ongkos membuat keputusan sebagai produk dari partisipasi dalam membuat keputusan, dan (2) ongkos eksternal yang ditanggung oleh seseorang atau sebuah organisasi sebagai akibat keputusan organisasi tersebut. Aturan representasi akan mempengaruhi stnrktur dan besarnya ongkos tersebut. Atumn pengambilan keputusan yang sederhana untuk masalah ini adalah meminimumkan kedua ongkos. Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Konsep aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Aturan representasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, sehingga aturan representasi menentukan alokasi dan distribusi sumberdaya yang langkah. Oleh karena itu perlu dicari suatu mekanisme representasi yang efisien dalam arti menurunkan ongkos transaksi. 2.2 Sistem Agroforestri

Agroforestri mempakan sebuah istilah baru yang diberikan kepada sistem pertanian yang sudah lama dipraktekkan. Bermacam-macam definisi telah dikembangkan oleh peneliti agroforestri, sesuai dengan sifat dari masing-masing komponen penyusun sistem tersebut di tempat aslinya. Lundgren (1992), mendefinisikan agroforestri sebagai nama kolektif dari sistem penggunaan lahan, dengan komponen pohon, tanaman semusim, tanaman pakan temak danlatau temak pada waktu bersamaan, rotasi, atau campuran antara keduanya. Dalam sistem tenebut terdapat interaksi antara pohon dengan komponen lainnya secara ekologis dan ekonomis.

Agroforestri menurut Lundgren dan Raintree (1982), mempakan istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan

(24)

tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian danlatau hewan (ternak) danlatau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982), adalah : (1) agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dadatau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu ;

(2)

siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun ; (3) ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu ; (4) selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, dan obat-ohatan ; (5) minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (sewice Jirnction), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat ; (6) untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen ; (7) sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

Deftnisi lain menurut Huxley (1999), agroforestri merupakan : (1) sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pmture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya ; (2) sistem pengunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (kadang- kadang dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman ; (3) sistem pengeloloaan sumber daya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara herkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan.

(25)

Perhutani (1990), mengartikan agroforestri sebagai manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta.

2.3 Klasifikasi Agroforestri

Agroforestri diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria Nair (1993), terdiri dari : (1) dasar struktural yakni menyangkut komposisi komponen- komponen, seperti sistem agrosilvikultur, silfopastural, clan agrisilvopastur ; (2)

dasar fungsional, yakni menyangkut fungsi utama atau peranan dari sistem, temtama fungsi atau peranan komponen kayu-kayuan ; (3) dasar sosial-ekonomi, yakni menyangkut tingkat masukan dalam pengelolaan (masukan rendah, masukan tinggi) atau intensitas dan skala pengelolaan, atau tujuan-tujuan usaha (subsisten, komersial, intermediet); (4) dasar ekologi yakni menyangkut kondisi lingkungan dan kecocokan ekologi dan ekosistem.

2.4 Klasifikasi Agroforestri Berdasarkan Masa Perkembangannya

Agroforesbi ditinjau dari masa perkembangannya, terdapat dua kelompok besar agroforestri yang terdiri

dari

:

1. Agroforestri tradisionalklasik (traditional/classical agroforestri?

Dalam lingkungan masyarakat lokal dijumpai berbagai bentuk praktek pengkombinasian tanaman berkayu (pohon, perdu, palem-paleman, bambu- bambuan, dll.) dengan tanaman pertanian dan atau peternakan. Praktek tersebut dijumpai dalam satu unit manajemen lahan hingga pada suatu bentang alam (landscape) dari aagrokosistem pedesaan. Thaman (1989), mendefinisikan agroforestri tradisional atau agroforestri klasik sebagai setiap sistem pertanian, dimana pohon-pohonan baik yang berasal dari penanaman atau pemeliharaan tegakanltanaman yang telah ada menjadi bagian terpadu, sosial-ekonomi clan ekologis dari keselumhan sistem (agroecosysrem). 2. Agroforestri moderen (modern atau introduced agroforestrij

Agroforestri moderen umumnya hanya melihat pengkombinasian antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Berbeda

(26)

dengan agroforestri tradisionaliklasik, ratusan pohon bermanfaat di luar komponen utama atau juga satwa liar yang menjadi bagian terpadu dari sistem tradisional kemungkinan tidak terdapat lagi dalam agroforestri moderen (Thaman 1989 ; Sardjono 1990).

Tabel 1 Beberapa perbedaan penting agroforestri tradisional dan agroforestri moderen

Aspek Tinjauan Agroforestri tradisional Agroforestri Moderen Kombinasi Jenis Tersusun atas banyak jenis Hanya terdiri dari 2-3

@olyculture), dan hampir kombinasi jenis, dimana salah keseluruhannya dipandarig satu-nya merupakan komoditi penting; banyak dari jenis-jenis yang diunggulkan; seringkali lokal (dan berasal dari diperkenalkan jenis unggul permudaan alami). dari l u x (exotic species). Struktur Tegakan Kompleks, karena pola tanam- Sederhana, karena biasanya

nya tidak teratur, baik s e c m menggunakan pola lajw atau horizontal ataupun vertikal baris yang berselang-seling (acak/random). dengan jarak tanam yang jelas. Orientasi Penggunaan Subsisten hingga semi Komersial, dan umumnya Lahan komersial (meskipun tidak diusahakan dengan skala besar senantiasa dilaksanakan dalam dan oleh karenanya padat skala kecil). modal (capital intensive). Keterkaitan Sosial Budaya Memiliki keterkaitan sangat Secara umum tidak memiliki

erat dengan sosial-budaya lokal keterkaitan dengan sosial karena telah dipraktekkan budaya setempat, karena secara turun temurun oleh diintrodusir oleh pihak luar masyarakaUpemilik lahan. (proyek atau pemerintah).

Sumber : Sarjono et al, (2003)

2.5 Agroforestri di Maluku

Sebelum bangsa Portugis tiba di Maluku pada awal abad ke-16 dan

Bangsa Belanda tiba pada awal abad ke-17 (1602) agroforestri yang dikenal di Maluku sebagai dusun telah membudaya pada masyarakat Maluku. Dusun adalah suatu aset yang tidak nampak (intangible) di Maluku, yang termasuk dalam pengetahuan masyarakat lokal (indigenous knowledge) dan teknologi yang digunakan masyarakat lokal (indigenous technology) sudah teradaptasi dengan lingkungan fisik, biologis masyarakat setempat (Wattimena dan Papilaya 2005).

Dusun di Maluku Tengah (Ambon, Seram dan Banda) menurut Wanimena (2007), terletak berjarak 1-10 krn dari desa, berada pada dataran rendah basah (0-500 m dpl). Jenis tanaman buah-buah yang diusahakan adalah : durian, manggis, duku, langsat, bacang dll, tanaman rempah-rempah (pala, cengkih, kemiri) dan tanaman pangan (umbi-umbian dan pisang) adalah tanaman yang umumnya dikembangkan pada daemh tersebut.

(27)

Manfaat dusun di Maluku menurut Wattimena dan Papilaya (2005), yaitu :

1. Secara ekologis mempertahankan kualitas sumberdaya alam dan agroekosistem secara keseluruhan yang meliputi hewan, tanaman dan jasad renik. Tanaman-tanaman dari dusun itu mempunyai beragam kedalaman akar, ketinggian tajuk, dan kejarangan tajuk. Kebutuhan yang berbeda terhadap suhu, intensitas cahaya, kelembaban tanah, kelembaban udara dan kualitas lahan.

2. Berkelanjutan secara ekonomis, artinya petani bisa dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup dari &sun tersebut. Fungsi dusun mirip dengan fungsi pekarangan dimana selumh kebutuhan hidup mulai dari pangan, bahan bangunan berasal dari dusun. Di dalam sistem dusun diatur sehingga ada tanaman yang menghasilkan sepanjang tahun seperti kelapa, coklat, pala, kenari serta ada yang musiman seperti cengkeh, durian, d u b , gandaria, dsb. 3. Adil dan manusiawi artinya hasil dusun itu dapat juga dimanfaatkan bagi

orang yang tidak punya, dan martabat dasar semua mahluk hidup (tanaman, hewan, dan manusia) dihormati. Peraturan mengenai usaha (memungut yang jatuh di tanah) dan sasi (peraturan pemungutan hasil).

Istilah sasi sebenarnya tidak tergolong kepada kategori kata-kata yang mempunyai watak larangan atau suruhan yang bersifat tanggeng dan menetap, namun istilah tersebut hanya menekankan pada suatu larangan yang temporal dan lambang (atribut) yang bersama-sama membuat institusi sasi mengikat (Kissya 1993). Sementara itu Rahail (1995), menekankan kepada konsep pelestarian dan produktifitas mengemukakan bahwa sasi adalah suatu pranata adat yang sudah umum diketahui sebagai suatu larangan untuk mengambil atau merusak sumberdaya alam tertentu dalam jangka waktu tertentu demi menjaga kelestarian dan agar lebih menjamin hasil yang lehih berlipat ganda di masa depan. Kemudian Nikijuluw (1997), menyimpulkan bahwa sari adalah suatu sistem pengaturan pemanfaatan sumberdaya alam (hutan dan laut) bagi anak negeri (penduduk setempat) maupun pendatang.

(28)

I11 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Perhatian berbagai pihak dalam mengoptimalkan asas kelestarian sumberdaya hutan akibat meningkatnya alih guna lahan yang terus bertambah telah menjadi topik bahasan yang menarik dari waktu ke waktu. Berbagai sistem dan solusi tradisional terbaik yang telah banyak dikembangkan oleh banyak kalangan dengan berbagai istilah dan model pengelolaan seperti repong atau terminologi-terminologi pengelolaan lainnya seperti di Maluku yang secara tradisional dikenal dengan dusun, merupakan model-model pengelolaan yang pada dasarnya semua itu memiliki kesamaan dimana fokus utamanya adalah masyarakat sebagai pelakx atau &or utamanya.

Sebagai aktor utama, kajian tentang masyarakat lokal penting dimana tidak hanya dalam memahami bagaimana komunitas lokal memperlakukan sumberdaya alam di sekitarnya, namun juga bagaimana memanfaatkan berbagai ha1 positif darinya. Disamping itu, dengan diketahuinya pola-pola interaksi antara komunitas masyarakat lokal dengan alam, maka akan teridentifikasi sejumlah kebutuhan yang dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam memformulasikan rencana pengelolaan sumberdaya alam, dengan menempatkan peran aktif dan akses masyarakat melalui komhinasi manajemen dan teknik-teknik moderen dengan konsep, pola, dan teknik-teknik tradisional berdasarkan karakteristik yang dimiliki tiap-tiap komunitas.

Di kedua negeri, sistem pengetahuan dan pengelolaan sumberdaya lokal yang telah tumbuh dan berkembang secara turn-temurun di masyarakat dengan aturan-aturan adat yang dimilikinya, baik dalam mengatur akses masyarakat dalam sistem pemanfaatan lahankawasan hutan serta pemanfaatan basil-hasil

dusun yang telah membudaya selama ini, sebagai kearifan masyarakat ha1 ini penting untuk diangkat, sehingga menghasilkan sebuah informasi penting yang dapat jadikan sebagai konsep-konsep pengelolaan sumberdaya di kedua negeri sesuai pendekatan budaya masyarakat khususnya pada pulau-pulau kecil dalam upaya membangun sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang diharapkan mampu menciptakan keseimbangan sistem sosial, ekonomi dan ekologi yang

(29)

berkelanjutan. Dari kerangka pemikiran yang diuraikan di atas, maka alur penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 1 :

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Kelembagaan Adat

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku dan Negeri Werinama, Kecamatan Werinama, Kabupaten Seram Bagian Timur

-

Propinsi Maluku.

Agroforestri Dusun

I*' c e A .A< S E a

8 .

,;" 1 '

,. .., . , .. . ..3* .. ,. .,

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Keterangan : 1 = Negeri Liang

2 = Negeri Werinama

I

+

6

Negeri Liang Negeri Werinama

L I I

+

+

v

Aturan Pengelolaan Hutan Aturan Pemanfaatan Hasil Dusun I I 4

-

Hak-hak Kepemilikan

-

Batas Yurisdiksi

-

Aturan Representatif

&

Bentuk Pemanfaatan Hasil Dusun

-

I

I

(30)

Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu penentuan lokasi secara sengaja dengan beberapa pertimbangan : (1) lokasi mempakan daerah dengan bentuk kelembagaan adatnya dalam mengatur dan mengelola sistem dusun masib berjalan dan yang sudah tidak bejalan ; (2) lokasi mempakan daerah yang memiliki akses pasar dan daerah yang tidak memiliki akses pasar dalarn memasarkan hasil-hasil dusun-ya. Waktu penelitian ini berlangsung selama tiga bulan yakni dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2008.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Peudekatan studi

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Secara umum studi kasus memberikan akses dan peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif, dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar-variabel, serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas. Selain itu, studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam, dalam rangka pengembangan ilmu (Yin 1997; Azis 2003).

Black dan Champion (1992) menyebutkan beberapa keunggulan spesifik studi kasus, di antaranya : (1) bersifat luwes berkenaan dengan metode pengumpulan data yang digunakan ; (2) keluwesan studi kasus menjangkau dimensi yang sesungguhnya dari topik yang diselidiki ; (3) dapat dilaksanakan secara praktis di dalam banyak lingkungan sosial ; (4) studi kasus menawarkan kesempatan menguji teori. Disamping keunggulan, juga terdapat sejumlah kelemahan : pertama, studi kasus kurang memberikan dasar yang kuat terhadap suatu generalisasi ilmiah ; Kedua, ada kecenderungan studi kasus kurang mampu mengendalikan bias subjektifitas peneliti. Untuk mengatasi ha1 tersebut, empat ha1 penting yang perlu diperhatikan sebelum menetapkan penggunaan metode studi kasus : pertama, studi kasus hams signifikan. Artinya, kasus yang diangkat mengisyaratkan sebuah keunikan dan betul-betul khas, serta menyangkut kepentingan publik atau masyarakat umum. Kedua, studi kasus harus lengkap. Kelengkapan ini dicirikan oleh tiga ha1 : (1) kasus yang diteliti memiliki batas-

(31)

batas yang jelas (ada perbedaan yang tegas antara fenomena dengan konteksnya) ; (2) tersedianya bukti-bukti relevan yang meyakinkan ; dan (3) mempermasalahkan ketiadaan kondisi buatan tertentu. Ketiga, studi kasus mempertimhangkan alternatif perspektif. Keempat, studi kasus hams menampilkan bukti yang memadai dan secara bijak mendukung atas kasus yang diteliti (Yin 1997; Bungin 2003).

3.3.2 Teknik pengumpulsn data

Pengumpulan data dilakukan melalui : (a) Wawancara individual (individual interview) ; (b) pengamatan terlibat (participant o b s e m i o n ) ; dan (c) diskusi kelompok terfokus flocusedgroup discussion).

a. Wawancara individual (individual interview)

Metode wawancara individu dalam penelitian ini dilakukan untuk ; (a) mengkaji keragaan kelembagaan adat masyarakat Negeri Liang dan Werinama dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan dusun-nya ; (b) melibat tingkat pendapatan masyarakat dari jenis hasil-hasil dusun yang di usahakan; (c) mengetahui pandangan masyarakat kususnya di Negeri Liang terkait dengan saat masih bejalan dan setelah tidak berjalannya sistem adat sasi terhadap kelestarian hasil dusun-nya.

Dalam mengkaji keragaan kelembagaan adat, wawancara dilakukan kepada informan kunci (key infonnan) yang meliputi raja (kepala adat) dan kepula-kepala sou yang memahami tentang topik yang akan diangkat. Instrumen dipilih secara sengaja. Sedangkan untuk menganalisis tingkat pendapatan jenis-jenis hasil dusun di kedua lokasi, serta persepsi masyarakat Negeri Liang terhadap sistem adat susi-nya yang tidak lagi bejalan, dilakukan melalui survei. Responden dipilih dari masing-masing negeri adalah sebanyak 30 orang yang terdiri dari tiap-tiap kepala keluarga. Teknik pamilihan responden dilakukan secara acak.

b. Pengamatan terlibat (participantion observation)

Pengamatan terlibat mempakan sebuah teknik pengumpulan data yang peneliti melibatkan diri dalam aktifitas kehidupan masyarakat dengan tujuan untuk melihat, dan memahami secara langsung keragaan kelembagaan adat masyarakat kedua negeri dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan dusun-nya.

(32)

c. Diskusi kelompok terfokus Cfocusedgroup discussion)

Focus Group Discussion (FGD) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu pennasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah

dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti (Bungin,

2003). Dalam penelitian ini, yang terlibat dalam (FGD) terdiri dari raja dan

kepala-kepala sou.

3.3.3 Metode analisis

Dalam penelitian ini, untuk mengkaji keragaan kelembagaan adat masyarakat dalam mengatur dan mengelola sumberdaya alam khususnya hutan pada kedua negeri, teknik analisis yang digunakan adalah melalui analisis kelembagaan. Teknik analisis ini dilakukan karena kelembagaan adat mempunyai suatu himpunan aturan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya alam baik dalam mengatur maupun mengelolanya. Sedangkan untuk mengkaji keragaan kelembagaan adat masyarakat dalam mengatur dan mengelola &sun-nya, teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Menurut Schmid (1987) dalam Pakpahan (1989), kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur hubungan antar orang, yang mendefinisikan hak-hak mereka, hubungan dengan hak-hak orang lain, hak-hak istimewa yang diberikan, serta tanggung jawab yang hams mereka lakukan. Kelembagaan juga dapat diartikan sebagai instrumen yang mengatur hubungan antar orang atau kelompok masyarakat melalui hak dan kewajibannya dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya. Tiga unsur kelembagaan yang dilihat terdiri atas : a. Hak-hak kepemilikan (property rights)

Mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefinisikan dan diatur oleh hukum adat dan tradisi atau konsesus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam ha1 kepentingannya terhadap sumberdaya, situasi atau kondisi. Oleh karena itu tidak ada seorangpun yang

(33)

dapat menyatakan hak milik atau penguasaan tanpa pengesahan dari masyarakat dimana dia berada.

b. Batas yurisdiksi (jurisdictional boundary)

Menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu masyarakat. Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayab kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna kedua- duanya sehingga terkandung makna bagaimana batas yurisdiksi berperan dalam mengatur alokasi sumberdaya.

c. Aturan representasi (rules of representation)

Merupakan analisis terhadap perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan &lam kelembagaan yang menyangkut dengan pengelolaan sumberdaya alam khususnya hutan pada kedua lokasi. Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan.

3.3.4 Kontribusi dusun terbadap pendapatan masyarakat

Dalam melihat kontribusi hasil dusun terhadap pendapatan masyarakat Negeri Liang dan Werinama berdasarkan jenis hasil-hasil dusun yang diusahakamya, bentuk pengumpulan data dilakukan melalui metode suwei rumah tangga. Alat bantu penelitian berupa kuisioner yang berisi daftar pertanyaan mengenai jenis dan jumlah hasil dusun yang diperoleh rumah tangga dalam satu periode. Data dianalisis secara deskriptif melalui alat bantu tabulasi dan grafis. Rumus yang digunakan yaitu :

P R = y i ~ i r ~ i i

L

1'.

PR : Pendapatan Responden Hi : Harga Komoditi ke-i Pi : Hasil Produksi ke-i

Besarnya kontribusi hasil dusun terhadap keluarga dihitung dengan menggunakan rumus : P = X N x 100%

(34)

Dimana :

P : Kontribusi hasil dusun

X : Pendapatan dari hasil dusun selama 1 tahun

Y : Total pendapatan keluarga selama 1 tahun

3.3.5 Identifikasi struktur dan komposisi agroforestri dwun

Teknik pengambilan data dilakukan dengan inventarisasi pada masing- masing lokasi dengan menggunakan metode garis berpetak. Metode analisis yang dilakukan, yaitu dengan menggunakan analisis vegetasi. Menurut Soerianegara

dan Indrawan (1 982), analisis vegetasi adalah cara untuk mempelajari struktur dan komposisi jenis tumbuhan. Selain itu analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi (susunan) jenis tumbuhan dan struktur (bentuk) vegetasi di wilayah yang dianalisis.

Dalam mempelajari struktur dan komposisi jenis vegetasi agroforestri dusun, penentuan petak contoh menggunakan metode garis berpetak dengan plot pengamatan berbentuk bujur sangkar. Petak contoh dipilib secara sengaja (porposive sampling) pada kawasan agroforestri dusun dengan jumlah petak

contoh sebanyak dua buah petak contoh pada dua lokasi yang berbeda (pada Pulau Seram dan Pulau Ambon). Jalur pengamatan pada masing-masing lokasi dibuat sebanyak tiga buah jalur dengan panjang masing-masing jalur 150 m dan jarak antar titik pusat plot pengamatan adalah 50 m. Jumlah plot pengamatan pada masing-masing jalur sebanyak 5 huah pada setiap tingkat pertumbuhan (terdapat 4 tingkat pertumbuhan : semai (seedling), pancang (sapling), tiang (poles) dan

pohon (trees), sehingga jumlah plot pengamatan pada setiap lokasi untuk masing- masing tingkat be jumlah 15 plot.

Luas petak contoh untuk masing-masing negeri yaitu seluas 0,6 ha. Petak contoh dibagi dalam anak petak. Petak contoh dibuat bersarang (nested sampling) yang dibagi ke dalam 4 ukuran, yaitu : 20 m x 20 m, 10 m x 10

m,

5 m

x

5 m dan 2 m x 2 m. Klasifikasi tingkat pertumbuhan dan ukuran plot pengamatan yang digunakan sebagai berikut :

1. Petak contoh berukuran 20

x

20 m digunakan untuk tingkat pohon (vegetasi dengan diameter > 20 cm).

(35)

2. Petak contoh berukuran 10 x 10 m digunakan untuk tingkat tiang (vegetasi dengan diameter 10

-

20 cm).

3. Petak contoh berukuran 5

x

5 m digunakan untuk tingkat pancang (vegetasi dengan diameter pohon < 10 cm dan tinggi

>

1,5 m).

4. Petak contoh berukuran 2 x 2 m digunakan untuk tingkat semai (seadling) untuk (tinggi tumbuhan < 1,5 cm) dan tumbuhan bawah (penutup tanah).

Desain petak contoh yang digunakan untuk mengamati masing-masing tingkatan p e m b u h a n disajikan pada Gambar 3.

Arab Rintis

Gambar 3 Desain jalur pengamatan

3.3.5.1 AIat dan bahan

Peralatan bempa bahan yang diperlukan dalam analisis dilapangan terdiri atas kamera digital, kompas, phiband, roll meter, haga meter, clinometer, tali rafia, atau tambang dan alat tulis menulis.

3.3.5.2 Analisis data

Data yang diperoleh, kemudian dianalisis berdasarkan analisis vegetasi menurut Soerianegara dan Indrawan (1982). Analisis yang dilakukan adalah dengan menghitung kerapatan, frekuensi, dominansi, serta indeks nilai penting

(INP) untuk menduga peran dari keseluruhan suatu jenis yang diamati. Secara

jelas rumus perhitungan tersebut diuraikan sebagai berikut : a. Kerapatan (Density)

Banyak individu dari jenis tumbuhan dapat ditaksir atau dihitung. Apabila banyaknya individu tumbuhan dinyatakan persatuan luas

maka

nilai itu disebut kerapatan (density). Nilai kerapatan ini dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang besar. Kerapatan

(36)

ditaksir dengan menghitung jumlah individu setiap jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan :

-

-

Jumlah Pohon Suatu Jenis

Kerapatan

Luas Petak Contoh

Kerapatan Suatu Jenis %

Kerapatan Relatif =

Kerapatan Seluruh Jenis

b. Frekuensi

Frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi atau sebagian jenis tumbuhan dalam ekosistem atau memperlihatkan pola distribusi tumbuhan. Nilai yang diperoleh dapat pula untuk menggambarkan kapasitas reproduksi dan kemampuan adaptasi serta menunjukkan jumlah

(sampling unit) yang mengandung jenis tumbuhan.

-

- Jumlah Petak Ditemukan Suatu Jenis Frekuensi

Jumlah Selumh Petak Frekuensi Suatu Jenis

Frekuensi Relatif = -- .-

x

100%

Frekuensi Seluruh Jenis

c. Dominansi (dominance)

Dominansi menyatakan suatu jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan cara banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan. Suatu jenis tumbuhan yang mampu melaksanakan kontrol atas aliran energi yang terdapat dalam komunitas tumbuhan dinamakan ekologi dominan.

-

Jumlah Luas Bidang Dasar

Dominansi -

Luas Petak Contoh

Dominansi Suatu Jenis

oo

Dominansi Relatif = - -

Dominansi Seluruh Jenis

d. Indeks nilai penting (important value indeks) = INP

Indeks Nilai Penting (INP) atau (important value indeky), merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem. Apabila INP suatu vegetasi bemilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut.

(37)

INP berguna untuk menentukan jenis tumbuhan yang dominansi terhadap jenis tumbuhan lainnya, karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen data parameter vegetasi sendiri-sendiri dari nilai frekuensi, kerapatan dan dominansinya tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang mempunyai kaitan dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dari indeks nilai pentingnya.

Indeks nilai penting (INP) untuk pohon dan tiang = Kerapatan relatif

(KR)

+

Frekuensi relatif

(FR)

+

Dominansi relatif (DR). Sedangkan untuk indeks

nilai penting untuk semai dan pancang = KR

+

FR

3.3.6 Analisis profil dwun

Analisis profil dusun dilakukan untuk memperoleh gambaran struktur vertikal dan horizontal sehingga memberikan informasi mengenai dinamika pohon dan kondisi ekologinya. Stratifikasi vertikal adalah satu dari sifat fisiognomis dari suatu formasi tumbuhan. Fisiognomis merupakan penampakan luar dari suatu

komunitas tumbuhan yang dapat dideskripsikan berdasarkan kepada

penampakannya. Sedangkan stratifikasi horizontal adalah teknik analisis untuk melihat dominansi luas penutupan atau proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat (Indriyanto 2006). Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas tajuk ataupun luas bidang dasar (luas basal areal).

Teknik untuk memperlihatkan stratifikasi ini, dilakukan dengan dibuat biset dalam bentuk petak tunggal yang memanjang dalam suatu jalur contoh (transek) dengan ukuran lebar 20 m dan panjang 60 m. Petak ini merupakan suatu lukisan yang akan memperlihatkan bentuk dan tinggi pohon serta bentuk penutupan tajuk pohon, yang sekedar untuk rnenunjukkan adanya stratifikasi baik secara vertikal maupun horizontal dengan dibuat histogram-histogram dari tinggi total pohon menurut jenis yang terdapat di dalam jalur.

Jenis data yang diamati dalam petak contoh ini meliputi ; jenis tanaman, letaklposisi tumbuhan dengan parameter sumbu X - Y, diameter batang, tinggi bebas eabang, tinggi tajuk, tinggi tanaman dan diameter tajuk. Jenis data ini diperlukan untuk menggambarkan sbatifikasi tanaman baik secara vertikal

(38)

maupun horizontal. Dalam menggambarkan peran stratifikasi secara horizontal teknik analisis dilakukan dengan menggunakan rumus :

C = Luas basal areal / Luas seluruh petak contoh

C-I = Total luas basal areal / Luas seluruh petak contoh

CR-I = Penutupan spesies ke-I / Penutupan seluruh spesies x 100% Keterangan :

Luas penutupan spesies (C), Luas penutupan spesies ke-i (C-i), dan luas penutupan relatif spesies ke-i (CR-i).

(39)

IV KEADAAN

UMUM

DAERAH PENELITIAN

4.1 Negeri Liang

Negeri Liang adalah salah satu negeri yang terletak di Pulau Ambon dan secara administratif masuk dalam Wilayah Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Istilah negeri merupakan suatu wilayah adminishasi yang setera dengan desa, dimana sistem pemerintahannya dipimpin oleh seorang raja. Negeri Liang memiliki luas wilayah sebesar 4.600 ha. Secara geografis Negeri Liang sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paso dan Desa Telaga Kodok, sebelah

Timur dengan Desa Waai, sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Seram dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Morela. Negeri Liang terletak di pesisir pantai yang memiliki topografi datar sampai dengan berbukit dengan ketinggian antara 0-800 m dpl. Negeri ini memiliki empat anak desa yang terdiri dari : (1)

Desa Tanah Mera ; (2) Desa Lengkong ; (3) Desa Pohon Sukun ; dan 4) Desa Ihha. Terbagi dalam 9 RW dan 18 RT. Negeri Liang dipimpin oleh seorang kepala negeri yang biasa disebut raja yang bertindak sebagai pemimpin formal dan informal.

Letak Negeri Liang lebih dekat dengan Ibu Kota Propinsi (Ambon) dibandingkan dengan Ibu Kota Kabupaten induknya. Jarak antara Negeri Liang dan Ibu Kota Propinsi (Ambon) hanya be jarak 41 km dan dapat ditempuh dengan transportasi darat dalam waktu 1-1,5 jam. Sedangkan Ibu Kota Kabupaten Masohi bejarak 251 km, jarak ini dapat dicapai dengan transportasi laut melalui pelabuhan Negeri Tulehu yang jaraknya 15 Ian dari Negeri Liang. Selain melalui transportasi laut, terdapat juga jalur lintas darat yang dicapai melalui pelabuhan penyebrangan Feri Hunimua Negeri Liang menuju pelabuhan Feri Waipirit Kairatu (Pulau Seram) dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan transportasi darat. Kondisi ini menggambarkan bahwa dari sisi aksesibilitas, Negeri Liang tergolong sebagai lokasi yang memiliki akses yang sangat baik, karena didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, baik darat maupun laut.

(40)

4.2 Penduduk

Dari sisi kependudukan Negeri Liang sampai akhir tahun 2007 memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.716 jiwa yang terdiri dari 2.396 KK, yang meliputi laki-laki berjumlah 5.708 jiwa dan perempuan terdiri dari 6.008 jiwa. Rincian jumlah penduduk Negeri Liang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah penduduk Negeri Liang

Anak Negeri Jumlah KK Jumlah Jumlah Laki- Jumlah

Jiwa laki Perempuan

Liang 1.872 9.873 4.856 4.927

Tanjung 105 357 167 195

Lengkong 210 738 34 1 397

Ihha 121 447 199 253

Tanah Merah 97 391 155 236

Sumber : Data Statistik Negeri Liang 2007

4.3 Pekerjaan dan Mata Pencaharian

Penduduk Negeri Liang dilihat dari klasifikasi pekerjaan, mayoritas bermata pencaharian sebagai petani, disamping itu juga ada yang bermata pencaharian sebagai PNS, Wiraswasta, TNI, POLRI dan lain-lain. Jumlah penduduk berdasarkan klasifikasi mata pencaharian masyarakt di Negeri Liang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi penduduk Negeri Liang berdasarkan mata pencaharian

No Jenis Peke jaan Jumlah Persentase

1 Petani 1700 79 2 PNS 71 3 3 TN1,POLRI 42 2 4 Wiraswasta 130 6 5 S o ~ i r 52 2 - 6 ~ain-lain 148 8 Jumlah 2.143 100

Sumber : Data Potensi N e ~ e r i Lianz Dinas K o ~ e r a ~ i dan Pemberdmaan ~ a s ~ a r a k a t ~ a b u i a t e n ~ a l i k u Tengah i007

4.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan

Dari sarana dan prasarana pendidikan, Negeri Liang memiliki tiga Sekolah yakni : Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dm Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Tingkat pendidikan untuk Negeri Liang disajikan pada Tabel 4.

(41)

Tabel 4 Komposisi tingkat p e n d i d i i Negeri Liang

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase

1 SD 292 24 2 SLTA 433 36 3 SLTP 311 26 4 D-1 31 3 5 D-2 46 4 6 D-3 18 2 7 S1 66 6

4.5 Agama dan Kepereayaan

Masyarakat Negeri Liang pada umumnya memiliki mayoritas penduduk yang beragama Islam dan tidak ada pemeluk agama lain. Agama dan kepercayaan masyarakat di Negeri Liang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi penduduk Negeri Liang berdasarkan agama

Anak Negeri Agama Jumlah jiwa Persentase

Liang Islam 9873 84 ~ a n j & Lengkong Iha Islam 357 Islam 738 Islam 447

Tanah Merah Islam 391 3

Jumlah 11.806 100

Sumber : Data Statistik Negeri Liang 2007

Sarana dan prasarana peribadatan di Negeri Liang berdasarkan agama yang dianut disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah sarana peribadatan di Negeri Liang

No Negemegeri Jumlah Mesjid Gereja 1 Liana

-

1

-

2 Tanjung 3 Lengkong 4 Iha 5 Tanah Merah 1

-

Gambar

Tabel  1  Beberapa  perbedaan  penting  agroforestri  tradisional  dan  agroforestri  moderen
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Kelembagaan Adat
Gambar 3 Desain jalur pengamatan
Tabel 2 Jumlah penduduk Negeri Liang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelithan yang dilakukan Emi Prabawati mahasiswa jurusan Pendidikan Akutansi dalam Skripsinya yang berjudul “Pengaruh Motivasi Memasuki Dunia Kerja Dan Pengalaman Praktek

Dipilihnya identitas budaya Islam novel 99 CdLE karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra kajian antropologi sastra sebagai objek penelitian dilandasi beberapa

PKN suatu wilayah dapat berupa kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, kawasan perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, atau kawasan perkotaan kecil .Sesuai

49 Tahun 2005 tentang Sistem Transportasi Nasional menyebutkan bahwa angkutan perdesaan adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kabupaten yang

Oleh karena itu kerja sama dengan bidang industri perlu lebih ditingkatkan agar terdapat keseimbangan dalam penyampaian ilmu kepada mahasiswa, yaitu antara teori yang

[r]

Hasil analisis ANOVA kecepatan regenerasi, pertambahan luas dan panjang sirip hasil regenerasi minggu ke-1.... Hasil analisis ANOVA kecepatan regenerasi, pertambahan luas dan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasangan kohabitasi yang mempunyai latar belakang keluarga bercerai (broken home) serta yatim memaknai kohabitasi sebagai