• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS SISWA KELAS V SD SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS SISWA KELAS V SD SKRIPSI"

Copied!
240
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISION

(STAD) TERHADAP KEMAMPUAN

MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS

SISWA KELAS V SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Melsaria Permatasari

NIM : 151134052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii

SKRIPSI

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISION

(STAD) TERHADAP KEMAMPUAN

MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS

SISWA KELAS V SD

Oleh:

Melsaria Permatasari NIM : 151134052

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I

G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. Tanggal 11 Desember 2018

Pembimbing II

(3)

iii

SKRIPSI

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISION

(STAD) TERHADAP KEMAMPUAN

MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS

SISWA KELAS V SD

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Melsaria Permatasari

NIM : 151134052

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 4 Februari 2019

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. ………

Sekretaris Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. ………

Anggota I G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. ………

Anggota II Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc. ………

Anggota III Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. ………

Yogyakarta, 4 Februari 2019

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat dan

rahmat-Nya.

2. Orang tuaku yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan.

3. Kakakku yang selalu memberikan semangat dan dukungan agar segera

menyelesaikan tugas akhirku.

4. Adikku yang selalu menghiburku di kala bosan.

5. Keempat sahabatku yang sering memberikan semangat dan dukungan.

(5)

v MOTTO

“Waktu itu bagai pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)”

(H.R. Muslim)

“Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah” (HR. Turmudzi)

(6)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Februari 2019

Peneliti

Melsaria Permatasari

(7)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Melsaria Permatasari

Nomor Mahasiswa : 151134052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS SISWA

KELAS V SD”.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusi secara terbatas, dan

mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 4 Februari 2019

Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP

KEMAMPUAN MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS SISWA KELAS V SD

Melsaria Permatasari Universitas Sanata Dharma

2019

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap hasil penelitian PISA tahun 2012 dan 2015 kemampuan IPA siswa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan menginterpretasi dan menganalisis siswa kelas V di SD.

Jenis penelitian ini adalah quasi-experimental tipe pretest posttest non-equivalent group design. Populasi yang digunakan adalah seluruh siswa kelas V di salah satu SD swasta yang berada di Yogyakarta sebanyak 46 siswa. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu kelas VB sebanyak 22 siswa sebagai kelompok kontrol dan kelas VA sebanyak 24 siswa sebagai kelompok eksperimen. Treatment penelitian kelompok eksperimen adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dengan langkah penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), kuis (evaluasi), penghargaan prestasi tim.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan menginterpretasi. Rerata selisih skor kelompok eksperimen (M = 0,48, SE = 0,08) lebih tinggi daripada rerata selisih kelompok kontrol yaitu (M = 0,13, SE = 0,14). Perbedaan skor tersebut signifikan t(44) = -2,13, p = 0,038 (p < 0,05). Effect size model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan menginterpretasi adalah 0,31 atau setara dengan 10% termasuk pada kategori menengah. 2) Pembelajaran Kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap kemampuan menganalisis. Skor rerata selisih kelompok eksperimen (M = 0,40, SE = 0,10) lebih tinggi daripada rerata selisih kelompok kontrol yaitu (M = 0,03, SE= 0,14). Perbedaan skor tersebut signifikan t(44) = -2,08, p = 0,043 (p < 0,05). Effect size model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan menganalisis adalah 0,30 atau yang setara dengan 9% termasuk pada kategori menengah.

(9)

ix ABSTRACT

THE EFFECT OF IMPLEMENTATION STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) OF COOPERATIVE LEARNING MODEL ON THE ABILITY TO INTERPRET AND ANALYZE OF THE

FIFTH GRADERS ELEMENTARY SCHOOL

Melsaria Permatasari Sanata Dharma University

2019

This research background was concerning of the result of PISA in 2012 and 2015 which were about the poor science ability of Indonesian students. This study aimed to understand the influence of cooperative learning model type Student Team Achievement Division’s on the ability to interpret and analyze on the fifth graders.

This study was quasi-experimental research with pre-test and post-test non-equivalent group design type. The population used in this research were all of the fifth graders in one of the private Yogyakarta Elementary School which were 46 students. The sample of this research consisted of two groups from VB, which are 22 students as the control group, and VA, which are 24 students as the experimental group. The treatment applied to the experimental group was cooperative learning with STAD type, which was related to the delivery of goals and motivation, division of groups, presentation from the teacher, team work, quizzes (evaluation), and team achievement award

There result of this study showed that 1) STAD of cooperative learning model influenced the ability to interpret. The average difference score of the experimental group (M = 0.48, SE = 0.08) was higher than the control group’s (M = 0.13, SE = 0.14) with t (44) = -2.13, p = 0.038 (p < 0.05) significant difference. The effect size of the cooperative learning model type STAD on the ability to interpret is 0.31 or equal to 10% that belonged to the medium category. 2) STAD of cooperative learning model influences the ability to analyze. The average difference score of the experimental group (M = 0.40, SE = 0.10) was higher than the control group’s (M = 0.03, SE = 0.14) with t (44) = -2.08, p = 0.043 (p < 0.05) significant difference. The effect size of the cooperative learning model type STAD on the ability to analyze was 0.30 or equal to 9% that belonged to the medium category.

(10)

x KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar dan tepat waktu.

Skripsi yang berjudul ”PENGARUH PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP KEMAMPUAN

MENGINTERPRETASI DAN MENGANALISIS SISWA KELAS V SD”

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, peneliti mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogayakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogayakarta.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogayakarta.

4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Dosen

Pembimbing I yang telah membimbing dan mendukung dengan sabar dan

bijaksana.

5. Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M.T., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing II

yang telah mendukung dengan sabar dan memberi semangat.

6. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku Dosen Penguji III yang telah

memberikan masukkan pada penelitian ini.

7. Anna Maria Wahyuni, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD yang telah

memberi ijin melakukan penelitian dengan tangan terbuka.

8. Rosalia Septi Wulansari, S. Pd. selaku guru mitra yang telah membantu

pelaksanaan penelitian.

9. G. Tri Teguh Rahayu, S.Pd. selaku wali kelas VB yang telah memberi ijin

(11)

xi 10.Siswa kelas VA dan VB SD semester gasal tahun ajaran 2018/2019 yang

telah bersedia terlibat dalam penelitian.

11.Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah

membantu proses perijinan penelitian skripsi.

12.Kedua orang tuaku, Suryanto dan Sunarsih yang selalu memberikan kasih

sayang, mendoakan, menyemangati, menasehati, dan memenuhi segala

kebutuhan.

13.Kakak saya, Tutik Handayani yang selalu memberikan semangat,

motivasi, bantuan dalam memenuhi kebutuhan dan doa untuk saya.

14.Adikku Siti Nur Azma yang setia menjadi penghibur.

15.Kedua keponakanku, Jonathan Alvarendra Priandhani dan Nicholas Albi

Priandhani yang selalu menjadi penghibur dikala bosan.

16.Sahabat satu payung, Felisitas Laurina C. dan Eriene Denis K. yang telah

memberikan bantuan, perhatian, dan semangat untuk menyelesaian

skripsi.

17.Aan lyvia yang selalu mendoakan, mendukung, perhatian, dan menghibur

di kala jenuh dengan skripsi.

18.Teman seperjuanganku, Andreas Bagus Mulyo Bangun yang telah

bersedia membantuku dalam proses menyelesaikan skripsi.

19.Sahabatku dari SMA, Herlin, Tika, Pipit, dan Septi yang selalu

menyemangati dan mendorong saya untuk segera menyelesaikan skripsi.

20.Teman-teman seperjuangan, kelas VII A dan teman-teman PPL (Anton,

Sekar, Wulan, Sindhi, Elza, Rossa) yang telah memberikan semangat.

21.Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, namun telah

banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna karena keterbatasan

peneliti. Segala kritik dan saran yang membangun akan peneliti terima dengan

sanang hati. Peneliti berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca

dan dunia pendidikan.

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMANMOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

1.5 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Teori yang Mendukung ... 9

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 9

2.1.1.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget... 9

2.1.1.3 Teori Vygotsky ... 13

2.1.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif ... 15

2.1.1.5 Model Pembelajaran STAD ... 17

2.1.1.6 Keunggulan Model STAD ... 17

2.1.1.7 Langkah - langkah Model Pembelajaran STAD... 17

(13)

xiii

2.1.1.9 Kemampuan Menginterpretasi ... 21

2.1.1.10 Kemampuan Menganalisis ... 21

2.1.1.11 Pembelajaran Tematik ... 22

2.1.1.12 Materi Pembelajaran ... 23

2.1.2 Penelitian-penelitian yang Relevan ... 25

2.1.2.1 Penelitian tentang Model Pembelajaran STAD ... 25

2.1.2.2 Penelitian tentang Berpikir Kritis ... 27

2.1.2.3 Literature Map ... 29

2.2 Kerangka Berpikir ... 30

2.3 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Setting Penelitian ... 34

3.2.1 Tempat Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan sampel ... 36

3.3.1 Populasi... 36

3.3.1 Sampel ... 36

3.4 Variabel Penelitian ... 36

3.4.1 Variabel Independen ... 37

3.4.2 Variabel Dependen ... 37

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 37

3.6 Instrumen Penelitian ... 39

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 40

3.7.1 Uji Validitas ... 40

3.7.1.1 Validitas Isi... 40

3.7.1.2 Validitas Permukaan ... 41

3.7.1.3 Validitas Konstruk ... 41

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 43

3.8 Teknik Analisis Data ... 44

3.8.1 Analisis Pengaruh Perlakuan ... 44

3.8.1.1 Uji Asumsi ... 44

3.8.1.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal... 46

3.8.1.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 47

(14)

xiv

3.8.2 Analisis Lebih Lanjut ... 49

3.8.2.1 Uji Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 49

3.8.2.2 Uji Besar Efek Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 50

3.8.2.3 Uji Korelasi Rerata Pretest dan Posttest I ... 51

3.8.2.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Posttest I ke Posttest II ... 53

3.8.2.5 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Pretest ke Posttest II ... 54

3.9 Analisis Terhadap Ancaman Validitas Internal Penelitian ... 54

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1 Hasil Penelitian ... 60

4.1.1 Implementasi Penelitian ... 60

4.1.1.1 Deskripsi Sampel Penelitian ... 60

4.1.1.2 Deskripsi Implementasi Pembelajaran ... 61

4.1.2 Deskripsi Sebaran Data ... 68

4.1.2.1 Kemampuan Menginterpretasi ... 68

4.1.2.2 Kemampuan Menganalisis ... 70

4.1.3 Uji Hipotesis Penelitian I ... 71

4.1.3.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal... 72

4.1.3.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 74

4.1.3.3 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 77

4.1.3.4 Analisis Lebih Lanjut ... 78

4.1.4 Uji Hipotesis Penelitian II... 85

4.1.4.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal... 86

4.1.4.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 88

4.1.4.3 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 91

4.1.4.4 Analisis Lebih Lanjut ... 92

4.2. Pembahasan... 99

4.2.1 Pengendalian Ancaman Validitas Internal ... 99

4.2.2 Pengaruh Model STAD terhadap Kemampuan menginterpretasi .. 102

4.2.3 Pengaruh Model STAD terhadap Kemampuan menganalisis ... 104

4.2.4 Analisis Hasil Penelitian Terhadap Teori ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

5.1 Kesimpulan ... 113

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 114

(15)
(16)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Kemampuan Berpikir Kritis Facione ... 20

Tabel 3. 1 Jadwal Pengambilan Data... 35

Tabel 3. 2 Pemetaan Instrumen Penelitian ... 39

Tabel 3. 3 Matriks Pengembangan Instrumen... 40

Tabel 3. 4 Hasil Uji Validitas ... 42

Tabel 3. 5 Hasil Uji Reliabilitas ... 43

Tabel 3. 6 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ... 48

Tabel 3. 7 Kriteria Besar Pengaruh Perlakuan ... 48

Tabel 4. 1 Frekuensi Sebaran Data Menginterpretasi Kelompok Kontrol ... 68

Tabel 4. 2 Frekuensi Sebaran Data Menginterpretasi Kelompok Eksperimen ... 69

Tabel 4. 3 Frekuensi Sebaran Data Menganalisis Kelompok Kontrol ... 70

Tabel 4. 4 Frekuensi Sebaran Data Menganalisis Kelompok Eksperimen ... 71

Tabel 4. 5 Hasil Uji Asumsi Normalitas Distribusi Data Pretest ... 73

Tabel 4. 6 Hasil Uji Homogenitas Varian ... 73

Tabel 4. 7 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 74

Tabel 4. 8 Hasil Uji Asumsi Normalitas Distribusi Data ... 75

Tabel 4. 9 Hasil Uji Homogenitas Varian Selisih Pretest-Posttest I ... 75

Tabel 4. 10 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 76

Tabel 4. 11 Hasil Uji Effect Size ... 78

Tabel 4. 12 Hasil Uji Normalitas Data Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 79

Tabel 4. 13 Peningkatan Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 79

Tabel 4. 14 Hasil Uji Besar Pengaruh Peningkatan Pretest ke Posttest I ... 81

Tabel 4. 15 Hasil Uji Korelasi Rerata Pretest ke Posttest I ... 82

Tabel 4. 16 Hasil Uji Normalitas Data Rerata Skor Posttest I dan Posttest II .... 83

Tabel 4. 17 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Posttest I dan Posttest II ... 84

Tabel 4. 18 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Pretest dan Posttest II ... 85

Tabel 4. 19 Hasil Uji Asumsi Normalitas Distribusi Data Pretest ... 86

Tabel 4. 20 Hasil Uji Homogenitas Varian ... 87

Tabel 4. 21 Hasil Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 87

Tabel 4. 22 Hasil Uji Asumsi Normalitas Distribusi Data ... 89

Tabel 4. 23 Hasil Uji Homogenitas Varian Selisih Pretest-Posttest I ... 89

Tabel 4. 24 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 90

Tabel 4. 25 Hasil Uji Effect Size ... 91

Tabel 4. 26 Hasil Uji Normalitas Data Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 92

Tabel 4. 27 Peningkatan Rerata Skor Pretest dan Posttest I ... 93

Tabel 4. 28 Peningkatan Pretest ke Posttest I ... 95

Tabel 4. 29 Hasil Uji Korelasi Rerata Pretest ke Posttest I ... 96

Tabel 4. 30 Hasil Uji Normalitas Data Rerata Skor Posttest I dan Posttest II .... 97

Tabel 4. 31 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Posttest I dan Posttest II ... 97

Tabel 4. 32 Hasil Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Pretest dan Posttest II ... 98

(17)

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget ... 11

Gambar 2. 2 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Vygotsky ... 14

Gambar 2. 3 Literature Map ... 29

Gambar 3. 1 Perhitungan Pengaruh Perlakuan ... 34

Gambar 3. 2 Desain Penelitian ... 34

Gambar 3. 3 Variabel Penelitian ... 37

Gambar 3. 4 Rumus Besar Pengaruh Perlakuan Distribusi Data Normal ... 48

Gambar 3. 5 Rumus Besar Pengaruh Perlakuan Distribusi Data Tidak Normal 49 Gambar 3. 6 Rumus Persentase Pengaruh ... 49

Gambar 3. 7 Rumus Persentase Peningkatan Pretest ke Posttest I ... 49

Gambar 3. 8 Rumus Gain Score ... 50

Gambar 3. 9 Rumus Besar Efek Peningkatan untuk Data Normal ... 51

Gambar 3. 10 Rumus Besar Efek Peningkatan untuk Data Tidak Normal... 51

Gambar 3. 11 Rumus Persentase Besar Pengaruh ... 51

Gambar 3. 12 Rumus Persentase Uji Retensi ... 53

Gambar 3. 13 Desain Ancaman Validitas Sejarah ... 56

Gambar 4. 1 Gambar Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 77

Gambar 4. 2 Gambar Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 77

Gambar 4. 3 Gambar Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 80

Gambar 4. 4 Gambar Gain Score ... 80

Gambar 4. 5 Gambar Perbandingan Skor Pretest, Posttest I, dan Posttest II ... 84

Gambar 4. 6 Gambar Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 90

Gambar 4. 7 Gambar Rerata Selisih Skor Pretest-Posttest I ... 91

Gambar 4. 8 Gambar Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 93

Gambar 4. 9 Gambar Gain Score ... 94

(18)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. 1 Surat Ijin Penelitian... 120

Lampiran 1. 2 Surat Ijin Validitas Soal ... 121

Lampiran 2. 1 Silabus Kelompok Eksperimen ... 122

Lampiran 2. 2 Silabus Kelompok Kontrol ... 125

Lampiran 2. 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen .... 128

Lampiran 2. 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 141

Lampiran 2. 5 Lembar Kerja Siswa ... 151

Lampiran 3. 1 Soal Uraian ... 157

Lampiran 3. 2 Kunci Jawaban ... 163

Lampiran 3. 3 Rubrik Penilaian ... 168

Lampiran 3. 4 Hasil Rekap Expert Judgement... 172

Lampiran 3. 5 Hasil Uji Validasi Oleh Expert Judgement ... 174

Lampiran 3. 6 Data Uji Validitas Instrumen ... 183

Lampiran 3. 7 Hasil SPSS Uji Validitas ... 185

Lampiran 3. 8 Hasil SPSS Uji Reliabilitas ... 188

Lampiran 3. 9 Sampel Jawaban Siswa ... 189

Lampiran 4. 1 Tabulasi Nilai Kemampuan Menginterpretasi... 194

Lampiran 4. 2 Tabulasi Nilai Kemampuan Menganalisis ... 194

Lampiran 4. 3 Hasil SPSS Uji Normalitas Distribusi Data ... 195

Lampiran 4. 4 Hasil SPSS Uji Homogenitas Varian Kemampuan Awal ... 196

Lampiran 4. 5 Hasil SPSS Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 197

Lampiran 4. 6 Uji Homogenitas Varian Selisih Pretest ke Posttest I ... 199

Lampiran 4. 7 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 200

Lampiran 4. 8 Perhitungan Manual Besar Pengaruh Perlakuan ... 202

Lampiran 4. 9 Persentase Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I ... 203

Lampiran 4. 10 Peningkatan Rerata Pretest ke Posttest I... 210

Lampiran 4. 11 Hasil SPSS Uji Korelasi Antara Rerata Pretest ke Posttest I .. 212

Lampiran 4. 12 Hasil Uji Retensi Perlakuan... 213

Lampiran 5. 1 Foto-foto Kegiatan Pembelajaran ... 220

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Berpikir kritis memiliki peran yang penting dalam kehidupan sehari-hari.

Para ahli psikologi dan pendidikan belakangan ini semakin menyadari bahwa

anak-anak di sekolah tidak hanya harus mengingat atau menyerap secara pasif berbagai

informasi baru, melainkan mereka perlu berbuat lebih banyak dan belajar

bagaimana berpikir secara kritis (Desmita, 2007: 161). Tokoh pendidikan kritis

berkebangsaan Brazil, Paulo Freire, menjelaskan bahwa untuk mengembangkan

kesadaran berpikir kritis anak, di dalam proses pendidikan, guru dan murid harus

berperan sebagai pemain bersama. Guru dan murid saling mengajar dan belajar. Di

sini terjadi dialog dan komunikasi horizontal. Pelaksanaan pendidikan dengan cara

dialog inilah akan membangkitkan kesadaran kritis anak didik (Desmita, 2007:

162).

Sekolah Dasar (SD) adalah jenjang pendidikan formal yang dasar di mana

pentingnya kemampuan berpikir kritis mulai ditanamkan. Umumnya, siswa SD

berusia 7 sampai 12 tahun. Menurut Piaget anak usia 7-11 tahun masuk tahap

operasi konkret, di mana siswa belajar berdasarkan penglihatan yang konkret atau

nyata (dalam Schunk, 2012: 332-333). Siswa usia SD memiliki kecenderungan

memecahkan masalah berdasarkan apa yang dilihat dan kecenderungan untuk kerja

sama. Selain itu, cara berpikir anak-anak pada tahapan ini tidak lagi berdasarkan

persepsi, tetapi anak-anak lebih menggunakan pengalaman-pengalaman mereka

sebagai acuannya. Dalam pemecahan masalah anak tentu tidak hanya

mengandalkan pengalamannya saja, namun bantuan dari orang dewasa atau

berkolaborasi bersama teman sebaya yang lebih kompeten juga berperan di

dalamnya. Hal ini disebut Zone of Proximal Development (ZDP). Sesuai dengan

teori perkembangan kognitif anak menurut Vygotsky yang mengatakan bahwa

siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi ketika

mendapat bimbingan (scaffolding) dari seorang yang lebih ahli atau melalui teman

sejawat yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Demikian juga Piaget berpendapat

(20)

2 pengetahuan atau memiliki keahlian (Piaget, dalam Suparno, 2003). Bantuan atau

bimbingan tersebut disebut scaffolding. Bantuan dikurangi setelah anak dapat

memecahkan masalah sendiri.

Di sekolah siswa mempelajari berbagai pelajaran salah satunya yaitu Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran IPA adalah interaksi antara

komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

yang berbentuk kompetensi yang telah diterapkan (Wisudawati & Sulistyowati,

2014: 26). IPA mempelajari peristiwa atau kejadian sehari-hari, maka untuk

mempelajarinya memerlukan cara khusus. Pemilihan cara yang tepat dapat

memudahkan siswa menyerap pengetahuan. Salah satunya melibatkan siswa dalam

belajar baik dengan kegiatan langsung dan berdiskusi dalam kelompok untuk

menghasilkan pembelajaran bermakna. Keterlibatan siswa tidak hanya dapat

mengembangkan kemampuan mengingat materi tetapi dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kritis seperti kemampuan menginterpretasi dan kemampuan

menganalisis, di mana kedua kemampuan tersebut masuk proses kognitif menurut

Peter Facione.

Menurut Facione (2007), kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan

membuat penilaian untuk tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi,

menganalisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, metode, kriteria,

atau konteks tertentu yang digunakan untuk menilai. Karena itu, berpikir kritis

merupakan alat penelitian yang sangat mendasar. Kecakapan berpikir kritis

mencakup dua dimensi, yaitu dimensi kognitif dan disposisi afektif. Dimensi

kognitif dari kecakapan berpikir kritis meliputi 6 elemen yaitu: 1) menginterpretasi,

2) menganalisis, 3) mengevaluasi, 4) menarik kesimpulan, 5) mengeksplanasi, 6)

meregulasi diri.

Dua elemen kognitif yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah

kemampuan menginterpretasi dan menganalisis. Menurut Facione (2007),

kemampuan menginterpretasi terdiri dari 3 bagian yaitu: 1) membuat kategori, 2)

memahami arti, 3) menjelaskan makna. Bagian pertama adalah membuat kategori,

misalnya mengidentifikasi suatu permasalahan dan mendefinisikan ciri-cirinya.

Bagian kedua memahami arti, misalnya mendeteksi maksud di balik pertanyaan

(21)

3 verbal lain yang digunakan. Bagian ketiga menjelaskan makna, misalnya

membahasakan ulang apa yang dikatakan orang lain dengan kata-kata yang berbeda

tanpa menghilangkan arti semula. Kemampuan menganalisis sendiri meliputi 1)

menguji gagasan-gagasan, 2) mengidentifikasi argumen-argumen, 3) menganalisis

argumen-argumen. Bagian pertama menguji gagasan-gagasan, misalnya

melontarkan suatu pernyataan kepada publik untuk melihat reaksi mereka dengan

maksud untuk menyetujui gagasan tertentu. Bagian kedua mengidentifikasi

argumen-argumen, misalnya menilai apakah suatu pernyataan (dari suatu artikel di

koran atau suatu paragraf sebuah buku) mendukung atau berlawanan dengan

pandangan tertentu. Bagian ketiga menganalisis argumen-argumen misalnya

menganalisis apakah pandangan seorang pengarang (artikel, buku dsm) dengan

argumen, premis, informasi, alasan dsm yang dikemukakannya mendukung atau

bertentangan dengan pandangan tertentu. Idealnya seorang anak dikatakan

memiliki kemampuan menginterpretasi dan menganalisisjika seorang anak tersebut

sudah mampu untuk melakukan semua bagian-bagian dasar yang ada di dalam

kemampuan menginterpretasi dan menganalisis tersebut.

Permasalahannya, kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah

dan perluditingkatkan. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Programme for

International Student Assessment (PISA) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

mata pelajaran IPA, Indonesia berada dalam urutan ke 64 dari 65 negara di dunia

dengan skor 382 dari mean score 501 (OECD, 2014: 5). Pada tahun 2015 PISA

melakukan tes yang berfokus pada IPA, membaca dan matematika (OECD, 2018:

3). Hasil PISA 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 62 dari 70

negara dengan skor 403 pada mata pelajaran IPA (OECD, 2018: 5). Pada tahun

2015 Indonesia mampu menaikkan posisi yaitu 2 tingkat ke atas. Hasil studi PISA

tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di peringkat sepuluh

terbawah pada mata pelajaran IPA. Hal ini tentu saja memprihatinkan dalam dunia

pendidikan, sedangkan pada abad ke-21 pemerintah menuntut siswa untuk

menguasai beberapa keterampilan salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis.

Salah satu cara meningkatkan kemampuan pada IPA yaitu meningkatkan

kemampuan menginterpretasi dan kemampuan menganalisis dengan menerapkan

(22)

4 Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu model yang paling

sederhana dan menyenangkan yang dapat digunakan untuk mengetahui

berpengaruh atau tidak terhadap kemampuan menginterpretasi dan menganalisis

siswa kelas V SD. Menurut (Slavin, dalam Rusman, 2013: 213) model Student

Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan variasi pembelajaran kooperatif

yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah

digunakan dalam Matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek

lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Model Student

Teams Achievement Divisions (STAD) terdiri dari beberapa langkah pembelajaran

yaitu: 1) penyampaian tujuan dan motivasi, 2) pembagian kelompok, 3) presentasi

dari guru, 4) kegiatan belajar dalam tim, 5) kuis, dan 6) penghargaan prestasi tim

(Rusman, 2013: 215-217). Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) memiliki beberapa manfaat bagi siswa di

antaranya: 1) siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

norma-norma kelompok, 2) siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk

berhasil bersama, 3) aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan

keberhasilan kelompok, 4) interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan

kemampuan mereka dalam berpendapat, 5) meningkatkan kecakapan individu, 6)

meningkatkan kecakapan kelompok, 7) tidak bersifat kompetitif, 8) tidak memiliki

rasa dendam (Shoimin, 2014: 189).

Beberapa penelitian menunjukkan hasil penelitian model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Sunilawati, Dantes, dan Candiasa (2013) meneliti pengaruh

model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar matematika

siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

berdampak lebih baik secara signifikan terhadap hasil belajar matematika

dibandingkan dengan konvensional. Adrian, Degeng, dan Utaya (2016) meneliti

pengaruh pembelajaran kooperatif STAD terhadap retensi siswa kelas V pada mata

pelajaran IPS. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh pembelajaran

kooperatif STAD terhadap retensi siswa kelas V pada mata pelajaran IPS. Meo

(2017) meneliti perbedaan prestasi belajar IPS antara siswa yang belajar melalui

model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD). Hasil penelitian

(23)

5 siswa yang belajar menggunakan model Student Teams Achievement Division

(STAD) dengan siswa yang belajar menggunakan model konvensional.

Beberapa penelitian menunjukkan hasil penelitian tentang berpikir kritis.

Kargar, dkk (2012) meneliti pengaruh pengajaran keterampilan berpikir kritis dan

kreatif pada lokus kontrol dan kesejahteraan psikologis pada siswa sekolah

menengah. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh signifikan dalam berpikir

kreatif dan berpikir kritis dalam post-test dari kelompok eksperimen. Pratiwi (2014)

meneliti perbedaan antara keterampilan berpikir kritis siswa yang diajar

menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik dan yang

diajar menggunakan model cooperative learning dengan pendekatan saintifik dan

besarnya pengaruh model discovery learning dengan pendekatan saintifik terhadap

keterampilan berpikir kritis siswa materi larutan elektrolit dan non elektrolit di

kelas. Hasil data menunjukkan terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis pada

materi larutan elektrolit dan non elektrolit antara siswa yang diajarkan

menggunakan model discovery learning dengan pendekatan saintifik dan yang

diajar menggunakan model cooperative learning dengan pendekatan saintifik.

Kirbas dan Gunes (2014) meneliti pengaruh disposisi berpikir kritis dan tingkat

kewirausahaan guru masa depan dan untuk mengevaluasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa disposisi berpikir kritis memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap tingkat kewirausahaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, STAD berpengaruh terhadap

hasil belajar, prestasi belajar, dan retensi siswa. Hal yang menjadi pembeda dalam

penelitian ini adalah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Division (STAD) untuk mengetahui pengaruh terhadap kemampuan

menginterpretasi dan menganalisis dalam teori berpikir kritis Peter Facione

khususnya dimensi kognitif. Pentingnya meneliti penerapan Model pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan

menginterpretasi dan kemampuan menganalisis karena belum ada yang meneliti

mengenai hal ini.

Penelitian ini dibatasi hanya pada pengaruh penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) terhadap kemampuan

(24)

6

pada mata pelajaran IPA dengan materi “Pernapasan Hewan”. Kelas yang

digunakan untuk penelitian yatu kelas V. Jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian quasi experimental tipe pretest posttest non-equivalent group design.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik convenience

sampling. Variabel independen dalam penelitian ini, yaitu model pembelajaran

kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) dan variabel dependen

pada penelitian ini, yaitu kemampuan menginterpretasi dan menganalisis.Populasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di salah satu SD

swasta yang ada di Yogyakarta yang berjumlah 46 siswa. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kelas V B yang berjumlah 22 sebagai kelompok kontrol

dan kelas V A yang berjumlah 24 sebagai kelompok eksperimen.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) berpengaruh terhadap kemampuan

menginterpretasi siswa kelas V SD?

1.2.2 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) berpengaruh terhadap kemampuan

menganalisis siswa kelas V SD?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Divisions (STAD) terhadap kemampuan

menginterpretasisiswa kelas V SD.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Teams Achievement Divisions (STAD) terhadap kemampuan

menganalisis siswa kelas V SD.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Siswa

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions

(25)

7 kemampuan menganalisis siswa, sehingga kemampuan menginterpretasi

dan kemampuan menganalisis siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

1.4.2 Bagi Peneliti

Penelitian ini akan memberikan pengetahuan baru bagi peneliti bahwa

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams

Achievement Divisions (STAD) dalam pelaksanaan penelitian

eksperimental ini dapat berpengaruh kemampuan menginterpretasi dan

menganalisis siswa pada pembelajaran tematik.

1.4.3 Bagi Guru

Guru dapat mengetahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam proses

pembelajaran tematik dapat berpengaruh terhadap kemampuan

menginterpretasi dan menganalisis siswa.

1.4.4 Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat memberitahukan sekolah bahwa pentingnya guru

menggunakan model pembelajaran yang menarik agar dapat berpengaruh

terhadap kemampuan menginterpretasi dan menganalisis siswa.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan membuat penilaian untuk

tujuan tertentu yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan

kesimpulan atas dasar bukti, konsep, metode, kriteria, atau konteks tertentu

yang digunakan untuk menilai, kemampuan berpikir kritis meliputi 6

elemen, yaitu 1) menginterpretasi, 2) menganalisis, 3) mengevaluasi, 4)

menarik kesimpulan, 5) mengeksplanasi, 6) meregulasi diri.

1.5.2 Kemampuan menginterpretasi adalah kemampuan mencoba mengerti dan

mengungkapkan arti dari pengalaman, situasi, data kejadian, penilaian,

kesepakatan, kepercayaan, aturan, prosedur, atau kriteria yang terdiri dari

tiga bagian dasar, yaitu membuat kategori, memahami arti, dan menjelaskan

makna.

1.5.3 Kemampuan menganalisis adalah kemampuan mengidentifikasi

(26)

8 mengungkapkan keyakinan, penilaian, pengalaman, alasan, informasi, atau

opiniyang terdiri dari tiga bagian dasar, yaitu menguji gagasan-gagasan,

mengidentifikasi argumen-argumen, menganalisis argumen-argumen.

1.5.4 Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuliskan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu.

1.5.5 Model Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah model yang

paling sederhana dari model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari

beberapa langkah pembelajaran, yaitu 1) penyampaian tujuan dan motivasi,

2) pembagian kelompok, 3) presentasi dari guru, 4) kegiatan belajar dalam

(27)

9 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori yang Mendukung

Teori yang mendukung merupakan teori yang melandasi penelitian ini. Pada

bagian ini akan dibahas tentang teori perkembangan anak dari Jean Piaget dan

Vygotsky, model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

(STAD), kemampuan interpretasi dan analisis, serta materi sistem pernafasan

hewan untuk siswa kelas V SD.

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Istilah “perkembangan” (development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung banyak dimensi

di antaranya yaitu dimensi kognitif dan disposisi afektif. Perkembangan tidak

terbatas pada pengertian perubahan secara fisik, melainkan di dalamnya juga

terkandung serangkaian perubahan secara terus-menerus dari fungsi-fungsi

jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan, melalui

pertumbuhan dan belajar (Desmita, 2007: 4).

Teori perkembangan kognitif Piaget dan teori perkembangan sosial

Vygotsky merupakan teori belajar yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian

ini menggunakan teori dari Piaget dan Vygotsky karena Piaget dan Vygotsky

merupakan tokoh utama dari konstruktivisme. Konstruktivisme adalah suatu

pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa orang secara aktif

membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh

pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22). Kedua teori tersebut juga

merupakan cikal bakal berkembangnya konstruktivisme. Asumsi utama dari

konstruktivisme yaitu manusia adalah siswa aktif yang mengembangkan

pengetahuan bagi diri mereka sendiri (Geary, dalam Schunk, 2012: 323).

2.1.1.2Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Jean Piaget lahir pada tanggal 1989 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah

(28)

10 seorang yang dinamis, inteligen, dan takwa. Waktu mudanya Piaget sangat tertarik

pada alam. Pada waktu umur 10 tahun ia sudah menerbitkan karangannya yang

pertama tentang burung pipit albino dalam majalah ilmu pengetahuan alam. Pada

umur 15 tahun ia ditawari suatu kedudukan sebagai kurator moluska di museum

ilmu pengetahuan alam di Geneva. Ia menolak tawaran karena ia harus

menyelesaikan sekolah menengah lebih dahulu (Suparno, 2006: 11). Piaget

mengawali serangkaian studi penting mengenai tingkah laku kognitif bayi kepada

ketiga anaknya (Crain, 2007: 169). Risetnya memberikan kontribusi yang jelas

menuju sebuah teori pentahapan yang tunggal dan terintegrasikan (Crain, 2007:

170).

Piaget menyatakan bahwa anak-anak harus berinteraksi dengan

lingkungannya untuk berkembang dan membangun struktur-struktur kognitif baru

dalam dirinya. Piaget menyatakan bahwa proses perkembangan kognitif berkenaan

dengan skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, dan kesetimbangan (Santrock,

2014: 43). Menurut Piaget ketika anak berusaha membangun pemahaman mengenai

dunia, otak berkembang membentuk skema. Skema adalah suatu struktur mental

seseorang di mana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Sebagai proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui

proses yang tidak dipisahkan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi ialah

penyatuan (pengintegrasian) informasi, persepsi, konsep dan pengalaman baru ke

dalam yang sudah ada dalam benak seseorang (Sanjaya, 2013: 132). Dalam proses

asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk

menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungannya (Dahar, 2011:135).

Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skema melainkan

perkembangan skema. Akomodasi adalah mengubah struktur-struktur internal

untuk memberikan konsistensi dengan realita eksternal (Schunk, 2012: 331).

Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan

yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu. Selanjutnya anak mengatur pengalaman mereka secara kognitif

untuk mengartikan dunia mereka. Organisasi adalah pengelompokan perilaku dan

pikiran yang terisolasi ke dalam susunan sistem yang lebih tinggi. Ekuilibrasi

(29)

11 dari satu tahap pemikiran ke tahap berikutnya. Peralihan ini terjadi ketika anak

mengalami konflik kognitif atau mengalami disekuilibrium dalam memahami

dunia. Akhirnya, mereka menyelesaikan konflik tersebut dan mencapai

kesetimbangan atau ekuilibrium pemikiran (Santrock, 2014: 44).

(Sumber:

http://lh5.ggpht.com/FmLActvoN2w/VBWYGPULDjI/AAAAAAAAUGw/8c2g5owQa8I/s1600-h/clip_image001%25255B3%25255D.gif)

Gambar 2. 1 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget

Piaget membagi perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap. Setiap

tahapan berhubungan dengan usia dan terdiri atas cara pemikiran yang berbeda.

Menurut Piaget (dalam Schunk, 2012: 332-333) perkembangan ini berlangsung

melalui empat tahap, yaitu:

a. Tahap Sensori-motor (Usia 0-2 tahun).

Tahap sensori-motor adalah tahap di mana anak-anak melakukan

tindakan-tindakan secara spontan dan menunjukkan usaha untuk memahami

dunianya. Tahap ini inteligensi anak berdasarkan pada kemampuan

inderawi terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah,

mendengar, membau, dan lain-lain. Anak belum dapat berbicara dengan

bahasa karena belum memiliki bahasa simbol untuk mengungkapkan suatu

benda yang tidak berada di dekatnya. Pemahaman bersumber dari tindakan

yang telah dilakukannya sekarang. Misalnya, bola untuk dilempar dan gelas

untuk minum. Balita berusia dua tahun secara kognitif jauh berbeda

dibandingkan bayi. Struktur-struktur kognitif mereka dibangun dan diubah,

(30)

12 b. Tahap Pra-operasional (Usia 2-7 tahun).

Tahap praoperasi anak mulai memiliki kemampuan kognitif dan motorik.

Kemampuan yang dimiliki anak pada tahap ini masih terbatas. Mereka juga

belum mampu berpikir dengan abstrak dan lebih dari satu dimensi pada satu

saat. Jadi ketika mereka fokus pada panjang, mereka akan cenderung

berpikir bahwa benda yang lebih panjang itu lebih besar daripada benda

yang lebih pendek meskipun benda yang lebih pendek itu lebih lebar.

Anak-anak pada tahap pra-operasional menganggap bahwa sesuatu yang telah

dilakukan maka tidak dapat diubah lagi (kotak yang telah diratakan tidak

bisa dibuat kotak lagi). Mereka kesulitan membedakan antara fantasi dan

kenyataan. Tokoh-tokoh dalam kartun terlihat nyata seperti orang-orang

hidup. Tahap ini adalah tahap periode perkembangan bahasa yang pesat.

Karakteristik lainnya adalah anak-anak menjadi lebih tidak egosentris.

Mereka menyadari bahwa orang-orang lain mungkin berpikir dan

merasakan hal yang berbeda dengan yang mereka pikirkan dan rasakan.

c. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 tahun)

Tahapan operasional konkret ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang

luar biasa dan merupakan tahapan formatif dalam pendidikan sekolah.

Bahasa dan penguasaan keterampilan-keterampilan dasar anak-anak

bertambah secara dramatis. Anak-anak mulai menunjukkan beberapa

pemikiran abstrak. Cara berpikir anak-anak pada tahapan ini tidak lagi

berdasarkan persepsi, tetapi anak-anak lebih menggunakan

pengalaman-pengalaman mereka sebagai acuannya.

d. Tahap Operasional Formal (Usia 11-dewasa)

Pikiran anak-anak pada tahap ini tidak lagi hanya terfokus pada hal-hal yang

dapat dilihat namun anak-anak mampu berpikir dengan pengandaiaan.

Penalaran mereka meningkat dan mereka dapat berpikir lebih dari satu

dimensi. Egosentris muncul pada dirinya dimana mereka membandingkan

antara kenyataan dan kondisi ideal sehingga mereka dapat lebih berpikir

(31)

13 Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif anak menurut Piaget, anak

usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Hal ini ditunjukkan dengan

sudah berkembangnya kemampuan berpikir logis yang diterapkan dalam

memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi (Suparno, 2003: 70).

Tahap operasional konkret ini anak-anak lebih menggunakan pengalamannya

sebagai acuan namun pengalaman dan cara berpikirnya masih terbatas, sehingga

diperlukan model pembelajaran yang sesuia dengan tahap perkembangannya.

2.1.1.3Teori Vygotsky

Lev Semyonovich Vygotsky yang lahir di Rusia tahun 1896 mempelajari

berbagai bidang studi di sekolah, termasuk psikologi, filsafat, dan satra. Ia

menerima gelar hukum dari Moscow Imperial University tahun 1917. Setelah lulus

ia kembali ke kampung halamannya, Gomel, yang penuh dengan permasalahan

akibat pendudukan Jerman, kelaparan, dan perang sipil. Dua orang saudara

kandungnya meninggal, dan ia sendiri menderita tuberculosis. Ia mengajar untuk

kuliah bidang psikologi dan sastra, menulis kritik sastra, dan mengedit sebuah

jurnal. Ia juga bekerja di institusi pelatihan guru di mana ia mendirikan

laboratorium psikologi dan menulis sebuah buku psikologi pendidikan (Schunk,

2012: 337). Salah satu kontribusi Vygotsky yang paling penting terhadap pemikiran

psikologi adalah fokus perhatiannya pada aktivitas yang bermakna sosial sebagai

pengaruh penting terhadap pikiran sadar manusia. Teori Vygotsky menitikberatkan

interaksi dari faktor-faktor interpersonal (Schunk, 2012: 339).

Pandangan Vygotsky menekankan pentingnya pola sosiokultural di mana

individu menjadi salah satu unsurnya, maksudnya yaitu interaksi sosial memainkan

peran fundamental dalam perkembangan kognisi (Salkind, 2009: 371). Proses

fundamental pembelajaran berlangsung melalui interaksi anak dengan seseorang

yang berpengetahuan, entah itu orang dewasa (seperti orang tua atau guru) atau

teman sebaya (Salkind, 2009: 373). Seperti dikatakan Vygotsky, setiap fungsi

perkembangan kultural anak berlangsung dua kali, pertama di tingkat sosial dan

kemudian di tingkat individu. Pertama antara orang-orang atau interpsikologis dan

kemudian dalam diri anak sendiri atau intrapsikologis (Salkind, 2009: 372).

(32)

14 dengan orang lain dan dengan sarana-sarana tertentu (seperti bahasa) yang

disediakan oleh kultur dan membantu pandangan dunia anak (Salkind, 2009: 373).

Satu konsep pokok dalam teori ini adalah Zone of Proximal Development

(ZPD). Konsep ini diidentifikasi sebagai jarak antara level perkembangan aktual

yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi

perkembangan yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang

dewasa atau dengan kerja sama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu.

ZPD ini lebih merupakan sebuah tes dari kesiapan perkembangan siswa atau level

intelektual dalam bidang studi tertentu, dan tes ini menunjukkan bagaimana

pembelajaran dan perkembangan berkait dan dapat dipandang sebagai sebuah

alternatif dari konsepsi kecerdasan (Schunk, 2012: 341).

(Sumber: https://buletinserviam.files.wordpress.com/2015/07/zpd.jpg) Gambar 2. 2 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Vygotsky

Menurut Vygotsky, siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat

yang lebih tinggi ketika mendapat bimbingan (scaffolding) dari seorang yang lebih

ahli atau melalui teman sejawat yang memiliki kemampuan lebih tinggi. Demikian

juga Piaget berpendapat bahwa siswa akan mendapat pencerahan ide-ide baru dari

seseorang yang memiliki pengetahuan atau memiliki keahlian (Piaget, dalam

Suparno, 2003). Scaffolding adalah bantuan untuk memecahkan masalah selama

tahap awal perkembangan. Bantuan dikurangi setelah anak dapat memecahkan

masalah sendiri. Scaffolding ini dapat berupa penyederhanaan tugas, memberikan

petunjuk kecil mengenai apa yang harus dilakukan siswa, pemberian model

prosedur penyelesaian tugas, menunjukkan kepada siswa apa saja yang telah

(33)

15 langkah pengerjaan tugas, dan menjaga agar rasa frustasi siswa masih berada pada

tingkat yang masih dapat ditanggungnya. Pemberian tuntunan berangsur-angsur

harus dikurangi seiring dengan semakin mahirnya siswa menyelesaikan tugas.

Maka dari itu siswa memerlukan penggunan model kooperatif learning dalam

kegiatan pembelajaran. Karena dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif siswa dapat memperoleh bimbingan dari seseorang yang lebih ahli atau

melalui teman sejawat melalui kerja kelompok.

2.1.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran di mana para

siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama

lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Inti dari model pembelajaran

kooperatif adalah di mana para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang

beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan guru.

Angota timnya heterogen yang terdiri dari siswa berprestasi tinggi, sedang, dan

rendah, laki-laki dan perempuan, dan berasal dari latar belakang etnik yang

berbeda. Setelah mendapatkan kesempatan untuk belajar dengan tim, para siswa

mengerjakan kuis. Skor kuis dari semua siswa dicatat dan semua tim yang skor

rata-rata kuisnya tinggi mendapatkan penghargaan khusus (Slavin, 2005: 8). Ide yang

melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif semacam ini adalah apabila para

siswa ingin agar timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya untuk

lebih baik dan akan membantu mereka melakukannya. Sering kali, para siswa

mampu melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menjelaskan gagasan-gagasan

yang sulit satu sama lain dengan menerjemahkan bahasa yang digunakan guru ke

dalam bahasa anak-anak (Slavin, 2005: 9).

Model pembelajaran kooperatif tentu saja bukan hal baru. Para guru sudah

menggunakannya selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium,

kelompok tugas, kelompok diskusi, dan sebagainya. Model-model ini sekarang

telah digunakan secara ekstensif dalam tiap subjek yang dapat dikonsep yang dapat

dikonsepkan, pada tingkat kelas mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan

tinggi, dan pada berbagai macam sekolah di seluruh dunia (Slavin, 2005:9).

(34)

16 pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan

kelas dan untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran seperti matematika,

membaca, menulis sampai pada ilmu pengetahuan ilmiah, mulai dari kemampuan

dasar sampai pemecahan masalah-masalah yang kompleks. Lebih dari itu,

pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur

kelas untuk pengajaran (Slavin, 2005: 4).

Slavin mengemukakan tiga konsep yang menjadi karakter dalam

pembelajaran kooperatif, yaitu (a) Penghargaan kelompok, di mana keberhasilan

kelompok didasarkan pada penampilan individu dalam menciptakan hubungan

antar personal, saling mendukung, membantu dan saling peduli; (b)

pertanggungjawaban individu, tergantung pada pembelajaran individu dari semua

anggota; (c) kesempatan yang sama untuk berhasil, model skoring yang digunakan

mencakup nilai perkembangan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa

terdahulu. Dengan demikian siswa dengan prestasi rendah, sedang dan tinggi

sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil (Suparmi, 2012: 113).

Manfaat dari model pembelajaran kooperatif adalah siswa dapat

meningkatkan harga dirinya dan dapat saling memotivasi siswa lain untuk

berpartisipasi dalam menyumbangkan ide serta dapat menumbuhkan rasa tanggung

jawab terhadap teman satu timnya (Slavin, 2005: 10). Dalam kelas kooperatif, para

siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan

berargumentasi, untuk mengasah kemampuan yang mereka kuasai saat itu dan

menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Apabila diatur dengan

baik, siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk

memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep

yang telah dipikirkan (Slavin, 2005: 4).Model pembelajaran kooperatif terdiri dari

beberapa tipe diantaranya: 1. Teaching Game Team (TGT), 2. Student Teams

Achievement Division (STAD), 3. Number Head Together (NHT), 4. Cooperative

Integrated Reading And Composition (CIRC), 5. Team Accelerated Instruction

(TAI), 6.Group Investigasi(GI), 7. Make A Match (Membuat Pasangan), 8. Jigsaw,

dan sebagainya. Penelitian kali ini terfokus pada penggunaan model pembelajaran

(35)

17 2.1.1.5 Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

Model STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan

modelpembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Model STAD (Student

Teams Achievement Division) adalah model yang memacu siswa agar saling

mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang

diajarkan guru. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam

matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, pada

tingkah sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Rusman, 2013: 213). Model

pembelajaran koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran

kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen.

Siswa dalam satu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5

orang, setiap kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai

suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Shoimin, 2014: 185).

2.1.1.6 Keunggulan Model Student Teams Achievement Division (STAD)

Model Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)

merupakan model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Shoimin

(2014: 189) memaparkan keunggulan STAD, yaitu a) siswa bekerja sama dalam

mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, b) siswa aktif

membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, c) aktif berperan

sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, d) interaksi

antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat, e)

meningkatkan kecakapan individu, f) meningkatkan kecakapan kelompok, g) tidak

bersifat kompetitif.

2.1.1.7 Langkah - langkah Model Pembelajaran STAD

Rusman (2013:215) mengemukakan enam langkah model pembelajaran kooperatif

tipe Student Team Achievement Division (STAD) yaitu, sebagai berikut:

a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi

Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan

(36)

18 b. Pembagian Kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya

terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman)

kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik.

c. Presentasi dari guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan

tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta

pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi

siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses

pembelajaran, guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau

masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga

tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa,

tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara- cara mengerjakannya.

d. Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan

lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua

anggota menguasai dan masing–masing memberikan kontribusi. Selama tim

bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan

dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari

STAD.

e. Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi

yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja

masing–masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan

tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa

secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami

bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap

soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan

siswa.

f. Penghargaan Prestasi Tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan

(37)

19 keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan

tahapan-tahapan, antara lain: (1) menghitung skor individu (2) menghitung

skor kelompok (3) pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok.

2.1.1.8 Kemampuan Berpikir Kritis

Ahli psikologi dan pendidikan akhir-akhir ini menyadari bahwa anak-anak

di perlu berbuat lebih banyak dan belajar bagaimana berpikir secara kritis. Karena

itu, anak harus memiliki kesadaran akan diri dan lingkungannya. Robert J. Sternber

(dalam Desmita, 2007: 161) memberikan usulan untuk anak agar dapat

mengembangkan berpikir kritis, yaitu: 1) mengajarkan anak menggunakan

proses-proses berpikir yang benar; 2) mengembangkan strategi-strategi pemecahan

masalah; 3) meningkatkan gambaran mental anak; 4) memperluas landasan

pengetahuannya; 5) memotivasi anak untuk menggunakan

keterampilan-keterampilan berpikir yang baru saja dipelajari.

Kemampuan berpikir kritis telah didefinisikan secara beragam oleh para ahli

maupun penulis buku. Desmita (2009: 153) mendefinisikan kemampuan berpikir

kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, reflektif, dan produktif yang

diaplikasikan dalam menilai situasi untuk membuat pertimbangan dan keputusan

yang baik. Facione (2007) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis

adalah kemampuan membuat penilaian untuk tujuan tertentu yang menghasilkan

interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, model,

kriteria, atau konteks tertentu yang digunakan untuk menilai.

Berdasarkan pada beberapa definisi di atas bahwa kemampuan berpikir

kritis adalah kemampuan berpikir logis yang bertujuan untuk menghasilkan

interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan atas dasar bukti, konsep, model,

kriteria, atau konteks tertentu yang digunakan untuk menilai. Facione (2007: 5)

mengemukakan bahwa kecakapan berpikir kritis mencakup dua dimensi, yaitu

dimensi kognitif dan disposisi afektif. Dimensi kognitif adalah dimensi yang

mencakup kegiatan mental (otak). Dimensi afektif adalah dimensi yang berkaitan

dengan sikap. Dimensi kognitif terdiri dari enam elemen, yaitu yaitu 1)

menginterpretasi, 2) menganalisis, 3) mengevaluasi, 4) menarik kesimpulan, 5)

(38)

20 menginterpretasi dan kemampuan menganalisis. Berikut tabel yang berisikan

tentang dimensi kognitif dari kecakapan berpikir kritis.

Tabel 2. 1 Kemampuan Berpikir Kritis Facione

No Skills Sub-skills

1 Interpretasi Membuat kategori Memahami arti Menjelaskan makna 2 Analisis Menguji gagasan-gagasan

Mengidentifikasi argumen-argumen Menganalisis argumen-argumen 3 Evaluasi Menilai sah tidaknya klaim-klaim

Menilai sah tidaknya argumen-argumen 4 Menarik Kesimpulan Menguji bukti-bukti

Menerka alternatif-alternatif Menarik kesimpulan

5 Eksplanasi Menjelaskan hasil penalaran

Membenarkan prosedur yang digunakan Memaparkan argumen-argumen yang digunakan

6 Regulasi-diri Refleksi diri Koreksi diri

Kemampuan menginterpretasi adalah kemampuan mencoba mengerti dan

mengungkapkan arti dari pengalaman, situasi, data kejadian, penilaian,

kesepakatan, kepercayaan, aturan, prosedur, atau kriteria. Kemampuan

menganalisis adalah mengidentifikasi relasi-relasi logis dari berbagai pernyataan,

pertanyaan, atau konsep yang mengungkapkan keyakinan, penilaian, pengalaman,

alasan, informasi, atau opini. Kemampuan mengevaluasi adalah kemampuan

menilai kredibilitas suatu pernyataan atau argumen dan menilai bobot logika suatu

kesimpulan. Kemampuan menarik kesimpulan adalah kemampuan

mengidentifikasi dan memastikan elemen-elemen yang dibutuhkan untuk menarik

kesimpulan yang masuk akal, merumuskan dugaan dan hipotesis,

mempertimbangkan informasi yang relevan dan memperkirakan

konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari data, pernyataan, bukti, prinsip, penilaian,

kepercayaan, pertanyaan, konsep. Kemampuan mengeksplanasi adalah

kemampuan menguraikan dasar-dasar suatu penalaran dengan

pertimbangan-pertimbangan konseptual, metodologis, kontekstual, dsm yang kuat. Kemampuan

(39)

21 sendiri, unsur-unsur yang digunakan dalam aktivitas tersebut, dan hasil-hasilnya

dengan menganalisis dan mengevaluasi proses kognitif yang terjadi sehingga dapat

mempertanyakan, menegaskan, atau mengoreksi cara berpikirnya sendiri (Facione,

2007: 5-8). Penelitian kali ini lebih fokus pada kemampuan interpretasi dan analisis.

2.1.1.9 Kemampuan Menginterpretasi

Menurut Facione (2007), kemampuan menginterpretasi terdiri dari tiga

bagian. Bagian pertama adalah membuat kategori, misalnya mengidentifikasi suatu

permasalahan dan mendefinisikan ciri-cirinya, menentukan kriteria yang berguna

untuk membuat klasifikasi, dan membuat klasifikasi atas data-data dengan

menggunakan skema tertentu. Bagian keduamemahami arti, misalnya mendeteksi

maksud di balik pertanyaan yang diajukan, menilai arti bahasa wajah, bahasa tubuh,

sikap atau bahasa non verbal lain yang digunakan, menilai arti penggunaan ironi

atau pertanyaan-pertanyaan retoris dalam debat, dan menginterpretasi data-data,

grafik, tabel, gambar, simbol dan sebagainya yang dipresentasikan. Bagian ketiga

menjelaskan makna, misalnya membahasakan ulang apa yang dikatakan orang lain

dengan kata-kata yang berbeda tanpa menghilangkan arti semula, menggunakan

contoh, analogi, lukisan, gambar dan sebagainya. untuk lebih memperjelas suatu

permasalahan, dan menjelaskan lebih jauh suatu permasalahan untuk

menghindarkan salah paham, kerancuan, ambiguitas, atau multi tafsir.

2.1.1.10 Kemampuan Menganalisis

Menurut Facione (2007), kemampuan menganalisisterdiri dari tiga bagian.

Bagian pertama menguji gagasan-gagasan, misalnya melontarkan suatu pernyataan

kepada publik untuk melihat reaksi mereka dengan maksud untuk menyetujui

gagasan tertentu, meneliti usulan-usulan yang masuk untuk suatu permasalahan dan

melihat kesamaan-kesamaan maupun perbedaan-perbedaannya, memberikan suatu

tugas yang kompleks untuk melihat bagaimana tugas itu dipilah-pilah dalam

bagian-bagian yang lebih kecil sehingga bisa ditangani dengan lebih baik,

mendefinisikan istilah-istilah yang abstrak, membandingkan gagasan, konsep, atau

pernyataan yang berbeda-beda, mengidentifikasi permasalahan utama dan

Gambar

Gambar 2. 1 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget
Gambar 2. 2 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Vygotsky
Tabel 3. 1 Jadwal Pengambilan Data
Gambar 3. 3 Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di Indonesia sendiri baru setelah terjadi bencana yang besar, seper tsunami Aceh tahun 2004, melakukan kerja-sama yang gencar antar-pemerintah dalam dan luar negeri

Di Poland, satu kajian jangka panjang dalam visualisasi berbentuk siri-masa ujian pra dan pasca telah dijalankan dari tahun 1994 hingga 2004 ke atas pelajar-pelajar di

Setelah IPR diperoleh, untuk pemanfaatan ruang yang peruntukannya hunian perumahan lebih dari 3 (tiga) bangunan, komersial, jasa, perkantoran, pendidikan, industri,

[r]

juga ada, bedanya pada meniran aktivitas juga ada, bedanya pada meniran aktivitas penigkatan sistem imunnya ternyata lebih penigkatan sistem imunnya ternyata

Pada Mega Electronik Store, pengolahan data dalam hal pemesanan barang electronik masih dilakukan secara manual, dalam penulisan ilmiah ini akan dibahas tentang pembuatan

Pengaruh Implementasi Electronic Procurement (E- Proc) Dalam Pengadaan Barang/ Jasa Terhadap Perwujudan Good Governance Di Balai Besar Wilayah Sungai

Salah saru bentuk reformasi yang telah dilakukan yaitu mengesahkan sejumlah kebijakan dan peraturan yang berkaitan pengelolaan keuangan pemerintah daerah