• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Hyaline Membrane Disease

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Hyaline Membrane Disease"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadrat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul ‘Penyakit Membran Hialin’ ini. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menjalankan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Mardi Waluyo periode 20 Januari – 29 Maret 2014.

Hyaline membrane disease penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur yang merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Karena itu, penulis menyadari betapa pentingnya mempelajari penyakit ini sehingga nantinya kita dapat mendiagnosa serta mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Christie Imelda Moningkey, Sp.A yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan referat ini, serta teman-teman yang telah memberikan dorongan semangat baik moral dan spiritual dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan berbagai kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

(2)

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar………...1 Daftar Isi………2 Bab I – Pendahuluan 1.1 Latar Belakang………...3 1.2 Tujuan Penulisan………...3 1.3 Manfaat Penulisan……….3 Bab II – Pembahasan 2.1 Definisi………..4 2.2 Epidemiologi……….4 2.3 Etiologi………..4 2.4 Patofisiologi………..5 2.5 Diagnosis………..7 2.6 Diagnosis Banding………..14 2.7 Penatalaksanaan………...17 2.8 Komplikasi………..23 2.10 Prognosis………23

Bab III – Penutup 3.1 Kesimpulan………..25

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit membran hialin (HMD) dikenal juga sebagai respiratory distress syndrome (RDS) yang terjadi hampir sebagian besar pada bayi kurang bulan khususnya yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Ia mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faktor perkembangan paru. Angka kejadian penyakit tersebut akan meningkat terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan.1

Penyakit membran hialin merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya. Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini dalam pencegahan, diagnostik, dan penatalaksaan penderita dapat membantu menurunkan angka kematian penyakit.1

HMD ditandai dengan adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dyspnea/takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram.

Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah menambah pengetahuan tentang definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan penatalaksanaan HMD. 1.3 Manfaat Penulisan

(4)

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi

Penyakit membran hialin atau hyaline membrane disease (HMD) juga dikenali sebagai respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan respirasi yang ditemukan terutama pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli.2 2.2 Epidemiologi

HMD merupakan penyebab kematian utama pada bayi prematur, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang.

Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita HMD, lahir melalui sectio sesaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus. Pada tahun 2003, di Amerika Serikat terdapat 4 juta kelahiran setiap tahunnya, dan 6% kelahiran berkembang menjadi HMD. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan kasus HMD dari 11,6% menjadi 12,7%, mayoritas disebabkan karena kelahiran kurang bulan.3,4

Berdasarkan penelitian di Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001, dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kurang dari 32 minggu. Hal itu menunjukan prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.5

2.3 Etiologi

Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari HMD. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol, apoprotein (protein surfaktan SP-A, -B, -C, -D), dan kolesterol.

Dengan pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan disimpan dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif permukaan ini akan dilepaskan ke dalam alveoli, di mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasca kelahiran karena immaturitas.

(5)

Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin mengalami homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai permukaan paru-paru sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di antara 28 dan 32 minggu. Tingkat maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.6

Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi dalam terjadinya gangguan pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah gen bertanggungjawab untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC transporter 3 [ABCA3]) berhubungan dengan penyakit pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan. Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator, sehingga mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.6,7

2.4 Patofisiologi

Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membrane hialin menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.

Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun sehingga akan terjadi metabolisme anaerob dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan substansi surfaktan.8

(6)

Penyebab utama HMD adalah defisiensi surfaktan di paru yang belum matang. Paru-paru yang secara struktural belum matang dan defisiensi surfaktan memiliki compliance yang rendah dan kecenderungan untuk atelektasis; faktor lain pada bayi prematur yang meningkatkan risiko atelektasis adalah penurunan radius alveolar dan dinding dada yang lemah. Dengan atelektasis, bagian paru dengan perfusi baik tetapi ventilasi yang buruk mengarah ke ketidaksesuaian V/Q (dengan shunting intrapulmonal) dan hipoventilasi alveolar dengan akibat hipoksemia dan hiperkarbia. Hipoksemia berat dan hipoperfusi sistemik menyebabkan penurunan transportasi O2, metabolisme anaerob dan menyusulnya asidosis laktat.

Hipoksemia dan asidosis lebih lanjut dapat memperburuk oksigenasi melalui vasokonstriksi paru sehingga menyebabkan right-to-left shunt pada foramen ovale dan duktus arteriosus. Faktor lain seperti barotrauma atau volutrauma dan FiO2 tinggi mungkin mengawali pelepasan sitokin dan kemokin inflamasi yang menyebabkan lebih banyak kecederaan sel endotel dan epitel. Kecederaan ini mengurangkan sintesis dan fungsi surfaktan serta peningkatan permeabilitas endotel yang mengarah ke edema pulmonal. Kebocoran protein ke dalam ruang alveolar memperburuk lebih lanjut defisiensi surfaktan dengan mengakibatkan inaktivasi surfaktan. Secara makroskopis, paru terlihat padat dan atelektasis. Secara mikroskopis, dapat dilihat atelektasis alveolar difus dan edema pulmonal.9

(7)

2.5 Diagnosis 2.5.1 Gejala Klinis

Penyakit membran hialin sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak 6-8 jam pertama setelah kelahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.3,8

Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpnea, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi suprasternal, retraksi interkostal dan expiratory grunting. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita HMD berat), hipotensi, kardiomegali, pitting edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi. Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah Silverman-Anderson score atau skor Downes.

(8)

Skor 10 = Severe respiratory distress Skor ≥7 = Impending respiratory failure Skor 0 = No respiratory distress

Tabel 1. Skor Downes.

Score 0 1 2

Frekuensi nafas (x/menit) <60 60 -80 >80

Sianosis None In room air In 40% oxigen

Retraksi None Mild Moderate-severe

Merintih None Audible with

stethoscope

Audible without stethoscope

Air entry Clear Delayed /

decrease Barely audible Skor : <6 = Respiratory distress

>6 = Inpending respiratory failure 2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan gas darah

Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau overdistensi dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD dawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga tubuh menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari right-to-left shunting melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA), dan atau foramen ovale tidak menutup.7

Pulse Oximetry

Pulse oximetry adalah tindakan non-invansif yang digunakan untuk memantau saturasi oksigen dalam darah, dimana saturasi dipertahankan pada nilai 90-95%. Akan tetapi alat ini tidak dapat mendeteksi terjadinya hiperoksia. Pada metode konvensional digunakan metode monitoring in-line arterial PaO2 dan monitoring transkutaneus. Monitoring transkutaneus CO2 seharusnya dgunakan pada infant dengan HMD untuk memonitor ventilasi yang berhubungan dengan PaCO2.7

(9)

Diagnosis yang tepat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan lain-lain.

a. Foto toraks posisi AP dan lateral (bila diperlukan serial)

Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram).10

Terdapat 4 stadium:

Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance)Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram

 Stadium 3: stadium 2 + batas jantung - paru kabur  Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance

(10)

Gambar 4. HMD dengan granular appearance dan air broncogram

Gambar 5. HMD dengan gambaran batas jantung-paru kabur (kiri)

(11)

Gambar 7. HMD pada bayi prematur

Gambar 8. HMD pada bayi yang sudah mendapat terapi surfaktan. Tampak gambaran gelembung udara pada lobus atas11

Selama perawatan, diperlukan foto toraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena pemakaian ventilator, atau terjadi bronchopulmonary dysplasia (BPD) setelah pemakaian ventilator jangka lama.

Uji Kematangan Paru

Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah tes kematangan paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS).

(12)

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion.

Tes ini merupakan salah satu tes yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes dibandingkan dengan tes yang lain. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah <0.5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa neonatal HMD sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S >2.12 Dengan rasio 1.5-1.9, ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke HMD. Pada rasio <1.5, risiko meningkat sampai 73%. Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini.10

Gambar 9. Grafik perbandingan L/S dengan usia gestasi

Tes biofisika (Shake test)

Shake test ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung tetap stabil. Pada janin, cairan paru biasanya ditelan sehingga aspirasi dari cairan lambung dalam 30 menit setelah lahir sebagian besar terdiri dari cairan paru yang ditelan atau cairan amnion. Oleh karena itu, aspirasi dari cairan lambung dapat digunakan untuk evaluasi apabila surfaktan terdapat pada paru-paru janin sewaktu lahir.

Dengan mengocok cairan aspirat lambung 0.5 cc, NaCl 0.9% 0.5 cc dan alkohol 1 cc lalu dikocok dengan keras dan didiamkan selama 15 menit. Dengan mengocok cairan amnion dengan alkohol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang lain dari

(13)

cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pada alkohol dengan konsentrasi 47.5%, stable bubble yang dibentuk oleh karena pengocokan akan menetap oleh karena adanya lechitin.

Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion: alkohol) atau hasil positive gelembung (+), maka merupakan indikasi maturitas paru janin.5,12

Gambar.10. Cara melakukan shake test Pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan tim yang berpengalaman. Peningkatan frekuensi pernafasan pada penyakit ini akan memperlihatkan perubahan pada fungsi paru lainnya seperti tidal volume menurun, lung compliance berkurang, penurunan functional residual capacity disertai vital capacity yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.

Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler

Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik. Gambaran patologi/histopatologi

Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus atau duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami emfisema. Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik.

(14)

2.6 Diagnosis Banding

Tabel 2. Perbedaan sindrom gawat nafas3

Penyakit Gejala Radiologi

HMD Sianosis, apnea, pernafasan cuping hidung

Ateletaksis, air broncogram, infitrat granular

Transient Tachypnoea of the Newborn (TTN)

Takipnea segera setelah lahir, retraksi, merintih

Hiperekspansi perihiler pulmonal, peningkatan corakan vaskuler pulmonal, infitrat sudut costofrenikus tumpul

Aspirasi Mekonium

Takipnea, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, mekonium stained skin

Infitrat kasar bilateral, hiperinflasi paru

1. Transient Tachypnoea of the newborn (TTN)

Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN. Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki.

TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin. Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang berbentuk “streaky”, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5 dari 1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya takipnea yang parah (frekuensi nafas >60x/menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai dengan grunting. TTN merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal jantung sudah disingkirkan.13

(15)

Gambar 11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura transversalis dan hiperekspansi paru.

2. Meconium aspiration syndrome

Aspirasi mekonium jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Sindrom aspirasi mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke dalam cairan amnion ketika masih berada dalam kandungan, dan cairan amnion yang terkontaminasi mekonium teraspirasi oleh bayi. Aspirasi mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru sehingga menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. Secara klinis, bayi tampak berwarna kuning kehijauan atau lebih dikenali sebagai meconium-stained skin.

Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak-bercak konsolidasi atau atelektasis, infiltrat kasar di kedua lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya udara.

(16)

Gambar 12. Foto thoraks sindrom aspirasi mekonium 3. Pneumotoraks

Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32-34 minggu menghasilkan paru-paru yang kurang compliance sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks kecil umumnya dapat sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan pneumotoraks kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko terjadinya toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan.

Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail yang dimasukan dengan teknik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional chest tubes.

(17)

Gambar 14. Penggunaan kateter pigtail13 2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Perawatan Antenatal

Intervensi untuk mencegah terjadinya HMD harus dimulai sebelum kelahiran dan melibatkan bagian anak dan kebidanan. Secara umum sekresi surfaktan meningkat selama proses persalinan, oleh karena itu operasi sectio caesaria elektif tidak dianjurkan. Bayi preterm yang berisiko untuk terjadinya HMD seharusnya dilahirkan di tempat yang memiliki tenaga ahli dan fasilitas yang dilengkapi dengan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dan ventilator mekanik.

Untuk bayi yang usia gestasi kurang dari 27 minggu, kemungkinan untuk meninggal pada tahun pertama kehidupan berkurang bila dilahirkan di rumah sakit yang memiliki Neonatal Intensif Care Unit (NICU). Pemanfaan obat tokolitik dapat digunakan untuk menunda persalinan sementara agar ibu dapat dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas NICU.14,15

2.7.2 Pemberian Kortikosteroid pada Ibu

Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan risiko kematian pada neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya terlihat pada bayi preterm yang ibunya menerima dosis pertama steroid 1-7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan dexamethason digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian steroid antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan

(18)

preterm. Dosis tunggal pemberian betamethason adalah 12 mg. Interval optimal untuk memulai terapi berdasarkan taksiran persalinan adalah >24 jam dan <7 hari. Tidak ada bukti yang jelas menunjukkan pemberian dosis ulangan dapat meningkatkan keberhasilan efek kortikosteroid.4,14,15

2.7.3 Stabilisasi Kamar Bersalin

Bayi dengan defisiensi surfaktan mengalami gangguan dalam mencapai kapasitas residu fungsional yang adekuat dan memastikan pengaliran udara di alveolar terus menerus. Dulu kebanyakan bayi preterm, tali pusat dipotong segera setelah lahir agar dapat dipindahkan ke lingkungan hangat dengan cepat untuk memudahkan proses resusitasi. Prosedur mengklem tali pusat dengan cepat dipersoalkan baru-baru ini. Lebih kurang setengah dari volume darah dari bayi preterm terkandung dalam tali pusat plasenta, dengan menunda pengkleman tali pusat selama 30-45 detik dapat mengakibatkan peningkatan volume darah sebanyak 8-24% terutama pada persalinan spontan, sehingga terjadinya peningkatan kadar hematokrit, berkurangnya keperluan untuk transfusi dan berkurangnya insiden perdarahan intraventrikuler.

Saturasi oksigen optimal yang diperlukan ketika meresusitasi bayi preterm masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak bukti meresusitasi dengan konsentrasi oksigen murni 100% dibandingkan dengan udara ruangan dihubungkan dengan peningkatan kadar mortalitas. Adanya bukti biokimia tentang toksisitas oksigen yang terjadi akibat pemberian oksigen murni.

Penggunaan oksigen murni 100% tidak lagi diperlukan, sekarang pencampur oksigen-udara ruangan seharusnya tersedia di kamar bersalin untuk membolehkan titrasi oksigen sesuai kondisi bayi. Pulse oximetry dapat digunakan untuk membantu pemberian oksigen murni. Oleh sebab itu penggunaan oksigen murni untuk meresusitasi haruslah terkontrol dengan pencampur oksigen-udara ruangan. Pemberiannya dimulai dengan konsentrasi oksigen yang paling rendah, biasanya konsentrasi sebanyak 30%. Saturasi normal bayi preterm yang baru lahir semasa proses transisi adalah 40-60% dan mencapai 50 - 80% setalah usia 5 menit dan mencapai >85% setelah usia 10 menit.

Pemberian rutin ventilasi tekanan positif (bagging) tidak sesuai bagi preterm yang belum nafas spontan. Jika ventilasi tekanan positif diperlukan untuk menstabilkan bayi, hindari volume tidal yang berlebihan dengan menggunakan alat resusitasi yang bisa mengukur atau melimitasi peak inspiratory pressure (PIP) dan waktu yang sama dapat

(19)

mempertahankan positive end-expiratory pressure (PEEP) semasa ekspirasi. Contoh alatnya adalah Neopuff.

Hanya sebagian kecil bayi memerlukan intubasi di kamar bersalin. Bayi-bayi ini adalah yang menerima surfaktan dan yang tidak menunjukkan respon pada pemberian CPAP. Jika intubasi diperlukan, posisi benar tuba endotraakeal diketahui dengan menggunakan alat yang mendeteksi CO2 kolorimetrik, sebelum pemberian surfaktan dan penggunaan ventilator.15

2.7.4 Penatalaksanaan Umum

Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya.8 Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:

1. Memberikan lingkungan yang optimal

Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5-37˚C) dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70-80%). Semua usaha meresusitasi bayi haruslah dengan langkah mencegah terjadinya hipotermia untuk meningkatkan angka kehiudpan. Selain radiant warmer, menyelubungi bayi dengan plastik polietilen dapat menurunkan insiden hipotermia, terutama pada bayi preterm. 2. Pemberian cairan dan nutrisi

Pada fase akut, harus diberikan melalui intravena. Cairan yang diberikan harus cukup untuk menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang adekuat. Pada hari-hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan (60-125 ml/kgbb/hari). Asidosis metabolik pada penderita, harus segera diperbaiki dengan pemberian NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan keseimbangan asam-basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar pemberian NaHCO3 dapat disesuaikan dengan mempergunakan rumus: kebutuhan NaHCO3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat badan bayi. Pada pemberian NaHCO3 ini bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara 7,35-7,45. Pada asidosis yang berat, penilaian klinis yang teliti harus dikerjakan untuk menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat.4,8

Bila bayi sudah tidak lagi sesak, minimal enteral feeding dengan air susu dapat diinisiasikan sesegera mungkin, dengan jumlah <20ml/kgBB/hari untuk membantu maturasi dan meningkatkan fungsi saluran pencernaan bayi, meningkatkan berat badan bayi dan memperpendek waktu perawatan di rumah sakit.

(20)

Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan parsial O2 diharapkan antara 50-70 mmHg. PaCO2 antara 45-60 mmHg (permissive hypercapnia). pH diharapkan tetap diatas 7,25 dengan saturasi oksigen antara 88-92%.

3. Pemberian oksigen

Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu tinggi dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru (bronchopulmonary dysplasia (BPD)), kerusakan retina (fibroplasi retrolental/retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan saturasi oksigen, sebaiknya diantara 85-93% dan tidak melebihi 95% untuk mengurangi terjadinya ROP dan BPD.15

Terapi oksigen sesuai dengan kondisi:

• Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg untuk distres pernafasan ringan.13,17

• Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway Pressure) terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi yang noninvasif. Penggunaan NCPAP sedini mungkin untuk stabilisasi bayi dengan berat lahir sangat rendah (1000-1500 gram) di ruang persalinan juga direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli. Penggunaan humidified high flow nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.13

2.7.5 Ventilator mekanik

Tujuan penggunaan ventilator adalah untuk memastikan perfusi pulmonal yang berkesinambungan sehingga menurunkan resiko terjadinya trauma paru, dan menurunkan work of breathing pasien. Kesulitannya adalah dalam menentukan ventilator yang paling sesuai untuk menangani gagal nafas neonatus.16 Ventilator mekanis dibagi menjadi dua, yaitu:

(21)

1. Non invasif

Continuous positive airway pressure (CPAP) adalah memberikan tekanan yang berkesinambungan pada alveoli sepanjang siklus respirasi, memastikan alveolar terus inflasi dan mencegahnya dari kolaps, terutama pada akhir ekspirasi. Dulu CPAP digunakan melalui selang endotrakeal, tapi kini CPAP bisa diberikan secara nasal. Keuntungan dalam penggunaan CPAP adalah menghasilkan pola pernafasan yang regular, terutama pada bayi preterm. CPAP terdiri atas tiga komponen, yaitu:

a. Sirkuit yang mensuplai gas inspirasi yang harus dalam keadaan hangat dan lembap secara terus menerus.

b. Komponen yang menghubungkan komponen pertama dengan jalan nafas bayi. Yang sering digunakan sekarang adalah selang binasal.

c. Komponen terakhir adalah alat yang menghasilkan tekanan positif.

2. Invasif

Dibagi menjadi dua yaitu: a. Konvensional

i. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)

Dengan IMV tenaga medis dapat menentukan kadar di mana ventilator mekanis memberikan nafas mekanis pada bayi, dimana ada interval regularnya. Ini membolehkan bayi bernafas spontan antara dua jarak nafas buatan. Kekurangannya adalah bayi sering bernafas tidak teratur dengan penggunaan IMV. Pertukaran gas sangat bervariasi pada IMV, tergantung kondisi bayi bernafas dengan atau melawan ventilator. Selain menyebabkan tidak effisiensinya proses pertukaran gas tapi juga bisa mengakibatkan terperangkapnya udara.

ii. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)

Pada SIMV, onset dari nafas buatan ditentukan berdasarkan onset dari nafas spontan jika terjadi dalam timing window. Contohnya, jika kadar SIMV berdasarkan frekuensi nafas 30 kali/menit, siklus ventilator akan terjadi setiap 2 detik. Pada setiap kali ventilator seharusnya memulai nafas buatan, ia akan

(22)

menunggu nafas spontan terlebih dahulu, jika nafas spontan didapatkan dalam timing window

iii. Assist/Control Ventilation (A/C)

Pada A/C semua nafas spontan yang melebihi ambang batas akan menghasilkan nafas buatan pada onset inspirasi (assist/membantu). Jika terjadi henti nafas atau ketidakmampuan paru dalam menghasilkan nafas spontan maka nafas buatan akan diberikan dengan kadar yang ditetapkan oleh tenaga medis (kontrol).

b. Non Konvensional

Disebut juga dengan High-Frequency Ventilation (HFV), yaitu ventilator nontidal dimana volume pemberian gas lebih rendah dari anatomic dead space dan diberikan dengan kadar yang sangat cepat. Keuntungan dari penggunaan HFV adalah pemberian volume gas yang rendah pada kadar yang cepat menghasilkan tekanan alveolar yang lebih rendah dan menurunkan risiko terjadinya trauma paru akibat pemberian volume dan tekanan yang eksesif. Pada ventilator konvensional, jantung dapat mengkompensasi dengan pengisian cepat saat tekanan intrathoraks berada pada nilai paling rendah (PEEP). Pada HFV, tekanan nafas rata-rata meningkat oleh itu, aliran balik vena menurun sehingga jantung harus bekerja lebih kuat untuk menigkatkan volume inputnya.

2.7.6 Terapi Surfaktan

Terapi surfaktan sudah digunakan selama lebih dari dua dekade. Dapat digunakan sebagai pencegahan dan pengobatan pada bayi dengan risiko HMD, untuk mengurangi resiko timbulnya pneumotoraks dan timbulnya kematian.

Surfaktan profilaksis, atau preventif merupakan pemberian surfaktan secara intratrakeal pada bayi dengan risiko tinggi untuk terjadinya gawat nafas setelah resusitasi dini dalam 10-30 menit setelah kelahiran. Pemberian surfaktan rescue dibagi lagi menjadi 2 yaitu, rescue dini yaitu pemberian surfaktan dalam 1-2 jam setelah kelahiran dan rescue lambat yaitu pemberian lebih dari 2 jam setelah kelahiran. Bayi yang lahir dengan usia gestasi <30 minggu memberikan perbaikan setelah diberikan surfaktan profilaksis dan rescue. Akan tetapi, bayi prematur yang diterapi dengan surfaktan profilaksis terbukti memiliki insidensi yang lebih rendah dalam terjadinya sindrom gawat nafas.20,25

Dosis total 4ml/kgBB dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama kehidupan dengan interval minimal 6 jam antara pemberian. Bayi tidak perlu dimiringkan ke kanan dan ke kiri setelah pemberian surfaktan, karena surfaktan akan menyebar sendiri melalui pipa

(23)

endotrakeal. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru.

Terdapat beberapa jenis preparat surfaktan yang dapat diberikan untuk neonates dengan sindrom gawat nafas, antara lain surfaktan sintetik (protein-free) dan natural (diambil dari paru hewan). Surfaktan natural lebih baik dari preparat sintetik dalam mengurangi pulmonary air leaks dan mortalitas. Surfaktan natural merupakan terapi pilihan di Eropa.15

Terapi surfaktan selama lebih dari beberapa hari pertama kehidupan bayi memberikan respons langsung dan tidak terbukti adanya perbedaan pada efek jangka panjang.

2.7.7 Pemberian antibiotika

Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin 3mg/kgBB untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian antibiotika dihentikan.

Selain itu, pneumonia congenital juga bisa menyerupai HMD. Oleh karena itu, dianjurkan semua bayi dengan sindroma distres pernafasan untuk menjalani kultur darah, dan mencari tanda-tanda sepsis lain seperti neitropenia atau meningkatnya protein C reaktif. Regimen yang sering dipakai adalah penisilin atau ampisilin dan dikombinasikan dengan aminoglikosida, namun setiap rumah sakit mempunyai protocol tersendirinya berdasarkan profil pathogen yang ditemukan di daerahnya.4,15

2.7.8 Tatalaksana dan pencegahan duktus arteriosus persisten (PDA)

Insiden PDA tinggi pada bayi prematur dan sering menimbulkan masalah dalam penanganan HMD. Pemberian indomethacin profilaksis dapat menurunkan resiko terjadinya PDA. Indomethacin atau ibuprofen dapat digunakan untuk menstimulasi penutupan duktus arteriosus. Tanda PDA adalah hipotensi (terutama tekanan darah diastolic yang amat rendah).15

2.8 Komplikasi

Perdarahan sistem saraf pusat (SSP), perdarahan intraventrikular (IVH) dan duktus arteriosus paten (PDA) merupakan masalah klinis signifikan yang mempengaruhi perawatan bayi dengan HMD. Duktus arteriosus paten dan gagal jantung kongestif serta edema pulmonal

(24)

memperburuk fungsi pernafasan dengan lebih lanjut, menurunkan compliance paru dan mungkin mengnonaktifkan surfaktan paru.

Diagnosis segera dan pengobatan medis atau bedah pada PDA diindikasikan pada pengobatan HMD. Perdarahan SSP akut sering dikaitkan dengan syok, gangguan paru dan perdarahan pulmonal. Fluktuasi pada status pernafasan dapat menyebabkan IVH dan dapat diminimalkan dengan perhatian khusus terhadap perawatan pernafasan dan penggunaan sedasi yang bijaksana. Cairan intravena dan pemberian per oral harus disesuaikan dengan baik selama perawatan akut pada bayi dengan HMD. Pemberian cairan berlebihan merusak fungsi paru dan meningkatkan risiko PDA.

2.9 Prognosis

Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan 20-40%. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul di kemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari HMD, prognosisnya sangat baik.1

Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif maupun secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1000 gram bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan yang lebih tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya lebih dari 2500 gram. Walaupun 85-90% dari semua bayi HMD yang bertahan hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal, harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1500 gram adalah jauh lebih baik; sekitar 80% dari mereka yang beratnya dibawah 1500 gram tidak mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi HMD yang bertahan hidup adalah sangat baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami gangguan paru dan perkembangan saraf yang berarti.6

(25)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

HMD atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan kolapsnya alveoli. HMD merupakan penyebab kematian utama pada bayi premature, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang. Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita RDS, lahir melalui sectio secaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus.

Faktor Predisposisi dari HMD diantaranya: prematuritas, jenis kelamin, ras, sectio secaria, APGAR skor, ibu dengan diabetes mellitus, hipotiroid. Bayi dengan HMD biasanya disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak 6-8 jam pertama setelah kelahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.

Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnu atau

(26)

hiperpnu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi suprasternal, retraksi interkostal dan ‘expiratory grunting’. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita HMD berat), hipotensi, kardiomegali, ‘pitting edema’ terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi. Scoring system yang sering digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah Silverman-Anderson score atau downes score.

Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis HMD ini adalah pemeriksaan radiologi, pemeriksaan biokimia (rasio lesitin dan sfingomielin), shake test, fungsi respirasi dan fungsi kardiovaskuler. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dijelaskan sebelumnya.

Prinsip tatalaksana dari HMD meliputi perawatan antenatal, pemberian kortikosteroid pada ibu hamil yang berisiko melahirkan bayi prematur, stabilisasi kamar bersalin, penatalaksanaan umum (lingkungan yang optimal, cairan dan nutrisi, oksigen), ventilator (non-invasif, invasif), serta pemberian terapi surfaktan.

Gambar

Gambar 1. Patofisiologi penyakit membran hialin
Gambar 2. Silverman-Anderson scoring system
Tabel 1. Skor Downes.
Gambar 3. HMD dengan granular appearance pada kedua paru
+7

Referensi

Dokumen terkait

c) Jika dalam penerbangan ditemukan penumpang/crew yang sakit dengan gejala demam tinggi (&gt;38°C) dan salah satu atau lebih gangguan pernafasan (batuk, napas pendek dan

Latar Belakang: Gejala yang sering ditemukan pada penderita gangguan jiwa berat salah satunya adalah mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi. Adapun tindakan

Posterior Circulation Infarct, gejalanya: Pada penderita ditemukan gejala: Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi.. ipsilateral dan gangguan

Individu dengan PTSD 80% lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak memiliki gejala PTSD memenuhi kriteria diagnostik untuk setidaknya satu gangguan mental lain (misalnya, depresi,

Gejala efusi perikardium yang sering ditemukan adalah tanda-tanda gagal jantung kanan,.. berupa distensi vena jugularis, hepatomegali, asites dan edema

lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni (&lt;100.000/ul), hemolisis

Menurut World Health Organization  (WHO), stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global,

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut