• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar Perkembangan Peserta Didik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bahan Ajar Perkembangan Peserta Didik"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

(PSIKOLOGI PERKEMBANGAN)

BAHAN AJAR

Ikhtisar/Butir-butir Bahan Diskusi untuk Perkuliahan pada Strata Satu Program-program Studi di Lingkungan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana Cianjur

CIANJUR U N IVE RSI TAS SURYAKA N C A N A F A KU LTA SK EGUR

UAN DAN ILMU

PEN D ID IK A N Dihimpun Oleh : Drs. DJUNAEDI SAJIDIMAN, MM, M.Pd.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR

(2)

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan tugas yang dipercayakan oleh lembaga kepada penulis untuk memberikan materi kuliah “Perkembangan Peserta Didik” atau Psikologi Perkem-bangan pada Program-program Studi di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Suryakancana Cianjur, penulis mencoba membuat ikhtisar bahan ajar berupa butir-butir bahan diskusi untuk memudahkan para mahasiswa strata satu mempelajarinya dan sebagai bahan diskusi pada waktu perkuliahan. Sebagai ikhtisar, maka bahannya penulis himpun dari berbagai buku sumber dan bahan lain tentang psikologi pada umumnya serta psikologi perkembangan dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan pada khususnya, juga yang berkaitan dengan masalah kenakalan remaja.

Untuk pengayaan dan pendalaman materi, para mahasiswa dianjurkan mempe-lajari lebih lanjut buku-buku yang penulis pergunakan, yang juga penulis cantumkan dalam daftar kepustakaan.

Semoga kiranya bermanfaat.

Cianjur, Medio Desember 2012. Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ……….. ii

BAB I. INDIVIDU ……….. 1

A. PENGERTIAN DAN GEJALA-GEJALA YANG TERJADI PADA ASPEK INDIVIDU ……… 1

B. KARAKTERISTIK INDIVIDU ……… 5

BAB II. PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN, DAN PERBEDAAN INDIVIDUAL PESERTA DIDIK ... 11

A. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN INDIVIDUAL PESERTA DI- DIK ………. 11

B. PERBEDAAN INDIVIDUAL PESERTA DIDIK ……….. 20

BAB III. REMAJA DAN PERKEMBANGANNYA ………. 29

A. PENGERTIAN REMAJA ……….. 29

B. KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA .. 30

C. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN MASA REMAJA ………. 34

D. HUKUM-HUKUM PERKEMBANGAN ……… 35

BAB IV. KONSEP KEBUTUHAN REMAJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PE- NYELENGGARAAN PENDIDIKAN ……… 40

A. KONSEP KEBUTUHAN INDIVIDU ……… 40

B. KEBUTUHAN DASAR INDIVIDU ……… 44

C. KEBUTUHAN REMAJA DAN PEMENUHANNYA ………. 46

D. KEMANDIRIAN SEBAGAI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS REMAJA …………. 48

E. KEPERCAYAAN DIRI SEBAGAI KEBUTUHAN RAMAJA ……….. 53

F. IMPLIKASI PEMENUHAN KEBUTUHAN REMAJA TERHADAP PENYE- LENGGARAAN PENDIDIKAN ……….. 60

BAB V. IMPLIKASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA TERHA- DAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ……….. 62

A. PERTUMBUHAN FISIK REMAJA ……….. 62

B. PERKEMBANGAN INTELEKTUAL REMAJA ………. 66

C. PERKEMBANGAN BAKAT KHUSUS REMAJA ……… 75

D. PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL REMAJA ……….. 89

E. PERKEMBANGAN BAHASA REMAJA ………. 99

F. PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA ………. 103

G. PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP REMAJA ……… 117

BAB VI. PERKEMBANGAN KREATIVITAS REMAJA ………. 129

A. PENGERTIAN KREATIVITAS ………. 129 ii

(4)

B. KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK ………. 130

C. PENDEKATAN, TAHAP-TAHAP, DAN KARAKTERISTIK KREATIVITAS 132

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREATIVITAS ……… 137

E. MASALAH YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF ………. 139

F. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS REMAJA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ……. 140

BAB VII. TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA ……… 143

A. PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN ……….. 143

B. JENIS TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA ……… 144

C. TUGAS PERKEMBANGAN KEHIDUPAN BERKELUARGA ……… 148

D. IMPLIKASI TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN REMAJA TERHADAP PENDIDIKAN ……….. 150

BAB VIII. PENYESUAIAN DIRI DAN PERMASALAHANNYA ……… 151

A. PENGERTIAN PENYESUAIAN DIRI ……… 151

B. PENYESUAIAN DIRI YANG BAIK ……… 153

C. PROSES PENYESUAIAN DIRI ……… 154

D. KARAKTERISTIK PENYESUAIAN DIRI REMAJA ………. 157

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYESUAIAN DIRI REMAJA ………. 160

F. DINAMIKA PENYESUAIAN DIRI REMAJA ………. 168

G. IMPLIKASI PROSES PENYESUAIAN DIRI REMAJA BAGI PENDIDIKAN 174

BAB IX. KENAKALAN REMAJA ……… 176

A. PENGERTIAN KENAKALAN REMAJA ……… 176

B. JENIS-JENIS KENAKALAN REMAJA ……… 178

C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA ……… 179

D. PEMAHAMAN PERILAKU AGRESIF ANAK DAN REMAJA ……… 184

E. UPAYA-UPAYA MENCEGAH DAN MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA ……….. 188

DAFTAR KEPUSTAKAAN ……… 189

(5)

1

BAB I I N D I V I D U

A. PENGERTIAN DAN GEJALA-GEJALA YANG TERJADI PADA ASPEK INDIVIDU 1. Pengertian Individu.

Istilah individu hanya diterapkan pada makhluk yang bernama manusia. Sejak ratusan tahun sebelum Nabi Isa As., manusia telah menjadi salah satu obyek filsafat, baik formal yang mempersoalkan hakikat manusia, maupun material yang mempersoalkan manusia sebagai apa adanya. Kita mengenal manusia sebagai makhluk yang berpikir (homo sapien), makhluk yang berbentuk (homo

faber), dan makhluk yang dapat dididik (homo educandum). Jelaslah kiranya

bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks, yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pandangan bahwa manusia sebagai individu merupakan satu kesatuan dari aspek fisik atau jasmani/biologis, dan psikis atau jiwa/rohani yang tidak dapat dipisahkan. Istilah individu sendiri berasal dari kata individera yang berarti satu kesatuan organisme yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau tidak dapat dipisahkan. Individu merupakan kata benda dari individual yang berarti orang atau perseorangan (Echol, dalam Fatimah, 2010:11).

Bagian fisik (jasmani) merupakan aspek individu yang bersifat kasat mata, nyata, dapat diamati, dan tidak kekal. Sedangkan bagian psikis (jiwa/rohani) merupakan aspek individu yang bersifat abstrak, immaterial, tidak dapat diamati, dan kekal. Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan ibunya, merupakan kesatuan psikofisis yang unik, bersifat kodrati yang perlu mendapat tempat dan perhatian terutama dalam kaitannya dengan proses pendidikan. Makna pertumbuhan berbeda dengan

perkembangan. Istilah pertumbuhan diterapkan untuk menyatakan perubahan

kuantitatif mengenai aspek fisik (jasmani/biologis), misalnya dari bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Bayi yang pada awalnya tidak dapat berjalan, kemudian merangkak, berdiri, lalu dapat berjalan. Adapun istilah perkembangan diterapkan pada perubahan yang bersifat kualitatif mengenai aspek psikis (jiwa/rohani). Misalnya anak yang semula tidak dapat membaca dan menulis,

(6)

2

setelah belajar di kelas 1 sekolah dasar, dapat membaca dan menulis. Pada waktu masih kecil, anak mudah menangis, tetapi setelah remaja tidak lagi mudah menangis.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, manusia memiliki berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan itu ada yang utama (primer) dan ada yang kedua (sekunder). Seorang bayi, pada awalnya mengutamakan kebutuhan jasmaninya, tidak peduli dengan apa yang terjadi di luar. Ia akan merasa senang jika kebutuhan jasmaninya seperti makan, minum, dan kehangatan dapat terpenuhi. Akan tetapi dalam pertumbuhan dan perkembangannya kemudian, kebutuhannya makin meningkat. Ia mulai membutuhkan teman, keamanan, dsb. Semakin bertambah usianya kebutuhan fisik dan psikisnya semakin banyak. Ia akan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang beragam tersebut. Demikianlah, maka terjadi proses perkembangan dalam hal kebutuhan baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Pertumbuhan fisik akan selalu diikuti dengan perkembangan psikis.

Berkaitan dengan perkembangan psikis, para filsuf klasik sampai pada kesimpulan hasil perenungannya, bahwa jiwa itu dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Plato (Yunani, 427-347 sM) membagi jiwa manusia menjadi tiga aspek kekuatan, yaitu :

a. Pikir atau kognisi, yang ada di kepala; b. Kehendak, yang ada di dada atau hati; c. Keinginan, yang ada di perut.

Pembagian Plato ini dikenal dengan istilah pendekatan trikotomi (tiga dalam satu) yang diikuti oleh rapa filsuf lainnya seperti Jean Jacques Rousseau (Perancis, 1712-1778), J.N. Tetens (Jerman, 1736-1805) dan Immanuel Kant (Jerman, 1724-1804).

Pada perkembangan berikutnya, Aristoteles (384-322) seorang filsuf murid Plato, mengemukakan pandangan yang berbeda dari gurunya. Menurut Aristoteles, gejala jiwa hanya dibagi dalam dua aspek saja, yaitu :

a. Kognisi, disebut juga gejala mengenal, yang terpusat pada pikir;

(7)

3

Pandangan ini Aristoteles ini kemudian dikenal dengan istilah pendekatan

dikotomi (dua dalam satu). Pengikut dikotomi yang terkenal adalah Christian

Wolf (Jerman, 1670-1754). Pendekatan trikotomi dan dikotomi ini sifatnya teoritis, dalam kenyataannya

jiwa itu tidak dapat dibagi-bagi. Oleh karena itu pada perkembangan berikutnya, terutama sejak Abad Pertengahan, para filsuf mulai menyadari kemudian mengembangkan pemikiran dan kajian mengenai jiwa manusia ini. Pandangan para filsuf tentang aspek jasmani dan rohani dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Antara jasmani dan rohani adalah satu kesatuan yang tidak dapat dibagi atau dipisahkan sama sekali. Pandangan ini dikenal dengan pendekatan monisme; b. Meskipun aspek jasmani dan rohani itu merupakan satu kesatuan, tetapi

masing-masing dapat berdiri sendiri. Pandangan ini kemudian dikenal dengan pendekatan dualisme.

Pandangan monisme maupun dualisme sepakat bahwa individu merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, tidak mungkin seseorang perpikir tanpa ada unsur kemauan, dan tidak mungkin seseorang menginginkan sesuatu tanpa berpikir. Tampak sekali bahwa tatkala pikiran (rohani) sedang sibuk, raut wajah (jasmani) berbeda dengan keadaan pada saat pikiran santai. Atau, tatkala jiwa tengah bergembira karena mendapatkan keberuntungan misalnya, akan tercermin pada gerak langkah dan ekspresi wajah (jasmani) seseorang, dan sebaliknya.

2. Gejala-gejala yang Terjadi pada Aspek Individu.

Telah dinyatakan bahwa manusia itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara aspek jasmani dan rohaninya. Maka dalam pertumbuhan dan perkembangan dalam diri individu manusia itu akan tampak gejala-gejalanya sebagai gambaran dari berbagai aspek sebagai berikut. (M. Ali dan M. Asrori, 2005:3-4).

a. Aspek Fisik :

(8)

4 2) Lekum (jakun) pada remaja laki-laki; 3) Kulit yang makin halus pada perempuan; 4) Otot yang makin kasar pada laki-laki, dsb. b. Aspek Intelektual :

1) Perubahan secara kuantitatif dan kualitatif tentang kemampuan anak dalam mengatasi berbagai masalah. Perubahan secara kuantitatif artinya semakin banyak hal yang dapat diatasi, dan perubahan secara kualitatif semakin dapat mengatasi hal-hal yang lebih sulit;

2) Semakin berkurangnya berpikir konkrit dan berkembangnya berpikir abstrak. Berpikir konkrit adalah berpikir yang terikat pada bendanya dan sangat memerlukan alat peraga jika benda aslinya tidak ada, sedang berpikir abstrak adalah berpikir yang tidak terikat pada bendanya;

3) Semakin berkembangnya kemampuan memecahkan masalah yang bersifat hipotesis. Artinya, semakin mampu membuat perencanaan, penaksiran, atau bahkan prakiraan kecenderungan sesuau di masa yang akan datang, dsb.

c. Aspek Emosi :

1) Ketidakstabilan emosi pada anak remaja;

2) Mudah menunjukkan sikap emosional yang meluap-luap pada remaja seperti mudah menangis, mudah marah, mudah tertawa terbahak-bahak; 3) Semakin mampu mengendalikan diri, dsb.

d. Aspek Sosial :

1) Semakin berkembangnya sifat toleran, empati, memahami, dan menerima pendapat orang lain;

2) Semakin santun dalam menyampaikan pendapat dan kritik kepada orang lain;

3) Adanya keinginan untuk selalu bergaul dan bekerjasama dengan orang lain; 4) Suka menolong kepada siapa yang membutuhkan pertolongan;

5) Kesediaan menerima sesuatu yang dibutuhkan orang lain; 6) Bersikap hormat, sopan, ramah, dan menghargai orang lain, dsb.

(9)

5 e. Aspek Bahasa :

1) Bertambahnya perbendaharaan kata;

2) Kemahiran dan kelancaran dalam menggunakan bahasa dengan memilih kata-kata yang tepat, penggunaan tekanan kalimat dengan tepat, dsb. 3) Dapat memformulasikan bahasa secara baik dan benar untuk menjabarkan

sesuatu gagasan atau konsep;

4) Dapat memformulasikan bahasa yang baik dan benar untuk meringkas ide ke dalam deskripsi yang benar, dsb.

f. Aspek Bakat Khusus :

Bakat merupakan kemampuan potensial manusia yang dibawa sejak lahir, dan jika ditunjang dengan fasilitas dan usaha belajar yang minimal pun dapat mencapai hasil yang maksimal. Itulah sebabnya jika bakat khusus sudah diketahui sejak dini, maka usaha-usaha pendidikan akan mudah sehingga hasilnya sangat memuaskan. Bakat khusus seseorang biasanya tampak dari gejala jika ia mampu dengan mudah mempelajari sesuatu bidang dengan hasil yang memuaskan.

g. Aspek Nilai, Moral, dan Sikap :

1) Terbentuknya pandangan hidup yang semakin jelas dan tegas;

2) Berkembangnya pemahaman tentang apa yang baik dan seharusnya dilaku-kan, serta yang tidak baik dan tidak boleh dilakukan;

3) Berkembangnya sikap menghargai nilai-nilai dan mentaati norma-norma yang berlaku, serta mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari;

4) Berkembangnya sikap menentang kebiasaan-kebiasaan yang dianggap tidak sesuai lagi dengan norma yang berlaku, dsb.

B. KARAKTERISTIK INDIVIDU

1. Ciri dan Sifat atau Karakteristik Individu.

Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan sekitarnya. Hereditas atau pembawaan adalah karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang

(10)

6

menyangkut faktor biologis maupun sosial-psikologis. Para ahli psikologi berpendapat bahwa kepribadian seseorang dibentuk oleh perpaduan faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajarnya baik di sekolah maupun pada masa-masa perkembangan selanjutnya. Memang ada pendapat berbeda dalam hal dominasi antara faktor pembawaan dengan faktor lingkungan. Aliran

nativisme menyatakan bahwa seorang individu akan menjadi pribadi

sebagai-mana adanya yang telah ditentukan oleh pembawaan dan sifatnya yang dibawa sejak dilahirkan. Sementara aliran empirisme menyatakan sebaliknya, bahwa seorang individu diibaratkan sebagai kertas yang masih putih bersih (tabularasa). Ia akan menjadi pribadi yang khas dan unik yang dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan, atau lingkungan hidupnya.

Bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu ayah dan ibu. Sejak saat terjadi pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru itu, secara berkesinambungan dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan yang merangsang. Masing-masing baik terpisah atau pun terpadu akan membantu perkembangan potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia. Hal ini akhirnya membentuk pola karakteristik tingkah lakunya kemudian yang akan berbeda dengan individu-individu lain. Seorang anak mungkin memulai pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak (TK) pada usia 4-5 tahun, atau sebelumnya masuk dulu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Karakteristik pribadi dan kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh lingkungan, yang akan berpengaruh penting dalam perkembangannya di kelak kemudian hari. Natur (nurture) adalah istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karak-teristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap perkemkembangan. Karakteristik yang berkaitan dengan perkem-bangan faktor biologis cenderung bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan sosial-psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

(11)

7

Manusia diciptakan oleh Alloh Swt. secara unik, dan berbeda satu sama lain, ken- dati kembar sekali pun. Perbedaan individual ini merupakan kodrat manusia yang bersifat alami. Berbagai aspek dalam diri individu berkembang melalui cara yang bervariasi sehingga menghasilkan perubahan karakteristik individual yang bervariasi pula. Perbedaan perkembangan berbagai karakteristik individual ini tampak dari gejala-gejala dalam aspek-aspek sebagai berikut. (M. Ali dan Asrori,

ibid).

a. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Fisik :

1) Ada anak yang lekas lelah dalam pekerjaan fisik, tetapi ada yang tahan lama;

2) Ada yang dapat bekerja secara fisik dengan cepat, tetapi ada yang lambat; 3) Ada yang tahan lapar, tetapi ada yang tidak tahan, dsb.

b. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Intelektual :

1) Ada anak yang cerdas, tetapi ada juga yang kurang cerdas, bahkan ada yang sangat lemah kecerdasannya;

2) Ada yang dapat dengan segera memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan otak, tetapi ada juga yang lambat, bahkan ada yang tidak mampu sama sekali;

3) Ada yang sanggup berpikir abstrak dan kreatif, tetapi ada juga yang baru bisa berpikir jika diberi contoh wujud bendanya, dsb.

c. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Emosi :

1) Ada anak yang mudah sekali marah, tetapi ada juga yang penyabar; 2) Ada yang sensitif (perasa), tetapi ada juga yang tidak mudah peduli; 3) Ada yang pemalu atau penakut, tetapi ada juga yang pemberani, dsb. d. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Sosial :

1) Ada anak yang mudah bergaul dengan teman, tetapi ada juga yang sulit; 2) Ada yang mudah toleransi, tetapi ada juga yang egois;

3) Ada yang mudah memahami perasaan temannya, tetapi ada juga yang mau menang sendiri;

4) Ada yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, ada juga yang tidak peduli dengan lingkungan sosialnya;

(12)

8

5) Ada yang selalu memikirkan kepentingan orang lain, tetapi ada juga yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, dsb.

e. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Bahasa :

1) Ada anak yang dapat berbicara dengan lancar, tetapi ada juga yang mudah gugup;

2) Ada anak yang dapat berbicara dengan ringkas dan jelas, tetapi ada juga berbelit-belit dan tidak jelas;

3) Ada yang dapat berbicara dengan intonasi suara menarik, tetapi ada juga yang monoton, dsb.

f. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Bakat :

1) Ada anak yang sejak kecil dengan mudah belajar memainkan alat-alat musik, tetapi ada juga yang sampai hampir dewasa tidak dapat memain-kan satu jenis alat musik pun;

2) Ada yang sejak kecil begitu mudah dan kreatif melukis segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, tetapi ada juga yang sangat sulit jika harus melukis; 3) Ada yang demikian cepat menghafal dan menyanyikan sebuah lagu dengan

baik, tetapi ada juga walaupun latihan berkali-kali masih saja tidak bisa dan sumbang, dsb.

g. Perbedaan Karakteristik Individual Aspek Nilai, Moral, dan Sikap :

1) Ada anak yang taat pada norma yang berlaku, tetapi ada juga yang begitu mudah melanggarnya;

2) Ada yang perilakunya bermoral tinggi, tetapi ada juga yang tak bermoral, tak senonoh;

3) Ada yang penuh sopan santun, tetapi ada juga yang perilaku dan tutur katanya seenak sendiri saja, dsb.

Perbedaan-perbedaan tersebut di atas menjadi unik untuk tiap individu. Lingkungan kehidupan sosial-budaya yang mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang amatlah kompleks dan heterogen. Lingkungan alami maupun lingkungan sosial yang diciptakan untuk maksud pembentukan pribadi anak-anak dan remaja, masing-masing memiliki ciri yang berbeda-beda. Dua anak yang dibesarkan di dalam satu keluarga akan menunjukkan sifat pribadi yang berbeda

(13)

9

walaupun keduanya adik kakak atau berasal dari satu keturunan. Hal ini disebabkan mereka berinteraksi, bersosialisasi, dan mengintegrasikan diri dengan lingkungannya yang sesuai dengan perbedaan kapasitas, kemampuan, dan pembawaan masing-masing.

Kehidupan merupakan rangkaian yang berkesinambungan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Keadaan kehidupan sekarang dipengaruhi oleh keadaan sebelumnya, dan keadaan yang akan datang banyak ditentukan oleh kedaan kehidupan saat ini. Demikianlah, maka kepribadian atau tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh proses perkembangan kehidupan sebelumnya dan dalam perjalannya berinteraksi dengan lingkungan kehidupan serta peristiwa-peristiwa saat ini.

Apabila sejak awal perkembangan kehidupan pribadi itu terbentuk secara terpadu dan harmonis, maka kepribadian yang merupakan pengejawantahan berbagai aspek dalam diri individu itu akan baik pula. Kehidupan pribadi yang mantap memungkinkan seseorang individu akan berperilaku mantap pula, yakni dapat atau mampu menghadapi dan memecahkan berbagai permasalahan kehidupannya. Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya pengembangan kehidupan individu atau pribadi anak menurut Fatimah (2010:16) dapat dilakukan antara lain dengan :

a. Membiasakan hidup sehat dan teratur serta mamanfaatkan waktu dengan baik. Pengenalan dan pemahaman nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan perlu ditanamkan secara baik dan benar;

b. Mengerjakan tugas pekerjaan sehari-hari secara mandiri dengan penuh rasa tanggung jawab;

c. Membiasakan hidup bermasyarakat dengan membina pergaulan dengan sesama, terutama dengan teman sebaya;

d. Melatih cara merespon berbagai masalah yang dihadapi dengan baik, dan tidak lari atau menghindari permasalahan tersebut;

e. Mengikuti dan mematuhi aturan kehidupan keluarga dengan penuh kedisiplin-an dkedisiplin-an tkedisiplin-anggung jawab;

(14)

10 dalam kehidupan keluarga;

g. Berusaha dengan sungguh-sungguh meningkatkan penguasaan ilmu penge-tahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.

Lain daripada itu perlu diciptakan suasana yang kondusif dan keteladanan oleh pihak-pihak yang mempunyai otoritas seperti orang tua dalam keluarga, guru, dan tokoh masyarakat dalam kehidupan sosial. Hal-hal yang perlu ditonjol-kan adalah sifat-sifat sportivitas (kejujuran), kedisiplinan, kesabaran, ketekunan, kerja keras dan cerdas, dll. dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip hidup yang benar sesuai dengan ajaran agama dan Pancasila. Anak-anak harus dibiasakan menjalani proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturisasi nilai dan norma secara baik.

(15)

11

BAB II

PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN, DAN PERBEDAAN INDIVIDUAL PESERTA DIDIK

A. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN INDIVIDUAL PESERTA DIDIK

Istilah pertumbuhan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan ukuran fisik yang secara kuantitatif makin lama makin besar atau panjang. Adapaun istilah

perkembangan digunakan untuk menyatakan perubahan-perubahan dalam aspek

psikologis dan sosial. Setiap individu akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan nonfisik yang meliputi aspek-aspek intelektual, emosional, bahasa, bakat khusus, serta nilai, moral, norma, dan sikap.

1. Pertumbuhan Fisik.

Pertumbuhan fisik manusia adalah perubahan dari kecil atau pendek menjadi besar atau panjang, yang prosesnya terjadi sejak janin hingga dewasa.

a. Pertumbuhan Aebelum Lahir.

Dimulai dari suatu proses pembuahan (pertemuan sel telur dan sperma) dalam rahim ibu yang membentuk suatu sel kehidupan, yang disebut embrio. Embrio yang berusia satu bulan berukuran sekitar setengah sentimeter, dan pada usia dua bulan membesar menjadi dua setengah sentimeter yang disebut janin atau fetus. Kemudian pada usia tiga bulan janin tersebut telah berbentuk menyerupai bayi dalam ukuran kecil. Masa sebelum dilahirkan adalah masa pertumbuhan dan perkembangan manusia yang sangat kom-pleks, karena masa itu adalah awal terbentuknya organ-organ tubuh dan tersusunnya jaringan syaraf yang membentuk sistem yang lengkap. Pada saat kelahiran adalah pertanda kematangan biologis dan jaringan syaraf yang telah mampu berfungsi secara mandiri.

b. Pertumbuhan Setelah Lahir.

Fase ini merupakan kelanjutan dari pertumbuhan dan perkembangan sebe-lum lahir. Dalam tahun pertama pertumbuhannya, ukuran panjang badan bertambah sekitar sepertiga dari panjang semula, dan beratnya bertambah

(16)

12

sekitar tiga kali. Setiap bagian fisik seseorang akan terus mengalami perubahan akibat pertumbuhan, hingga masing-masing komponen tubuh akan mencapai tingkat kematangan untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Jaringan syaraf otak akan tumbuh cepat, dan menjadi syaraf sentral dalam menjalankan fungsi jaringan di seluruh tubuh.

Berbeda dengan pertumbuhan fisik hewan, pada hewan, setelah dilahir-kan dalam waktu relatif singkat segera dapat berjalan mengikuti induknya. Tidak demikian halnya pada manusia. Pada awal kelahiran manusia, respon atau reaksi terhadap rangsangan dari luar dilakukan secara refleks. Jika pipinya disentuh, bayi akan menggerakkan kepalanya ke arah sentuhan dengan mulut terbuka dan kepalanya terus berputar hingga mulutnya menca-pai rangsangan yang diberikan. Respon yang bersifat refleks ini akan berakhir dan menjadi terarah pada saat bayi berusia empat sampai lima bulan.

Kapasitas syaraf sensoris bayi amat terbatas. Saat baru lahir, pende-ngarannya amat baik, dan mampu membedakan suara lembut dengan suara kasar. Tentu saja bayi lebih suka pada suara lembut. Penglihatannya masih lemah dan terbatas, selain singkat, jarak pandangnya pun hanya lk. 1,25 meter. Dalam perkembangan berikutnya bayi segera dapat membedakan terangnya cahaya, warna, serta mampu mengikuti rangsangan yang bergerak dengan pandangan matanya. Syaraf sensoris lain seperti perabaan, pencium-an, dan pencernaan berkembang sejalan dengan syaraf penglihatannya. Pertumbuhan dan perkembangan fungsi biologis setiap orang memiliki pola urutan yang teratur. Pada saat lahir, bayi hanya mampu menggerakkan tangannya secara reflektif ke arah kepalanya. Setelah usia tiga bulan, mulai dapat berguling, lima bulan telungkup dan merangkak, tujuh bulan duduk dengan sedikit bantuan, kemudian duduk sendiri, berdiri, melangkah satu dua langkah, dan setelah 15 bulan sudah bisa berjalan. Pola urutan pertumbuhan dan perkembangan ini diikuti oleh perkembangan kemampuan mental dan sosialnya.

Pertumbuhan fisik anak dapat dibagi menjadi empat periode utama, yang terdiri dari dua periode ditandai pertumbuhan yang cepat dan dua periode la-

(17)

13

innya lambat. Selama periode pralahir dan enam bulan setelah lahir, pertumbuhan fisiknya sangat cepat, kemudian sedikit melambat. Pada usia 8 sampai 12 tahun menjadi stabil. Mulai saat itu sampai usia 15 atau 16 tahun pertumbuhan kembali cepat, dan masa ini biasanya disebut dengan ledakan pertumbuhan pubertas. Setelah ini pertumbuhan stabil kembali sampai usia dewasa. Tinggi badan pada periode ini akan tetap sampai tua, akan tetapi berat badan masih dapat berubah-ubah.

Ukuran dan bentuk tubuh yang diwariskan secara genetik (dari ayah-ibunya) juga mempengaruhi laju pertumbuhan. Anak-anak yang memiliki tubuh kekar biasanya akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan anak-anak yang tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak-anak dengan tubuh besar biasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat daripada teman sebayanya yang bertubuh kecil. Pemberian makanan terutama pada tahun pertama kehidupan anak juga akan menentukan kecepatan atau kelambatan daur pertumbuhan ini. Mereka yang mendapat asupan makanan bergizi dan perawatan kesehatan yang memadai akan cepat, sedangkan yang kurang memadai lambat pertumbuhannya. Imunisasi yang teratur untuk mencegah serangan penyakit juga penting dan merupakan faktor dalam percepatan pertumbuhan. Anak-anak yang tenang cenderung tumbuh lebih cepat diban-dingkan dengan anak-anak yang mengalami gangguan tekanan emosional. Hal yang paling menonjol dalam variasi pertumbuhan ini adalah faktor pengaruh jenis kelamin. Pada usia tertentu pertumbuhan fisik anak laki-laki lebih cepat dibanding anak perempuan, dan pada satu saat pertumbuhan perempuan lebih cepat daripada laki-laki. Misalnya pada usia 9, 10, 13 dan 14 tahun, fisik anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki karena pengaruh perkembangan awal remaja.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisik.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fisik individu, yaitu faktor internal dan eksternal.

1) Faktor Internal, yaitu yang berasal dari dalam diri individu sendiri :

(18)

14

ibunya bertubuh tinggi, anaknya cenderung akan bertubuh tinggi pula dibanding dengan yang ayah ibunya bertubuh pendek;

- Kematangan, artinya, meskipun anak diberi makanan yang bergizi tinggi, tetapi jika saat kematangan belum sampai, pertumbuhannya tetap akan tertunda. Misalnya, anak berusia tiga bulan diberi makanan yang cukup bergizi agar pertumbuhan otot kakinya berkembang sehingga mampu berjalan. Hal ini tidak mungkin karena biasanya bayi mulai berjalan pada usia 9 -10 bulan.

2) Faktor Eksternal, yaitu yang berasal dari luar individu :

- Kesehatan. Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan terhambat;

- Makanan. Anak yang kurang gizi, pertumbuhannya akan terhambat, sebaliknya yang cukup bergizi akan pesat;

- Stimulasi lingkungan. Anak yang tubuhnya sering dilatih untuk meningkat-kan percepatan pertumbuhannya ameningkat-kan berbeda dengan yang tidak pernah mendapat latihan.

2. Perkembangan Intelektual.

Intelektual atau daya pikir seseorang berkembang sejalan dengan pertumbuhan syaraf otaknya. Pertumbuhan syaraf yang telah matang akan diikuti oleh fungsi-nya dengan baik. Seorang individu akan mengalami perkembangan kemampuan berpikirnya ketika pertumbuhan syaraf pusat (otaknya) telah mencapai fase matang. Perkembangan tingkat berpikir atau intelektual diawali oleh kemampu-an mengenal dunia luar. Respon terhadap rkemampu-angskemampu-angkemampu-an dari luar pada awalnya belum terkoordinasi dengan baik dan hanya bersifat refleks. Pada usia empat bulan respon yang bersifat refleks sudah mulai berkurang, dan mulai ter-koordinasi.

Perkembangan intelektual lebih lanjut ditunjukkan oleh perilakunya, yaitu tindakan menolak atau memilih sesuatu. Tindakan ini mengandung arti telah mendapat proses mempertimbangkan atau lazim dikenal dengan proses analisis, evaluasi, sampai kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan. Fungsi ini

(19)

15

terus berkembang mengikuti khazanah pengetahuannya tentang dunia luar dan proses belajar yang dialaminya, sehingga pada saatnya nanti, seseorang akan berkemampuan melakukan peramalan atau prediksi, perencanaan, serta berbagai kemampuan analisis dan sintesis. Perkembangan pengetahuan ini dikenal dengan perkembangan kognitif.

Perkembangan kognitif seseorang, menurut Piaget yang dikutip oleh Sarlito, (1991:81) dalam Fatimah (2010:24-25), mengikuti tahapan sebagai berikut : a. Masa Sensori Motorik (0,0 - 2,5 tahun).

Masa ini adalah ketika bayi menggunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Ia memberikan reaksi motorik terhadap rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks, seperti mencari puting susu ibu, menangis, kaget, dll. Refleks ini kemudian berkembang menjadi gerakan-gerakan yang lebih maju misalnya berjalan;

b. Masa Pra Operasional (2,0 - 7,0 tahun).

Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak dalam menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Kemampuan simbolik ini memungkinkan seorang anak melakukan tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah dilihatnya. Misalnya, seorang anak yang pernah melihat dokter sedang berpraktek, ia akan bermain dokter-dokteran, dsb.

c. Masa Konkreto Pra Rasional (7,0 - 11,0 tahun).

Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai tugas yang konkrit. Ia mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu identitas (menge-nali sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), dan reprokasi (mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal).

d. Masa Operasional (11,0 - dewasa).

Pada usia remaja dan seterusnya, seseorang akan mempu berpikir abstrak dan hipotesis. Pada tahap ini ia akan mampu memprakirakan hal-hal yang mungkin akan terjadi. Ia dapat mengambil kesimpulan dari suatu pernyataan. Misalnya, mainan A lebih mahal daripada mainan B dan mainan C lebih murah daripada mainan B. Maka ia dapat menyimpulkan mainan yang paling mahal dan yang paling murah.

(20)

16 3. Perkembangan Emosi.

Emosi (perasaan) merupakan salah satu potensi kejiwaan yang khas dimiliki oleh

manusia, dan tidak pada hewan. Keinginan untuk segera dapat memenuhi kebutuhan terutama yang primer adalah hal yang lumrah pada setiap orang. Jika kebutuhan itu tidak segera terpenuhi, ia akan kecewa, sebaliknya, jika segera dapat terpenuhi akan senang dan puas. Karenanya emosi mengandung unsur

senang dan tidak senang.

Pada awal pertumbuhannya, yang diperlukan bayi adalah kebutuhan primer, yaitu makan, minum, dan kehangatan tubuh. Bayi yang lapar akan menangis dan semakin keras jika tidak segera disusui. Demikian juga kehangatan tubuh baik secara fisik dengan selimut maupun secara naluriah kemanusiaan dengan belaian kasih sayang ibu-bapaknya. Refleks sebagai reaksi biologis terhadap rangsangan belum terkoordinasi dengan baik, karena itu apa pun yang diberikan atau dimasukkan ke mulutnya akan disambutnya tanpa mempedulikan dari siapa. Pertumbuhan fisik itu diikuti oleh perkembangan emosinya.

Emosi ini merupakan perasaan yang disertai oleh perubahan atau perilaku fisik. Misalnya, perasaan marah ditunjukkan oleh reaksi tangisan atau teriakan dengan suara keras. Orang yang sedang gembira atau senang bisa melonjak-lonjak sambil tertawa lebar, dsb.

4. Perkembangan Sosial.

Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, setiap individu tidak dapat berdiri sendiri, melainkan memerlukan bantuan individu/orang lain. Lain halnya dengan hewan, bayi manusia yang baru lahir tidak akan bertahan hidup tanpa bantuan orang tuanya. Bayi yang telah menjadi anak dan seterusnya menjadi remaja dan dewasa, akan mengenal lingkungan yang lebih luas. Perkenalan dengan lingkungan dimulai dengan mengenal ibunya, kemudian ayah dan saudara-saudaranya, akhirnya ia mengenal orang-orang lain di luar lingkungan keluarganya, terus tetangga, kampung, desa, kecamatan, dst. yang lebih banyak dan heterogen.

(21)

17

laminnya, kemudian akan membentuk kelompok sebaya sebagai dunianya. Selanjutnya manusia mengenal kehidupan bersama, berkeluarga, bermasyarakat, atau berkehidupan masyarakat, bahkan kemudian bernegara. Akhirnya disadari bahwa setiap orang membutuhkan orang lain untuk saling membantu dan dibantu, memberi dan diberi, dsb. sehingga keterikatan ini menjadi dalil bahwa manusia akan selalu hidup berkelompok yang saling ketergantungan satu sama lain, yang kemudian dikenal manusia itu sebagai makhluk sosial dengan istilah

zoon politicon.

5. Perkembangan Bahasa.

Sejak bayi manusia telah berkomunikasi dengan orang lain yang dimulai dengan ibu, ayah, dan saudara-saudaranya. Menangis di saat kelahirannya kemudian senyum dan ocehannya merupakan cara bayi berkomunikasi dengan dunia sekitarnya. Tanda (simbol), gerak, suara, pada awalnya merupakan alat berkomu-nikasi untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya, yang kemudian tercipta bahasa sebagai alat komunikasi dan pergaulan.

Dalam perkembangan awal bayi, dalam menyampaikan pikiran dan perasaan-nya dengan menangis, menjerit, tersenyum, ocehan, atau rabaan. Ini adalah bahasa isyarat tatkala ia senang, sakit, kecewa, dll. Perkembangan lebih lanjut cara berkomunikasinya dengan berbicara menggunakan bahasa yang dipakai di lingkungannya. Dalam usia 6-9 bulan, ia mulai mengenal satu dua kata seperti maem, mimi, mama, papa, dsb. Demikianlah ia mulai mampu menyusun frasa dan kalimat dengan dua-tiga kata untuk menyatakan maksud atau keinginannya. 6. Bakat Khusus.

Bakat adalah kemampuan khusus yang dimiliki oleh setiap individu yang memerlukan rangsangan atau latihan agar berkembang dengan baik. Seseorang yang mempunyai bakat akan mudah dapat diamati sebab kemampuan yang dimilikinya berkembang pesat seperti bakat di bidang seni, olah raga, atau keterampilan lainnya.

(22)

18

Sebelum melanjutkan pembahasan, ada baiknya terlebih dulu dijelaskan pe-ngertian nilai, moral, etika, norma, dan sikap.

a. Nilai :

1) Sesuatu yang berguna, berharga, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya;

2) Keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness);

3) Kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia;

4) Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, tetapi bukan obyeknya itu sendiri;

5) Merupakan prinsip-prinsip yang disepakati bersama dan dijadikan tolok ukur menentukan baik atau buruk, salah atau benar, indah atau jelek, dsb. 6) Ukuran tentang kebaikan atau keburukan yang dipraktekkan dalam

kehidupan individu maupun organisasi.

Menurut Sutrisno (1993:87), acuan nilai hanya ada pada manusia yang dengan akalnya mampu menentukan tindakan. Selanjutnya ia menjelaskan pembagi-an atau klasifikasi nilai :

1) Nilai Intrinsik (Ontologis), yaitu harga yang dipandang vital, penting demi adanya benda/obyek, misalnya dinamo untuk mobil;

2) Nilai Ekstrinsik, yaitu kualitas bagi suatu hal yang dipandang berguna, perlu, menarik, demi kelangsungan adanya yang lain. Misalnya, obat merupakan nilai ekstrinsik bagi orang yang sakit.

b. Moral :

1) Mos (mores), yang berarti kesusilaan, tabeat, kelakuan, budi pekerti; 2) Keseluruhan norma yang menentukan baik buruknya sikap dan perbuatan

manusia;

3) Dalam wujudnya dapat berupa aturan-aturan atau norma. c. Etika :

1) Suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral;

(23)

19

yang bertanggung jawab bila berhadapan dengan berbagai ajaran moral; 3) Membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat “susila”

dan “tidak susila” atau “baik” dan “buruk”. d. Norma :

1) Petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu;

2) Suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipenuhi;

3) Aturan-aturan yang harus dipenuhi atau dilaksanakan;

4) Aturan-aturan (baik yang tertulis maupun tidak tertulis) agar nilai-nilai bisa diwujudkan dengan baik dalam kehidupan individu maupun organisasi; 5) Wujudnya : Norma kesusilaan, norma kesopanan, norma sosial, norma

agama, dan norma hukum. e. Sikap :

Sikap adalah kondisi mental tentang suka - tidak suka, senang - tidak senang, atau setuju - tidak setuju, terhadap sesuatu. Mental adalah apa yang ada di pikiran, sedangkan perilaku adalah operasionalisasi dari sikap. Adapun budi adalah kesatuan cipta dan rasa yang menghasilkan karsa, yaitu kehendak atau motivasi (konasi).

Bloom (Woofolk dan Nicolich, 1984:390) dalam Fatimah (2006:27), menge-mukakan bahwa tujuan akhir proses belajar adalah penguasaan pengetahuan (kognitif), penguasaan nilai dan sikap (afektif), dan penguasaan keterampilan (psikomotorik). Masa bayi masih belum mempersoalkan masalah moral karena dalam kehidupannya belum dikenal hierarki nilai dan suara hati, serta perilakunya belum dibimbing oleh nilai-nilai moral. Pada masa anak-anak, perkembangan moral yang terjadi masih terbatas. Ia belum menguasai nilai-nilai abstrak yang berkaitan dengan benar - salah, serta baik - buruk. Hal ini meng-ingat pengaruh perkembangan intelektualnya masih terbatas. Lain daripada itu ia pun belum faham akan manfaat suatu nilai, moral, etika, dan norma dalam kehidupannya.

(24)

20

nilai-nilai, moral, etika, dan norma-norma, dari dari keluarga dan lingkungan sekitar mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh, yang harus dilakukan dan yang dilarang, yang baik dan yang buruk, dst. Menurut Piaget, memang pada awalnya pengenalan nilai-nilai, moral, etika, dan norma itu masih bersifat paksaan, dan anak-anak belum mengetahui maknanya. Namun sejalan dengan perkembangan intelektualnya, anak-anak berangsur-angsur mulai mengikuti berbagai ketentuan yang berlaku di dalam keluarga, kemudian meluas di lingkungan sosial kemasyarakatan, dan bahkan negara.

B. PERBEDAAN INDIVIDUAL PESERTA DIDIK

Perkembangan setiap anak sebagai individu memiliki sifat yang unik. Saufrock dan Yussen (1972:17) dalam Fatimah (2005:28) menyatakan, “Each us develops some

other individuals, and like individuals, like some other individuals, and like no other individuals” (Tiap-tiap individu berkembang dengan cara tertentu, seperti individu

lain, seperti beberapa individu yang lain, dan seperti tidak ada individu yang lain). Maksudnya selain terdapat persamaan umum dalam pola-pola perkembangan yang dialami setiap individu, juga terdapat variasi individual dalam perkembangan anak pada setiap saat. Hal ini terjadi karena perkembangan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan yang kompleks, melibatkan berbagai unsur yang saling berpengaruh satu sama lain.

Perkembangan anak sebagai individu adalah proses yang sifatnya menyeluruh (holistik). Dalam perkembangan individu dikenal dua fakta yang menonjol, yaitu

pertama, semua manusia memiliki kesamaan pola perkembangan yang bersifat

umum. Kedua, setiap individu mempunyai kecenderungan yang berbeda secara fisik dan mental. Perbedaan ini ternyata lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan karakteristik perseorangan atau yang berkaitan dengan perbedaan-perbedaan. Perbedaan-perbedaan individual ini menurut Landgran (Fatimah, 2006:28) menyangkut variasi yang terjadi pada aspek fisik dan psikologis. Contohnya, mungkin saja ada dua anak yang memiliki ciri-ciri fisik yang hampir sama (misalnya yang kembar), namun setelah diamati dengan

(25)

21

cermat, ternyata keduanya berbeda. Yang paling mudah dikenali memang perbeda-an fisik, seperti bentuk tubuh, warna kulit, warna rambut, bentuk muka, serta tinggi dan berat badan. Juga dari perbedaan sikap dan tingkah lakunya. Contohnya, ada anak yang lincah bahkan cenderung super aktif, banyak gerak dan bicaranya nyerocos, tetapi ada juga yang pendiam, tidak aktif, dan sedikit bicara.

1. Perbedaan-perbedaan Individual.

Garry (1963) yang dikutip Oxendine, (1984:317) dalam Fatimah (2006:30), mengelompokkan perbedaan individual ke dalam bidang-bidang :

a. Perbedaan fisik, seperti usia, berat badan, jenis kelamin, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan bertindak;

b. Perbedaan sosial, seperti status ekonomi, agama, hubungan keluarga, dan suku;

c. Perbedaan kepribadian, seperti watak, motif, minat, dan sikap; d. Perbedaan intelegensia dan kemampuan dasar;

e. Perbedaan kecakapan di sekolah.

Perbedaan fisik tidak saja terbatas pada ciri-ciri yang dapat diamati dengan pancaindera, tetapi juga ciri lain yang hanya dapat diketahui setelah diadakan pengukuran. Contohnya, usia, tinggi dan berat badan, golongan darah, pende-ngaran, penglihatan, kecepatan lari, dsb. merupakan ciri yang tidak dapat diamati perbedaannya dengan cara penginderaan.

Setiap individu selalu berhubungan dengan sesamanya di samping dengan Sang Pencipta (Alloh Swt). Itulah sebabnya ia hidup berkelompok, berkeluarga, bermasyarakat, bahkan bernegara. Maka faktor-faktor lingkungan keluarga, masyarakat, agama, dan kondisi negara, berpengaruh terhadap perbedaan individual. Uraian tentang perbedaan-perbedaan dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Perbedaan Kognitif.

Menurut Taxonomy Bloom, proses belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah, akan menghasilkan tiga kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan

(26)

22

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak atau sedikitnya pengetahuan itu merupakan ukuran tingkat kemampuan kognitif seseorang. Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil proses belajar, yang merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dengan pengaruh lingkungan. Tes hasil belajar menggambarkan kemampuan kognitif yang bervariasi antar individu, sehingga dikatakan ada yang cerdas, kurang cerdas, dan lemah. Akan tetapi tes hasil belajar yang digunakan hendaknya meme-nuhi persyaratan sebagai tes yang baik, dalam arti valid dan handal (reliable), sehingga variasi nilai kemampuan kognitif yang dihasilkan akan membentuk

kurva normal.

Intelligence Quatient (IQ) atau tingkat kecerdasan pun sangat mempe-ngaruhi kemampuan kognitif seseorang. Hubungan antara IQ dengan nilai kemampuan kognitif berkorelasi signifikan dan positif. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin tinggi pula tingkat kemampuan kognitifnya.

b. Perbedaan Kecakapan Berbahasa.

Berbahasa merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu bentuk ungkapan kata dan kalimat dalam menyam-paikan pikiran dan perasaan tertentu kepada pihak lain. Kemampuan berbahasa berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, hal ini dipengaruhi oleh faktor kecerdasan dan lingkungan, juga oleh faktor fisik terutama organ berbicara. Anak-anak yang memasuki sekolah formal pada dasarnya telah membawa kebiasaan-kebiasaan sebagai hasil belajar baik di lingkungan prasekolah maupun keluarganya. Hal ini akan membawa pengaruh dalam pola pikir dan pola mengekspresikannya. Pengaruh ini bisa jadi mem-perlancar atau malah menghambat kemampuan berbahasa anak. Kemampu-an berbahasa ini adalah dalam bentuk lisKemampu-an atau tulis, serta kemampuKemampu-an mengekspresikan diri secara tepat. Pengalaman dan kematangan merupakan faktor pendukung perkembangan anak dalam kemampuan berbahasa.

c. Perbedaan Kecakapan Motorik.

Kecakapan motorik atau kemampuan psikomotorik adalah kemampuan untuk melakukaqn koordinasi kerja syaraf motorik yang dilakukan oleh syaraf pusat

(27)

23

(otak) dalam melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut terjadi karena adanya kerja syaraf yang sistematis. Alat indera menerima rangsang-an, kemudian diteruskan melalui syaraf sensoris ke syaraf pusat untuk diolah, dan hasilnya dibawa oleh syaraf motorik untuk memberikan reaksi dalam bentuk gerakan-gerakan.

Kerja jaringan syaraf yang tetap akan menghasilkan suatu bentuk kegiatan yang tepat, yaitu kesesuaian antara rangsangan dengan responnya. Kerja ini menggambarkan tingkat kecakapan motorik. Syaraf otak yang melaksanakan fungsi sentral dalam proses berpikir adalah faktor penting dalam mengkoor-dinasikan kecakapan motorik. Ketidaktepatan dalam pembentukan persepsi dan penyampaian perintah akan menyebabkan terjadinya kekeliruan respon atau atau kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan.

Semakin dewasa seseorang, semakin matang pula fungsi-fungsi fisiknya. Ini berarti ia akan mampu menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam banyak hal, misalnya kekuatan untuk mempertahankan perhatian, koordinasi otot, kecepatan dalam penampilan, keajegan dalam mengontrol, dan resisten terhadap kelelahan. Jadi, semakin bertambah usia seseorang, ia akan semakin matang dan mampu menunjukkan tingkat kecakapan motorik yang makin tinggi. Kesimpulannya, kemampuan motorik seseorang dipengaruhi oleh kematangan pertumbuhan fisik dan tingkat kemampuan berpikir. Karena pertumbuhan fisik dan kemampuan berpikir tiap orang berbeda, maka kecakapan motoriknya pun berbeda pula. Ada yang cekatan, kurang terampil, dan lamban dalam mereaksi sesuatu.

d. Perbedaan Latar Belakang.

Di antara latar belakang individu adalah faktor sosial-ekonomi keluarga dan sosial-budaya lingkungan. Perbedaan latar belakang dan pengalaman dimak-sud akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pula, ada yang mendo-rong dan memperlancar, serta ada pula yang menghambat kemampuan atau prestasi seseorang. Pengalaman belajar yang dimiliki anak di rumah mempe-ngaruhi kemauan dan keterampilan untuk berprestasi dalam situasi belajar di sekolah. Minat dan sikapnya terhadap mata pelajaran tertentu, kecakapan

(28)

24

atau kemauannya untuk berkonsentrasi pada pelajaran, serta kebiasaan-kebiasaan belajar merupakan faktor-faktor perbedaan individual di antara para siswa.

e. Perbedaan Bakat.

Bakat adalah kemampuan khusus yang dibawa atau dimiliki seseorang sejak lahir. Kemampuan ini akan berkembang dengan baik jika mendapat rangsang-an drangsang-an belajar atau latihrangsang-an secara tepat. Sebaliknya, jika lingkungrangsang-an tidak mendukung dalam arti tidak memberikan kesempatan melalui rangsangan dan proses pembelajaran, maka bakat tidak akan berkembang baik. Di sinilah pentingnya fungsi pendidikan.

Belajar pada tingkat sekolah dasar berkaitan dengan penguasaan materi dan alat-alat pelajaran. Di sini kecakapan khusus atau bakat belum begitu menonjol, barulah pada tingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi, program pendidikan perlu memperhatikan serta mengupayakan proses belajar-mengajar yang mampu merangsang pengembangan bakat. Perenca-naan pendidikan harus lebih memperhatikan kemampuan akademik daripada kemampuan khusus seseorang.

f. Perbedaan Kesiapan Belajar.

Kesiapan belajar berhubungan dengan kemampuan mental atau usia mental (mental age). Terdapat anak yang antara usia fisik dengan usia mentalnya tidak sejalan. Misalnya ada anak usia delapan tahun yang sudah duduk di kelas tiga, tetapi kemampuan belajarnya masih sama dengan mereka yang duduk di kelas satu. Hal ini menggambarkan pengaruh lingkungan keluarga yang kurang baik. Kondisi fisik yang kurang baik (misalnya cacat), sikap apatis, pemalu, kurang percaya diri, dan latar belakang miskin pengalaman, akan mempengaruhi perkembangan pemahaman dan ekspresi diri seseorang. 2. Perbedaan Individual yang Unik.

Setiap orang atau individu mempunyai kekhasan masing-masing atau unik, artinya berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu bermacam-macam, antara lain perbedaan fisik, pola berpikir, atau cara merespons atau mempelajari

(29)

25

hal-hal baru. Dalam hal belajar, tiap-tiap individu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yaitu dalam hal menyerap dan menjelaskan materi pelajaran. Itulah sebabnya di dunia pendidikan dikenal berbagai metode pembelajaran guna memenuhi tuntutan perbedaan-perbedaan dimaksud. Di negara-negara maju sistem pendidikan dibuat sedemikian rupa sehingga peserta didik bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dirinya. Sedangkan di Indonesia kita sering mendengar keluhan orang tua/wali siswa yang merasa pusing sebab berbagai cara telah dilakukan agar anaknya menjadi cerdas dan terampil dengan menyekolahkannya ke sekolah terbaik (favorit), memberikan les privat, dsb. yang terkadang banyak menyita waktu, akan tetapi hasilnya kurang memusakan, bahkan tidak jarang menimbulkan masalah. Salah satu faktor penyebabnya adalah ketidaksesuaian cara belajar sang anak dengan metode belajar yang diterapkan. Padahal sebaiknya cara belajar itu merupakan gabungan (kombinasi) dari berbagai metode sehingga peserta didik dapat menyerap, mengatur, dan mengelola informasi pelajarannya.

a. Otak sebagai Pusat Belajar.

Otak manusia merupakan kumpulan massa protoplasma yang paling kompleks yang ada di alam semesta. Otak dapat berfungsi aktif dan reaksif selama lebih kurang seratus tahun. Otak inilah sebagai pusat belajar, sehingga harus dijaga agar terhindar dari kerusakan.

Menurut McClean yang dikutip De Porten & Hernacki, (2001) dalam Fatimah (2006:36), otak manusia mempunyai tiga bagian dasar yang seluruhnya dikenal dengan triune brain atau three in one brain. Bagian pertama adalah batang otak, bagian kedua sistem limbik, dan bagian ketiga

neokorteks. Batang otak bertanggung jawab atas fungsi motorik-sensorik-pengetahuan fisik yang berasal dari pancaindera. Perilaku yang dikembangkan

oleh batang otak adalah untuk mempertahankan hidup. Sistem limbik berfungsi menyimpan perasaan, pengalaman yang menye-nangkan, memori, dan kemampuan belajar. Juga mengatur bioritme tubuh seperti pola tidur, haus, lapar, tekanan darah, detak jantung, gairah seksual, temperatur, kimia tubuh, metabolisme, dan sistem kekebalan. Oleh sistem limbik, panel control,

(30)

26

informasi dari pancaindera disampaikan ke pemikir dalam otak, yaitu neokorteks.

Neokorteks adalah tempat bersemayamnya pusat kecerdasan manusia. Bagian inilah yang mengatur pesan yang diterima melalui pancaindera. Di sinilah dilakukan proses penalaran, berpikir intelektual, pembuatan keputusan, perilaku normal, bahasa, kendali motorik sadar, dan gagasan-gagasan nonverbal. Dalam neokorteks ini pula letak kecerdasan lebih tinggi, di antaranya linguistik, matematika, spasial/visual, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan intuisi (naluri).

b. Karakteristik Cara Belajar.

Cara belajar individu dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu cara belajar

visual, audirorial, dan kinestetik, yang ditandai ciri-ciri perilaku tertentu.

Penggolongan cara belajar ini hanya merupakan pedoman, bahwa individu memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol, sehingga jika dia memperoleh rangsangan yang sesuai dalam proses pembelajaran, dia akan mudah menyerapnya.

Adapun ciri-ciri dari karakteristik cara belajar tersebut di atas, menurut De Porter & Herncki (2001) dalam Fatimah (2006:37) adalah sebagai berikut : 1) Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual :

- Rapi dan teratur;

- Berbicara dengan cepat;

- Mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik; - Rinci dan teliti;

- Mementingkan tampilan;

- Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar; - Mengiungat sesuatu berdasarkan asosiasi visual;

- Memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baiki;

- Biasanya tidak mudah terganggu oleh kaributan atau suara berisik ketika sedang belajar;

- Sulit menerima perintah verbal, sehingga sering minta instruksi tertulis; - Merupakan pembaca cepat dan tekun;

(31)

27

- Lebih suka membaca daripada dibacakan;

- Dalam memberikan respons terhadapo segala sesuatu, dia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal yang berkaitan;

- Jika sedang berbicara di telepon, dia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara;

- Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain;

- Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat “ya” atau “tidak”; - Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah; - Lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik; - Seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan

dalam kata-kata, dsb.

2) Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial. - Sering bicara sendiri ketika sedang bekerja;

- Mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik;

- Lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca; - Jika membaca, maka lebih senang dengan suara keras;

- Dapat mengulangi atau menirukan nada, irama, dan warna suara;

- Mengalami kesulitan dalam menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita;

- Berbicara dalam irama yang terpola dengan baik; - Berbicara dengan sangat fasih;

- Lebih menyukai seni musik dibandingkan seni lainnya;

- Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusi-kan daripada apa yang dilihat;

- Senang berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar;

- Mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhu-bungan dengan visualisasi;

- Lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya;

(32)

28

- Lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/ komik.

3) Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik. - Berbicara dengan perlahan;

- Menanggapi perhatian fisik;

- Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka; - Berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain; - Banyak gerak fisik;

- Memiliki perkembangan otot yang baik;

- Belajar melalui praktek langsung atau manipulasi;

- Menghapalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung; - Menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang

membaca;

- Banyak menggunakan bahasa tubuh (nonverbal);

- Tidak dapat duduk diam di suatu tempat dalam waktu yang lama; - Sulit membaca peta, kecuali pernah ke tempat tersebut;

- Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi; - Tulisannya pada umumnya jelek;

- Menyukai kegiatan atau permainan yang secara fisik menyibukkan; - Ingin melakukan segala sesuatu.

Dari ketiga kecenderungan cara belajar anak tersebut di atas (visual, au- ditorial, kinestetik), orang tua atau guru diharapkan dapat bertindak secara arif dan bijaksana dalam memilih metode belajar yang sesuai. Dalam hal ini pemanfaatan berbagai media belajar/pendidikan seperti tape recorder, video,

gambar, dll. perlu dipertimbangkan.

(33)

29

BAB III

REMAJA DAN PERKEMBANGANNYA

A. PENGERTIAN REMAJA

Istilah remaja dalam bahasa Belanda puberteit, Inggris youth, dan dalam bahasa Latin disebut adolescence, artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kema-tangan”. Masa remaja, menurut Mappiare (1982) dalam M. Ali dan M. Asrori,

(2005:9), berlangsung antara usia 12 sampai dengan 21 tahun bagi perempuan, dan 13 sampai dengan 22 tahun bagi laki-laki. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 sampai dengan 22/23 tahun adalah remaja akhir. Hukum di Amerika Serikat, tiap individu dianggap telah dewasa jika telah mencapai usia 18 tahun, sedangkan di Indonesia 17 tahun jika mengacu pada ketentuan hak politik, yaitu mengikuti proses pemilihan umum, atau pernikahan. Justru pada masa usia ini remaja tengah duduk menempuh pendidikan di bangku-bangku sekolah, atau sebagai peserta didik.

Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kema-tangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1991). Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, atau suatu usia di mana anak tidak merasa lagi dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan sama atau paling tidak, sejajar. Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tetapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan. Remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak, tetapi juga belum dapat diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang dewasa. Remaja berada di antara anak dan orang dewasa. Karena itu remaja seringkali dikenal dengan fase “mencari jatidiri” atau fase “topan dan badai”. Dalam hal ini remaja dianggap belum mampu menguasai dan memfungsikan secara

(34)

30

maksimal fisik dan psikisnya (Monks, dkk. 1989). Akan tetapi yang perlu penekanan adalah bahwa fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa sangat potensial, baik dilihat dari aspek fisik, mental, maupun emosi. Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai tahap berpikir operasional formal. Pada tahap ini remaja mampu berpikir abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang ada padanya daripada sekedar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti inilah yang membedakan fase remaja dengan fase-fase sebelumnya.

B. KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN REMAJA

Istilah remaja sulit didefinikan secara mutlak karena sulitnya membedakan proses psikis pada masa pubertas dan mulainya proses psikis pada adolescene. Oleh karena itu dicoba untuk memahami remaja menurut berbagai sudut pandang, antara lain menurut hukum, pertumbuhan fisik, badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO), sosial psikologis, dan menurut pandangan masyarakat Indonesia.

1. Remaja Menurut Hukum.

Istilah remaja bukan berasal dari bidang hukum, melainkan dari bidang ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, psikologi, dan paedagogi. Konsep remaja yang relatif baru, muncul kira-kira setelah era industrialisasi di Eropa, AS, dan negara-negara maju lainnya. Masalah remaja baru menjadi pusat perhatian ilmu-ilmu sosial dalam 100 tahun terakhir ini.

Dalam kaitannya dengan hukum di Indonesia, masalah remaja mulai tersirat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyebut-kan usia perkawinan untuk perempuan 16 tahun, dan untuk laki-laki 19 tahun. Memang tidak secara tegas disebut usia 16 dan 19 tahun itu remaja, namun tentu bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dapat dianggap sebagai dewasa, sehingga masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan mereka. Akan tetapi, usia antara 16 dan 19 sampai 22 tahun ini dalam ilmu-ilmu sosial diseja-

(35)

31 jarkan dalam pengertian remaja.

Kemudian, pengertian remaja ini masuk juga dalam ranah hukum tatkala muncul Undang-Undang tentang Pemilihan Umun yang sudah beberapa kali berganti, yaitu orang yang berhak mengikuti Pemilu adalah mereka yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah. Disebut remaja dengan mengikuti bahasan ilmu-ilmu sosial.

2. Batasan Remaja Menurut WHO.

Pengertian remaja menurut badan kesehatan dunia PBB ini (Muangman, dalam Sarlito, 1991:9) adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan, yaitu : a. Individu berkembang dari saat pertama kali dia menunjukkan tanda seksual

sekundernya sampai saat mencapai kematangannya;

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa;

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO menetapkan usia 19-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Hal ini didasarkan pada usia kesuburan (fertilitas) perempuan, tetapi berlaku juga bagi laki-laki. Kurun usia remaja dibagi dua, yaitu 10-14 tahun sebagai remaja awal, dan 15-20 tahun remaja akhir.

3. Remaja Ditinjau dari Pertumbuhan Fisik.

Dalam ilmu-ilmu sosial dan lebih khusus kedokteran, remaja dikenal sebagai suatu tahap pertumbuhan fisik di mana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis, alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna, dan secara faali alat-alat kelamin tersebut sudah dapat berfungsi secara sempurna pula. Pada akhir pertumbuhan fisik laki-laki, dia akan berotot dan berkumis serta menghasil-kan beberapa ratus juta spermatozoa setiap kali berejakulasi, sementara pada perempuan mekar payudaranya dan berpinggul besar, yang setiap bulannya mengeluarkan sel telur dari ovum yang disebut menstruasi atau haid.

(36)

32

Masa pematangan fisik ini berjalan lk. dua tahun, dan biasanya dihitung dari saat haid pertama pada perempuan, atau sejak mimpi basah pertama pada laki-laki. Masa dua tahun ini disebut masa pubertas, akan tetapi persisnya mulai pubertas ini sulit ditetapkan, karena cepat atau lambatnya menstruasi atau mimpi basah sangat bergantung pada kondisi tubuh masing-masing individu, sehingga karenanya bervariasi. Misalnya, ada anak perempuan yang sudah menstruasi pada usia 9, 10, dan ada juga yang baru menstruasi pada usia 17 tahun.

4. Remaja Ditinjau dari Faktor Sosial Psikologis.

Menurut Sarlito (1991:11), salah satu ciri remaja di samping tanda-tanda seksual, adalah perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan perubahan kondisi

entropy ke kondisi negentropy.

Entropy adalah keadaan di mana kesadaran manusia masih belum tersusun rapi. Kendati isinya sudah banyak (pengetahuan, perasaan, dsb.), namun belum saling terkait secara baik, sehingga belum bisa berfungsi secara maksimal. Isi kesadaran masih saling bertentangan, tidak saling berhubungan, sehingga mengurangi hasil kerjanya, dan menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi dirinya. Sedangkan negentropy adalah keadaan di mana isi kesadaran tersusun dengan baik, pengetahuan yang satu terkait dengan perasaan atau sikap. Orang dalam keadaan negentropy merasa dirinya sebagai kesatuan yang utuh dan dapat bertindak dengan tujuan yang jelas, sehingga tidak perlu dibimbing lagi untuk mempunyai tanggung jawab dan semangat yang tinggi.

5. Sikap yang Sering Ditunjukkan oleh Remaja.

Masa remaja sering dikenal dengan masa mencari jatidiri, yang oleh Erickson dalam Bischof (1983) disebut identitas ego (ego identity). Hal ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dengan masa kehidupan dewasa. Dilihat dari aspek fisiknya mereka sudah bukan

(37)

anak-33

anak lagi, tetapi jika diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sebagai orang dewasa. Sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja adalah sebagai berikut :

a. Kegelisahan.

Remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya belum banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semuanya itu. Pada umumnya angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar daripada kemampuannya, sehingga terjadi tarik-menarik yang menyebabkan mereka diliputi kege-lisahan.

b. Pertentangan.

Sebagai individu yang sedang mencari jatidiri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua, dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Karenanya remaja mengalami kebingungan sehingga terjadi pertentangan dalam dirinya. Remaja belum begitu berani mengambil resiko dari tindakan meninggalkan lingkungan keluarganya yang jelas lebih aman bagi dirinya, sementara melepaskan diri itu harus disertai kesanggupan berdikari tanpa bantuan orang tua terutama dalam hal keuangan.

c. Menghayal.

Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya dapat tersalur-kan, terutama adanya hambatan dalam hal keuangan atau pembiayaan, yang masih mengandalkan pemberian orang tua. Akibatnya, remaja kemudian mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi dan jenjang karier, sedangkan remaja putri lebih pada romantika hidup. Khayalan-khayalan ini memang tidak selamanya negatif, sebab kadang menghasilkan sesuatu yang konstruktif, misalnya timbulnya ide-ide atau gagasan yang dapat diwujudkan kemudian.

d. Aktivitas Berkelompok.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar peserta didik ini berkaitan dengan kurang berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagiantubuh lain. Para guru

Ini berarti bahwa hasil belajar kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar kelas kontrol.Hal ini senada dengan hasil penelitian Hermida (2009) yang menyatakan

Jika siswa masih kesulitan untuk menemukan dan menghitung volum kubus dan balok, maka guru dapat memberikan latihan terbimbing untuk melakukan kembali kegiatan tesebut. Beberapa

Peserta didik diharapkan tahu dan mau melakukan aktivitas fisik, latihan fisik dan atau olahraga secara baik, benar, terukur, dan teratur melalui pembudayaan peningkatan aktivitas

Pendidikan adalah proses penanaman karakter. Penanaman karakter adalah proses menanamankan karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Mandiri adalah sikap

Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental, kebiasaan belajar yang kurang baik

Penilaian Respon Peserta Didik Nama Sekolah Skor yang Diperoleh Kriteria Penilaian SMAN 3 Putra Bangsa 90,96% Sangat Baik SMAN 1 Lhoksukon 91,99% Sangat Baik Rata-rata 91,47% Sangat

Apabila dari lingkungan nya sering mengucapkan atau melakukan perbuatan yang tidak baik maka anak- anak itu akan terbiasa mengucapkan dan melakukan hal yang kurang baik tersebut.”17