• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

915. c. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

916. (2) Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

917. a. Hasil pajak daerah;

918. b. hasil retribusi daerah;

919. c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan: dan

920. d. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah.

921. (3) Pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), huruf a. dan b. ditetapkan dengan Undang-undang yang pelaksanaannya di Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

922. (4) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

923. (5) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan

atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan Undang-Undang.

Pasal 100

924. (1) Dana Perimbangan, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 99 terdiri dari:

925. a Dana Bagi Hasil;

(2)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

927- c. Dana Alokasi Khusus

928. (2) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c. dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu dalam rangka pendapatan pelaksanaan desentralisasi untuk:

929. a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan

Pemerintah atas dasar prioritas nasional;

930. b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan

Daerah tertentu.

931. (3) Penyusunan program dan kegiatan khusus yang

ditentukan oleh Pemerintah dan pengusulan DAK dari Daerah yang disampaikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Gubernur.

Pasal 101

932. (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk,

menggabungkan, melepaskan kepemilikan atau membubarkan badan usaha milik daerah.

933. (2) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan

modal pada suatu badan usaha milik Pemerintah dan/atau non Pemerintah.

934. (3) Penyertaan modal seba gaimana dimaksud pada

ayat (2) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha miiik Daerah.

935. (4) Pelaksanaan Ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

(3)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Pasal 102

936. (1) Belanja Daerah diprioritaskan untuk memenuhi

kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan dalam kerangka pelaksanaan kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasai 28.

937. (2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) mempertimbangkan analisa standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasa l 103

938. Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan

perekonomian daerah dapat memberikan insent:if dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan investor yang diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 104

939. (1) Menteri Keuangan menetapkan jumlah kumulatif

defisit anggaran Daerah secara nasional.

940. (2) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian

Defisit anggaran setiap Daerah, berdasarkan jumlah kumulatif defsit Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

941. (3) Dalam hal Daerah mengalami defisit anggaran,

sumber pembiayaannya dapat dipenuhi dari:

942. a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;

(4)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

944. c. hasil penjualan kekayaan Daerah yang

dipisahkan; dan

945. d. pinjaman daerah.

Pasal 105

946. (1) Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 104 ayat (3) huruf d, bersumber dari Pemerintah, emerintah Daerah lain, lembaga perbankan/non perbankan, dan/atau masyarakat.

947. (2) Daerah dalam melakukan pinjaman

mempertimbangkan batas maksimal pinjaman daerah secara nasional untuk tahun anggaran berjalan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

948. (3) Daerah dalam melakukan pinjaman sebagaimana

dimaksud ayat (1) wajib memenuhi persyaratan :

949. a. Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang

wajib dibayar tidak melebihi 75 % dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;

950. b. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk

mengembalikan pinjaman berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah selama jangka waktu peminjaman; dan

951. c. Tidak mempunyai tunggakan atas

pengembalian pinjaman.

952. (4) Pengendalian atas batas maksimal pinjaman

daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terpenuhinya persyaratan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah.

(5)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

953. (1) Pinjaman daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah

dengan persetujuan DPRD kecuali pinjaman jangka pendek dalam rangka menjaga likuiditas Kas Daerah.

954. (2) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman

yang berasal dari luar negeri secara langsung.

955. (3) Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman

yang berasal dan penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Pemerintah.

956. (4) Untuk membiayai investasi yang menghasilkan

penerimaan, Daerah dapat menerbitkan obligasi yang dinyatakan dalam mata uang rupiah.

957. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) obligasi Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

958. Paragraf Ketiga

APBD Pasal 107

959. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah

dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pasai 108

960. (1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang

terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan.

961. (2) Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut organisasi, fungsi, dan, jenis

(6)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

pendapatan/ belanja.

962. (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pada

ayat (1) dirinci menurut sumber dan penggunaan pembiayaan.

Pasal 109

963. (1) Jumlah pendapatan yang dicantumkan dalam

APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

964. (2) Jumlah belanja yang dicantumkan dalam APBD

merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.

965. (3) Jumlah pembiayaan yang dicantumkan dalam

APBD sama dengan jumlah surplus/defisit anggaran.

Pasal 110

966. (1) Kepala Daerah dalam penyusunan RAPBD

menjabarkan lebih lanjut Arah Kebijakan Umum serta prioritas dan plafon anggaran tahun anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3) sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.

967 (2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku

Pejabat Pengguna Anggaran menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk tahun berikutnya berdasarkan penjabaran Arah Kebijakan Umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan pendekatan

(7)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

kinerja.

968. (3) Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja

Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.

969. (4) Kepala Daerah menyampaikan Rancangan

Peraturan Daerah APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada DPRD untuk mernperoleh persetujuan.

970. (5) Tatacara penyusunan Rencana Kerja dan

Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

Pasal 111

971. (1) Kepala Daerah mengajukan Rancangan Peraturan

Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.

972. (2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD berdasarkan Arah Kebijakan Umum sebagaimana dimaksud Pasal 97 ayat (3), serta prioritas dan plafon anggaran.

973. (3) Pengambilan keputusan bersama antara DPRD

dan Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang berkenaan dilaksanakan.

(8)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

974' (4) Atas dasar keputusan bersama sebagaimana

dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menyiapkan Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dan Rancangan Dokumen Pelaksanaan Agggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.

975. (5) Tatacara penyusunan dokumen pelaksanaan

anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

Pasal 112

976. (1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang

APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (4) sebelum disahkan oleh Gubernur, disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi.

977. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Provinsi yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

978. (3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 884 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubemur sebagaimana dimaksud

(9)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

pada ayat (1) disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur.

979. (4) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sehagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Pemerintah menyampaikan pemberitahuan disertai dengan a!asan-alasannya.

980. (5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) Gubernur bersama DPRD menyempurnakannya.

981. (6) Gubernur berdasarkan hasil penyempurnaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD, menetapkan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Gubemur tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

982. (7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) Pemerintah belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD ditetapkan menjadi Keputusan Gubernur

Pasal 113

(10)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (4) sebelum disahkan oleh Bupati/Walikota, disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.

984. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan selambat -lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

985. (3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Bupati/Walikota menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati/Walikota.

986. (4) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Gubemur menyampaikan pemberitahuan disertai dengan alasan-alasanny a.

987. (5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) Bupati/Walikota bersama DPRD menyempumakannya.

(11)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

988. (6) Bupati/Walikota berdasarkan hasil

penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD, menetapkan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Bupati/Walikota tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

989. (7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) Gubernur belum menyampaikan hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan Rancangan Keputusan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD ditetapkan menjadi Keputusan Bupati/Walikota.

990. (8) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang APBD dan Keputusan Bupati/Walikota mengenai Penjabaran APBD kepada Pemerintah.

Pasal 114

991. (1) DPRD apabila sampai batas waktu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) tidak mengambil keputusan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD.

(12)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

992. (2) Keputusan Kepa!a Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi Kabupaten/Kota.

993. (3) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya untuk memperoleh persetujuan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD tidak disetuiui DPRD.

994. (4) Apabila dalam batas waktu 15 (lima belas) hari

terhitung sejak diterimanya Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, Menteri Dalam Negeri/Gubernur belum memberikan pengesahan, Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dapat ditetapkan menjadi Keputusan Kepala Daerah.

995. (5) Keputusan Kepala Daerah mengenai penjabaran

APBD pada ayat (4) dijadikan dasar penetapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran satuan kerja peranqkat daerah.

996. Paragraf Keempat

Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal115

997. (1) Belanja DPRD terdiri dari belanja Pimpinan dan

anggota DPRD serta belanja Sekretariat DPRD.

(13)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

pada ayat (1) digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban DPRD.

999. (3) Be!anja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat DPRD berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.

1000. (4) Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 116

1001. (1) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.

1002. (2) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat Daerah berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Kepala Daerah.

1003. (3) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1004. Paragraf Kelirna

Perubahan APBD Pasal 117

(14)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1006. a. perkembangan yang tidak sesuai dengan

asumsi kebijakan umum APBD;

1007. b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan

pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan

1008. c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran

lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

1009. (2) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan

Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen dokumen pendukungnya kepada DPRD.

1010. (3) Pengambilan keputusan mengenai Rancangan

Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD dilakukan pada waktu yang menurut ukuran rasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.

1011. (4) Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD

dan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penjabaran Perubahan APBD sebelum dilaksanakan, dievaluasi yang tata caranya mengikuti ketentuan proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD.

1012. (5) Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan

keuangan daerah dapat melakukan pengeluaran belanja untuk penanggulangan keadaan darurat yang terjadi setelah tanggal penetapan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan melaporkannya dalam aporan Realisasi APBD.

(15)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1013. Paragraf Keenam

Penata -usahaan Keuangan Daerah Pasal 118

1014. (1) Semua penerimaan dan pengeluaran APBD

dilakukan melalui rekening Kas Daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.

1015. (2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD,

diterbitkan surat Keputusan Otorisasi oleh Kepala Daerah atau Surat Keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi.

1016. (3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada

anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran Daerah.

1017. (4) Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan

dan Anggota DPRD, dan Pejabat Daerah lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja Daerah untuk tujuan-tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.

Pasal 119

1018. (1) Kepala Daerah atas persetujuan DPRD dapat

melakukan suatu tindakan pengeluaran mendahului pengesahan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD untuk pengeluaran yang tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD sehingga diperlukan perubahan anggaran, kecuali pengeluaran untuk penanggulangan keadaan darurat.

1019. (2) Tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan

Bahwa salah satu tujuan dari kebijakan desentralisasi dan Otonomi Daerah adalah

(16)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Kepala Daerah dengan menyatakan alasan-alasannya yang kuat apabila penundaan atas pengeluaran-pengeluaran tersebut akan merugikan kepentingan Daerah.

dalam rangka mengembangkan daya saing daerah. Mengingat Core Competency masing-masing daerah saling berbeda maka mutlak diperlukan adanya kerjasama. Disamping itu bahwa penyelenggaraaan Otonomi Daerah juga harus mempertimbangkan efisiensi dalam pengelolaan urusan yang cakupan layanannya berdampak lebih dari satu daerah.

Pasal 120

1020. (1) Uang milik Daerah yang sementara belum

digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan Daerah.

1021. (2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat

menetapkan keputusan tentang:

1022. a. Penghapusan tagihan Daerah, sebagian atau

seluruhnya; dan

1023. b. penyelesaian perkara perdata.

1024. (3) Bunga Deposito, bunga atas penempatan uang di

Bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan Daerah.

1025. Paragraf Ketujuh

Pertanggungjawaban APBD Pasal 121

1026. (1) Kepala Daerah menyampaikan Laporan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada

Dalam rangka merevitalisasi peran pemerintah dalam memfasilitasi daerah

(17)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan/ atau aparat pengawas fungsional pemerintah secara berjenjang.

otonom, maka untuk penyelesaian perselisihan antar daerah diselesaikan pada tingkat pemerintah, tidak perlu sampai kepada MA.

1027. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.

1028. (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 122

1029. (1) Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

sebagairnana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhimya tahun anggaran yang bersangkutan untuk dievaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah daerah.

1030. (2) Bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) berasal dari pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah dan DPRD yang tata cara penyediaannya diatur berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

1031. (3) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi

(18)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Kabupaten/Kota.

1032. (4) Ringkasan Laporan Pertanggungjawaban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1) dipublikasikan kepada masyarakat.

1333. Paragraf Kedelapan

Pengelolaan Barang Milik Daerah

Dalam rangka efektifitas penanganan kawasan perkotaan, pemerintah berpendapat untuk pengaturan kawasan perkotaan perlu dibuat pengelompokan kawasan perkotaan dalam rangka pembinaan dan fasilitasi pengembangan. Pasal 123

1034. (1) Tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah

Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.

1035. (2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat

menetapkan keputusan tentang tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah.

1036. (3) Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk

melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

1037. (4) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan pelelangan kecuali dalam hal-hal tertentu

1038. (5) Pelepasan barang milik Daerah dalam bentuk

hibah, penyertaan modal, kemitraan atau dijual dilakukan setelah dihapuskan dari inventaris kekayaan Daerah.

(19)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1039. (6) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan

hukum mengenai barang milik atau hak Daerah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 124

1040. (1) Barang milik Daerah yang tidak memiliki nilai

ekonomis dapat dihapuskan dari daftar inventaris Daerah untuk dijual, dihibahkan dan/atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

1041. (2) Pengelolaan barang milik Daerah ditetapkan

dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

1042. Paragraf Kesembilan

Dana Cadangan Pasal125

1043. (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk dana

cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu.

1044. (2) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) bersumber dari penerimaan Daerah, kecuali Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Darurat dan Dana Pinjaman.

1045. (3) Pembentukan dana cadangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

1046. (4) Sumber penerimaan dana cadangan

sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran atas beban dana cadangan diadministrasikan dalam APBD.

(20)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1047 Paragraf Kesepuluh

Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 126

1048. (1) Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan

keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

1049. (2) Sistern dan prosedur pengelolaan keuangan

daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

1050. Bagian Kesembilan

Kerjasama Daerah Pasal 127

1051. (1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja

sama antar Daerah yang diatur dengan keputusan bersama Kepala Daerah.

1052. (2) Selain kerjasama sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama.

Pengaturan tentang desa perlu dilakukan dengan memperhatikan hukum adat dan hak -hak tradisional sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat. Oleh karena itu dalam hal pengangkatan kepala desa dapat diberlakukan ketentuan yang bersifat spesifik untuk beberapa daerah. Disamping itu perubahan dari desa menjadi kelurahan dan sebaliknya harus betul-betul mempertimbangkan kondisi masyarakat adat dan nilai-nilai tradisional yang masih hidup. Pemerintah mereformulasi dari ketentuan yang sudah diatur dalam UU No.

(21)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

22 Tahun 1999

1053. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD.

1054. (4) Pedoman pelaksanaan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 128

1055. (1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja

sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.

1056. (2) Tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

1057. Bagian Kesepuluh

Penyelesaian Perselisihan Pasal 129

1058. (1) Perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam satu

Provinsi diselesaikan oleh Gubernur selaku Wakil Pemerintah.

1059. (2) Apabila salah satu pihak tidak menerima

keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Pemerintah.

1060. (3) Keputusan Pemerintah dalam menyelesaikan

(22)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

merupakan keputusan yang bersifat final. Pasal 130

1061. (1) Perselisihan antara Daerah Provinsi dengan

Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya, antar Provinsi, maupun antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota di luar wilayahnya diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.

1062. (2) Apabila salah satu pihak tidak menerima

keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Presiden.

1063. Bagian Kesebelas

Kawasan Perkotaan Pasal 131

1064. Kawasan perkotaan dibentuk dan diakui dalam rangka

menyediakan fasilitas pusat pelayanan dan distribusi pelayanan masyarakat dengan mempertimbangkan proses akulturasi masyarakat perkotaan serta mengakui, menghormati, melindungi adat istiadat, warisan budaya, dan modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat.

Pasal 132

1065. (1) Kawasan Perkotaan dikelompokkan dalam

kawasan perkotaan yang merupakan:

1066. a. kota;

1067. b. bagian Daerah Kabupaten;

(23)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Kawasan Perkotaan;

1069. d. bagian dari dua atau lebih Daerah yang

berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan.

1070. (2) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dikelola oleh Pemerintah Kota

1071. (3) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dan huruf c dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab pada Bupati.

1072. (4) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf d dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh Daerah terkait.

1073. (5) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dapat dikelola oleh lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Kabupaten/Kota di kawasan metropolitan.

Pasal 133

1074. Urusan pemerintahan di kawasan perkotaan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilaksanakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan dikawasan tersebut.

Pasal 134

1075. Kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan kriteria

tertentu ke dalam bentuk kawasan perkotaan besar, sedang, dan kecil.

(24)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Pasal 135

1076. (1) Pemerintah Daerah dalam mengembangkan

Kawasan Perkotaan, mengikutsertakan masyarakat termasuk swasta.

1077. (2) Pemerintah Daerah memfasilitasi proses

akulturasi masyarakat perkotaan dengan tetap mengakui, rrenghormati, melindungi adat istiadat dan warisan budaya, serta modal sosial sesuai perkembangan masyarakat setempat.

1978. (3) Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan

perkotaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.

Pasal 136

1079. Ketentuan Iebih Ianjut mengenai kawasan perkotaan

sebagaimana dmaksud pada Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133, P asal 134 dan Pasal 135, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

1080. Bagian Keduabelas

Pemerintahan Desa

1081. Paragraf Kesatu

Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa

Pasal 137

1082 (1) Desa dapat dibentuk, dihapus dan/atau digabung

berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan asal usulnya dan atas prakarsa masyarakat.

(25)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1083. (2) Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan

masyarakat dengan menyelenggarakan urusan pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada pada kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai perkembanqan masyarakat setempat.

1084. (3) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa induk.

1085 (4) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa.

1086. (5) Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa masing masing.

1087. (6) Pembentukan, penghapusan dan/atau

penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 138

1088. (1) Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137

ayat (1) di Kabupaten/Kota dapat dirubah statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

1089. (2) Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan

status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada APBD

(26)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

1090. Paragraf Kedua

Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa Pasal 139

1091. (1) Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan

Perwakilan Desa yang merupakan lembaga pemerintahan desa.

1092. (2) Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa.

1093. (3) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat.

1094. (4) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan

mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota.

1095. (5) Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun.

1096. (6) Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk

satu kali masa jabatan berikutnya. Pasal 140

1097. Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah

penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat:

1098. a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

1099. b. setia dan taat kepada Pancasila dan

(27)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1100. c. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung

dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau kegiatan organisasi terlarang lainnya;

1101. d. berpendidikan sekurang -kurangnya Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau berpengetahuan yang sederajat;

1102. e. berumur sekurang-kurangnya 25 tahun;

1103. f. sehat jasrnani dan rohani;

1104. g. berkelakuan baik, jujur, dan adil;

1105. h. tidak pemah dihukum penjara karena melakukan

tindak pidana;

1106. i. tidak dalam status terdakwa dan/atau terpidana

dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;

1107. j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan

pengadilan;

1108. k. tidak sedang menjadi anggota partai politik;

1109. l. belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa

selama dua kali;

1110. m. mengenal desanya dan dikenal oleh masyarakat di

Desa setempat;

1111. n. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa;

1112. o. memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan

adat istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah. Pasal 141

(28)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1113. (1) Kepala Desa dilantik oleh Bupati/Walikota atau

pejabat lain yang ditunjuk.

1114. (2) Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji.

1115. (3) Susunan kata-kata sumpah/janji sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut "Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 142

1116. Kewenangan Desa mencakup:

1117. a. kewenangan yang sudah melekat pada desa;

1118. b. kewenangan sesuai peraturan

perundang-undangan.

1119. c. tugas pembantuan dari Pemerintah dan

Pemerintah Daerah;

1120. d. penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya

(29)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Pasal 143

1121. Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:

1122. a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;

1123. b. memberdayakan masyarakat desa;

1124. c. membina perekonomian desa;

1125. d. memelihara ketenteraman dan ketertiban serta

kerukunan masyarakat Desa;

1126. e. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;

1127. f. menyusun dan membahas Peraturan Desa

bersarna Badan Perwakilan Desa, dan mensahkan Peraturan Desa;

1128. g. membuat Keputusan Kepala Desa untuk

melaksanakan Peraturan Desa;

1129. h. menggali dan mengembangkan serta melestarikan

adat istiadat yang beradab; dan

1130. i. mewakili Desanya di dalarn dan di Iuar pengadilan

dan dapat

Pasal 144

1131. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa:

1132, a. menyampaikan laporan pertanggungjawaban

penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat; dan

1133. b. menyampaikan keterangan laporan

pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Badan Perwakilan

(30)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Desa.

Pasal 145

1134. Kepala Desa dilarang: Dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 belum

diatur pemberdayaan masyarakat desa, padahal otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka untuk mencapai salah satu tujuan yakni pemberdayaan masyarakat. Oleh karenanya Pemerintah memandang dalam perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah pertu tambahan pengaturan

1135. a. membuat keputusan yang secara khusus

memberikan keuntungan bagi dirinya, 7 anggota keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;

1136. b. melakukan pekerjaan lain yang memberikan

keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya.

1137. c. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta

menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

1138. d. merangkap jabatan sebagai anggota Badan

Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

(31)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1140 f. melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh

peraturan perundang-undangan. Pasal 146

1141. (1) Kepala Desa berhenti karena :

1142. a. meninggal dunia

1143. b. mengajukan permohonan berhenti atas

permintaan sendiri; atau

1144. c. diberhentikan.

1145 (2) Kepala desa diberhentikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:

1146. a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala

Desa yang baru;

1147. b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar

sumpah/janji;

1148. c. tidak dapat melaksanakan tugas secara

berkelanjutan atau berhalangan tetap;

1149. d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman ; pidana serendah-rendahnya (5 lima) tahun;

1150. (3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa.

Pasal 147

1151. (1) Dalam hal Kepala Desa berhenti sementara,

(32)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

untuk melaksanakan tugas sehari-hari.

1152. (2) Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selama-lamanya 1 (satu) tahun.

1153. (3) Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan

Kepala Desa selambat -lambatnya dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

1154. (4) 6 (enam) bulan sebelum berakhimya masa jabatan

Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa.

Pasal 148

1155. (1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan

oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.

1156. (2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota.

1157. (3) Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa

menetapkan Peraturan Desa.

1158. (4) Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan

terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

1159. (5) Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa

adalah 5 (lima) tahun.

1160. (6) Anggota BPD dilarang:

1161. a. membuat keputusan yang secara khusus

(33)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain;

1162. b. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta

menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;

1163. c. merangkap jabatan sebagai anggota Dewan

Perwakilan

1164. d. menjadi anggota partai politik.

Pasal 149

1165. (1) Dalam penetapan Peraturan Desa sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.

1166. (2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

1167. (3) Peraturan Desa sebelum ditetapkan,

disosialisasikan kepada masyarakat.

(34)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

Pemberdayaan Masyarakat Desa Pasal 150

1169. (1) Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan

melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat, kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan, dan kesisteman.

1170. (2) Pendekatan keswadayaan dan partisipasi

masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudkan kemandirian.

1171. (3) Pendekatan kapasitas sumber daya manusia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pelatihan, pendidikan keterampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian stimulan dan sarana penunjang.

1172. (4) Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dengan membentuk lembaga masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

1173. (5) Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen.

1174. Paragraf Keempat

Keuangan Desa Pasal 151

(35)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

1176. (2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaan keuangan Desa.

1177. (3) Sumber Pendapatan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

1178. a. pendapatan asli Desa;

1179. b. bagi hasil pajak dan retribusi Pemerintah

Kabupaten/Kota;

1180. c. bantuan keuangan dari Pemerintah,

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota;

1181. d. sumbangan dari pihak ketiga;

1182. e. pinjaman desa.

1183. (4) Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan Desa setiap tahun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

1184. (5) Pedoman penyusunan, penatausahaan, dan

pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berpedoman pada peraturan perundang-undanqan.

1185. (6) Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha

milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan

(36)

perundang-Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

undangan.

1186. (7) Pemerintah Desa dapat melakukan pungutan

Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa Pasal 152

1187. (1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan

penghasilan tetap setiap bulannya dan/atau tunjangan lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa.

1188. (2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya

yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan- setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

1189. (3) Anggota Badan Perwakilan Desa diberikan

tunjangan sesuai kemampuan Keuangan Desa. Tunjangan yang diterima Anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

1190 Paragraf Kelima

Pembinaan dan Pengawasan Desa Pasal 153

1191. (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan

pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

1192. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan dukungan pendanaan.

(37)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1193. (3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan

pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

1194. Paragraf Keenam

Kerjasama dan Perselisihan Desa Pasal 154

1195. (1) Desa dapat mengadakan kerjasama untuk

kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama.

1196. (2) Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerjasama.

Pasal 155

1197. (1) Perselisihan antar Desa dan/atau antar

masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat.

1198. (2) Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan oleh Bupati/Walikota yang keputusannya bersifat final.

1199. Paragraf Ketujuh

Kawasan Perdesaan Pasal 156

1200. (1) Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah

Kabupaten dan/ atau antar Kabupaten dan Kota.

1201. (2) Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota terkait.

(38)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1202. (3) Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/perangkat Kelurahan di kawasan tersebut.

1203. (4) Pemerintah Daerah dalam mengembangkan

kawasan perdesaan mengikutsertakan masyarakat dan swasta.

1204. (5) Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan

perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.

1205. (6) Pengaturan lebih lanjut kawasan perdesaan

ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 157

1206. (1) Peiaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan Peraturan Daerah Kabuoaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

1207. (2) Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan

Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

1208. (3) Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum

ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat

(39)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH

1210 Bagian Kesatu

Hubungan Wewenang Pasal 15

1211. (1) Urusan pemerintahan yang dapat diserahkan

kepada Daerah dibagi antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuai dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundangan-undangan.

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah mutlak diatur tentang hubungan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa otonomi daerah bersumber dari penyerahan dan/atau pengakuan oleh Pemerintah. Mengingat pencapaian tujuan negara dibebankan pencapaiannya kepada Pemerintah maka sudah seharusnya Pemerintah Daerah yang merupakan subordinat dari Pemerintah Nasional senantiasa mengembangkan sinergisitas hubungan antar tingkat pemerintahan. lnilah urgensi perlunya pengaturan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar daerah:

1212. (2) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada

Daerah ada yang bersifat wajib dan pilihan.

1213. (3) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada

Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan penyerahan sumber pendanaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.

1214. (4) Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan

adalah urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri, yustisi, pertahanan,

(40)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

keamanan, moneter, .fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya.

1215. (5) Bagian tertentu urusan pemerintahan yang

menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup:

1216. a. pengaturan mengenai norma, standar dan

prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan kebijakan lain yang berskala nasional;

1217. b. pembinaan dan pengawasan atas

penyelenggaraan pemerintahan daerah;

1218. c. manajemen Pegawai Negeri Sipil yang

berskala nasional;

1219. d. urusan pemerintah yang bersifat:

1220. 1) penciptaan stabilitas nasional untuk

peningkatan kemakmuran dan perlindungan rakyat serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara;

1221. 2) lintas necara dan lintas Provinsi;

1222. 3) strategis yang berskala nasional;

1223. 4) pengakuan kewarganegaraan dan

keimigrasian;

1224. 5) penegakan peraturan

perundang-undangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada tingkat nasional dan internasional;

1225. 6) perlindungan Hak-hak Asasi Manusia;

(41)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

dan adil bagi sernua warga negara;

1227. 8) penyediaan pelayanan umum yang

berupa dokumen negara yang seragam/sama bagi semua penduduk;

1228. 9) peningkatan efisiensi atas

terselenggaranya pelayanan masvarakat yang berskala nasional;

1229. 10) penciptaan iklim yang kondusif untuk

menjalin kerjasama antar provinsi dan antar negara dalam mengembangkan perekonomian nasional;

1230. 11) penggunaan/pengelolaan teknologi yang

memiliki resiko tinggi;

1231. 12) pengelolaan dan konservasi sumber daya

alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional;

1232. 13) penyebaran sumber daya manusia

profesional yang strategis secara nasional;

1233. 14) penyediaan kesempatan untuk

memperoleh pekerjaan yang berskala nasional dan internasional;

1234. 15) penyediaan tenaga kerja yang mempunyai

daya saing nasional dan internasional;

1235. 16) pelestarian aset nasional;

1236. 17) pengamanan pelaksanaan dan sosialisasi

perjanjian internasiona! atas nama negara;

(42)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1237. 18) penetapan dan pengamanan kebijakan

perdagangan luar negeri;

1238. 19) prasarana dan sarana nasional:

1239. 20) penetapan kriteria Pahlawan nasional;

1240. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan

urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

1241. (1) Provinsi dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional.

1242. (2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meiiputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.

1243. (3) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) meliputi:

1244. a. pengendalian lingkungan hidup yang

berdampak regional;

1245. b. pengelolaan perkembangan dan administrasi

kependudukan yang berskala regional;

1246. c. penanganan wabah penyakit menular dan

(43)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

1247. d. perencanaan struktur tata ruang wilayah

provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota;

1248. e. perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

pengendalian pembangunan dalam cakupan regional;

1249. f. pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan

alokasi sumber daya manusia potensial yang cakupannya regional;

1250. g. penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat di wilayah Provi nsi;

1251. h. penyediaan pelayanan sosial untuk

menanggulangi masalah-masalah sosial lintas kabupaten/kota;

1252. i. pelayanan bidang ketenagakerjaan untuk

menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;

1253. j. melaksanakan pelayanan dasar yang tidak

atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

1254. k. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya

yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

1255. l. penyelenggara, pelayanan dasar lainnya yang

(44)

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net

NO RUU DPR RI RUU PEMERINTAH KETERANGAN PEMERINTAH

oleh Pemerintah.

1256. (4) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.

1257. (5) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah.

Pasal 17

1258. (1) Kabupaten dan Kota dalam menyelenggarakan

urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.

1259. (2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.

1260. (3) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan:

1261. a. perlindungan hak-hak konstitusional warga

negara;

1262. b. perlindungan kepentingan nasional yang

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembentukan agama di lingkungan keluarga pada subyek dimulai sejak ia dilahirkan, orangtua mengajarkan dan mengenalkan mengenai nilai-nilai agama yang baik

Judul Skripsi : Kajian Aplikasi Pupuk Kascing pada Tiga Jenis Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) dengan Perbandingan Media yang Berbeda.. Skripsi ini

Walaupun penebangan hutan membawa banyak impak dan kesan yang buruk kepada kita. semua dan juga

 Konsisten (Kode harus konsisten dengan kode yang telah digunakan sebelumnya).  Harus Distandarisasi ( Kode yang digunakan dalam suatu organisasi dengan bagian yang

'i Amerika 5tara bagian  barat pada Zaman Trias terdapat sbuah geosinklin yang kira(kira melalui daerah $ali"ornia, 6regon, /ashington dan Alaska dengan tebal sedimentasinya

Pengertian komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan- pesan politik dari seseorang

• Kelestarian fungsi produksi : Pengelolaan hutan yang mampu menjamin kelestarian usaha melalui pengaturan hasil dari sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable forest

Perlakuan kombinasi bakteri endofit dan IAA tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan berat tanaman padi varietas Inpari 13 disebabkan karena kondisi air yang