EKSPLORASI SISAAN PADA MODEL REGRESI LOGISTIK
SPASIAL STATUS KEMISKINAN DESA DI JAWA BARAT
SALAMATUTTANZIL
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRAK
SALAMATUTTANZIL. Eksplorasi Sisaan pada Model Regresi Logistik Spasial Status Kemiskinan Desa di Jawa Barat. Dibimbing oleh UTAMI DYAH SYAFITRI dan AGUS M SOLEH.
Model regresi logistik spasial merupakan model regresi logistik dengan memasukkan pengaruh spasial. Harapannya sisaan yang didapat dari model tersebut mengikuti kaidah yang berlaku. Diagnostik sisaan dilakukan secara eksplorasi maupun pengujian terhadap sisaan. Uji autokorelasi spasial yang digunakan adalah indeks moran dan koefisien geary, sedangkan eksplorasi dilakukan dengan menggunakan autocorrelogram. Hasil dari pengujian autokorelasi adalah sisaan tersebut tidak ada autokorelasi spasial. Nilai koefisien autokorelasi yang mendekati nilai 0, dan bentuk autocorrelogrammenunjukkan pola menurun secara eksponensial. Pemodelan status kemiskinan desa di Jawa Barat menggunakan regresi logistik spasial dengan pendekatan matriks contiguity, dan model variogram spherical serta powersudah mampu mengakomodir keragaman spasialnya. Kata kunci: Autokorelasi Spasial, Autocorrelogram, Indeks Moran, dan Koefisien Geary.
EKSPLORASI SISAAN PADA MODEL REGRESI LOGISTIK
SPASIAL STATUS KEMISKINAN DESA DI JAWA BARAT
SALAMATUTTANZIL
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi : Eksplorasi Sisaan pada Model Regresi Logistik Spasial Status
Kemiskinan Desa di Jawa Barat
Nama
: Salamatuttanzil
NRP
: G14052573
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Utami Dyah Syafitri, M. Si
Agus M Soleh, S. Si, M. T.
NIP. 19770917 200501 2 001
NIP. 19750315 199903 1 004
Mengetahui :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP. 19610328 198601 1 002
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, pada tanggal 17 September 1987 dari pasangan Sobana Djamalik dan Mamah Jumarsih. Pendidikan penulis berawal dari Sekolah Dasar Negeri Tanah Sareal I Bogor pada tahun 1993, dan melanjutkan pendidikannya ke SLTP Negeri 5 Bogor hingga lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima di salah satu sekolah menengah atas di kota Bogor, yaitu SMA Negeri 5 Bogor, dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis di terima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis yang merupakan angkatan pertama program mayor-minor akhirnya memilih Statistika sebagai pilihan pertama untuk program studi mayor, dan Ilmu Konsumen sebagai minor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kepengurusan Himpunan Keprofesian Gamma Sigma Beta (GSB) sebagai staf divisi Kajian Strategis pada tahun 2006/2007. Penulis juga aktif dalam kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA sebaga staf divisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa pada tahun 2007/2008. Selain aktif dalam kepengurusan organisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan baik oleh GSB maupun BEM FMIPA.
Pada bulan Februari-April 2009 penulis berkesempatan melakukan praktek lapang di Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (BALITTAS) Malang, Jawa Timur. Penulis pernah mengikuti Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta pada November 2008.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada pemimpin umat nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya. Karya ilmiah ini berjudul “Eksplorasi Sisaan pada Model Regresi Logistik Spasial Status Kemiskinan Desa di Jawa Barat”.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut peran serta dalam penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada :
1. Ibu Utami Dyah Syafitri, M. Si, sebagai pembimbing dan ketua penelitian, sehingga penelitian ini dibiayai oleh PHKA2, dan Bapak Agus M Sholeh, S. Si, M.T atas bimbingan, sarannya selama penyusunan karya ilmiah ini.
2. Ibu Yenni Angraini, M. Si selaku dosen penguji.
3. Popy dan viar untuk dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 4. Sahabat-sahabat, teman-teman statistika 42 sebagai teman seperjuangan. Terima kasih
sudah memberikan semangat, dan ditemani selama proses pengolahan data di laboratorium komputer.
5. Ibu dan Bapak yang sangat penulis sayangi, terima kasih atas doa, dan kasih sayang serta dukungannya. Kepada adik-adikku, Ibrahim Ahmad, dan Likarsilia Santun terima kasih untuk semangatnya.
Semoga semua bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT, dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan ...1 TINJAUAN PUSTAKA Autocorrelogram ...1 Variogram ... 1 Autokorelasi Spasial ... 2 Matriks Contiguity ...3
Matriks Pembobot Spasial ... 3
Regresi Logistik Spasial ...3
BAHAN DAN METODE Bahan ...4
Metode ...4
HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks Moran dan Koefisien Geary ... 5
Autocorrelogram ...6
KESIMPULAN ... 7
DAFTAR PUSTAKA ...7
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Total desa dalam penelitian berdasarkan kota dan kabupaten di sebagian Jawa Barat ...4
2. Kategori matriks jarak yang dibagi ...4
3. Nilai perbandingan kebaikan model regresi logistik klasik dengan spasial ... 5
4. Hasil perhitungan Indeks Moran dan Koefisien Geary untuk status kemiskinan desa...6
5. Hasil perhitungan Indeks Moran dan Koefisien Geary untuk sisaan model regresi logistik Spasial ... 6
6. Koefisien autokorelasi pada model spherical...7
7. Selang kepercayaan 95% koefisien autokorelasi model variogram spherical... 7
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Pola autokorelasi spasial ...2
2. Diagram alir perhitungan koefisien autokorelasi... 5
3. Pola tematik status kemiskinan desa di Kabupaten dan Kota Bogor ... 6
4. Autocorrelogram model spherical pada h<7.5 km... 6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Plot sisaan dengan urutan datanya (variogram power)...9
2. Plot sisaan dengan urutan datanya (model variogram spherical) ... 10
3. Autocorrelogram model speherical...11
4. Tabel koefisien autokorelasi pada model power ...12
5. Selang kepercayaan 95% koefisien autokorelasi model variogram power...12
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pengaruh antar ruang diperlukan dalam pemodelan dengan basis ruang (spasial). Pemodelan klasik yang mengasumsikan bahwa antar ruang saling bebas menjadi kurang relevan. Pemodelan regresi logistik spasial memasukkan pengaruh spasial kedalam model regresi logistik dengan harapan bahwa sisaan yang dihasilkan dari model tersebut sudah saling bebas.
Pendugaan status kemiskinan menggunakan model regresi logistik spasial dengan pendekatan matriks contiguitytelah dilakukan Thaib (2008) tanpa diagnostik sisaan. Studi kasus yang diambil adalah pendugaan tingkat kemiskinan desa di Kabupaten dan Kota Bogor. Demikian juga Syafitri, et al. (2008) dan Suprapti (2009) telah melakukan penelitian dengan berbagai variasi radius jarak untuk perbaikan model regresi logistik spasial. Pembobot spasial yang digunakan adalah matriks pembobot yang berasal dari model variogram power, dan spherical. Dalam kedua penelitian tersebut belum dilakukan diagnostik sisaan.
Oleh karena itu, penelitian ini melakukan pengujian autokorelasi spasial terhadap sisaan dari model regresi logistik spasial yang telah dilakukan oleh Thaib (2008), dan melakukan eksplorasi autokorelasi spasial terhadap sisaan dari model regresi logistik spasial yang telah dilakukan oleh Syafitri, et al. (2008) serta Suprapti (2009) dengan radius jarak tertentu, dengan harapan asumsi sisaan sudah terpenuhi.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Melakukan uji autokorelasi spasial dengan indeks Moran serta koefisien Geary menggunakan matriks contiguity.
2. Eksplorasi autokorelasi spasial terhadap sisaan model regresi logistik spasial dengan menggunakan autocorrelogram.
TINJAUAN PUSTAKA
Autocorrelogram
Autocorrelogram atau dalam deret waktu biasa disebut dengan Correlogram, merupakan suatu plot koefisien autokorelasi dengan jarak (interval) (Rossi, J.P, 1997). Dapat digunakan sebagai visualisasi trend spasial dalam
hubungan kebertetanggaan. Jika titik-titik plot menyebar acak, plot tersebut berada dekat dengan nilai nol untuk semua radius jarak, dan menjadi tidak acak apabila satu atau lebih titik-titik pada plot tersebut berada pada bukan selain nilai nol.
Webster and Oliver (1990) dalam Lauzon (2005) menyatakan bahwa koefisien autokorelasi pada jarak h, diberikan oleh fungsi :
ρ(h) = C(h) / C(0) [1]
dimana ρ(h) merupakan koefisien autokorelasi sisaan pada jarak ke-h, C(h) adalah fungsi autocovariance dari sisaan yang dipisahkan pada jarak ke-h, dan C(0) adalah fungsi ragam sisaan.
C(h) = E[(x) · (x -h)] -E(x)E(x -h) C(0) = E[(x2
)]-[E(x)]2=σ2 [2]
Cressie (1993) menyebutkan bahwa correlogram yang disebut juga sebagai fungsi autokorelasi, biasa digunakan pada analisis deret waktu untuk mendiagnosis ketidakstasioneran, untuk fitted model, dan lain-lain.
Variogram
Analisis variogram melakukan penghitungan pada sejumlah lokasi dan melihat hubungan antar observasi pada berbagai lokasi. Variogram menghitung hubungan antara perbedaan pengukuran berpasangan dan jarak dari poin-poin yang bersesuaian satu sama lain. Variogram merupakan keragaman spasial antar lokasi dengan saling ketergantungan satu sama lain dalam ruang berdimensi m. Variogram merupakan fungsi spasial terbaik yang diketahui (Ashraf et al, 1997).
Cressie (1993) menyebutkan bahwa variogram mempunyai beberapa model, diantaranya: 1. Model Power γ(h) = C0+ pha h≠0 0 h=0 [3] 2. Model Spherical [4]
dimana A adalah range, h merupakan jarak antar pengamatan, p merupakan kemiringan kurva, co merupakan intersep, dan
2
yang dicapai oleh variogram sedangkan range merupakan jarak pengamatan saat mencapai sill.
Autokorelasi Spasial
Hukum I Geografi berbunyi, segala sesuatu berhubungan satu sama lain, dan sesuatu yang berada lebih dekat mempunyai hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan yang berada lebih jauh (Lee & Wong, 2001). Secara umum, data geografis tidak akan saling bebas.
Autokorelasi spasial adalah suatu ukuran kemiripan dari objek di dalam suatu ruang, baik jarak, waktu, ataupun wilayah. Dengan kata lain autokorelasi spasial adalah korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang. Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah tertentu terkait oleh nilai atribut tersebut pada daerah lain yang letaknya berdekatan (bertetanggaan).
Lembo (2006) menyebutkan jika ada pola yang sistematik dalam sebaran spasial suatu atribut, maka dapat dikatakan bahwa ada autokorelasi spasial dalam atribut tersebut. Jika dalam suatu daerah yang saling berdekatan mempunyai nilai yang sangat mirip, menunjukkan autokorelasi spasial positif. Jika nilai di daerah yang berdekatan tidak mirip, menunjukkan autokorelasi spasial negatif. Nilai yang acak menunjukkan tidak adanya autokorelasi spasial. Secara visual dapat dilihat pada Gambar 1. Konsep dasar dalam analisis autokorelasi spasial untuk data area adalah matriks pembobot spasial.
Autokorelasi positif Autokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi Gambar 1 Pola autokorelasi spasial
Indeks Moran (Moran’s I)
Salah satu statistik umum yang digunakan dalam autokorelasi spasial adalah statistik Moran’s I. Indeks moran adalah ukuran dari korelasi antara pengamatan yang saling berdekatan. Statistik ini membandingkan nilai pengamatan di suatu daerah dengan nilai pengamatan di daerah lainnya. Menurut Lee dan Wong (2001) indeks Moran dapat diukur dengan menggunakan persamaan :
[5]
Dimana:
n = Banyaknya pengamatan
x
= Nilai rata-rata dari { xi } dari n lokasi xj = Nilai pada lokasi ke-jxi = Nilai pada lokasi ke-i
wij = Elemen matriks pembobot spasial Nilai I sama dengan koefisien korelasi yaitu diantara -1 sampai 1. Nilai yang tinggi mengartikan bahwa korelasinya tinggi, sedangkan nilai 0 mengartikan tidak adanya autokorelasi. Bentuk hipotesis awalnya adalah H0: I = 0. Akan tetapi untuk mengatakan ada atau tidak adanya autokorelasi perlu dibandingkan nilai statistik I dengan nilai harapannya. Nilai harapan dari I adalah:
[6] Menurut Lee dan Wong (2001) statistik uji yang digunakan diturunkan dari sebaran normal baku, yaitu :
[7] Dimana:
I = Indeks moran
Z(I) = Nilai statistik uji indeks Moran E(I) = Nilai harapan dari indeks Moran
) (I
= Akar dari ragam indeks Moran[8] Nilai dari S1, S2, dan w didapat dari persamaam di bawah ini.
[9]
i j ij i i i j ij i j x x w x x x x w n I 2 , , ) ( ) ( ) )( ( ) 1 ( 1 ) ( n I E ) ( ) ( ) ( I I E I I Z ) 1 ( ) ( ) ( 3 ) ( 2 2 2 2 1 2 2 n w w nS S n I 2 ) ( 1 1 2 1
n i n j ji ij c c S3
[10]
[11] Keterangan:
cij = Elemen matriks contiguity
ci. = Jumlah baris ke-i matriks contiguity c.i = Jumlah kolom ke-i matriks contiguity Koefisien Geary (Geary’s C)
Serupa dengan indeks Moran, merupakan metode pengukuran autokorelasi spasial. Koefisien Geary didefinisikan sebagai :
[12]
Dimana:
n = Banyaknya pengamatan
x
= Nilai rata-rata dari { xi } dari n lokasi xj = Nilai pada lokasi ke-jxi = Nilai pada lokasi ke-i
wij = Elemen matriks pembobot spasial Koefisien Geary mempunyai nilai diantara 0 dan 2. Jika tidak ada hubungan spasial, maka akan mempunyai nilai 1. Nilai kurang dari 1, mengindikasikan adanya autokorelasi negatif. Jika lebih dari 1, mengindikasikan adanya autokorelasi positif. Bentuk hipotesis awalnya adalah H0: C = 1. Namun untuk mengatakan ada atau tidak adanya autokorelasi perlu dibandingkan nilai statistik C dengan nilai harapannya. Menurut Lee dan Wong (2001) nilai harapan dari C adalah E(C)=1, dan statistik uji yang digunakan adalah:
[13] Dimana:
C = Indeks koefisian Geary
Z(C) = Nilai statistik uji koefisien Geary E(C) = Nilai harapan dari koefisien Geary
) (C
= Akar dari ragam koefisien Geary [14] Tidak terdapat autokorelasi spasial artinya: 1. Keacakan spasial.2. Nilai yang diamati dalam suatu lokasi tertentu tidak bergantung pada lokasi yang berdekatan.
Matriks Contiguity
Matriks contiguity adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah, nilai 1 diberikan jika daerah-i berdekatan dengan daerah-j, sedangkan nilai 0 diberikan jika daerah-itidak berdekatan dengan daerah-j. Lee dan Wong (2001) menyebut matriks ini dengan binary matrix, dan juga disebut connectivity matrix, yang dinotasikan dengan
C, dan cijmerupakan nilai dalam matriks baris ke-idan kolom ke-j.
Matriks Pembobot Spasial Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan martiks contiguity yang distandardisasi. Pada matriks contiguity, nilai 1 menunjukkan daerah yang bertetanggaan satu sama lain. Untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing tetangga terhadap suatu daerah dapat dihitung dari rasio antara nilai pada daerah tertentu dengan total nilai daerah tetangganya. Hasilnya merupakan nilai pembobotan (wij) untuk setiap kebertetanggaan, sesuai dengan persamaan :
wij= cij / ci. [15]
Matriks pembobot spasial dapat dikatakan juga sebagai matriks yang menggambarkan kekuatan interaksi antar lokasi.
Regresi Logistik Spasial Augustin et al. (1996) dalam Fernandez (2003) menggunakan model dalam bentuk:
[16] dengan
[17]
model dari ψ merupakan bentuk dari
autocovarian dan merupakan rataan terboboti dari jumlah kejadian dalam suatu lokasi ke-i yang terdiri dari ktetangganya. Pembobot dari lokasi ke-j adalah wij= 1/hijdimana hijadalah
jarak euclidean antara lokasi ke-i dan ke-j. Serta
y
ˆ
adalah dugaan dari ada/tidaknya suatu kejadian.Secara umum proses pendugaan, pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan serta 2 1 .. . 2
(
)
n i i ic
c
S
n i n j ijw
w
1 1
i j ij i i i j ij i j x x w x x w n C 2 , 2 , ) ( ) ( 2 ) ( ) 1 ( ) ( ) ( ) ( C C E C C Z ) 1 ( 2 ) ( ) ( 4 ) 1 )( 2 ( ) ( 2 2 2 1 2 n w w n S S C ) ( 1 ) ( log ) ( x x x g
k j ij k j i ij i w y w ` 1 1 ˆ
4
interpretasi mengikuti regresi logistik klasik. Begitu pula dengan sisaan, untuk suatu peubah bebas tertentu nilai sisaan Pearson untuk amatan ke-i didefinisikan sebagai berikut:
Xi = yi–nip(hat)i/ {nipi (1 – p(hat)i)}1/2 [18]
BAHAN DAN METODE Bahan
Data yang digunakan adalah data PODES 2006 yang meliputi 494 desa dari Kabupaten dan Kota Bogor. Desa tersebut dikategorikan menjadi dua kategori, miskin dan tidak miskin. Suatu desa dikategorikan miskin apabila jumlah keluarga miskin di desa tersebut lebih dari rata-rata jumlah keluarga miskin seluruh desa, yaitu sebesar 29%. Penelitian ini juga menggunakan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thaib (2008), yaitu matriks contiguity dari 494 desa, dan hasil regresi logistik spasial untuk menduga status kemiskinan desa di Kabupaten dan Kota Bogor.
Selain itu, bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan data Potensi Desa (PODES) 2006, yang meliputi wilayah sebagian Jawa Barat (Tabel 1).
Penelitian ini juga menggunakan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syafitri, et al. (2008), dan Suprapti (2009), yaitu matriks jarak yang menginformasikan hubungan spasial, yang berisi mengenai lokasi dari masing-masing desa (lintang dan bujur desa). Selain itu, matriks sisaan dari model regresi logistik spasial dengan model variogramspherical, dan model powerdengan radius jarak tertentu.
Metode
Metode yang dilakukan terdiri atas dua bagian. Bagian pertama merupakan alur penelitian yang digunakan untuk melakukan uji autokorelasi spasial, dan bagian kedua merupakan alur penelitian yang digunakan untuk membuat autocorrelogram.
I. Langkah yang dilakukan untuk melakukan pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut :
1. Sisaan dicari dari hasil regresi logistik spasial dengan pendekatan matriks contiguity yang telah dilakukan oleh Thaib (2008), sebagai vektor x.
Tabel 1 Total desa dalam penelitian berdasarkan kota dan kabupaten di sebagian Jawa Barat
Nomor Nama Kabupaten Jumlah Desa 1. Kab Bogor 415 2. Kab Sukabumi 340 3. Kab Cianjur 344 4. Kab Bandung 436 5. Kab Subang 248 6. Kab Purwakarta 190 7. Kab Karawang 304 8. Kab Bekasi 179 9. Kota Bogor 63 10. Kota Sukabumi 33 11. Kota Bandung 139 12. Kota Bekasi 43 13. Kota Cimahi 15 Total 2749
2. Dicari nilai statistik I (indeks Moran) dan melakukan pengujian hipotesis.
3. Dicari nilai statistik C (koefisien Geary) dan melakukan pengujian hipotesis. 4. Hasil dari kedua uji dibandingkan. II. Langkah yang dilakukan untuk membuat
autocorrelogram adalah sebagai berikut: 1. Dari model variogram sphericaldan power
yang dilakukan oleh Syafitri, et al. (2008) dan Suprapti (2009) dicari vektor sisaannya (e) berdasarkan pembobot jarak yang dilakukan sebelumnya, yaitu pada radius 7.5 km, 10 km, 15 km, 20 km, 25 km, 27.5 km, dan 30 km.
2. Untuk setiap radius jarak dihitung nilai koefisien autokorelasinya, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.
a. Membuat kategori berdasarkan matriks jarak.
Tabel 2 Kategori matriks jarak yang dibagi
Kategori Jarak antar desa 1 0 km < h ≤ 7.5 km 2 0 km < h ≤ 10 km 3 0 km < h ≤ 15 km 4 0 km < h ≤ 20 km 5 0 km < h ≤ 25 km 6 0 km < h ≤ 27.5 km 7 0 km < h ≤ 30 km
5 tidak ya tidak ya tidak ya tidak ya
Gambar 2 Diagram alir perhitungan koefisien autokorelasi
b. Untuk masing – masing kategori membuat matriks J yang terdiri dari dua kolom. Untuk membuat matriks J harus mengakses matriks jarak M dan vektor sisaan (e). Kolom ke-1 matriks J berisikan nilai sisaan ke-i. Sama halnya dengan kolom ke-2 matriks J yang berisikan nilai sisaan ke-j. c. Menghitung nilai koefisien korelasi
dari matriks J.
3. Memplotkan nilai koefisien autokorelasi dengan jaraknya.
4. Melihat hasil dari autocorrelogram tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks Moran dan Koefisien Geary Model regresi logistik spasial dengan pendekatan matriks contiguity sedikit lebih bagus dalam memprediksi status kemiskinan desa di Kabupaten dan Kota Bogor dibandingkan dengan regresi logistik klasik (Thaib, 2008). Hal ini terlihat dari nilai statistik c dan correct clasification rate(CCR) untuk untuk regresi logistik spasial lebih tinggi dibandingkan dengan regresi logistik klasik seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai perbandingan kebaikan model regresi logistik klasik dengan spasial.
Regresi logistik Klasik Spasial Statistik c 0.73 0.76 -2 log likelihood 597.20 571.69 CCR 68.6% 69.8% AIC 607.20 583.69
Pendekatan yang dilakukan oleh Thaib (2008) sejalan apabila ditinjau dari sisi autokorelasi spasial. Status kemiskinan antar desa mempunyai korelasi spasial yang positif. Baik dengan pendekatan indeks moran maupun koefisien geary (Tabel 4). Desa yang termasuk dalam kategori desa miskin karena tetangga desa sekitarnya juga terkategori miskin. Begitu pula sebaliknya desa yang terkategori tidak miskin dikelilingi oleh desa tetangga sekitarnya yang tidak miskin (Gambar 3). Status kemiskinan desa ditentukan dengan kriteria apabila presentase keluarga miskin di desa tersebut lebih dari 29% maka desa tersebut dikategorikan desa miskin (Thaib 2008).
Matriks Jarak M
Vektor Sisaan (e)
insert J[i,j] = e[i],e[j] Vektor Katergori (k) j = i + 1 i = 1 k = 1 k < 7 if M[i,j] if i < 2749 if j < 2749 Start k = k + 1 koef.auto [i] = ρ
cari std ei, ej, dan coragam eij koef. autokorelasi = coragam eij/std(ei).std(ej) j = j + 1 i= i+1 Stop
6
Tabel 4 Hasil perhitungan Indeks Moran dan Koefisien Geary untuk status kemiskinan desa
Indeks Statistik Galat
Baku z Nilaip Moran 0.2258 0.0259 8.79 < 0.0 Geary 0.1667 0.0732 -11.37 < 0.0
Gambar 3 Pola tematik status kemiskinan desa di Kabupaten dan Kota Bogor
Berdasarkan informasi tersebut maka dilakukan pendugaan status kemiskinan desa dengan regresi logistik spasial. Thaib (2008) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status kemiskinan desa antara lain presentase keluarga penerima kartu sehat presentase luas sawah desa, keberadaan puskesmas di desa, jumlah sekolah, serta pengaruh kebertetanggan antar desa (merupakan proporsi jumlah tetangga antar desa).
Pada penelitian ini dilakukan pengujian autokorelasi spasial dengan indeks moran dan koefisien geary pada sisaan hasil model regresi logistik spasial yang dilakukan Thaib (2008). Berdasarkan statistik uji dari indeks moran, dan nilai p dimana masing-masing bernilai 0.83, dan 0.2033, dengan taraf nyata α=0.05
dapat diambil kesimpulan bahwa sisaan model tersebut sudah saling bebas (tidak ada autokorelasi spasial). Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari statistik uji koefisien Geary dan nilai p-nya. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil perhitungan Indeks Moran dan
Koefisien Geary untuk sisaan model regresi logistik spasial.
Indeks Statistik Galat
Baku z Nilai p Moran 0.0195 0.0259 0.83 0.2033 Geary 0.9882 0.0732 -0.16 0.5636
Autocorrelogram
Diagnostik sisaan terhadap model regresi logistik spasial dengan membuat plot antara urutan data dengan sisaan. Plot antara urutan data dan sisaan terdapat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. pada plot tersebut terlihat bahwa nilai sisaan terbagi 2 (di atas 0 mendekati 1, dan di bawah 0 mendekati -1). Pada plot ini sulit melihat apakah jarak sudah mampu mengakomodir pola spasial. Oleh karena itu, digunakanlah autocorrelogram untuk melihat autokorelasi spasial dalam sisaan.
Nilai koefisien autokorelasi untuk model spherical, pada setiap kategori jarak dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan autocorrelogramnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari Tabel 6, terlihat bahwa semakin besar kategori jaraknya maka nilai koefisien autokorelasi akan menunjukkan nilai yang acak. Itu terjadi pada semua model kecuali model dengan h≤25 km, h≤27.5 km,
dan h≤30 km. Nilai koefisien autokorelasi dari
seluruh pembobot jarak untuk setiap kategori jarak mendekati nilai 0. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada kategori jarak ≤7.5
km mempunyai autokorelasi sebesar 0.006 kemudian turun dan naik lagi pada kategori jarak ≤20 km.
Sedangkan pada model lainnya relatif menurun secara eksponensial. Berdasarkan selang kepercayaan (SK) 95% menunjukkan sudah tidak ada autokorelasi spasial (Tabel 7).
Gambar 4 Autocorrelogram model spherical pada h<7.5 km
Hal yang sama juga terjadi pada model variogram power. Model dengan h≤7.5 km,
h≤10 km, h≤15 km, dan h≤20 km mempunyai
nilai koefisien autokorelasi menunjukkan nilai yang acak.
7
Tabel 6 Koefisien autokorelasi pada model spherical
Kategori
Jarak h<7.5 kmModel h<10 kmModel h<15 kmModel h<20 kmModel h<25 kmModel h<27.5 kmModel
Model h< 30 km <7.5 km 0.00569 0.03017 0.05744 0.06766 0.07330 0.07634 0.08006 <10 km 0.00101 0.00531 0.02746 0.03838 0.04523 0.04310 0.05194 <15 km 0.00109 0.00137 0.00329 0.01229 0.01987 0.02296 0.02664 <20 km 0.00250 0.00328 0.00390 0.00508 0.01039 0.01307 0.01635 <25 km 0.00384 0.00544 0.00751 0.00750 0.00833 0.01020 0.01271 <27.5 km 0.00377 0.00534 0.00766 0.00800 0.00825 0.00895 0.01079 <30 km 0.00291 0.00412 0.00641 0.00715 0.00717 0.00747 0.00783 Namun untuk model dengan pembobot h≤25
km sampai dengan h≤30 km mempunyai nilai koefisien autokorelasi yang semakin kecil apabila kategori jaraknya bertambah besar (Lampiran 4). Secara keseluruhan nilai koefisien autokorelasinya masih mendekati nilai 0 untuk setiap model. Autocorrelogram dari model power pada h≤7.5 km pada
kategori jarak ≤7.5 km mempunyai nilai
autokorelasi sekitar 0.007 kemudian turun dan naik lagi pada kategori jarak ≤20 km. Hal yang
sama juga terjadi pada model dengan h≤10
km, h≤15 km, dan h≤20 km. Sedangkan pada
model lainnya relatif menurun secara eksponensial (Lampiran 6). SK 95% menunjukkan bahwa sudah tidak ada autokorelasi spasial (Lampiran 5).
Tabel 7 Selang kepercayaan 95% koefisien autokorelasi model variogram spherical
Kategori SK 95%
Jarak Batas Atas Batas Bawah <7.5 km 0.0062 -0.0002 <10 km 0.0273 -0.0116 <15 km 0.0553 -0.0228 <20 km 0.0671 -0.0254 <25 km 0.0743 -0.0250 <27.5 km 0.0758 -0.0238 <30 km 0.0822 -0.0232 KESIMPULAN
Pemodelan status kemiskinan desa di Kabupaten dan Kota Bogor menggunakan regresi logistik spasial dengan pendekatan matriks contiguity telah mampu mengakomodir keragaman spasial antar desa. Hal ini ditunjukkan dari sisaan hasil
pendekatan model regresi logistik spatial tersebut tidak ada autokorelasi spasial.
Pendekatan regresi logistik spasial baik dengan model variogram sphericaldan power ternyata sudah mampu mengakomodir keragaman spasial antar desa. Hal ini ditunjukkan oleh selang kepercayaan 95% pada nilai koefisien autokorelasi masing-masing model variogram untuk setiap kategori jarak.
DAFTAR PUSTAKA
Ashraf, M, Loftis, JC, Hubbard, KG. 1997. Application of Geostatistics to Evaluate Partial Weather Station Network. J. Agricultural and Forest Meteorology. 84:255-271.
Cressie, NAC. 1993. Statistics for Spatial Data. Canada : John Wiley and Sons, Inc. Fernandez, BH. 2003. Classification and
Modeling of Trees Outside Forest in Central American Landscapes by Combining Remotely Sensed Data and GIS. [Disertasi]. Forstwissenshaftlichen Fakultat. Albert-Ludwigs-Universitat. Lauzon, JD. 2005. Spatial Variability of Soil
Test Phosphorus, Potassium, and pH of Ontario Soils. Madison: American Society of Agronomy.
Lembo, AJ. 2006. Spatial Autocorrelation. Cornell University.http://www.css.cornell .edu/courses/620/lecture9.ppt [25 oktober 2008]
Lee, J & Wong, DWS. 2001. Statistical Analysis ArcView GIS. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Rossie, JP. 1997. Statistical tool for soil biology. XI. Autocorrelogram and Mantel test.Paris: ORSTOM.
Suprapti, P. 2009. Pembobot Jarak dan Titik Potong Optimum dalam Regresi Logistik
8
Spasial untuk Pendugaan Status Kemiskinan Desa di Jawa Barat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Susianto, A. 2005. Autokorelasi Spasial
Tingkat Konsumsi BBM Propinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Syafitri, UD, Soleh, AM, Suprapti, P. 2008. Simulasi Radius Jarak Pengaruhnya terhadap Kebaikan Model Regresi Logistik Spasial. Makalah Seminar UNY 28 November 2008.
Thaib, Z. 2008. Pemodelan Regresi Logistik Spasial dengan Pendekatan Matriks Contiguity. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
9
10
11
Lampiran 3 Autocorrelogram model speherical
12
Lampiran 4 Tabel koefisien autokorelasi pada model power
Kategori
Jarak h<7.5 kmModel h<10 kmModel h<15 kmModel h<20 kmModel h<25 kmModel h<27.5 kmModel
Model h< 30 km <7.5 km 0.00720 0.03239 0.06107 0.07126 0.07688 0.07994 0.08267 <10 km 0.00096 0.00598 0.02992 0.04138 0.04854 0.05171 0.05446 <15 km 0.00074 0.00135 0.00383 0.01397 0.02230 0.02562 0.02857 <20 km 0.00158 0.00326 0.00396 0.00554 0.01151 0.01442 0.01717 <25 km 0.00258 0.00552 0.00756 0.00749 0.00842 0.01045 0.01262 <27.5 km 0.00268 0.00543 0.00771 0.00788 0.00804 0.00878 0.01041 <30 km 0.00157 0.00417 0.00642 0.00694 0.00673 0.00698 0.00741 Lampiran 5 Selang kepercayaan 95% koefisien autokorelasi model variogram power
Kategori SK 95%
Jarak Batas Atas Batas Bawah
<7.5 km 0.0068 -0.0018 <10 km 0.0293 -0.0127 <15 km 0.0590 -0.0246 <20 km 0.0712 -0.0270 <25 km 0.0786 -0.0265 <27.5 km 0.0823 -0.0258 <30 km 0.0855 -0.0245