• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PENELITIAN TINDAKAN DAN PENDIDIKAN 2020, Vol. 6, No. 3, Asminah *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL PENELITIAN TINDAKAN DAN PENDIDIKAN 2020, Vol. 6, No. 3, Asminah *"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Penelitian

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil belajar IPA Tema Peristiwa Menggunakan

Model Pengajaran Berbasis Maslah Siswa Kelas II SDN 2 Palapi Tahun

Pelaja-ran 2016/2017

Asminah *

SDN 2 Palapi Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong Kalimantan Sselatan, Indonesia

Histori artikel:

Pengiriman Juli 2020 Revisi Agustus 2020 Diterima September 2020

ABSTRAK

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan dan mengerjakan tugas yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapatkan. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setian putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalh siswa kelas II SDN 2 Palapi Tahun Pela-jaran 2016/2017. Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar ob-servasi kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa pres-tasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I pertemuan ke 1 sam-pai siklus II pertemuan ke 2 yaitu, siklus I pertemuan ke 1 (28,57%), Siklus I pertemuan ke 2 (50,00%), siklus II peremuan ke 1 (67,86%), siklus II per-temuan ke 2 (96,43%). Simpulan dari penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual berbasis masalah dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar Siswa II SDN 2 Palapi Tahun Pelajaran 2016/2017, serta model pem-belajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative pempem-belajaran IPA.

Keywords:pelajaran IPA, kontekstual, basis masalah *Email korespondensi:

E-mail:

asminahspd@gmail.com

Pendahuluan

Latar Belakang

Pembangunan Nasional di bidang pengem-bangan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas melalui pendidikan merupakan upaya yang sungguh-sungguh dan terus-mene-rus dilakukan untuk mewujudkan manusia In-donesia seutuhnya. Sumberdaya yang berkuali-tas akan menentukan mutu kehidupan pribadi, masyarakat, dan bangsa dalam rangka mengan-tisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menigkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan

pening-katan kualitas guru, penyempurnaan kuriku-lum, pengadaan buku dan alat pelajaran, per-baikan sarana dan prasarana pendidikan lain, dan peningkatan mutu manajemen sekolah, na-mun demikian, berbagai indikator mutu pen-didikan belum menunjukkan peningkatan yang memadai (Dalle, 2017).

Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak pernah berhenti. Berbagai ter-obosan baru terus dilakukan oleh pemerintah melalui Depdiknas. Upaya itu antara lain dalam pengelolaan sekolah, peningkatan sumber daya tenaga pendidikan, pengembangan/penulisan materi ajar, serta pengembangan paradigma baru dengan metodologi pengajaran.

Mengajar bukan semata persoalan mencer-itakan. Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental

(2)

pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Yang bisa mem-buahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

Apa yang menjadikan belajar aktif? Agar belajar menjadi aktif siswa harus mengerjakan

banyak sekali tugas. Mereka harus

menggunakan otak, mengkaji gagasan, memec-ahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar akif harus gesit, me-nyenangkan, bersemangat dan penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about dan thinking aloud)

Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan tentangnya, dan mem-bahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa perlu “mengerjakannya”, yakni meng-gambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri, menunjukkan contohnya, mencoba

mempraktekkan keterampilan, dan

mengerjakan tugas yang menuntut penge-tahuan yang telah atau harus mereka dapatkan.

Dengan menyadari gejala-gejala atau ken-yataan tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil belajar IPA Tema Peristiwa menggunakan model Pengajaran Berbasis Maslah siswa kelas II SDN 2 Palapi Tahun Pelajaran 2016/2017”.

Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan permasalahnnya sebagi berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan aktivitas dan hasil belajar IPA tema peristiwa dengan diterapkannya model pembela-jarn berbasis masalah pada siswa Kelas II SDN 2 Palapi Tahun Pelajaran 2016/2017?

2. Bagaimanakah pengaruh model

pengajaran berbasis masalah dalam

membantu siswa meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar IPA tema peristiwa pada siswa Kelas II SDN 2 Pa-lapi Tahun Pelajaran 2016/2017? Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui bagaimana aktivitas dan hasil belajar IPA tema peristiwa setelah diterapkannya model pengaja-ran berbasis masalah pada siswa Kelas II SDN 2 Palapi Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Mengetahui pengaruhnya model

pengajaran berbasis masalah dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA tema peristiwa setelah dit-erapkan model pengajaran berbasis masalah pada siswa Kelas II pada SDN 2 Palapi Tahun Pelajaran 2016/2017. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada permasalahan dalam

penelitian tindakan yang berjudul

Meningkatkan aktvitas dan hasil belajar IPA

Tema Peristiwa menggunakan model

pengajaran berbasis Masalah Siswa Kelas II SDN 2 Palapi tahun pelajaran 2016/2017 yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas II SDN 2 Palapi menggunakan Model Pengajaran Berbasis Masalah dalam menyampaikan materi pembelajaran IPA tema peristiwa, maka dimungkinkan aktivitas dan hasil belajar siswa Kelas II SDN 2 Palapi tahun pelajaran 2016/2017 akan lebih baik dibandingkan

dengan proses belajar mengajar yang

dilakukan oleh guru sebelumnya". Manfaat Penelitian

Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna se-bagai:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa bela-jar IPA tema peristiwa.

2. Sumbangan pemikiran bagi guru dalam proses belajar-mengajar dan mening-katkan pemahaman siswa belajar IPA tema peristiwa di Kelas II SDN 2 Palapi tahun pelajaran 2016/2017.

3. Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran IPA.

(3)

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran konstesktual berbasis masalah:

Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ket-erampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

2. Motivasi belajar adalah:

Merupakan daya penggerak psikis dari da-lam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar dan menambah keterampilan,

pengalaman. Motivasi mendorong dan

mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan.

3. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran IPA.

Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, maka diper-lukan pembatasan masalah yang meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa Kelas II SDN 2 Palapi tahun pela-jaran 2016/2017.

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei tahun pelajaran 2016/2017.

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan peristiwa.

Kajian Pustaka

Tinjauan Tentang Prestrasi Belajar 1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar sudah banyak dikemuka-kan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bi-dang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.

Untuk dapat disebut belajar, maka peru-bahan harus merupakan akhir dari pada peri-ode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin langsung berhari-hari, berminggu-minggu, ber-bulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tideak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang yang sedang mengalami bela-jar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.

2. Pengertian Prestasi Belajar

Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang pengertian prestasi. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai. Dengan demikian bahwa prestasi merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan/aktivitas ter-tentu.

Jadi prestasi adalah hasil yang telah dicapai oleh karena itu semua individu dengan adanya belajar hasilnya dapat dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil yang yang sebaik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya pres-tasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi adalah kemampuan. Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.

3. Pedoman Cara Belajar

Untuk memperoleh prestasi/hasil belajar yang baik harus dilakukan dengan baik dan pe-doman cara yang tapat. Setiap orang mempu-nyai cara atau pedoman sendiri-sendiri dalam belajar. Pedoman/cara yang satu cocok digunakan oleh seorang siswa, tetapi mungkin kurang sesuai untuk anak/siswa yang lain. Hal ini disebabkan karena mempunyai perbedaan individu dalam hal kemampuan, kecepatan dan kepekaan dalam menerima materi pelajaran.

Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar.

(4)

Tetapi faktor yang paling menentukan keber-hasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar

Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:

a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu, Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, kecer-dasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.

b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor social, Se-dangkan yang faktor sosial antara lain faktor Keluarga, keadaan rumah tangga, guru, dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kes-empatan yang ada atau tersedia dan motivasi sosial.

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupaka proses yang cukup kom-pleks. Artinya pelaksanaan dan hasilnya sangat ditentukan oleh faktor-faktor di atas. Bagi siswa yang berada dalam faktor yang men-dukung kegiatan belajar akan dapat dilalui dengan lancar dn pada gilirannya akan mem-peroleh prestasi atau hasil belajar yang baik.

Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar yang tidak menguntungkan, da-lam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor diatas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.

Hakikat IPA

IPA didefiniksan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Metode ilmiah dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat IPA.

Secara rinci hakikat IPA adalah sebagai beri-kut:

1. Kualitas; pada dasarnya konsep-kon-sep IPA selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka.

2. Observasi dan Eksperimen; merupakan salah satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA secara tepat dan dapat diuji kebenarannya.

3. Ramalan (prediksi); merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keteraturan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat dipred-iksikan secara tepat.

4. Progresif dan komunikatif; artinya IPA itu selalu berkembang ke arah yang

lebih sempurna dan

penemuan-penemuan yang ada merupakan ke-lanjutan dari penemuan sebelumnya. Proses; tahapan-tahapan yang dilalui

dan itu dilakukan dengan

menggunakan metode ilmiah dalam rangkan menemukan suatu keberna-ran.

5. Universalitas; kebenaran yang

ditemukan senantiasa berlaku secara umum.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk).

Proses Belajar Mengajar IPA

Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter inde-pendent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan ling-kungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutara-kan Burton bahwa seseorang setelah men-galami proses belajar akan menmen-galami peru-bahan tingkah laku, baik aspek penge-tahuannya, keterampilannya, maupun aspek si-kapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,

(5)

dari tidak mengerti menjadi mengerti (Usman, 2000).

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorgan-isasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang men-imbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegangn peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian per-buatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. In-teraksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Us-man, 2000).

Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak lanjut (Suryabrata, 2007).

Dari kedua pendapat tersebut dapat disim-pulkan bahwa proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sam-pai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk men-capai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA. Prestasi Belajar IPA

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang di-tuju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwo-darminto (2001), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil peker-jaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang di-peroleh dengan ketelitian kerja serta per-juangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa

dengan melibatkan seluruh potensi yang dimil-ikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk menge-tahui sejauh mana siswa telah berhasil mengi-kuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapt diartikan bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang di-milikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar IPA.

Gaya Belajar

Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa bisa belajar dengan sangat baik

hanya dengan melihat orang lain

melakukannya. Biasanya, mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Perserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka menggurulkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajaran, mereka mungkin banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Pe-serta didik kinestetik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsive, semau gue, dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bisa leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tida ka-ruan.

Tentu saja, hanya ada sedikit siswa yang mutlak memiliki satu jenis cara belajar. Grinder (2001) menyatakan bahwa dari setiap 30 siswa, 22 diantaranya rata-rata dapat belajar dengan efektif selama gurunya mengahadirkan kegaitan belajar yang berkombinasi antara vis-ual, auditori dan kinestik. Namun, 8 siswa

(6)

siswanya sedemikan menyukai salah satu ben-tuk pengajaran dibanding dua lainnya. Se-hingga mereka mesti berupaya keras untuk memahami pelajaran bila tidak ada kecerma-tan dalam menyajikan pelajaran sesuai dengan ara yang mereka sukai. Guna memenuhi kebu-tuhan ini, pengajaran harus bersifat mulitsen-sori dan penuh dengan variasi.

Kalangan pendidikan juga mencermati adanya perubahan cara belajar siswa. Selama lima belas tahun terakhir, Schroeder dan kole-ganya (1993) telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs (MBTI) kepada mahasiswa baru. MBTI merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidi-kan dan untuk memahami fungsi perbedaan in-dividu dalam proses belajar. Hasilnya menun-jukkan sekitar 60 persen dari mahasiswa yang masuk memiliki orientasi praktis ketimbang te-oritis terhadap pembelajaran, dan persentase itu bertambah setiap tahunnya. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret daripada mempelajari konsep-konsep dasar terlebih dahulu dan baru kemudian menerapkannya. Penelitain MBTI lainnya, jelas Schroeder, menunjukkan bahwa siswa sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak, dengan rasio lima banding satu. Dari semua ini, dia menyim-pulkan bahwa cara belajar dan mengajar aktif sangat sesuai dengan siswa masa kini. Agar bisa efektif, guru harus menggunakan yang berikut ini: diskusi dan proyek kelompok kecil, presentasi dan debat, dalam kelas, latihan me-lalui pengalaman, pengalaman lapangan, simu-lasi, dan studi kasus. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “bisa be-radaptasi dengan baik terhadap kegiatan ke-lompok dan belajar bersama.”

Temuan-teman ini dapat dianggap tidak mengejutkan bila kita mempertimbangkan se-cepatnya laju kehidupan modern. Dimasa kini siswa dibesarkan dalam dunia yang segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu, dan warna-warna terlihat begitu semarak dan menarik. Obyek, baik yang nyata maupun yang maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu

dari satu kondisi ke kondisi lain terbuka sangat luas.

Pengajaran Berbasis Masalah

Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah suatu pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ket-erampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Pengajaran masalah digunakan untuk me-rangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2005), “Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based

Teacihg (Pembelajaran Proyek), Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan

pen-galaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction (Pembela-jaran berakar pada kehidupan nyata)”.

Peran guru dalam pengajaran berbasis ma-salah adalah menyajikan mama-salah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengem-bangkan lingkungan kelas yang memung-kinkan terjadinya pertukaran ide secara ter-buka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan ikuiri.

1. Ciri-cirinya

Berbagai pengembangan pengajaran ber-basis masalah telah mencoba menunjukkan cirri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.

a. Pengajuan pertanyaa atau masalah. Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ket-erampilan akademik tertentu, pembelajaran

berdasarkan masalah mengorganisasikan

pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidipan nyata yang aut-entik, menghindari jawaban sederhana, dan

(7)

memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran ter-tentu (IPA, Matematika, Ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelaja-ran.

c. Penyelidikan autentik.

Pengajaran berbasis masalah mengharus-kan siswa melakumengharus-kan penyelidimengharus-kan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisasi dan mendefinisi-kan masalah, mengembanmendefinisi-kan hipotesis dan

membuat ramalan, mengumpulkan dan

menganalisis informasi, melakukan eksperi-men (jika diperlukan), membuat iferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergan-tung pada masalah yang sesdang dipelajari.

d. Menghasilkan produk/karya dan me-mamerkannya.

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu da-lam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili ben-tuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program computer (Ibrahim & Nur, 2005).

Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling ser-ing secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi un-tuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ket-erampilan berpikir.

2. Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar Pengajaran berbasis masalah dirancang un-tuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengaja-ran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan ke-mampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan

mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajar yang otonom dan mandiri. Uraian rinci terhdap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur (2005) berikut ini.

a. Keteramplan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah

Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama apakah keterampilan berpikir itu?

- Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran.

- Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek

nyata dan kejadian-kejadian dan

penggunaan pernyataan simbolik itu un-tuk menemuan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pern-yataan simbolik (abstrak) seperti itu bi-asanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat konkret dari fakta dan kasus khusus.

- Berpikir adalah kemampuan untuk

menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.

Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan penjelasan sebagai beri-kut:

- Berpikir tingkat tinggi adalah

nonalgorit-mik, yaitu alur tindakan yang tidak

sepe-nuhnya dapat diterapan sebelumnya. - Berpikir tingkat tinggi cenderung

kom-pleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat

diamati dari satu sudut pandang.

- Berpikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan keru-gian.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan

(8)

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan

ketid-akpastian. Segala sesuatu yang

berhub-ungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ban-yak penerapan banya kriteria, yang ka-dang-kadang bertentangan satu sama lain.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ban-yak pengaturan diri tentang proses pikir. Kita tidak mengakui sebagai ber-pikir tingkat tinggi pada seseorang jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.

- Berpikir tingkat tinggi melibatkan

pen-carian makna, menemukan struktur

pada keadaan yang tampaknya tidak ter-atur.

- Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar-be-saran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibu-tuhkan.

Perlu dicatat bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan seperti pertimbangan,

pengaturan diri, pencarian makna, dan ketid-akpastian. Hal ini berarti bahwa proses

ber-pikir dan keterampilan yang perlu diaktifkan sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk memikirkan puisi. Proses ber-pikir yang digunakan untuk memikirkan ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari erampilan berpikir tingkat tinggi, maka

ket-erampilan itu tidak dapat diajarkan

menggunakan pendekatan yang dirancang un-tuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan ber-pikir tingkat tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan

kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini san-gat mendasarkan diri pada pendekatan yang sama dengan pengajaran berbasis masalah.

a. Pemodelan Peran Orang Dewasa

Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran berbasis masalah mem-bantu siswa untuk berkinerja dalam situasi ke-hidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di luar sekolah se-bagaimana yang diperankan oleh orang de-wasa.

1. Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal terse-but mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara ber-tahap siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.

2. Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena terse-but.

b. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam hidupnya.

3. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan pen-yajian dan analisis hasil kerja siswa.

(9)

Tabel 1. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah Tahapan Tingkah Laku Guru Tahap 1 Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya

Tahap 2 Mengorgan-isasi siswa un-tuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tu-gas belajar yang berhubugnan dengan masalah tersebut Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informsi yang sesuai, melaksanakan eksperi-men, untuk mendapat-kan penyelasan dan

pemecahan masa-lahnya. Tahap 4 Mengem-bangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siwa merekncanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video, dan model serta

membantu mereka

berbagai tugas dengan temannya. Tahap 5 Menganalisa dan men-gevaluasi proses pemec-ahan maslah

Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

4. Lingkungan Belajar dan Sistem Mana-jemen

Tidak seperti lingkungan belajar yang ter-struktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system ma-najemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang

ak-tif. Meskipun guru dan siswa melakukan taha-pan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan

pen-dapat. Lingkungan belajar menekankan

peranan sentral siswa, bukan guru yang ditekankan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tinda-kan (action research), karena penelitian dil-akukan untuk memecahkan masalah pembela-jaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterap-kan dan bagaimana hasil yang diinginditerap-kan dapat dicapai.

Menurut Oja dan Sumarjan (Sugiarti, 2007) mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai penelitia; (b) penelitian tindakan kolaboratif; (c) simul-tan terintegratif; (d) administrasi social ek-sperimental.

Dalam penelitian tindakan ini

menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, pe-nanggung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelaja-ran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tin-dakan, pengamatan, dan refleksi.

Dalam penelitian ini peneliti tidak beker-jasama dengan siapapun, kehadiran peneliti se-bagai guru di kelas sese-bagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti. Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi kevalidan data yang diperlukan.

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SDN 2 Palapi Kabupaten Taba-long Tahun Pelajaran 2016/2017.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlang-sungnya penelitian atau saat penelitian ini

(10)

dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Bulan Mei semester genap tahun pelajaran 2016/2017.

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi Kelas II Tahun Pelajaran 2016/2017 pada pokok bahasan Peristiwa

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tin-dakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keman-tapan rasional dari tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pema-haman terhadap tindakan-tindakan yang dil-akukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (Mukhlis, 2003).

Gambar 1.Alur PTK Penjelasan alur diatas adalah:

1. Rancangan/ rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti me-nyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya instrument penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tin-dakan yang dilakukan oleh peneliti se-bagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya

metode pembelajaran kooperatif

model STAD.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasar-kan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/ rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari penga-mat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada siklus beri-kutnya.

Observasi dibagi dalam 2 Siklus, yaitu Siklus I dan II, dimana masing- masing siklus terdiri dari 2 Pertemuan, setiap siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir mas-ing-masing Pertemuan. Dibuat dalam dua Si-klus dimaksudkan untuk memperbaiki sistem pengajaran yang telah dilaksanakan.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus

Yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap pertemuan. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pem-belajaran khusus, dan kegiatan belajar mengajar.

3. Tes formatif

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pem-belajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada pokok bahasan Peristiwa Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan guru (objektif). 4. Lembar Observasi Siswa dan Guru

Tes ini disusun berdasarkan tujuan pem-belajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep IPA pada pokok bahasan Peristiwa.

Metode Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam

penelitian ini diperoleh melalui observasi pen-golahan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah, dan tes formatif.

(11)

Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu di-adakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis dekriptif kuali-tatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersi-fat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa, juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau presentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap siklusnya dil-akukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir Per-temuan.

Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

X =

 x

Dengan: X = Nilai rata-rata

∑ X = Jumla semua nilai siswa ∑ N = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar

Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secaraa perorangan dan secaraa klasikal. Ber-dasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila te-lah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar baik dikelas tersebut ter-dapat 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung presentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:

Hasil dan Pembahasan

Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengel-olaan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah yang digunakan

untuk mengetahui pengaruh penerapan

metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah dalam mening-katkan prestasi belajar siswa dan data penga-matan aktivitas siswa dan guru.

Data tes formatif untuk mengetahui pening-katan prestasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

Analisis Data Penelitian Persiklus 1. Siklus I

Pertemuan ke 1 a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar un-tuk siklus I pertemuan ke 1 dilaksanakan pada tanggal 4 Maret 2017 di Kelas II SDN 2 Palapi dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pela-jaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I ada-lah sebagai berikut:

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I per-temuan ke 1

No Uraian Hasil Siklus I pert ke 1 1

2 3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketunta-san belajar 61,43 8 28,57

P =

Siswa

belajar

tuntas

yang

Siswa

.

.

.

x 100%

(12)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 61,43 dan ketuntasan belajar mencapai 28,57% atau ada 8 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 61,43% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih asing dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

2. Siklus I Pertemuan ke 2 a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar un-tuk siklus I pertemuan ke 2 dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2017 di Kelas II SDN 2 Palapi dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pela-jaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan belajar mengajar

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 2 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I ada-lah sebagai berikut:

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I per-temuan ke 2

No Uraian Hasil Siklus I pert ke 2 1

2 3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketunta-san belajar 67,50 14 50,00

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 67,50 dan ketuntasan belajar mencapai 50,00% atau ada 14 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 67,50% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih asing dengan diterapkannya pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah.

3. Siklus II Pertemuan ke 1 a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar un-tuk siklus II pertemuan ke 1 dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2017 di Kelas II SDN 2 Palapi dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pela-jaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I pertemuan ke 2, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I pertemuan ke 2 tidak terulang lagi pada siklus II pertemuan ke 1. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersa-maan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 3 dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrument yang digunakan adalah tes formatif 3. Adapun data hasil penelitian pada siklus II pertemuan ke 1 adalah sebagai berikut.

(13)

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II per-temuan ke 1

No Uraian Hasil Siklus II pert ke 1 1

2 3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketun-tasan belajar 72,86 19 67,86

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 72,86 dan ketun-tasan belajar mencapai 67,86% atau ada 19 siswa dari 28 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II per-temuan ke 1 ini ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I pertemuan ke 2. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa sudah mulai akrab dan menemuan

keas-yikan dengan metode pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masa-lah. Disamping itu kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar dalam metode ini juga semakin meningkat sehingga proses belalar-mengajar semakin efektif. 4. Siklus II

Pertemuan ke 2 a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 4, soal tes formatif 4 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar un-tuk siklus II pertemuan ke 2 dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2017 di Kelas II SDN 2 Palapi dengan jumlah siswa 28 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pela-jaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II pertemuan ke 1, sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II pertemuan ke 1 tidak terulang lagi pada siklus II pertemuan ke 2. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersa-maan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 4 dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif 4. Adapun data hasil penelitian pada siklus II pertemuan ke 2 adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II per-temuan ke 2

No Uraian Hasil Siklus II pert k 2 1

2 3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar Persentase ketunta-san belajar 81,07 27 96,43

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 81,07 dan dari 28 siswa yang telah tuntas sebanyak 27 siswa dan 1 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 96,43% (termasuk kate-gori tuntas). Hasil pada siklus II pertemuan ke 2 ini mengalami peningkatan lebih baik dari si-klus II pertemuan ke 1. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II pertemuan ke 2 ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemam-puan siswa mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini. Disamping itu dengan adanya metode pembelajaran ini siswa dapat bertanya dengan sesama temanya, dan ternyata dari proses bertanya antar siswa ini, siswa lebih mudah menerima penjelasan dari temannya yang lebih paham tengtang materi pelejaran tersebut. Juga dari hasil pembelaja-ran kontekstual model pengajapembelaja-ran berbasis masalah ini murid jadi lebih mudah untuk bekerja sama dengan sesama temanya.

c. Refleksi

Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan penerapan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masa-lah. Dari data-data yang telah diperoleh dapat duraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru te-lah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa

(14)

aspek yang belum sempurna, tetapi per-sentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebe-lumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswsa pada siklus II per-temuan ke 2 mencapai ketuntasan. d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus II pertemuan ke 2 guru telah

menerapkan metode pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masa-lah dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya adalah memaksimalkan dan mem-pertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masa-lah dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Pembahasan

1. Ketuntasan Hasil belajar Siswa

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari sklus I per-temuan ke 1, Siklus I perper-temuan ke 2, Siklus II pertemuan ke 1, dan siklus II pertemuan ke 2) yaitu masing-masing 28,57%, 50,00%, 67,86%, dan 96,43%. Pada siklus II Pertemuan ke 2 ke-tuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pem-belajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh

aktivi-tas siswa dalam proses pembelajaran

kontekstual model pengajaran berbasis masa-lah dalam setiap siklus mengalami pening-katan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat di-tunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelaja-ran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivi-tas siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalah yang paling dom-inan adalah bekerja dengan menggunakan

alat/media, mendengarkan/memperhatikan

penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/an-tara siswa dengan guru. Hasil Observasi pasda Siklus I pertemuan 1 (67%), Siklus I pertemuan ke 2 (78%), Siklus II pertemuan ke 1 (83%) dan Siklus II pertemuan 2 (89%). Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas isiwa dapat dikate-gorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran kontekstual model pengajaran berbasis masalahdengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam mengerjakan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya ja-wab dimana prosentase Hasil Observasi pasda Siklus I pertemuan 1 (62%), Siklus I pertemuan ke 2 (65%), Siklus II pertemuan ke 1 (69%) dan Siklus II pertemuan 2 (77%). untuk aktivitas di atas cukup besar.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan model pengaja-ran berbasis masalah memiliki dampak positif dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I

(15)

pertemuan ke 1 (28,57%), siklus I temuan ke 2 (50,00%), siklus II temuan ke 1 (67,86%), siklus II per-temuan ke 2 (96,43%).

2. Penerapan model pengajaran berbasis masalah mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran yang diterima selama ini, dimana hal tersebut ditunjukan dengan rata-rata sikap siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan model pengajaran berbasis masalah sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. 3. Model pengajaran berbasis masalah

memiliki dampak positif terhadap pem-ahaman materi pelajaran yang diajaran, dimana dengan metode ini siswa dipaksa untuk memecahkan masalah yang beruhubungan dengan materi palajaran yang diajarkan.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih mem-berikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan model pengaja-ran berbasis masalah memerlukan persiapan yang cukup matang, se-hingga guru harus mempu menen-tukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pengajaran berbasis masalah dalam proses belajar mengajar sehingga di-peroleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemuan pengetahuan baru, memperoleh kon-sep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. 3. Perlu adanya penelitian yang lebih

lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di Kelas II SDN 2 Palapi Ta-hun Pelajaran 2016/2017.

Acknowledgment

Penulis berterimakasih kepada ULM dalam membantu penelitian ini.

References

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Prak-tek. Jakarta: Rineksa Cipta

Ali, M. (2006). Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Si-nar Baru Algesindon.

Dalle, J. (2017). Interactive courseware for supporting learners competency in practical skills. TOJET, 16(3).

Daroeso, B. (1989). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral

Pan-casila. Semarang: Aneka Ilmu.

Dayan, A. 1972. Pengantar Metode Statistik Deskriptif. Lembaga Penelitian Pendidian dan Penerangan Ekonomi. Hadi, S. (2008). Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak.

Psikologi UGM.

Siberman, L. M. (2004). Aktif Learning, 101 Cara Belajar Siswa

Ak-tif. Bandung: Nusamedia dan Nuansa.

Ngalim Purwanto, M. (2000). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Riduwan. (2000). Belajar Mudah Penelitian untuk

Guru-Karya-wan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2000). Metode Penelitian Pendidikan. Ban-dung: PT. Remaja Rosdakarya.

Surakhmad, W. (2000). Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Usman, M. U. (2000). Belajar Efektif. PT. Remaja Rosdakarya Suryabrata. (2007). Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam.

(16)

Gambar

Tabel 1. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah Tahapan  Tingkah Laku Guru  Tahap 1   Orientasi  siswa  kepada  masalah   Guru  menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan,  memotivasi  siswa  agar  terlibat  pada  aktivitas  pemecah
Gambar 1. Alur PTK
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I per- per-temuan ke 2
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II per- per-temuan ke 1

Referensi

Dokumen terkait

Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 86,36% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II.

Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I.

Kemudian pada siklus II siswa yang tuntas secara individu sebanyak 17 orang dengan ketuntasan belajar klasikal 85 %.dari hasil analisis data tersebut

1) Selama proses belajar mengajar guru te- lah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi per- sentase pelaksanaannya

dan ketuntasan belajar juga meningkat pada Siklus pertama hanya 10 Siswa yang termasuk dalam kategori sudah tuntas belajar menjadi 16 siswa (88,88%) untuk kelulusan siswa

Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 85% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I.

Maka secara klasikal Kedisiplinan belajar yang telah tercapai sebesar 93,33% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih

Kemudian pada siklus II siswa yang tuntas secara individu sebanyak 17 orang dengan ketuntasan belajar klasikal 85 %.dari hasil analisis data tersebut