• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH : WAHYU HIDAYAT F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING OLEH : WAHYU HIDAYAT F"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

OLEH : WAHYU HIDAYAT

F14102030

2006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

WAHYU HIDAYAT F14102030

2006

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DESAIN SUBSOIL GETAR DENGAN PEMUPUK MEKANIS UNTUK BUDIDAYA TEBU LAHAN KERING

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

WAHYU HIDAYAT F14102030

Dilahirkan di Pati Pada tanggal : 16 Maret 1983

Disetujui, Bogor, Oktober 2006

Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, Magr Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

(4)

Wahyu Hidayat. F14102030. Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr.

RINGKASAN

Bajak subsoil merupakan alat pengolah tanah yang fungsinya untuk memotong tanah lebih dalam dibandingkan dengan bajak biasa dan membelah lapisan keras dari tanah. Tanah padat menghalangi drainase, aerasi dan menghambat penyebaran nutrisi pada tanah. Oleh karena itu dalam membelah lapisan keras ini membutuhkan tenaga yang cukup besar. Draft yang besar dikurangi dengan cara penggetaran. Mekanisme penggetarannya dengan memanfaatkan putaran PTO dirubah menjadi gerakan translasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendesain bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap berpenggetar depan yang digandengkan dengan alat pemupuk mekanis, dan melakukan uji fungsional prototipe bajak subsoil getar di lahan percobaan Dapartemen Teknik Pertanian, IPB.

Penggunaan subsoiler berbentuk lengkung parabolik dapat meningkatkan kapasitas lapang, membutuhkan daya traktor yang lebih kecil dan mampu mengurangi slip roda hingga 43.4% dibandingkan dengan bajak konvensional yang berbentuk lurus (Tupper, 1997). Pengoperasian subsoiler berbentuk parabolik membutuhkan bahan bakar per hektar 30.2% lebih sedikit dari bajak konvensional, dan bekerja 5 cm lebih dalam. Bila dibandingkan dengan bajak konvensional biasa, bajak subsoil parabolik mempunyai tahanan tarik kecil, memiliki gaya angkat tanah yang paling besar dan menghasilkan slip traktor lebih kecil ( Smith dan Willford, 1988 ).

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Agustus 2006. Desain pembuatan prototipe dilaksanakan di Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji performansi lapang dilaksanakan di kebun tebu PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat.

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah; 1). Satu unit bajak subsoil getar hasil rancangan, 2). Satu unit traktor roda empat bertenaga 70 hp, 3). Peralatan pengukuran pengoperasian bajak subsoil, 4). Alat pengukur profil tanah, 5). Penetrometer. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah plat besi, besi silinder pejal, bearing, besi siku dan alat pemupuk mekanis.

Bagian utama prototipe subsoil getar yaitu; 1). Bilah bajak parabolik, 2). Rangka tarik, 3). Bagian penggetar, 4). Bagian pemupuk mekanis. Prototipe subsoil getar 2 hanya bagian sayapnya yang bergetar. Tujuan dari penggetaran sayap dan pemilihan bilah bajak parabolik adalah penurunan tahanan tarik dengan meminimalkan penerusan getaran ke traktor. Prototipe subsoil getar ini memiliki bobot sekitar 726 kg.

Gerakan sayap penggetar diperoleh dari putaran PTO. Putaran PTO di transmisikan ke sebuah gearbox. Gearbox mengubah arah putaran, yang

(5)

Mekanisme penggetaran memakai sistem empat batang penghubung, tipe engkol dan lengan ayun. Jarak engkol 3.5 cm, mengakibatkan sudut angkat maksimum sayap penggetar bagian kanan adalah 20o dan minimum adalah 5o. Sedangkan pada bagian kiri sudut angkat sayap maksimum adalah 21o dan minimum 3o. Jadi amplitudo yang terjadi pada sayap penggetar bagian kanan 7 cm dan bagian kiri 6.5 cm.

Hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Pertanian, Leuwikopo, slip roda pada opersi bajak subsoil digetarkan rata-rata 17.23 %. Slip roda pada opersi bajak subsoil tidak digetarkan rata-rata-rata-rata 32.8 %. Hasil pengujian tahanan tarik yang terjadi pada saat pengolahan lahan sebesar 13.43 kN pada saat mengalami penggetaran. Tahanan tarik tanpa penggetaran sebesar 17.46 kN, sehingga penurunan tahanan tarik yang terjadi diakibatkan oleh adanya getaran pada subsoil yaitu 30.0 %, pada kedalaman olah rata-rata 37 cm. Kedalaman rata-rata 41 cm, saat pengujian di PG. Jatitujuh.

Prototipe subsoiler getar 2 ini secara keseluruhan sudah berfungsi dengan baik, Prototipe subsoiler getar 2 perlu diperkuat bagian engkolnya, dan perlu dibuat mekanisme pelindung untuk komponen-komponen yang berada pada sayap penggetar.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Wahyu Hidayat, dilahirkan di Pati tanggal 16 Maret 1983. Anak ke-4 dari pasangan Bapak Abdullah dan Ibu Chotibah.

Tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Aisyiah Bustanul Atfal Sekarjalak, kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD Sekarjalak I pada tahun 1996.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN I Margoyoso pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMUN 1 PATI dan menyelesaikanya pada tahun 2002. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI tahun 2002 di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis mengambil sub program studi Teknik Mesin Budidaya Pertanian pada tahun 2004.

Selama kuliah di IPB penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus. Penulis juga aktif dalam organisasi dan kepanitiaan antara lain pelatihan traktor, pelatihan hidroponik dan field trip teknik pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis menjabat asisten dosen pada mata kuliah Menggambar Teknik (2006), serta Alat dan Mesin Budidaya Pertanian (2006). Tahun 2005 Penulis melakukan praktek lapang di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh (anak perusahaan dari PT RNI holding company), Majalengka, Jawa Barat dengan judul; Manajemen Alat dan Mesin Pertanian di PT PG Rajawali II Unit PG Jatitujuh.

Pada bulan Oktober 2006 penulis dinyatakan lulus setelah menyelesaikan skripsi berjudul “Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering” dibawah bimbingan Dr. Ir. Radite P.A.S. M.Agr.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judulskripsi“Desain Subsoil Getar Dengan Pemupuk Mekanis Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering”.

Penulis mengucapkan terima kasih atas tersusunnya makalah sidang ini kepada :

1. Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan, M.Agr., selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan.

2. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSc, selaku dosen penguji. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS, selaku dosen penguji.

4. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku tercinta yang terus memberikan dorongan baik moril maupun materil.

5. Diah Anggraini yang selalu memberikan semangat dan kebahagiaan, TEP’ers 39, Alcapone crew dan Blobo’ers atas dukungan dan bantuannya.

6. PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atas kesempatan yang telah diberikan untuk berkarya dan bantuan biaya selama penelitian.

7. Pak Abas, Pak Parma, Mas Bandi yang telah membantu dalam penelitian di bengkel.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun diharapkan oleh penulis.

Bogor, Oktober 2006

(8)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENGOLAHAN TANAH ... 4

B. BAJAK SUBSOIL ... 4

C. SIFAT-SIFAT TANAH... 7

D. DESAIN... 8

III. ANALISA RANCANGAN... 9

A. RANCAGAN FUNGSIONAL... 9

B. RANCANGAN STRUKTURAL... 10

1. Rangka dan Tiga Titik Gandeng ... 11

2. Mekanisme Penggetaran ... 16

3. Komponen Pendukung... 24

IV. METODE PENELITIAN ... 27

A. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN... 27

B. ALAT DAN BAHAN ... 27

C. METODE PENELITIAN ... 28

D. UJI FUNGSIONAL BAJAK SUBSOIL GETAR... 30

(9)

Halaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 34

A. DESAIN AWAL BAJAK SUBSOIL GETAR ... 34

B. MODIFIKASI BAJAK SUBSOILER GETAR ... 36

1. Rangka dan Konstruksi Penggandengan... 36

2. Mekanisme Penggetaran... 37

3. Pemupuk mekanis... 42

C. HASIL PENGUJIAN DI LAPANGAN ... 43

1. Kondisi Tanah... 43

2. Hasil Pengujian Terhadap Bajak Getar ... 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 48

A. KESIMPULAN ... 48

B. SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA... 50

(10)

DARTAR GAMBAR

Halaman

1. Mekanisme penggetaran (Norton, Robert L. 1992).. ... 2

2. Rencana skema mekanisme penggetaran pada subsoil getar... 2

3. Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980). ... 5

4. Ilustrasi bajak getar (Kawamura et al., 1986)... 6

5. Skema gaya pada hollow square bawah ... 11

6. Skema gaya pada hollow square atas ... 13

7. Skema gaya pada hollow square rangka utama ... 13

8. Mekanisme four bar linkage pada bagian tiga titik gandeng traktor (Shippen, et al, 1980) ... 15

9. Skema gerakan pada rangkaian empat batang penghubung ... 15

10. Desain bilah bajak... 16

11. Skema gaya pada bilah bajak... 17

12. Skema mekanisme penggetaran... 19

13. Skema gaya dan perhitungan titik kerja gaya pada sayap penggetar... 19

14. Skema pin penahan ... 21

15. Mekanisme Crank and Rocker pada bajak getar ... 22

16. Skema posisi gerakan pada mekanisme penggetar ... 23

17. Skema engkol... 24

18. Skema gaya pada pasak ... 24

19. Skema gaya baut flens... 26

20. Tahapan penelitian ... 28

21. Desain bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap: (a) sayap dan sepatunya bergetar, (b) sayap bergetar... 29

22. Prototipe sepatu dan sayap yang digetarkan ... 35

23. Prototipe awal subsoiler getar... 35

(11)

Halaman

27. Poros Engkol ... 39

28. Batang Getar ... 39

29. Sayap penggetar ... 40

30. Bilah bajak sebelum modifikasi... 41

31. Bilah bajak sesudah modifikasi ... 41

32. Bagian dalam dari pemupuk ... 42

33. Desain kotak (hopper) pupuk... 42

34. Lima komponen utama subsoiler getar 2 ... 43

35. Tahanan penetrasi pada setiap kedalaman pengukuran ... 44

36. Profil tanah di kebun percobaan Lewikopo, IPB ... 45

37. Pegujian dilahan PG. Jati tujuh... 46

38. Grafik profil tanah (a), (c), (e) sebelum diolah dan (b), (d), (f) sesudah diolah di lahan ratoon PG. Jatitujuh ... 47

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data pengukuran slip roda kiri dan slip roda kanan pada saat

penggetaran... ... 53

2. Data pengukuran slip roda kiri dan kanan pada saat tanpa getaran... 54

3. Data profilmeter di lahan Leuwikopo. ... 55

4. Data pengukuran profil tanah di PG. Jati Tujuh, Majalengka. ... 56

5. Data pengukuran berat alat dan kedalaman ... 57

6. Gambar piktorial ... 58

7. Tampak samping.. ... 59

8. Tampak depan... 60

9. Tiga titik gandeng ... 61

10. Chissel... 62 11. Gearbox... 63 12. Dudukan ... 64 13. Pemegang pipa ... 65 14. Batang getar ... 66 15. Penggeser ... 67 16. Penguat... 68 17. Sepatu penggetar ... 69 18. Dudukan bearing ... 70 19. Poros... 71

20. pemegang pipa saluran... 72

21. Rangka ... 73

22. Rangka penggeser ... 74

23. Flens... 75

(13)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bajak subsoil adalah salah satu alat pengolahan tanah primer. Bajak subsoil berfungsi memotong lapisan keras tanah yang terbentuk akibat pemadatan oleh lalu lintas peralatan pengolahan tanah dan pengerasan karena pengaruh iklim. Lapisan tanah keras sangat tidak diinginkan pada lahan kering, karena cenderung menghambat laju penyerapan nutrisi, memperburuk drainase, dan aerasi tanah juga terhambat. Kegiatan pengolahan tanah menggunakan subsoiler merupakan kegiatan pengolahan tanah yang membutuhkan tenaga besar.

Pada perkebunan tebu, operasi subsoiler dilakukan sebelum penanaman planecane. Pemakaian subsoiler pada tahap ini intensitasnya sangat rendah. Kendala dalam pengolahan tanah menggunakan subsoiler adalah draftnya besar maka kapasitas lapang rendah dan traktor dengan tenaga besar (minimal 110 hp) yang mampu mengoperasikannya.

Salah satu cara untuk menurunkan tahanan tarik adalah dengan penggetaran. Penggetaran dilakukan dengan memanfaatkan putaran poros PTO traktor. Prototipe bajak getar menggunakan dua bilah bajak subsoil dengan penggetaran bilah chisel, telah dilakukan oleh Mulyana (2001) dan Taufik (2001). Hasil pengujian prototipe bajak getar dengan penggetaran bilah chisel di Kebun percobaan IPB di Leuwikopo dengan menggunakan traktor 72 hp dapat menurunkan draft sampai dengan 50% dan mampu mengolah pada kedalaman 32 cm. Hasil penurunan tahanan tarik yang didapat cukup baik, namun kendala yang terdapat pada bajak subsoil getar ini adalah getaran yang diteruskan ke badan traktor akibat penggetaran subsoiler cukup besar.

Biwanto (2004) melakukan penelitian lanjutan, yaitu desain bajak getar tipe lengkung prabolik dengan penggetaran sayap 1. Pada prototipe-1, hanya bagian sayap yang digetarkan sedangkan bilah bajak tidak digetarkan Hal ini dimaksudkan agar getaran yang diteruskan ke rangka dapat diminimalkan. Rizkianda (2005) melakukan pengujian lapang bajak getar prototipe-1 untuk mengukur tahanan tarik saat pengoperasian dengan getaran

(14)

dan tanpa getaran. Hasil pengujian di Kebun percobaan IPB di Leuwikopo dengan menggunakan traktor 72 hp menunjukkan bahwa tahanan tarik pembajakan dapat diturunkan sebesar 35.2% pada penggetaran dengan amplitudo 7.3 cm dan sebesar 31.2% pada penggetaran dengan amplitudo 6.4 cm. Penggetaran dapat menurunkan slip roda sekitar 33% dan kedalaman pengolahan mencapai 40 cm. Berdasarkan pengujian lapang di PG. Subang bajak getar prototipe 1 mampu bekerja pada kedalaman 40 cm, namun saat dilakukan pengujian lapang di PG. Jatitujuh hanya mampu bekerja pada kedalaman 25 cm.

Karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan desain bajak subsoil getar prototipe-2 agar dapat bekerja pada kedalaman 35 cm di PG Jatittujuh. Bajak subsoil lengkung parabolik dengan penggetaran sayap prototipe 2 ini juga akan digandengkan dengan alat pemupuk mekanis, sesuai dengan permintaan PG. Jatitujuh. Adanya tambahan kontruksi bagian pemupuk maka batang getar diletakkan didepan. Hal ini dimaksudkan agar penggetar dapat bergerak bebas, tidak terganggu lubang pupuk yang diletakkan tepat dibelakang chisel. Mekanisme penggetaran pada subsoiler memakai sistem Grashof crank-rocker mechanism. Ilustrasi gambar mekanisme dan rancangan gambar desain penggetaran dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Penggandengan alat pemupuk mekanis pada subsoiler diharapkan dapat mengefektifkan pemakaian traktor karena ada penggabungan operasi subsoiling dan operasi pemupukan secara bersamaan, dan zat hara yang terkandung dalam pupuk dapat dimasukkan ke tanah pada kedalaman 40 cm sehingga tidak mudah hilang karena erosi maupun penguapan.

(15)

Gambar 2. Rencana skema mekanisme penggetaran pada subsoil getar.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendesain, membuat prototipe dan melakukan pengujian fungsional bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap berpenggetar depan yang digandengkan dengan alat pemupuk mekanis.

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGOLAHAN TANAH

Pengolahan tanah merupakan salah satu cara untuk menyediakan tempat perakaran bagi tanaman (Gill dan Van den Berg, 1968). Pengolahan tanah adalah sebuah rangkaian proses budidaya yang mencakup penyiapan lahan serta mempertahankan kondisi terbaik dari lahan tersebut.

Secara umum tahapan pengolahan tanah terbagi menjadi tiga tahapan yaitu: pengolahan tanah primer, pengolahan tanah sekunder, pengolahan tanah tersier. Pengolahan tanah primer adalah pengolahan tanah yang paling awal, yang bertujuan menurunkan kekuatan tanah, menutup sisa-sisa tanaman dan menyusun kembali agregat tanah. Kegiatan pengolahan tanah primer misalnya, pembajakan dan subsoiling. Pengolahan tanah sekuder merupakan kelanjutan dari pengolahan tanah primer yang bertujuan untuk mempersiapkan kondisi lahan sampai siap tanam. Kegiatan tanah sekunder misalnya penggemburan, penggaruan, pelumpuran dan sebagainya. Sedangkan pengolahan tanah tersier adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan kondisi terbaik dari tanah yang telah diolah, contohnya pembuatan kairan.

B. BAJAK SUBSOIL

Bajak subsoil terdiri dari satu atau lebih bilah bajak yang akan menghancurkan lapisan kedap air. Tenaga tarik yang diperlukan oleh alat ini sangat besar sehingga untuk mengurangi tahanan tarik atau untuk meningkatkan efisiensi maka dibuat modifikasi pada alat yang ada. Ilustrasi dari bajak subsoil dapat dilihat pada gambar 3; 1). Top link attachment point merupakan titik gandeng bagian atas untuk digandengkan pada traktor, 2). Attachment point merupakan titik gandeng bagian bawah yaitu kiri dan kanan, 3). Beam, 4). Subsoiler leg, 5). Steel blade merupakan bagian subsoiler leg yang akan memotong tanah, 6). Renewable steel point merupakan komponen

(17)

Gambar 3. Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980).

1. Bilah Bajak Parabolik

Penelitian tentang bentuk bajak subsoiler telah dilakukan di laboratorium mesin pengolahan tanah nasional pada tahun 1950 (Nicholes dan Reaves, 1958). Penurunan draft 7% –20% lebih kecil pada bilah bajak parabolik daripada bilah bajak yang lurus sehingga penggunaan bilah bajak parabolik dapat meningkatkan kapasitas lapang, membutuhkan daya traktor yang lebih kecil dan mengurangi slip roda (Tupper, 1997). 2. Draft

Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya daya traktor pada waktu beroperasi adalah draft. Penentuan alat dan mesin pertanian secara tepat yang dioperasikan pada tanah dengan jenis tanah serta kondisi tanah tertentu merupakan syarat untuk berhasilnya usaha mekanisasi pertanian, terutama dalam penggunaan tenaga yang optimal. Faktor bentuk dari bajak yang mempengaruhi besarnya draft yaitu lebar bajak, panjang bajak, kelengkungan, ketajaman bajak dan gesekan tanah dengan alat. Cara gerak alat yang berpengaruh terhadap draft adalah kedalaman, lebar pengolahan, sudut angkat dan kecepatan maju (Gill dan Vanden Berg, 1968).

(18)

3. Penggunaan Getaran pada Alat Pengolahan Tanah

Jack dan Tramontini (1955) melakukan percobaan dengan mendesain bajak yang digoyangkan pada arah depan dan belakang melalui putaran poros engkols dengan putaran dari sebuah motor. Sulastri (2000) melakukan penelitian tentang rancang bangun dan uji unjuk kerja mekanisme penggetar dalam usaha menurunkan draft pengolahan tanah pada bajak chisel.

Parameter untuk mengoperasikan alat pengolah tanah yang menggunakan getaran meliputi kecepatan maju, frekuensi getar, amplitudo getar, bentuk pisau, sudut angkat dan karakteristik fisik tanah. Penelitian menunjukkan bahwa efek dari alat pengolah tanah yang menggunakan getaran dengan kombinasi yang sesuai dengan parameter diatas, maka tahanan tarik yang diperlukan dapat diturunkan menjadi 50% –70% jika dibandingkan dari alat yang sama tanpa getaran. Efek penggunaaan parameter diatas tidak tetap, tetapi secara umum telah ditemukan bahwa penurunan tahanan tarik akan meningkat jika terjadi peningkatan kecepatan getar atau frekuensi getar, dan akan menurun jika terjadi peningkatan kecepatan maju (Verma, 1969 dalam Kepner et al., 1972).

(19)

Menurut Gill dan Vanden Berg, (1968) gaya tarik yang dibutuhkan untuk menarik taji berosilasi, lebih rendah daripada taji yang kaku. Hal tersebut disebabkan:

1. Getaran mempengaruhi keseimbangan gaya-gaya pada suatu volume tanah. Gaya-gaya gesekan berubah arahnya dan gaya normal menurun. 2. Getaran mengurangi sudut gesekan tanah dengan logam.

3. Getaran mengurangi kekerasan tanah. C. SIFAT-SIFAT TANAH

1. Kadar Air

Das (1993), menyatakan bahwa kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air sangat berkaitan dengan kelas drainase tanah, yaitu mudah tidaknya air hilang dari dalam tanah. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau keadaan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno 1987). 2. Kerapatan Isi Tanah

Metode pengukuran kerapatan isi tanah tergantung dari massa suatu tanah yang sudah diketahui volumenya terlebih dahulu (Davies et al. 1993). Kerapatan isi tanah menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Kerapatan isi tanah menunjukkan kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka semakin tinggi kerapatan isinya, yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno 1987).

3. Struktur Tanah

Menurut Hardjowigeno (1995), struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butiran-butiran tanah. Gumpalan-gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran dan kemampuan (ketahanan) yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah diantaranya adalah bentuk, ukuran, dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat fisik dan komposisi air tanah (Das, 1993). Tanah yang berstruktur baik (granuler atau remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah (Hardjowigeno 1987).

(20)

4. Tahanan Penetrasi Tanah

Kekuatan tanah adalah kemampuan dari suatu tanah untuk melawan gaya yang bekerja, atau dikatakan juga sebagai kemampuan suatu tanah untuk mempertahankan diri dari deformasi atau regangan (Mandang dan Nishimura, 1991). Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah.

Nilai tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index (indeks kerucut), yaitu suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Indeks kerucut tanah menunjukkan tingkat kekerasan tanah dan untuk mengetahui ada tidaknya lapisan kedap pada kedalaman tertentu. Faktor yang mempengaruhi nilai cone index adalah kerapatan isi, kadar air dan jenis tanah. Devies et al (1993), menyatakan bahwa tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat-tempat yang berbeda pada areal lahan yang sama pada hari yang sama.

D. DESAIN

Menurut Harsokoesoemo (1999) perancangan adalah kegiatan awal dari usaha merealisasikan suatu produk yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat untuk meringankan hidupnya. Perancangan itu sendiri terdiri dari serangkaian kegiatan yang berurutan, oleh karena itu perancangan kemudian disebut sebagai proses perancangan yang mencakup seluruh kegiatan yang terdapat dalam proses perancangan tersebut.

(21)

III. ANALISA RANCANGAN

A. RANCANGAN FUNGSIONAL

Perancangan subsoiler getar 2 dilengkapi dengan pemupuk mekanis. Subsoiler getar 2 terdiri dari beberapa bagian; 1). Bilah bajak parabolik, 2). Mekanisme penggetaran sayap yang berada di depan bilah bajak, 3). Pemupuk mekanis, 4). Mekanisme pemegang bilah bajak, 5). Rangka tarik.

1. Bilah Bajak Parabolik

Bentuk bajak parabolik digunakan dalam perancangan karena tahanan tarik yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan bilah bajak yang berbentuk lurus. Bagian bawah bilah bajak terdapat lubang poros sebagai engsel yang dihubungkan dengan sepatu penggetar. Bagian atas bilah bajak terdapat lubang poros sebagai pin pengunci. Mekanisme pengunci dan pengikatan ini digunakan untuk mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan. Jika suatu saat terjadi kerusakan pada salah satu bagian maka perbaikan hanya dilakukan pada bagian tersebut, tanpa harus membongkar seluruh bagian bilah bajak.

2. Mekanisme Penggetar Sayap

Sistim transmisi berfungsi sebagai penyalur tenaga putar dari PTO ke penggetar dan ke pengaduk pupuk. Mekanisme penggetar mengubah gerak rotasi PTO menjadi gerak translasi naik turun yang diterima oleh batang penggetar dan dilanjutkan ke sayap penggetar sehingga diharapkan dapat mengurangi tahanan tarik yang terjadi.

Bagian-bagian dari mekanisme penggetar adalah spline, gearbox, penggerak poros engkol, batang getar, sayap penggetar. Rasio transmisi yang dipakai pada gearbox penggetar adalah 1:1, artinya kecepatan putar pada PTO sama dengan kecepatan putar yang keluar dari poros gearbox.

Sistim transmisi pada penggetaran memakai mekanisme poros engkol yang mempunyai jarak engkol sejauh 35 mm. Amplitudo yang

(22)

diharapkan dari poros engkol yang akan disalurkan ke sepatu penggetar adalah sekitar 7.3 cm.

3. Pemupuk Mekanis

Penyaluran tenaga dari PTO ke pengaduk pupuk direduksi oleh gearbox untuk mengurangi putaran. Putaran rendah yang dihasilkan oleh gearbox disalurkan ke pengaduk menggunakan rantai dan sproket.

4. Mekanisme Pemegang Bilah Bajak

Bilah bajak parabolik yang digunakan pada subsoil getar tidak dipasangkan pada rangka, tetapi dipasangkan pada rangka penggeser. Bilah bajak menggunakan pengunci berupa pin. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penggantian bilah bajak.

5. Rangka Tarik

Rangka tarik menggunakan desain penelitian terdahulu oleh Iwin Biwanto tahun 2004. Ukuran rangka tarik disesuaikan dengan traktor yang digunakan untuk menariknya. Jenis traktor yang digunakan adalah traktor dengan daya 110 hp. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan rangka tarik antara lain; 1). Ketika bajak ditarik oleh traktor, jarak clearance (jarak antar ujung bajak dengan tanah) sebesar 15 cm, 2). Pada saat pengolahan maupun tidak, posisi joint spline berada pada jangkauan universal joint.

B. RANCANGAN STRUKTURAL

Tujuan dari rancangan struktural adalah untuk mengetahui ukuran dan bahan yang akan digunakan serta gaya dan beban yang bekerja. Bagian-bagian penting dari subsoiler terdiri dari beberapa bagian; 1). Bilah bajak parabolik, 2). Mekanisme penggetaran sayap yang berada di depan bilah bajak, 3). Sistim pengaduk pupuk, 4). Mekanisme pemegang bilah bajak, 5). Rangka tarik.

Rangka terdiri dari beberapa bagian diantaranya adalah pipa kotak, besi siku dan mekanisme penggandengan berupa tiga titik gandeng. Mekanisme penggetar komponen-komponen penyusunannya adalah spline, poros

(23)

Tingkat tahanan tarik yang diperlukan untuk bajak subsoil menurut Smith dan Wilkes (1977) adalah 130-290 N per cm kedalaman. Asumsi tahanan tarik yang digunakan sebesar 210 N per cm. Sehingga dengan kedalaman yang direncanakan adalah 40 cm maka terjadi gaya pada subsoiler leg sebesar 8400 N. Nilai ini digunakan sebagai dasar acuan dalam perhitungan desain. Beban tersebar merata pada bilah bajak sepanjang kedalaman 40 cm, sehingga resultan gaya diasumsikan berada pada jarak 13.5 cm dari dasar atau sepertiga dari kedalaman pengolahan.

1. Rangka dan Tiga Titik Gandeng a. Konstruksi Rangka

Bahan utama pada rangka adalah Hollow Square dengan ukuran 100 x 100 x 8mm dan besi siku 100 x 100 x 10 mm. Beban terbesar terjadi pada rangka geser berada pada ujung pipa berjarak 465 mm dari penahannya. Besar beban yang bekerja dapat dianalisis sebagai berikut (Nash, 1957)

Gambar 5. Skema gaya pada hollow square bawah Beban Lentur pada Hollow Square Bawah

Bahan yang digunakan adalah S 45 C (σB= 58 kg/mm2) kgf Fa 1863.4 465 5 . 866 1000         465 866.5 400 Permukaan Tanah Fa F=1000kg

(24)

3

37 . 19    f f B a S S

12 4 1 4 h h Io... (1)

I c l Fp   ... (2)

10.4 / 2 4184405 50 465 4 . 1863 mm kgf     < σa

Beban Puntir pada Hollow Square Bawah

Tegangan geser yang diijinkan τa (kgf/mm2) dihitung berdasarkan

bataskelelahan puntiryang besarnya adalah 18% dariσB.

2     J c T Kt r

(karena ditahan pada dua sisi)... (3)

11939200 12 100 84 12 84 100 12 12 .3 3 3 3       bt tb J ... (4) 44 . 10 58 18 . 0    a kgf/mm2 666500 5 . 666 1000   T kgf.mm Kt = 2.5 cr= 50 2 / 5 . 3 2 11939200 50 666500 5 . 2 mm kgf     



 

kgf mm a                  2 2 2 2 2 max 2.5 6.3 / 2 4 . 10 2

Besarnya beban puntir maksimum yang terjadi pada pipa kotak lebih kecil dari tegangan geser yang diijinkan, jadi ukuran ini dianggap memenuhi syarat.

(25)

Gambar 6. Skema gaya pada hollow square atas 9 . 1540 465 5 . 716 1000         b F kgf

Jadi Fa > Fb (Pipa hollow square dianggap memenuhi syarat) memenuhi syarat.

Beban pada Rangka

Gambar 7. Skema gaya pada hollow square rangka utama

465 716.5 Permukaan Tanah Fb F=1000kg 716.5 F=1000kg Permukaan Tanah 475 Fa

(26)

Bahan yang digunakan adalah hollow square S 45 C (σB= 58 kg/mm2) kgf Fa 1648.4 475 5 . 766 1000        

 

3 37 . 19    f f B a S S 4184405 12 84 1004 4 I

9.2 / 2 4184405 50 465 4 . 1648 mm kgf     < σa b. Mekanisme Penggandengan

Mekanisme penggandengan yang digunakan pada bajak ini adalah tiga titik gandeng. Mekanisme tiga titik gandeng terdiri dari dua lower link yaitu kanan dan kiri dan satu upper link. Pembuatan mekanisme penggandeng ini sangat tergantung pada ukuran-ukuran dari komponen penggandeng pada traktor yang akan dipakai untuk menarik bajak. Ukuran-ukuran ini diantaranya adalah panjang lengan upper link dan lower link, lebar regang dari lower link, jarak vertikal titik gandeng atas dan bawah, dan jarak titik gandeng bawah dari tanah. Mekanisme penggandengan ini menentukan dalam hal jarak angkat maksimal ujung bawah chisel dengan tanah dan menentukan kedalaman pengolahan tanah.

Mekanisme tiga titik gandeng pada traktor menggunakan empat batang hubung, sehingga pergerakannya dapat disimulasikan melalui perhitungan. Dari simulasi ini maka ditentukan jarak antar lower link adalah 866.5 mm dan jarak antara lower link dengan upper link adalah 475 mm.

Mekanisme pengangkat yang digunakan pada komponen pengandengan alat ini adalah empat batang penghubung (four bar linkage). Pergerakanya dapat disimulasikan melalui perhitungan. Dari

(27)

A B D b c a d θ2 β λ s β θ3 O 1 2 3 4 ψ

Gambar 8. Mekanisme four bar linkage pada bagian tiga titik gandeng traktor (Shippen, et al, 1980)

Gambar 9. Skema gerakan pada rangkaian empat batang penghubung Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis gerakan empat batang penghubung yaitu:

2 2 2 cos 2     a b ab s ……….(5)         2 1 sin sin s b ………. (6)             cs d s c 2 cos 2 2 2 1 ……… (7)         sin 1 sin d c ………..(8) 3   ………..(9)

4 360  ………...…………...(10)

(28)

2. Mekanisme Penggetaran

Komponen utamanya adalah spline dan poros penggerak engkol, gearbox, bagian engkol, sayap penggetar dan bilah bajak. Spline berputar sesuai dengan putaran PTO traktor yang dihubungkan langsung dengan universal joint. Jarak engkol sebesar 35 mm, sehingga amplitudo getaran yang dihasilkan pada sayap adalah 72.5 mm. Bilah bajak yang dipakai adalah berbentuk parabolik, dimaksudkan agar meminimalkan draft yang terjadi.

a. Desain Bilah Bajak

Sudut lengkung bilah bajak parabolik menurut Payne dan Tanner (1959) yaitu antara 20osampai 50o. Sedangkan pada bilah bajak kali ini digunakan sudut lengkung antara 25osampai 60odengan h sebesar 40 cm. Hal ini seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Biwanto (2004).

Gambar 10. Desain bilah bajak

h 1

(29)

b. Ukuran Bilah Bajak

Gambar 11. Skema gaya pada bilah bajak

Bilah bajak yang digunakan memiliki ukaran panjang (b) sebesar 250 mm dan tebal (l) sebesar 25 mm. Perhitungan beban yang bekerja pada bilah bajak adalah sebagai berikut (Sularso dan Kiyokatsu, 1997): 12 . 12 .t3 tb3 b J   ...(11) 12 3 b t I  ...(12) σB= 58 kgf/mm2(S 45 C) Sf1= 5.6 Kt = 2.5 (tumbukan ringan)

Sf2= 1 (tanpa pasak) Km = 2.5 (tumbukan ringan)

35 . 10 2 1    Sf Sf B a kgf/mm2...(13)



a         2 2 max 2 ...(14) b 465 b 650 F=64kg 716.5 Permukaan Tanah F=1000kg t

(30)

l c M Km   ...(15) J c M Km   ………...………...…(16) mm t b Cr 88.829 2 2 2 2    ...(17)

Beban Lentur pada Bilah Bajak b = 250mm t = 25mm M = 716500 + 41600 = 758100 kgf.mm T = 10 x 1000 = 10000 kgf.mm 2 3 7.28 / 12 2 758100 5 . 2 mm kgf b t b      2 / 07 . 0 32877604 829 . 88 10000 5 . 2 mm kgf    

 

kgf mm a          2 2 2 max 0.07 3.73 / 2 28 . 7

c. Spline dan Poros Penggerak Poros Engkol

Gaya yang berpengaruh pada poros-poros ini adalah gaya angkat tanah pada sayap penggetar. Skema mekanisme penggetaran dapat dilihat pada gambar 12.

(31)

Gambar 12. Skema mekanisme penggetaran

Gambar 13. Skema gaya dan perhitungan titik kerja gaya pada sayap penggetar Bagian Engkol ω2, T2 ω4, T4 F1 F2 Sayap Penggetar R2 Batang Penggetar R1 R2 = R1=

(32)

Tabel 1. Perhitungan gaya yang bekerja pada sayap penggetar Bagian X Luas (cm2) R(cm) F(kg) x1 5.5 44 4.98 61 x2 7.3 17.5 x3 7 140 7.6 155.1 x4 -3.3 13.8 x5 15.9 28.8 Total 216.5 T2.ω2 = T4.ω4...(18)

4 3

1 2 2 4 2 4 sin sin .    R R ...(19)

Beban pembajakan spesifik sebesar 1 kg.cm2, luas penampang sayap sebesar 433.08 cm2, jarak R1= 4.98 cm dan R2 = 7.64 seperti

pada gambar diatas, maka didapatkan Torsi terbesar terjadi pada jarak engkol 3.5 cm yaitu sebesar 2977.49 kg.mm

Perencanan poros adalah sebagai berikut (Sularso dan Kiyokatsu, 1997) :

1. Momen puntir (M)

M = 2 (R1*F1+R2*F2) = 2 (4.98*61+7.64*155.1) = 2977.49 kg.mm

2.Bahan yang digunakan adalah S 45 C,makakekuatan tarik (τB)

bernilai 58 kgf/mm2, faktor keselamatan karena kelelahan puntir (Sf1) = 6 dan faktor keselamatan pemberian alur pasak (Sf2) = 2,

maka tegangan yang diijinkan adalah : 83 . 4 2 1    Sf Sf B a kgf/mm2

Faktor koreksi terhadap momen puntir (kt) = 3 (dengan anggapan

kejutan dan tumbukan besar). Karena poros ini akan dikenai beban lentur maka perlu diambil faktor Cb= 2.3, sehingga diameter poros

dapat dihitung sebagai berikut : 

(33)

d. Pin Penahan Bilah Bajak

Perhitungan ukuran poros pin penahan didekati dengan menggunakan rumus tegangan geser (Sularso dan Kiyokatsu, 1997). Beban yang diterima berupa beban lentur. Bahan yang dipilih adalah S 45 C,makakekuatan tarik (τB) bernilai 58 kgf/mm2.

s a f F d     4 ...(20) Dimana,

Fa= Gaya aksial (kg) d = diameter poros (mm)

τ= Tegangan geser(kg/mm2

) fs= faktor keselamatan

Fa

Gambar 14. Skema pin penahan bilah bajak

Hasil dari penguraian gaya diperoleh Fa = 0.5 ( bobot bajak + bobot

pupuk ) = 0.5 x (726.3 + 300) = 513.15 kgf, fs= 6,τ= 10.44 kgf/mm2. s a f F d     4 = 19.4 mm; Sehingga dipilih 25 mm. e. Bagian Engkol

Mekanisme penggetaran yang digunakan adalah mekanisme empat batang penghubung dengan sistem engkol dan lengan ayun (Crank and Rocker). Amplitudo getaran pada sayap penggetar ditentukan oleh bagian engkolyang berfungsi sebagai engkol.

(34)

Keterangan:

1. Poros engkol 5. Sayap penggetar

2. Engkol 6. Pin

3. Batang getar 7. Pisau pembelah 4. Bilah bajak

Gambar 15. Mekanisme crank and rocker pada bajak getar

Mekanisme empat batang penghubung terdiri dari batang 1 yang merupakan batang tetap atau batang tidak bergerak (bilah bajak), batang 2 yang biasanya berfungsi sebagai penggerak dengan gerakan putaran penuh (bagian engkol), batang 3 berfungsi menghubungkan batang 2 dengan batang 4 (batang getar) dan batang 4 adalah batang yang digerakkan (sayap penggetar). Bentuk lintasan gerak dari batang 4 sangat tergantung pada gerak batang 2 dan posisi serta ukuran dari batang-batang lainnya.

Jarak engkol (batang 2) pada rancangan yaitu 3.5 cm maka jarak lengan getar (batang 3) sebesar 79 cm, jarak sayap penggetar (batang 4) sebesar 26 cm dan jarak batang tetap sebesar 74.5. Sudut angkat yang terjadi pada sayap penggetar sebelah kanan ketika engkol berada pada posisi maksimum adalah

3 1 2 4 5 6 7

(35)

Gambar 16. Skema posisi gerakan pada mekanisme penggetar Sudut angkat yang terjadi pada sayap penggetar sebelah kiri ketika engkol berada pada posisi maksimum adalah 3odan besarnya pada saat minimum adalah 21o.

Amplitudo

A = R4(sinαmax– sinαmin)...(21)

Dimana, A : Amplitudo getar

R4 : Panjang lengan yang digerakkan (BD) 26 cm

αmax: Sudut angkat maksimum (Derajat)

αmin : Sudut angkat minimum (Derajat)

Jarak engkol 3.5 cm

Penggetar bagian kanan - αmax= 20o

- αmin = 5o

A = 26 (sin20o–sin5o) = 6.6 cm Penggetar bagian kiri - αmax= 21o

- αmin = 3o

A = 26 (sin21o–sin3o) = 7.9 cm Amplitudo yang direncanakan = 7.3 cm

R2

1 R3

R4

(36)

Gambar 17. Skema engkol

3. Komponen Pendukung a. Perencanaan Pasak

Perencanaan pasak yang sesuai untuk penyaluran daya 7.35 kW pada rpm 540 (Sularso dan Kiyokatsu, 1997).

Gambar 18. skema gaya pada pasak

Bahan pasak S 45 C, dicelup dingin, dilunakkan (σB= 70 kgf/mm2,

Sf1=6, Sf2=3)

Tegangan geser yang diijinkan 3.9

2 1    Sf Sf B a kgf/mm2

 

T 2n  Ft b h

(37)

1 5 10 74 . 9 n Pd T   ...(23)

 

ds/2 T Ft  ...(24) l b F k .  ...(25) ) .. .. (t1 atau t2 lx F p ...(26) Maka dengan memasukkan nilai Pd = 7.35 kW

N1= 540 rpm ds= 38 mm 13257 540 35 . 7 10 74 . 9  5   T kgf.mm

 

38/2 697 13257   Ft kg Ukuran pasak : Penampang pasak : 10 x 8

Kedalaman alur pasak poros t1= 4 mm

Kedalaman alur pasak pada naf t1= 4 mm

Tekanan permukaan yang diijinkan pa= 8 (kg/mm2)

9 . 3 10 697 1    l k jadi l1≥ 18 mm 8 4 697 2    l p jadi l2≥ 22 mm l = 22 lk= 32 26 . 0 38 10   ds b , 0.25<0.26<0.35, baik 84 . 0 38 32   ds lk , 0.75<0.84<1.5, baik Ukuran pasak : 10 x 8

Panjang pasak yang aktif : 32 mm

(38)

b. Kekuatan Baut pada Flens

Joint berbentuk flens yang dihubungkan pada spline menggunakan mekanisme baut. Jumlah baut sebanyak 6 yang berfungsi menahan beban 7.35 kW pada 540 rpm.

Gambar 19. Skema gaya baut flens

Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sularso dan Kiyokatsu, 1997) : P = T.ω ...(27) T = 6 Ft. R ...(28) P = 7350 W n = 540 rpm r = 37.5 mm τa= 3 kg/mm2 16 . 2 540 2 7350    T kg.mm kg Ft 9.6 10 3 5 . 37 6 16 . 2    2 / 9 . 1 kg mm A Ft < τa r BautΦ8mm Ft

(39)

IV. METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Agustus 2006. Desain pembuatan prototipe dilaksanakan di Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian. Uji fungsional dilakukan di Laboratorium lapangan Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian Institut Pertanian Bogor. Uji performansi lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 di kebun tebu PG Jatitujuh Majalengka.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat untuk pembuatan prototipe subsoiler, antara lain: las listrik, las LPG, gerinda tangan, gerinda duduk, bor tangan, bor duduk, mesin bubut, penggaris, kunci pas, kunci ring, tang obeng.

2. Satu unit bajak subsoil getar hasil rancangan. 3. Satu unit traktor roda empat, bertenaga 70 hp.

4. Peralatan pengukuran pengoperasian bajak subsoil, kecepatan maju dan kedalaman pengolahan terdiri dari:

Stop watch

Tachometer digital Pita ukur (5 m dan 50 m) Patok

Penggaris stainless steel (60 cm dan 100 cm) 5. Alat pengukur profil tanah.

6. Penetrometer

Bahan Penelitian:

Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari material konstruksi plat besi, besi silinder pejal, bearing, besi siku, gearbox, universal joint, pemupuk mekanis dan sebagainya.

(40)

Mulai

Perumusan dan penyempurnaan konsep desain setelah ditambah dengan alat pemupuk mekanis

Identifikasi masalah

Pembuatan prototipe alat

Uji fungsional

Uji kinerja

Berhasil

Modifikasi Data dan informasi

penunjang Berhasil Pembuatan model Uji fungsional Ya1 Tidak Tidak Ya C. METODE PENELITIAN

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pendekatan rancangan fungsional dan pendekatan rancangan struktural.

Analisis/perhitungan: kekuatan bahan serta kontruksinya, kecepatan maju, frekuensi getar, amplitudo getar,kedalaman olah,

(41)

1. Identifikasi Masalah

Masalah yang sudah teridentifikasi di lapangan yaitu kurangnya aplikasi subsoiler sebelum penanaman planecane mengakibatkan lapisan hardpan belum terbelah sehingga dapat menghambat perkembangan akar tebu. Aplikasi subsoiler dirangkaikan dengan alat pemupuk supaya pupuk bisa masuk ke dalam tanah. Diperlukan data pendukung yang lain, yaitu: kondisi topografi areal kebun tebu, kondisi tanah berupa sifat fisik dan mekanik tanah. Kondisi topografi areal kebun tebu PG Jati Tujuh landai bergelombang dengan ketinggian 3–50 meter di atas permukaan laut.

2. Penyempurnaan Ide dan Perumusan Konsep Desain.

Melakukan analisis dari permasalahan yang ada dan pengumpulan ide-ide pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait. Perumusan untuk menghasilkan beberapa konsep desain fungsional maupun desain struktural yang dilengkapi dengan gambar sketsa, analisis teknik, prasyarat dan sistem yang mendukung efektifitas operasional di lapangan. Pemilihan konsep terbaik untuk dilanjutkan ke tahap analisis desain dan pembuatan gambar kerja. Konsep mekanisme yang direncanakan disajikan pada gambar 21.

(a) (b)

Gambar 21. Desain bajak subsoil getar tipe lengkung parabolik dengan sayap: (a) sayap dan sepatunya bergetar, (b) sayap bergetar.

(42)

3. Analisis Desain dan Pembuatan Gambar Teknik Konsep. 4. Pembuatan Model

Pembuatan model dimaksudkan untuk melihat apakah mekanisme penyelesaian masalah tersebut sudah berfungsi dengan baik atau tidak. Jika terjadi kesalahan penyelesaian mudah dikoreksi dan meminimumkan biaya pembuatan prototipe. Jika model sudah berfungsi maka dilanjutkan dengan pembuatan prototipe.

5. Uji Fungsional

Uji fungsional dilakukan pada prototipe untuk mengetahui dan memastikan tiap-tiap bagian dapat berfungsi dengan baik.

6. Modifikasi Prototipe.

Penyempurnaan desain subsoiler sehingga berfungsi dengan baik dan dapat bekerja secara efektif di lapangan.

7. Pengujian Kinerja di Lapangan

Pengujian yang akan dilakukan antara lain: kecepatan maju saat mengolah tanah, kapasitas lapang, kedalaman olah, slip, profil sebelum maupun sesudah pengolahan dan tahanan penetrasi.

D. UJI FUNGSIONAL BAJAK SUBSOILER GETAR

Pengujian awal untuk pengecekan konstruksi penggetar penggerak poros dilakukan dengan menggunakan motor listrik sebagai sumber putaran. Dua bagian penting yang harus diperhatikan yaitu transmisi penggetar dan cabang transmisi untuk menggerakkan pemupuk.

Transmisi pemupuk mekanis menggunakan rantai sproket yang dihubungkan dengan spline dari PTO. Pengujian awal dilakukan untuk memeriksa fungsi penjatah dan agitator pupuk menggunakan motor listrik.

Uji fungsional transmisi penggetar yaitu poros engkol diputar secara manual. Amplitudo getar yang sesungguhnya diukur dengan cara sudut yang terjadi pada sayap saat titik mati bawah (TMB) dan pada saat turun maksimum sampai titik mati atas (TMA).

(43)

listrik dan dihubungkan dengan poros transmisi utama menggunakan universal joint. Pada pengujian ini dilihat apakah mekanisme getar dan mekanisme pemupuk mekanis yang dirancang sudah berfungsi dengan baik, dan bagian-bagian mana saja yang masih perlu perbaikan.

Pengujian ketiga dilakukan di lahan percobaan, bajak sudah terpasang pada traktor dan dilakukan operasi pengolahan tanah. Pengamatan yang dilakukan diantaranya adalah pengamatan kadar air tanah, tahanan penetrasi tanah kedalaman olah, kecepatan dan slip roda.

E. PENGAMATAN KONDISI TANAH 1. Kadar Air

Kadar air tanah merupakan jumlah air yang terdapat dalam pori-pori tanah dalam suatu massa tanah tertentu dan dapat berubah-ubah pada setiap kedalaman. Kadar air tanah merupakan bagian dari tanah yang tidak stabil, mudah bergerak dan berpindah tempat setiap saat.

Kadar air tanah dapat diukur dengan cara sebagai berikut :

Tanah pada lahan pengujian diambil pada delapan titik pengukuran secara acak.

Sample (wadah+tutup) ditimbang kemudian contoh tanah (sample+sample tanah) ditimbang.

Contoh tanah dikeringkan dalam oven pada suhu 110o

C selama lebih dari 24 jam. Kemudian contoh tanah yang sudah dikeringkan (sample+tanah kering) ditimbang. Kadar air dan kerapatan isi tanah untuk seluruh tanah dihitung.

Kadar air tanah dihitung dengan rumus : 100    tk tk tb m m m KA ...(29) Dimana : KA = kadar air basis kering (%)

mtb= massa tanah basah (g) mtk= massa tanah kering (g)

(44)

2. Tahanan Penetrasi

Tahanan penetrasi diukur dengan menggunakan penetrometer yang dilengkapi dengan penampang kerucut. Luas penampang kerucut yang digunakan adalah 2 cm2 dan sudut kerucut 30o. Pengukuran dilakukan pada empat titik kedalaman yaitu 5, 15, 25, 35 cm.

k p

A 98F

CI ...(30) Dimana : CI = Tahanan penetrasi (kPa)

Fp = Gaya penetrasi terukur pada penetrometer ditambah

dengan massa penetrometer (kgf) Ak = Luas penampang (2cm2)

F. PENGUJIAN TERHADAP BAJAK SUBSOIL GETAR

1. Pengukuran Amplitudo Getar

Amplitudo diukur sebelum pengujian dilapangan. Pengujian amplitudo dilakukan dengan cara menghitung jarak tegak lurus antara posisi sayap penggetar naik maksimum dan posisi sayap penggetar turun maksimum. Poros engkol diputar sebanyak satu kali putaran untuk menggetarkan sayap penggetar supaya bergerak naik turun.

2. Pengukuran Kecepatan Maju Pengolahan

Bersamaan dengan pengukuran tahanan tarik traktor, kecepatan maju pengolahan diukur dengan cara mengukur waktu tempuh traktor pada jarak tertentu dengan menggunakan stopwatch. Kecepatan maju pengolahan dihitung menggunakan rumus :

t s

v ...(31) Dimana : v = kecepatan maju pengolahan (m/detik)

s = jarak tempuh (10 m) t = waktu tempuh (detik) 3. Pengukuran Slip Roda Traksi

(45)

dibandingkan dengan tanpa beban pada jumlah putaran roda traksi yang sama. 100            b b n J J J S ...(32) Dimana : S = slip roda traksi (%)

Jn= jarak tempuh tanpa beban dalam 5 putaran (m)

Jb= jarak tempuh beban dalam 5 putaran (m)

4. Pengukuran Kedalaman Pengolahan

Pengukuran kedalaman pengolahan aktual didekati dengan cara memasukkan penggaris ukur (ukuran penggaris 60 cm) secara tegak ke dalam alur pengolahan sehingga ujung penggaris menyentuh dasar alur yang keras. Pengukuran kedalaman pengolahan ini dilakukan pada masing-masing lintasan.

(46)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DESAIN AWAL BAJAK SUBSOIL GETAR

Bagian-bagian dari prototipe subsoil getar berpemupuk mempunyai 4 bagian utama, yaitu 1). Bilah bajak parabolik, 2). Rangka tarik, 3). Bagian penggetar, 4). Bagian pemupuk mekanis. Subsoiler berpemupuk ini bilah bajak tidak bergerak sedangkan sayapnya yang bergerak keatas dan kebawah yang dalam pengoperasiannya menggunakan PTO traktor. Penggetaran hanya terjadi pada sayap agar mengurangi impuls getaran ke rangka traktor. Prototipe bajak getar berpemupuk ini memiliki bobot sekitar 726.3 kg. Bagian-bagian dari mekanisme penggetaran antara lain gearbox, mekanisme engkol, lengan penggetar dan sayap penggetar. Pengoperasian bajak getar ini hanya sesuai pada lahan kering pekebunan tebu yang memakai jarak PKP (pohon ke pohon) 135 cm, hal ini sesuai dengan desain jarak antar bilah bajak. Pemasangan subsoiler getar pada traktor dilakukan seperti pada pemasangan implemen yang lainnya. Penggandengkan subsoiler getar dengan traktor menggunakan mekanisme tiga titik gandeng. Putaran PTO pada 540 rpm ini menghasilkan gerakan naik turun sayap, seiring dengan masuknya bilah bajak subsoil ke tanah.

(47)

Mekanisme penyaluran tenaga dari PTO ke transmisi utama subsoiler getar menggunakan universal joint. UnIversal joint dihubungkan ke spline, kemudian tenaganya akan digunakan untuk memutar poros engkol dan ke poros agitator pemupuk. Antara spline dan poros penggetar terdapat gearbox yang berfungsi merubah putaran menjadi tegak lurus dari sebelumnya menuju bagian engkol yang akhirnya akan menggerakkan sepatu sayap.

Pada desain awal bajak subsoiler getar prototipe 2 ini sepatu dan sayap tergabung menjadi satu dan digetarkan bersama-sama. Kendala-kendala yang terjadi saat pengujian di lapangan, adalah setelah bajak dibenamkan lalu digetarkan, maka yang terjadi adalah bilah bajak tidak masuk ke tanah dan kedalaman olah justru semakin berkurang. Hal ini dikarenakan pisau pembelah pada sepatu yang digetarkan tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Pisau pembelah menyatu pada sepatu dan sayap yang ikut bergetar, sehingga saat memotong tanah sudut kemiringan pisau pembelah berubah-ubah dan mengakibatkan tanah tidak bisa terpotong rata. Getaran yang diteruskan ke rangka alat pemupuk maupun ke traktor juga sangat besar.

Gambar 23. Prototipe awal subsoiler getar B. MODIFIKASI BAJAK SUBSOILER GETAR

Hasil modifikasi subsoiler getar 2 yaitu sepatu chisel dalam keadaan diam dan yang digetarkan hanya sayapnya saja. Prototipe bajak subsoil getar 2 berpemupuk setelah dimodifikasi dapat dilihat pada gambar 24.

(48)

Keterangan :

1. Hopper 5. Saluran pemupuk

2. Tiga titik gandeng 6. Batang getar

3. Rangka pemupuk 7. Sayap penggetar

4. Bilah bajak 8. Rangka penopang bilah bajak

Gambar 24. Prototipe subsoiler getar setelah dimodifikasi 1. Rangka dan Konstruksi Penggandengan

Rangka utama terbuat dari besi siku yang berukuran 100 x 100 mm dengan tebal 8 mm. Besi siku ini kemudian ditangkupkan dengan cara dilas sehingga membentuk pipa kotak berukuran 100 x 100 x 8 mm. Rangka utama dan kontruksi tiga titik gandeng sama seperti pada penelitian sebelumnya (Biwanto, 2004).

Pada kedua ujung pipa rangka subsoil terdapat penutup berupa plat dengan ketebalan 15 mm. Plat besi ini sebagai tempat menempelnya bilah bajak dengan sistem pasak. Tujuan dari sistem pasak adalah mempermudah saat penggantian bilah bajak tidak perlu melakukan pembongkaran secara keseluruhan. Bentuk pasak berupa poros dengan diameter 32 mm dan panjang 80 mm.

Pada perancangan struktural, perhitungan untuk pipa penggeser bagian atas tidak dilakukan karena dianggap telah memenuhi syarat karena gaya yang bekerja pada pipa penggeser bagian atas lebih kecil dibandingkan

1 2 3 6 4 8 5 7

(49)

2. Mekanisme Penggetaran

Mekanisme penggetar terdiri dari beberapa komponen diantaranya spline, gearbox, poros engkol, batang getar, sayap penggetar dan bilah bajak.

a. Spline

Spline merupakan bagian pertama yang menerima gaya secara langsung dari putaran PTO. Pada bagian spline ini terdapat pengunci spline yang berfungsi sebagai pengunci antara spline dan universal joint. Gaya yang diterima oleh spline kemudian disalurkan ke gearbox kemudian menuju ke poros engkol. Fungsi dari gearbox adalah untuk merubah putaran secara tegak lurus dengan tidak mengurangi putaran rpm. Spline dibuat dari as dengan diameter 38 mm kemudian dibubut sesuai dengan ukuran-ukuran pada universal joint. Pada ujung spline dan poros engkol dibuat alur spi untuk mengunci poros dengan gearbox. Ukuran spi adalah 10 x 8 mm dengan panjang 40 mm. Sedangkan antara poros engkol dan engkolnya terdapat spi dengan ukuran 10 x 8 mm dengan panjang 30 mm.

Penyambungan antara poros gearbox dan poros engkol menggunakan flens yang terbuat dari plat berbentuk lingkaran dengan diameter 150 mm tebal 10 mm sebanyak 2 buah yang masing-masing plat terdapat 6 lubang dengan diameter 10 mm untuk tempat baut yang digunakan sebagai pengunci diantara keduanya.

b. Gearbox

Pemakaian gearbox pada bajak getar 2 adalah untuk merubah arah putaran poros menjadi tegak lurus terhadap sumber putaran. Ada dua gearbox pada bajak getar 2 yaitu pada alat pemupuk dan pada sistem penggetaran.

Rasio transmisi gearbox pada sistem penggetaran adalah 1:1 Artinya putaran poros PTO sama dengan putaran poros yang keluar dari poros gearbox. Gearbox ini memiliki dimensi lebar 150 mm, tinggi 160 mm, dan panjang 190 mm. Terdapat tiga poros pada gearbox. Satu sebagai input putaran dari PTO dan dua sebagai output

(50)

menuju poros engkol yang mana masing-masing memiliki diameter 24 mm. Transmisi gearbox pada pemupuk terjadi reduksi putaran dari input PTO ke agitator pemupuk. Dimensi gearbox pemupuk adalah tinggi 210 mm, panjang 168 mm, lebar 135 mm. Keduanya terpasang pada rangka dengan mekanisme baut.

Gambar 25. Gearbox penggetar

Gambar 26. Gearbox pemupuk c. Poros Engkol dan Batang Getar

Poros engkol terbuat dari as diameter 38 mm. Penggabungan poros engkol dengan bagian poros engkolnya menggunakan mekanisme spi dan baut agar mudah dalam penggantian. Bagian poros engkol terbuat dari plat dengan tebal 34 mm, diameter 120 mm dengan

Poros input Poros output

Poros output Poros input

(51)

Gambar 27. Poros engkol

Batang getar terbuat dari plat besi S 45 C dengan ukuran penampang 30 x 50 mm panjang 790 mm. Ujung batang getar terdapat lubang dengan diameter 20 mm untuk menyambung batang getar dengan sayap penggetar menggunakan as. Penyambungan antara batang getar dengan bagian engkol, menggunakan mur M16 kemudian dipasak agar tidak mengendor ketika terjadi getaran.

Gambar 28. Batang getar d. Sayap Penggetar

Sayap penggetar terbuat dari bahan besi plat tebal 12 mm dan 15 mm. Sayap penggetar terletak pada kanan kiri bilah bajak. Plat besi tebal 15 mm digunakan sebagai sayap sedangkan plat tebal 12 mm sebagai tempat menempelnya sayap dan lubang berdiameter 20 mm. Lubang poros itu sebagai pusat pergerakan sayap dan penyambung antara batang getar, sayap penggetar dan bilah bajak.

(52)

Gambar 29. Sayap penggetar e. Bilah Bajak

Bahan bilah bajak berupa besi plat tebal 25 mm yang pada bagian atasnya terdapat lubang diameter 32 mm sebagai lubang pin yang akan digunakan sebagai pengunci bilah bajak dengan plat penggeser. Tinggi keseluruhan bilah bajak 964 mm. Desain bilah bajak mengalami modifikasi dari yang sebelumnya, karena saat dilakukan percobaan dengan kontruksi sepatu digetarkan ternyata bilah bajak tidak bisa masuk ketanah. Perbaikan desain dengan memodifikasi bagian paling ujung atau bagian depan yang memecah tanah itu keadaanya tetap atau tidak bergerak.

3. Pemupuk Mekanis.

Kotak pupuk (hopper) berasal dari desain PG. Djatitujuh. Tiap-tiap hopper mempunyai kapasitas 150 kg. Fungsi dari pemupuk sendiri harus dapat menampung pupuk dengan baik dan dapat memasukkan pupuk ke dalam tanah.

Pemupuk ini memiliki rotor penjatah dan pintu bukaan pupuk, serta mekanisme untuk mendistribusikan pupuk agar sedapat mungkin berada disekitar rotor. Bahan yang digunakan untuk hopper yaitu bahan stainless steel agar tidak terjadi korosi pada hopper.

(53)

Gambar 30. Bilah bajak sebelum modifikasi

(54)

Hasil pengujian di Lab Lapang Leuwikopo, pupuk berada pada kedalaman 20 cm sampai 25 cm dari permukaan tanah. Kendala-kendala pada pemupuk diantaranya, terjadi penyumbatan oleh pupuk pada selang saluran pupuk sehingga pupuk tidak masuk ke tanah

Gambar 32. Bagian dalam dari pemupuk

Gambar 33. Desain kotak (hopper) pupuk

hopper poros agitator kotak (hopper) dudukan hopper pembuka celah

(55)

Keterangan:

(1). Bilah bajak parabolik

(2). Mekanisme penggetaran sayap

(3). Pemupuk mekanis

(4). Mekanisme pemegang bilah bajak

(5). Rangka tarik.

Gambar 34. Lima komponen utama subsoiler getar 2

C. HASIL PENGUJIAN DI LAPANGAN 1. Kondisi Tanah

Pengujian dilakukan di lahan percobaan Departemen Teknik Pertanian, IPB. Jenis tanahnya latosol coklat kemerahan. Kadar air rata-rata adalah sebesar 28.17 % bk. Kadar air pada tiap-tiap kedalaman adalah

(56)

sebagai berikut : 5 cm, 15 cm, 25 cm, 35 cm berturut-turut adalah 21.8%, 23.5%, 24.2%, 28.7%.

Hasil pengukuran tahanan penetrasi pada lahan percobaan yang diukur sampai kedalaman 35 cm disajikan pada gambar 35.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 500 1000 1500 2000 2500

Tahanan penetrasi tanah (kPa)

K e d a la m a n (c m )

Gambar 35 . Tahanan penetrasi pada setiap kedalaman pengukuran Dari grafik diatas terlihat bahwa tahanan penetrasi pada kedalaman 0-5 cm memiliki nilai yang kecil karena tanah bagian atas masih gembur. Tahanan penetrasi mulai meningkat pada kedalaman 5 cm dan mencapai nilai maksimum pada kedalaman 18 cm yang merupakan tanah lapisan keras, selanjutnya tahanan penetrasi menurun pada kedalaman berikutnya. Tahanan penetrasi di PG. Jatitujuh saat pengujian lebih dari 50 kg/cm2.

2. Hasil Pengujian Terhadap Bajak Getar

a. Pengujian di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo

Pengukuran amplitudo penggetaran yang terjadi pada sayap. Sudut angkat maksimum sayap penggetar bagian kanan adalah 20odan minimum adalah 5o. Sedangkan pada bagian kiri sudut angkat sayap maksimum adalah 21o dan minimum 3o. Jadi amplitudo yang terjadi pada sayap penggetar bagian kanan 7 cm dan bagian kiri 6.5 cm.

(57)

Ini sudah memenuhi kedalaman yang diinginkan 35 - 40 cm. Kapasitas lapang hasil olahan dilahan Leuwikopo dengan kecepatan rata rata pengolahan pada saat digetarkan 0.45 m/det dan lebar olah 1.35 m yaitu 0.21 ha/jam.

Pengujian untuk mengukur tahanan tarik dengan getaran dilakukan pada jarak tempuh 10 meter. Hasil pengukuran uji bajak subsoil yang digetarkan menunjukkan tahanan tarik meningkat seiring dengan meningkatnya rpm engine, yang berkisar antara 10.36 kN –15.75 kN dengan rata-rata sebesar 13.33 kN pada kecepatan 0.3 m/s dengan peningkatan rpm engine dari 1000, 1300 dan 1600 rpm. Pada kecepatan 0.5 m/s tahanan tariknya berkisar antara 12.70 –15.13 kN dengan rata-rata sebesar 13.53 kN.

Hasil pengujian tahanan tarik untuk bajak subsoil getar 2 dengan tidak digetarkan pada kecepatan 0.3 m/s berkisar antara 14.30 –19.96 kN dengan rata-rata sebesar 17.32 kN. Kecepatan 0.4 m/s tahanan tarik berkisar antara 16.02 –19.25 kN, dengan rata-rata sebesar 17.6 kN.

Slip roda akibat subsoil digetarkan berkisar 12.8 % - 23.4 % . Dengan rata-rata slip yang terjadi akibat subsoil digetarkan yaitu 17.23 %. Slip roda akibat subsoil tidak digetarkan berkisar 27.1 % - 39.4 %, dengan rata-rata yaitu 32.8 %. Dari hasil pengujian diatas dinyatakan bahwa subsoil getar tidak hanya dapat menurunkan tahanan tarik yang terjadi tetapi dapat menurunkan slip roda traktor sehingga dapat mengolah tanah dengan baik.

Profil permukaan tanah sebelum maupun setelah opersi subsoler di kebun percobaan Leuwikopo IPB seperti pada gambar 36.

(58)

-20 -15 -10 -5 0 5 10 0 20 40 60 80 100 Jarak(cm) P ro fi l ta n a h Setelah diolah Sebelum diolah

Gambar 36 . Profil tanah di kebun percobaan Lewikopo, IPB b. Pengujian di Lahan PG. Jatitujuh

Pengujian di PG. Jatitujuh dilakukan pada tanggal 28-29 Agustus 2006 di lahan ratoon menggunakan traktor MF (110 hp). Kedalaman olah berkisar antara 37-51 cm, dengan kedalaman olah rata-rata 42 cm. Kedalaman olah ini lebih besar dibandingkan dengan kedalaman olah di lahan Leuwikopo karena bagian sepatu chisel telah ditambah pisau pembelah yang runcing dengan panjang 15 cm dan pemakaian traktor yang memiliki tenaga lebih besar.

(59)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (cm) K e ti n g g ia n P ro fi l (c m ) Sebelum diolah 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (cm) K e ti n g g ia n P ro fi l (c m ) Chisel kiri Chisel kanan (a) (b) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (cm) K e ti n g g ia n P ro fi l (c m ) Sebelum diolah 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (cm) K e ti n g g ia n P ro fi l (c m ) Chisel kiri Chisel kanan (c) (d) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (cm) K e ti n g g ia n P ro fi l (c m ) Sebelum diolah 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 20 40 60 80 100 120 Jarak (cm) K e ti n g g ia n P ro fi l (c m ) Chisel kiri Chisel kanan (e) (f)

Gambar 38. Profil tanah antar baris tebu ratoon di PG. Jatitujuh: sebelum diolah (a,c,e) sesudah diolah (b,d,f)

(60)

Hasil sebelum dan sesudah pengolahan dapat dilihat pada gambar 39. Kondisi tanah di kebun PG. Jatitujuh setelah dilakukan pengolahan berupa bongkahan-bongkahan tanah yang masih keras.

(a) (b)

(61)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Prototipe bajak subsoiler getar yang berpenggetar depan dengan mekanisme penggetaran sayap telah dibuat dan bekerja dengan baik saat pengujian fungsional yang dilakukan di Leuwikopo, Darmaga, Bogor dan PG Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat. Prototipe bajak subsoil getar yang digabung dengan alat pemupuk ini mempunyai 4 bagian utama yaitu 1) bilah bajak parabolik, 2) rangka tarik, 3) bagian penggetar, 4) bagian pemupuk mekanis.

2. Mekanisme penggetaran yang digunakan pada bajak subsoil getar ini adalah mekanisme empat batang hubung dengan sistem engkol dan lengan ayun. Pada jarak engkol 3.5 cm. Sudut angkat maksimum sayap penggetar bagian kanan adalah 20odan minimum adalah 5o. Sedangkan pada bagian kiri sudut angkat sayap maksimum adalah 21o dan minimum 3o. Amplitudo yang terjadi pada sayap penggetar bagian kanan 7 cm dan bagian kiri 6.5 cm dari yang direncanakan 7.3 cm.

3. Pengamatan secara visual di lapangan memperlihatkan bahwa tanah dapat terbongkar dengan baik dan vibrasi yang diteruskan ke badan traktor tidak besar.

4. Hasil pengujian di kebun percobaan Leuwikopo IPB. Slip roda rata-rata yang terjadi jika tanpa getaran adalah 32.8%, sedangkan slip roda rata-rata apabila digetarkan 17.2%. Kedalaman olah berkisar antara 35 cm hingga 38 cm dengan rata-rata 37 cm. Pada pengujian di PG. Jatitujuh kedalaman olah berkisar antara 36 cm sampai 51 cm dengan rata-rata 42 cm.

(62)

B. SARAN

1. Perlu diperkuat konstruksi engkolnya agar lebih kuat dalam menekan sekaligus membuang tanah yang menghambat pergerakan batang getar akibat penyumbatan oleh tanah.

2. Mekanisme penyaluran tenaga dari spline ke poros pemupuk diperkuat atau diganti mekanisme lain yang lebih kokoh.

3. Perlu dibuat mekanisme pelindung untuk komponen-komponen yang berada pada sayap penggetar untuk menghindari kerusakan atau lepasnya komponen akibat gesekan dengan tanah.

4. Dibuat mekanisme pengunci yang lebih kuat antara spline dengan gearbox penggetar.

5. Perlu dibuat tambahan pisau pembelah dengan ujung runcing sehingga tahanannya rendah.

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Alcock R. 1986. Tractor-Implements Systems. Wesport : The Avi Publishing Company, Inc.

Biwanto, I. 2004. Desain Bajak Getar Tipe Chisel Lengkung Parabolik. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Daywin, F.J., Sitompul R.G., Hidayat, I. 1993. Mesin-mesin Budidaya Pertanian. Bogor : JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET, Institut Pertanian Bogor. Gill, W.R., Vanden B.G.E. 1968. Soil Dynamic in Tillage and Traction. United

State of America : Agric.Res.Service. US departement of Agriculture. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo.

Harsokoesoemo, H.D. 1999. Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan produk). Dirjen pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Bandung.

Jack, T.G., dan Tramontini. 1955. Oscillation of tillage Implements. Agriculture Engineering 36: 725-729

Kepner, R.A., Bainer R. and Berger, E.L. 1978. Principles of Farm Machinery. Avi Publishing Company, Inc. Connectticut.

Mandang, T., Nishimura, I. 1991. Hubungan Tanah dan Alat Pertanian. Bogor : JICA-DGHE-IPB PROJECT/ADAET.

Nash, W.A. 1957. Theory and Problems of Strength of Materials. McGraw-Hill Book Company. F.L, U.S.A.

Norton, R.L. 1992. Design Of Machinery. New York –USA. McGraw-Hill, Inc. Rizkianda, A.B. 2005. Pengujian Tahanan Tarik (Draft) Bajak Subsoil Getar Tipe

Chissel Lengkung Parabolik. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, R.P.A, Hermawan. W, Suastawa, I.N, Sembiring, E.N. 2002. Penurunan tahanan tarik bajak Subsoil dengan Penggetaran. Jurusn Teknik Pertanian, IPB, Bogor.

Setiawan, R.P.A, Hermawan, W., Suastawa, I.N.,. 2003. Pengembangan Subsoiler Getar 2 Bajak. J. Jurnal Ilmiah Pertanian Gakuryoku, Persada. 9(2) :181-186

Schwab, G.O. et al. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. New York : John Wiley and Sons, Inc.

Smith, H.P., Wilkes, L.H. 1976. Farm Machinery and Equipments. McGraw-Hill, Inc.

(64)

Sulastri, S. 2000. Rancang Bangun Uji Coba untuk Kerja Mekanisme Penggetar dalam Usaha Menurunkan Draft Pengolahan Tanah pada Bajak Chissel. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sularso dan Suga, K. 1978. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Indonesia.

Taufik, M.H. 2001. Rancang Bangun Mekanisme Penggetar untuk Bajak Subsoil Getar dengan Dua Bilah Bajak. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(65)

Lampiran 1. Data pengukuran slip roda kiri dan slip roda kanan pada saat penggetaran.

Kode

Perlakuan So (m) Sb Kiri (m) Slip Kiri (%) Rataan Slip Kiri (%) Sb Kanan (m) Slip Kanan (%) Rataan Slip Kanan (%)

XV1P1U1 9.3 6.96 25.2 6.86 26.2 XV1P1U2 9.3 7.18 22.8 7.31 21.4 XV1P1U3 9.3 7.34 21.1

23.0

7.2 22.6

23.4

XV1P2U1 9.3 7.58 18.5 7.51 19.2 XV1P2U2 9.3 7.51 19.2 7.4 20.4 XV1P2U3 9.3 7.56 18.7

18.8

7.5 19.4

19.7

XV1P3U1 9.3 7.79 16.2 7.71 17.1 XV1P3U2 9.3 7.77 16.5 7.57 18.6 XV1P1U3 9.3 7.83 15.8

16.2

7.84 15.7

17.1

XV2P1U1 9.3 7.7 17.2 7.57 18.6 XV2P1U2 9.3 7.89 15.2 7.8 16.1 XV2P1U3 9.3 7.97 14.3

15.6

7.93 14.7

16.5

XV2P2U1 9.3 7.95 14.5 7.93 14.7 XV2P2U2 9.3 7.92 14.8 7.94 14.6 XV2P2U3 9.3 7.88 15.3

14.9

7.83 15.8

15.1

XV2P3U1 9.3 8.03 13.7 7.97 14.3 XV2P3U2 9.3 8.14 12.5 8.05 13.4 XV2P3U3 9.3 8.16 12.3

12.8

8.04 13.5

13.8

Gambar

Gambar 2. Rencana skema mekanisme penggetaran pada subsoil getar.
Gambar 3. Ilustrasi bajak subsoil (Shippen et al.,1980).
Gambar 5. Skema gaya pada hollow square bawah Beban Lentur pada Hollow Square Bawah
Gambar 6. Skema gaya pada hollow square atas 9. 465 15405.1000716 bF kgf
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS SPEKTRAdilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Penanganan urusan transmigrasi dilaksanakan melalui Program Pembinaan dan Penempatan Transmigrasi dengan capaian dari target di RPJMD sebanyak 30 KK, Kota Bogor pada

Konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan dalam bentuk aljabar sama dengan penjumlahan/pengurangan pecahan biasa yaitu dengan menyamakan penyebutnya terlebih

Sama halnya dengan uji statistik Fisher mengenai tingkat pendidikan ibu,diperoleh nilai p=0,350, yang juga berarti berarti tidak dijumpai hubungan yang bermakna

Embrio yang terbentuk adalah dari sel-sel somatik atau gametik dan bukan dari zygot, embrio demikian disebut embrio adventip prosesnya disebut embryogenesis somatic selanjutnya

Hasil lapisan pada kondisi optimum (sampel A) dan dengan penambahan surfaktan SDS (sampel ) yang diperoleh, dikarakterisasi menggunakan RD, S M, dan V-Vis Hasil

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kesadaran merek, kesan kualitas, dan asosiasi merek terhadap keyakinan konsumen dalam membeli minuman sari

PIHAK PERTAMA menyerahkan kepada PIHAK KEDUA dokumen negara berupa blangko SKHU SD TAHUN PELAJARAN 2015/2016 dengan rincian sbb:.