• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula krim anti ageing ekstrak etil asetat isoflavon tempe dengan cetil alcohol dan humektan gliserin : aplikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi formula krim anti ageing ekstrak etil asetat isoflavon tempe dengan cetil alcohol dan humektan gliserin : aplikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Felicia Satya Christania

NIM : 068114028

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

OPTIMASI FORMULA KRIM ANTI AGEING EKSTRAK ETIL ASETAT ISOFLAVON TEMPE dengan CETYL ALCOHOL dan HUMEKTAN GLISERIN :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Felicia Satya Christania

NIM : 068114028

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

v y an g un i k

Dan men y el amat kan di r i ki t a dar i si t uasi y an g t i dak men y en an gkan

-Aj ahn Br ahm-

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

(7)

vii

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Felicia Satya Christania

Nomor Mahasiswa : 068114028

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPTIMASI FORMULA KRIM ANTI-AGEING EKSTRAK ETIL ASETAT ISOFLAVON TEMPE DENGAN CETYL ALCOHOL DAN HUMEKTAN GLISERIN APLIKASI : DESAIN FAKTORIAL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saua sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

(8)

viii

PRAKATA

Puji syukur kepada Bapa atas berkat, rahmat, kasih dan penyertaanNya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripis berjudul “Optimasi Formula Krim

Anti-Ageing Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe dengan Cetyl Alcohol dan

Humektan Gliserin : Aplikasi Desain Faktorial” sebagai salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi ini telah

banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak berupa bimbingan, nasihat,

pengarahan, dorongan, saran, dan kritikan. Pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanat Dharma

Yogyakarta.

2. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt selaku dosen pembimbing atas segala kritik,

masukan, diskusi, dan keakraban yang boleh penulis rasakan bersama ibu

selama penelitian proyek payung dan penyusunan skripsi.

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt selaku dosen penguji atas bimbingan,

saran, kritik, dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

4. Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen penguji atas bimbingan,

saran, kritik, dan pengarahannya selama penyusunan skripsi ini.

5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku kepala laboratorium atas kesediaan

(9)

ix

Mas Bimo, Mas Otok, Mas Agung, Pak Timbul, dan Pak Yuwono, atas

bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.

8. Mama, Papi, kalian orang tua terhebat untukku, terima kasih untuk cinta,

doa, kesabaran, teguran, dukungan, dan kesetiaan yang tidak pernah habis.

9. Adek Tika tercinta, yang selalu menemaniku setiap kali lembur, terima

kasih untuk teguran yang penuh kasih sayang, cinta, doa, perhatian, dan

dukungan.

10.Galih dan Jelly, sebagai bagian dari kebersamaan dengan adek tercinta,

terimakasih untuk dukungan yang selalu diberikan.

11.Sahabatku yang selalu membuatku percaya diri dan termotivasi, Yashinta

Widyaningtyas, dan sahabatku yang selalu memberi ketenangan dan

keheningan, Lulu Lunggati B.M. Terima kasih untuk perjuangan,

keceriaan dan kebodohan kita, aku bersyukur memiliki kalian.

12.Malaikat kecilku Luther-Helen, Chiroo-Bolivia, Adek, untuk cinta dan

kesetiaan yang boleh bunda dan tante rasakan.

13.Mama Wiwik yang selalu mengiringku dengan doa dan kasih sayang.

14.Om Ubay yang sangat setia memberikan saran, kritik, nilai, dukungan, dan

kesabaran untuk menemani kami ngelab selama penyusunan skripsi ini.

15.Dotie, Fani, Vica, Mary, Lil, Dissa, Adit, Reno, Boim, Robi, Pungky,

(10)

x

16.Dani, Rico, Intan, Iren, Rani, Cica, Wiwit,Grace, Zi, Cik Vita, Ardani, Lia,

Yosephine, Joice, Melia teman-teman seperjuangan dalam penelitian,

terima kasih untuk kebersamaan, sharing, dan diskusi selama ini.

17.Bos Fian, Ko David, terimakasih untuk dukungan dan masukan selama

penyusunan skripsi ini.

18.Sahabatku, Riyo, Mary, Tusi, Krisna, Erlina terimakasih untuk dukungan

yang selalu ada.

19.Teman-teman FST 2006 serta semua pihak yang telah memberi bantuan,

dukungan, doa, dan keceriaan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih

banyak kekurangannya mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang

dimiliki. Oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan oleh

penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

(11)

xi

merupakan salah satu bahan makanan khas Indonesia yang mudah ditemui dan mengandung isoflavon yang mempunyai daya antioksidan lebih besar daripada kedelai, dengan demikian penelitian ini juga dapat menaikkan nilai guna tempe.

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni. Optimasi formula yang dilakukan dengan menggunakan metode desain faktorial dan teknik analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%. Optimasi dilakukan pada komposisi cetyl alcohol dan humektan gliserin dengan parameter sifat fisik krim yang diuji meliputi : viskositas, daya sebar, serta stabilitas krim meliputi pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 30 hari. Selain itu juga dilakukan uji daya antioksidan dengan metode DPPH pada ekstrak etil asetat isoflavon tempe.

Dari penelitian ini diperoleh bahwa cetyl alcohol merupakan faktor yang berpengaruh dominan dan signifikan dalam menentukan sifat fisik viskositas krim, sedangkan gliserin dan interaksi cetyl alcohol-gliserin bukan merupakan faktor yang berpengaruh dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas krim.

(12)

xii

ABSTRAC

The aim of study of this researh is to optimization anti-ageing cream of etil asetat extract isoflavon tempe with cetyl alcohol and gliserin as humectant of cream. Tempe is one of the favourite food from Indonesia that have a big potetial antioxidant activity.

This research is use pure experimental device and formula optimation that was done by using factorial design method and statistical analysis of Yate’s Treatment. The optimization condusted at cetyl alcohol and humectant gliserin, with the physical properties of cream that was tested through spreadibility, viscosity, and stability of cream by using alteration of viscosity.

The result of this research was indicated that cetyl alcohol was the dominant factor in determining the viscosity. Gliserin and Interaction is not determining physical and stability properties.

(13)

xiii

HALAMAN JUDUL ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vii

PRAKATA ...viii

INTISARI ...xi

ABSTRAK. ... xii

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvii

DAFTAR GAMBAR ...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ...xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

1. Permasalahan ...3

2. Keaslian Penelitian ...3

3. Manfaat Penelitian ...3

B. Tujuan Penelitian ...4

(14)

xiv

2. Tujuan Khusus ...4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Isoflavon dan Tempe ...5

B. Skin Ageing...5

C. Uji DPPH ...7

D. Krim ...8

E. Cetyl Alcohol ...9

F. Gliserin ...10

G. Desain Faktorial ...12

H. Landasan Teori ...13

I. Hipotesis ...15

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...16

B. Variabel dan Definisi Operasional ...16

1. Variabel bebas ...16

2. Varabel Tergantung ...16

3. Variabel Pengacau Terkendali ...16

4. Varabel Pengacau tak Terkendali ...16

C. Bahan Penelitian ...18

D. Alat Penelitian ...18

E. Tata Cara Penelitian ...19

1. Pengumpulan, Pengolahan, Isolasi Isoflavon Tempe ...19

(15)

xv

F. Analisis Hasil ...24

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. Isolasi dan Identifikasi Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ...25

1. Isolasi Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ...25

2. Identifikasi Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ...29

B. Uji Antioksidan Isoflavon Tempe ...30

C. Pembuatan Krim ...32

D. Sifat dan Stabilitas Krim ...34

1. Pengujian Tipe Krim ...34

2. Karakteristik Ukuran Droplet ...35

3. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Krim ...38

a. Daya Sebar ...38

b. Viskositas ...41

c. Pergeseran viskositas ...43

E. Optimasi Formula ...46

a. Daya Sebar ...46

b. Viskositas ...47

c. Pergeseran Viskositas ...47

(16)

xvi BAB V KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan ...50

B. Saran ...51

DAFTAR PUSTAKA ...52

Lampiran ...54

(17)

xvii

Tabel II. Komponen Isoflavon Glukosida ...6

Tabel III. Rancangan Percobaan Desain Faktorial ...12

Tabel IV. Rancangan Formula Desain Faktorial ...21

Tabel V. Perhitungan Rf Uji KLT Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ...30

Tabel VI. Hasil Perhitungan % Scavenging Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe ...32

Tabel VII. Hasil Perhitungan Statistik Distribusi Ukuran Droplet ...36

Tabel VIII. Efek Faktor terhadap Respon Daya Sebar ...39

Tabel IX. Hasil Perhitungan Yate’s Treatment untuk Respon Daya Sebar ...39

Tabel X. Efek Faktor terhadap Respon Viskositas ...41

Tabel XI. Hasil Perhitungan Yate’s Treatment untuk Respon Viskositas ...41

Tabel XII. Efek Faktor terhadap Respon Pergeseran Viskositas ...43

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimia Isoflavon Aglikon ...6

Gambar 2. Struktur Kimia Isoflavon Glukosida ...6

Gambar 3. Struktur Kimia Cetyl Alcohol...10

Gambar 4. Struktur kimia Gliserin ...10

Gambar 5. Skema Singkat Alur Penelitian ...18

Gambar 6. Skema Mekanisme isoflavon sebagai Anti-ageing ...29

Gambar 7. Hasil uji KLT ...30

Gambar 8. Skema Tahapan Reaksi Isoflavon sebagai Antioksidan ...31

Gambar 9. Hasil Pengujian Mikroskopik Tipe Krim...34

Gambar 10. Karakteristik Ukuran Droplet ...35

Gambar 11. Kurva Nilai Tengah Diameter Droplet vs % Frekuensi ...37

Gambar 12. Grafik Pengaruh Faktor terhadap Respon Daya Sebar ...40

Gambar 13. Grafik Pengaruh Faktor terhadap Respon Viskositas ...42

Gambar 14. Grafik Pengaruh Faktor terhadap Respon Pergeseran Viskositas ...45

Gambar 15. Grafik Contour Plot Daya Sebar Krim ...46

Gambar 16. Grafik Contour Plot Viskositas Krim ...47

Gambar 17. Grafik Contour Plot Pergeseran Viskositas ...48

(19)

xix

Lampiran 2. Perhitungan Uji Antioksidan Metode DPPH...55

Lampiran 3. Data Penimbangan, Notasi, dan Formula Desain Faktorial ...62

Lampiran 4. Data Sifat Fisik dan Stabilitas Krim ...63

Lampiran 5. Perhitungan Efek Sifat Fisik dan Stabilitas Krim ...70

Lampiran 6. Persamaan Desain Faktorial ...76

Lampiran 7. Yates’s Treatment...84

(20)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tempe adalah salah satu bahan makanan asli Indonesia yang sangat

digemari karena harganya murah, mudah ditemui, dan rasanya enak. Di dalam

tempe ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk isoflavon yaitu daidzein,

glistein, dan genistein seperti pada kedelai, selain itu ditemukan pula antioksidan

faktor II (6,7,4, trihidroksiflavon) yang merupakan agen antioksidan yang hanya

terdapat di dalam tempe sebagai hasil dari fermentasi kedelai (Anonim, 2008).

Faktor II mempunyai aktivitas antioksidan yang secara in-vitro lebih tinggi

dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai (Ariani, 2003).

Isoflavon mempunyai efek terhadap radiasi UV yaitu meningkatkan sistem

imun sama besar dengan energi UV yang menyebabkan kerusakan kulit, dikenal

dengan istilah photoageing (Zulli, F., Schmid, D., Muggli, R., Hanay, C., 2002).

Isoflavon dapat diaplikasikan dalam kosmetik dengan berbagai bentuk sediaan

misalnya gel, lotion, dan krim yang dapat diformulasikan secara mudah dalam

fase air (Schmid, 2004). Konsentrasi isoflavon yang biasa digunakan dalam

kosmetik adalah 1-500 mg/kg atau 20-100 mg/kg (Zulli et.al, 2002).

Dalam penelitian ini isoflavon diformulasikan dalam bentuk sediaan

krim. Hal ini terkait dengan kelebihan dari sediaan krim dibandingkan dengan

(21)

memberi rasa melembabkan di kulit, mudah dibersihkan dan dapat atau tidak

dapat dicuci dengan air (Mitsui, 1993).

Suatu sediaan, untuk dapat diterima oleh masyarakat harus memenuhi

parameter sifat fisik dan stabilitas. Sifat fisik dan stabilitas suatu sediaan krim

dapat ditentukan oleh basis dan humektan. Cetyl alcohol sebagai basis yang juga

bersifat sebagai thickening agent sehingga mampu menjaga stabilitas,

memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi (Bennet, 1970). Sedangkan

humektan merupakan suatu bahan higroskopis yang ditambahkan bertujuan untuk

mempertahankan kelembapan sediaan sehingga dapat mempermudah aplikasi

krim dengan memberikan daya sebarnya yang cukup serta dapat mempertahan

konsistensi. Oleh karena cetyl alcohol dan gliserin memiliki sifat yang saling

berlawanan yaitu dapat meningkatkan viskositas dan meningkatkan daya sebar,

maka dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula cetyl alcohol sebagai basis

dan gliserin sebagai humektan.

Optimasi formula dilakukan menggunakan aplikasi desain faktorial.

Metode ini mempunyai kelebihan yaitu selain dapat mengetahui efek dari tiap

bahan yang digunakan terhadap sifat-difat fisik sediaan juga dapat digunakan

untuk mengetahui efek yang tmbul dati interaksi bahan-bahan yang digunakan.

Dalam penelitian ini dilakukan pula uji aktivitas antioksidan isoflavon

secara in-vitro dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-1pikrilhidrazil) yang

(22)

3

1. Permasalahan

a. Apakah ekstrak etil asetat isoflavon tempe mempunyai aktivitas

antioksidan melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan metode

DPPH yang dinyatakan dengan % scavenging ?

b. Efek mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi sifat fisik dan

stabilitas krim di antara efek cetyl alcohol, efek gliserin, dan efek

interaksi ?

c. Apakah diperoleh area komposisi optimum dari campuran cetyl

alcohol-gliserin yang memenuhi parameter sifat fisika dan stabilitas krim ?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

formulasi sediaan krim anti ageing isoflavon tempe dengan basis tidak larut

air cetyl alcohol dan basis larut air gliserin belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis. Menambah pengetahuan mengenai bentuk sediaan anti

ageing isoflavon dari tempe dan cara mengisolasi isoflavon dari tempe.

b. Manfaat Metodologi. Menambah informasi ilmu pengetahuan kefarmasian

mengenai upaya pengembangan dan aplikasi metode desain faktorial

dalam menemukan area komposisi optimum krim anti ageing isoflavon

dari tempe dengan komposisi cetyl alcohol dan gliserin.

c. Manfaat Praktis. Adanya sediaan krim anti ageing isoflavon dari tempe ini

masyarakat dapat menggunakan senyawa yang berasal dari bahan yang

(23)

B. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum

Membuat formula krim yang memiliki daya anti ageing dengan bahan

aktif isoflavon dari tempe.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui apakah fraksi etil asetat isoflavon dari tempe mempunyai

aktivitas antioksidan melalui uji penangkapan radikal hidroksil dengan

metode DPPH yang dinyatakan dengan % scavenging.

2. Mengetahui efek mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi sifat

fisik dan stabilitas krim di antara efek cetyl alcohol, efek gliserin, dan efek

interaksi.

3. Mengetahui area komposisi optimum dari campuran cetyl alcohol–gliserin

(24)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Isoflavon dan Tempe

Tempe hasil fermentasi ditemukan adanya isoflavon genistein, daidzein,

dan faktor-II. Genistein dan Daidzein telah ada pada kedelai rendam sebagai

bahan baku tempe, tetapi faktor-II hanya dijumpai pada tempe. Faktor-II dapat

terbentuk karena selama proses perendaman fermentasi kedelai β-glukosidase

akan aktif dan mengubah glisitin, genistin, dan daidzin yang telah ada pada

kedelai menjadi daidzein, genistein, dan glisitein. Selanjutnya selama proses

fermentasi kedelai rendam terjadi biokonversi lebih lanjut daidzein dan glisiteni

menjadi faktor-II. Faktor-II mempunyai daya antioksidan yang secara in-vitro

jauh lebih tinggi bila dibandingkan antioksidan lain (Ariani, 2003).

Isoflavon terdiri atas komponen polar (terikat gula/glikon) dan komponen

nonpolar (tidak terikat gula/aglikon) (Tensiska, Marsetio, Yudiastuti, S.O.N.,

2007). Isoflavon glikosida tidak aktif secara biologi. Isoflavon aktif untuk

perawatan kulit harus dalam bentuk aglycone yang ini mempunyai sedikit

kelarutan dalam air dan minyak (Schmid, 2004). Isoflavon diaplikasikan dalam

kosmetik, harus diaktifkan terlebih dahulu misalnya dalam bentuk aglikon, sebab

di dalam kulit tidak terdapat enzim hidrolisis. Dalam bentuk glikosida maka

isoflavon tidak akan terpenetrasi sampai lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya

(25)

senyawa yang dapat lewat adalah aglikon yang dapat larut air (Zulli et.al, 2002).

Struktur isoflavon adalah sbb:

Gambar 1. Struktur Kimia Isoflavon Aglikon

Tabel I. Komponen Isoflavon Aglikon

R1 R2 Komponen

H H Daidzein

OH H Genistein

H OCH3 Glisitein

H OH Faktor-II

Gambar 2. Struktur Kimia Isoflavon Glukosida

Tabel II. Komponen Isoflavon Glukosida

R3 R4 R5 Komponen

H H H Daidzin

OH H H Genistin

H OCH3 H Glisitin

H H COCH3 6”-O-asetildaidzin

OH H COCH3 6”-O-asetilgenistin

H OCH3 COCH3 6”-O-asetilglisitin

H H COCH2COOH 6”-O-malonildaidzin

OH H COCH2COOH 6”-O-malonilgenistin

(26)

7

B. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang

paling sederhana dan mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan KLT adalah

sample yang digunakan sedikit, diperoleh pemisahan senyawa yang amat berbeda,

waktu yang dibutuhkan singkat, serta jumlah pelarut yang digunakan sangat

sedikit. KLT dapat digunakan untuk dua tujuan. Pertama, untuk hasil kuantitatif,

kualitatif, dan preparative. Kedua, digunakan untuk mengetahui sistem pelarut dan

sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi

cair kinerja tinggi (KCKT) (Gritter, R., Bobbit, J.M., Schwarting, A., 1991).

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan

yang memisahkan, yang terdiri atas fase diam, ditempatkan pada penyangga yang

berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan

dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada fase diam. Setelah plat atau lapisan

ditaruh di dalam bejana terttup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok

(fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan).

Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus dideteksi (Stahl, 1985).

Seyawa yang dihasilkan pada lempeng fase diam terkadang masih sulit

untuk dideteksi. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan pereaksi yang mampu

memperjelas bercak, sehingga mempermudah dalam melakukan deteksi.

Senyawa-senyawa yang sering digunakan untuk pereaksi pendeteksi KLT antara

lain ammonia, ALCL3, FeCL3, sitroborat, dan lain-lain (Mabry, T.J., Markham,

(27)

Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan penyerapan

di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm) atau jika

senyawa ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan

atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini senyawa tidak

dapat dideteksi maka harus dicoba dengan reaksi kimia. Pertama tanpa pemanasan

lalu bila perlu degan pemanasan. Jarak pengembangan pada senyawa pada

kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf (Stahl, 1985).

tFaseGerak JarakRamba

tolan kDariPento PusatBerca

Jaraktitik Rf

C. Skin Ageing

Skin ageing adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh waktu yang dapat

dipercepat oleh faktor eksternal misalnya radiasi UV. Mekanisme ini berlangsung

di dermis dan mengurangi kemampuan untuk pembentukan lapisan baru serta

mempercepat degradasi lapisan. Manifestasi dari fenomena skin ageing bisa

bermacam-macam, misalnya keriput, kulit kendor karena berkurangnya

kemampuan elastisitas dan kekencangan (Zulli et.al, 2002).

Skin ageing dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor internal

maupun eksternal, salah satu faktor eksternal tersebut adalah paparan sinar

matahari yang sering disebut photoageing. Mekanisme penuaan yang dipicu oleh

faktor eksternal paparan sinar matahari adalah adanya penurunan jumlah ceramide

akibat reaksi dengan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat dihambat dengan

adanya antioksidan sebagai salah satu mekanisme anti ageing. Sebab radikal

(28)

9

Anion superoksida yang mengurangi oksigen menginisiasi reaksi ageing, sebab

anion superoksida mempunyai peran penting dalam pembentukan ROS misalnya

hidrogen peroksida, radikal hidroksil, dan oksigen singlet yang dapat memicu

kerusakan akibat reaksi oksidatif pada lemak, protein, dan DNA (Lee, J., Renita,

M., Fioritto, R.J., 2004).

Isoflavon dapat mempunyai mekanisme anti-ageing sebagai antioksidan

maupun fitoestrogen :

a. Mekanisme sebagai fitoestrogen

Isoflavon sebagai fitoestrogen dapat mempunyai mekanisme sebagai

anti-ageing karena struktur isoflavon aglikon yang berbentuk

heterosiklik fenol. Struktur tersebut mempunyai bentuk yang sangat

mirip dengan estrogen steroid, sehingga reseptor estrogen akan

dengan mudah menangkap isoflavon dan akan menstimulasi kolagen

di dalam kulit (Schmid, 2004). Mekanisme fitoestrogen ini, biasa

diberikan dengan sistem penghantaran oral.

b. Mekanisme sebagai antioksidan

Paparan sinar UV dapat mengandung ROS (Reactive Oxygen

Species) yang dapat mengaktivasi transkripsi dari MMPs. Enzim

tersebut merupakan salah satu enzim proteolitik yang akan

mendegradasi kolagen, elastin, dan protein-protein lain yang

berfungsi untuk menjaga elastisitas kulit. Isoflavon yang mempunyai

fungsi sebagai antioksidan dapat menangkap ROS sehingga akan

(29)

kulit tetap terjaga dan photoaging dapat dihambat (Chiang et.al,

2004), seperti ditunjukkan dalam gambar 6. Isoflavon dapat berfungsi

sebagai antioksidan karena adanya gugus fenol yang mempunyai

atom hidrogen sehingga dapat menangkap elektron bebas dari ROS

menjadi elektron berpasangan yang lebih stabil. Selanjutnya,

isoflavon akan teroksidasi oleh radikal bebas sehingga protein-protein

penyusun elastisitas kulit seperti kolagen dan elastin tidak akan

terdegradasi. Oleh karena itu, kandungan faktor II yang hanya ada di

dalam isoflavon tempe merupakan antioksidan yang lebih baik

dibandingkan isoflavon dalam kedelai biasa yang hanya mengandung

genistein dan daizein. Hal ini disebabkan karena pada senyawa faktor

II sebagai hasil fermentasi kedelai mempunyai gugus fenol yang lebih

banyak.

Sinar UV ↓ ROS

Adanya atom hidrogen isoflavon sebagai agen antioksidan yang mengikat elektron dari ROS

Tidak terjadi aktivasi MMPs ↓

Tidak terjadi degradasi kolagen, elastin, dll ↓

Tidak terjadi reaksi photoaging

(30)

11

D. Uji DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)

Uji DPPH merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengukur daya antioksidan suatu sampel. DPPH berfungsi sebagai senyawa

radikal bebas stabil yang ditetapkan secara spektrofotometri melalui persen

peredaman absorbansi. Peredaman warna ungu merah pada panjang gelombang

517 nm dikaitkan dengan kemampuan minyak atsiri atau ekstrak sebagai

antiradikal bebas (Purwata, I.M.O.A., Rita, W.S., Yoga, R., 2009).

Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50, yaitu

konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal

bebas DPPH (Andayani, R., Yovita, L., Maimunah, 2008). Aktivitas antioksidan

kuat jika IC50 lebih kecil dari 200 µg/ml. Kapasitas antiradikal bebas metode

DPPH diukur dari peredaman warna ungu merah dari DPPH pada panjang

gelombang 517 nm ± 20 nm (Purwata dkk, 2009). Perhitungan aktivitas

penangkapan radikal DPPH (% scavenging) dihitung dengan rumus :

% 100 ) (

x blanko

Absorbansi

sampel Absorbansi

blanko

Absorbansi

(Sunarni, T., Pramono, S., Asmah, R., 2007).

Adanya aktivitas antioksidan dari sampel akan menyebabkan perubahan

warna pada larutan DPPH dalam metanol yang semula violet pekat jadi kuning

pucat. Sampel dinyatakan aktif sebagai antiradikal bebas jika % peredaman (%

(31)

E. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Emulsi minyak

dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai

panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk

penggunaan kosmetika (Anonim, 1995). Sebuah vanishing cream merupakan

emulsi dari asam stearat, disebut vanishing cream karena tidak tampak mengkilap

(vanish) ketika digunakan. Fase eksternalnya adalah air. Dengan penambahan

gliserin (10%) sebagai bahan pembuat lunak dinilai krim akan berkilau mutiara

sediaan ini menjadi lebih cemerlang (Voigt, 1994). Emulsifying agent adalah

sabun atau campuran sabun dari sodium, potassium, dan ammonia biasanya dalam

bentuk emulsi minyak dalam air (Young, 1972).

Krim merupakan suatu sistem emulsi yang stabilitasnya ditentukan oleh

elastisitas emulgator dari lapisan tipis batas antar muka. Menurut aturan Bancroft,

fase dimana emulgator terlarut atau terakumulasi di dalamnya adalah bahan

pendispersi, contoh sabun yang dapat larut dalam air merupakan emulgator m/a.

Suatu sistem emulsi akan menunjukkan stabilitas dan tingkat dispersitas yang

optimal, jika lapisan tipis menyaluti batas antar permukaan secara total. Banyak

emulgator memberikan lapisan tipis yang sangat stabil dan dapat menyalut

droplet. Jika ada droplet bersentuhan, maka lapisan tipis semacam itu akan

memberi perlindungan untuk menghindari penggabungan (Voigt, 2004).

Salah satu emulgator m/a yang dapat digunakan pada sediaan obat yang

(32)

13

stabil adalah sabun amin. Sabun amin salah satu contohnya adalah

Trietanolaminstearat yang terbentuk dari hasil reaksi penyabunan antara asam

stearat dan TEA. Pada susunan rantai sabun trietanolaminstearat, hidrokarbon

yang simetris mewakili bagian tidak polar dari molekul. Sebaliknya karboksil

hidrofil menunjukkan tidak adanya keseimbangan muatan, oleh karena itu gugus

bersifat polar. Kesatuan molekul ini gugus polar dan tidak polar menyatu sehingga

membuatnya sebagai senyawa amfifil (Voigt, 2004). Struktur sabun trietanolamin

adalah sbb :

[OH-CH2-CH2-N(HCH2CH2OH)-CH2-CH2-OH]C17H35-COO

-F. Cetyl Alcohol

Cetyl alcohol mengandung tidak kurang dari 90% C16H34O, selebihnya

terdiri dari alkohol yang sejenis. Pemeriannya berupa serpihan putih licin, granul

atau kubus, berwarna putih, bau khas lemah, rasa lemah. Kelarutannya tidak larut

dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya

suhu (Anonim, 1995). Struktur cetyl alcohol adalah sbb:

Gambar 4. Struktur Kimia Cetyl Alcohol

Cetyl alcohol mampu menjaga stabilitas, memperbaiki tekstur dan

meningkatkan konsistensi serta dapat bersifat sebagai emollient, emulsifying

agent, dan mampu menyerap air. Di dalam emulsi minyak dalam air, cetyl alcohol

(33)

dalam air. Kombinasi dengan emulsifier ini akan menghasilkan suatu sistem yang

tertutup, barier monomolecular pada antar muka minyak-air yang membentuk

barier mekanik sehingga dapat mencegah terjadinya droplet yang coalesence

(Rowe, R., Sheskey, P.J., Quinn, M.E., 2009).

G. Gliserin

Gliserin dapat diperoleh dari minyak dan lemak yang diproduksi dalam

pembuatan sabun dan asam lemak. Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup,

tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak

enak), higroskopik, dan netral terhadap lakmus. Gliserin dapat bercampur dengan

air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam minyak lemak, dalam

eter, dan dalam minyak menguap (Anonim, 1995). Struktur gliserin adalah sbb:

Gambar 5. Struktur Kimia Gliserin

Pada pemakaian topikal, seringkali gliserin digunakan untuk humectant

dan emollient, sehingga dapat digunakan untuk mempertahankan kelembapan

kulit dan meningkatkan daya sebar. Gliserin digunakan sebagai solvent atau

cosolvent di dalam krim dan emulsi. Gliserin biasa ditambahkan di dalam fase air

(34)

15

H. Metode Desain Faktorial

Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mendesain suatu

percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan

terhadap suatu respon dan memungkinkan kita mengetahui interaksi di antara

faktor-faktor tersebut (Voigt, 1994). Keuntungan dari metode desain faktorial ini

adalah memiliki efisiensi yang maksimum dalam mengetahui efek yang dominan

dalam menentukan respon, selain itu bahwa metode ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi efek masing-masing faktor maupun efek interaksi antar faktor

(Muth, 1999).

Metode desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu

teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu

atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa

persamaan matematika. Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A

dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level

rendah dan level tinggi (Bolton, 1997). Rancangan percobaan yang diperlukan

dengan metode desain faktorial dua faktor dan dua level sbb:

Tabel III. Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level

Formula Faktor A Faktor B

(1) - -

a + -

b - +

ab + +

Keterangan :

(35)

Optimasi campuran dua bahan (dua faktor) dengan desain faktorial

dianalisis berdasarkan rumus:

Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12 (A)(B)...(1)

Dengan:

Y = respon hasil atau sifat yang diamati

(A),(B) = level bagian A, level bagian B, yang nilainya -1 dan +1 b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Dari persamaan di atas dan data yang diperoleh kemudian dibuat contour

plot suatu respon tertentu yang dapat digunakan untuk mengetahui komposisi

campuran yang optimum (Bolton, 1997).

Besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat

diperoleh dengan menghitung selisih antara respon pada level tinggi dan rata-rata

respon pada level rendah, yaitu:

Efek faktor A =

 

2 ) 1

( ab b

a  

Efek faktor B =

 

2 ) 1

( ab a

b  

Efek faktor C =

 

2 ) 1

( a

b

ab  

(Bolton, 1997).

I. Landasan Teori

Tempe diketahui mempunyai potensi sebagai bahan anti ageing dengan

adanya kandungan isoflavon yang mempunyai daya antioksidan yang lebih besar

dibandingkan dengan kedelai karena adanya senyawa faktor-II. Senyawa ini

hanya dijumpai pada tempe karena terbentuk selama proses perendaman

fermentasi kedelai (Ariani, 2003).

Radiasi sinar UV dapat menyebabkan photoaging akibat reaksi dengan

(36)

17

scavengers dapat mencegah peristiwa photoaging tersebut sehingga akan

mengurangi kerusakan collagen yang berperan sebagai protein pembentuk

elastisitas kulit. Oleh karena itu, isoflavon tempe mempunyai potensi sebagai

anti-ageing yang efektif mencegah photoaging (Chiang et.al, 2007).

Bentuk sediaan yang digemari untuk aplikasi kosmetik yaitu krim. Hal

ini disebabkan oleh sifat krim yang mudah dioleskan, mudah menyebar, daya

penetrasi tinggi, memberi rasa melembabkan di kulit, mudah dibersihkan dan

dapat atau tidak dapat dicuci dengan air (Mitsui, 1993).

Cetyl alcohol sebagai basis tidak larut air dalam formula krim ini

mempunyai kemampuan untuk menjaga stabilitas, memperbaiki tekstur, dan

meningkatkan konsistensi krim (Rowe et.al, 2009). Sedangkan gliserin sebagai

humektan bersifat dapat mempertahankan kelembapan kulit dan meningkatkan

daya sebar (Rowe et.al, 2009). Cetyl alcohol dan gliserin yang mempunyai sifat

berlawanan, yaitu cetyl alcohol meningkatkan viskositas dan gliserin

meningkatkan daya sebar maka dilakukan optimasi kedua bahan tersebut sehingga

dapat diperoleh komposisi optimum yang sesuai dengan sifat fisik dan stabilitas

krim.

Untuk mengetahui efek faktor dan interaksi yang paling dominan dari

masing-masing uji sifat fisis dan stabilitas krim, maka digunakan metode desain

(37)

J. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

a. Ekstrak etil asetat isoflavon tempe mempunyai daya antioksidan melalui uji

penangkapan radikal hidroksil dengan metode DPPH.

b. Terdapat pengaruh yang bermakna (signifikan) dari komposisi cetyl alcohol,

gliserin, dan interaksi cetyl alcohol-gliserin dalam formula krim anti-ageing

yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas krim anti ageing

(38)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental murni yang bersifat

eksploratif dengan menggunakan desain faktorial.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbb:

1. Variabel Bebas

Komposisi cetyl alcohol dan humektan gliserin.

2. Variabel Tergantung

Sifat fisis dan stabilitas krim anti ageing isoflavon tempe yang meliputi :

viskositas, daya sebar, tipe emulsi, dan pergeseran viskositas.

3. Variabel Pengacau Terkendali

Kondisi wadah tempat penyimpanan dan intensitas cahaya penyimpanan.

4. Variabel Pengacau Tak Terkendali

Suhu dan kelembaban ruangan penelitian.

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbb :

a. Basis adalah bahan dasar krim yang menentukan sifat dasar krim dan

menentukan keberhasilan atau kegagalan terapi (Voigt, 2004).

b. Faktor adalah gliserin pada level rendah 5 gram dan level tinggi 10 gram;

(39)

c. Interaksi gliserin-cetyl alcohol yang mempengaruhi sifat fisik dan

stabilitas.

d. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati yaitu sifat fisik

berupa daya sebar dan viskositas. Stabilitas fisik berupa pergeseran

viskositas.

e. Daya antioksidan adalah dinyatakan dengan % scavenging, dikatakan aktif

sebagai antioksidan jika % scavenging leih besar dari atau sama dengan

50% (Purwata, 2009) dan dikatakan antioksidan kuat jika nilai IC50

kurang dari 200 µg/ml ( Andayani dkk, 2008).

f. Daya sebar adalah kemampuan penyebaran krim pada kulit 5-7 cm dengan

aplikasi beban 125 gram selama 1 menit (Garg, A., Aggarwal, D., Garg,

S., Singla, A.K., 2002).

g. Viskositas adalah memiliki rentang viskositas yang dapat diterima adalah

145-175 d.Pa.s.

h. Pergeseran viskositas adalah dikatakan stabil jika setelah penyimpanan

selama 30 hari terjadi pergeseran viskositas kurang dari 11%.

i. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan

stabilitas krim.

j. Contour plot superimpossed adalah grafik area pertemuan yang memuat

semua arsiran dalam contour plot yang diprediksikan sebagai area

(40)

21

k. Area optimum adalah area kondisi yang menghasilkan krim dengan daya

sebar 5 sampai 7 cm, viskositas 145-175 d.Pa.s, persen pergeseran

viskositas adalah kurang dari 11%.

C. Bahan Penelitian

Tempe dibungkus daun pisang dan berbentuk persegi panjang (diperoleh

dari pasar STAN, Paingan, Sleman), aquadest, Metanol teknis, Petroleum eter

teknis, Etil asetat teknis (Brataco), MgSO4 teknis, plat silica GF254, Metanol p.a,

pereaksi DPPH, Asam stearat farmasetis, VCO, Cetyl Alcohol farmasetis,

Trietanolamin, Gliserin, BHT (Brataco), dan Metil paraben.

D. Alat Penelitian

Glasswares Lab. FTS USD (pyrex), vaccum rotary evaporator

(Janke-Kulken), seperangkat spectrophotometer UV/Vis (optima), neraca elektrik,

waterbath, mixer (Airlux), viscotester (Rion-Japan VT-04), tabung skala, alat uji

daya sebar, mikroskop BM-180 Boeco Germany, Spektrofotometer visibel, dan

(41)

E. Tata Cara Penelitian

Pengumpulan dan pengolahan tempe ↓

Isolasi Isoflavon tempe ↓

Identifikasi kualitatif isoflavon tempe dengan KLT ↓

Uji Antioksidan metode DPPH ↓

Formulasi Krim ↓

Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan

Gambar 6. Alur Penelitian Singkat

1. Pengumpulan Tempe, Pengolahan Tempe, dan Isolasi Isoflavon Tempe

Tempe yang dibungkus dengan daun pisang berbentuk persegi panjang

sebanyak 1 kg, diperoleh dari pasar STAN paingan Sleman pada saat pagi hari.

Tempe tersebut kemudian dihaluskan dan ditimbang sebanyak enam ratus gram.

600 gram tempe ditambah 400 mL aquadest. Kemudian diblender selama 3x5

menit. Ditambahkan 1.200 mL metanol teknis, dimaserasi selama dua belas jam

pada kecepatan 120 rpm. Setelah dimaserasi dua belas jam kemudian disaring.

Ektrak yang diperoleh dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu

600C selama kurang lebih 1 jam untuk setiap 300 mL ekstrak metanol sampai

diperoleh ekstrak kental ±100 mL (Ariani, 2003).

Ekstrak kental diekstraksi dengan penggojogan selama satu menit,

menggunakan pelarut 5x150 mL petroleum eter, ambil fase bagian bawah

kemudian diekstraksi lagi dengan 5x150 mL etil asetat. Fase etil asetat di bagian

atas diambil dan dibebaskan dari air dengan MgSO4 anhidrat sebanyak ±15 gram

(42)

23

asetat dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 400C selama kurang lebih 1

jam untuk setiap 300 mL ekstrak etil asetat sampai diperoleh ekstrak kental etil

asetat isoflavon (Ariani, 2003).

2. Identifikasi Isoflavon dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Sedikit isolat hasil isolasi isoflavon dilarutkan dalam metanol p.a dan

ditotolkan sebanyak sembilan kali totolan menggunakan pipa kapiler pada fase

diam silica gel GF 254. Ditunggu hingga kering kemudian eluen dikembangkan

dalam fase gerak kloroform : metanol = 3 : 1. Setelah eluen dikembangkan,

reaksikan dengan uap amonia selama sepuluh menit dan diamati dengan lampu

UV 254nm (Ariani, 2003).

3. Uji Antioksidan Isoflavon dari Tempe dengan Metode DPPH

a.Pembuatan Larutan Reagen DPPH 0,1 mM. Ditimbang 0, 00788 gram

DPPH. Dilarutkan dalam metanol p.a, tambahkan sampai 200 ml.

b.Pembuatan Larutan Stok Antioksidan Pembanding BHT. Ditimbang

0,0027 gram BHT. Dilarutkan dalam metanol p.a, ditambahkan sampai 25

ml. Sehingga akan didapat larutan stok BHT dengan konsentrasi 0,5 mM.

c.Pembuatan Seri Konsentrasi Antioksidan Pembanding BHT. Diambil

larutan stok BHT sebanyak 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 5 ml. Kemudian

masing-masing konsentrasi dilarutkan dan ditambahkan dengan metanol p.a

sampai 10 ml. Sehingga akan diperoleh seri konsentrasi BHT 0,05 mM;

0,075 mM; 0,1 mM; 0,25 mM.

d.Pengukuran Absorbansi BHT dengan Spektrofotometer Visibel. Diambil

(43)

sebanyak 0,5 ml. Ulangi perlakuan yang sama untuk setiap seri

konsentrasi. Didiamkan dalam ruangan gelap dengan suhu kamar selama

tiga puluh menit. Setelah tiga puluh menit, diukur absorbansi pada

panjang gelombang 517 nm.

e.Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Etil Asetat Isoflavon. Ditimbang 12,5

gram ekstrak etil asetat isoflavon. Dilarutkan dalam metanol p.a,

ditambahkan sampai 25 ml. Sehingga akan diperoleh larutan stok ekstrak

etil asetat isoflavon dengan konsentrasi 50 % b/v.

f. Pembuatan Seri Konsentrasi Ekstrak Etil Asetat Isoflavon. Diambil larutan

stok ekstrak etil asetat isoflavon sebanyak 2 ml; 4 ml; 6 ml; 8 ml; 10 ml.

Kemudian masing-masing konsentrasi dilarutkan dan ditambahkan

dengan metanol p.a sampai 10 ml. Sehingga akan diperoleh seri

konsentrasi ekstrak etil asetat isoflavon 10 % b/v; 20 % b/v; 30 % b/v; 40

% b/v; 50 % b/v.

g.Pengukuran Absorbansi Sampel dengan Spektrofotometer Visible.

Diambil larutan reagen DPPH sebanyak 7,5 ml ditambahkan dengan

larutan sampel (ekstrak etil asetat isoflavon) sebanyak 0,5 ml. Perlakuan

diulang untuk setiap seri konsentrasi. Didiamkan dalam ruangan gelap

dengan suhu kamar selama tiga puluh menit. Setelah tiga puluh menit,

diukur absorbansi pada panjang gelombang 517 nm (Lee, J., Renita, M.,

(44)

25

4. Formulasi Sediaan Krim Anti-aging isoflavon dari Tempe

Formula vanishing cream yang digunakan dalam formulasi sediaan krim

ini adalah formula standar (Young, 1972) sbb :

a. Stearic acid 20,0

Cetyl alcohol 0,50

Triethanolamine 1,20

b. Sodium hydroxide one microspatula-full

Glycerine 8,0

Distilled water 69,94

Preservative (Nipagin) one microspatulla-full

c. Perfume three or four drops

Modifikasi formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah sbb :

Tabel IV. Rancangan Formula Desain Faktorial (= 250 gram krim)

Keterangan 1 a b ab

Asam stearat 12,5 12,5 12,5 12,5

Cetyl alcohol 5 10 5 10

VCO 5 5 5 5

A.

BHT 0,25 0,25 0,25 0,25

Glycerin 12,5 25 12,5 25

TEA 2,5 2,5 2,5 2,5

Nipagin 0,625 0,625 0,625 0,625

B.

Aquadest 200 200 200 200

C. Isoflavon 0,10 0,10 0,10 0,10

D. Perfume 10 tetes 10 tetes 10 tetes 10 tetes

Bagian A dipanaskan di hotplate hingga suhu 700C. Setelah semua

meleleh dan mencapai suhu 700C, maka masukkan cetyl alcohol ke dalam asam

stearat, diaduk hingga homogen. Ditambahkan BHT ke dalam VCO sebagai

emollient dan penetration enhancer, diaduk hingga homogen. Ditambahkan VCO

tersebut ke dalam campuran cetyl alcohol dengan asam stearat. Fase minyak telah

siap.

Bagian B dipanaskan di hotplate hingga suhu 700C. Setelah semua

(45)

homogen. Ditambahkan nipagin ke dalam gliserin, aduk hingga homogen.

Ditambahkan gliserin ke dalam aquadest yang telah ditambahkan TEA. Campuran

tersebut kemudian diaduk. Fase air telah siap.

Fase air yang telah siap ditambahkan ke dalam fase minyak dengan suhu

pencampuran 700C di atas waterbath, diaduk dengan mixer selama sepuluh menit

(Young, 1972). Ditambahkan isoflavon pada saat pencampuran dengan mixer,

pada saat pencampuran telah berjalan selama lima menit. Setelah 10 menit,

dituangkan krim ke dalam wadah dan tunggu hingga suhu krim 450C, pada saat

suhu tersebut ditambahkan parfum kemudian diaduk hingga homogen.

5. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan Krim

a.Uji daya sebar. Ditimbang krim seberat 1 gram dan diletakkan di tengah

kaca bulat berskala. Di atas krim diletakkan kaca bulat lain dan pemberat

dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit, dicatat diameter

penyebarannya.

b.Uji Viskositas. Pengukuran viskositas menggunakan Viscotester Rion seri

VT 04 dengan cara: krim dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada

portable viscotester. Viskositas krim diketahui dengan mengamati

gerakan jarum penunjuk viskositas.

c.Uji Mikromeritik (Ukuran Droplet). Dioleskan sejumlah krim pada gelas

objek kemudian diletakkan meja benda pada mikroskop. Diamati ukuran

droplet yang terdispersi pada krim. Gunakan perbesaran lemah untuk

menentukan objek yang akan diamati kemudian ganti dengan perbesaran

(46)

27

Dalam penelitian ini pengamatan mikromeritik dilakukan dengan

mengambil beberapa foto preparat krim dan tampak adanya

droplet-droplet yang akan ditentukan diameternya. Selanjutnya pengukuran

diameter droplet dilakukan dengan menggunakan software Motic image

plus 2.0 hingga didapatkan µm diameter dari 500 droplet yang akan

diukur.

d.Uji Tipe Emulsi (Metode Warna). Beberapa tetes biru metilen

dicampurkan ke dalam suatu formula krim. Jika seluruh krim berwarna

seragam, maka terdapat suatu emulsi dari jenis m/a, oleh karena air adalah

fase luar (Voigt, 1994).

F. Analisis Hasil

Data daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas dianalisis dengan

perhitungan efek menurut desain faktorial untuk mengetahui efek yang paling

dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas krim. Untuk mengetahui

komposisi basis cetyl alcohol dan humektan gliserin yang optimum dengan

penggabungan contour plot masing-masing respon yang dikenal dengan contour

plot superimpossed.

Untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam

mempengaruhi respon maka dilakukan analisis dengan Yate’s Treatment.

Berdasarkan analisis tersebut maka dapat ditentukan signifikansi efek dominan

(47)

Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif

(H1) menyatakan adanya signifikansi efek dominan faktor terhadap respon,

sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya

signifikansi efek dominan faktor terhadap respon. H1 diterima dan H0 ditolak

apabila harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel, yang berarti bahwa

(48)

29

BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

A. Isolasi dan Identifikasi Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe 1. Isolasi Ekstak Etil Asetat Isoflavon Tempe

Diperoleh sebanyak 1 kg tempe yang telah dikumpulkan dari produsen

yang sama di pasar STAN setiap pagi hari, dengan bentuk tempe persegi panjang

yang dibungkus dengan daun pisang. Sebanyak 600 gram tempe selanjutnya

diolah sesuai dengan tata cara penelitian untuk mendapatkan ekstrak etil asetat

isoflavon.

Tempe yang telah dihaluskan kemudian ditambah dengan metanol

sehingga diperoleh ekstrak metanol sebanyak 1.200 mL dan di maserasi. Ekstrak

metanol tersebut selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator

sehingga didapatkan ekstrak kental metanol sebanyak 100 mL.

Setelah mendapatkan ekstrak kental metanol, dilanjutkan dengan

ekstraksi pelarut petroleum eter dan diambil fase bagian bawah untuk selanjutnya

diekstraksi kembali dengan petroleum eter sampai 5 kali. Sehingga akan diperoleh

ekstrak petroleum eter kurang lebih 750 mL.

Selanjutnya ekstrak petroleum eter tersebut diekstraksi lagi menggunakan

pelarut etil asetat dan diambil fase bagian atas, sedangkan fase bagian bawah

diekstraksi kembali dengan etil asetat sampai 5 kali. Sehingga akan diperoleh

(49)

kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator sehingga akan

diperoleh ekstrak kental etil asetat isoflavon kurang lebih 70 ml.

2. Identifikasi Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe

Isolasi isoflavon tempe pada penelitian ini didasarkan pada penelitian

yang dilakukan oleh Ariani, 2003. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat mengandung isoflavon. Sedangkan pada

penelitian ini, dilakukan pula identifikasi ekstrak etil asetat isoflavon tempe

dengan menggunakan sistem yang sama dengan penelitan Ariani, 2003. Hasil

yang diperoleh pada penelitian ini adalah sbb :

Fase gerak = metanol : kloroform = 3 : 1 Fase diam = silica gel GF 254

Detektor : UV 254 nm

Gambar 7. Hasil Uji KLT

Tabel IV. Perhitungan Rf Uji KLT Ekstrak Etil Asetat Isoflavon

Bercak Rf Bercak

Bercak I 0,0867

Bercak II 0,6734

Bercak III 0,7334

B. Uji Antioksidan Ekstrak Etil Asetat Isoflavon dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)

Pengujian ini dilakukan dengan mengukur penangkapan radikal sintetik

DPPH dalam pelarut organik, yaitu metanol yang digunakan dalam penelitian ini.

(50)

31

menangkap radikal sintetik DPPH yang akan memberikan warna ungu pada

panjang gelombang 517 nm. Setelah itu, didiamkan selama 30 menit pada suhu

kamar dan ruangan yang gelap, supaya sampel (ekstrak etil asetat isoflavon

tempe) dapat bereaksi dengan DPPH. Adanya aktivitas antioksidan dari sampel

dapat dilihat dengan adanya perubahan warna pada larutan DPPH yang semula

ungu pekat jadi kuning pucat (Andayani dkk, 2008). Penghilangan warna ini

terjadi akibat adanya peristiwa penangkapan elektron radikal bebas DPPH oleh

atom hidrogen dari isoflavon yang menyebabkan elektron menjadi berpasangan

dapat secara ringkas digambarkan dengan skema, seperti ditunjukkan pada

gambar 8. Penghilangan warna yang terjadi juga sebanding dengan jumlah

elektron radikal bebas yang diikat oleh atom hidrogen isoflavon. Oleh karena itu

semakin besar konsentrasi antioksidan isoflavon serapan yang dihasilkan akan

semakin kecil.

DPPH → mempunyai elektron bebas yang reaktif (radikal bebas) ↓

Absorbansi maksimal 517 nm berwarna ungu ↓

Penambahan isofavon sebagai antioksidan ↓

Didiamkan dalam ruangan gelap selama 30 menit ↓

Atom H dari isoflavon menangkap radikal bebas ↓

Menjadi elektron yang berpasangan ↓

Absorbansi maksimal 517 nm berwarna kuning pucat

Gambar 8. Skema Tahapan Reaksi Isoflavon sebagai Antioksidan

(51)

Uji antioksidan ekstrak etil asetat isoflavon dilakukan dengan metode

DPPH didahului dengan uji antioksidan BHT dengan metode DPPH. Hal ini

dilakukan untuk mengetahui ketepatan metode yang kita pilih, sebab BHT

merupakan bahan yang sudah terbukti sebagai antioksidan karena memiliki %

scavenging lebih besar dari 50%.

Dari uji yang dilakukan, membuktikan bahwa ekstrak etil asetat isoflavon

dari tempe terbukti mempunyai daya antioksidan dengan data % scavenging lebih

dari 50%. Pada tabel VI ditunjukkan bahwa nilai IC50 rata-rata dari tiga replikasi

isoflavon adalah sebesar 36,752%. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk

menangkap elektron radikal bebas sebanyak 50% dibutuhkan isoflavon dengan

konsentrasi sebesar 36,752% dalam formula. Ketiga replikasi yang kami lakukan

memiliki nilai CV sebesar 0,037% sehingga memenuhi persyaratan kurang dari

2%.

Tabel VI. Hasil Perhitungan % scavenging Ekstrak Etil Asetat Isoflavon

IC50 % Scavenging

Konsentrasi

Sampel Rep I Rep II Rep III Rep I Rep II Rep III

Blanko - - -

10% 25,969 26,356 27,035

20% 34,496 35,465 35,960

30% 41,860 43,701 42,054

40% 50,387 52,035 54,748

50%

35,280% 37,931% 37,046%

69,864 59,593 60,174

Rata2 36,752%

C. Pembuatan Krim

Krim yang dibuat pada penelitian ini terdiri dari dua fase, yaitu fase

minyak yang terdiri dari asam stearat, cetyl alcohol, VCO, dan BHT. Sedangkan

(52)

33

dipanaskan hingga suhu 700C. Pemanasan ini bertujuan untuk melelehkan asam

stearat dan cetyl alcohol yang merupakan fase minyak, sehingga memudahkan

terjadinya reaksi dengan basa yang larut dalam fase air sebab jika leleh maka luas

permukaan kontak menjadi lebih besar. Pemanasan juga berfungsi untuk

menurunkan tegangan permukaan antara fase air dan fase minyak sehingga emulsi

akan terbentuk dengan baik. Selain kedua tujuan di atas, pemanasan juga

berfungsi untuk mempercepat reaksi penyabunan asam stearat oleh basa TEA.

Setelah semua bahan leleh dan kedua fase mempunyai suhu yang sama,

campuran tersebut dicampur dengan mixer di dalam bekker glass yang telah

dihangatkan terlebih dahulu sampai ± 700C. Hal ini bertujuan untuk mencegah

terjadinya perubahan suhu yang mendadak sehingga akan menyebabkan asam

stearat membeku kembali dan mengurangi kehomogenan krim.

Asam stearat dalam fase minyak akan bereaksi dengan TEA yang bersifat

basa terlarut dalam fase air, sehingga akan terjadi reaksi penyabunan yang

menghasilkan garam/sabun amin yaitu Trietanolaminstearat (Voigt, 2004). Sabun

Trietanolaminstearat ini akan berfungsi sebagai emulgator yang akan

menyelubungi droplet-droplet fase minyak, sehingga dapat didispersikan ke dalam

fase air dan terbentuklah sistem emulsi.

Pembuatan krim dalam penelitian ini, dilakukan dengan pengadukan

menggunakan mixer. Hal ini bertujuan supaya pengadukan yang terjadi konstan

dan kontinyu. Pengadukan yang terjadi harus kontinyu dan konstan supaya emulsi

yang terbentuk stabil ditandai salah satunya dengan tidak terjadi pemisahan fase

(53)

Setelah kedua fase tersebut dicampur dan telah terbentuk basis krim,

isoflavon didispersikan sesuai konsentrasi yang biasa digunakan dalam kosmetik

antara 1-500 mg/kg (Zulli, 2002), sedangkan dalam formula ini yang ditambahkan

adalah 400 mg/kg.

D. Sifat Fisik dan Stabilitas Krim Anti-Aging Ekstrak Etil Asetat Isoflavon Tempe

1. Pengujian Tipe Krim

Hasil pengujian tipe krim dengan metode warna menggunakan metylen

blue, yang terlihat fase kontinyu berwarna biru dan fase terdispersi tidak

berwarna. Dari gambar terlihat bahwa krim merupakan tipe m/a. Hal ini terkait

dengan sifat metylen blue yang merupakan pewarna larut air. Dengan adanya

penambahan metylen blue menyebabkan fase air berwarna biru dan fase minyak

tidak berwarna seperti ditunjukkan pada gambar 9.

Formula 1

Formula a

Formula b Formula ab

Gambar 9. Hasil Pengujian Mikroskopik Tipe Krim Tiap Formula (perbesaran 40x)

Fase air

(54)

35

2. Karakteristik Ukuran Droplet dengan Metode Mikroskopik

Karakteristik gambaran droplet selama 30 hari penyimpanan adalah

sebagai berikut :

Formula 1

Hari ke-2 Hari ke-30

Formula a

Hari ke-2 Hari ke-30

Formula b

Hari ke-2 Hari ke-30

Formula ab

Hari ke-2 Hari ke-30

Gambar 10. Karakteristik Ukuran Droplet Tiap Formula Hari ke-2 dan Hari ke-30

(55)

Stabilitas krim yang merupakan sistem emulsi dapat dilihat dari

gambaran ukuran droplet selama kurun waktu penyimpanan. Kondisi yang stabil

dan ideal adalah tidak terjadi perubahan ukuran droplet ke arah yang lebih besar.

Dari gambar 10, menunjukkan gambar secara visualisasi ukuran droplet yang

terlihat bahwa tidak terjadi perubahan ukuran droplet ke arah yang lebih besar,

sehingga dapat dikatakan bahwa sistem emulsi formula 1, a, b, dan ab adalah

stabil secara visual.

Tabel VII. Hasil Perhitungan Statistik Distribusi Ukuran Droplet

F1 Fa Fb Fab

Replikasi Percentile

90

I II III I II III I II III I II III

Hari ke-2 8,3 10,6 10,7 10,7 10,2 10,3 9,3 8,8 8,4 9,7 10,2 8,8

Hari ke-30

8,3 10,3 10,7 11,6 11,1 10,7 9,7 9,3 11,6 9,8 10,2 9,7

Tabel VIII. Hasil Signifikansi Percentile 90 Hari ke-2 dan Hari ke-30

Keterangan F1 (P) Fa (P) Fb (P) Fab (P)

Signifikansi (2 tailed) taraf kepercayaan 95% = 0,05

0,432 0,046 0,275 0,369

Hal ini juga dibuktikan dengan hasil uji statistik yang ditunjukkan dalam

tabel VII. Bahwa nilai percentile 90 formula 1, b, dan ab untuk hari ke-2 dan hari

ke-30 tidak berbeda signifikan dibuktikan dengan uji statistik paired T-test yang

ditunjukkan pada tabel VIII, sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran droplet

stabil karena tidak tejadi perubahan ukuran droplet ke arah yang lebih besar yang

menyebabkan sistem emulsi tidak stabil pada formula 1, b, dan ab. Percentile 90

merupakan suatu parameter nilai yang menunjukkan sejumlah 90% partikel

mempunyai ukuran droplet kurang dari nilai yang tertera. Parameter percentile 90

(56)

37

Adanya kestabilan sistem emulsi pada ketiga formula tersebut dapat

disebabkan oleh elastisitas emulgator yang terdiri dari asam stearat dan TEA

menjadi sabun amin, trietanolaminstearat, adalah cukup baik. Kelebihan dari

emulgator sabun amin ini adalah dapat menghasilkan dispersi halus dan emulsi

yang stabil dan bersifat netral sehingga aman digunakan topikal (Voigt, 2004).

Selain itu, kestabilan sistem emulsi yang dihasilkan oleh krim isoflavon ini terkait

dengan tingginya viskositas krim yang disebabkan oleh adanya TEA sebagai

emulgator dan cetyl alcohol sebagai basis. TEA merupakan basa yang dapat

meningkatkan viskositas, sedangkan cetyl alcohol merupakan basis yang bersifat

sebagai thickening agent. Menurut hukum Stoke, penggabungan droplet dapat

dicegah dengan meningkatkan viskositas sehingga gerak partikel terdispersi akan

semakin lambat sehingga akan meningkatkan tingkat dispersitas (Voigt, 2004).

Namun, terjadi keridakstabilan pada formula a, hal ini terlihat dari nilai

percentile 90 yang menunjukkan perbedaan signifikan menjadi partikel yang

berukuran lebih besar dari hari ke-2 dan hari ke-30. Hal ini dapat disebabkan oleh

adanya fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu koalesens dan ostwald ripening

seperti ditunjukkan pada gambar 11 :

Gambar 11. Fenomena Ketidakstabilan Sistem Emulsi Formula a koalesens Ostwald

(57)

Fenomena koalesens adalah bergabungnya droplet kecil membentuk suatu droplet

yang lebih besar dan lapisan film di sekitar droplet kecil itu akan menghilang,

sedangkan ostwald rippening adalah suatu fenomen ketidakstabilan emulsi di

mana droplet-droplet kecil bergabung dengan droplet yang berukuran lebih besar

sehingga akan membentuk droplet yang berukuran besar. Ketidakstabilan formula

a ini disebabkan oleh ukuran droplet yang dari awal yaitu pada hari ke-2 sudah

cukup besar, sehingga akan membuat sistem emulsi tersebut menjadi tidak stabil.

Namun, karena adanya keterbatasan penelitian maka tidak dapat diketahui kapan

saat emulsi tersebut mulai tidak stabil. Oleh karena itu, pada penelitian

selanjutnya, hendaklah dilakukan pengamatan setiap minggu sehingga kita dapat

mengetahui kapan emulsi tersebut mulai tidak stabil.

3. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Krim

Krim yang baik harus memenuhi sifat fisik dan stabilitas sediaan

semisolid, yaitu daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas. Keberhasilan

terapi suatu sediaan semisolid sangat ditentukan oleh faktor daya sebar (Garg

et.al, 2002) karena daya sebar merupakan gambaran mudah atau tidaknya pasien

dalam mengaplikasikan (mengoleskan) sediaan. Uji daya sebar pada penelitian ini

bertujuan untuk melihat seberapa mudah 1 g sampel krim dapat menyebar bila

ditekan dengan pemberat 125 g. Parameter yang dihitung adalah rata-rata dua

diameter penyebaran krim setelah pemberian beban selama 1 menit. Krim

tergolong bersifat semifluid dengan daya sebar antara 5 -7 cm (Garg et. al, 2002).

Viskositas krim perlu diuji sebab terkait dengan konsistensi dari suatu

(58)

39

sesuai ketika krim digunakan. Viskositas berbanding terbalik dengan daya sebar

yaitu ketika viskositas lebih tinggi, daya sebar krim kebih kecil, dan sebaliknya

(Garg et.al, 2002).

Pergeseran viskositas merupakan parameter stabilitas krim, sebab ada

banyak faktor dari dalam maupun luar luar yang dapat mempengaruhi stabilitas

sediaan selama penyimpanan. Pergeseran viskositas ini erat kaitannya dengan

konsistensi sediaan dan penerimaan pasien. Diperoleh data sifat fisik krim

anti-ageing ekstrak etil asetat isoflavon adalah sbb :

Tabel IX. Hasil Pengukuran Sifat Fisik Krim

Formula Daya sebar Viskositas ∆viskositas

1 5,5 ± 0,6 147 ± 23 11,1 ± 7,85

a 5,2 ± 0,6 193 ± 20 8,7 ± 5,0

b 6,2 ± 0,1 160 ± 17 6,25 ± 2,9

ab 5,6 ± 0,1 207 ± 11 7,7 ± 2,9

Tabel X. Efek Cetyl alcohol, Efek Gliserin, dan Efek Interaksi Cetyl alcohol -Gliserin dalam Menentukan Sifat Fisik Krim

Efek Daya sebar Viskositas ∆viskositas

Cetyl alcohol 0,45 46 0,475

Gliserin 0,55 13 2,929

Interaksi 0,15 0 1,925

a. Daya Sebar

Berdasarkan tabel IX, dapat diketahui hasil uji sifat fisik daya sebar krim

yang menunjukkan bahwa krim termasuk sediaan semifluid karena memiliki daya

sebar 5-7 cm (Garg, et al., 2002) hasil uji sifat fisik krim. Sedangkan dari nilai SD

kurang dari 10% maka dapat dikatakan bahwa data kita homogen dan bersifat

reprodusible.

Berdasarkan tabel X, gliserin diprediksi memberikan efek paling

(59)

interaksi. Faktor cetyl alcohol dan interaksi berespon negatif terhadap

daya sebar yang berarti akan menurunkan respon daya sebar, sedangkan faktor

gliserin sebagai faktor paling dominan dalam menentukan efek berespon positif

yang berarti akan menaikkan respon daya sebar. Untuk mengetahui signifikansi

dari dominansi efek faktor cetyl alcohol, gliserin, dan interaksi terhadap respon

daya sebar krim dapat dilakukan uji statistik yate’s treatment.

Hasil uji yate’s treatment pada tabel IX, efek dominan gliserin tidak

signifikan dalam mempengaruhi peningkatan respon daya sebar. Hal ini dapat

dianalisis dari nilai F hitung faktor cetyl alcohol, gliserin, dan interaksi lebih kecil

daripada F tabel yaitu 5,32. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor cetyl

alcohol, gliserin, dan interaksi tidak berpengaruh signifikan dalam menentukan

respon daya sebar krim.

Tabel XI. Hasil Perhitungan Yate’s Treatmen untuk Respon Daya Sebar

Source pf variation

Degree of Freedom

Sum of Squares

Mean Squares

F

Replicates 2 0,665 0,3325

Treatment 3 1,33 0,443

a 1 0,743 0,743 4,5583

b 1 0,601 0,601 3,6871

ab 1 -0,041 -0,041 -0,2515

Experimental error

8 1,305 0,163

Total 11 3,3

Untuk melihat hubungan pengaruh pengingkatan level cetyl alcohol dan

Gambar

Tabel II. Komponen Isoflavon Glukosida
Gambar 3. Skema Mekanisme Isoflavon sebagai Anti-ageing dengan Mekanisme
Tabel III. Rancangan percobaan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level
Gambar 6. Alur Penelitian Singkat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Arus lalu lintas dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik melalui tekanan roda kendaraan yang melewati alat pembangkit listrik yang menyerupai polisi tidur, alat

Dilihat dari tingkat kepuasan yang telah diketahui setelah evaluasi terhadap situs kampus STMIK Atma Luhur Pangkalpinang dilakukan, ketiga dimensi masing-masing yaitu

Software DIALux adalah sebuah software yang digunakan untuk merancang ruangan dengan lengkap beserta perabotannya serta mengetahui kebutuhan lampu yang akan digunakan untuk

Pejabat yang membidangi kepegawaian paling rendah eselon III Sekretariat Direktorat Jenderal yang membidangi pengendalian ekosistem hutan kepada Sekretaris Direktorat

Menyatakan bahwa Penulis Tesis dengan judul: Pembuatan Aplikasi Multimedia untuk Pembelajaran Praktikum Secara Virtual pada Konsep Struktur Atom, dengan pembimbing Dr..

Verifier ini tidak dinilai ( not applicable ) karena selama periode November 2014 s/d Januari 2015 IKM Wana Galuh Lestari tidak memanfaatkan bahan baku yang berasal

Visi yaitu tujuan yang akan dicapai perusahaan, misi adalah apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, sedangkan nilai adalah pedo- man perilaku dalam menjalankan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur yang terdiri dari pemrakarsa, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli, pengguna dan siapa-siapa yang