• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR BUPATI BONE, DR. H. A. FAHSAR M. PADJALANGI, M.Si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR BUPATI BONE, DR. H. A. FAHSAR M. PADJALANGI, M.Si"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan melimpahkan berkah

serta karunia-Nya kepada kita semua, sehingga penyusunan dokumen Strategi Sanitasi

Kabupaten Bone terselesaikan dengan baik.

Strategi Sanitasi Kabupaten Bone merupakan dokumen rencana strategi sanitasi

yang dibuat khusus sebagai percepatan pembangunan sektor sanitasi Kabupaten Bone

berjangka menengah. Strategi ini untuk mensinergikan upaya yang akan dilakukan

pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pihak swasta, lembaga

swadaya masyarakat dan kelompok masyarakat.

Menyadari akan keterbatasan pemikiran dan kemampuan yang ada pada Kelompok

Kerja Sanitasi Kabupaten Bone, maka tidak lupa kami harapkan saran, masukan, dan

kritikan dari semua pihak demi terwujudnya penyempurnaan dokumen Pemutakhiran

Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota ini.

Pada kesempatan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada

Pokja

Sanitasi

Kabupaten

Bone

yang telah mampu

menyelesaikan dokumen ini dan dalam implementasinya senantiasa dijadikan pedoman dan

arahan bagi semua pihak sebagai upaya penanganan dan pembangunan sektor sanitasi di

Kabupaten Bone menjadi lebih terarah, terpadu dan berkesinambungan.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Bone, November 2018

BUPATI BONE,

(2)

Ringkasan Eksekutif SSK

Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2018 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun yang berkaitan dengan perencanaan Sanitasi yaitu Buku Putih Sanitasi (BPS), Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Bone Tahun 2014 dan Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Bone tahun 2015 dan merupakan bagian dari Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang digalang oleh Pemerintah Pusat dalam rangka mempercepat pembangunan sanitasi Nasional dan pemenuhan partisipasi internasional untuk pencapaian target Universal Access 2019.

Dokumen ini utamanya berisi Profil sanitasi termasuk identifikasi permasalahan, kerangka pengembangan sanitasi, strategi pengembangan sanitasi, ringkasan program kegiatan, kebutuhan biaya pembangunan sanitasi dan kesepakatan untuk sumber pendanaan dari berbagai pihak terkait untuk mendukung Kabupaten/Kota dalam menyusun rencana program investasi pembangunan sanitasi dalam rangka Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), yang secara teknis telah disusun berdasarkan hasil studi dan sinkronisasi dengan semua dokumen perencanaan lain yang terkait sanitasi, analisis kelembagaan, kemampuan keuangan daerah dan data pendukung lainnya yang berkaitan dengan rencana implementasi..

Secara umum kondisi sanitasi Kabupaten Bone terkait sistem pengolahan air limbah domestik masih dikelola secara SPALD Setempat. Berdasarkan hasil studi EHRA tahun 2018, Sarana kepemilikan jamban pribadi sebesar 91,7%. Jenis kloset yang digunakan 92,1% adalah kloset jongkok leher angsa. Terdapat 77,4% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa tangki septic dan 28,9% rumah tangga menyatakan lama kepemilikan septik tank antara 5-10 tahun. 92,6% rumah tangga yang memiliki tangki septic tidak pernah mengosongkan tangki septic. Sebanyak 79,2% responden menyatakan memiliki SPAL.

Untuk kejadian banjir, sebanyak 90,1% responden menyatakan tidak pernah terjadi banjir. Sedangkan tinggi genangan air yang masuk dalam rumah 31,2% menyatakan setumit orang dewasa.

Pengelolaan air bersih rumah tangga menunjukkan bahwa persentase tertinggi responden menggunakan air minum bersumber dari sumur gali terlindungi adalah sebesar 33,1%, untuk masak dari mata air terlindungi dan 12,0% dari PDAM. 35,4% rumah tangga mengolah air minum dengan cara masak. Adapun akses air bersih, 89,4% responden menyatakan tidak pernah kesulitan dalam mengakses air bersih. Persentase tertinggi praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dilakukan sebelum menyuapi anak yaitu sebesar 23,9%, setelah menceboki anak 30,6%, setelah buang air besar 80,5%, sebelum menyiapkan makanan 38,3%, setelah memegang hewan 46,8%,

responden menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang diare dalam kurun waktu yang paling dekat pada saat wawancara kemarin 1,2%. Sedangkan golongan yang paling banyak terkena diare adalah orang dewasa perempuan sebanyak 38,4%, balita 19,1%,dan orang dewasa laki-laki 27,3% .

Saat ini menunjukkan bahwa 182 Ha masih terdapat genangan di Kabupaten Bone khususnya dalam kota yang pernah mengalami banjir secara rutin. Secara umum kondisi jaringan drainase perkotaan belum cukup tersedia dengan layak, baik pada ruas jalan utama maupun di unit jalan lingkungan

Indeks risiko sanitasi di Kabupaten Bone tahun 2018 yaitu Desa Gona menunjukkan IRS paling tinggi yaitu 317 sedangkan Desa Tele untuk IRS terendah yaitu 77.

Kerangka pengembangan sanitasi Kabupaten Bone

(3)

beberapa zonasi, dimana zona tersebut sekaligus merupakan dasar bagi kota dalam merencanakan pengembangan sanitasi.

Rencana pengembangan tersebut diilustrasikan sebagai berikut: Zona 1, Akses Dasar, (warna merah) merupakan area Permukiman penduduk di perdesaan yang harus diatasi dengan pilihan system SPALD Setempat Individual dalam jangka pendek dan menengah. Zona 2, Akses Setempat (Warna Hijau) ini mencakup kawasan perdesaan dengan opsi teknologi SPALD Setempat skala Individual dan komunal, Zona 3, Akses Terpusat (Warna Biru) merupakan kawasan perkotaan dengan opsi teknologi SPALD Terpusat.

Tahap Pengembangan Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, sistem pengelolaan persampahan terbagi atas upaya penanganan, penanganan rumah tangga dan pengurangan. Dalam perhitungan persentase capaian eksisting dan penentuan target pentahapan pengembangan persampahan, pokja dapat menggunakan bantuan Instrumen SSK, dimana dalam instrumen tersebut terdapat tiga kemungkinan kondisi yang dapat diterapkan yaitu: Kondisi 1 : Penanganan (warna hijau) sampah mandiri, Kondisi 2: Penanganan rumah tangga (warna kuning) dan Kondisi 3 : Pengurangan (warna biru) yaitu Penanganan sampah terangkut ke TPA dan TPS3R.

Tahap Pengembangan Drainase memerlukan analisis yang tepat untuk menentukan pengembangan sistem sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Berbagai permasalahan mengharuskan pemerintah untuk mengklasifikasikan setiap kawasan ke dalam beberapa skala prioritas agar pengembangan sistem drainase dapat berjalan dengan efektif dan berkesinambungan dalam mengatasi permasalahan drainase lingkungan, sesuai tahapan pengembangan drainase perkotaan untuk penanganan daerah genangan diperlukan penanganan jangka pendek untuk luasan genangan 182 Ha yang ada di wilayah perkotan.

Strategi pengembangan sanitasi Kabupaten Bone

Strategi Pengembangan Air Limbah dalam pemilihan arah pengembangan sarana dan prasarana air limbah domestik yang harus dipertimbangkan yaitu mengoptimalkan sistem SPALD Setempat skala individual, mengoptimalkan sistem SPALD Terpusat skala permukiman, dan mengoptimalkan sistem SPALD Terpusat skala kota.

Strategi Pengembangan Persampahan dengan Menerapkan sanksi tegas bagi masyarakat suka membuang sampah sembarangan, Membentuk satgas untuk mengawasi masyarakat agar tidak membuang sampah ke drainase, Lembaga di tingkat kecamatan dan kelurahan yang berfungsi sebagai organisasi yang mengurusi persampahan dan Pemanfaatan TPS3R dan CSR untuk membantu masyarakat dalam penyediaan sarana persampahan seperti pewadahan dan pengomposan

Strategi Pengembangan Drainase Perkotaan dengan menerapkan Meningkatkan kesadaran seluruh warga masyarakat termasuk pelaku usaha dalam mengurangi timbunan sedimen dan tidak membuang limbah (padat/ cair) kedalam saluran drainase, Menurunkan daerah genangan sebagai upaya untuk mengurangi sumber sumber penyebaran penyakit, Mengoptimalkan perencanaan masterplan sarana prasarana drainase dan Mengoptimalkan perencanaan masterplan sarana prasarana drainase.

Ringkasan program untuk kebutuhan biaya pembangunan sanitasi.

Program dan kegiatan percepatan pembangunan sanitasi Kabupaten Bone disusun untuk mengatasi masalah sanitasi di Kabupaten Bone dalam 5 tahun ke depan. Indikasi kebutuhan biaya dan sumber pendanaan pengembangan sanitasi dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023 Kabupaten Bone adalah sebesar Rp. 422.213.000.000.

(4)

Kebutuhan biaya untuk pembangunan sanitasi 5 tahun kedepan untuk Kabupaten Bone

No

. Uraian Kegiatan Tahun Anggaran

Total Anggaran

2019 2020 2021 2022 2023

1 Air Limbah Domestik

35,104

32,091

33,703

51,486

44,708

197,091

2 Persampahan

16,883

19,099

18,756

19,563

20,872

95,172

3 Drainase

13,900

20,650

23,250

33,930

38,220

129,950

Jumlah (a)

65,886

71,840

75,709

104,979

103,800

422,213

Perkiraan APBD Murni

untuk Sanitasi (b) 1.314 574 250 109 47 2.296

Perkiraan Komitmen

Pendanaan Sanitasi (c) 16,711 22,877 31,319 42,876 58,698 172,483

Funding Gap 1 (a-b)

65,885

71,266

74,379

105,950

103,753

422,211

Funding Gap 2 (a-c)

49,175

48,963

43,310

63,183

45,102

249,730

Kebutuhan biaya untuk pengembangan/ pembangunan sanitasi Kabupaten Bone

No. AnggaranSumber 2019 2020Tahun Anggaran2021 2022 2023 AnggaranTotal A. Pemerintah 1 APBD Kab/Kota

27,985

26,784

28,350

38,271

39,830

161,219

2 APBD Provinsi

2,400

3,200

3,070

2,970

2,170

13,810

3 APBN

27,845

34,249

37,980

57,193

54,043

211,310

4 DAK

6,250

6,100

4,700

4,870

6,020

27,940

Jumlah A

64,480

70,333

74,100

103,304

102,063

414,279

B. Non-Pemerintah 1 CSR Swasta

22

22

22

42

42

150

2 Masyarakat

1,385

1,485

1,587

1,633

1,695

7,784

Jumlah B

1,407

1,507

1,609

1,675

1,737

7,934

Total (A + B)

65,886

71,840

75,709

104,979

103,800

422,213

(5)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Metodologi Penyusunan 1.3. Dasar Hukum 1.4. Sistematika Penulisan BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1. Gambaran Umum Wilayah

a) Batas Geografis Wilayah b) Wialayah Administratif c) Topografi dan Kelerengan d) Hidrologi

e) Kondisi Penggunaan Lahan 2.2. Kemajuan Pelaksanaan SSK 2.3. Profil Sanitasi Saat Ini

2.4. Area Berisiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

3.1. Visi dan Misi Sanitasi Saat Ini 3.2. Pentahapan Pengembangan Sanitasi 3.2.1. Tahapan Pengembangan Sanitasi

3.2.2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Sanitasi 3.2.3. Skenario Pencapaian Sasaran

3.3. Kemampuan Pendanaan Sanitasi Daerah BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI 4.1. Air Limbah Domestik

4.2. Pengelolaan Persampahan 4.3. Drainase Perkotaan BAB V KERANGKA KERJA LOGIS

5.1. Matriks KKL Pengelolaan Air Limbah Domestik 5.2. Matriks KKL Pengelolaan Persampahan 5.3. Matriks KKL Pengelolaan Drainase

(6)

BAB VI PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI BAB VII MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

(7)

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBARAN AREA BERISIKO SANITASI Lampiran 1.1 : Keuangan daerah dan struktur organisasi daerah

Lampiran 1.2 : Ringkasan eksekutif hasil studi EHRA dan Kajian Lainnya Lampiran 1.3 : Peta Rencana Pengembangan Berdasarkan Rencana Induk Lampiran 1.4 : Lembaran Analisa Area Berisiko Menggunakan Instrumen SSK LAMPIRAN 2 : HASIL ANALISA SWOT

LAMPIRAN 3 : HASIL PEMBAHASAN PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN LAMPIRAN 4 : DESKRIPSI PROGRAM/ KEGIATAN

LAMPIRAN 5 : DAFTAR PERUSAHAAN PENYELENGGARA CSR POTENSIAL LAMPIRAN 6 : KESIAPAN IMPLEMENTASI

LAMPIRAN 7 : RENCANA KERJA TAHUNAN

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN DAN PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN

 PETUNJUK TEKNIS-01-2: INTERNALISASI PERENCANAAN SANITASI

 PETUNJUK TEKNIS-02: ANALISA SWOT

 PETUNJUK TEKNIS-03: PERKIRAAN KEMAMPUAN DAERAH UNTUK PENDANAAN SANITASI

 PETUNJUK TEKNIS-04: PENYUSUNAN PROGRAM DAN KEGIATAN

 PETUNJUK TEKNIS-05: PENYELENGGARAAN SANITASI TOATAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

 PETUNJUK TEKNIS-06-1: KAJIAN PERANSERTA SWASTA DALAM PENYEDIAAN LAYANAN SANITASI

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan yang tidak menjadi prioritas utama, sehingga sering termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standar kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan.

Akses air minum layak dan sanitasi dasar merupakan bagian penting dalam suatu tatanan kehidupan yang sehat. Pada Tahun 2000, PBB menetapkan target Milennium Development Goals (MDGs) sebagai tekad untuk menciptakan lingkungan “yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan”. Dalam rangka mewujudkan hal ini, kemudian dirumuskan 8 (delapan) tujuan pembangunan MDGs. Akses air minum layak dan sanitasi dasar terdapat pada tujuan ke tujuh yaitu Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, Dengan Target Yaitu Menurunkan Hingga Separuhnya Proporsi Penduduk Tanpa Akses Terhadap Sumber Air Minum Yang Aman dan Berkelanjutan Serta Fasilitasi Dasar Pada Akhir Tahun 2015.

Berdasarkan data badan pusat statistik, Indonesia secara nasional telah berhasil mewujudkan air rminum layak bagi 71% populasi dan akses sanitasi dasar kepada 64% populasi pada tahun 2016. Pencapaian ini merupakan titik balik untuk lebih meningkatkan target capaian yang lebih baik. Demi mendorong akses air minum layak dan akses sanitasi dasar bagi seluruh penduduk Indonesia, Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019 mencanangkan gerakan 100% akses air minum dan sanitasi pada akhir Tahun 2019, atau akses universal/ Universal Access (UA) Tahun 2019. Pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan terdapat peningkatkan sebesar 40% dibidang sanitasi layak dan 30% akses air minum aman.

Hal ini didukung pula dengan berbagai langkah yang telah dicanangkan untuk dilakukan demi mendukung realisasiUniversal Access2019 seperti Perpres No.185/2014, penambahan alokasi dana dari APBD, upaya advokasi yang lebih baik, dan lainnya. Kegiatan ini akan difokuskan pada upaya untuk memperluas pemahaman masyarakat dan seluruh pihak terkait serta memperkuat dukungan dan meningkatkan aksi untuk mencapai target akses universal di akhir

(9)

Dengan pergeseran target capaian ini memberikan ruang bagi Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) sejak tahun 2015 untuk melakukanup-dating atau melakukan pemutakhiran data akses air minum layak dan sanitasi dasar disemua Kabupaten/ Kota peserta program. Penyusunan atau Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) pada program PPSP Tahun 2018 merupakan bagian dari upaya Roadmap Sanitasi Nasional menuju Universal Access dalam RPJMN Tahun 2015-2019, Universal Access untuk layanan sanitasi pada program PPSP tahap tiga ini ditekankan pada tiga kegiatan utama pembangunan sanitasi, yaitu ; A). Meng-Update, memantapkan dan menyesuaikan target perencanaan sanitasi; B). Memastikan implementasi rencana, serta C). Pengembangan dan penerapan sistem insentif dan disinsentif pembangunan sanitasi.

Keberhasilan pelaksanaan program PPSP tahap satu (tahun 2010-2015) pada tahap perencanaan, mendorong program PPSP tahap dua (tahun 2015-2019) untuk menjawab tantangan sekaligus menyiapkan segala bentuk dan upaya yang dibutuhkan guna mendorong pergeseran fokus utama kegiatan dari perencanaan menjadi implementasi pembangunan sanitasi sesuai dengan yang direncanakan. Adapun target pembangunan sanitasi yang telah masuk dalam rancangan teknokratis RPJMN 2015-2019 yaitu akses layanan sanitasi 100% akses sanitasi pada akhir Tahun 2019, dengan rincian pencapaian 85% akses layanan sanitasi sesuai Standar Pelayanan Minimum (SPM), dan 15% akses layanan sanitasi dasar. Detail pencapaian target dirinci sebagai berikut :

A. Air Limbah Domestik

85% PEMENUHAN AKSES LAYAK 85% (Perkotaan

dan Perdesaan) Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik-Setempat/SPALD - S (On-Site)- Tangki Septic Individual - Tangki Septik Komunal

*)Dilengkapi : Truk Tinja dan IPLT

15% (Perkotaan ) Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik-Terpusat/ SPALD - T (Off-Site) - Skala Permukiman

- Skala Kawasan - Skala Kota - Skala Regional 15% PEMUNAH AKSES DASAR

(10)

B. Pesampahan

Berkaitan dengan implementasi RPJMN 2015-2019 yang menetapkan target baru 100% akses sanitasi layak, maka Kabupaten Bone dalam program PPSP di tahun 2018 ini melaksanakan pemutakhiran strategi sanitasi kabupaten, dimana nantinya juga akan disesuaikan dengan RPJMD Kabupaten Bone Tahun 2018-2023 serta penyesuaian terhadap dokumen RTRW yang telah disusun sebelumnya pada tahun 2011-2031.

Pemutakhiran SSK juga merupakan pemantapan dari perencanaan SSK yang telah lewat masa perencanaannya, untuk menjaga keberlanjutan perencanaan sanitasi dan mengakomodir pencapaian target Universal Access, serta berfungsi sebagai acuan pengusulan program untuk dapat dibiayai dari berbagai indikasi sumber pendanaan, baik yang bersumber dari pendanaan pemerintah (APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN, DAK), maupun indikasi pendanaan yang bersumber dari non-pemerintah (donor, swasta, dan masyarakat).

Kedudukan dokumen SSK dengan dokumen perencanaan lainnya dapat digambarkan sebagai beriku ;

70% PEMENUHAN AKSES LAYAK 30%

(Pengurangan/ 3R Perkotaan)

 Dikurangi di Sumbernya

 Pemilahan di masing-masing rumah tangga  Pengomposan  Bank sampah  TPS 3R (Skala Komunal) 70% (Penanganan Sampah di Perkotaan)

 Pengumpulan - Pengangkutan - Pemrosesan  TPST (skala kawasan)

 FPSA/ ITF  TPA Skala Kota  TPA Regional 30% PEMUNAH AKSES DASAR

100% (Pedesaan)  Penimbunan  Pengomposan

(11)

Skema 1.1. Kedudukan Dokumen SSK Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya

Dari diagram alur diatas dapat dilihat, dokumen SSK menjadi dokumen yang mengacu pada dokumen perencanaan yang telah disusun seperti, dokumen RTRW, Dokumen RPIJMD khusus sektor sanitasi serta bisa memberikan masukan umpan balik (Feed-Back) dan melengkapi penyusunan RPJMD pada periode berikutnya. Dokumen SSK diharapkan menjadi salah satu acuan dalam penyusunan dokumen perencanaan lainnya seperti renstra, renja OPD dan RPIJM untuk sektor sanitasi di Kabupaten Bone.

1.2. Metodologi Penyusunan

Penyusunan dokumen permutakhiran strategi sanitasi Kabupaten Bone ini dilaksanakan oleh kelompok kerja percepatan pembangunan sanitasi permukiman (Pokja Sanitasi) dari beberapa institusi secara partisipatif dan terintegritas melalui diskusi, lokakarya, pembekalan, maupun pelatihan-pelatihan. Penyusunan dokumen SSK ini dilakukan baik oleh tim pokja sendiri maupun yang didampingi oleh City Fasilitator (CF) serta didukung dari Project Management Unit Program percepatan pembangunan sanitasi permukiman (PMU-PPSP) Bappenas.

Metode dalam penyusunan SSK ini menggunakan beberapa pendekatan dan alat bantu yang secara bertahap untuk menghasilkan dokumen perencanaan yang lengkap dan menyeluruh. Secara umum metode dalam penyusunan SSK ini terdiri dari beberapa langkah yaitu ;

1. Pengkajian Buku Putih Sanitasi (BPS), SSK dan dokumen rujukan lainnya.

Pengkajian dokumen BPS dan SSK serta rujukan lainnya ini dimaksudkan untuk mengingatkan kembali mengenai hal-hal yang dituliskan sebelumnnya.

(12)

Setelah pengkajian dokumen yang terkait sanitasi sebelumnya maka akan dilakukan penetapan visi dan misi sanitasi kabupaten, yang akan menjadi acuan dalam penyusunan strategi sanitasi kabupaten

3. Perumusan Arah Pengembangan Sanitasi Kabupaten

Perumusan arah pengembangan strategi sanitasi kabupaten meliputi kebijakan dan arahan strategi, tujuan, sasaran dan tahapan pembangunan sanitasi, serta tujuan, sasaran pengelolaan sanitasi.

Secara garis besar Alur dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten dapat di urutkan sebagai berikut ;

A. Sumber Data

1. Pengumpulan data dan dokumen dari masing-masing OPD yang terkait, baik langsung atau tidak langsung seperti data statistik, laporan, tabel, foto dan peta. 2. Narasumber, baik dari instansi pemerintah yang terkait, pihak swasta, tokoh

masyarakat dan masyarakat sipil.

3. Survey studi penilaian risiko kesehatan (Enviromental Health Risk Assessment=EHRA) dengan menyebarkan kuisioner kepada masyarakat.

4. Studi spesifik (studi keuangan dan kelembagaan, studi PMJK serta studi sanitasi sekolah dasar)

B. Proses Penyepakatan Data/ Pengumpulan Data

Penyepakatan data yang akan digunakan untuk melengkapi dokumen ini diperoleh melalui diskusi/ Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan secara mendalam oleh pihak-pihak yang terlibat dalam urusan sanitasi. Diskusi dilaksanakan untuk memberikan gambaran yang jelas terkait kebutuhan pembangunan dan/ atau pengembangan sanitasi di Kabupaten Bone

C. Analisa Data

Beberapa analisa data dilakukan meliputi ;

1. Analisa data primer yang sumber datanya dari studi EHRA, output dari analisa ini adalah IRS (Indeks Risiko Sanitasi).

2. Analisa instrumen profil sanitasi (instrumen SSK) yang menghasilkan peta kondisi sanitasi eksisting untuk memahami posisi pengelolaan sanitasi saat ini, mengetahui cakupan dan tingkat layanan sanitasi serta mengetahui permasalahan mendesak dari area berisiko serta zona sistem untuk 3 (tiga) sub-sektor sanitasi (Air limbah domestik, persampahan dan drainase perkotaan) dan zona. Output dari instrumen SSK ini yang nantinya akan menjadi input Diagram Sistim Sanitasi (DSS).

3. Analisa instrumen SSK yang menghasilkan perkiraan volume dan biaya sistem serta teknologi yang dipilih untuk sub-sektor air limbah, persampahan dan drainase. D. Merumuskan Strategi Sanitasi Kabupaten

(13)

Merumuskan strategi sanitasi kabupaten yang menjadi basis penyusunan program dan kegiatan pembangunan sanitasi kabupaten jangka menengah (5 tahun) kedepan, dengan menggunakan alat analisis SWOT (mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan).

E. Melakukan Konsolidasi Penganggaran dan Pemasaran Sanitasi

Kegiatan konsolidasi penganggaran dan pemasaran sanitasi berguna untuk membangun kesepahaman dan kesamaan persepsi terhadap program kegiatan dan indikasi pendanaan sanitasi kepada pemangku kepentingan dan stakeholder terkait, baik dari pemerintah maupun non pemerintah di tingkat kabupaten, provinsi ataupun tingkat pusat. Adapun output dari kegiatan ini adalah;

1. Teridentifikasinya program/ kegiatan dan besaran pendanaan yang diperlukan untuk mencapai sasaran

2. Terbangunnya komitmen program/ kegiatan dan indikasi sumber pendanaan percepatan pembangunan sanitasi di tingkat kabupaten.

3. Dibahasnya daftar program/ kegiatan dan indikasi sumber serta besaran pendanaan percepatan pembangunan sanitasi di tingkat provinsi dan pusat.

4. Tersusunnya deskripsi program/ kegiatan yang belum ada sumber pendanaannya (funding gap).

5. Teridentifikasinya sumber pendanaan indikatif dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan APBN, serta indikasi sumber pendanaan lainnya (Non Pemerintah).

6. Terindentifikasinya besaran pendanaan untuk program/ kegiatan yang belum ada sumber pendanaannya.

(14)

F. Review Dokumen SSK Yang disusun Pada Periode Sebelumnya.

Melakukan review pada data-data hasil dan program/ kegiatan yang telah direalisasikan dari dokumen SSK sebelumnya, selanjutnya dilakukan pemutakhiran data dan strategi untuk mencapai target yang baru (Universal Access).

1.3. Dasar Hukum

Kegiatan pengembangan sanitasi di Kabupaten Bone didasarkan pada peraturan dan produk hukum yang meliputi;

A. Undang-Undang Republik Indonesia

1. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman 2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

4. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

5. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Daerah.

6. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. 7. Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

9. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

1. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

2. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. 5. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.

C. Peraturan Presiden Republik Indonesia

1. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019

2. Peraturan Presiden Nomor. 185 Tahun 2014 tentang percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

(15)

D. Keputusan/ Peraturan Kementerian Republik Indonesia

1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 35/MENLH/7/1995 tentang Program Kali Bersih;

2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/ Menkes/ 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

3. Keputusan Menteri Kesehatan No.876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu air Limbah Domestik;

5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1205/Menkes/Per/X/2004 6. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 Tentang Kebijakan dan

Strategi Nasional Pengelolaan persampahan

7. tentang Pedoman Persyaratan Kesehatan Pelayanan Sehat Pakai Air (SPA)

8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/ Menkes/ SK/ IX/ 2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

9. Permen PU Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 15 Tahun 2015 tentang Penanganan Drainase.

11. Surat Edaran Mendagri Nomor 845/9287/SJ Tahun 2017 tentang Pengelolaan Pembangunan Sanitasi Permukiman di Daerah.

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Air Limbah

E. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan

1. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

2. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2013 Tanggal 11 November 2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 – 2018

F. Peraturan lainnya terkait

1. Fatwa MUI Nomor 001/MUNAS-IXMUI/2015, Tertanggal, 27 Agustus 2015 tentang pendayagunaan Harta Zakat infaq, Sedekah dan Wakaf untuk pembangunan Sarana Air Bersih dan Sanitasi untuk Masyarakat

(16)

2. Peraturan Daerah Kabupaten Bone

1. Perda No. 3 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Daerah yang menjadi kewenangan Pemerintah

2. Perda No. 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah

3. Perda No. 12 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bone (RTRW).

4. Perda No. 2 Tahun 2011 Tentang Retribusi Sampah

5. Perda No. 8 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bone Tahun 2013 – 2018

(17)

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada pemutakhiran Strategi Sanitasi Kabupaten Bone teridri dari 7 (tujuh) Bab dengan rincian tiap Bab sebagai berikut;

BAB I PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang

1.5. Metodologi Penyusunan

1.6. Dasar Hukum

1.7. Sistematika Penulisan BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI

2.1. Gambaran Umum Wilayah 2.2. Kemajuan Pelaksanaan SSK 2.3. Profil Sanitasi Saat Ini

2.4. Area Berisiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

3.1. Visi dan Misi Sanitasi Saat Ini 3.2. Pentahapan Pengembangan Sanitasi

3.2.1. Tahapan Pengembangan Sanitasi

3.2.2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Sanitasi 3.2.3. Skenario Pencapaian Sasaran

3.3. Kemampuan Pendanaan Sanitasi Daerah BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

4.1. Air Limbah Domestik 4.2. Pengelolaan Persampahan 4.3. Drainase Perkotaan BAB V KERANGKA KERJA LOGIS

5.1. Matriks KKL Pengelolaan Air Limbah Domestik 5.2. Matriks KKL Pengelolaan Persampahan 5.3. Matriks KKL Pengelolaan Drainase

BAB VI PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKASI PENDANAAN SANITASI BAB VII MONITORING DAN EVALUASI CAPAIAN SSK

LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Kajian Aspek Non Teknis Dan Lembaran Area Berisiko Sanitasi Lampiran 1.1 : Keuangan Daerah Dan Struktur Organisasi Daerah

Lampiran 1.2 : Ringkasan eksekutif hasil studi EHRA dan Kajian Lainnya Lampiran 1.3 : Peta Rencana Pengembangan Berdasarkan Rencana Induk Lampiran 1.4 : Lembaran Analisa Area Berisiko Menggunakan Instrumen SSK Lampiran 2 : HASIL ANALISA SWOT

Lampiran 3 : Hasil Pembahasan Program, Kegiatan Dan Indikasi Pendanaan Lampiran 4 : Deskripsi Program/ Kegiatan

(18)

Lampiran 5 : Daftar Perusahaan Penyelenggara CSR Potensial Lampiran 6 : Kesiapan Implementasi

(19)

BAB II

PROFIL SANITASI SAAT INI

Penyajian profil santasi Kabupaten Bone saat ini dilakukan melalui penyajian tabel/ tabulasi data, analisis, hasil tinjauan lapangan serta didukung oleh foto/ gambar, hal ini digunakan untuk mendukung dan memudahkan pemahaman dalam menyajikan kondisi eksisting pada saat pemutakhiran SSK ini disusun. Profil sanitasi disajikan dalam 4 aspek gambaran pembangunan, yaitu 1) Gambaran Umum Wilayah, 2) Kemajuan Pelaksanaan SSK, 3) Profil Sanitasi Saat Ini, dan 4) Area Berisiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi. Profil sanitasi disusun secara series dari tahun 2014 sampai dengan 2019 atau tergantung pada ketersediaan data yang ada. Sedangkan jenis data yang disajikan digunakan untuk mengukur capaian sanitasi sebagai dasar dalam pemgambilan kebijakan selama periode RPJMD mempedomani Permendagri 54/2010 serta indikator yang tersedia pada sasaran pokok RPMN 2015-2019, selain itu juga berpedoman pada RPJMD Provinsi dan Kabupaten, hal ini untuk menjaga keterkaitan antar dokumen dan fungsi data sebagai tolak ukur capaian kinerja pembangunan daerah khususnya pembangunan sanitasi.

Dari pengukuran capaian pembangunan sanitasi ini nantinya akan dijadikan sumber informasi utama dalam memfokuskan dalam peningkatan pelayanan dan kinerja pembangunan sanitasi.

2.1. Gambaran Wilayah

a) Batas Geografis, Administratif dan Batas Wilayah

Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di pesisir timur Provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak 174 km dari Kota Makassar Ibukotanya adalah Tanete Riattang. Mempunyai garis pantai sepanjang 138 km dari arah selatan kearah utara. Secara astronomis terletak dalam posisi 4013’-5006’ Lintang Selatan dan antara 119042’-120040’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Barru.  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Gowa.  Sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone.

Adapun wilayah yang nantinya akan masuk dalam Kajian Strategi Sanitasi Kabupaten Program Percepatan Sanitasi Permukiman meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Bone (wilayah terbangun), wilayah administrasi Kabupaten Bone dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Gambar 2.1.

(20)

b) Wilayah Kajian SSK

Wilayah kajian dokumen SSK meliputi seluruh wilayah administrasi Kabupaten Bone. Peta wilayah kajian SSK yang digunakan adalah Peta dari Peta Tutupan Lahan di RTRW Kabupaten Bone tahun 2011 – 2031, yang menunjukkan batas-batas administrasi sampai dengan wilayah Kelurahan/Desa.

(21)

Gambar 2.1.

(22)

Tabel 2.1. Nama dan Luas Wilayah per-Kecamatan serta Jumlah Kelurahan/Desa NO Nama Kecamatan Jumlah Kelurahan /Desa (sesuai RTRW) Luas Wilayah Administrasi Terbangun

(Ha) (%) thd totaladministrasi (Ha) (%) thdluas administrasi 1 KecamatanBontocani 11 46,335 10.16% 803 0.18% 2 Kecamatan Kahu 20 18,950 4.16% 1,358 0.30% 3 Kecamatan Kajuara 18 12,413 2.72% 1,311 0.29% 4 KecamatanSalomekko 8 8,491 1.86% 653 0.14% 5 Kecamatan Tonra 11 20,032 4.39% 574 0.13% 6 KecamatanPatimpeng 10 13,047 2.86% 855 0.19% 7 Kecamatan Libureng 20 34,425 7.55% 1,975 0.43% 8 Kecamatan Mare 18 26,350 5.78% 1,375 0.30% 9 Kecamatan Sibulue 20 15,580 3.42% 1,227 0.27% 10 Kecamatan Cina 12 14,750 3.24% 395 0.09% 11 Kecamatan Barebbo 18 11,420 2.50% 1,053 0.23% 12 Kecamatan Ponre 9 29,300 6.43% 582 0.13% 13 Kecamatan Lamuru 12 20,800 4.56% 1,286 0.28%

14 Kecamatan TelluLimpoe 11 31,810 6.98% 960 0.21%

15 Kecamatan Bengo 9 16,400 3.60% 1,167 0.26%

16 Kecamatan Ulaweng 15 16,167 3.55% 586 0.13%

17 Kecamatan Palakka 15 11,532 2.53% 554 0.12%

18 KecamatanAwangpone 18 11,070 2.43% 1,073 0.24%

19 Kecamatan TelluSiattinge 17 15,930 3.49% 1,729 0.38%

20 Kecamatan Amali 15 11,913 2.61% 1,163 0.26%

21 Kecamatan Ajangale 14 13,900 3.05% 514 0.11%

22 Kecamatan DuaBoccoe 22 14,490 3.18% 709 0.16%

23 Kecamatan Cenrana 16 14,360 3.15% 596 0.13%

24 Kecamatan TanetteRiattang Barat 8 5,368 1.18% 479 0.11%

25 Kecamatan TanetteRiattang 8 2,379 0.52% 382 0.08%

26 Kecamatan TanetteRiattang Timur 8 4,888 1.07% 461 0.10%

27 Kecamatan LappaRiaja 9 13,800 3.03% 677 0.15%

T O T A L 372 455,900 24,506

(23)

Pada tabel 2.1 dilihat dari luas wilayan tercatat seluas 455.900 ha dengan jumlah Kecamatan sebanyak 27 dan Kelurahan/Desa sebanyak 372. Dilihat dari luas wilayah, kecamatan bontocani yang merupakan kecamatan terluas dengan wilayah seluas 46,335 ha atau 10,16% dari total luas wilayah kabupaten, sementara kecamatan yang memiliki luas terkecil yaitu Kecamatan Tanete Riattang yaitu seluas 2,379 ha atau 0,52% dari total luas wilayah Kabupaten Bone.

c) Kondisi Fisik Dasar

Topografi dan Kelerengan

Daerah Kabupaten Bone terletak pada ketinggian yang bervariasi mulai dari 0

meter (tepi pantai) hingga lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut.

Ketinggian daerah digolongkan sebagai berikut :

Ketinggian 0-25 meter seluas 81.925,2 Ha (17,97%)

Ketinggian 25-100 meter seluas 101.620 Ha (22,29%)

Ketinggian 100-250 meter seluas 202.237,2 Ha (44,36%)

Ketinggian 250-750 meter seluas 62.640,6 Ha (13,74%)

Ketinggian 750 meter keatas seluas 40.080 Ha (13,76%)

Ketinggian 1000 meter keatas seluas 6.900 Ha (1,52%)

Kemiringan Lereng (Slope of Mountain)

Keadaan permukaan lahan bervariasi mulai dari landai, bergelombang

hingga curam. Daerah landai dijumpai sepanjang pantai dan bagian Utara,

sementara di bagian Barat dan Selatan umumnya bergelombang hingga

curam, dengan rincian sebagai berikut :

Kemiringan lereng 0-2 % (datar) : 164.602 Ha (36,1 %)

Kemiringan lereng 0-15 % (landai & sedikit bergelombang) : 91.519 Ha

(20,07 %)

Kemiringan lereng 15-40 % (bergelombang) : 12.399 Ha (24,65 %)

Kemiringan lereng >40 % (curam) : 12.399 Ha (24,65%)

Kedalaman Tanah (Depth of Land)

Kedalaman efektif tanah terbagi dalam empat kelas yaitu :

0-30 cm seluas 120.505 Ha (26,44 %)

(24)

60-90 cm seluas 30.825 Ha (6,76 %)

Lebih besar dari 90 cm seluas 183.740 Ha (40,30 %)

Jenis Tanah (Type of Land)

Jenis tanah yang ada di Kabupaten Bone terdiri dari tanah Aluvial, Gleyhumus,

Litosol, Regosol, Grumosol, Mediteran dan Renzina. Jenis tanah didominasi oleh

tanah Mediteran seluas 67,6 % dari total wilayah, kemudian Renzina 9,59 % dan

Litosol 9 %. Penyebaran jenis tanahnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

sepanjang Pantai Timur Teluk Bone ditemukan tanah Aluvial.

Iklim (Climate)

Wilayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara

berkisar antara 95% - 99% dengan temperatur berkisar 260C – 430C. Pada

periode April-September, bertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya

pada Bulan Oktober-Maret bertiup Angin Barat, saat dimana mengalami musim

kemarau di Kabupaten Bone.

Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah

peralihan, yaitu: Kecamatan Bontocani dan Kecamatan Libureng yang sebagian

mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi mengikuti wilayah timur. Rata-rata

curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu: rata-rata<1.750 mm;

1750-2000 mm; 2000-2500 mm dan 2500-3000 mm.

d) Kondisi Demografi

Distribusi dan Kepadatan Penduduk

Dalam penyajian kondisi demografi, akan disajikan karakter penduduk Kabupaten Bone berdasarkan jumlah, pertumbuhan, dan kepadatan penduduk (proyeksi 5 tahun) serta klasifikasi daerah perkotaan dan pedesaan.

Kabupaten Bone dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Tanete Riattang Barat merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yakni mencapai 153 jiwa/Ha. Jumlah rumah tangga yang tercatat sebanyak 12.110 KK, dengan jumlah penduduk 48.438 jiwa. Luas wilayah Kecamatan Tanete Riattang Barat tercatat 5.368 Ha (0,18 persen dari luas wilayah Kabupaten Bone) dengan luas area terbangun 316,3 Ha yang meliputi 8 kelurahan. (Lihat Tabel 2.3 Jumlah Penduduk dan Kepadatannya 5 Tahun Terakhir)

(25)

Tabel 2.2.

Tabel Jumlah penduduk dan kepala keluarga wilayah perkotaan saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun

No

Nama Kecamatan/Desa Kabupaten Bone

Jumlah Penduduk dan KK Kawasan Perkotaan Tahun

2018 2019 2020 2021 2022 2023

Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK

1 Kecamatan Tanette Riattang Barat 48,438 12,110 48,894 12,224 49,124 12,281 49,355 12,339 49,587 12,397 49,820 12,455 2 Kecamatan Tanette Riattang 52,171 13,043 53,199 13,300 53,720 13,430 54,246 13,562 54,778 13,694 55,315 13,829 3 Kecamatan Tanette Riattang Timur 43,185 10,796 43,975 10,994 44,375 11,094 44,779 11,195 45,186 11,297 45,597 11,399

TOTAL 143,794 35,949 146,067 36,517 147,219 36,805 148,380 37,095 149,551 37,388 150,732 37,683 Sumber :Instrumen SSK Tahun 2018

(26)

Tabel 2.3.

Jumlah Kepala Keluarga saat ini dan Proyeksi untuk 5 Tahun

No

Nama Kecamatan/Desa Kabupaten Bone

Jumlah Penduduk dan KK Kawasan Pedesaan Tahun

2018 2019 2020 2021 2022 2023

Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK

1 Kecamatan Bontocani 23,613 5,903 23,764 5,941 23,840 5,960 23,917 5,979 23,993 5,998 24,070 6,018 2 Kecamatan Kahu 38,761 9,690 39,134 9,783 39,322 9,830 39,511 9,878 39,700 9,925 39,891 9,973 3 Kecamatan Kajuara 36,435 9,109 36,947 9,237 37,206 9,301 37,466 9,366 37,728 9,432 37,992 9,498 4 Kecamatan Salomekko 13,539 3,385 13,677 3,419 13,747 3,437 13,817 3,454 13,888 3,472 13,959 3,490 5 Kecamatan Tonra 13,651 3,413 13,884 3,471 14,002 3,501 14,121 3,530 14,241 3,560 14,362 3,591 6 Kecamatan Patimpeng 16,577 4,144 16,833 4,208 16,963 4,241 17,093 4,273 17,225 4,306 17,358 4,339 7 Kecamatan Libureng 29,908 7,477 30,118 7,529 30,223 7,556 30,329 7,582 30,435 7,609 30,542 7,635 8 Kecamatan Mare 26,733 6,683 27,184 6,796 27,412 6,853 27,643 6,911 27,875 6,969 28,109 7,027 9 Kecamatan Sibulue 34,206 8,552 34,638 8,660 34,857 8,714 35,076 8,769 35,297 8,824 35,520 8,880 10 Kecamatan Cina 26,449 6,612 26,730 6,683 26,872 6,718 27,014 6,754 27,157 6,789 27,301 6,825 11 Kecamatan Barebbo 27,580 6,895 27,912 6,978 28,079 7,020 28,248 7,062 28,417 7,104 28,588 7,147 12 Kecamatan Ponre 13,873 3,468 14,060 3,515 14,154 3,538 14,249 3,562 14,344 3,586 14,440 3,610 13 Kecamatan Lamuru 24,980 6,245 25,165 6,291 25,258 6,315 25,352 6,338 25,446 6,361 25,540 6,385 Kecamatan Tellu Limpoe 14,097 3,524 14,187 3,547 14,233 3,558 14,278 3,570 14,324 3,581 14,370 3,592

(27)

15 Kecamatan Bengo 25,481 6,370 25,542 6,386 25,573 6,393 25,604 6,401 25,634 6,409 25,665 6,416 16 Kecamatan Ulaweng 24,731 6,183 24,795 6,199 24,828 6,207 24,860 6,215 24,892 6,223 24,925 6,231 17 Kecamatan Palakka 22,639 5,660 22,789 5,697 22,864 5,716 22,939 5,735 23,015 5,754 23,091 5,773 18 Kecamatan Awangpone 29,386 7,347 29,610 7,402 29,722 7,431 29,835 7,459 29,949 7,487 30,062 7,516 19 Kecamatan Tellu Siattinge 40,087 10,022 40,183 10,046 40,231 10,058 40,280 10,070 40,328 10,082 40,376 10,094 20 Kecamatan Amali 20,706 5,177 20,756 5,189 20,781 5,195 20,806 5,201 20,831 5,208 20,856 5,214 21 Kecamatan Ajangale 27,441 6,860 27,507 6,877 27,540 6,885 27,573 6,893 27,606 6,902 27,639 6,910 22 Kecamatan Dua Boccoe 30,207 7,552 30,280 7,570 30,316 7,579 30,352 7,588 30,389 7,597 30,425 7,606 23 Kecamatan Cenrana 24,155 6,039 24,373 6,093 24,483 6,121 24,593 6,148 24,703 6,176 24,815 6,204

24 Kecamatan Tanette Riattang Barat - - -

-25 Kecamatan Tanette Riattang - - -

-26 Kecamatan Tanette Riattang Timur - - -

-27 Kecamatan Lappa Riaja 23,824 5,956 24,001 6,000 24,089 6,022 24,179 6,045 24,268 6,067 24,358 6,089 JUMLAH 609,059 152,265 614,069 153,517 616,594 154,149 619,133 154,783 621,686 155,421 624,252 156,063 Sumber :Instrumen SSK Tahun 2018

(28)

Tabel 2.4.

Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga dan Proyeksi untuk 5 Tahun

No

Nama Kecamatan/Desa Kabupaten Bone

Jumlah Penduduk dan KK Total Tahun

2018 2019 2020 2021 2022 2023

Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK Jiwa KK

1 Kecamatan Bontocani 23,613 5,903 23,764 5,941 23,840 5,960 23,917 5,979 23,993 5,998 24,070 6,018 2 Kecamatan Kahu 38,761 9,690 39,134 9,783 39,322 9,830 39,511 9,878 39,700 9,925 39,891 9,973 3 Kecamatan Kajuara 36,435 9,109 36,947 9,237 37,206 9,301 37,466 9,366 37,728 9,432 37,992 9,498 4 Kecamatan Salomekko 13,539 3,385 13,677 3,419 13,747 3,437 13,817 3,454 13,888 3,472 13,959 3,490 5 Kecamatan Tonra 13,651 3,413 13,884 3,471 14,002 3,501 14,121 3,530 14,241 3,560 14,362 3,591 6 Kecamatan Patimpeng 16,577 4,144 16,833 4,208 16,963 4,241 17,093 4,273 17,225 4,306 17,358 4,339 7 Kecamatan Libureng 29,908 7,477 30,118 7,529 30,223 7,556 30,329 7,582 30,435 7,609 30,542 7,635 8 Kecamatan Mare 26,733 6,683 27,184 6,796 27,412 6,853 27,643 6,911 27,875 6,969 28,109 7,027 9 Kecamatan Sibulue 34,206 8,552 34,638 8,660 34,857 8,714 35,076 8,769 35,297 8,824 35,520 8,880 10 Kecamatan Cina 26,449 6,612 26,730 6,683 26,872 6,718 27,014 6,754 27,157 6,789 27,301 6,825 11 Kecamatan Barebbo 27,580 6,895 27,912 6,978 28,079 7,020 28,248 7,062 28,417 7,104 28,588 7,147 12 Kecamatan Ponre 13,873 3,468 14,060 3,515 14,154 3,538 14,249 3,562 14,344 3,586 14,440 3,610 13 Kecamatan Lamuru 24,980 6,245 25,165 6,291 25,258 6,315 25,352 6,338 25,446 6,361 25,540 6,385 Kecamatan Tellu Limpoe 14,097 3,524 14,187 3,547 14,233 3,558 14,278 3,570 14,324 3,581 14,370 3,592

(29)

15 Kecamatan Bengo 25,481 6,370 25,542 6,386 25,573 6,393 25,604 6,401 25,634 6,409 25,665 6,416 16 Kecamatan Ulaweng 24,731 6,183 24,795 6,199 24,828 6,207 24,860 6,215 24,892 6,223 24,925 6,231 17 Kecamatan Palakka 22,639 5,660 22,789 5,697 22,864 5,716 22,939 5,735 23,015 5,754 23,091 5,773 18 Kecamatan Awangpone 29,386 7,347 29,610 7,402 29,722 7,431 29,835 7,459 29,949 7,487 30,062 7,516 19 Kecamatan Tellu Siattinge 40,087 10,022 40,183 10,046 40,231 10,058 40,280 10,070 40,328 10,082 40,376 10,094 20 Kecamatan Amali 20,706 5,177 20,756 5,189 20,781 5,195 20,806 5,201 20,831 5,208 20,856 5,214 21 Kecamatan Ajangale 27,441 6,860 27,507 6,877 27,540 6,885 27,573 6,893 27,606 6,902 27,639 6,910 22 Kecamatan Dua Boccoe 30,207 7,552 30,280 7,570 30,316 7,579 30,352 7,588 30,389 7,597 30,425 7,606 23 Kecamatan Cenrana 24,155 6,039 24,373 6,093 24,483 6,121 24,593 6,148 24,703 6,176 24,815 6,204 24 Kecamatan Tanette Riattang Barat 48,438 12,110 48,894 12,224 49,124 12,224 49,355 12,281 49,587 12,339 49,820 12,455 25 Kecamatan Tanette Riattang 52,171 13,043 53,199 13,300 53,720 13,300 54,246 13,430 54,778 13,562 55,315 13,829 26 Kecamatan Tanette Riattang Timur 43,185 10,796 43,975 10,994 44,375 10,994 44,779 11,094 45,186 11,195 45,597 11,399 27 Kecamatan Lappa Riaja 23,824 5,956 24,001 6,000 24,089 6,022 24,179 6,045 24,268 6,067 24,358 6,089 JUMLAH 752,853 188,213 760,137 190,034 763,813 190,665 767,513 191,588 771,237 192,516 774,984 193,746 Sumber :Instrumen SSK Tahun 2018

(30)

Tabel 2.5.

Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Penduduk saat ini serta Proyeksi 5 tahun

No Nama Kecamatan/Desa

Tingkat

Pertumbuhan (%) Kepadatan Penduduk (Org/Luas Are(Terbangun) Ha

Tahun Tahun 2018 2018 2023 2028 1 Kecamatan Bontocani 0.32% 29 30 30 2 Kecamatan Kahu 0.48% 29 29 29 3 Kecamatan Kajuara 0.70% 28 28 28 4 Kecamatan Salomekko 0.51% 21 21 21 5 Kecamatan Tonra 0.85% 24 24 24 6 Kecamatan Patimpeng 0.77% 19 20 20 7 Kecamatan Libureng 0.35% 15 15 15 8 Kecamatan Mare 0.84% 19 20 20 9 Kecamatan Sibulue 0.63% 28 28 28 10 Kecamatan Cina 0.53% 67 67 68 11 Kecamatan Barebbo 0.60% 26 26 26 12 Kecamatan Ponre 0.67% 24 24 24 13 Kecamatan Lamuru 0.37% 19 19 20

14 Kecamatan Tellu Limpoe 0.32% 15 15 15

15 Kecamatan Bengo 0.12% 22 22 22

16 Kecamatan Ulaweng 0.13% 42 42 42

17 Kecamatan Palakka 0.33% 41 41 41

18 Kecamatan Awangpone 0.38% 27 27 28

19 Kecamatan Tellu Siattinge 0.12% 23 23 23

20 Kecamatan Amali 0.12% 18 18 18

21 Kecamatan Ajangale 0.12% 53 53 53

22 Kecamatan Dua Boccoe 0.12% 43 43 43

23 Kecamatan Cenrana 0.45% 40 41 41

24 Kecamatan Tanette RiattangBarat 0.47% 101 101 102

25 Kecamatan Tanette Riattang 0.98% 136 138 139

26 Kecamatan Tanette RiattangTimur 0.91% 94 94 95

27 Kecamatan Lappa Riaja 0.37% 35 35 35

(31)

Gambar 2.2.

(32)

Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang menjadi isu sentral dan menjadi salah satu alasan rendahnya tingkat human development index. Permasalahan kemiskinan menyebabkan masyarakat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas, membuat anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya kemampuan untuk menabung dan berinvestasi, minimnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan dan jaminan sosial. Langkah nyata yang dilakukan sekarang ini adalah menyepakati asumsi dan kriteria kemiskinan serta melakukan perbaikan database kemiskinan agar tercipta persamaan persepsi dan konsep tentang kemiskinan secara universal.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Kemiskinan absolut adalah kelompok masyarakat yang hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan. Kemiskinan relatif diukur berdasarkan dua pendekatan antara lain pendekatan moneter dan non moneter. Kemiskinan relatif ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencapai standar yang telah ditetapkan oleh masyarakat setempat sehingga proses penentuannya sangat subyektif. Sedangkan kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

Kabupaten Bone merupakan salah satu daerah yang memiliki garis kemiskinan masih di atas garis kemiskinan provinsi dan pusat yaitu untuk stara II,III dan IV sejumlah 110.992 KK di tahun 2016 Berbagai langkah strategis pemerintah daerah untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan tersebut melalui intervensi program/kegiatan secara terintegrasi antar lembaga pemerintah, swasta dan masyarakat, dan capaian dampak program yang terjadi dapat dilihat pada uraian berikut.

Adapun perkembangan dan jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bone dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut :

Tabel 2.6.

Tingkat Kemiskinan Kabupaten Bone Tahun 2016

No Nama Kecamatan Jumlah KeluargaMiskin (KK)

1 Kecamatan Bontocani

1,751

(33)

Sumber : Olahan data BPS Kabupaten Bone Tahun 2017 4 Kecamatan Salomekko

3,070

5 Kecamatan Tonra

3,108

6 Kecamatan Patimpeng

1,905

7 Kecamatan Libureng

6,481

8 Kecamatan Mare

4,026

9 Kecamatan Sibulue

4,891

10 Kecamatan Cina

5,426

11 Kecamatan Barebbo

4,516

12 Kecamatan Ponre

1,992

13 Kecamatan Lamuru

2,391

14 Kecamatan Tellu Limpoe

731

15 Kecamatan Bengo

5,440

16 Kecamatan Ulaweng

3,414

17 Kecamatan Palakka

4,126

18 Kecamatan Awangpone

5,791

19 Kecamatan Tellu Siattinge

6,425

20 Kecamatan Amali

3,496

21 Kecamatan Ajangale

4,927

22 Kecamatan Dua Boccoe

5,207

23 Kecamatan Cenrana

3,402

24 Kecamatan Tanette Riattang Barat

5,763

25 Kecamatan Tanette Riattang

4,489

26 Kecamatan Tanette Riattang Timur

4,077

27 Kecamatan Lappa Riaja

4,045

(34)

e) Peta terkait Kebijakan Tata Ruang (RTRW)

1. Penataan Ruang

Penataan ruang diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan ruang kawasan budidaya. 2. Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan

Pembangunan perkotaan dan pedesaan diarahkan pada optimalisasi fungsi ruang untuk industri, perdagangan, jasa yang kompetitif dan pemukiman yang menyenangkan (liveable) serta budidaya pertanian yang didukung dengan keterkaitan desa-kota yang tinggi.

3. Pembangunan Permukiman Dan Perumahan

Tujuan pokok pembangunan permukiman adalah meningkatkan ketersediaan rumah dan permukiman yang terjangkau oleh masyarakat khususnya masyarkat berpendapatan rendah, dan meningkatkan sistem permukiman yang teratur, layak huni, berbudaya, ramah lingkungan, dan efesien.

4. Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan sumberdaya melalui keterpaduan antar sektor dan antar kawasan.

5. Pembangunan Daerah

Pembangunan daerah diarahkan pada penguatan kemandirian dalam pengelolaan pembangunan daerahnya dan membangun jaringan kerjasama dengan daerah lain. 6. Keamanan, Ketentraman, Dan Ketertiban Masyarakat

Pembangunan dibidang keamanan, ketentraman dan ketertiban masyarakat diarahkan pada terciptanya situasi dan kondisi yang kondusif bagi terselenggaranya pembangunan wilayah.

7. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Pembangunan dibidang Iptek diarahkan pada penelitan dan pengembangan serta penerapan teknologi dalam mengantisipasi era globalisasi yang menciptakan percepatan kesejajaran dan kesetaraan dengan daerah lain.

f) Rencana Struktur Tata Ruang

Struktur tata ruang digunakan untuk mengarahkan dan membentuk tata ruang jenjang pusat-pusat pelayanan wilayah dan jaringan transportasi serta sarana dan prasarana wilayah untuk mendukung pusat-pusat pelayanan wilayah. Arahan struktur tata ruang mengacu pada azas demokratisasi dan sinergi wilayah untuk mencapai tingkat kemudahan dan proporsional bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan.

(35)

Guna memaksimalkan struktur tata ruang, sehingga dapat membentuk suatu sistem terpadu yang mampu memanfaatkan potensi Kabupaten Bone yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing kabupaten, maka dibutuhkan hirarki tingkatan pusat dan sub pusat pengambangannya. Pusat dan sub pusat pengembangan ini, nantinya berfungsi untuk melayani aktivitas penduduk di dalam wilayah itu sendiri dan wilayah belakangnya yang masih dalam wilayah pengaruhnya. Tiap pusat-pusat yang terbentuk mempunyai ciri, karakteristik dan fungsi yang berbeda satu dengan lainnya yang disebabkan oleh perbedaan fisik, sosial budaya dan ekonomi termasuk dukungan teknologi yang memadai.

Arahan struktur tata ruang wilayah Kabupaten Bone mencakup : (1) struktur tata ruang yang dihasilkan mencerminkan adanya pusat-pusat konsentrasi permukiman yang berfungsi sebagai pusat produksi, distribusi dan pusat pemasaran secara hirarkis dan sistematis, (2) pusat simpul tersebut berorientasi pasar dan atau mempunyai kelengkapan fasilitas sosial ekonomi dalam jumlah yang relatif lebih baik dan mencukupi serta jumlah penduduk yang mampu mendukung fungsi simpul tersebut.

Agar pengembangan wilayah dapat berfungsi secara menyeluruh dan serasi di antara pusat-pusat dan sub pusat-pusat tersebut, maka perlu diciptakan mekanisme yang dapat mengatur pertumbuhan pusat, sehingga dapat menunjang antara satu dengan lainnya. Dalam hal ini semua ibukota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bone merupakan pusat-pusat permukiman, demikian pula dengan fasilitas sosial ekonominya, maka ibukota kecamatan tersebut diasumsikan sebagai sub pusat pengembangan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

g) Rencana Pola Pemanfaatan Ruang

Rencana pemanfaatan ruang pada dasarnya berfungsi memberi pedoman penetapan lokasi kegiatan yang sesuai dengan fungsi dominan kawasan-kawasan di dalam wilayah perencanaan. Materi yang diatur adalah kriteria, lokasi dan luas serta pengaturan pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsi dominannya masing-masing.

Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bone berdasarkan fungsi utamanya secara makro meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pemanfaatan ruang pada kawasan lindung akan diarahkan pada pemantapan terhadap kawasan berfungsi lindung yang telah ada, sedangkan kawasan budidaya diarahkan untuk pengembangan kegiatan budidaya, baik permukiman/perkotaan maupun budidaya produktif (pertanian, perkebunan, industri, pariwisata

dan sebagainya).

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

(36)

Gambar 2.3.

(37)

Gambar 2.4.

(38)

2.2. Kemajuan Pelaksanaan SSK

Strategi sanitasi Kabupaten Bone sebelumnya tahun 2014-2018 menjadi penting bagi pemutakhiran dokumen SSK tahun ini karena akan menjadi acuan penetapan sasaran, arahan, tujuan, pentahapan pencapaian pembangunan dan pengembangan sanitasi 5 tahun kedepan serta strategi dan kebijakan setiap sub sektor sanitasi dan strategi aspek pendukung layanan sanitasi lainnya. Informasi mengenai status implementasi SSK melalui updating tahunan sebelumnya baik dari sektor air limbah domestik, persampahan dan drainase perkotaan sehingga dapat diukur sejauh mana kemanjuan pelaksanaan SSK yang terdahulu, selengkapnya dapat dilihat pada penjelasan berikut :

a. Air Limbah Domestik

Berdasarkan karakteristiknya terdapat 2 (dua) jenis air limbah domestik, yaitu jenis black water yang berasal dari WC dan umumnya ditampun dalam septic-tank, sedangkan yang satunya adalah jenis grey water yang berasal dari kegiatan mencuci, mandi, dan memasak, yang umumnya langsung dibuang ke saluran drainase maupun perairan umum. Walaupun air limbah jenis grey water sebagian besar merupakan bahan organik yang mudah terdegradasi, namun secara kuantitas cenderung semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Dari berbagai literatur menyebutkan bahwa antara 60 - 70% air yang digunakan oleh masyarakat kota, akan terbuang sebagai air limbah, sedangkan air limbah tersebut akan masuk ke badan sungai tanpa ada upaya pengolahan terlebih dahulu. Berikut kondisi pengelolaan air limbah domestik berdasarkan hasil studi EHRA tahun 2014, persentase tempat buang air besar lebih banyak di jamban keluarga sebesar 74,6%, ke lubang galian sebesar 2,5%, buang air besar kesungai/pantai/laut sebesar 9,0%, MCK/WC umum sebesar 4%, keselokan /parit sebesar 2,5%,. Walaupun persentase buang air besar kesungai, keselokan itu kecil masih perlu dilakukan upaya menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya buang air besar di jamban yang sehat sehingga mampu menekan kejadian penyakit yang berbasis lingkungan, berdasarkan hasil analisis tersebut diatas kepemilikan jamban keluarga sebesar 74,6% dan MCK umum sebesar 4% sehingga jumlah kepemilikan jamban sehat sebesar 78,6%, sehingga kepemilikan jamban kurang layak BABs sebesar 21,4%

(39)

Tabel 2.7.

Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk sub-sektor Air Limbah Domestik

SSK Periode Tahun 2014 - 2018 Kemajuan SSK

Tujuan Sasaran Data Dasar(2014) 2015 2016 2017 2018

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Tewujudnya kehidupan masyarakat yang ber prilaku hidup bersih dan sehat serta Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABs) Berkurangnya Praktek Buang Air Besar Sembarangan (BABs) dari 21,4% menjadi 0% pada tahun 2018 EHRA : 21,4% penduduk Kab. Bone masih melakukan BABs 3,7% Penduduk perkotaan dan 16,0% penduduk pedesaan masih melakukan BABs 1,5% Penduduk perkotaan dan 15,9% penduduk pedesaan masih melakukan BABs 1,4% Penduduk perkotaan dan 14,8% penduduk pedesaan masih melakukan BABs STBM : 1,2% Penduduk perkotaan dan 14,0% penduduk pedesaan masih melakukan BABs, EHRA : 15,9 % penduduk masih BABs Sumber : BPS-SSK, EHRA tahun 2014, MPS tahun 2015, Updating MPS tahun 2016, Updating MPS tahun 2017,

data STBM smart tahun 2017 dan data instrumen SSK tahun 2018 dan EHRA 2018 b. Persampahan

Berdasarkan hasil studi EHRA tahun 2014 menunjukkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga lebih banyak dibakar oleh masyarakat sebesar 47,7%, dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan sebesar 15,4%, dibuang ke suangai/kali/laut dan lainnya sebesar 28,2%, dikumpulkan oleh kolektor informal 1,0%, dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 7,7%, sehingga sampah yang tertangani hanya sebesar 8,7% dan yang tidak tertangani sebesar 91,3% Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih belum mengetahui tentang UU No 18/2008 tentang larangan membuang yang tidak pada tempatnya atau di bakar.

(40)

Tabel 2.8.

Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk sub-sektor Persampahan

SSK Periode Tahun 2014 – 2018 Kemajuan SSK

Tujuan Sasaran Data Dasar (2014) 2015 2016 2017 2018

Meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan Diperlukannya Peningkatan pelayanan penanganan sampah dari 8,7% menjadi 70% di tahun 2019 Berdasarkan studi EHRA dalam BPS tahun 2014 penanganan sampah kab. Bone sebesar 8,7% membuang sampah ke sembarang tempat sebesar 91,3%. cakupan layana persampahan dalam kota sebesar 50,5%, di pedesaan sebesar 1% cakupan layana persampahan dalam kota sebesar 63,5%, di pedesaan sebesar 2,6% cakupan layana persampahan dalam kota sebesar 76,8% di pedesaan sebesar 5,2% cakupan layana persampahan dalam kota sebesar 91,61% di pedesaan sebesar 0%. Pengolahan sampah berdasarkan EHRA : 11,3%.

Sumber : BPS-SSK, EHRA tahun 2014, MPS tahun 2015, Updating MPS tahun 2016, Updating MPS tahun 2017 dan data instrumen SSK tahun 2018. EHRA tahun 2018

c. Drainase Perkotaan

Pengembangan sub sektor drainase memerlukan analisis yang tepat untuk menentukan pengembangan sistem sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Berbagai permasalahan mengharuskan pemerintah untuk mengklasifikasikan setiap kawasan ke dalam beberapa zona prioritas agar pengembangan sistem drainase dapat berjalan dengan efektif dan berkesinambungan dalam mengatasi permasalahan drainase lingkungan.

Untuk menentukan wilayah pengembangan saluran drainase yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah di tingkat kelurahan/desa, maka disusunlah prioritas pengembangan sistem drainase. Penentuan daerah prioritas ini disusun berdasarkan beberapa kriteria seleksi yaitu : Kepadatan Penduduk,Klasifikasi Wilayah (Perkotaan atau Perdesaan), Peruntukan Wilayah serta Resiko Kesehatan Lingkungan. Kondisi topografi lahan/wilayah Kondisi wilayah yang rawan terhadap banjir.

(41)

Tabel 2.9.

Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk sub-sektor Drainase Perkotaan

SSK Periode Tahun 2014 - 2018 Kemajuan SSK

Tujuan Sasaran Data Dasar(2014) 2015 2016 2017 2018

Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan drainase lingkungan, sehingga dapat mengurangi resiko terjadi genangan Berkurangnya permasalahan genangan akibat drainase buruk dari 583 Ha menjadi 200 Ha pada tahun 2019 Luas genangan berdasarkan dokumen BPS SSK sebesar 583 Ha Luas genangan berdasarkan dokumen MPS sebesar 466 Ha Luas genangan berdasarkan dokumen updating MPS tahunan sebesar 349 Ha Luas genangan berdasarkan dokumen updating MPS tahunan sebesar 336,5 Ha Luas genangan perkotaan berdasarkan dokumen SSK sebesar 182 Ha dan pedesaan sebesar 202 Ha

Sumber : BPS-SSK, MPS tahun 2015, Updating MPS tahun 2016, Updating MPS tahun 2017 dan data Instrumen SSK tahun 2018

2.3. Profil Sanitasi Saat Ini

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bone dalam meningkatkan kualitas sanitasi pemukiman yang layak terhadap masyarakat, dalam bentuk pembangunan sarana fisik mapun dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Sehingga diharapkan dengan meningkatnya kualitas seiring meningkatnya kualitas sarana sanitasi kota dan meningkatnya pemahaman masyarakat akan pentingnya sanitasi diharapkan kualitas kesehatan masyarakat juga meningkat. Secara umum kondisi sanitasi di Kabupaten Bone diuraikan berdasarkan masing-masing sub-sektor sebagai berikut :

2.3.1. Air Limbah Domestik

Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/ atau kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Berdasarkan karakteristiknya terdapat 2 (dua) jenis air limbah domestik, yaitu jenis black water (limbah tinja) yang berasal dari jamban pribadi ataupun umum dan umumnya ditampung dalam Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik (SPALD), sedangkan jenias air limbah lainnya adalah jenis gray water yang berasal dari kegiatan mencuci, mandi, memasak dan lainnya, yang umumnya dibuang langsung ke saluran terbuka di lingkungan rumah tangga. Walaupun air limbah jenis grey watersebagian besar merupakan bahan organik yang mudah terurai, namun secara kuantitas cenderung semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah

(42)

penduduk. Dari berbagai literatur menyebutkan bahwa antara 60%-70% air yang digunakan oleh masyarakat perkotaan, akan terbuang sebagai air limbah, sedangkan air limbah tersebut akan masuk ke badan sungai tanpa adanya upaya pengolahan terlebih dahulu.

1) Sistem dan Infrastruktur

Sistem pengelolaan air limbah domestik yang selanjutnya disingkat SPALD adalah serangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik dalam satu kesatuan dengan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik

Sistem pengolahan air limbah domestik yang memadai adalah satu kesatuan sistim fisik (teknis) dan non fisik (non teknis) berupa unit pengolahan setempat (tangki septik/ MCK Komunal) dan/ atau berupa sistem pengolahan terpusat (pengaliran air limbah dari sambungan rumah melalui jaringan perpipaan yang kemudian diolah pada instalasi pengolahan air limbah baik skala kawasan mapun skala kota/ regional). Sistem pengolahan air limbah dan infrastruktur air limbah dikategorikan dengan cara yaitu;

SPALD Setempat, Selanjutnya disebut SPALD-S

Adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan pengelolaan yang dilakukan dengan mengolah air limbah domestik di lokasi sumber (onsite), yang selanjutnya lumpur hasil olahan diangkut dengan sarana pengangkutan ke sub-sistem pengolahan lumpur tinja.

SPALD Terpusat, Selanjutnya disebut SPALD-T

Adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengalirkan sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengalirkan air limbah domestik dari sumber secara kolektif ke sub-sistem pengolahan terpusat (offsite) untuk diolah sebelum dibuang ke badan air penerima.

(43)

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

Adalah instalasi pengolahan air limbah yang dirancang hanya menerima dan mengolah lumpur tinja yang berasal dari sub-sistem pengolahan setempat. Ilustrasi sistem dan infrastruktur pengelolaan air limbah domestik (Praktek BABS, Akses Dasar, Memiliki akses dan SPALD Layak/Aman) di Kabupaten Bone dapat diilustrasikan sebagai berikut :

(44)

A. Praktek BABS dan Pembuangan Langsung (Idirect Discharge)

Sarana Pengguna Sub – Sistem PengolahanSetempat PengangkutanSub – Sistem Pengumpulan

Sub – Pengolahan Lumpur Tinja/

Pengolahan Terpusat Lingkungan

Sumber :Hasil Pemantauan/Pengamatan Studi EHRA Tahun 2018

Dalam hal ini parkatek Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dapat diartikan, masyarakat melakukan praktek BAB langsung diatas sungai/saluran air, dimana masyarakat tersebut tidak memiliki/tanpa akses Sarana Jamban.

B. Wilayah Perdesaan *Akses Dasar

Sarana Pengguna Sub – Sistem PengolahanSetempat PengangkutanSub – Sistem Pengumpulan

Sub – Pengolahan Lumpur Tinja/

Pengolahan Terpusat Lingkungan

Sumber :Hasil Pemantauan/ Pengamatan Studi EHRA Tahun 2018

Catatan : Wilayah Perkotaan *Tidak Terhitung Sebagai Akses (BABS)

Dalam hal ini adalah Rumah Tangga yang sudah memiliki akses (sarana jamban) tetapi belum memiliki SPALD yang dikategorikan layak (cubluk, tangki septik resapan).

(45)

C. SPALD Setempat Individual & Komunal

Sarana Pengguna Sub – Sistem PengolahanSetempat PengangkutanSub – Sistem Pengumpulan

Sub – Pengolahan Lumpur Tinja/

Pengolahan Terpusat Lingkungan

Sumber :Hasil Pemantauan/ Pengamatan Pokja Sanitasi Tahun 2018 Keterangan : Alur yang berfungsi

: Mobil Tinja yang ada tidak berfunsi (rusak berat) : IPLT yang ada tidak berfungi (rusak berat) : Tidak ada pengaliran ke Badan Air

SPALD Setempat Individual dan Komunal dimana jamban yang sudah memiliki bangunan pengolahan limbah tinja (Black Water), walaupun tidak pernah dilakukan pengurasan dalam jangka waktu 5 Tahun Terhakhir (jamban semi permanen)

(46)

D. SPALD T Permukiman Berbasis Masyarakat

Sarana Pengguna Sub – Sistem PengolahanSetempat PengangkutanSub – Sistem Pengumpulan

Sub – Pengolahan Lumpur Tinja/

Pengolahan Terpusat Lingkungan

Sumber :Hasil Pemantauan/ Pengamatan Pokja Sanitasi Tahun 2018

SPALD Terpusat Permukiman Berbasis Masyarakat adalah jamban yang air limbah tinjanya sudah terintegrasi dengan sistem perpipaan dan diolah pada satu Tangki Komunal dalam kawasan permukiman (jamban dengan SPALD T layak).

(47)

Gambar 2.1.

Peta Cakupan Akses dan Sistem Layanan Air Limbah Domestik Kabupaten Bone

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa berkembangnya teori politik dalam pemikiran Sunni terutama masalah kontrak sosial dibentuk berdasarkan oleh dua sisi

Menurut Saifuddin Azwar, penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistik. 1

Keputusan Bupati Mimika Nomor 07 Tahun 2021 tentang Pembentukan Panitia Pelaksana PESPARAWI XIII Se Tanah Papua Tahun 2021 di Kabupaten Mimika Provinsi Papua..6. Panitia

Dalam konteks negara kita Malaysia, matlamat pembangunan ekonomi dan matlamat perpaduan negara adalah dua matlamat yang tidak dapat dipisahkan kerana kejayaan kita mencapai

Kontribusi pendapatan yang diberikan dari usaha pemeliharaan unggas yaitu ayam buras dan itik masing-masing sebesar Rp.190.000,-/tahun/KK (8,08%) dan Rp 154.000,-/tahun/KK

Prioritas dalam peningkatan kualitas lingkungan adalah pengelolaan sanitasi, baik sanitasi dalam kedudukan sebagai salah satu kegiatan sektoral yang menjadi bagian

Dokumen Perubahan RKPD Tahun 2017 merupakan satu kesatuan dokumen yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Rencana

Jika Anda menunda makan siang dan membuat tubuh Anda kelaparan, maka yang terjadi adalah tubuh Anda akan menurunkan laju metabolism tubuh Anda dan membuat Anda masuk dalam masa