• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori

Kerangka teori menggambarkan dari teori yang mana suatu problem riset berasal (seperti dalam beberapa studi eksperimental), atau dengan teori yang mana problem itu dikaitkan (seperti dalam beberapa survey). Mencari kerangka teori untuk mengkaitkan dengan suatu problem, atau mengembangkan suatu teori guna memberikan arah pada study merupakan salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang peneliti. Tetapi dengan latar belakang teori komunikasi atau teori-teori psikologi dan sosiologi amat membantu dalam perumusan kerangka teori (Lubis, 1998: 107).

2.1.1 Komunikasi Politik

Komunikasi politik sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satupun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar tentang kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Komunikasi yang membicarakan tentang politik terkadang diklaim sebagai studi tentang aspek-aspek politik dari komunikasi publik, dan sering dikaitkan sebagai komunikasi kampanye pemilu karena mencakup masalah persuasi terhadap pemilih, debat antar kandidat dan penggunaan media massa sebagai alat kampanye (Cangara, 2009: 16).

Pengertian komunikasi politik dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik. Komunikasi politik menurut Miriam Budiardjo,dkk (dalam Damsar, 2010: 208) merupakan fungsi sosialisasi dan budaya politik. Komunikasi yang berjalan baik menjadi prasyarat sosialisasi

(2)

politik untuk dapat berjalan dengan baik pula, sehingga budaya politik dapat dilangsungkan dengan baik. Komunikasi politik yaitu kegiatan komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik (Nimmo, 2005: 9).

Sebagai komunikator politik politisi memang berada dalam posisi strategis dalam memainkan peran politik dalam suatu setting politik tertentu. Menurut Nimmo (1993: 72) “Politisi sebagai komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam pembentukan opini publik. Politisi atau politikus berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok, sehingga jika dirangkum maka politikus mencari pengaruh melalui komunikasi.”

2.1.2 Fungsi Komunikasi Politik

Komunikasi politik (Damsar, 2010: 270) sebagai suatu unsur dari sistem politik, digerakkan oleh partai politik atau aktor politik dengan maksud untuk meraih berbagai fungsi meliputi:

1. Fungsi Informasi

Sebagai fungsi informasi, komunikasi politik ditujukan kepada target sasaran, dalam hal ini penerima, dengan maksud agar penerima memperoleh pengetahuan dan pengenalan tentang sesuatu yang dikomunikasikan. Pada sisi ini, komunikasi politik lebih ditujukan pada aspek kognitif dari para penerima. Misalnya ketika diseminasi visi, misi,tujuan, sasaran atau arah kebijakan dari suatu partai politik pada suatu acara komunikasi politik dengan tujuan memperoleh pengetahuan tentang visi, misi,tujuan, sasaran atau kebijakan dari partai politik tersebut.

(3)

2. Fungsi Pendidikan

Melalui komunikasi politik transmisi pendidikan politik dari partai politik dan/atau aktor politik diharapkan bisa terjadi. Ada banyak isi pendidikan politik yaitu ideologi (negara, partai politik, gerakan sosial dan sebagainya), nilai (kebangsaan, patriotisme, demokrasi, kebebasan dan lain-lain), praksis (visi, misi, tujuan sasaran program dan strategi partai politik atau aktor politik) atau keterampilan (pidato, lobi, resolusi konflik dan lain-lain).

3. Fungsi Instruksi

Fungsi instruksi merupakan fungsi komunikasi politik yang berkaitan dengan pemberia perintah berupa kewajiban, larangan, atau anjuran. Perintah kewajiban berhubungan sesuatu yang mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, sukarela atau terpaksa harus dilaksanakan atau dilakukan. Sedangkan instruksi larangan merupakan suatu perintah yang harus dilakukan dalam kondisi apapun. Sedangkan instruksi anjuran merupakan suatu perintah untuk melakukan atau menghindari sesuatu secara sukarela.

4. Fungsi Persuasi

Fungsi komunikasi politik yang berhubungan dengan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sehingga melakukan, melaksanakan atau mengubah sesuatu seperti yang diharapkan oleh pemberi pesan. Dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain menyajikan mimpi masa depan yang indah melalui janji implementasi visi, misi, tujuan, sasaran atau arah kebijakan.

5. Fungsi Hiburan

Fungsi hiburan merupakan fungsi komunikasi politik yang menyampaikan pesan-pesan hiburan diantra berbagai rangkaian isi pesan yang dikomunikasikan. Dalam realitas kampanye partai politik pada masa kampanye pemilihan umum, misalnya kegiatan tersebut di pandang sebagai salah satu sarana hiburan lima tahunan. Sebab ketika masa kampanye, partai politik berusaha mengajak massa

(4)

sebanyak mungkin untuk menghadiri pelaksanaan kampanye politik yang mereka lakukan.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Komunikasi Politik

Bentuk-bentuk komunikasi politik yang dlakukan oleh komunikator infrastruktur politik untuk mencapai tujuan politiknya antara lain (Arifin, 2003: 65-98):

1. Retorika, berasal dari bahasa yunani yaitu Rhetorica, yang berarti seni berbicara, asalnya digunakan dalam perdebatan-perdebatan di ruang sidang pengadilan untuk saling mempengaruhi sehingga bersifat kegiatan antarpersona. Kemudian berkembang menjadi kegiatan komunikasi massa yaitu berpidao kepada khalayak. Ada tiga jenis retorika menurut Aristoteles dalam karyanya retorika:

a. Retorika Diliberitif yaitu dirancang untuk mempengaruhi khalayak dalam kebijakan pemerintah yang difokuskan pada keuntungan atau kerugian jika sebuah kebijakan diputuskan atau dilaksanakan.

b. Retorika Forensic, yang berkaitan dengan keputusan pengadilan.

c. Retorika Demonstratif yang mengembangkan wacana yang dapat memuji atau menghujat.

2. Agitasi Politik, dari bahasa Agitare artinya bergerak atau menggerakkan, dalam bahasa inggris Agitation. Menurut Herbert Blumer agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan politik, baik lisan maupun tulisan dengan merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. Dimulai dengan cara membuat kontradiksi dalam masyarakat dan menggerakkan khalayak untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh ketidakpastian dan penuh penderitaan) dengan tujuan menimbulkan kegelisahan di kalangan massa. Orang yang melakukan agitasi disebut agitator oleh Nepheus Smith disebut sebagai orang yang berusaha menimbulkan ketidakpuasan, kegelisahan atau pemberontakan orang lain. Ada agitator yang sikapnya selalu gelisah dan

(5)

agresif, ada juga yang lebih tenang, cenderung pendiam tetapi mampu menggerakkan khalayak dengan ucapan dan tulisannya.

3. Propaganda, berasal dari kata latin Propagare (menanamkan tunas suatu tanaman) yang pada awalnya sebagai bentuk kegiatan penyebaran agama katolik pada tahun 1822 Paus Gregorius XV membentuk suatu komisi

cardinal yang bernama Congregatio de Propaganda Fide untuk

menumbuhkan keimanan kristiani diantara bangsa-bangsa. Propagandis adalah orang yang melakukan propaganda yang mampu menjangkau khalayak kolektif lebih besar, biasanya dilakukan politikus atau kader partai politik yang memiliki kemampuan yang mudah terkena sugesti, di negara demokratis menurut W.Dobb dipahami sebagai suatu usaha individu atau kelompok yang berkepentingan untuk mengontrol sikap kelompok individu lainnya dengan menggunakan sugesti. Sedangkan Herbert Blumer, suatu kampanye politik dengan sengaja mengajak, mempengaruhi guna menerima suatu pandangan sentimen atau nilai.

4. Public Relations Politics, yang tumbuh pesat di Amerika Serikat setelah Perang Dunia II, sebagai suatu upaya alternatif dalam mengimbangi propaganda yang dianggap membahayakan kehidupan sosial dan politik, presiden Theodore Rossevelt (1945) mendeklarasikan pemerintahan sebagai Square Deals (jujur dan terbuka) dalam melakukan hubungan dengan masyarakat dan menjalin hubungan timbal balik secara rasional. Sehingga tujuannya untuk menciptakan hubungan saling percaya, harmonis, terbuka atau akomodatif antara politikus, profesional atau aktivis (komunikator) dengan khalayak (kader, simpatisan, masyarakat umum).

5. Kampanye Politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan orang atau kelompok (organisasi) dalam waktu tertetu untuk memperoleh dan memperkuat dukungan politik dari rakyat atau pemilih. Menurut Rogers dan Storey (1987) merupakan serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu, sehingga berbeda dengan propaganda, dimana kampanye cirinya sumber

(6)

yang melakukannya jelas, waktu pelaksanaan terikat dan dibatasi, sifat gagasan terbuka untuk diperdebatkan khalayak, tujuannya tegas, variatif serta spesifik, modus penerimaan pesan sukarela dan persuasi, modus tindakannya diatur kaidah dan kode etiknya, sifat kepentingan mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak.

6. Lobi Politik, istilah lobi sendiri sesungguhnya tempat para tamu menunggu untuk berbincang-bincang di hotel, karena yang hadir para politikus yang melakukan pembicaraan politik terjadi dialog dengan tatap muka secara informal namun penting. Karena hasil lobi itu biasanya ada kesepahaman dan kesepakatan bersama yang akan diperkuat melalui pembicaraan formal dalam rapat atau sidang politik yang akan menghasilkan keputusan dan sikap politik tertentu. Dalam lobi politik pengaruh dari pribadi seorang politikus sangat berpengaruh seperti kompetensinya, penguasaan masalah dan karisma. Lobi politik adalah gelanggang terpenting bagi pembicaraan para politikus atau kader tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas, konflik dan konsensus.

7. Lewat Media Massa, menurut McLuhan sebagai perluasan panca indra manusia (sense extention theory) dan sebagai media pesan dalam hal pesan politik untuk mendapatkan pengaruh, kekuasaan otoritas, membentuk dan merubah opini publik atau dukungan serta citra politik, untuk khalayak yang lebih luas atau yang tidak bisa terjangkau oleh bentuk komunikasi yang lain.

2.1.4 Retorika

2.1.4.1 Pengertian Retorika

Ditinjau dari segi bahasa (Effendy, 1997: 53), retorika berasal dari bahasa yunani “Rhetor” yang berarti seorang juru pidato yang mempunyai sinonim “orator” dalam bahasa inggris “Rhetoric” bersumber dari perkataan “Rhetorica” yang berarti ilmu berbicara. Berbicara yang akan dapat meningkatkan kualitas eksistensi (keberadaan) di tengah-tengah orang lain, bukanlah sekedar berbicara, tetapi berbicara yang menarik (atraktif), bernilai informasi (informatif),

(7)

menghibur (rekreatif) dan berpengaruh (persuasif). Dengan kata lain, manusia mesti berbicara berdasarkan seni berbicara yang dikenal dengan istilah retorika.

Sejalan dengan perkembangan retorika, pengertian retorika juga mengalami perkembangan. Beberapa ahli Barat, seperti D. Beckett, Donald Bryant dan Bishop Whately sampai abad ke-20 mendefinisikan retorika. Definisi yang diberikan pada hakikatnya sama dengan pengertian yang diberikan oleh Aristoteles. Akan tetapi penafsiran yang berbeda-beda menimbulkan keragaman pengertian (Abidin, 2013: 52).

Selain itu, pengertian retorika dapat dikatakan mencakup semua pengertian yang ada. Hal ini disebabkan setiap periode retorika melahirkan konsep retorika yang berbeda setiap periode dan zamannya.

Adapun ragam pengertian retorika (Abidin, 2013: 53) antara lain adalah: 1. Menurut Plato, retorika yang tidak memandang kemanfaatan dan

kebenaran bukanlah retorika. Menurutnya retorika merupakan seni bertutur untuk memaparkan kebenaran.

2. Menurut Aristoteles (peletak dasar retorika ilmiah dan disebut bapak retorika), retorika adalah ilmu dan seni yang mengajarkan kepada orang unuk terampil menyusun dan menyampaikan tuturan secara efektif untuk mempersuasi pihak lain. Tuturan yang efektif adalah memaparkan kebenaran, disiapkan dan ditata secara sistematis dan ilmiah, mengolah dan menguasai topik tutur, serta mempunyai alasan pendukung atau argumen.

3. Menurut Becket, retorika adalah seni yang mengafeksi pihak lain dengan tutur, yaitu memanipulasi unsur-unsur tutur dan respons pendengar. Tindakan manipulasi ini dilakukan dengan perhitungan yang matang sebelumnya.

4. Donal C. Bryant memandang retorika sebagai suatu tutur yang mempersuasi dan memberikan informasi rasional kepada pihak lain.

5. Bishop Whately memandang retorika sebagai masalah bahasa. Karena itu, kita dapat memahami bahasa jika membatasi retorika. Retorika adalah seni yang mengajarkan orang tentang kaidah dasar pemakaian bahasa yang efektif .

(8)

Littlejohn dalam bukunya Teori Komunikasi: Theories of Human

Communication menyebutkan bahwa pada awalnya, retorika berhubungan dengan

persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumen dan pembuatan naskah pidato. Kemudian, berkembang sampai meliput proses “adjusting ideas to

people andpeople to ideas” dalam segala jenis pesan. Fokus dari retorika telah

diperluas bahkan lebih mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungan di sekitarnya dan untuk membangun dunia tempat mereka tinggal (Little John,2009: 73).

Jadi, retorika bisa didefinisikan sebagai bentuk komunikasi di mana seseorang menyampaikan buah pikirannya baik lisan maupun tertulis kepada hadirin yang relatif banyak dengan pelbagai gaya dan cara bertutur, serta selalu dalam situasi tatap muka (face to face) baik langsung maupun tidak langsung (Suhandang, 2009: 28).

Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika (logos), emosi (pathos) dan etika/kredibilitas (ethos). Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang efektif dan silogisme retoris, yang memandang khalayak untuk menemukan sendiri potongan-potongan yang hilang dari suatu pidato digunakan dalam persuasi. Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa retorika adalah teori yang memberikan petunjuk untuk menyusun sebuah presentasi atau pidato persuasif yang efektif dengan menggunakan alat-alat persuasi yang tersedia.

(9)

RHETORICAL TRIANGLE

Ethos Credibility-trust

Logos Pathos

Consistency-logic emotions- imaginations

Gambar 2.1.4.1 Segitiga Retorika (Burgoon, 1974: 32)

2.1.4.2 Sejarah Perkembangan Retorika

Dasar utama dari retorika adalah berbicara atau penuturan kata-kata dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dengan demikian usia retorika sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Menelusuri sejarah retorika,menurut De Vito(dalam Suhandang, 2009:35), teori-teori retorika mulai dikenal pada tahun 3000-an SM, yakni dengan adanya sebuah esai yang berisi saran atau anjuran mendasar untuk berbicara yang efektif kepada para Fira’un (penguasa Mesir). Menurut Suhandang (2009: 35), retorika dikenalsejak tahun 465 SM melalui makalah Coraxyang berjudul “Techne Logon”(seni kata-kata),dimana pada waktu itu seni berbicara atau ilmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain pada waktu itu retorikaatau ilmu komunikasi digunakan untuk membeladiri yang berhubungan dengan kepentingansesaat dan praktis (http://nesaci.com/).

(10)

Corax membagi pidato dalam lima bagian yaitu: a. Pembukaan b. Uraian c. Argumen d. Penjelasan tambahan e. Kesimpulan

Di Yunani, retorika yang efektif mulai berkembang pada abad ke-5 SM, yakni pada masa kejayaan filsafat Sophisme yaitu aliran yang mendahului zaman filsafat klasik atau dikenal juga dengan sebutan zaman pra-klasik (Suhandang,2009: 36).

Georgias (480-370 SM) dari kaum sofisme mengatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Georgias ini merupakan guru retorika yang pertama. Ia membuka sekolah retorika yang mengajarkan dimensi bahasa yang puitis dan teknik berbicara impromptu (berbicara tanpa persiapan). Ia meminta bayaran mahal, sekitar 10.000 dollar per mahasiswa. Georgias bersama Protagoras menjadi “dosen terbang” yang mengajar berpindah dari satu kota ke kota lain (Rakhmat, 2008: 4). Sekolah tersebut dibuka dalam rangka memenuhi pasar akan kemampuan berrpikir yang jernih dan logis serta berbicara yang jelas dan persuasif.

Protagoras (500-432 SM) dari Abdeira berpendapat bahwa kecakapan berbicara bukannya untuk mencari kemenangan, melainkan untuk keindahan bahasa. Baginya retorika bukan sekedar ilmu berpidato, melainkan di dalamnya juga mencakup pengetahuan tentang sastra, gramatika dan logika. Sokrates (469-399 SM) juga menentang pendapat Georgias, ia berpendapat bahwa retorika harus dipergunakan untuk menemukan kebenaran. Tekniknya adalah dialog, dengan dialog orang akan mencapai dasar dan inti keterangan. Namun Sokrates dianggap menyimpang karena dialog digunakan untuk mempengaruhi, bukan untuk mengumpulkan fakta atau data.

(11)

Sementara menurut Isokrates hakikat pendidikan adalah kemampuan membentuk pendapat yang tepat tentang masyarakat. Isokrates percaya bahwa retorika dapat meningkatkan kualitas masyarakat, retorika tidak boleh dipisahkan dari politik dan sastra. Berbeda pendapat dengan Isokrates, Plato (427-347 SM) mempunyai pendapat bahwa inti pendidikan adalah ilmu pasti dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Bagi Plato yang menjadi murid Sokrates pula, retorika adalah penting sebagai metode pendidikan, alat untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan untuk mempengaruhi rakyat. Sebagai metode pendidikan, menurut Plato retorika bertujuan memiliki dan menggunakan bahasa yang baik serta memberikan kemampuan menyusun kalimat-kalimat yang sempurna disamping merupakan dasar dan jalan bagi orang untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang luas dan mendalam terutama dalam bidang politik. Dalam hal ini ia sepakat dengan Isokrates yang menggunakan retorika demi persiapan para muridnya untuk menjadi negarawan, namun sebaliknya Plato mengecam para pengikut Georgias yang membuat teks pidato secara profesional untuk para penyelenggara negara demi uang.

Teori-teori retorika yang efektif selanjutnya dikembangkan oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengajarkan bentuk-bentuk retorika yang jelas, singkat dan meyakinkan. Zaman pun beralih pada era klasik di mana pendidikan retorika lebih dikembangkan serta ditekankan kepada cara berpikir dalam mempelajari retorika. Aristoteles merupakan murid dari Plato. Ia menulis tiga jilid buku berjudul De ArteRhetorica, yang diantara berisi lima tahap penyusunan suatu pidato yang dikenal sebagai “Lima Hukum Retorika” seperti Inventio (penemuan), Dispositio (penyusunan),Elocutio (gaya), Memoria (mengingat) dan

Pronuntiatio (penyampaian).

Setelah mengalami perkembangannya di Yunani,retorika kemudian menyebar ke Romawi. Di Romawi pun retorika mengalami pengkajian lebih sempurna lagi, terutama dilakukan oleh salah seorang pengikut Aristoteles yang bernama Marcus Tulius Cicero (106 SM-43 M). Cicero berusaha megembangkan retorika melalui buku karangannya yang diberi judul De Oratore. Ia menjelaskan

(12)

bahwa retorika pada hakikatnya memiliki dua tujuan yaitu suasio (anjuran) dan

dissuasio (penolakan). Dalam hal ini Cicero menyadarkan publiknya akan

pentingnya retorika dalam sidang pengadilan. Cicero juga mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi khalayak, seorang orator harus meyakinkan mereka akan kejujuran dan kebenarannya. Puncak kejayaan retorika di Romawi adalah pada masa Cicero. Dialah orang pertama yang memperkenalkan metode retorika. Dalam pelaksanaannya, Cicero membagi kegiatan retorika dalam dua tahap. Pertama, investio yang berarti mencari bahan dan tema yang akan diuraikan dalam pidato. Pada tahap ini bahan-bahan dan bukti harus dibahas sesingkat mungkin dengan memperhatikan kewajiban si pembicara untuk mendidik, membangkitkan kepercayaan dan menggerakkan isi hati khalayaknya. Kedua, orde cellocatio yang mengandung arti menyusun teks, atau isi pidato dengan menuntut kecakapan si pembicara dalam memilih mana yang lebih penting didahulukan penyampaiannya dan mana yang kurang penting. Urutan penyampaian isi pidato pun meminta perhatian si pembicara akan exordium (pendahuluan), narratio (pemaparan),

confirmatio (pembuktian), refutatio (bandingan serta bantuan pendapat lain) dan pexoratio (penutup).

Plutarch (46-120 SM) berpendapat bahwa si pembicara harus memiliki keyakinan pada dirinya sendiri, menguasai bahan, percaya akan diri sendiri, menggunakan teknik bahasa yang; merupakan peningkatan, aliterasi dan susunan kalimatnya baik. Mula-mula pendidikan retorika dilakukan dengan cara membawa murid ke ruang pengadilan untuk mendengarkan persoalan-persoalan yang sedang digelar dalam proses peradilan disana atau membawanya ke forum sidang senat untuk mendengarkan argumentasi-argumentasi yang dinyatakan terhadap pelbagai persoalan yang sedang dibahas. Jadi tujuan tertinggi dari mempelajari retorika pada saat itu adalah untuk menjadi anggota perwakilan atau pemimpin negara.

Selanjutnya, Tacitus (55 SM-116 M) dalam bukunya yang berjudul

Agricela dan Dialogus Oratorebus secara jelas mengatakan bahwa retorika akan

hilang nilainya seiring dengan berkurang atau memudarnya demokrasi, seperti pada saat bertambah buruknya situasi politik Romawi di bawah pemerintahan

(13)

Konsul Domitinius. Masa kemunduran Romawi di abad pertengahan itu turut melanda pula pada anggapan masyarakat Eropa terhadap retorika. Ketika keyakinan Nasrani berkuasa, semua ilmu pengetahuan didominasi oleh dogma gereja, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliyah, malah disamakan dengan berhala (Suhandang, 2009: 37-43).

Retorika modern (dalam Jurnal Komunikasi Rajiyem, 2005: 148-149) ditandai dengan munculnya Renaissance atau abad pencerahan sekitar tahun 1200-an. Menurut Jalaluddin Rakhmat, ada tiga aliran retorika modern:

1. Aliran epistemologis

Epistemologis membahas teori pengetahuan, asal-usul, sifat, metode dan batas-batas pengetahuan manusia. Pemikiran epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif yakni yang membahas proses mental.

2. Aliran belles lettres

Retorika dalam aliran ini sangat mengutamakan keindahan bahasa dan segi estetis pesannya, sehingga tidak jarang mengabaikan aspek informatifnya. 3. Aliran elokusionis

Aliran ini menekankan teknik penyampaian pidato.

Terakhir, pada abad 20 retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern, khususnya ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun bergeser menjadi speech, speech communication atau oral communication atau public speaking (Suhandang, 2009: 48).

(14)

2.1.4.3 Unsur-Unsur Dalam Proses Retorika

Adapun yang termasuk unsur-unsur dalam proses retorika (Suhandang, 2009: 52-73) antara lain:

1. Komunikator

Pembicara atau komunikator merupakan pusat transaksi. Meskipun secara fisik ia selalu berhadapan baik langsung maupun tidak langsung dengan hadirin, pembicara bertindak sebagai komunikator yang tampil sebagai sentral kegiatan yang menggambarkan terpusatnya jiwa para hadirin dengan “memandang” si pembicara tampil sebagai alasan untuk berkumpulnya mereka di tempat itu. Pembicara yang cerdas adalah orang yang selalu memperhatikan reaksi yang timbul dari audiensnya, sehingga ia dengan segera akan mengubah strategi dan gaya pidato jika mengetahui bahwa respons yang muncul dari audiens bersifat negatif atau menentang.

2. Pendengar (hadirin)

Para pendengar atau hadirin (audiens) yang terlibat dalam proses kegiatan retorika pada hakikatnya merupakan insan-insan yang jelas masing-masing berbeda dan memiliki kekhasan sendiri. Meskipun kita sering mengatakan hadirin sebgai kumpulan orang-orang secara tidak langsung dinyatakan tidak memiliki keanekaragaman namun kita tidak lupa bahwa itu merupakan campuran dari insan-insan yang berbeda dan satu sama lain terpisah. Masing-masing insan pendengar dimaksud masuk dalam situasi retorika dengan pelbagai maksud, berbeda motif, berlainan harapan, berbeda pengetahuan, berlainan sikap, kepercayaan dan nilai. Pendek kata, mereka hadir dengan berbeda predisposisi. Fraser bond menggolongkan pendengar menjadi 3 yaitu, golongan intelek, golongan praktisi dan golongan non intelek.

a. Golongan intelek cirinya menghargai orang lain menerima masukan orang yang berilmu.

b. Golongan praktisi orang-orang yang lebih menyukai kegiatan praktek daripada teori.

(15)

c. Golongan non intelek orang yang lebih memperhatikan apa yang menjadi kebutuhannya atau kepentingan pribadi.

3. Suara (bunyi-bunyian)

Bunyi apa saja yang bisa didengar ataupun tidak di sekitar kegiatan retorika itu akan mengganggu dalam penyampaian dan penerimaan pesan.Bunyi itu mungkin berasal dari luar konteks yang paling dekat seperti, suara mobil, teriakan anak-anak, hembusan angin ataupun hujan. Maupun suara yang berasal dari dalam konteks yang bersangkutan seperti audiens yang mengobrol, gangguan udara pada mikropon, gemersik kertas, kata-kata klise dan prasangka dalam pikiran pembicara atau pendengar, kacamata hitam yang dipakai untuk menghalangi pandangan hadirin terhadap mata kita yang melihat teks saat pembacaan pesan yang dikomunikasikan, podium yang menghalangi penglihatan audiens terhadap gerak kita dan kecemasan yang timbul pada diri pembicara juga bisa dianggap sebagai suatu gangguan bunyi (noise band).

4. Pesan dan salurannya

Pesan yang kita sampaikan selalu mengandung makna yang dibangun oleh adanya isi (content) dan lambang (symbol). Isi komunikasi dimaksud tidak lain adalah apa yang kita pikirkan atau buah pkiran yang akan kita sampaikan, sedangkan lambang yang paling utama untuk melukiskan buah pikiran iu adalah bahasa, dan umumnya bahasa dikemukakan dalam bentuk untaian kata-kata. Dalam hal pemilihan kata perlu diketahui bahwa setiap kata selalu mengandung dua pengertian, yaitu: pengertian denotatif yang mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus (arti kata) dan pengertian konotatif yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (makna buah pikiran atau maksud penyampaian). Sedangkan saluran yang dimaksud adalah medium yang meneruskan pesan bermakna dari pengirim kepada penerimanya. Dalam hal ini kita bisa membayangkan adanya saluran abstrak yang meneruskan suara, saluran yang menghubungkan hal-hal yang berkenaan dengan pembicaraan dan pendengaran. Namun demikian ada juga saluran yang tampak dan penting adanya,

(16)

seperti kontak mata, gerakan badan, tangan serta cara berpakaian dapat menyalurkan pesan yang mengandung arti tertentu.

5. Akibat

Berhasil atau tidaknya suatu pidato tergantung pada interaksi antara pembicara dan informasi lain yang dimiliki audiens. Karenanya jika menginginkan menjadi pembicara yang efektif maka harus mengetahui informasi, sikap dan kepercayaan yang dimiliki hadirin terhadap tema pidato. Kredibilitas akan mempengaruhi cara hadirin dalam memahami pidato kita dan dalam hal ini Carl Hovland menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya orator dalam berpidato tergantung pada:

a. Maksud si pembicara berpidato b. Kejujuran si pembicara

c. Kedudukan dan tanggungjawab sosial pembicara d. Pengalaman si pembicara

e. Pandangan si pembicara mengenai hal-hal yang aktual.

Dengan demikian akibat dari proses retorika itu merupakan feedback pidato yang belum tentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pembicara. Dalam hal ketidaksesuaian ini diperlukan perubahan strategi, teknik dan taktik.

6. Konteks

Antara pembicara dan pendengar, beroperasi dalam suatu konteks yang meliputi dimensi lingkungan sosial secara fisik dan psikis. Konteks sangat berperan dalam kegiatan retorika. Konteks selalu menimbulkan pengaruh yang berarti bagi berlangsungnya retorika dan karena perlu dianalisis serta diatur adanya dalam setiap situasi retorika (Suhandang, 2009: 52-73).

(17)

2.1.4.4 Pembagian Retorika

Pembagian retorika (Hendrikus, 1993: 16-17) antara lain: 1. Monologika

Adalah ilmu tentang seni berbicara secara monolog, yaitu hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk yang tergolong dalam monologika adalah pidato, kata sambutan, kuliah, makalah, ceramah dan deklamasi.

2. Dialogika

Adalah ilmu tentang seni berbicara secara dialog, di mana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya jawab, perundingan, percakapan dan debat.

3. Pembinaan Teknik Bicara.

Efektivitas monologika dan dialogika tergantung pada teknik bicara. Oleh karena itu teknik bicara ini merupakan bagian yang penting dalam retorika. Perhatian ini lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.

2.1.4.5 Tujuan dan Fungsi Retorika a. Tujuan Retorika

Retorika pada awalnya berkaitan dengan persuasi, sehingga retorika adalah seni penyusunan argumentasi dan pembuatan naskah pidato. Persuasi dapat diartikan sebagai metode komunikasi sebagai ajakan, permohonan atau bujukan yang lebih menyentuh emosi, yaitu aspek afeksi dari manusia (Arifin, 2011: 261)

Sedangkan menurut Erwin P. Bettinghaus (1973), persuasi merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau perilaku orang melalui transmisi pesan (Okta, 1976: 63). Meskipun demikian persuasi dapat dipahami bahwa selain mengajak atau membujuk khalayak dengan menggugah

(18)

emosi, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara logis dengan menyentuh aspek kognitif individu, yaitu dengan menggugah khalayak berdasarkan situasi dan kepribadian khalayak (Arifin, 2011: 263).

Secara massa, retorika bertujuan (Tasmara, 1987: 156) sebagai berikut:

a. To inform, memberikan penerangan dan pengertian kepada massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian dengan sebaik-baiknya.

b. To Confise, meyakinkan dan menginsafkan.

c. To Inspire, menimbulkan inspirasi dengan teknik sistem penyampaian yang baik dan bijaksana.

d. To Entertain, menggembirakan, menghibur atau menyenangkan dan memuaskan.

e. To Ectuate (to put into action), menggerakkan dan mengarahkan mereka untuk berindak menetralisir dan melaksanakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.

b. Fungsi Retorika

I Gusti Ngurah Okta (1976: 65) menjelaskan retorika adalah:

1. Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama dalam hubungan kegiatan bertuturnya, termasuk ke dalam gambaran ini antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdorong untuk bertutur dan ketika ia mengidentifikasi pokok persoalan dan retorika bertutur ditampilkan.

2. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang biasa diangkat menjadi topik tutur. Misalnya saja gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, fungsi dan sebagainya.

3. Mengemukakan gambaran terperinci tentang masalah tutur misalnya dikemukakan gambaran tentang hakikatnya, strukturnya, bagian-bagiannya dan sebagainya.

(19)

Berdasarkan dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut disiapkan pula bimbingan tentang:

a. Cara-cara memilih topik

b. Cara-cara memandang dan menganalisa topik tutur dengan menentukan sasaran ulasan yang persuasif dan edukatif

c. Penulisan jenis tutur yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Pemilihan materi bahasa serta penyusunan menjadi kalimat-kalimat yang padat, utuh dan bervariasi. Pemilihan gaya bahasa dan tutur dalam penampilan bertutur kata.

2.1.4.6 Lima Hukum Retorika

Dari Aristoteles dan ahli retorika klasik, memperoleh lima tahap penyusunan pidato yang terkenal sebagai lima hukum retorika (The Five Canons of Rhetoric), limahukum tersebut adalah:

1. Invention (penemuan bahan).

Dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penemuan. Invention didefinisikan sebagai konstruksi atau pengembangan dari sebuah argument yang relevan dengan sebuah tujuan dari pidato (West &Turner, 2007: 343). Seorang

speaker tidak asal berbicara saja, namun harus secara sistematis mencari isi dan

secara sadar memutuskan apa yang harus disertakan bagi audience yang mereka tuju. Canon yang pertama ini berhubungan erat dengan critical thinking serta argumentasi. Dalam canon pertama ini didukung dengan faktor pendukung agar bersifat lebih persuasif. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Ketika dapat memilih topik, pilih sesuatu yang bermakna 2. Kenali subject nya

3. Ketahui apa yang kita inginkan dari audience kita. 4. Berikan argument terbaik yang dapat kita berikan.

(20)

5. Analisa audience

6. Tailor the message to the audience

7. Pastikan bahwa audience tahu bahwa subject kita bermanfaat. 8. Gunakan bukti yang berkualitas tinggi.

9. Sebutkan sumber bukti yang kita gunakan. 10. Be Organized

11. Respon to protential objections

12. Beradaptasi terhadap gangguan yang kita hadapi

Invention berhubungan erat dengan logos. Dalam invention dapat

dimasukkan beberapa argument enthymematic. Sebagai tambahannya invention dimaknai secara luas sebagai body ofinformation dan pengetahuan yang dibawa pembicara dalam situasi saat pidato disampaikan (West & Turner, 2007: 343)

Dalam invention terdapat topics dan civic spaces. Topics merupakan bantuan yang digunakan dalam invention yangmengacu pada argument yang digunakan oleh pembicara. Topic (yang mengacu pada argument tersebut) membantu menguatkan persuasi pembicara. Civic spaces merupakan makna yang tersedia dari persuasi atau lokasi metafora di mana retorika memiliki kesempatan untuk membawa efek perubahan (West & Turner, 2007: 344).

2. Dispositio/Arrangement (penyusunan bahan/materi).

Disposisi merupakan penataan ide. Yang dimaksud penataan ide adalah urutan ide dalam speech yang kita lakukan. Penataan ide akan membantu pendengar memahami hubungan antar ide serta menghindari kebingungan. Penataan ide yang efektif juga akan membuat pesan lebih persuasif dengan membiarkan setiap ide membangun di atas apa yang telah dipresentasikan lebih dahulu dan membuat argumen lebih kuat. Menurut West dan Turner (2007: 343), Aristoteles merasa bahwa seorang pembicara harus mencari pola penataan pesan yang meningkatkan efektivitas pidato mereka. Dalam penataan pidato ini, dibagi dalam tiga bagian, yakni: introduction, body dan conclusion.

(21)

Introduction merupakan bagian dari penataan strategi dalam pidato yang

bertujuan untuk mendapatkan perhatian audience, menghubungkan diri dengan

audience dan menyediakan garis besar tujuan pembicara berpidato (West &

Turner, 2007: 345).Body sebagai kelanjutan dari introduction, body merupakan bagian dari penataan pidato yang berisi arguments, examples, dan detil-detil penting untuk membuat sebuah poin. Aristoteles menyatakan bahwa audience harus dibimbing dari satu poin ke poin yang lainnya (West &Turner, 2007: 345). Sebagai penutup dari pidato, conclusion atau kesimpulan merupakan sebuah rangkuman yang berisi poin-poin utama pembicara dan merangsang emosi

audience (West & Turner, 2007: 345).

3. Style/Elocutio (gaya/pemilihan bahasa yang indah).

Style adalah cara penggunaan bahasa dalam mengekspresikan ide.

Penggunaan style yang efektif akan membuat pesan lebih jelas, menarik dan

powerful. Sebagai persuader yang efektif, diharapkan dapat menggunakan bahasa

yang secara efektif menyuarakan argument. Penggunaan bahasa harus sungguh-sungguh diperhatikan sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang salah.

Menurut West dan Turner (2007: 346), penggunaan istilah yang aneh atau sudah ketinggalan jaman sebaiknya dihindari. Selain itu, Aristoteles juga menyarankan penggunaan metafora untuk membantu audience memahami hal- hal yang kurang jelas sehingga lebih mudah dipahami.

4. Memory (mengingat materi).

Memory berhubungan dengan kemampuan untuk mengingat mengenai apa

yang akan kita katakan. Pada zaman dahulu, hal ini berarti mempelajari cara untuk mengingat ide dalam urutan untuk kita mempresentasikan mereka dengan bahasa yang kita rencanakan. Pada masa kini, hal ini lebih kepada bagaimana menggunakan catatan atau manuskrip dari pada menghapal secara keseluruhan.

(22)

5. Pronountiatio/Delivery (penyampaian).

Delivery merupakan canon final dari retorika. Delivery melibatkan secara

vokal dan fisik dalam mempresentasikan speech kita. Delivery sangat penting karena orang lebih memperhatikan ideyang dipresentasikan secara menarik dan

powerful. Delivery seharusnya mempresentasikan ide sesuai bobotnya dan tidak

untukmembuat ide lemah tampil lebih kuat.

Menurut West dan Turner (2007: 347), delivery merupakan presentasi non verbal dari seorang pembicara. Di dalamnya terdapat kontak mata, tekanan suara, pengucapan, dialek, gerakan tubuh dan penampilan fisik. Pembicara disarankan untuk menggunakan tingkatan pitch, ritme, volume dan emosi yang pantas. Aristoteles meyakini bahwa cara sesuatu diucapkan mempengaruhi kejelasannya.

(23)

Tabel 2.1.4.6 Kanon Retorika Aristoteles

Sumber : (West and Turner, 2008: 11)

KANON DEFINISI DESKRIPSI

Penemuan Integrasi cara berpikir dan argumen di dalam

pidato

Menggunakan logika dan bukti di dalam pidato membuat sebuah pidato menjadi

lebih kuat dan persuasif.

Pengaturan Organisasi dari pidato

Mempertahankan struktur suatu pidato Pengantar, Batang Tubuh, Kesimpulan.

Mendukung kredibilitas pembicara, menambah tingkat persuasi dan

mengurangi rasa frustasi pada pendengar.

Gaya Penggunaan bahasa dalam pidato

Penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato dapat diingat dan bahwa

ide-ide dari pembicara diperjelas Penyampaian Presentasi dalam

pidato

Penyampaian yang efektif mendukung kata-kata pembicara dan membantu

mengurang ketegangan pembicara Ingatan Penyimpanan

informasi di dalam benak pembicara

Mengetahui apa yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya, meredakan

ketegangan pembicara dan memungkinkan pembicara untuk merespons hal-hal yang tidak terduga

(24)

2.1.4.7 Model Komunikasi Aristoteles

Model komunikasi yang digunakan oleh Aristoteles pada dasarnya adalah model komunikasi paling klasik, model ini disebut model retoris (rhetorical

model). Inti dari komunikasi ini adalah persuasi, yaitu komunikasi yang terjadi

ketika seorang pembicara menyampaikan pembicaraannya kepada khalayak dalam mengubah sikap mereka. Ilmu retorika pada awalnya dikembangkan di Yunani berkaitan dengan ilmu tentang seni berbicara (Techne Rhetorike).

Aristoteles dalam bukunya tentang retorika mengkaji mengenai ilmu komunkasi itu sendiri dan merumuskan ke dalam model komunikasi verbal. Model komunikasi verbal dari Aristoteles ini merupakan model komunikasi pertama dalam ilmu komunikasi. Ia juga menuliskan bahwa suatu komunikasi akan berjalan apabila ada 3 unsur utama komunikasi yaitu pembicara, pesan dan pendengar. Aristoteles memfokuskan komunikasi pada komunikasi retoris atau yang lebih dikenal saat ini dengan komunikasi publik (public speaking) atau pidato, sebab pada masa itu seni berpidato terutama persuasi merupakan keterampilan penting yang dibutuhkan pada bidang hukum seperti pengadilan dan teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika (mempersuasif). Perlu diingat bahwa ada model komunikasi ini semakin lama semakin berkembang, tapi akan selalu ada 3 aspek yang sama dari masa ke masa yaitu: sumber pengirim pesan, pesan yang dikirimkan dan penerima pesan.

Kelemahan dari model komunikasi Aristoteles ini adalah bahwa komunikasi dianggap fenomena yang statis. Seseorang berbicara, pesannya berjalan kepada khalayak, dan khalayak mendengarkan. Model ini juga berfokus pada komunikasi yang bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang berusaha membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya. Kelemahan lain adalah tidak dibahasnya aspek-aspek nonverbal dalam persuasi (Mulyana, 2011: 146).

(25)

Gambar 2.1.4.5 Model Komunikasi Aristoteles (Mulyana, 2011: 146)

Ada 2 tradisi retorika yaitu:

a. Kebenaran haruslah logis, realistis dan rasional

b. Kebenaran itu absolut, tidak peduli apakah kebenaran ini punya nilai praktis.

Aristoteles mengasumsikan retorika menjadi dua asumsi, yaitu:

1. Pembicara yang efektif harus mempertimbangkan khalayak mereka.

Asumsi yang pertama ini berkaitan dengan komunikasi merupakan proses transaksional. Aristoteles menyatakan bahwa hubungan antara pembicara- khalayak harus dipertimbangkan. Para pembicara tidak boleh menyusun atau menyampaikan pidato mereka tanpa mempertimbangkan khalayak mereka. Para pembicara harus, dalam hal ini, berpusat pada khalayak. Mereka harus memikirkan khalayak sebagai sekelompok orang yang memiliki motivasi, keputusan, dan pilihan dan bukannya sebagai sekelompok besar orang yang homogen dan serupa. Yang lebih penting lagi pembicara harus terlibat dalam analisis khalayak, dimana proses mengevaluasi suatu khalayak dan latar belakangnya (seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan sebagainya).

2. Pembicara yang efektif menggunakan beberapa bukti dalam presentasi mereka.

Asumsi kedua ini berkatian dengan apa yang dilakukan pembicara dalam persiapan pidato mereka dan dalam pembuatan pidato tersebut. Bukti-bukti yang dimaksudkan oleh Aristoteles ini merujuk pada cara-cara persuasi dan bagi Aristoteles terdapat tiga bukti: ethos, pathos, dan logos.

Ethosmerujuk pada karakter, intelegensi, dan niat baik yang dipersepsikan

(26)

Logosadalah bukti-bukti logis yang digunakan oleh pembicara (argumen

mereka, rasionalisasi, bahasa yang jelas dan wacana).Pathosberkaitan dengan emosi yang dimunculkan dari parapendengar. Aristoteles beragumen bahwa para pendengarmenjadi alat pembuktian ketika emosi mereka digugah, parapendengar menilai dengan cara berbeda ketika merekadipengaruhi oleh rasa bahagia, sakit, benci, atau takut (West danTurner, 2008: 6 – 8).

Menurut Dori Wuwur Hendrikus (1991: 42-45), terdapat tiga hal yangdapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris atau retorika:

1. Komunikator

a. Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilanberkomunikasi. Yang dimaksudkan adalah penguasaan bahasa danketerampilan mempergunakan bahasa, keterampilanmenggunakan media komunikasi untuk mempermudahproses pengertian pada resipiens, kemampuan untukmengenal dan menganalisis situasi pendengar sehinggadapat memberikan sesuatu yang sesuai dengankebutuhan mereka.

b. Sikap komunikator.

Sikap komunikator seperti agresif (menyerang) ataucepat membela diri, sikapyang mantap danmeyakinkan, sikap rendah hati, rela mendengar danmenerima anjuran dapat memberi dampak yang besardalam proses komunikasi retoris.

c. Pengetahuan umum.

Komunikator sebaiknya memiliki pengetahuan umumyang luas, karena dengan begitu komunikator dapatmengenal dan menyelami situasi pendengar dan dapat mengerti mereka secara lebih baik. Komunikator harusmengetahui dan menguasai bahan yang dibeberkansecara mendalam, teliti dan tepat. Komunikator jugahendaknya mengetahui dan mengerti hal-hal praktisdari kehidupan harian para pendengarnya, supaya dapatmenyampaikan sesuatu yang mampu menggugah hatimereka.

(27)

d. Sistem sosial.

Setiap komunikator berada dan hidup didalam sistemmasyarakat tertentu. Posisi, pangkat, atau jabatan yangdimiliki komunikator dalam masyarakat sangat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris(misalnya: sebagai pemimpin atau bawahan, sebagaiorang yang berpengaruh atau tidak).

e. Sistem kebudayaan.

Di samping sistem sosial, sistem kebudayaan yangdimiliki seorang komunikator juga dapatmempengaruhi efektivitas komunikasi retoris. Tingkahlaku, tata adab dan pandangan hidup yang diwarisinyadari suatu kebudayaan tertentu akan juga mempengaruhi efektivitas dalam proses komunikasiretoris dengan manusia lain.

2. Resipiens atau khalayak

a. Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan berkomunikasi. Resipiens harus dapat saling berkomunikasi dan saling mengerti apabila resipiens dan komunikator menggunakan bahasa atau kode yang dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi tidak akan terjadi apabila bahasa yang dipergunakan oleh komunikator tidak dimengerti oleh resipiens. Dalam hubungan ini, perlu diperhatikan bahwa pendengar mempunyai cara mendengar dan mengerti sendiri, yang dapat berbeda dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh komunikator.

b. Sikap resipiens atau khalayak.

Sikap-sikap positif seperti terbuka, senang, tertarik dan simpatik akan memberi pengaruh positif dalam proses komunikasi, sebaliknya sikap negatif seperti tertutup, jengkel, tidak simpatik terhadap komunikator akan mendatangkan pengaruh negatif.

(28)

Sistem sosial dan kebudayaan dapat menghasilkan sifat dan karakter khusus pada resipiens. Oleh karena itu, komunikator harus memperhatikan segala faktor ini,apabila komunikator mengharapkan efek yang besardalam proses komunikasi dengan pendengarnya.

3. Pesan dan Media

a. Elemen-elemen pesan.

Dalam proses ini, komunikator harus memperhatikanelemen-elemen yang membentuk pesan, supayakomunikasi dapat membawa efek yang besar. Elemen-elemenitu berupa kata-kata dan kalimat, pikiran atauide yang dibeberkan, alat peraga yang dipakai untukmengkonkretisasi pesan, suara, tekanan suara,artikulasi, mimik dan gerak-gerik untuk memperjelaspesan yang disampaikan.

b. Struktur pesan.

Susunan pesan yang ingin disampaikan juga dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi retoris. Yang perlu diperhatikan adalah susunan organis dimana elemen-elemen itu dikedepankan untuk mengungkapkan pesan. Pada prinsipnya struktur atau susunan pesan harus jelas dan mudah dimengerti.

c. Isi pesan.

Isi pesan seharusnya mudah ditangkap, tidak bolehterlalu sulit, dan tidak mengandung terlalu banyakkebenaran, karena dapat membingungkan resipiens.Sebaiknya isi pesan dibatasi pada satu atau dua pokokpikiran yang diuraikan secara jelas, terinci dan tepat.

d. Proses pembeberan.

Yang dimaksudkan adalah cara membawakan danmengemukakan pesan dari komunikator. Ada tigakemungkinan yang dapat dipilih, yaitu membawakansecara bebas, tanpa teks, terikat pada teks.

(29)

Rakhmat dalam bukunya berjudul “Retorika Modern: Pendekatan Praktis”tahun 2008 menyatakan bahwa dalam retorika, terdapat sejumlah tipe pidato yang menentukan pendekatan dan proses yang berbeda-beda dalam penyelenggaraannya yaitu:

1. Tipe impromptu.

Tipe ini biasanya merupakan ungkapan perasaan pembicara, karena pembicara tidak memikirkan terlebih dahulu pendapat yang disampaikannya. Gagasan dan pendapatnya datang secara spontan, meski memungkinkan orator untuk terus berpikir.

2. Tipe manuskrip.

Orasi dilakukan dengan cara membawa naskah. Kelebihannya, kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya, pernyataan dapat dihemat dan dapat diterbitkan atau diperbanyak. Kelemahannya, interaksi dengan pendengar kurang, umpan balik kurang diperhatikan dan bersifat monoton.

3. Tipe memoriter.

Pesan pidato ditulis kemudian diingat kata demi kata. Kelebihannya, memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi pesan yang terencana dan pemilihan bahasa yang tepat, serta gerak dan isyarat yang terintegrasi. Kelemahannya, kurang terjalinnya hubungan antara pembicara dan pendengar, memerlukan waktu dalam persiapan dan kurang spontan.

4. Tipe ekstemporer.

Jenis pidato yang paling baik dan paling sering dilakukan oleh juru pidato yang mahir. Orasi telah dipersiapkan sebelumnya berupa outline dan pokok-pokok penunjang pembahasan. Outline hanya merupakan pedoman untuk mengatur gagasan yang ada dalam pikiran, terjadi interaksi dengan pendengar, fleksibel dan lebih spontan.

Menurut Jalaluddin Rakhmat (2000) (Jurnal Ilmu Komunikasi, Sutrisno dan Ida Wiendijarti, 2014: 84)pidato dapat dibedakan dalam tiga bentuk

(30)

berdasarkan isi pesan dan tujuannya, yaitu pidato informatif, pidato persuasif dan pidato rekreatif.

1. Pidato Informatif

Pidato informatif ditujukan untuk menambah pengetahuan pendengar. Komunikan diharapkan mendapatkan penjelasan, menaruh minat dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan.

Jenis-jenis pidato informatif:

a. Kuliah, yakni cara menyajikan biasanya dengan membaca teks yang sudah dipersiapkan

b. Ceramah. Ceramah harus menampilkan disposisi yang jelas, bahasa yang padat dan berisi.

c. Referat/makalah atau pengantar singkat. Referat dapat dibawakan di konferensi. Pada dasarnya referat dibatasi uraiannya pada hal-hal yang esensial, sehingga lebih mengenai budi dan bukan perasaan manusia.

d. Pengajaran, uraian yang di susun secara pedagogis, bentuk penyampaian bermacam-macam sehingga tidak membosankan. e. Wejangan Informatif, ceramah santai di depan sekelompok

pendengar dalam jumlah kecil, bentuk penyampaian sering menggunakan slide.

2. Pidato Persuasif

Pidato persuasif merupakan pidato yang bertujuan untuk mempengaruhi pendengardengan membujuk pendengar agar mengubahpilihan atau sikapnya. Pidato ini ditujukan agar orang mempercayai sesuatu,melakukannyadengan rasa antusias. Keyakinan dantindakan semangat adalah bentuk reaksi yangdiharapkan.

3. Pidato Rekreatif

Pidato Rekreatif merupakan pidato yang tujuan utamanya adalah menyenangkan atau menghibur orang lain. Reaksi yang diinginkan adalah terhiburnya pendengar sehingga muncul suatu kegembiraan.

(31)

Pidato rekreatif ini biasanya terdapat dalam jamuan-jamuan, pesta-pesta dan perayaan-perayaan.

2.1.6 Analisis Retorika Sebagai Salah Satu Bentuk Analisis Teks Media Retorika merupakan salah satu elemen dalam proses komunikasi. Robert L. Root Jr. (1987) lewat bukunya The Rhetoric Of Popular Culture: Advertising,

Advocacy, and Entertainment, menuliskan bahwa retorika Aristoteles merupakan

retorika umum yang dapat digunakan untuk menganalisis teks media (Berger, 2000: 81). Root kemudian menggambarkan secara umum elemen-elemen retorika yang dapat digunakan dalam penelitian, sebagai berikut:

Tabel 2.1.6 Elemen-elemen Analisis Retorika Aristoteles

Term Defenisi

Ethos Karakter dari speaker dalam meyakinkan

Pathos Emosi yang dimunculkan dari pendengar

Logos Bukti logis dari pembicara dalam berargumen

Aim Tujuan dari pidato/presentasi

Mode Media yang digunakan (radio,televisi, film dan lain-lain)

(32)

2.1.7 Teori Analisis Wacana

Barbara Johnstone (2000: 8) menuliskan bahwa “What distinguishes

discourse analysis from other sorts of study that bearon human language and communication lies in the question discourse analyst ask but in the ways they try to answer them: by analyzing discourse that is, by examining aspects of the structure and function of the language in use”. Maksudnya adalah analisis wacana

meneliti wacana dengan melihat bahasa dan struktur yang digunakan dalam menyampaikan maksud penulis karena bahasa digunakan oleh penuturnya untuk atau dengan maksud tertentu. Jadi, dengan kata lain, bahasa bisa dijadikan “kendaraan” untuk menyampaikan maksud yang diinginkan.

(33)

Wacana didefinisikan oleh para ahli pada tabel di bawah ini:

Wacana: 1. komunikasi verbal, ucapan, percakapan; 2. Sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan; 3. Sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat (Collins Concise English Dictionary, 1998)

Wacana: 1. Sebuah percakapan khusus yang alamiah formal dan pengungkapannya diatur pada ide dalam ucapan dan tulisan; 2. Pengungkapan dalam bentuk sebuah nasihat risalah dan sebagainya; 3. Sebuah unit yang dihubungkan ucapan atau tulisan (Longman Dictionary Of The English Language, 1984)

Wacana: 1. Rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yan lainnya, membentuk suatu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu; 2. Kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tertulis (J.S. Badudu, 2000)

Analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana banyak terdapat dalam wacana seperti percakapan, wawancara, komentar dan ucapan-ucapan (Crystal, 1987)

Wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar, sebagai aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya (Howthorn, 1992)

Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang terlihat dari titik pandang kepercayaan, nilai dan kategori yang masuk didalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman (Roger Fowler,1977)

Wacana: kadangkala sebagai bidang dari semua penyataan (statement), kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok penyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dlihat dari sejumlah pernyataan (Foucault,1972) Sumber:( Eriyanto, 2001: 2)

(34)

2.1.8 Model Analisis Wacana Kritis Van Djik

Analisis Wacana Kritis (AWK) akan menyoroti bagaimana seorang tokoh secara ideologis memakai kata dan kalimat tertentu serta bagaimana ia menekankan makna tertentu di balik kata-katanya. AWK adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi (LittleJohn, 1996: 85). Secara sederhana analisis wacana dapat diartikan studi tentang struktur pesan dalam komunikasi, lebih tepatnya lagi analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi atau prakmatik bahasa (Sobur 2004:48). Yang mana bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.

Analisis wacana kritis atau (Critical Discourse Analysis/CDA) Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral diluar diri si pembicara bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu atau strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang menjadi wacana perspektif yang mesti dipakai topik apa yang dibicarakan (Eriyanto, 2001:6)

Model analisis wacana Van Djik adalah model yang paling banyak dipakai. Mungkin karena Van Djik mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa diaplikasikan secara praktis.Model analisis Van Dijk kerap disebut sebagai kognisi sosial. Nama pendekatan semacam ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang diperkenalkan oleh Van Dijk. Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu produksi, sehingga kita memiliki suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam ini. Menurut Van Dijk, teks bukan sesuatu yang datang dari langit, bukan pula ruang hampa yang mandiri, akan tetapi teks dibentuk dalam suatu diskursus, suatu praktik wacana (Eriyanto, 2001:221-222).

(35)

Wacana oleh Van Dijk memiliki tiga dimensi atau bangunan kewacanaan: dimensi teks, kognisi sosial dan konteks sosial.Sedangkan inti dari analisis wacana Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut tersebut ke dalam satu kesatuan. Suatu wacana terdiri atas tiga struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung, (Sobur, 2004: 73-74)yaitu:

1) Struktur makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.

2) Superstruktur adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.

3) Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai dan sebagainya.

(36)

Tabel 2.1.8 Struktur/Elemen Wacana AWK Van Djik

Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen Struktur Makro

Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks

Tematik

Tema wacana bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu perisiwa

Topik

Super Struktur

Kerangka suatu teks,

seperti bagian pendahuluan, isi, penutup

dan kesimpulan

Skematik

Bagaimana struktur dan elemen wacana disusun dalam teks secara utuh

Skema

Struktur Mikro

Merupakan makna wacana yang dapat

diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase dan sebagainya

Semantik

Makna yang ingin ditekankan dalam teks, misal denganmemberi detailpada suatu sisi atau membuat satu eksplisit satu sisi dan mengurangi detail sisi lain.

Sintaksis

Bagimana kalimat (bentuk susunan yang dipilih)

Stilistik

Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita

Retoris

Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan

Latar, detail maksud praanggapan,

nomunalisasi

Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti

Leksikon

Grafis, metafora, ekspresi

(37)

a) Temantik

Tema/topik berarti sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan atau gambaran umum dari suatu teks. Dapat disebut juga gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. Topik menunjukkan apa yang ingin disampaikan oleh komunikator. Menurut Van Djik umumnya dibentuk dalam tata aturan umum. Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu tetapi suatu pandangan umum yang koheren (koherensi global), yakni bagian-bagian teks jika diurut saling mendukung satu dengan yang lain mendukung membentuk gambaran topik umum. Topik tersebut akan didukung oleh sub-sub topik (Eriyanto, 2001: 230).

b) Skematik

Skema merupakan alur penyajian berita atau wacana. Alur tersebut menunjukkan bagian-bagian teks itu disusun dan diurutkan sehingga membentuk satu kesatuan. Ada bagian yang didahulukan, ada bagian yang mengikutinya dan ada bagian yang disembunyikan (Eriyanto, 2001: 231).

c) Semantik

Yang termasuk dalam elemen semantik adalah latar, detail maksud, praanggapan. Latar adalah bagian teks yang dapat mempengaruhi semantik. (arti kata) yang ingin ditampilkan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa. Latar umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat komunikator yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat komunikator sangat beralasan.

Detail berkaitan dengan kontrol informasi yang disampaikan komunikator, apa komunikator menampilkan informasi secara berlebihan yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik, atau akan menampilkan informasi dengan jumlah sedikit bila tidak menguntungkan atau tidak

(38)

mendukung citra baik. Elemen maksud adalah elemen yang menunjukkan apakah informasi disampaikan secara telanjang atau tidak, eksplisit atau implisit. Praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung suatu teks, upaya mendukung pendapat dengan menggunakan premis yang dipercaya kebenarannnya. Berbeda dengan latar, latar berupaya mendukung pendapat dengan jalan memberikan latar belakang (Sobur, 2004: 79).

d) Sintaksis

Segi sintaksis berhubungan dengan penataan bentuk dan susunan kalimat untuk membangun pengungkapan gagasan, ide yang logis. Bagian kalimat kalimat yang satu dijalin dengan bagian atau kalimat lainsehingga membentuk suatu kesatuan yang padu. Bentuk kalimat aktif atau pasif yang sering digunakan untuk menonjolkan objek atau pelaku peristiwa atau kejadian, sering digunakan untuk menyembunyikan pelaku peristiwa yang diberitakan.

Dalam analisis wacana koherensi pertalian atau jalinan antarkata, proposisi, atau kalimat. Koherensi digunakan untuk menghubungkan dua buah kalimat atau paragraf sehingga yang berbeda gagasannya menjadi selaras mendukung gagasan utama yang disampaikan. Koherensi dapat ditandai dengan penunjuk hubungan (atau yang disebut kohesi) dalam kalimat. Penunjukan hubungan itu diantaranya: 1) kata penghubung, dan, sebab

akibat, meskipun 2) kata ganti, 3) pemindahan gagasan/transisi, 4) bentuk

kalimat aktif dan pasif (Sobur, 2004: 81).

e) Stilistik

Dari segi stilistika adalah gaya yaitu carayang digunakan penulis atau pembicara yang menyatakan maksudnya dengan menggunakan gaya bahasa. Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan kata unuk membentuk citra makna tertentu. Melalui pemilihan kata peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan kata yang berbeda. Hal itu berkaitan dengan sikap dan pandangan penulis atau pembicara dalam memaparkan suatu informasi atau persoalan

(39)

tertentu. Dengan demikian melalui penggunaan gaya bahasa dapat diketahui sikap dan pandangan penulis atau pembicara (Sobur, 2004: 82).

f) Retoris

Retoris merupakan gaya interaksi pembicara/penulis ketika menyampaikan tulisan atau pembicaraannya yakni bagaimana pembicara menempatkan/memposisikan dirinya di depan khalayak apakah formal atau informal. Bagian ini berkaitan dengan ekspresi untuk menonjolkan atau menghilangkan bagian tertentu dari suatu teks. Bagian retoris ini merupakan bagian untuk menampilkan citra visual misal, mengenai suatu kelompok yang ditonjolkan dengan kelompok yang dimarginalkan. Yang termasuk ke dalam elemen ini adalah ekspresi, grafis dan metafora. Grafis adalah bentuk tulisan, apakah penulisan itu huruf kapital atau huruf kecil, ukuran besar atau kecil, cetak miring, tebal atau bergaris bawah, berwarna atau tidak. Bentuk tulisan tersebut digunakan untuk meyampaikan bagian yang ditonjolkan atau dipentingkan dan bagian yang tidak dipentingkan atau dimarginalkan (Sobur, 2004: 83-84).

(40)

Teori Retorika Aristoteles:

Ethos: karakter, intelegensi, dan niat baik yang

dipersepsikan dari seorang pembicara ketika hal-hal ini ditunjukkan melaluipidatonya.

Logos:bukti-bukti logis yang digunakan olehpembicara

(argumen mereka, rasionalisasi, bahasa yang jelas danwacana).

Pathos:emosi yang dimunculkan dari parapendengar.

2.2. Kerangka Pemikiran

Pidato pelantikan perdana Donald Trump sebagai seorang Presiden tentu menjadi sorotan bagi publik dan media. Sebagai seorang Presiden, tentu Trump akan berusaha menyampaikan hal-hal yang baik dalam pidatonya. Isi pidato yang Trump sampaikan menarik untuk diteliti, karena pidato seorang presiden merupakan cerminan keadaan sosial politik saat itu dan momentum untuk mengekspresikan semangat moral seorang presiden kepada seluruh rakyatnya dalam program kerja yang akan dilaksanakannya.

Isi pidato menggunakan

Analisis Wacana Kritis

(41)

2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya

No Judul Penelitian Metode Yang Digunakan

Hasil Penelitian

1.

PERBANDINGAN RETORIKA PRABOWO SUBIANTO DAN JOKO WIDODO DALAM DEBAT CALON PRESIDEN 2014 (Kasus Retorika Debat Calon Presiden 2014 Mengenai Pembangunan Ekonomi dan

Kesejahteraan Sosial) Oleh: Heru Ricky Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta 2014 Metodologi kualitatif dengan pendekatan deskriptif Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam beretorika antara Prabowo, dan Jokowi. a) ethos dari Prabowo terlihat keras, tegas, berwibawa,

sedangkan Jokowi terlihat sederhana, bekerja keras, dan penyabar. b) pathos dari Prabowo menekankan kepada data yang ia dapat dari ketua KPK, sedangkan

Jokowi dengan pengalamannya ‘blusukan’ untuk menarik perhatian dari khalayaknya. c) logos dari Prabowo tetap menggunakan pendapat mengenai

(42)

Negara untuk semakin memperkuat buktinya, pada akhirnya

hal tersebut terlalu berlebihan, sedangkan Jokowi tetap

memberikan bukti logis berdasarkan

pengalamannya. Kanon-kanon retorika antara kedua calon presiden

ini pun juga tidak sama, tetapi tujuan mereka hanya satu,

mendapatkan suara atau perhatian dari masyarakat Indonesia. 2. RETORIKA PIDATO DENNY SUMARGO DALAM SEMINAR PENGEMBANGAN DIRI Oleh: H. Hermawatin, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung 2016

Metode penelitian deskriptif kuantitatif

Hasil penelitian ethos, pathos, dan logos Denny Sumargo sudah mampu melakukan retorika yang baik dan mampu membuat khalayak merasa

terpersuasi dengan baik. Retorika yang

dilakukan Denny Sumargo sudah mampu memotivasi dan

(43)

seminar dengan baik.

3.

PENCITRAAN POLITIK PRESIDEN SBY (Analisis Retorika Aristoteles

Terhadap pidato Kenegaraan Presiden SBY)

Oleh: Hendrianti Mellisa Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Broadcasting, Universitas Mercubuana 2015 Metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan Aristoteles dan analisis wacana versi Teun Van djik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa SBY berhasil dalam membangun ethos,

pathos dan logos serta

berhasil membangun pencitraan atas dirinya terhadap audiens.

Gambar

Gambar 2.1.4.1 Segitiga Retorika  (Burgoon, 1974: 32)
Tabel 2.1.4.6 Kanon Retorika Aristoteles
Gambar 2.1.4.5  Model Komunikasi Aristoteles  (Mulyana, 2011: 146)
Tabel 2.1.6  Elemen-elemen Analisis Retorika Aristoteles
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik secara Berkelompok untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self Confidence Siswa SMP. 32 Nuriana

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tekanan penyebab trauma yang dialami oleh tokoh Ajo Kawir, dampak trauma yang diderita, dan mendeskripsikan bentuk

dengan menggunakan 30 dari 40 peserta latihan dari ektrakurikuler bolavoli SMK Negeri 6 Malang. Pada pengembangan model latihan block bolavoli ini data diperoleh dari

Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala , atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan LTP Projek Akhir Arsitektur Periode 65

Pautan genetik (genetic linkage dalam bahasa Inggris) dalam genetika adalah kecenderungan alel-alel pada dua atau lebih lokus pada satu berkas kromosom yang sama (kromatid)

Secara garis besar, berdasarkan hasil akhir penelitian ini diketahui bahwa permasalahan utama dalam realisasi pembangunan jalan tol di Provinsi Jawa Timur adalah

Skripsi yang berjudul: “ Analisis Yuridis Normatif Problematika Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia”, merupakan

Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk