• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan HIV (human immunodeficiency virus)/AIDS (acquired

immunodeficiency syndrome) di Indonesia semakin memprihatinkan. Ketika

jumlah kasusnya di dunia berangsur turun, Indonesia kini justru dikategorikan sebagai negara dengan tingkat endemi HIV/AIDS terkonsentrasi. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan kondisi HIV/AIDS di dunia turun dari 40,3 juta pada tahun 2005 menjadi tinggal 33,2 juta pada 2007. Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh keberhasilan pencegahan endemi di benua Afrika dan Thailand, serta keberhasilan promosi kondom. Namun, di Indonesia, berdasarkan laporan dari tahun ke tahun, kasus AIDS menunjukkan tren peningkatan yang terus-menerus. Menurut laporan dari WHO (World Health Organization), pada akhir tahun 2009, 33,3 juta orang hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang meninggal karenanya.

Berdasarkan laporan Ditjen Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes RI juga dapat dilihat jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sampai dengan akhir Juni 2011 sebanyak 26.483 kasus (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS, 2011). Berdasarkan tren data yang ada di Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, diprediksikan pada tahun 2015 terjadi peningkatan kasus menjadi sebesar 924.000 kasus dengan prevalensi 0,49%. Angka ini melonjak tajam menjadi 2.117.000 kasus pada tahun 2025 dengan prevalensi 1,00%.

Pencegahan lonjakan ini bisa menjadi kurang dari setengahnya bila sasaran universal access dapat dicapai pada tahun 2014. Universal access yang dimaksud adalah 80% sasaran kunci dijangkau oleh program yang efektif dan 60% populasi kunci berperilaku aman,terutama pengguna narkoba suntik (penasun), wanita pekerja seks dan laki–laki yang berhubungan seks dengan laki–laki (LSL).

Berdasarkan data dari Kemenkes (2012), akumulasi kasus AIDS mayoritas penularannya melalui hubungan seks heteroseksual sebanyak (71%), penasun

(2)

(18,7%), lelaki seks lelaki (3,9%), dari ibu ke anak (2,7%), darah donor dan produk darah lainnya (0,4%), dan tidak diketahui (3,3%). Menurut data terbaru yang diperoleh dari laporan Ditjen PP dan PL Kesehatan RI, jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia menurut jenis kelamin sampai dengan akhir Juni 2011 sebanyak 26.483 kasus, dan kasus ini paling banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki (19.139 kasus) dan pada kelompok umur 20-49 tahun (23.225 kasus). Hal ini tentu menjadi hal yang memprihatinkan, mengingat kelompok umur ini merupakan usia produktif.

Pengendalian HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS) di Indonesia diperkuat dengan program Aku Bangga Aku Tahu, suatu kampanye pencegahan penyebaran HIV/ AIDS yang ditujukan kepada remaja usia 15–24 tahun. Program ini bertujuan meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV/AIDS di antara kalangan remaja agar dapat menjaga dirinya agar tidak tertular (Kemenkes, 2012).

Dalam ‘Strategi dan Rencana Aksi Nasional tahun 2010-2014’, yang paling utama dalam menangani masalah HIV/AIDS adalah melalui upaya pencegahan. Meskipun demikian, kegiatan pokok pencegahan yang disusun oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional yang tertuang dalam dokumen tersebut hanya pencegahan penyakit yang berkaitan langsung dengan penderita. Hal ini tercermin pada kegiatan layanan yang dikampanyekan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, yang terdiri dari 6 jenis layanan. Keenam jenis layanan tersebut terdiri dari layanan konseling & tes sukarela (voluntary &

counseling test/VCT), pelayanan, dukungan & perawatan (care support

therapy/CST), layanan infeksi menular seksual (IMS), layanan program

pencegahan ibu dan anak (prevention mother-to-child transmission/PMTCT), layanan alat suntik steril (LASS), dan layanan program terapi rumatan metadon (PTRM). Upaya pencegahan dengan sasaran masyarakat umum, khususnya remaja, menjadi kurang terperhatikan dalam strategi dan rencana aksi nasional terbaru tersebut.

Kasus HIV/AIDS di Provinsi Aceh mengalami peningkatan secara tajam. Sejak kasus pertama pada tahun 2004 hingga Desember 2011, ada sebanyak 10%

(3)

penderita HIV dan 90% penderita AIDS. Kasus HIV/AIDS di Provinsi Aceh telah mencapai 112 kasus, dengan rincian HIV sebanyak 23 kasus dan AIDS sebanyak 89 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, 2011).

Tabel 1. Data distribusi jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Aceh menurut kabupaten/kota tahun 2011

Keterangan No Kabupaten / Kota Jumlah kasus

HIV AIDS Meninggal

1 Banda Aceh 5 0 5 4 2 Kota Sabang 2 0 2 3 Aceh Besar 9 0 9 4 Pidie 9 2 7 3 5 Bireuen 5 0 5 1 6 Aceh Utara 12 4 8 1 7 Kota Lhokseumawe 6 3 3 1 8 Aceh Tengah 3 0 3 1 9 Aceh Tenggara 10 2 8 2 10 Aceh Timur 8 1 7 11 Kota Langsa 10 1 9 12 Aceh Tamiang 11 3 8 2 13 Aceh Barat 3 1 2 14 Aceh Jaya 1 0 1 15 Aceh Selatan 2 1 1 1 16 Aceh Singkil 0 0 0 17 Gayo Lues 2 0 2 18 Simeulue 6 3 3 19 Bener Meriah 0 0 0 20 Nagan Raya 0 0 0

21 Aceh Barat Daya 1 0 1

22 Pidie Jaya 4 1 3

23 Kota Subussalam 0 0 0

Sumber : Dinkes Prov. Aceh, Agustus 2011

Kabupaten Aceh Tenggara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, berada pada urutan 3 dari jumlah kasus HIV/AIDS terbanyak di Provinsi Aceh. Data kasus HIV/AIDS di Kabupaten Aceh Tenggara hingga 20 Agustus

(4)

2011 tercatat sebanyak 10 orang dari berbagai riwayat profesi dan 2 orang dilaporkan meninggal dunia (Dinas Kesehatan Kab Aceh Tenggara, 2011).

Salah satu faktor penyebab meningkatnya kasus HIV/AIDS di Aceh adalah semakin terbukanya arus informasi dan transportasi pascatsunami. Setelah tsunami arus golabalisasi semakin meningkat, sehingga hal–hal negatif sangat mudah dilakukan termasuk prostitusi, seks bebas, penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan narkoba. Prostitusi telah lama ada di Aceh melalui konektivitas dengan Medan. Para konsumen seks dari Aceh akan berakhir pekan di Medan untuk belanja seks. Dengan tingginya angka penderita AIDS di Provinsi Sumatera Utara, terutama pada penjaja seks, akan mudah virus HIV/AIDS masuk ke Aceh (KPA Aceh, 2011).

Program-program komunikasi, informasi edukasi serta advokasi yang ditargetkan pada grup berisiko tinggi hanya mengurangi risiko penularan seperti menggunakan kondom, perilaku seksual yang bertanggung jawab, tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, hubungan seks mitra tunggal, segera mengobati penyakit menular seksual, transfusi darah yang bebas HIV, menyeterilkan alat-alat yang dapat menularkan, dan ibu dengan HIV perlu mempertimbangkan lagi untuk hamil (Kemenkes, 2012). Program-program yang dilakukan oleh LSM nasional dan internasional dan institusi internasional belum cukup untuk menghentikan penyebaran HIV/AIDS di masa depan. Pemerintah daerah harus mengambil posisi terdepan dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Tanpa komitmen dari pemerintah daerah, HIV/AIDS tidak akan bisa dikendalikan.

Pencegahan merupakan upaya prioritas dalam penanggulangan HIV/AIDS. Hal ini berkaitan erat dengan situasi penularan HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang HIV/AIDS melalui berbagai upaya promosi kesehatan dengan pemberian informasi, edukasi, dan komunikasi (KIE) sesuai dengan budaya dan agama setempat seperti penyuluhan dan kampanye, media elektronik, media cetak dan sebagainya (Kemenkes, 2011). Hasil survei nasional terbaru yang dilakukan Pew Research Center menunjukkan bahwa lebih

(5)

dari setengah orang dewasa di Amerika Serikat (57%) mencari informasi kesehatan di internet dan 1/5 dari mereka menggunakan facebook atau media sosial lainnya untuk menerima update pesan di status tentang masalah kesehatan (Fox, et al., 2009).

Hidayatullah et al. (2011) menyatakan bahwa jutaaan orang kini telah terhubung dengan internet, sebagian besar dari mereka menghabiskan begitu banyak waktu mereka dalam suatu ruangan maya atau cyberspace. Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan terhadap dunia. Bentuk komunikasi yang baru yang tidak terduga sebelumnya, kini mulai muncul akibat dari pertemuan antara teknologi komputer dengan komunikasi seperti blog, twitter, facebook, chatting, youtube dan sejenisnya. Oleh karena itu, salah satu peran besar internet adalah mewujudkan suatu bentuk komunikasi virtual melalui social networking system.

Penyebaran informasi kesehatan merupakan aspek penting yang dapat mempercepat keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, komunikasi dapat dilakukan berbagai cara, salah satunya yang sekarang berkembang adalah melalui situs jejaring sosial (Nurkamid, et al., 2009).

Penyebaran situs jejaring sosial (social networking site, selanjutnya akan disebut SJS), hampir serupa dengan penyebaran wabah flu. Epidemi ini berlangsung begitu cepat karena ditunjang oleh peningkatan kualitas sarana dan prasarana internet. Jumlah masyarakat yang melek internet terdongkrak seiring dengan semakin menariknya aplikasi internet. Berdasarkan survei yang dilakukan internetworldstats.com pada tanggal 30 Juni 2008, jumlah pengguna internet di Indonesia menduduki peringkat ke 5 di Asia. Perkembangan internet di negara ini mengalami peningkatan sebesar 1,150% sejak tahun 2000 hingga 2009. Hal serupa ditegaskan dari survei lembaga riset Nielsen yang menunjukkan peningkatan penetrasi internet di Indonesia tahun 2009, yaitu mencapai 17% dari jumlah penduduk atau naik 2 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2005 yang

(6)

hanya sekitar 8% (http://thejakartapost.com, 2010). Dari jumlah penggunaan di atas, SJS adalah aplikasi internet yang paling banyak digunakan di Indonesia.

Situs jejaring sosial pertama kali diluncurkan pada tahun 1997, dengan dihadirkannya SixDegrees.com. Situs ini menghadirkan berbagai fitur yang menarik dalam menjalin interaksi sosial, yaitu fitur penciptaan profil, daftar teman, dan mulai tahun 1998 dihadirkan pula fitur pencarian daftar teman untuk melakukan afiliasi. Pengguna kemudian dapat mengirimkan pesan kepada jaringan teman-temannya. Sang pionir diikuti berbagai situs dari pengembang di seluruh dunia, misalnya AsianAvenue, BlackPlanet, MiGente, Cyworld (Korea), LunarStorm (Swedia), Ryze.com, Tribe.net, Linkedln dan Friendster. Namun, di antara semua nama di atas, facebook adalah SJS yang paling fenomenal (Andina, 2010).

Boyd dan Ellison (2007) mendefinisikan situs jejaring sosial sebagai layanan berbasis jaringan yang membuat seseorang dapat : 1) membangun suatu profil publik/semi publik dalam sistem yang terbatas; 2) mengartikulasi suatu daftar pengguna lain yang berbagi jaringan dengannya; dan 3) melihat dan mentransfer daftar koneksi mereka dan orang lain dalam sistem. Bentuk dan nomenklatur koneksi–koneksi ini dapat saja bervariasi pada setiap situs.

Facebook merupakan salah satu jejaring sosial berbasis web yang

terintegrasi dengan berbagai aplikasi yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pengguna lainnya, mulai dari pendidikan, bisnis dan entertainment banyak dikembangkan di situs jejaring sosial ini (Nurkamidet al., 2009). Menurut Dolan (dalam Park, 2011), situs media sosial juga berfungsi sebagai sumber informasi kesehatan yang berkembang saat ini, Facebook merupakan sumber informasi kesehatan yang diminati, bagi mereka yang menggunakan situs media sosial untuk tujuan kesehatan.

National Association of Country & City Health Departments (2009), menggunakan Facebook dan Twitter dalam rangka menyebarluaskan informasi dan respon terhadap wabah H1N1 (flu babi ) pada tahun 2009, serta memberi up-to-date informasi, termasuk jadwal klinik, ketersediaan vaksin, dan laporan kematian. Lembaga tersebut juga memposting beberapa video di situs Youtube

(7)

tentang tips-tips pencegahan dan keselamatan pada musim flu serta informasi tentang vaksin flu. Komunikasi kesehatan yang dilakukan di jejaring sosial tersebut jauh lebih banyak orang bergabung di halaman jejaring sosial, sehingga para pengikut dan penggemar masalah kesehatan, juga bertindak sebagai “duta informasi” yang akan menyebarluaskan informasi lebih lanjut kepada teman-teman mereka melalui jaringan mereka.

Menurut Alexa.com yang memonitor arus internet, hampir 4% dari pengunjung harian Facebook berasal dari Indonesia, yang menjadikannya berada di tempat ke 5 setelah pengunjung dari Amerika, Inggris, Perancis dan Italia (www.thejakartapost.com, 2010). Dengan populasi sebesar 235 juta jiwa,

Indonesia mengalami peningkatan pengguna Facebook sebesar 64,5%

(http://www.thejakartapost.com, 2010). Saat ini ada sekitar 12,5 juta pemiliki akunnya dan itu akan terus bertambah (Republika, 12 February 2010:11). Dari jumlah tersebut, remaja memiliki porsi terbesar sebagai pengguna internet. Yahoo Indonesia dan Tes Sertifikasi Nasional Indonesia (TSN) pernah melakukan survei terhadap pengguna internet di Indonesia pada tahun 2009. Hasil survei menunjukkan bahwa 1 dari 3 penduduk perkotaan di Indonesia mengakses internet, yang 64% nya berasal dari kalangan remaja (usia 15-19 tahun, yang sering juga diistilahkan dengan anak baru gede (ABG). Sebanyak 58% dari

aktivitas online tersebut mereka gunakan untuk mengakses SJS

(http://www.majalahduit.co.id, 2009). Data lain dari penghitungan www.checkfacebook.com November 2012, diketahui bahwa Indonesia menempati negara keempat di dunia dengan 49,884,160 pengguna Facebook. Situs ini juga membagi pengguna berdasarkan usianya yang menunjukkan remaja (usia 18-24 tahun) sebagai konsumen terbesar Facebook dengan persentase 42,67%. Persentase pengguna Facebook tersebut dijelaskan dalam tabel sebagai berikut.

(8)

Tabel 2. Pengguna Facebook di Indonesia berdasarkan usia

No Usia (tahun) Jumlah Persentase (%) Keterangan

1 13-15 5.131.620 10,29 Anak-anak 2 16 – 17 7.292.600 14,62 Remaja awal 3 18 – 24 21.282.000 42,67 Remaja 4 25 – 34 11.004.120 22,06 Dewasa awal 5 35 – 44 3.167.780 6,35 Dewasa 6 45 – 54 858.540 1,72 Dewasa 7 55 – 64 192.120 0,4 Madya 8 65+ 948.820 2,1 Manula

Sumber : http://www.checkfacebook.com/

Menurut pendapat Hurlock (1994), masa remaja merupakan periode perubahan dalam diri remaja, antara lain perubahan fisik, emosi, pola pikir, perubahan sosial dan biologis/seksual. Kondisi demikian membuat remaja belum memiliki kematangan mental karena masih mencari jati diri, sehingga sangat rentan terhadap godaan dalam lingkungan pergaulannya.

Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja, khususnya pengetahuan tentang HIV/AIDS, masih sangat mengkhawatirkan, khususnya dalam hal cara– cara melindungi diri dari perilaku seksual berisiko. Remaja yang baru beranjak dewasa sangat mudah terpengaruh oleh arus globalisasi yang semakin modern, sehingga rentan terhadap perilaku yang berisiko HIV/AIDS (Santrock, 2003).

Keterbatasan pengetahuan dan hambatan psikologis, pengaruh budaya serta sikap menganggap tabu seks dan persepsi yang keliru bahwa informasi seks dapat mendorong remaja ke hal–hal yang negatif, telah menutup kemungkinan untuk membicarakan topik tentang seks secara terbuka. Di lain pihak, para peneliti telah menemukan bahwa pendidikan seks dapat memperbaiki pengetahuan remaja dan sikap mengenai seksualitas manusia, tetapi tidak selalu mengubah atau menghambat tingkah laku seksual mereka (Santrock, 2003). Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan menggunakan Facebook dalam peningkatan pengetahuan dan sikap remaja terhadap pencegahan HIV/AIDS di SMAN 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2013.

(9)

B. Perumusan Masalah

Melihat latar belakang permasalahannya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : apakah promosi kesehatan yang dilakukan menggunakan

Facebook dapat meningkatkan pengetahuan, dan sikap remaja terhadap

pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara? C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh promosi kesehatan menggunakan

Facebook dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap

pencegahan HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara.

3. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh promosi kesehatan menggunakan Facebook dalam peningkatan pengetahuan remaja terhadap pencegahan HIV/AIDS.

b. Mengetahui pengaruh promosi kesehatan menggunakan Facebook terhadap perubahan sikap remaja terhadap pencegahan HIV/AIDS.

c. Mengetahui peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap remaja yang mengikuti promosi kesehatan menggunakan Facebook dengan yang tidak mengikuti promosi kesehatan menggunakan Facebook.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi kepada beberapa pihak:

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Tenggara, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data pendukung dan masukan dalam perencanaan program promosi kesehatan yang tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa SMA Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara.

(10)

2. Bagi siswa-siswi SMA di Kabupaten Aceh Tenggara, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang HIV/AIDS dalam upaya pencegahan penularan bahaya HIV/AIDS di Kabupaten Aceh Tenggara. 3. Bagi Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Aceh Tenggara agar

memperoleh gambaran sejauhmana tingkat pengetahuan, sikap siswa–siswi SMA terhadap pencegahan HIV/AIDS, sehingga secara berkesinambungan dapat meningkatkan pembekalan informasi untuk mencegah terjadinya kasus HIV/AIDS di masyarakat Kabupaten Aceh Tenggara.

4. Bagi peneliti, dapat menjadi bahan untuk dapat dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS telah banyak dilakukan, di antaranya adalah :

1. Fuad, et al. (2003), melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan seksual terhadap pengetahuan dan sikap remaja dalam upaya pencegahan penularan HIV/AIDS di Kotamadya Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan seksual dengan pendekatan peer education mempunyai pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan remaja dan tidak berpengaruh terhadap perubahan sikap remaja dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Peer education sudah cukup efektif, namun masih harus dilakukan peningkatan beberapa bagian tertentu, seperti materi, fasilitator, dukungan sekolah, kesinambungan, koordinasi, komunikasi dan media pendidikan itu sendiri. Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian di atas terletak pada metode dan media yang digunakan, sedangkan persamaannya terletak pada sasaran dan tujuan penelitian.

2. Mau (2006), melakukan penelitian tentang promosi kesehatan dengan metode

peer education terhadap pengetahuan dan sikap remaja dalam upaya

(11)

Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan pada metode yang digunakan.

3. Riswanda (2006), melakukan penelitian tentang promosi kesehatan melalui pendidikan teman sebaya (peer education) terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dalam pencegahan penularan HIV/AIDS pada siswa SMP di Kabupaten Muara Enim. Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-test dan post-test control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penelitian melalui peer education pada kelompok perlakuan sangat bermakna terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap, sedangkan pada kelompok kontrol tidak bermakna dalam pencegahan penularan HIV/AIDS. Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan pada metode yang digunakan dan lokasi penelitian, sedangkan persamaannya terletak pada subjek penelitian.

4. Iga (2008), melakukan penelitian tentang promosi kesehatan menggunakan media audio visual dalam meningkatkan pengetahuan, persepsi dan sikap terhadap pencegahan HIV/AIDS bagi calon tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kabupaten Ngada – NTT.

Hal yang membedakan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian-penelitian tersebut adalah penelitian-penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh promosi kesehatan melalui penggunaan Facebook terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap remaja terhadap pencegahan HIV/AIDS. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan media yang digunakan.

Gambar

Tabel  1. Data distribusi jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Aceh menurut  kabupaten/kota tahun 2011
Tabel  2. Pengguna Facebook di Indonesia berdasarkan usia

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian akan mengurangi adanya asimetri informasi dan memperkecil ketidakpastian pasar dan pada akhirnya perusahaan dan penjamin emisi cenderung menentukan harga

[r]

Pantai Sembilangan masih kurang memadai untuk daerah tujuan wisata, yaitu kurangnya prasarana seperti lampu jalan yang masih minim bahkan dibeberapa jalan tidak ada penerangan

Proyek akhir ini membahas tentang sistem otomasi dan monitoring suhu dan kelembaban pada prototipe peternakan ayam potong dengan menggunakan sensor DHT22 sebagai

Rasio utang terhadap aset merupakan rasi yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara tota utang dengan total aset. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk

Tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi pajak restoran terhadap PAD Kabupaten Kudus dalam 3 (tiga) tahun terakhir (2002- 2004) dan untuk

Pengaruh pupuk kandang kambing terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai Dari analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa pupuk kandang kambing tidak berpengaruh

Samples used in this research are commodity export companies listed in The Industry and Trade Provincial Office o f West Sumatera.. Data used fo r this research