• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi DAS Cipasauran

Daerah Aliran Sungai Cipasauran secara geografis terletak pada 06° 13’ 51” - 06° 17’ 33” LS dan 105° 49’ 50” - 105° 56’ 40” BT, dan termasuk dalam zona 48 UTM. DAS Cipasauran secara keseluruhan memiliki luas sebesar 44 km² yang berjarak ±35 km dari Kota Serang, di mana keadaan topografi didominasi dengan pegunungan pada wilayah timur dan dataran rendah pada wilayah barat. Wilayah Utara DAS meliputi Desa Umbul Tanjung dan Desa Pasauran, wilayah selatan meliputi Desa Jiput, Desa Pejanten, Desa Sukacai, dan Gunung Asseupan, wilayah barat meliputi Selat Sunda, sedangkan wilayah timur meliputi Gunung Asseupan. Peta lokasi DAS Cipasauran disajikan pada Gambar 4.

Pada penelitian ini, lokasi perencanaan Bendung Cipasauran digunakan sebagai outlet, yang berlokasi pada 6°13'41.57" LS dan 105° 50' 25.20" BT. Penempatan outlet pada lokasi perencanaan bendung menghasilkan luasan DAS yang lebih sempit karena lokasi tersebut berada ±1.4 km dari wilayah hilir di laut, yaitu sebesar 38.87 km2. Penempatan outlet pada lokasi perencanaan Bendung Cipasauran dilakukan karena debit sungai yang dianalisis diharuskan berada pada lokasi pengambilan air, sehingga data debit sungai dapat dibandingkan dengan informasi ketersediaan air baku.

(2)

17

Gambar 7. Peta DAS Cipasauran dengan outlet Bendung Cipasauran

4.2 Penggunaan lahan

Berdasarkan peta tanah tinjau Provinsi Jawa Barat dari Lembaga Penelitian Tanah berskala 1:250,000 pada tahun 1966, jenis tanah yang terdapat pada DAS Cipasauran terdiri dari 2 jenis, yaitu asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat yang menutupi 69.7% dari luasan DAS, serta latosol merah kekuningan yang menutupi 30.3% DAS. Latosol merupakan tanah dengan kadar liat lebih dari 30%, berwarna coklat hingga merah, memiliki tekstur yang halus, bersolum tebal, serta bergembur pada seluruh profilnya (Astisiasari 2008). Berdasarkan kelas erodibilitas atau koefisien kepekaan erosi dari Bapedal (2001), latosol coklat kemerahan dan latosol coklat, serta latosol merah kekuningan merupakan jenis tanah dengan erodibilitas rendah. Sebaran jenis tanah DAS Cipasauran disajikan pada Gambar 8.

Pada penelitian ini digunakan citra Landsat 7 ETM+ pada 13 Juni 2010 dan 14 April 2010 sebagai informasi penggunaan lahan. Sebelum data citra dapat digunakan, dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.1. Pada tahap pertama, data citra diproyeksi dengan WGS 1984 pada zona 48, kemudian dilakukan pemotongan wilayah DAS terhadap citra. Setelah itu, dilakukan proses restorasi citra (image restoration) atau perbaikan pada gambar, karena terdapat kesalahan respon detektor. Kesalahan detektor yang terdapat pada citra berupa striping, yaitu kondisi di mana detektor tidak bekerja secara sempurna sehingga terdapat garis kosong sepanjang gambar. Oleh karena itu gambar diperbaiki dengan

(3)

18 metode mozaik, yaitu proses overlay antara dua citra pada lokasi dan koordinat yang sama, tetapi pada waktu yang berbeda. Kemudian data citra pada setiap band disatukan dengan menggunakan

layer stack. Pada penelitian ini, digunakan band dengan komposisi warna merah, hijau, dan biru

sebesar 5, 4, dan 3.

Gambar 8. Peta sebaran tanah DAS Cipasauran

Keakuratan hasil klasifikasi dapat dihitung secara kuantitatif untuk mendukung evaluasi secara visual. Analisa citra satelit bersifat objektif karena dapat dikontrol dari data statistik dengan tingkat ketelitian serta ketepatan klasifikasi (Harjadi 2003). Dalam penelitian ini, digunakan pengklasifikasian dengan metode terbimbing (supervised classification), dengan pendekatan peluang maksimum (maximum likelihood). Nilai klasifikasi diukur dengan

producer’s accuracy, user’s accuracy, overall accuracy, dan kappa accuracy. Nilai akurasi

diperoleh dari matriks konfusi berdasarkan overlay hasil klasifikasi dengan citra asli/referensi. Berdasarkan hasil yang diperoleh, producer’s accuracy terbesar adalah kelas pemukiman yaitu 96.88%, sedangkan nilai terkecil adalah jenis tutupan lahan berupa sawah irigasi yaitu 62.5%.

User’s accuracy terbesar adalah kelas semak belukar dan pemukiman yaitu 100%, sedangkan

nilai terkecil adalah kelas tegalan dengan nilai 41.18%. Nilai overall dan kappa accuracy dapat diterima jika nilai yang diperoleh lebih besar dari 85% (Riswanto 2009). Pada penelitian ini, secara berturut-turut nilai overall dan kappa accuracy sebesar 88.64% dan 86.07%. Tabel nilai matriks konfusi dan akurasi yang diperoleh disajikan pada Tabel 3 dan 4.

(4)

19 Data tutupan lahan dibagi menjadi 7 jenis, diantaranya adalah badan air, hutan sekunder, pemukiman, perkebunan, sawah irigasi, semak belukar, dan tegalan. Berdasarkan Tabel 2, DAS Cipasauran didominasi oleh semak belukar dengan luas 10.14 km2 atau 26.08% dari total luas DAS. Sebaran wilayah tutupan lahan pada DAS Cipasauran disajikan pada Gambar 9.

Tabel 2. Sebaran tutupan lahan pada DAS Cipasauran

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas

km2 % 1 Badan Air 0.81 2.08 2 Hutan Sekunder 9.02 23.20 3 Pemukiman 1.77 4.56 4 Perkebunan 6.19 15.94 5 Sawah Irigasi 2.54 6.54 6 Semak Belukar 10.14 26.08 7 Tegalan 8.40 21.60 Total 38.87 100.00

(5)

20

Tabel 3. Nilai matriks konfusi untuk setiap penggunaan lahan

Tabel 4. Nilai akurasi untuk setiap penggunaan lahan

4.3 Analisis SWAT

Pada penelitian ini dilakukan analisis SWAT menggunakan MWSWAT 1.7. MWSWAT merupakan sub-aplikasi dari Map Window, yaitu perangkat lunak berbasis open

source yang berguna dalam melakukan distribusi data, mengembangkan tools yang berkaitan

dengan analisis spasial, dan melakukan proses sebagaimana perangkat lunak GIS lainnya. Pada simulasi SWAT ini, dilakukan 4 proses, diantaranya adalah proses delineasi DAS, pembentukan

hydrological response unit (HRU), pengolahan data SWAT, dan proses simulasi.

Data Klasifikasi Data Referensi Total Baris Hutan Sekunder Badan

Air Perkebunan Tegalan

Semak Belukar Pemukiman Sawah Irigasi Hutan Sekunder 45 0 1 0 1 0 0 47 Badan Air 0 10 0 0 0 0 3 13 Perkebunan 3 0 36 0 0 0 0 39 Tegalan 1 0 5 7 0 1 3 17 Semak Belukar 0 0 0 0 17 0 0 17 Pemukiman 0 0 0 0 0 31 0 31 Sawah Irigasi 0 1 0 1 0 0 10 12 Total Kolom 49 11 42 8 18 32 16 176

Jenis Tutupan Lahan

User's Accuracy (%) Producer's Accuracy (%) Overall Accuracy (%) Kappa Accuracy (%) Hutan Sekunder 95.74 91.84 88.64 86.07 Badan Air 76.92 90.91 Perkebunan 92.31 85.71 Tegalan 41.18 87.50 Semak Belukar 100.00 94.44 Pemukiman 100.00 96.88 Sawah Irigasi 83.33 62.50

(6)

21

4.3.1 Proses Delineasi DAS

Pada tahap pertama, dilakukan delineasi daerah aliran sungai berdasarkan data digital

elevation model (DEM) wilayah DAS yang akan diteliti. Data DEM yang digunakan pada

penelitian ini adalah data ASTER Global DEM V2 dengan resolusi 30 meter. Pada tahap ini, data DEM dimasukkan terlebih dahulu, kemudian batas DAS ditentukan, sehingga dapat diperoleh aliran sungai serta sub DAS. Ketepatan pembentukan aliran sungai dan sub DAS ditentukan oleh ketelitian dalam melakukan delineasi. Semakin kecil nilai kolom cells yang dimasukkan maka semakin banyak aliran sungai serta sub DAS yang terbentuk.

Pada penelitian ini digunakan ketelitian sebesar 0.5 km2, sehingga terbentuk DAS dengan total luas 38.87 km2. Total luas DAS yang diperoleh lebih kecil dibandingkan total keseluruhan DAS yaitu 44 km2, karena outlet yang digunakan pada penelitian ini berlokasi pada lokasi perencanaan Bendung Cipasauran. Lokasi perencanaan Bendung Cipasauran terletak pada 6°13'41.57" LS dan 105° 50' 25.20" BT atau ±1.4 km dari wilayah hilir di laut. Penempatan outlet pada lokasi tersebut dilakukan karena debit sungai yang dianalisis diharuskan berada pada lokasi pengambilan air, sehingga data debit sungai dapat dibandingkan dengan informasi ketersediaan air baku.

(7)

22

4.3.2 Pembentukan HRU

Setelah proses delineasi, dilakukan pembentukan HRU (hydrological response

unit). Pada tahap ini dilakukan overlay antara hasil data DEM, data penggunaan lahan, serta

data tanah. Selain dapat melakukan analisis hidrologi berdasarkan karakeristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, proses ini berguna dalam melakukan pemasukan data slope (kemiringan). Pada penelitian ini dilakukan pengelompokkan kemiringan sebesar 0-3% (datar), 3-8% (landai), 8-15% (bergelombang), 15-30% (miring), 30-45% (agak curam), 45-65% (curam), dan >65% (sangat curam) (Arsyad 2006). Peta sebaran kemiringan dan hasil pembentukan HRU DAS Cipasauran disajikan pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 11. Peta sebaran kemiringan DAS Cipasauran

Hasil pembentukan HRU memberikan informasi mengenai penggunaan lahan, tanah, kemiringan lahan, luas area, dan persentase luas HRU pada sub DAS. Pada penelitian ini diperoleh DAS dengan 1616 HRU, di mana titik Bendung Cipasauran berada daerah hilir.

(8)

23

Gambar 12. Peta HRU DAS Cipasauran

4.3.3 Pengolahan Data dan Simulasi SWAT

Pada tahap ini dilakukan pemasukan data iklim untuk mendapatkan keluaran berupa debit harian hasil simulasi. Simulasi SWAT membutuhkan data iklim berupa curah hujan dan suhu pada stasiun yang mewakili daerah DAS, serta data weather generator berupa radiasi matahari, kecepatan angin, suhu, curah hujan, dan titik embun. Data curah hujan pada DAS Cipasauran diperoleh dari 2 pos hujan, yaitu wilayah Anyer dan Padarincang. Pos Hujan Anyer terletak pada 6° 0' 41.52" LS dan 105° 9' 21.66" BT dengan elevasi 0 meter di atas permukaan laut, sedangkan Pos Hujan Padarincang terletak pada 6° 12' 32.82" LS dan 105° 57' 5.88" BT dengan elevasi 99 meter di atas permukaan laut. Data curah hujan yang digunakan pada masing-masing pos, serta data suhu yang diperoleh dari Stasiun Iklim Serang adalah tahun 2007 hingga 2010. Data curah hujan yang digunakan pada proses simulasi SWAT disajikan pada Lampiran 6.

Data weather generator yang digunakan pada proses simulasi diperoleh dari Stasiun Iklim Serang pada tahun 1996 hingga 2009. Data weather generator memberikan informasi mengenai temperatur maksimum dan minimum rata-rata bulanan, nilai standar deviasi untuk temperatur maksimum dan minimum, nilai curah hujan rata-rata, nilai standar deviasi curah hujan, nilai kemencengan curah hujan, nilai probabilitas hari kering terhadap hari hujan dan hari hujan terhadap hari hujan, jumlah hari hujan, nilai curah hujan maksimum, radiasi matahari, titik beku, dan kecepatan angin. Weather generator diperoleh dari data iklim yang diolah oleh Fadli

(9)

24 Irsyad (2011) dalam tesisnya yang berjudul "Analisis Debit Sungai Cidanau Dengan Aplikasi SWAT". Peta lokasi curah hujan dan iklim untuk SWAT DAS Cipasauran disajikan pada Lampiran 5.

4.3.4 Proses Visualisasi

Pada tahap ini dilakukan proses visualisasi debit. Data debit yang divisualisasikan merupakan data debit harian serta debit bulanan pada lokasi perencanaan Bendung Cipasauran. Hasil dari simulasi ditampilkan dengan menggunakan SWAT Plot and Graph. Berdasarkan hasil visualisasi yang diperoleh, debit simulasi harian maksimum yang terjadi adalah sebesar 64.71 m3/dt, dengan debit minimum sebesar 0.02 m3/dt, serta debit rata-rata sebesar 3.11 m3/dt. Berdasarkan nilai debit bulanan, debit maksimum yang diperoleh sebesar 7.31 m3/dt, debit minimum sebesar 0.83 m3/dt, serta debit rata-rata sebesar 3.11 m3/dt. SWAT Plot and Graph dapat pula digunakan untuk membandingkan debit hasil simulasi dengan debit hasil pengukuran di lapangan, sehingga dapat diperoleh nilai validitas model.

Fluktuasi hasil debit simulasi dan debit observasi disajikan pada Gambar 13 dan 14. Data debit observasi diperoleh dari pos pengukuran di Desa Dahu, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang pada tahun 2007 hingga 2010, di mana lokasi pengukuran debit berada pada 6° 13' 10.57" LS dan 105° 52' 22.77" BT, dan disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan grafik hubungan debit simulasi dan observasi, terlihat bahwa sebaran debit observasi memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan debit simulasi. Hal ini disebabkan karena lokasi pengukuran debit aktual yang lebih hulu dibandingkan lokasi tinjau penelitian.

Berdasarkan Gambar 13 dan 14, hasil simulasi yang diperoleh kurang mendekati kondisi sebenarnya di lapangan, sehingga perlu diketahui nilai validitas model. Untuk mengetahui nilai validitas awal dari model, digunakan SWAT plot and graph.

Gambar 13. Fluktuasi debit harian observasi dan hasil simulasi

0 10 20 30 40 50 60 70

1-Jan-07 1-Mar-07 1-May-07 1-Ju

l-07 1-S e p -07 1-N o v-07

1-Jan-08 1-Mar-08 1-May-08 1-Ju

l-08 1-S e p -08 1-N o v-08

1-Jan-09 1-Mar-09 1-May-09 1-Ju

l-09 1-S e p -09 1-N o v-09

1-Jan-10 1-Mar-10 1-May-10 1-Ju

l-10 1-S e p -10 1-N o v-10 Deb it ( m 3/d t)

(10)

25

Gambar 14. Fluktuasi debit bulanan hasil observasi dan hasil simulasi

Berdasarkan perbandingan data simulasi dan observasi, nilai koefisien determinasi (R2)dan efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang diperoleh untuk debit harian adalah 0.0004 dan -0.204, sedangkan nilai R2 dan NS untuk debit bulanan adalah 0.045 dan -0.909. Nilai validitas tersebut tidak sesuai dengan range nilai yang seharusnya. Dalam kriterianya, menurut Van et

al (2003) simulasi dianggap baik jika nilai NS > 0.75, memuaskan jika 0.36 < NS < 0.75, serta

kurang baik jika NS < 0.36, sedangkan menurut Santi et al (2001) hasil simulasi dianggap baik jika NS ≥ 0.5 dan R2 ≥ 0.6. Oleh karena itu, diperlukan proses kalibrasi agar nilai validitas

yang diperoleh dapat diterima.

4.4 Kalibrasi dan Validasi

Kalibrasi dan validasi model SWAT yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan SWAT-CUP dengan metode SUFI2 (Sequential Uncecrtainty Fitting). Kalibrasi dan validasi dilakukan dengan membandingkan debit harian dan bulanan DAS Cipasauran pada lokasi perencanaan Bendung Cipasauran dengan debit harian dan bulanan hasil pengukuran di Pos Pengukuran Kampung Dahu pada tahun 2007-2010.

Kalibrasi dengan SWAT-CUP dilakukan berdasarkan range nilai minimum dan maksimum. Pada awal proses, dapat dilakukan pemasukan data berdasarkan file

Absolute_SWAT_Values.txt. File tersebut berguna dalam mengetahui range nilai awal yang

dianjurkan. Setelah tahap iterasi pertama dilakukan, diperoleh range nilai baru yang disarankan pada new_pars.txt, yang dapat dimasukkan kembali dalam masukan parameter. Hal ini kemudian dilakukan secara berulang hingga diperoleh nilai validitas yang diinginkan. Parameter dalam SWAT berjumlah sangat banyak (disajikan pada Lampiran 1), namun pada penelitian ini 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Jan-07 Mar -07 May-07 Ju l-07 Se p -07 N o v-07 Jan -08 Mar -08 May-08 Ju l-08 Se p -08 N o v-08 Jan-09 Mar -09 May-09 Ju l-09 Se p -09 N o v-09 Jan-10 Mar -10 May-10 Ju l-10 Se p -10 N o v-10 D ebi t (m 3/dt )

(11)

26 dilakukan pemasukan 13 parameter yang diperkirakan dapat mempengaruhi hasil keluaran dari simulasi secara signifikan.

Pada penelitian ini kalibrasi dan validasi dilakukan sebanyak 8 kali iterasi dengan 750 simulasi pada tiap iterasinya. Parameter dan masukan nilai akhir yang digunakan pada proses kalibrasi disajikan pada Tabel 5, sedangkan tambahan informasi range nilai yang digunakan untuk kalibrasi harian dan bulanan disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Parameter bulanan dan harian menggunakan range nilai yang sama, tetapi nilai masukan yang dihasilkan berbeda karena metode parameterisasi yang dilakukan menggunakan metode SUFI2 (Sequential Uncertainty

Fitting). Nilai masukan tersebut memberikan hasil validitas p-factor sebesar 0.84, r-factor

sebesar 2.43, R2 sebesar 0.07, dan NS sebesar 0.03 untuk debit harian, serta nilai validitas

p-factor sebesar 0.83, r-p-factor sebesar 2.04, R2 sebesar 0.28, dan NS sebesar 0.25 untuk debit bulanan, dengan grafik hasil kalibrasi yang disajikan pada Gambar 15 dan 16.

Tabel 5. Parameter dan masukan nilai yang digunakan pada proses kalibrasi

Proses kalibrasi dan validasi pada penelitian ini dilakukan secara bersamaan. Proses validasi tidak dilakukan terhadap simulasi dengan periode waktu yang berbeda. Hal ini dilakukan

No Parameter Definisi (satuan)

Nilai masukan Bulanan Harian

1 r__CN2.mgt SCS curve number 21.17552 28.79522

2 v__ALPHA_BF.gw Faktor alfa untuk aliran permukaan

(hari) 0.013733 0.067284

3 v__GW_DELAY.gw Perlambatan aliran bawah tanah (hari) 349.3549 377.3485

4 v__GWQMN.gw

Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal yang dibutuhkan agar terjadi arus balik (mm)

2108.982 1973.281

5 v__GW_REVAP.gw Koefisien "revap" air bawah tanah 0.094034 0.096386 6 v__ESCO.hru Faktor pergantian evaporasi tanah 0.363364 0.342166

7 v__REVAPMN.gw

Kedalaman ambang air pada akuifer dangkal agar perkolasi mencapai akuifer dalam (mm)

289.8673 440.1356

8 v__EPCO.hru Faktor pergantian terusan tanaman -0.47644 -0.50643

9 v__ALPHA_BNK.rte Faktor alfa untuk aliran permukaan pada

tampungan pinggir sungai (hari) 0.147208 0.159303 10 r__SOL_BD().sol moist bulk density (Mg/m3 atau g/cm3) 0.480985 0.508179 11 v__HRU_SLP.hru kemiringan aliran permukaan 0.135064 0.04554 12 r__OV_N.hru Koefisien kekasaran manning 0.016252 0.287339 13 v__SLSUBBSN.hru Panjang kemiringan aliran permukaan

(12)

27 karena dalam pendugaan model hidrologi, semakin lama rentang waktu simulasi yang dilakukan, semakin baik model mewakili tahun-tahun yang berbeda, sehingga untuk tahun-tahun berikutnya model akan lebih valid dalam memprediksi hasil. PT Krakatau Tirta Industri sebagai perusahaan penyedia air baku, kedepannya akan menggunakan model hidrologi DAS Cipasauran dalam menduga debit ketersediaan air baku tahun-tahun yang akan datang.

Gambar 15. Grafik hasil kalibrasi debit harian DAS Cipasauran

Gambar 16. Grafik hasil kalibrasi debit bulanan DAS Cipasauran

Berdasarkan nilai validitas kalibrasi dan validasi yang disajikan pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa p-factor yang diperoleh lebih dari 0.8, sehingga model hasil kalibrasi dapat dikatakan valid. Tetapi nilai R2 dan NS tidak mencapai nilai yang seharusnya, sehingga kalibrasi masih kurang baik. Hal ini dapat terjadi karena R2 merupakan index validitas yang mengukur kebaikan suai atau

(13)

28

goodness of fit dari persamaan regresi, sehingga persentase variasi total data dalam variabel terikat

(data debit observasi DAS Cipasauran) yang dijelaskan oleh variabel bebas (data debit simulasi DAS Cipasauran) diharuskan memiliki karakteristik atau fluktuasi sebaran yang sama. Namun pada penelitian ini sebaran yang terjadi antara data debit simulasi dan observasi pada periode tertentu terlihat tidak seragam. Kurangnya nilai R2 disebabkan karena data debit observasi dan hasil simulasi yang kurang sesuai. Ketidaksesuaian data dapat diakibatkan karena tidak tersedianya data debit pada lokasi tinjau penelitian, yaitu lokasi perencanaan Bendung Cipasauran. Hal ini terlihat dari sebaran debit observasi yang lebih kecil dibandingkan debit simulasi. Lebih kecilnya debit observasi disebabkan karena lokasi pengukuran debit berada pada wilayah yang lebih hulu dari lokasi tinjau penelitian. Lokasi pengukuran debit disajikan pada Gambar 7. Sebaran debit yang lebih rendah dari debit simulasi ini mengakibatkan debit observasi yang diperoleh tidak memiliki karakteristik fluktuasi yang sama. Selain nilai R2 yang rendah, hal tersebut berimplikasi pula pada nilai efisiensi Nash-Sutcliffe (NS), sehingga nilai NS yang diperoleh pun kurang baik.

Tabel 6. Nilai statistik hasil penelitian

Variabel

Simulasi Kalibrasi dan validasi Harian Bulanan Harian Bulanan

p-factor - - 0.84 0.83

r-factor - - 2.43 2.04

R2 0.0004 0.045 0.07 0.28

NS -0.204 -0.909 0.03 0.25

4.5 Analisis Debit Sungai

Berdasarkan model SWAT terkalibrasi, diperoleh nilai untuk debit harian dan debit bulanan. Berdasarkan data debit harian, DAS Cipasauran menghasilkan debit maksimum sebesar 3.309 m3/dt, debit minimum 0 m3/dt, serta debit rata-rata 1.79 m3/dt. Debit air baku yang dibutuhkan oleh PT Krakatau Tirta Industri adalah 600 lt/dt atau 0.6 m3/dt, yang dialirkan dari DAS Cipasauran untuk ditampung pada Waduk Krenceng, dan nantinya akan diolah oleh PT KTI. Dalam analisis digunakan data debit harian karena debit harian memberikan informasi yang lebih baik mengenai fluktuasi debit air. Berdasarkan debit harian, PT KTI dapat memperhatikan periode di mana terjadi kelebihan air, sehingga air dapat dikumpulkan agar nantinya dapat dimanfaatkan pada saat terjadi kekurangan air. Berdasarkan debit simulasi harian terkalibrasi, maka kebutuhan air baku harian dapat terpenuhi sebesar 98.22 %. Grafik hubungan antara debit harian terkalibrasi dengan debit kebutuhan air baku disajikan pada Gambar 17.

Selain data debit harian, dilakukan pula analisis debit bulanan. Berdasarkan data debit bulanan terkalibrasi, diperoleh debit maksimum sebesar 3.266 m3/dt, debit minimum 0.648 m3/dt, serta debit rata-rata 1.9 m3/dt. Debit bulanan kurang menggambarkan kondisi yang sebenarnya, tetapi data bulanan memberikan hasil nilai validitas yang lebih baik dibandingkan

(14)

29 data harian. Berdasarkan perbandingan data debit bulanan dan kebutuhan air, terlihat bahwa kebutuhan air baku bulanan dapat terpenuhi sepenuhnya. Grafik hubungan antara debit bulanan terkalibrasi dengan kebutuhan air baku disajikan pada Gambar 18.

Gambar 17. Grafik hubungan debit harian terkalibrasi dengan kebutuhan air baku

Gambar 18. Grafik hubungan debit bulanan terkalibrasi dengan kebutuhan air baku

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 1-Jan-07 1-M ar -07 1-May-07 1-Ju l-07 1-S e p -07 1-N o v-07

1-Jan-08 1-Mar-08 1-May-08 1-Ju

l-08 1-S e p -08 1-N o v-08

1-Jan-09 1-Mar-09 1-May-09 1-Ju

l-09 1-S e p -09 1-N o v-09

1-Jan-10 1-Mar-10 1-May-10 1-Ju

l-10 1-S e p -10 1-N o v-10

D

ebi

t

(m

3

/dt)

Debit Simulasi Terkalibrasi Harian Debit Kebutuhan Air Baku

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Fe b -07 A p r-07 Ju n -07 A u g-07 O ct -07 De c-07 Fe b -08 A p r-08 Ju n -08 A u g-08 O ct -08 De c-08 Fe b -09 A p r-09 Ju n -09 A u g-09 O ct -09 De c-09 Fe b -10 A p r-10 Ju n -10 A u g-10 O ct -10 De c-10

D

ebi

t

(m

3

/dt)

Gambar

Gambar 6. Lokasi perencanaan Bendung Cipasauran
Gambar 8. Peta sebaran tanah DAS Cipasauran
Tabel 2. Sebaran tutupan lahan pada DAS Cipasauran
Tabel 4. Nilai akurasi untuk setiap penggunaan lahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telaga Tapioka ini diambil 3 lokasi titik pengambilan sampel yaitu; pada outlet limbah (lokasi I), sungai sebelum pabrik (lokasi II), dan Sungai setelah pabrik.

Di dalam cluster 3 ini berisikan outlet-outlet yang merupakan gabungan dari beberapa outlet yang berada di wilayah Jakarta Selatan seperti Blok M Mall, Plaza Blok M, Plaza

Ada beberapa gaya yang harus di hitung untuk mengetahui stabilitas bendung antara lain, gaya berat sendiri bendung, gaya gempa, gaya hidrostatis, gaya tekan ke

SMP Kristen 1 berada di belakang kampus UKSW, tepatnya di Jalan Kemiri Raya No. Dengan lokasi yang berdekatan dengan kampus, maka sekolah ini sebenarnya memiliki

Penempatan outlet telepon dinding lantai 3 berada di setiap nurse station yang berjumlah 4 unit untuk melayani ruang rawat inap (IRNA) VIP dan IRNA Kelas I.. Total

Kawasan permukiman yang berada di muara sungai dan kumuh Kondisi kawasan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan tersebut mencerminkan bahwa pemerintah pusat dan

Hal ini didukung dengan kuatnya hubungan respon teknik ini dengan berbagai pernyataan konsumen antara lain penempatan produk di rak sesuai lokasi, karyawan ramah

Dari hasil simulasi diatas dapat dilihat bahwa kebijakan penurunan debit pengambilan air yang dilakukan oleh salah satu mengakibatkan penurunan nilai pay off