• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL FARMASI INDUSTRI belum fix.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL FARMASI INDUSTRI belum fix.docx"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1.1.Latar Belakang Seiring perkembang

Seiring perkembangan waktu, an waktu, pembangunan bpembangunan bidang idang kesehatan di Inkesehatan di Indonesia saat inidonesia saat ini mempunyai berbagai macam masalah, seperti beban masalah penyakit menular dan penyakit mempunyai berbagai macam masalah, seperti beban masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif. Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak degeneratif. Pemberantasan penyakit menular sangat sulit karena penyebarannya tidak mengenal batas wilayah administrasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengenal batas wilayah administrasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, di mana layanan kesehatan tersebut meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, di mana layanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan melalui industri farmasi. Industri farmasi merupakan salah satu sarana dapat diselenggarakan melalui industri farmasi. Industri farmasi merupakan salah satu sarana  pelayanan

 pelayanan kesehatan kesehatan yang mempunyai yang mempunyai kewajiban kewajiban memproduksi memproduksi dan dan menyalurkan menyalurkan obat-obatanobat-obatan maupun perbekalan farmasi lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya vaksin. maupun perbekalan farmasi lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat, salah satunya vaksin. Pengembangan vaksin untuk melindungi manusia dari penyakit virus adalah salah satu Pengembangan vaksin untuk melindungi manusia dari penyakit virus adalah salah satu keunggulan dari pengobatan modern.

keunggulan dari pengobatan modern.

Industri obat dalam hal ini vaksin diharapkan dapat memenuhi ketersediaan vaksin yang Industri obat dalam hal ini vaksin diharapkan dapat memenuhi ketersediaan vaksin yang  berkualitas,

 berkualitas, aman, aman, dan dan berkhasiat berkhasiat dengan dengan cara cara mengikuti mengikuti serta serta menerapkan menerapkan ketentuan ketentuan yangyang  berlaku

 berlaku yaitu menerapkayaitu menerapkan n Cara Cara Pembuatan Pembuatan Obat Obat yang Baik yang Baik (CPOB) d(CPOB) dalam alam keputusan menterikeputusan menteri kesehatan RI No.43/MENKES/SK/ II/1988, kemudian diterbitkan juga CPOB 2001 dan kesehatan RI No.43/MENKES/SK/ II/1988, kemudian diterbitkan juga CPOB 2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia No. 05410/A/SK/XII/1989 tentang petunjuk operasional penerapan CPOB yang Indonesia No. 05410/A/SK/XII/1989 tentang petunjuk operasional penerapan CPOB yang menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta bertujuan menjamin bahwa menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu serta bertujuan menjamin bahwa  produk

 produk obat obat termasuk termasuk vaksin vaksin senantiasa senantiasa memenuhi memenuhi persyaratan persyaratan mutu mutu yang yang telah telah ditentukanditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat ditentukan dari proses pembuatan obat, sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat ditentukan dari proses pembuatan obat, mulai dari pemilihan bahan awal sampai perlakuannya terhadap produk jadi.

mulai dari pemilihan bahan awal sampai perlakuannya terhadap produk jadi.

Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen manusia dan hewan ternak. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Kebanyakan vaksin terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Kebanyakan vaksin virus yang digunakan saat ini merupakan sel utuh yang telah dilemahkan atau dimatikan. virus yang digunakan saat ini merupakan sel utuh yang telah dilemahkan atau dimatikan. Keuntungan vaksin ini pada umumnya mampu menghasilkan imunitas cukup lama dan Keuntungan vaksin ini pada umumnya mampu menghasilkan imunitas cukup lama dan merangsang seluruh reaksi kekebalan pada host yaitu humoral antibody dan cell-mediated. merangsang seluruh reaksi kekebalan pada host yaitu humoral antibody dan cell-mediated.

(2)

1.2. Rumusan Masalah 1.2. Rumusan Masalah

a.

a. Apa yang dimaksud dengan vaksin ?Apa yang dimaksud dengan vaksin ?  b.

 b. Bagaimana cara mendirikan industri farmasi menurut perundangBagaimana cara mendirikan industri farmasi menurut perundang –  –  undangan ? undangan ? c.

c. Bagaimanan cara pembuatan dan produksi vaksin yang baik ?Bagaimanan cara pembuatan dan produksi vaksin yang baik ? 1.3. Tujuan

1.3. Tujuan a.

a. Untuk mengetahui halUntuk mengetahui hal –  –  hal yang berhubungan dengan vaksin. hal yang berhubungan dengan vaksin.  b.

 b. Untuk mengetahui cara mendirikan industri farmUntuk mengetahui cara mendirikan industri farmasi menurut perundangasi menurut perundang –  –  undagan undagan c.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vaksin

2.1.1. Definisi Vaksin

Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tert entu. (Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 Tahun 2013)

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif dan khas pada manusia.Vaksin dapat dibuat dari bakteri, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi organisme hidup atau inaktif atau fraksifraksinya atau toksoid.

2.1.2. Jenis –  jenis vaksin

Menurut Farmakope Indonesia vaksin dibagi menjadi beberapa jenis yaitu : 1. Vaksin Bakteri

Dibuat dari biakan galur bakteri yang sesuai dalam media cair atau padat yang sesuai dan mengandung bakteri hidup atau inaktif atau komponen imunogeniknya.

2. Toksoid Bakteri

Diperoleh dari toksin yang telah dikurangi atau dihilangkan sifat toksisitasnya hingga mencapai tingkat tidak terdeteksi, tanpa mengurangi sifat imunogenisitas.

3. Vaksin Virus dan Riketsia

Adalah suspensi virus atau riketsia yang ditumbuhkan dalam telur berembrio, dalam biakan sel atau dalam jaringan yang sesuai. Mengandung virus atau riketsia hidup atau inaktif atau komponen imunogeniknya. Vaksin virus hidup umumnya dibuat dari virus galur khas yang virulensinya telah dilemahkan.

(4)

2.2. Permohonan Izin Prinsip Industri Farmasi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tahun 2010 tentang Industri Farmasi, terdapat beberapa aturan mengenai persetujuan prinsip yaitu:

 Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuanprinsip.

 Permohonan persetujuan prinsip diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.

Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.

 Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri Penanaman Modal

Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan.

 Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal setelah pemohon memperoleh

 persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan. Pengajuan  permohonan persetujuan RIP kepada Kepala Badan dilakukan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam formulir 2 terlampir. Persetujuan RIP diberikan oleh Kepala Badan paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak  permohonan diterima dengan menggunakan contoh dalam Formulir 3terlampir.

1. Persyaratan

Dalam pengajuan persetujuan prinsip, industri farmasi wajib memenuhi  persyaratan sesuai checklist kelengkapan dokumen Permohonan Persetujuan

(5)

No Persyaratan 1

Permohonan kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat.

2 Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan  perundang-undangan

3 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk / Identitas direksi dan komisaris  perusahaan

4. Susunan direksi dan komisaris

5. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran  peraturan perundang-undangan di bidang farmasi

6. Fotokopi sertifikat tanah / bukti kepemilikan tanah

7. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO)

8. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan 9. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan 10. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

11. Persetujuan Lokasi dari Pemerintah Daerah Provinsi 12. Persetujuan

Badan

Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala 13. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat

14.

Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggungjawab pengawasan mutu, dan apoteker  penanggungjawab pemastian mutu, dan

15.

Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker  penanggungjawab produksi, apoteker penanggungjawab pengawasan mutu dan apoteker penanggungjawab pemastian mutu dari pimpinanperusahaan.

2. Penanggung Jawab PemberiIzin

Pejabat yang bertanggung jawab dalam pemberian persetujuan prinsip ini adalah Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

3. Waktu Pelayanan PersetujuanPrinsip

Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima dengan menggunakan

(6)

atau menolaknya dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.

4. Masa Berlaku PersetujuanPrinsip

Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun. Persetujuan prinsip dapat dicabut bilamana terjadi pelanggaran terhadap ketentuan maupun peraturan  perundang-undangan yang berlaku.

5. Pelaksanaan Pembangunan Setelah Mendapat Persetujuan Izin Prinsip

Pada saat permohonan izin industri farmasi mulai melakukan pembangunan fisik, yang bersangkutan dapat menyampaikan surat permohonan impor mesin-mesin dan peralatan lainnya termasuk peralatan pengendalian pencemaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selama melaksanakan pembangunan fisik, yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam formulir 6 terlampir.

Apabila dalam pembangunan setelah menerima persetujuan prinsip dilaksanakan lebih dari 3 (tiga) tahun sehingga masa berlaku persetujuan prinsip habis, maka  persetujuan prinsip tersebut dapat diperpanjang oleh Direktur Jenderal untuk  paling lama 1 (satu) tahun.

6. Pembatalan PersetujuanPrinsip

Apabila masa berlaku dan/atau perpanjangan persetujuan prinsip habis maka  persetujuan prinsip batal demi hukum.

7. Biaya

Terhadap permohonan persetujuan prinsip dikenai biaya sebagai Penerimaan  Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan peraturan

(7)

perundang-2.3. Permohonan Izin Industri Farmasi

Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan  propinsi setempat dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam formulir 7 terlampir; Surat Permohonan Izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu.

1. Persyaratan

Kelengkapan persyaratan permohonan izin industri farmasi adalah sebagai berikut:

No. Persyaratan

1. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi yang masih berlaku; 2.

Surat persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal DalamNegeri; 3. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;

4. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya;

5. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

6. Rekomendasi kelengkapan administratif izin Industri Farmasi dari kepala Dinas Kesehatan Propinsi;

7. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan; 8. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir; 9.

Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing- masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab  pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;

10.

Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung  jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan

apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan;

11.

Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker  penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung

(8)

No. Persyaratan  jawab pemastian mutu;

12.

Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang kefarmasian.

2. Waktu

Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan propinsi setempat dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam formulir 7 terlampir;

Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya tembusan  permohonan, Kepala Badan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB.Paling lama dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya tembusan  permohonan, Kepala Dinas Kesehatan provinsi melakukan verifikasi kelengkapan  persyaratan administratif.Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhanpersyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam formulir 8 terlampir. Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan  persyaratan administratif, kepala dinas kesehatan propinsi mengeluarkan

rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan danpemohon.

Paling lama dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan dan rekomendasi  pemenuhan persyaratan administratif dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta  persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi.

(9)

3. Biaya

Terhadap permohonan Izin industri farmasi dikenai biaya sebagai Penerimaan  Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Dalam hal permohonan atau persetujuan izin ditolak,maka biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.

4. MasaBerlaku

Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri Farmasi yang  bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan

peraturanperundang-undangan.

5. Perubahan Izin IndustriFarmasi

a) Perubahan pemenuhan persyaratanCPOB

Industri farmasi yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap  pemenuhan persyaratan CPOB baik untuk perubahan kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor kepada Direktur Jenderal dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi setelah mendapat persetujuan dari Kepala Badan.

b) Perubahanfisik

Industri Farmasi yang melakukan perubahan fisik baik bangunan ataupun instalasi pendukung dan perpindahan lokasi, wajib melakukan perubahan i zin industri farmasi kepada Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan dan Badan POM

c) Perubahan nonfisik

Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama, perubahan penanggung jawab, atau nama perusahaan wajib melakukan perubahan izin industri farmasi kepada Direktur Jenderal setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan.

d) Perubahan terhadap akte pendirian industrifarmasi

Perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas karena perubahan struktur komisaris dan direksi maupun pemegang saham harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.

(10)

2.4. Pelaporan

Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya:

1. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat atau  bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan;dan

2. Sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai denganketentuan.

Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. Laporan Industri Farmasi semesteran yang melaporkan jumlah dan nilai  produksi setiap obat atau bahan obat disampaikan paling lambat tanggal 15 Januari dan tanggal 15 Juli. Laporan industri farmasi tahunan disampaikan paling lambat tanggal 15 Januari. Laporan tersebut di atas dapat dilaporkan secara elektronik sesuai dengan  petunjuk Direktur Jenderal. Direktur Jenderal dapat mengubah bentuk dan isi formulir laporan sesuaikebutuhan. Apabila diperlukan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dapat meminta laporan tersebut diatas kepada industri farmasi.

2.5 Pembinaan

Pembinaan terhadap industri farmasi dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan c.q. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.

Pedoman mengenai pembinaan industri farmasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sedangkan Pengawasan terhadap Industri Farmasi dilakukan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Industri farmasi dilarang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan

(11)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Produksi Vaksin

3.1.1 Prinsip Produksi Vaksin

Vaksin merupakan produk biologi yang harus memenuhi prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pada semua tahap produksi termasuk bahan awal hingga produk  jadi yang siap didistribusikan. Pembuatan produk biologi dipengaruhi lebih banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas akhir produk, sehingga kemungkinan variabiltasnya lebih tinggi. Meskipun demikian konsistensi proses dan hasil dapat dilihat dari Trend  Analisa atau  Product Quality Review (PQR). Dengan metode Statistical Quality Controll   (SQC), dapat ditetapkan rentang batas pengendalian untuk memantau kualitas  produk yang konsisten. Batas pengendalian tentu ditentukan dengan mempertimbangkan  batas spesifikasi yang ditetapkan kompendial resmi dan regulasi pemerintah.

Tiap tahapan proses harus berada dalam ruangan dengan spesifikasi khusus yang tepat sebagaimana yg diatur dalam CPOB. Ruang filling harus memenuhi syarat steril kelas A. Semua ruang yang dilalui proses produksi harus selalu dimonitoring ukuran dan  jumlah partikel dalam udara, jumlah mikroba dalam udara, aliran udara, suhu dan

kelembabannya menggunakan alat yang sudah dikalibrasi. 3.1.2 Personalia Produksi Vaksin

1. Semua personil hendaklah mendapat pelatihan yang memadai tentang teori dan  pelaksanaan CPOB, di samping itu tiap personil baru diterima hendaklah

memperoleh pelatihan tentang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Tiap personil hendaklah ditentukan jenis pelatihan yang dibutuhkan. Beberapa topik yang dapat diberikan antara lain: dokumentasi, mikrobiologi dasar, tata cara mengenakan pakaian kerja, sumber penyebab kontaminasi, tata cara  bekerja secara steril dan lain-lain.

3. Kepada personil dari luar yang belum menerima pelatihan seperti disebutkan di atas (misal: personil dari kontraktor bangunan atau pemeliharaan) tetapi diperlukan untuk masuk ke area produksi hendaklah diberikan

(12)

 penjelasan/instruksi yang jelas dan hendaklah dilakukan pengawasan. Pelatihan tambahan spesifik yang dibutuhkan untuk produk biologi termasuk:

a.  pengendalian kontaminasi (penanganan secara aman terhadap bahan  penyebab infeksi, identifikasi bahan berbahaya yang ada di pabrik,  peragaan tata cara penanganan yang benar, pembersihan dan pengamanan,  peragaan pemakaian pakaian pelindung dan peralatan yang benar);

 b. tata cara bekerja secara aseptis (prinsip dasar tata cara bekerja aseptis, termasuk penggunaan lemari aliran udara laminar yang benar);

c. tata cara berpakaian untuk proses aseptis;

d. tata cara pembersihan, desinfeksi dan deaktivasi; e.  penanganan bahan buangan yang berbahaya;

f. tata cara penanganan tanggap darurat, dan sebagainya.

Pelatihan yang berkelanjutan hendaklah diberikan dan efektivitas tiap pelatihan hendaklah dikaji secara periodik. Catatan pelatihan hendaklah disimpan untuk tiap topik yang diberikan, termasuk transparansi, bahan pelatihan, kuis dan lain-lain. Tiap pelaksanaan pelatihan hendaklah dicatat pada catatan pelatihan  personil yang bersangkutan sehingga seluruh pelatihan yang telah diberikan,

sejak karyawan diterima bekerja terdokumentasi.

4. Produksi dan laboratorium pengujian mutu hendaklah dipimpin oleh personil yang memiliki kompetensi dengan pengalaman yang memadai mengenai standar yang berlaku dan analisis produk biologi serta memiliki kemampuan manajemen pengendalian mutu. Untuk mendapatkan pengalaman yang memadai, dibutuhkan waktu yang cukup di mana yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya secara profesional. Bekal pendidikan saintifik dan  pengalaman praktis, hendaklah menjadikannya mampu mengambil keputusan yang profesional secara mandiri berdasarkan penerapan prinsip saintifik dan  pemahaman akan persoalan praktis yang dihadapi dalam pembuatan dan

(13)

saluran pernafasan lain atau diare. Personil yang menderita luka hendaklah dilarang memasuki daerah produksi. Personil teknis yang membiakkan hewan atau memelihara hewan percobaan hendaklah dalam kondisi sehat dan tidak mengidap infeksi yang laten. Personil yang tidak secara langsung berhubungan dengan proses produksi hendaklah tidak diperkenankan memasuki daerah  produksi tanpa alasan kuat dan otorisasi spesifik. Hendaklah dibatasi jumlah  personil yang berada di daerah bersih dan daerah aseptis pada saat pekerjaan sedang berlangsung. Prosedur inspeksi dan pengawasan hendaklah dilakukan dari luar daerah tersebut sejauh hal itu memungkinkan.

6. Vaksin BCG hendaklah diproduksi oleh personil yang sehat dan tidak bekerja dengan bahan infektif lain; khususnya mereka tidak bekerja dengan Mycobacterium tuberculosis galur ganas dan tidak mengidap infeksi tuberkulosis. Hendaklah diperhatikan juga bahwa tidak ada personil yang boleh  bekerja dalam penyiapan vaksin BCG sebelum dibuktikan melalui pemeriksaan medis bahwa yang bersangkutan bebas dari tuberkulosis. Pemeriksaan medis termasuk pemeriksaan radiologi dan imunologi hendaklah diulang secara  berkala atau apabila ada alasan terhadap dugaan ke arah penyakit tersebut. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan radiologi dengan frekuensi satu atau dua kali dalam setahun untuk mendeteksi adanya tuberkulosis aktif secara dini. Bila dari hasil pemeriksaan seorang personil menunjukkan tanda atau diduga mengidap tuberkulosis, hendaklah dia tidak diperkenankan lagi bekerja di daerah produksi dan seluruh pekerja lain hendaklah diperiksa untuk mengetahui kemungkinan terinfeksi tuberkulosis. Selain itu seluruh biakan hendaklah dibuang dan daerah produksi didekontaminasi. Jika pekerja tersebut dipastikan mengidap tuberkulosis seluruh vaksin yang dibuat selama pekerja tersebut  bekerja di daerah produksi hendaklah dimusnahkan.

7. Personil yang sebelumnya telah menangani hewan atau mikroba lain hendaklah tidak memasuki daerah produksi. Jika hal tersebut tidak dapat dihindari,  personil harus mandi, ganti baju dan sepatu. Prosedur dekontaminasi hendaklah

dipatuhi dan tertulis pada Protap.

8. Penerapan higiene perorangan dan tingkat kebersihan yang tinggi sangat dibutuhkan. Pemeriksaan kesehatan hendaklah dilakukan baik sebelum diterima bekerja dan dilakukan secara periodik setelah diterima bekerja. Selain

(14)

Tiap perubahan status kesehatan yang dapat merugikan mutu produk hendaklah melarang personil tersebut bekerja di daerah produksi.

9. Jika tidak bisa dihindari, di mana personil harus bekerja di daerah produksi dan hewan pada hari yang sama, hendaklah personil tersebut bekerja di daerah  produksi dulu kemudian baru bekerja dengan hewan dan jangan sebaliknya.

3.1.3 Bangunan, Fasilitas dan Peralatan

1. Pemantauan lingkungan dengan pengukuran partikel dan mikroba hendaklah dilakukan secara periodik dan / atau pada tiap bets produk, tergantung tahapan  produksi berdasarkan tingkat risiko kontaminasinya. Jenis pemantauan, frekuensi, titik pengukuran, dan cara pengukuran hendaklah dituangkan dalam Protap dan program. Penentuan letak titik dan jumlah pengukuran hendaklah ditentukan berdasarkan pertimbangan kajian risiko.

2. Ada tahap proses pembuatan produk biologi di mana bahan infektif didetoksifikasi menjadi bahan noninfektif dan organisme hidup diinaktifasi menjadi organisme mati. Disarankan untuk menggunakan sarana dan peralatan tersendiri untuk tiap produk biologi pada tahap proses pembuatan bahan infektif atau di mana digunakan organisme hidup. Penggunaan bersama hendaklah dibuktikan dengan validasi pembersihan dan penerapan pemeriksaan kesiapan jalur (line clearance check) yang ketat sehingga tidak ada risiko  pencemaran silang antar produk biologi. Apabila kegiatan produksi dilakukan  pada satu fasilitas yang sama hendaklah di dalam ruangan hanya ada satu jenis  produk yang diproses pada saat itu dan area produksi sebelum digunakan hendaklah didekontaminasi dengan metode yang telah divalidasi keefektifannya dalam menghilangkan sisa produk sebelumnya.

3. Produksi vaksin BCG hendaklah ditempatkan dalam daerah yang terpisah dan memakai peralatan yang tersendiri. Proses produksi vaksin yang hendaknya dilakukan dalam fasilitas tertutup adalah semua operasinya termasuk penutupan

(15)

Seluruh proses produksi termasuk proses inaktivasi hendaklah dilakukan dalam area terpisah dan menggunakan peralatan tersendiri untuk masing-masing  produk. Penanganan produk yang sudah diinaktivasi dapat dilakukan pada sarana dan peralatan bersama setelah dilakukan validasi pembersihan dan  penerapan pemeriksaan kesiapan jalur yang ketat.

5. Indikator perbedaan tekanan udara hendaklah dipasang di antara area di mana  perbedaan tekanan diperlukan. Perbedaan tekanan antar ruang hendaklah dipantau dan dicatat secara teratur (misal: tiap pagi dan sore) serta didokumentasikan. Suatu sistem peringatan hendaklah dibuat untuk mengindikasikan kegagalan dalam sistem perbedaan tekanan udara.

6. Unit pengendali udara hendaklah tersendiri untuk sarana yang menangani  bahan infektif, terpisah dari unit pengendali udara bahan noninfektif, walaupun

untuk satu produk biologi yang sama. Udara yang keluar hendaklah disaring dengan filter kualitas HEPA H-13. Sistem dekontaminasi spesifik hendaklah diterapkan untuk limbah udara dari ruang produksi yang bekerja dengan bahan infektif atau bahan yang berpotensi infektif.

7. Area produksi hendaklah bersih dengan permukaan lantai, dinding dan atap halus, kedap air dan tidak retak serta membatasi seminimal mungkin  penempatan rak, lemari dan peralatan agar dapat meminimalisasi pelepasan

atau penumpukan partikel atau mikroba serta terdapat sesedikit mungkin lekukan agar mudah dibersihkan dan didesinfeksi.

8. Peralatan hendaklah mudah dibersihkan dan terbuat dari baja anti karat minimal tipe SS 316 L, kaca, atau bahan inert lain yang tidak melepas partikel. Peralatan hendaklah ditempatkan di ruang bersih yang dimonitor secara rutin tingkat kebersihannya.

9. Hendaklah dibuat program rutin untuk memeriksa kebocoran pengungkung  primer. Pemeriksaan kebocoran hendaklah dilakukan setelah penggantian suku

cadang yang berpotensi menyebabkan kebocoran.

10. Selain limbah cair yang keluar dari fasilitas pengolahan bahan patogen, limbah  padat dan udara hendaklah didekontaminasi dahulu sebelum dibuang. Dekontaminasi yang efektif dapat dilakukan dengan penambahan zat kimia atau dengan pemanasan.

(16)

3.1.4 Sarana Pemeliharaan Dan Penanganan Hewan

1. Desain dan material konstruksi bangunan hendaklah sedemikian sehingga memudahkan perawatan dalam kondisi bersih dan higienis serta bebas dari serangga dan kutu.

2. Fasilitas pemeliharaan hewan hendaklah dilengkapi unit isolasi untuk karantina hewan yang baru dan ruangan penyimpanan pakan yang bebas-kutu.

3. Hendaklah juga tersedia ruang inokulasi hewan, yang terpisah dari ruangpostmortem.

4. Hewan digunakan untuk pembuatan sejumlah obat produk biologi, misal: vaksin polio (kera), antibisa ular (kuda dan kambing), vaksin rabies (kelinci, mencit dan hamster) dan serum gonadotropin (kuda).

5. Hewan juga dapat digunakan dalam pengujian mutu pada kebanyakan serum dan vaksin, misal: vaksin pertussis (mencit), pirogenitas (kelinci), vaksin BCG (marmot).

6. Sarana pemeliharaan hewan untuk pembuatan dan pengujian obat produk  biologi hendaklah terpisah dari area produksi dan pengujian mutu.

7. Status kesehatan hewan dari mana bahan awal berasal dan yang akan digunakan untuk uji mutu dan uji keamanan hendaklah dipantau dan dicatat. 8. Personil yang bekerja di sarana hewan hendaklah dilengkapi dengan baju

khusus dan fasilitas untuk ganti baju.

9. Jika kera dimanfaatkan untuk pembuatan atau pengawasan mutu obat produk  biologi, maka diperlukan pertimbangan khusus seperti tercantum pada WHO

Requirements for Biological Substances terkini.

10. Hendaklah tersedia fasilitas untuk desinfeksi kandang hewan, jika mungkin, dilakukan dengan uap air, dan insinerator untuk memusnahkan limbah dan  bangkai hewan.

3.1.5 Dokumentasi

(17)
(18)

Gambar 1. Contoh spesifikasi produk antara

Gambar 2. Contoh spesifikasi produk jadi

(19)

3.1.6 Bahan Awal dalam Produksi Vaksin

1. Penggunaan bahan sebelum diverifikasi (memperoleh hasil pengujian) hendaklah tidak dilakukan. Jika verifikasi belum selesai, tetapi bahan tersebut akan segera digunakan, maka dibutuhkan kemampuan penelusuran secara menyeluruh. Produk akhir hendaklah disimpan dengan status karantina dan tidak boleh dikeluarkan sampai seluruh hasil pengujian yang ditetapkan termasuk uji bahan awal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

2. Banyak tahapan dalam pembuatan produk biologi dilakukan secara aseptis. Bahan yang digunakan hendaklah dalam kondisi steril. Bahan yang tahan panas hendaklah disterilisasi pada suhu 121oC; sedangkan larutan yang tidak tahan  panas dapat disterilisasi melalui filter 0,2 mikron. Uji integritas filter hendaklah dilakukan sebelum dan sesudah dipakai. Bahan steril dengan cara radiasi yang diterima dari pemasok hendaklah dilengkapi sertifikat radiasi dengan indikator radiasi tertempel pada kemasan.

3.1.7 Loh Benih dan Sistem Bank Sel

1. Jumlah subkultur dan penggandaan benih induk / bank sel induk menjadi lot  benih kerja / bank sel kerja hendaklah ditetapkan da n dituangkan dalam protap  berdasarkan hasil studi yang menjamin keamanan produk biologi yang dihasilkan. Riwayat subkultur dan penggandaan hendaklah dicatat dan didokumentasikan.

2. Lot benih dan bank sel hendaklah diuji secara regular untuk memantau kualitas, keamanan dan adanya cemaran. Produk biologi yang dihasilkan diuji dari bets ke bets untuk memantau konsistensi. Data ini hendaklah dianalisis kecenderungannya. Lot benih dan bank sel hendaklah disimpan dalam wadah tertutup rapat dan disimpan pada suhu yang direkomendasikan.

3. Pembuatan lot benih dan bank sel hendaklah dilakukan di bawah aliran udara laminar bio-hazard (kelas A) dengan latar belakang minimal kelas C. Lihat Aliran Udara Laminar Bio-hazard, Lampiran Aneks 2.38. Hendaklah dilakukan pemantauan lingkungan terhadap partikel dan mikroba pada saat  pembuatan.

4. Lot benih dan biakan sel hendaklah disimpan pada dua tempat berbeda dengan dua sumber listrik berbeda pula. Suhu hendaklah dicatat secara terus-menerus,

(20)

5. ditetapkan rentang suhu yang diperbolehkan, dan dilengkapi dengan sistem  peringatan (alarm system).

6. Ruang penyimpanan hendaklah selalu terkunci. Keluar-masuk personil dan  barang hendaklah tercatat. Kunci hanya dipegang oleh personil yang diberikan

wewenang. Sistem penyimpanan.

3.1.8 Prinsip Kerja dalam Proses Produksi Vaksin

1. Media yang disimpan sebagai stok hendaklah ditetapkan masa daluwarsanya dengan mengacu pada data stabilitas dari sifat kemampuan memacu  pertumbuhan.

2. Pemindahan bahan awal atau kultur ke dan dari fermentor adalah salah satu sumber kontaminasi yang paling potensial. Hendaklah diberikan perhatian untuk memastikan bahwa tangki telah dihubungkan secara benar dan aseptis ketika bahan awal atau kultur dimasukkan. Untuk mencegah pencemaran maka  proses hendaklah dilakukan di bawah aliran udara laminar dengan pasokan udara yang memenuhi persyaratan kelas A atau dilakukan proses sterilisasi-di-tempat (Sterilization-in-Place / SIP) dengan uap pada sterilisasi-di-tempat penyambungan. 3. Sentrifugasi dan pencampuran produk yang mengandung mikroba hidup

hendaklah dilakukan secara tertutup dalam ruang bersih yang memenuhi tingkat biosafety tertentu sesuai risiko mikroba yang ditangani. Proses dekontaminasi hendaklah dilakukan untuk mencegah penyebaran mikroba hidup ke lingkungan luar.

4. Media biakan hendaklah disterilisasi langsung di fermentor dengan menggunakan tehnik SIP. Beberapa prinsip sterilisasi pada otoklaf berlaku pula  pada sistem SIP seperti suhu, tekanan, penghilangan udara dan pembuangan air kondensat. SIP memerlukan pengendalian proses dan pencatatan parameter kritis seperti halnya pada otoklaf

(21)

3.2 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: Hal-hal yang diinspeksi adalah mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan, bahan awal obat dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, pemeliharaan gedung dan peralatan. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pemimpin perusahaan sekurang-kurangnya tiga orang dari bidang yang berlainan dan paham mengenai CPOB. Pelaksanaan dan selang waktu inspeksi diri sesuai kebutuhan, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan usulan tindakan perbaikan. Tindak lanjut inspeksi diri berdasarkan laporan dilakukan oleh pemimpin perusahaan.

Audit mutu berguna sebagai pelengkap dari inspeksi diri, yang meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim khusus. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak. Daftar  pemasok yang disetujui hendaknya ditinjau ulang secara berkala dan dievaluasi secara teratur.

3.3 Pengawasan Mutu

1. Pengawasan selama-proses dilakukan pada tiap tahap produksi yang penting dan hasilnya akan menjadi dasar keputusan untuk proses selanjutnya.

(22)

Gambar 3. Contoh Alur Produksi dan Pengawasan Selama Proses Pembuatan Vaksin Tetanus

(23)

3. Pemantauan proses produksi dilakukan untuk mempertahankan konsistensi proses dari bets ke bets. Parameter dan frekuensi pengecekan tergantung pada karakteristik  produk yang diuji, misal: pH, konsentrasi bakteri, konsentrasi toksin, kadar oksigen

dan suhu. Hendaklah dibuat analisis tren dari data tersebut.

4. Hendaklah ditetapkan parameter pengujian menurut spesifikasi yang ditetapkan untuk memonitor kualitas dan keamanan biakan kontinu (continuous culture). Hendaklah dibuat analisis tren dari data pengujian tersebut.

3.4 Penyimpanan Vaksin

Secara umum vaksin terdiri dari vaksin hidup dan vaksin mati yang mempunyai ketahanan dan stabilitas yang berbeda terhadap perbedaan suhu. Syarat-syarat penyimpanan dan transportasi vaksin harus diperhatikan untuk menjamin potensinya ketika diberikan kepada seorang anak.

a. Rantai vaksin

Merupakan rangkaian proses penyimpanan dan transportasi vaksin dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai prosedur untuk menjamin kualitas vaksin sejak dari  pabrik sampai diberikan kepada pasien. Rantai vaksin terdiri dari proses penyimpanan vaksin

di kamar dingin atau kamar beku, di lemari pendingin, di dalam alat pembawa vaksin,  pentingnya alat-alat untuk mengukur dan mempertahankan suhu. Dampak perubahan suhu  pada vaksin hidup dan mati berbeda. Untuk itu harus diketahui suhu optimum untuk setiap

vaksin sesuai petunjuk penyimpanan dari pabrik masing-masing.  b. Suhu optimum untuk vaksin hidup

Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan pada suhu +2°C sampai dengan +8ºC, diatas suhu +8ºC vaksin hidup akan cepat mati, vaksin polio hanya bertahan dua hari, vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan mati dalam tujuh hari. Vaksin hidup potensinya masih tetap baik pada suhu kurang dari 2ºC sampai dengan beku. Vaksin oral polio yang  belum dibuka lebih bertahan lama (2 tahun) bila disimpan pada suhu 25ºC sampai dengan -15ºC, namun hanya bertahan enam bulan pada suhu +2°C sampai dengan +8ºC. Vaksin BCG dan campak berbeda, walaupun disimpan pada suhu -25ºC sampai dengan - 15ºC, umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2°C sampai dengan +8ºC, yaitu BCG tetap satu tahun dan campak tetap dua tahun. Oleh karena itu vaksin BCG dan campak yang belum dilarutkan tidak perlu disimpan di suhu -25ºC sampai dengan -15ºC atau didalam freezer.

(24)

c. Suhu optimum untuk vaksin mati

Vaksin mati (inaktif) sebaiknya disimpan dalam suhu +2°C sampai dengan +8ºC juga,  pada suhu dibawah +2ºC (beku) vaksin mati (inaktif) akan cepat rusak. Bila beku dalam suhu -0.5ºC vaksin hepatitis B dan DPT-Hepatitis B (kombo) akan rusak dalam ½ jam, tetapi dalam suhu diatas 8ºC vaksin hepatitis B bias bertahan sampai tiga puluh hari, DPT-hepatitis B kombinasi sampai empat belas hari. Dibekukan dalam suhu -5ºC sampai dengan -10ºC vaksin DPT, DT dan TT akan rusak dalam 1,5 sampai dengan dua jam, tetapi bisa bertahan sampai empat belas hari dalam suhu di atas 8ºC.

d. Kamar dingin dan kamar beku

Kamar dingin (cold room) dan kamar beku (freeze room) umumya berada dipabrik, distributor pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, berupa ruang yang besar dengan kapasitas 5-100 m³, untuk menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar. Suhu kamar dingin berkisar +2°C sampai dengan +8ºC, terutama untuk menyimpan vaksin-vaksin yang tidak boleh beku. Suhu kamar beku berkisar antara -25ºC sampai dengan -15ºC, untuk menyimpan vaksin yang boleh  beku, terutama vaksin polio. Kamar dingin dan kamar beku harus beroperasi terus menerus, menggunakan dua alat pendingin yang bekerja bergantian. Aliran listrik tidak boleh terputus sehingga harus dihubungkan dengan pembangkit listrik yang secara otomatis akan berfungsi  bila listrik mati. Suhu ruangan harus dikontrol setiap hari dari data suhu yang tercatat secara

otomatis. Pintu tidak boleh sering dibuka tutup. e. Lemari es dan freezer

Setiap lemari es sebaiknya mempunyai satu stop kontak tersendiri. Jarak lemari es dengan dinding belakang 10-15 cm, kanan kiri 15 cm, sirkulasi udara disekitarnya harus baik. Lemari es tidak boleh terkena sinar matahari langsung. Suhu didalam lemari es harus berkisar +2°C sampai dengan +8ºC, digunakan untuk menyimpan vaksin-vaksin hidup maupun mati, dan untuk membuat cool pack (kotak dingin cair). Sedangkan suhu di dalam freezer berkisar antara -25ºC sampai dengan -15ºC, khusus untuk menyimpan vaksin polio dan pembuatan cold pack (kotak es beku). Termostat di dalam lemari es harus diatur sedemikian rupa

(25)

diperiksa kerapatannya, untuk menghindari keluarnya udara dingin. Bila pada dinding lemari es telah terdapat bunga es, atau di freezer telah mencapai tebal 2-3 cm harus segera dilakukan  pencairan (defrost). Sebelum melakukan pencairan, pindahkan vaksin ke cool box atau lemari es yang lain. Cabut kontak listrik lemari es, biarkan pintu lemari es dan freezer terbuka selama 24 jam, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, pasang kembali kontak listerik, tunggu sampai suhu stabil. Setelah suhu lemari sedikitnya mencapai +8ºC dan suhu freezer-15ºC, masukkan vaksin sesuai tempatnya.

f. Susunan vaksin di dalam lemari es

Karena vaksin hidup dan vaksin inaktif mempunyai daya tahan berbeda terhadap suhu dingin, maka kita harus mengenali bagian yang paling dingin dari lemari es. Letakkan vaksin hidup dekat dengan bagian yang paling dingin, sedangkan vaksin mati jauh dari bagian yang  paling dingin. Di antara kotakkotak vaksin beri jarak selebar jari tangan (sekitar 2 cm) agar

udara dingin bias menyebar merata ke semua kotak vaksin. Bagian paling bawah tidak untuk menyimpan vaksin tetapi khusus untuk meletakkan cool pack, untuk mempertahankan suhu  bila listerik mati. Pelarut vaksin jangan disimpan di dalam lemari es atau freezer, karena akan

mengurangi ruang untuk vaksin, dan akan pecah bila beku. Penetes (dropper) vaksin polio  juga tidak boleh di letakkan di lemari es atau freezer karena akan menjadi rapuh, mudah  pecah. Tidak boleh menyimpan makanan, minuman, obat-obatan atau benda-benda lain di

dalam lemari es vaksin, karena mengganggu stabilitas suhu karena sering di buka. g. Lemari es dengan pintu membuka ke depan

Bagian yang paling dingin lemari es ini adalah di bagian paling atas (freezer). Di dalam freezer disimpan cold pack, sedangkan rak tepat di bawah freezer untuk meletakkan vaksin-vaksin hidup, karena tidak mati pada suhu rendah. Rak yang lebih jauh dari freezer (rak ke 2 dan 3) untuk meletakkan vaksin-vaksin mati (inaktif), agar tidak terlalu dekat freezer, untuk menghindari rusak karena beku. Thermometer Dial atau Muller diletakkan  pada rak ke-2, freeze watch atau freeze tag pada rak ke 3.

h. Lemari es dengan pintu membuka ke atas

Bagian yang paling dingin dalam lemari es ini adalah bagian tengah (evaporator) yang membujur dari depan ke belakang. Oleh karena itu vaksin hidup diletakkan di kanan-kiri  bagian yang paling dingin (evaporator). Vaksin mati diletakkan dipinggir, jauh dari evaporator. Beri jarak antara kotak-kotak vaksin selebar jari tangan (sekitar 2 cm). Letakkan termometer Dial atau Muller atau freeze watch/freeze tag dekat vaksin mati.

(26)

i. Wadah pembawa vaksin

Untuk membawa vaksin dalam jumlah sedikit dan jarak tidak terlalu jauh dapat menggunakan cold box (kotak dingin) atau vaccine carrier (termos). Cold box berukuran lebih besar, dengan ukuran 40-70 liter, dengan penyekat suhu dari poliuretan, selain untuk transportasi dapat pula untuk menyimpan vaksin sementara. Untuk mempertahankan suhu vaksin di dalam kotak dingin atau termos dimasukkan cold pack atau cool pack.

 j. Cold pack dan cool pack

Cold pack berisi air yang dibekukan dalam suhu -15ºC sampai dengan -25ºC selama 24  jam, biasanya di dalam wadah plastik berwarna putih. Cool pack berisi air dingin (tidak  beku)yang didinginkan dalam suhu +2°C sampai dengan +8ºC selama 24 jam, biasanya di dalam wadah plastik berwarna merah atau biru. Cold pack (beku) dimasukkan ke dalam termos untuk mempertahankan suhu vaksin ketika membawa vaksin hidup sedangkan cool  pack (cair) untuk membawa vaksin hidup dan vaksin mati (inaktif).

3.5 Kualifikasi dan Validasi

Fasilitas distribusi harus menetapkan kualifikasi dan/atau validasi yang diperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi. Ruang lingkup dan metode validasi harus ditetapkan  berdasarkan pendekatan analisis risiko. Kegiatan validasi harus direncanakan dan

didokumentasikan. Perencanaan harus memuat kriteria yang dipersyaratkan.

Sebelum pelaksanaan dan jika ada perubahan yang signifikan atau upgrade, sistem harus divalidasi, untuk memastikan kebenaran instalasi dan operasional. Laporan validasi harus memuat hasil validasi dan semua penyimpangan yang terjadi serta tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang perlu dilakukan. Laporan dan bukti pelaksanaan validasi harus dibuat dan disetujui oleh personel yang berwenang.

Jika peralatan memerlukan perbaikan atau perawatan yang mengakibatkan perubahan secara signifikan, harus dilakukan kualifikasi ulang dengan menggunakan pendekatan analis

(27)

hendaknya dicatat dan secepatnya ditangani kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, penarikan obat dan dilaporkan kepada  pemerintah yang berwenang. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: yang masih memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang. Prosedur penanganan obat kembalian mencakup jumlah, karantina, penelitian,  pengolahan kembali, pemeriksaan dan pengawasan mutu yang seksama. Obat kembalian

yang tidak dapat diolah ulang hendaknya dimusnahkan dan dibuat prosedurnya. Pencatatan dilakukan untuk penanganan obat kembalian dan dilaporkan, dan setiap pemusnahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana dan saksi.

(28)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Vaksin merupakan produk biologi yang harus memenuhi prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pada semua tahap produksi termasuk bahan awal hingga  produk jadi yang siap didistribusikan

2. Proses penting dalam produksi indusri vaksin meliputi prinsip, personalia, bangunan fasilitas dan peralatan, sarana pemeliharaan dan penanganan, dokumentasi, bahan awal dan produksi vaksin.

4.2 Saran

Untuk mendirikan pabrik dan memproduksi vaksin, diharapkan menurut standar yang sesuai dengan CPOB

(29)

DAFTAR PUSTAKA

1. Menteri Kesehatan RI,“Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi”, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2013.

2. BPOM RI, “Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Aneks 1 Pembuatan Produk Steril Edisi 2013”, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, 2013.

3. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, “Pedoman Pembinaan Industri Farmasi”, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2011.

4. BPOM RI, “Petunjuk Penerapan Operasional Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik 2012 Jilid II”, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, 2012.

Gambar

Gambar 1. Contoh spesifikasi produk antara
Gambar 3. Contoh Alur Produksi dan Pengawasan Selama Proses Pembuatan Vaksin Tetanus

Referensi

Dokumen terkait

Praktek kerja profesi ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pada industri farmasi, terutama di Instalasi Penyimpanan yang ada di

a) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan CPOB.. b) Semua langkah produksi dan pangendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan.

Combiphar yang dilakukan antara lain memahami peran dan fungsi apoteker di industri farmasi serta melihat dan mempelajari penerapan seluruh aspek CPOB yang meliputi aspek

Cara Pembuatan Obat yang Baik adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Personalia yang salah satunya adalah Apoteker dalam Industri Farmasi memegang peranan penting untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan.Kedudukan apoteker juga diatur dalam CPOB,

Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa

Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa Pedoman Pembinaan Industri Farmasi ini telah berhasil disusun oleh Direktorat Bina Produksi