MAJALAH PENGADAAN INDONESIA
LKPP Raih FutureGov Award
AWA R D
EDISI 03 | JUL-OKT 2012
Strategi Pengadaan dan Keuangan
di Akhir Tahun Anggaran
PERSPEKTIF
ULP
MEMBENTUK DAN
MENGEMBANGKAN
K
REDIBEL
S I SIPAN
MATRIKS PER
UBAHAN
PERPRES NO
. 54
TAHUN 2010 &
PERPRES NO
JANGAN TAKUT
MELAPOR
DAFTAR
ISI
Edisi 03/Juli - Oktober 2012
F O K U S U TA M A
PERSPEKTIF
Masa pelaksanaan kontrak yang terbatas membawa risiko pengadaan tidak dapat di-selesaikan tepat pada waktunya. Pada akhir tahun anggaran akan banyak terjadi dilema keputusan untuk menghentikan kontrak
atau melanjutkan kontrak.
38
REGULASI
Perka LKPP No.5 Tahun 2012
Panduan bagi K/L/D/I
untuk Membentuk ULP
Perka LKPP No.5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan (ULP) diterbitkan untuk menjadi panduan (guidance) secara umum bagi K/L/D/I untuk membentuk ULP sesuai dengan amanat Perpres No. 54 Tahun 2010.
26
KILAS & PERISTIWA
... 06
WAWANCARA
... 21
AWARD
... 24
TESTIMONIAL
... 40
PROCUREPEDIA
... 41
PROFIL
... 46
TANYA JAWAB
... 50
JALAN-JALAN
... 54
S E H A T
... 56
TOKOH BANGSA
... 58
REFLEKSI
... 60
RESENSI
... 62
Membentuk dan
Mengembangkan
ULP
Perpres No.54/2010
mengamanatkan agar dibentuknya suatu unit permanen khusus untuk melayani dan melaksanakan keseluruhan proses pengadaan barang/jasa pemerintah melalui ULP.
10
Strategi Pengadaan dan Keuangan
di Akhir Tahun Anggaran
MANCANEGARA
Pada akhir tahun 1999, pemerintah Italia mulai bertekad membenahi sistem administrasi publik mereka,
termasuk sistem pengadaan mereka lewat CONSIPS.
Inovasi Administrasi
Publik di Negeri
Para Maioso
48
INFORMASI BERLANGGANAN
Salam dan hormat,Sehubungan dengan telah diterbitkannya Majalah Kredibel oleh LKPP, kami dari ULP Universitas Su-matera Utara (USU) Medan menilai bahwa informasi yang dimuat dalam majalah ini sangat berman-faat untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang PBJ dan e-Procurement.
Untuk itu, kami mohon informasi/petunjuk dari Bapak/Ibu Humas LKPP agar kami dapat berlanggan-an Majalah Kredibel ini.
Atas bantuan Bapak/ibu kami ucapkan terimakasih.
Salam,
Rapido P. Gultom, ST - ULP Universitas Sumatera Utara (USU), Medan
Yth Bapak Rapido, terimakasih atas apresiasi Bapak. Mohon sampaikan alamat lengkap Bapak kepada kami, agar kami dapat menirimkan Majalah Kredibel ini ke alamat Bapak secara cuma-cuma.
Terimakasih.
...
VERSI CETAK
Assalamualaikum wr. wb.Mohon informasinya, apakah majalah ini dapat diperoleh juga versi cetaknya selain versi digitalnya di website LKPP? Apakah dapat berlangganan majalah ini untuk versi cetaknya? Jika bisa, bagaimana caranya? Terima kasih.
Ulfah Ramadhyanti - Palu, Sulawesi Tengah
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Bu Ulfah, jawabannya sama dengan surat dari Bapak Rapido di atas ya.
...
INGIN MENGIRIMKAN TULISAN
Dengan hormat,Saya ingin membuat tulisan untuk dimuat di Majalah Kredibel ini. Apakah bisa? Terima kasih atas informasinya.
Salam,
Faiz - Samarinda, Kalimantan Timur
Yth. Pak Faiz,
Sangat bisa, Pak. Akan kami terima dengan senang hati kiriman tulisan dari Bapak. Tulisan dapat dikirmkan ke alamat email: humas@lkpp.go.id, dan dilampirkan foto dan identitas diri yang jelas. Kami tunggu tulisan Bapak untuk memperkaya khasanah dunia pengadaan. Terima kasih.
Surat Pembaca dapat Anda kirimkan via email: humas@lkpp.go.id atau melalui fax ke 021-7996033.
EDISI 03/JULI-OKTOBER 2012 Foto Cover oleh Gigih Pribadi Desain & Tata Letak oleh Arif Haryanto
D I T E R B I T K A N O L E H Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
SME Tower Lt.8 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav.94
Jakarta 12780
Telp. 021-7991025 Fax. 021-7996033 www.lkpp.go.id
P E L I N D U N G
Agus Rahardjo
R E DA K T U R A H L I
Eiko Whismulyadi Himawan Adinegoro Bima Haria Wibisana Agus Prabowo Djamaludin Abubakar
P E M I M P I N U M U M
Salusra Widya
P E M I M P I N R E DA K S I
R Adha Pamekas
R E DA K S I
M Firdaus Suharti Ratna Ayu Maruti Mustika Rosalina
Yohana SP Ajeng Widi Gigih Pribadi Himawan Giri Dahlan
Arif Haryanto
F O T O G R A F E R
Taufan Juli Pramono Tim Humas LKPP
Redaksi menerima kiriman tulisan dan foto yang relevan dengan isi majalah ini. Kirim ke
humas@lkpp.go.id dan dilengkapi dengan
A
lhamdulillah, akhirnya kami dapat hadir kembali ke hadapan Anda, pembaca setia Majalah KREDIBEL. Tanggapan, komentar, masukan, dan respon positif dari pembaca sekalian terhadap kehadiran majalah khusus pengadaan ini menjadikan energi dan kekuatan tersendiri bagi kami untuk menyelesaikan edisi kali ini.Pada edisi ini, kami mencoba mengulas lebih jauh soal Unit Layanan Pengadaan (ULP). Sebagaimana diketahui, Pepres No.54 Tahun 2010 mengamanatkan bahwa pada 2014 wajib dibentuk suatu unit khusus untuk melayani dan melaksanakan keseluruhan proses pengadaan barang/jasa pemerintah di K/L/D/I. Untuk lebih memperjelas bagaimana membangun dan mengembangkan ULP ini, kami sajikan liputannya di Fokus Utama.
Untuk memperkaya sajian kali ini, kami juga melakukan wawancara khusus dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Azwar Abubakar. Kami berbicang soal pengadaan barang/ jasa pemerintah, e-procurement, ULP, hingga perihal jabatan fungsional pengadaan. Wawancara juga kami lakukan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), yang diwakili oleh Kepala Biro Organisasi Kemendagri Eduard Sigalingging.
Tak lupa, kami juga bertandang ke Surabaya, untuk melihat inovasi sistem pengadaan barang/jasa di sana, yang bernama GRMS (Government Resources Management System).
Akhirnya, kami ucapkan selamat membaca sajian edisi ini, dan semoga Majalah KREDIBEL ini dapat membawa manfaat bagi Anda. Salam Pengadaan!
Pembaca yang Berbahagia,
Balaikota Surabaya.K
REDIBEL
Dari Redaksi
R Adha Pamekas
MAJALAH PENGADAAN INDONESIA
LKPP Raih FutureGov Award AWA R D
EDISI 03 | JUL-OKT 2012
Strategi Pengadaan dan Keuangan
di Akhir Tahun Anggaran PERSPEKTIF
ISSN 2089-2411 9772089241131 Diterbitkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) | www.lkpp.go.id
ULP
MEMBENTUK DAN MENGEMBANGKAN
Kilas & Peristiwa
Yogyakarta, KREDIBEL. LKPP terus berupaya untuk meningkatkan kinerja Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Salah satu caranya adalah dengan meminta masukan dari user LPSE di seluruh tanah air melalui kegiatan Rapat Koordinasi Teknis Aplikasi SPSE.
“LKPP mencari masukan dan saran terutama untuk mengembangkan aplikasi SPSE agar lebih sempurna dan meningkatkan kinerja LPSE di masa mendatang,” ujar Depui Bidang Monitoring Evaluasi dan Sistem Informasi LKPP Bima Haria Wibisana, Senin (11/06).
Sejak pertama kali dikembangkan oleh LKPP lebih dari lima tahun yang lalu, SPSE terus mengalami perubahan untuk menyesuaikan kebutuhan user. SPSE pertama diluncurkan dalam piloing lewat versi 2.2.53 sebelum diimplementasikan di tahun 2009 dalam versi 2.2.04 dan 2.3.05. Dalam penggunaannya SPSE terus mengalami perbaikan dan perubahan seperi di v.3.0.0 keika proses lelang diharuskan mengikui Perpres 54/2010.
Saat ini LKPP sedang mematangkan SPSE v.3.5.0 dimana salah satu perubahan yang dilakukan adalah kembalinya itur PPK yang naninya bisa melihat paket lelang yang dibuat oleh paniia. Beberapa bug juga sudah diperbaiki seperi error
pada saat paniia membuka halaman evaluasi harga, atau paniia idak bisa mengedi HPS setelah lelang diumumkan.[K]
Rapat Teknis
Penyem-purnaan Aplikasi SPSE
Jun
11
Diresmikan, LPSE Wakatobi
Siap Lelang Rp 61 Miliar
Wakatobi, KREDIBEL. Tak butuh waktu lama bagi Kabupaten Wakatobi untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa secara elektronik. Segera setelah membentuk LPSE, Wakatobi siap mengumumkan lebih dari 64 paket senilai Rp 61 miliar untuk dilelangkan secara elektronik.“Jumlah ini kurang lebih 48,56% dari total APBD Wakatobi yang wajib ditenderkan, yaitu sebanyak Rp 128,8 miliar. 64 paket yang dilelang tersebut sebagian besar merupakan proyek pembangunan sekolah dan infrastruktur kota,“ kata Ketua LPSE Kabupaten Wakatobi Nadar.
Wakatobi, ujar Nadar, sebenarnya telah
menggunakan proses pengadaan secara elektronik, namun saat itu masih menumpang di LPSE Provinsi Sulawesi Tenggara.
“Sebelumnya kami menggunakan LPSE milik provinsi dan telah melakukan pelelangan secara elektronik kira-kira hingga Rp 8 miliar. Terbentuknya LPSE Wakatobi akan memudahkan kerja kami. Acara peresmian ini bertujuan agar eksistensi LPSE Wakatobi lebih dikenal dan diakses oleh publik.”
“Diharapkan terbentuknya LPSE akan menimbulkan efek posiif berupa pengadaan barang/jasa yang efekif, eisien, terbuka, kompeiif yang pada akhirnya meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” tambah Asisten Sekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Wakatobi Kamarudin. [K]
Study Visit Perwakilan
PPMO Nepal ke LKPP
LKPP Sosialisasikan Kode
Etik Ahli Pengadaan
Jul
11
Jul
18
Jakarta, KREDIBEL. LKPP menerima kunjungan study visit dari Public Procurement Monitoring Oice (PPMO) Pemerintah Kerajaan Nepal yang berjumlah iga orang, di Jakarta, Rabu (11/07).
Keiga perwakilan PPMO tersebut yaitu Mr. Yajna Prased Gautam (Sekretaris PPMO), Shanker Krishna Shrestha (Direktur), dan Mr. Krishna Raj Pantha dan disambut hangat oleh Kepala LKPP Agus Rahardjo dan pejabat eselon I lainnya.
Dalam study visit tersebut, delegasi PPMO
menyampaikan maksud untuk belajar dan bertukar pengalaman seputar peran lembaga pengadaan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Kedua pihak juga saling berbagi wacana mengenai kondisi pengadaan di masing-masing negara.
Agus Rahardjo memaparkan mengenai struktur kelembagaan, serta visi dan misi LKPP dalam menciptakan pengadaan yang kredibel untuk kesejahteraan bangsa. Agus mengatakan, proses pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia memiliki prinsip efekif, eisien, terbuka, dan transparan. Dalam menekan angka korupsi, LKPP menerapkan sistem pengadaan secara elektronik yang menggunakan pirani lunak berbasis sumber terbuka.
Dalam kesempatan tersebut, PPMO juga melihat secara lebih dekat mengenai sistem seriikasi dan pelaihan yang diselenggarakan di kantor LKPP. [K]
Semarang, KREDIBEL. Untuk mewujudkan tenaga pengadaan barang/jasa pemerintah yang profesional, LKPP bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Tengah melakukan sosialisasikan kode eik ahli pengadaan barang/jasa di Semarang (18/7).
“Seiap ahli pengadaan harus mengetahui dan memahami kode eik, memegang teguh, dan konsisten dan menjalankannya,” kata Depui Bidang Pengembangan dan Pembinaan SDM LKPP Agus Prabowo saat membuka acara itu.
Agus menambahkan, persiapan dan konsep regulasi terkait jabatan fungsional telah memasuki tahapan inalisasi. Diharapkan lewat regulasi tersebut tenaga ahli pengadaan dapat lebih professional dan lebih dihargai dengan adanya insenif yang layak. “Sudah di meja Men PAN & RB dan akan selesai sebelum akhir tahun nani,” ungkap Agus.
Kepala BKD Jawa Tengah Bambang Harianto meminta kepada LKPP agar dalam membuat kebijakan turut memikirkan pengawalan dan perlindungan terhadap tenaga pengadaan yang bekerja di im pengadaan.
Jakarta, KREDIBEL. Direktorat Bina Seriikasi
Profesi LKPP bekerja sama dengan Badan Nasional Seriikasi Profesi (BNSP) menyelenggarakan pelaihan substansi calon asesor kompetensi. Pelaihan tersebut lima hari tersebut bertujuan untuk menyiapkan infrastruktur pembentukan Lembaga Seriikasi Profesi (LSP) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Direktur Bina Seriikasi Profesi LKPP Arif Rahman Hakim mengatakan, ke depan jika infrastruktur LSP PB/JP sudah siap, maka lembaga tersebut yang akan memfasilitasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan seriikasi kompetensi.
Pelaihan sistem calon asesor kompetensi melipui penjelasan tentang LSP, Tempat Uji Kompetensi (TUK), dan Standar Kompetensi kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Pelaihan melibatkan master asesor dari BNSP sebagai pendidik dan sejumlah tenaga ahli pengadaan. Harapannya, dalam pelaihan tersebut naninya akan didapat lisensi untuk empat cluster, yaitu cluster strategi pengadaan, cluster evaluasi dokumen penawaran, cluster pembuat kontrak, dan cluster penyusunan HPS dan spesiikasi.
Depui Bidang Pengembangan dan Pembinaan SDM LKPP Agus Prabowo mengatakan, pelaihan ini merupakan salah satu rinisan untuk membangun sistem seriikasi pengadaan barang/jasa
pemerintah yang kredibel. [K]
LKPP Gelar Pelatihan
Calon Asesor Kompetensi
Jul
25
Perpres No. 70/2012
Mulai Disosialisasikan
Bandung, KREDIBEL. Untuk memberikan
pemahaman yang komprehensif mengenai Perpres Nomor 70 Tahun 2012 yang berlaku mulai 1 Agustus 2012, LKPP menggelar sosialisasi ingkat regional di Bandung, Jawa Barat, Senin (13/08).
Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala LKPP, Direktur Kebijakan Pengadaan Umum LKPP, Sekda Provinsi Jawa Barat, Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Barat, perwakilan Pengadilan Tinggi, dan seluruh SKPD yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Khusus untuk mempercepat pelaksanaan penyerapan APBN/APBD, Perpres 70/2012 mewajibkan dua hal, yaitu wajib membuat perencanaan pengadaan dan rencana penyerapan di akhir tahun, sehingga naninya kontrak bisa ditandatangani pada awal tahun anggaran,” kata Kepala LKPP Agus Rahardjo.
“Untuk menjaga transparansi dalam pengadaan langsung, aturan ini sudah dipagari. Seiap instansi wajib mengumumkan rencana pengadaan dan hasil pengadaan di website masing-masing. Dalam hal ini masyarakat bisa melihat apa barang yang dibeli, darimana, dan nilainya di-mark-up atau idak. Jadi
naninya bisa terkontrol,” imbuh Direktur Kebijakan Pengadaan Umum LKPP Setya Budi Arijanta. [K]
Mengubah Mindset
Melalui Monev
Online
Sep
13
Padang, KREDIBEL. Penerapan sistem
Monitoring-Evaluasi (Monev) secara online akan mengubah mindset masyarakat untuk ingkatkan kinerja melalui penggunaan sistem yang lebih mudah.
“Hambatan dalam menerapkan sistem baru umumnya adalah mindset. Perlu adanya komitmen pimpinan yang teguh dan komunikasi kepada para calon penggunanya bahwa penerapan sistem ini akan mempermudah pekerjaan mereka,” kata Depui Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP Bima Haria Wibisana dalam pembukaan Sosialisasi Monev Online di Padang, Sumatera Barat (13/09).
Sistem monev online ini merupakan pengembangan sistem monitoring evaluasi manual menjadi sistem berbasis web untuk memperbaiki sistem pengadaan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan menjadi pengguna sekaligus “penyuplai” data, sedangkan pengembangan aplikasinya dilakukan oleh LKPP.
Data pada monev online ini terhubung dengan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Sistem ini sekaligus melengkapi sistem e-government yang telah dikembangkan LKPP, yakni e-Tendering (e-Procurement), e-Catalogue (saat ini telah ada katalog kendaraan roda empat dan roda dua), Whistleblower System (pengaduan orang dalam), dan ujian seriikasi pengadaan barang/jasa berbasis komputer. [K]
Jakarta, KREDIBEL. LKPP bekerjasama dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) untuk piloing project Otoritas Seriikat Digital Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik (OSD-PSE). Otoritas Seriikat Digital ini berguna untuk menjamin kepercayaan seiap pihak yang bertransaksi dengan tanda pengenal digital berupa seriikat digital.
“OSD-PSE merupakan badan hukum yang berfungsi sebagai pihak keiga terpercaya yang bertugas menandatangani penerbitan dan memelihara seriikat digital atas permintaan pengguna LPSE. Dengan adanya OSD-PSE proses pengadaan secara elektronik diharapkan dapat berjalan lebih efekif dan eisien,” ujar Kepala Lemsaneg Djoko Seiadi.
Dalam implementasinya, OSD-PSE diintegrasikan dengan SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) serta SPAMKODOK (Sistem Pengamanan
Komunikasi Dokumen), yakni aplikasi pengamanan transaksi dokumen untuk melindungi data penawaran yang sensiif, menjaga integritas data penawaran, serta menjamin otenikasi idenitas penyedia dan paniia pengadaan barang/jasa terhadap data penawaran.
Sebagai langkah awal, sistem ini akan
diimplementasikan secara piloing di beberapa LPSE, seperi LPSE Kemenkeu, LPSE Provinsi Jawa Tengah, dan LPSE Universitas Diponegoro. Jika idak ada hambatan yang berari sistem ini akan diimplementasikan di seluruh LPSE tahun depan. [K]
Sertifikat Digital Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
FOKUS
UTAMA
F
ilosoi mendasar pembentukan ULP adalahuntuk mengubah kegiatan pengadaan, dari kegiatan yang tadinya klerikal atau adminis-trasi teknis operasional menjadi kegiatan bersifat manajerial yang lebih profesional. “Itu tujuan jangka pendeknya. Kegiatan pengadaan ini kan di-lakukan oleh panitia yang datang dan pergi setiap tahunnya, padahal kegiatan ini selalu dilakukan setiap tahun. Dari zaman dahulu, pengadaan selalu ada, tapi kok panitianya ad hoc terus. Ini harus dihentikan dan harus masuk ke era per-manen. Itulah yang menjadi ide dasar keberadaan ULP ini,” ujar Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan SDM LKPP Agus Prabowo.
Kepala Biro Organisasi Kementerian Dalam Negeri
Eduard Sigalingging mengatakan, meskipun pasal 130 ayat (1) Perpres 54/2010 mewajibkan bahwa ULP ini wajib dibentuk paling lambat pada tahun anggaran 2014, namun dari sudut pandang kebu-tuhan pelayanan terhadap sistem dan aparatur pemerintahan dengan hasil akhir pelayanan terhadap masyarakat, pembentukan ULP dalam organisasi pemerintah di Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah/Institusi (K/L/D/I) sudah tidak dapat ditunda lagi.
“Pengadaan barang/jasa harus dilakukan dengan perencanaan yang berkualitas dan proses pemilih-an ypemilih-ang sesuai dengpemilih-an prinsip dpemilih-an kebijakpemilih-an pengadaan yang tidak mungkin dilaksanakan oleh panitia ad hoc yang masing-masing mempunyai
MEMBENTUK DAN
MENGEMBANGKAN
ULP
tupoksi sendiri di instansinya,” imbuhnya.
Menurut Direktur Bina Sertiikasi
Profesi LKPP Arif Rahman Hakim, yang pertama dilakukan oleh LKPP dalam menginisiasi pem-bentukan ULP adalah sosialisasi dan penjelasan bahwa
pemben-tukan ULP adalah sebuah kesepakatan nasional dan sudah diamanatkan oleh presiden melalui perpres. “Supaya tidak berbantah-bantahan lagi. Semua pihak sudah setuju bahwa pengorganisa-sian pengadaan perlu dilakukan melalui ULP. Se-hingga nanti timbul kesadaran bahwa kewajiban masing-masing K/L/D/I untuk mendesain orga-nisasi pengadaan yang sesuai dengan kebutuhan-nya,” katanya.
Dengan pembentukan ULP yang mandiri, para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mempunyai kom-petensi pengadaan dapat berkumpul dalam suatu wadah dengan tupoksi khusus dan fokus mel-ayani pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada K/L/D/I yang bersangkutan, tidak terganggu oleh
aktiitas lainnya di luar pengadaan barang/jasa.
Memang, membangun sebuah ULP bukanlah perkara mudah. Oleh karena itu perlu dilakukan pentahapan. Tahapan pertama adalah masa tran-sisi dari 2010-2014. Keberadaan ULP atau panitia pelelangan yang berfungsi sebagai ULP masih beragam. Ada beberapa provinsi, kabupaten/kota yang SKPD-SKPD-nya sudah dilayani oleh satu ULP, namun masih ada provinsi, kabupaten/kota yang mempunyai lebih dari satu ULP. Pada masa transisi ini, provinsi, kabupaten/kota didorong un-tuk membenun-tuk hanya satu ULP unun-tuk melayani seluruh SKPD yang ada.
“Di periode transisi ini, K/L/D/I mencoba memben-tuk ULP dengan versinya sendiri, tentu dengan
guideline dari LKPP. Baru nanti pada 2014, kita akan lihat lagi bagaimana perkembangannya. Karena untuk mewujudkan hal itu kita punya beberapa kendala. Pertama, tidak ada peraturan yang bisa one-it-for-all di Indonesia ini, karena masing-masing K/L/D/I memiliki karakter, skala, beban kerja, dan SDM yang berbeda-beda. Se-hingga perlu diberi keleluasaan kepada mereka untuk mengatur dirinya sendiri dahulu dalam masa transisi ini, tentunya dengan panduan Perpres No. 54 Tahun 2010 maupun dengan Perka LKPP No. 5 Tahun 2012,” papar Agus Prabowo.
“Sama seperti organisasi baru lainnya, ULP tidak mudah untuk didesain sekali jadi. Strateginya, kita lakukan sosialisasi serta pendampingan dalam aspek pengembangan kelembagaan, bimbingan teknis pengadaan, advokasi hukum, dan lain-nya. Kita juga harus menciptakan fasilitator yang memang menguasai permasalahan organisasi, sehingga pendampingan akan dibekali dengan pengetahuan dan komunikasi yang baik. Itu langkah yang bagus dalam men-develop fasilitator untuk membantu K/L/D/I dalam membentuk dan membangun ULP,” tambah Arif.
Pembentukan ULP di Indonesia juga memiliki be-berapa tantangan. Masalah terbesar adalah soal
political will, kemauan yang kuat dari kepala in-stansi atau kepala daerah untuk membentuk ULP. “Ongkos politik untuk menjadi kepala daerah di negeri ini cukup besar. Sehingga ketika terpilih, kepala daerah tadi ingin uangnya kembali. Salah satunya dengan meng-abuse pengadaan. Otoma-tis dia akan enggan untuk membangun sebuah pengadaaan yang independen,” kata Agus Prabowo.
Faktor lainnya, papar Agus Prabowo, adalah masalah insentif bagi pelaksana kegiatan kegiatan pengadaan yang masih belum cukup memadai.
Persoalan lain, meskipun di Perpres 54/2010 diharapkan ULP menjadi unit organisasi sendiri, di sisi lain peraturan keorganisasian dari Kemen-terian PAN&RB belum merekomendasikan untuk melakukan penambahan unit kerja. “Kondisi saat ini di departemen atau lembaga, struktur organisasi atau kotak-kotak organisasinya sudah maksimal. Jadi pada saat ULP datang dengan unit kerja yang permanen, itu tidak mungkin dalam kondisi sekarang. Itu hanya mungkin kalau struktur organisasinya yang belum maksimal. Jadi kendalanya adalah ada keterbatasan dari aturan Permen PAN&RB yang tidak memberikan reko-mendasi pendirian unit organisasi baru, karena akan menambah beban anggaran negara,” tutur Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana LKPP Ida Poespita.
Pengadaan barang/jasa harus dilakukan
dengan perencanaan yang berkualitas dan
proses pemilihan yang sesuai dengan prinsip dan
kebijakan pengadaan yang tidak mungkin
dilaksanakan oleh panitia ad hoc yang
masing-masing mempunyai tupoksi sendiri di instansinya.
Solusinya, menurut Ida, adalah menempatkan ULP ini “menempel” pada unit kerja yang sudah ada. “Tapi unit kerja yang sudah ada tentunya memiliki beban yang tidak sedikit juga. Atau kemungkinan ada pengga-bungan unit kerja sehingga bisa membuka unit kerja baru berupa ULP. Itu kendala dari sudut keorganisasian,” katanya.
Selain di departemen atau lembaga, kendala serupa juga terjadi di pemerintah daerah. “Pemda juga kalau mau menambah kotak
orga-nisasi juga harus mengajukan ke DPRD. Dari DPRD ke Kemendagri, dari sana harus mendapatkan surat rekomendasi dari Men PAN&RB, karena itu ujung-ujungnya anggaran. Berdirinya satu unit organisasi itu pasti ada anggaran yang terpakai.
Kan kalau menempel dengan unit kerja yang lain tidak menambah anggaran, paling hanya menam-bah beban operasional. Itu pun bebannya akan berpindah nantinya karena biaya operasionalnya akan terpusat ke ULP,” papar Ida.
“Bagi saya hal itu (keberadaan ULP) tidak menjadi masalah jika memang diperlukan. Posisi ULP ini nanti ada di bawah salah satu biro pun juga boleh. Sebagai sebuah seksi juga bisa saja, sebagai sebuah unit pun tidak masalah. Itu bisa diajukan dan dikaji mana yang paling cocok nantinya. Yang penting hasilnya ada dan positif. Dengan berdi-rinya ULP Ini menurut saya sangat menarik. Dengan demikian orang-orang di pemda tidak lagi sibuk berpikir untuk mengurus proyek, dan men-jadi lebih fokus ke arah pembuatan kebijakan,“ terang Menteri PAN&RB Azwar Abubakar.
“Di konsep yang kita ajukan, ada tiga pola. Per-tama, pola struktur eselon dua, dengan pertim-bangan beban kerjanya. Yang kedua, eselon tiga, dan ketiga, dimungkinkan digabungkan dengan unit organisasi yang sudah ada. Tapi sampai dengan hari ini usulan Kemendagri ini belum mendapat respon dari Kementerian PAN dan RB,” tandas Eduard Sigalingging.
Sejatinya, dengan pelayanan pengadaan yang kredibel dari ULP diharapkan akan dapat diper-oleh proses pelaksanaan pengadaan yang sesuai dengan aturan, prinsip, serta kebijakan pengadaan, sehingga kebutuhan pengguna akan barang/jasa dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Barang/jasa yang sesuai dengan kebutuhan pengguna akan meningkatkan tingkat pelayanan masyarakat dan dapat memberikan perlindungan hukum untuk meminimalkan risiko bagi organisasi.
ROAD MAP MENUJU
UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP)
YANG DIINGINKAN
1. Pada tahapan/kondisi sekarang, keberadaan ULP atau Panitia Pelelangan yang berfungsi sebagai ULP masih beragam. Ada beberapa provinsi, kabupaten/kota yang SKPD-SKPD nya sudah dilayani oleh 1 (satu) ULP, namun masih ada provinsi, kabupaten/kota yang mempunyai lebih dari 1 (satu) ULP.
2. Pada tahapan transisi (dari kondisi yang ada menuju kondisi yang diinginkan), provinsi, kabupa-ten/kota didorong untuk membentuk hanya 1 (satu) ULP untuk melayani seluruh SKPD yang ada di provinsi, kabupaten/kota.
3. Pada tahapan transisi, LKPP akan meluncurkan program pendampingan yang mencakup:
• Aspek Kelembagaan, dengan melatihkan SOP (Standar Operating Procedure) Kelembagaan, yang mencakup:
• materi pendampingan kelembagaan untuk mencapai tingkatan ULP yang diinginkan, • tata cara pelaksanaan pendampingan, dan
• monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendampingan kelembagaan.
• Aspek Teknis Pengadaan, dengan melatihkan SOP BimbinganTeknis Pengadaan, mencakup: • muatan/materi bimbingan teknis pengadaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing
ULP (yang berbeda satu sama lain),
• tata cara pelaksanaan bimbingan teknis, dan
• monitoring dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis.
• Aspek Advokasi Hukum, dengan melatihkan SOP Advokasi Hukum, mencakup: • muatan/materi atau cakupan advokasi hukum,
• tata cara pelaksanaan advokasi hukum, dan
• monitoring dan evaluasi pelaksanaan advokasi hukum.
• Aspek Profesionalisasi SDM, dengan melatihkan SOP Profesionalisasi SDM, mencakup: • prosedur dan proses pembentukan Jabatan Fungsional PB/JP,
• pemanfaatan atau operasionalisasi Jabatan Fungsional PB/JP, dan • monitoring dan evaluasi kinerja Pejabat Fungsional PB/JP.
4. Kondisi dicapainya tahapan ULP yang diinginkan/ideal, ditandai antara lain dengan:
• ULP telah menjadi institusi yang mandiri, permanen, dan struktural serta didirikan berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk tingkat daerah adalah peraturan daerah (perda) provinsi, kabu-paten/kota;
• Untuk ULP tingkat daerah tingkat layanan ULP telah mencakup seluruh SKPD-SKPD yang di dae-rah provinsi, kabupaten/kota.
• ULP telah mempunyai mata anggaran sendiri sehingga mendapat alokasi anggaran yang me-madai;
• Sebagaian besar atau seluruh anggota Pokja ULP telah diangkat sebagai pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah;
• ULP telah mencapai tingkat kematangan organisasi sedemikan sehingga mampu menyeleng-garakan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai peraturan-perundangan serta
prinsip-prin-sip good governance;
• ULP mempunyai komitmen untuk menyelenggarakan pelelangan dengan e-procurement dan
e-catalogue;
Manajemen Infomasi Asset Manajemen
Kontrak Pemilihan/
Lelang Penyedia
FOKUS
UTAMA
PEMBENTUKAN JABATAN FUNGSIONAL
P
ada tahun 2010 jumlah uang negara yang dikelola melalui pengadaan tidak kurang dari Rp 400 triliun untuk APBN dan Rp 200 triliun untuk APBD pada tahun 2010. Pada tahun 2014, angka ini akan meningkat menjadi sekitar Rp 600 triliun (APBN) dan Rp 320 triliun (APBD). Tentu angka tersebut bukanlah angka yang sedikit, dan wajib dikelola secara bijak dan kredibel.Namun sayangnya, kebocoran (baca: korupsi) yang terjadi dari proses pengadaan barang/jasa pemerintah ini masih sangat tinggi. Setidaknya sekitar 70 persen kasus yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 80 persen kasus yang dilaporkan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berasal dari proses pen-gadaan barang /jasa pemerintah ini. Berdasarkan
analisis KPK, telah terjadi ineisiensi sekitar Rp 110
triliun pada tahun 2010 dari proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
Salah satu yang menjadi penyebab dari fakta-fak-ta di afakta-fak-tas adalah belum terbentuknya kompetensi dan kapasitas para pelaku proses pengadaan ba-rang dan jasa pemerintah. Manajemen kepegawa-ian juga masih ad hoc, sehingga pekerjaan bersifat
paruh waktu, temporer, dan tidak tetap. Juga masih rawan terhadap pengaruh kepentingan dan intervensi. Selain itu, belum adanya kejelasan tentang karir bagi tenaga ahli pengadaan barang/ jasa pemerintah menjadikan kemampuan dan kompetensi pelaksana pengadaan sangat berag-am, profesionalitas pun menjadi belum terjamin dan tidak terukur. Di sisi lain, proses pengadaan menjadi kurang fokus karena pelaksana masih merangkap jabatan.
“Pengadaan barang/jasa dalam kegiatan pemba-ngunan di pemerintah memiliki porsi yang cukup besar, baik dilihat dari besaran porsi anggaran-nya atau dari baanggaran-nyakanggaran-nya kasus pengadaan yang terjadi. Mengingat pentingnya pengaturan yang baik dalam kegiatan pengadaan, maka pengadaan ini harus dilakukan dengan perencanaan yang berkualitas dan proses pemilihan yang sesuai de-ngan prinsip dan kebijakan pengadaan. Dan hal ini tidak mungkin dilaksanakan oleh panitia ad hoc
yang masing-masing mempunyai tupoksi sendiri di instansinya,” papar Kepala Biro Organisasi Ke-menterian Dalam Negeri Eduard Sigalingging.
Sampai saat ini ada sekitar 175 ribu orang
peme-Standar Kompetensi PBJ
Kerangka manajemen pengadaan secara komprehensif :
Perencanaan Pengadaan
Ekonomi, Hukum, Etika, Konstruksi, Transportasi, Manajemen Logistik, Lingkungan Hidup, Sosial, Kepabeanan, dsb.
Informasi terkait dengan Pasar, Penyedia, Dunia Usaha, dsb.
Manajemen Katalog dan Isinya
Tujuan:
Pengadaan yang
Kredibel
PENGELOLA PENGADAAN
gang sertiikat ahli pengadaan di seluruh Indone -sia. Untuk itulah LKPP memandang perlu untuk mendorong profesionalisasi ahli pengadaan terse-but untuk menjadi pejabat fungsional. “Tenaga-tenaga ahli pengadaan barang/jasa pemerintah akan didorong sebagai profesi tersendiri dan dilakukannnya pembentukan jabatan fungsional. Mengacu jabatan fungsional yang telah dilakukan sebelumnya, seharusnya ada reward yang me-narik untuk pejabat fungsional ini,” kata Kepala LKPP Agus Rahardjo.
Salah satu agenda yang dicanangkan oleh LKPP adalah pengembangan kompetensi SDM di bidang pengadaan. Sejauh ini, tenaga ahli
peng-adaan masih bersertiikasi dasar dan LKPP tengah menggagas sertiikasi untuk tingkat lanjut.
“Jumlah yang ada saat ini pun sebenar-nya masih belum memadai. Di sam-ping itu, tantangan dunia pengadaan barang/ jasa akan semakin beraneka ragam, oleh karenanya peningkat-an ke-mampuan harus terus dilakukan. Ke depan, sertiikasi tingkat lanjut-an itu aklanjut-an berstandar internasional. Kendala
lain-nya adalah soal distribusi. Kalau untuk Jawa, Bali, atau Sumatera masih oke lah, tetapi kalau Indonesia bagian timur itu (tenaga ahli peng-adaan) masih sedikit,” ujar Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan SDM LKPP Agus Prabowo.
Menurut Agus Prabowo, dengan adanya jabatan fungsional yang tengah disiapkan tersebut,
pemegang sertiikat bisa beralih menjadi jabatan
fungsional dan diberi insentif tambahan. Keun-tungan dengan adanya jabatan fungsional ini antara lain bahwa pelaksana pengadaan ditunjuk untuk jangka waktu tertentu atau bahkan bisa permanen. Selain itu pelaksana akan lebih mandiri dan independen, terbebas dari pengaruh kepen-tingan dan intervensi.
Direktur Pengembangan Profesi LKPP Sutardi menjelaskan, dengan menempatkan profesi
Landasan Hukum Pembinaan SDM dalam Perpres 54/2010:
• SDM PBJP harus profesional (pasal 8, g) • Mendapatkan pelatihan berdasarkan
standar kompetensi PBJP (pasal 125) • Mempunyai sertiikat keahlian PBJP yang dilaksanakan secara berjenjang (pasal 126 dan 127)
• Mempunyai jenjang karir dan tun -jangan profesi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (pasal 128)
Manajemen Infomasi Asset Manajemen Kontrak Pemilihan/ Lelang Penyedia
Standar Kompetensi PBJ
(lanjutan)
53 Unit Kompetensi yang disiapkan LKPP:
Perencanaan Pengadaan
• Kompetensi Umum – 4 UK (Pengelolaan Informasi; Melakukan Komuni-kasi & Koordinasi; Mengelola Dokumen; dan Melakukan Evaluasi Kinerja
• Pengembangan Sistem Pengadaan Barang/Jasa – 4 UK
Tujuan:
Pengadaan yang
Kredibel
10 UK 16 UK 17 UK 2 UK
- Perencanaan Umum PBJ - Perencanaan Pelaksanaan PBJ Major Function Basic Function
- Persiapan Pemilihan/ Lelang Penyedia - Pelaksanaan an/Lelang Penyedia
- Persiapan Kontrak - Pengendalian Kontrak - Penyelesaian perselisih- an & kegagalan kontrak - Serah terima hasil
- Informasi aset baru - Inventarisasi aset dan analisa an aset baru
peng-adaan barang/jasa pemerintah sebagai profesi ad hoc, serta lebih be-sarnya risiko dibanding-kan dengan imbalan yang didapatkan oleh panitia pengadaan, menjadikan kompetensi profesi pen-gadaan ini belum dipahami secara luas. “Nantinya sebagai jabatan fungsional, tenaga pengadaan juga diharapkan terjamin profesionalitasnya, fokus atas tanggungjawabnya, dan adanya jaminan peningkatan karir di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah,” kata Sutardi.
Saat ini, lanjut Sutardi, sertiikasi ahli pengadaan
mensyaratkan pendidikan minimal D4/S1. “Namun untuk di beberapa daerah, pesyaratan pendidikan ini agak sulit dipenuhi, jadi akan diperluas sampai minimal PNS yang berpangkat Golongan III/a.
Jadi tidak masalah pendidikannya apa selama ia memiliki pengalaman. Pokja di Unit Layanan Pen-gadaan (ULP) juga nantinya akan diangkat men-jadi pejabat fungsional agar mempunyai jenjang karir dan mendapat renumerasi. Lebih profesional, (karir) bisa naik terus, berbeda dengan jabatan struktural. Tidak ada sekat jadinya, sehingga co-cok buat yang muda-muda,” ujar Sutardi.
Sebagai langkah untuk mewujudkan jabatan fungsional pengadaan barang/jasa pemerintah ini, LKPP bersama pihak-pihak terkait akan akan
me-lakukan inalisasi rancangan Peraturan Menteri
(Permen) PAN&RB tentang pembentukan jabatan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa.
“LKPP menargetkan sampai dengan sebelum akhir tahun ini Permen PAN&RB ini bisa selesai. Sesudah itu, kita tinggal siapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara LKPP dan BKN tentang teknis operasional jabatan fungsional ini. Kita juga akan siapkan Perpres tentang jabatan fung-sional yang mengatur masalah insentif. Perka-Per-ka LKPP tentang pelaksanaan jabatan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa ini juga kita siapkan. Kalau semuanya lancar mudah-mudahan tahun depan bisa selesai,” urai Agus Prabowo. [K]
Sutardi
Klaster/Kemasan Kompetensi PBJ
Standar
Kompetensi
Pengadaan
Ahli Hukum
Negosiator
Auditor PBJ OE/Cost Estimator
Value Engineer
Pelatih/Trainer
Asesor
Pengelola PBJ Tingkat Madya
Pokja ULP
PPK
Pejabat Pengadaan
PPHP Pengelola PBJ Tingkat Muda
Pengelola PBJ Tingkat Pertama
Spesialisasi
Kualiikasi/
Penjenjangan
Kontinuitas Standar
Formasi Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Berbasis ULP
Tipe ULP
Perkiraan Jumlah Personil (maksimal) Tipe Jumlah Personil
ULP Kecil 200 Paket < 20 Orang
• Kepala
• Sekretaris
• Bidang
• Anggota Pokja
1 Orang 1 Orang 3 Orang
(Administrasi, Perencanaan, Hukum dan Sanggah) 15 Orang
ULP Sedang 200-1000 Paket
20-80 Orang
• Kepala
• Sekretaris
• Bidang
• Anggota Pokja
1 Orang 1 Orang 8 Orang
(Administrasi, Perencanaan, Hukum dan Sanggah) 70 Orang
ULP Sedang > 1000 Paket 100-200 Orang
• Kepala
• Sekretaris
• Bidang
• Anggota Pokja
1 Orang 1 Orang 18 Orang
(Administrasi, Perencanaan, Hukum dan Sanggah) 182 Orang
Penetapan formasi jabatan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa didasarkan pada kriteria: jumlah paket yang dilaksanakan, nilai pekerjaan, kompleksitas pelaksanaan pekerjaan, dan rentang kendali.
Formasi Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Berbasis Satker/SKPD
Jumlah Satker/SKPD
Perkiraan Jumlah Personil (maksimal) Tipe Jumlah Personil
Satker/SKPD Kecil Anggaran < Rp 10 M
5 Orang
• Pembantu PA/KPA
• PPK/Pembantu PPK
• Anggota Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan
1 Orang 1 Orang 3 Orang
Satker/SKPD Sedang Anggaran Rp 10 - 500 M
5-15 Orang
• Pembantu PA/KPA
• PPK/Pembantu PPK
• Anggota Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan
1 Orang 2 Orang 12 Orang
Satker/SKPD Besar
Anggaran < Rp 10 milyar
15-30 Orang
• Pembantu PA/KPA
• PPK/Pembantu PPK
• Anggota Pokja ULP/ Pejabat Pengadaan
2 Orang 3 Orang 25 Orang
Penetapan formasi jabatan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa didasarkan pada kriteria: jumlah paket yang dilaksanakan, nilai pekerjaan, kompleksitas pelaksanaan pekerjaan, dan rentang kendali.
Usulan Persyaratan Pengangkatan
Uraian Usulan Persyaratan Pengangkatan
Inpassing • PNS dengan ijazah minimal S1/ D4
• Pada periode Inpassing masih melaksanakan tugas PBJP minimal 1 tahun, yang dibuktikan dengan surat penugasan
• Pangkat paling rendah Penata Muda, Golongan III/a atau melalui penyesuian pangkat/golongan yang dimilikinya
• Memiliki Sertiikat Ahli Pengadaan Nasional tingkat pertama
Perpindahan • PNS dengan ijazah minimal S1/ D4
• Telah mengikuti dan lulus Diklat Ahli Pengadaan Barang/Jasa TingkatPertama
• Pangkat paling rendah Penata Muda, Golongan III/a mempunyai pengalaman melaksanakan tugas di bidang PBJP minimal 2 tahun
• Usia setinggi-tingginya 52 tahun
Pengangkatan Pertama • PNS (untuk mengisi lowongan formasi CPNS) dengan ijazah minimal S1/D4
• Telah mengikuti dan lulus Diklat Ahli Pengadaan Barang/Jasa Tingkat Pertama
B
esarnya peranan dan tanggung jawab proses pe-ngadaan barang/ jasa dalam sebuah negara, institusi, maupun peru-sahaan memer-lukan dukungan kinerja sumber daya pengadaan barang/jasa yang profesional dan memedang kode etik dan prinsip-prinsip pengadaan. “Setiap ahli pengadaan harus mengetahui dan memahami kode etik, memegang teguh serta konsisten dan menjalankannya,” kata Deputi Bidang Pengem-bangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP Agus Prabowo.Menurut Willem Siahaya, seorang praktisi dan ahli dalam bidang pengadaan, kegiatan pengadaan merupakan proit center - bukan cost center - karena kinerja pengadaan berdampak langsung terhadap kelangsungan dan rugi/laba
perusa-haan. “Kelancaran dan efektiitas pelaksanaan
pengadaan memerlukan perangkat organisasi yang mandiri dan peraturan serta tata kelola yang tepat guna. Untuk mewujudkan fungsi dan kinerja pengadaan, maka pelaksana pengadaan harus diakui dan ditetapkan sebagai jabatan fungsional yang terstrukur dalam organisasi,” ujar Willem.
Seorang ahli pengadaan atau procurement
pro-fessional, lanjut Wilem, harus memiliki standar kompetensi khusus. “Mulai dari menguasai manajemen, metoda, dan strategi pengadaan dan rantai suplai, menguasai tujuan institusi dan bisnis perusahaan, memiliki integritas dan standar etika yang tinggi, serta mempunyai kemampuan manajerial dan kepemimpinan. Selain itu juga pu-nya kemampuan analisis, kreasi, dan inovasi, skill
negosiasi, dan komunikasi,” papar Willem.
Di samping itu, ahli pengadaan juga harus me-miliki pengetahuan teknis tentang barang dan jasa, pemahaman tentang kontrak dan hukum perdagangan, dan kemampuan teknis analisis harga dan biaya. Pengetahuan tentang operasio-nal semua sektor dalam mata rantai suplai serta selalu mengikuti dan up-date terhadap perkem-bangan dunia bisnis juga merupakan prasyarat bagi seorang ahli pengadaan.
“Seyogyanya ahli pengadaan harus menguasai semua aspek pengadaan dan tetap berprofesi sebagai ahli pengadaan, karena predikat ahli pengadaan tidak dibatasi oleh waktu dan ruang, sepanjang masih tetap mengikuti dan menguasai manajemen pengadaan terkini. Ahli pengadaan adalah mereka yang masih aktif berkarya di institusi atau perusahaan, masih melaksanakan kegiatan pengadaan, masih mengajar ilmu peng-adaan di perguruan tinggi, masih berkecimpung di lembaga pengkajian, baik sebagai konsultan dan nara sumber pengadaan serta mereka yang telah pensiun,” terang Willem.
Namun Willem melihat, ada kecenderungan bahwa ahli pengadaan di Indonesia hanya pada saat mereka masih melaksanakan atau terlibat dalam kegiatan pengadaan. “Sekali mereka tidak lagi melaksankan kegiatan pengadaan, maka berakhirlah sudah predikat ahli pengadaan yang disandangnya. Keadaan inilah yang membuat para ahli pengadaan Indonesia sungkan untuk menjadi seorang profesional pengadaan yang kompeten, termasuk menjunjung tinggi kompe-tensi dan Kode Etik Pengadaan,” ujarnya.
Terkait dengan kode etik pengadaan, LKPP telah berinisiatif serta memfasilitasi penerbitan Standar Kode Etik Pengadaan yang berlaku secara na-sional bagi semua ahli pengadaan di Indonesia. Dalam setiap agenda sosialisasi kebijakan dan peraturan pengadaan barang/jasa yang dilaksana-kan oleh LKPP di provinsi dan kabupaten/kota, selalu mengikutsertakan program sosialisasi Kode Etik Pengadaan ini.
KODE ETIK PENGADAAN
Predikat Ahli Pengadaan Tidak Dibatasi
oleh Ruang dan Waktu
FOKUS
UTAMA
“Peran sentral untuk melakukan sosialisasi kode etik pengadaan ini juga menjadi tanggung jawab asosiasi profesi pengadaan, yaitu Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI). Kode Etik Pengadaan akan disosialisasikan ke seluruh stakeholders
pengadaan di seluruh Indonesia melalui DPD dan DPC IAPI, dan diajarkan sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ditargetkan Kode Etik Pen-gadaan ini akan menjadi budaya bagi insan pen-gadaan di tanah air,” tandas Willem, yang juga menjabat sebagai Ketua DPP IAPI ini.
Menurut Willem, penerapan kode etik pengadaan setidaknya ditentukan oleh dua elemen utama, yaitu kualitas jabatan serta kualitas pribadi. Kuali-tas pribadi meliputi integriKuali-tas, profesionaliKuali-tas, kompetensi, dan taat asas. “Sebuah pertanyaan yang sekaligus merupakan dilema dan berpo-tensi menjadi kendala dalam penerapan kode etik pengadaan ini adalah “profesional dulu, baru
dihargai?” atau “dihargai dulu, baru profesional?” katanya. [K]
EDUARD SIGALINGGING
(Kepala Biro Organisasi Kementerian Dalam Negeri RI)
Pada Prinsipnya Kita Memberikan
Rekomendasi dan Mendukung
Unit Layanan Pengadaan (ULP) direncanakan akan dibentuk sebagai unit tersendiri yang permanen. Bagaimana pihak Kementerian Dalam Negeri menyikapi hal tersebut? Apa solusi yang ditawarkan jika kemudian di pihak Pemerintah Daerah (Pemda) yang ber-sangkutan sudah tidak ada lagi “slot” untuk mengakomodasi keberadaan ULP ini?
Jadi dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, ada “slot” yang kita buat untuk wadah me-nampung pembentukan lembaga atau SKPD di daerah sebagai amanat atau perintah dari peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh misalnya, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka di daerah harus dibentuk BPPD. Lalu UU Nomor 16 Tahun 2006 yang mengamanatkan di daerah harus dibentuk badan penyuluhan. Nah, demi-kan pula dengan Perpres 54 Tahun 2010 yang mengamanatkan di daerah harus dibentuk unit ini (ULP), dalam arti unit ini bisa berdiri sendiri atau digabung. Nantinya keberadaan unit ini akan disesuaikan dengan beban kerja masing-masing daerah.
Oleh karena itu, Kemendagri sebenarnya sudah membahas dengan beberapa daerah untuk mencoba merancang-bangun organisasi yang dibutuhkan di daerah. Mekanisme pembentuk-an orgpembentuk-anisasi perpembentuk-angkat daerah ini biaspembentuk-anya karena lembaga tersebut adalah lembaga yang diamanatkan (oleh Undang-undang). Meka-nisme ini kita buat, kita siapkan konsepnya, kita bahas antarinstansi, dan karena ini terkait eselonisasi maka kita juga usulkan kepada Ke-menterian PAN & RB untuk penetapan eselon-nya.
Di konsep yang kita ajukan, ada tiga pola. Pertama, pola struktur eselon dua, dengan per-timbangan beban kerjanya. Yang kedua, eselon tiga, dan ketiga, dimungkinkan digabungkan dengan unit organisasi yang sudah ada.
berdasar-kan hasil inventarisasi dan evaluasi yang kita lakukan, terjadi pembengkakan beban anggar-an daerah sebagai akibat dari pembentukanggar-an organisasi yang besar.
Tapi jika kita melihat persoalan pengadaan barang dan jasa, itu merupakan hal yang mau tidak mau harus ditangani secara tepat dari segi organisasi juga, sehingga kita harus meng-evaluasi mana unit-unit yang bisa digabung serta mana unit-unit organisasi yang harus dipertahankan atau mungkin harus kita ba-ngun. Ini salah satu cara untuk menuju akunta-bilitas dan transparansi pengelolaan anggaran di negara ini, yaitu harus didukung oleh orga-nisasi yang tepat.
Yang menjadi persolan, ada semacam morato-rium penataan pembentukan organisasi yang baru. Karena adanya moratorium penerimaan CPNS yang saat ini tengah bergulir tidak akan efektif kalau tidak diikuti dengan moratorium penataan organisasi. Jadi organisasi yang akan kita bangun harus sesuai dengan prinsip-prinsip reformasi birokrasi. Bagaimana meningkatkan pelayanan, melakukan percepatan pemba-ngunan, serta penyelenggaraan pemerintah
secara transparan. Itulah prinsip-prinsip yang harus kita bangun sesuai de-ngan hakikat otonomi daerah.
Untuk ULP sendiri, bagaima-na respon atau keingibagaima-nan dari daerah-daerah?
Beberapa daerah sudah ada yang meminta rekomendasi dari Kemendagri untuk pembentukan ULP ini. Pada prinsipnya kita memberikan rekomendasi dan mendukung pembentukan lembaga ini dalam rangka transparansi dan akuntabilitas dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah tadi. Daerah-daerah itu nanti-nya bisa membentuk ULP ini sebagai sebuah dinas, badan, atau lain-nya, karena memang hal ini belum ada pan-duannya. Hal ini yang akan kita benahi seiring dengan revisi PP 41.
Apa tantangan keberadaan ULP ini di daerah?
Jadi begini, dengan adanya pemilihan kepala daerah secara langsung ini menjadikan ong-kos politik menjadi cukup besar. Hal ini secara tidak langsung akan menyebabkan adanya dukungan-dukungan dari orang-orang yang diistilahkan dengan tim sukses. Nah, kepala daerah terpilih biasanya harus “membalas budi” dukungan dari tim sukses tadi, sehingga diangkatlah seseorang dalam jabatan-jabatan yang strategis. Sehingga hal ini menjadikan anggaran daerah menjadi besar, bukan karena tanggung jawab tugas pemerintahannya yang berat, namun adanya kepentingan untuk meng-akomodir dukungan-dukungan tadi. [K]
Jika kita melihat
persoalan
pengada-an barpengada-ang dpengada-an jasa, itu
merupakan hal yang
mau tidak mau harus
ditangani secara tepat
dari segi organisasi.
E-Procurement
, Unggulan
Reformasi Birokrasi
WAWANCARA
Lelang secara elektronik (e-Procurement) berperan signifikan dalam mendorong kelancaran proses reformasi birokrasi. e-Procurement meru-pakan salah satu upaya mewujud-kan birokrasi yang bersih melalui pencegahan perilaku koruptif atau rekayasa di bidang pengadaan ba-rang/jasa pemerintah. Dengan e-Procurement, efisiensi anggaran negara pun dapat dilakukan. “Bah-kan, penghematan bisa 10 sampai 20 persen,” ujar Menteri Pendayagu-naan Aparatur Negara dan Refor-masi Birokrasi (PAN dan RB) Azwar Abubakar.
Untuk mengetahu bagaimana pan-dangan Kementerian PAN&RB terkait e-Procurement, keberadaan Unit Layanan Pengadaan (ULP), serta jabatan fungsional tenaga peng-adaan, Tim Redaksi Majalah Kredi-bel melakukan wawancara dengan Azwar Abubakar, di Kantor Kemente-rian PAN&RB, Rabu, 5 September 2012. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat pelakasanaan lelang secara elektronik atau e-procurement sampai dengan saat ini? Bagaimana Anda memandang keberadaan SDM dan profesi ahli pengadaan?
Sekarang kita mulai mewajibkan pengadaan se-cara elektronik atau e-procurement. E-procure-ment ini merupakan bagian dari e-government.
Artinya, implementasi teknologi informasi dalam sistem birokrasi ini saat ini sudah men-jadi sebuah keharusan. Untuk itu kita tengah menata struktur organisasi dan lembaganya.
Jadi, salah satu faktor yang berpengaruh dalam restrukturisasi ini adalah karena adanya pene-rapan teknologi informasi. Dengan implemen-tasi e-government, akan banyak sekali yang bisa berubah. Misalnya laporan, kita bisa meng-gunakan yang namanya e-performance. Lewat e-performance ini, performance atau kinerja
se-buah lembaga bisa dipantau lewat IT. Dengan teknologi, tidak hanya cepat, namun semua akan juga akan menjadi lebih simple. Nantinya, tidak harus semua kementerian itu minta laporan ke daerah, namun cukup satu model tunggal saja yang kemudian dapat dipakai oleh banyak kementerian. Demikian halnya dengan audit, dengan menerapkan e-audit. Selain itu, banyak lagi yang lain, seperti planning, e-budgeting, dan lainnya.
Untuk e-procurement sendiri, saya anggap ini adalah salah satu unggulan dalam reformasi bi-rokrasi. Lewat e-procurement, kita bisa
melaku-kan eisiensi anggaran. Bahmelaku-kan, penghematan
bisa 10 sampai 20 persen. Saya optimis e-pro-curement ini besar sekali manfaatnya. Meski demikian, kita jangan menutup mata bahwa keunggulan teknologi ini memerlukan SDM, orang yang menguasai dan memahami hal ini. SDM juga tentunya yang harus punya integri-tas, apalagi untuk sebuah proses pengadaan.
Nah, menyangkut profesi pengadaan ini, tentu kita akan perhatikan soal tunjangan karir dan tunjangan lain yang memadai. Ini tantangan tersendiri, bagaimana menyiapkan formulasi dan aturan yang tepat untuk hal ini. Setelah itu, jangan lupa juga perlu adanya pengawasan yang baik.
Sehubungan dengan itu, dalam Perpres 17 Tahun 2012 salah satu kebijakannya adalah dengan menempatkan SDM pengadaan dan mereka yang memiliki keahlian yang cukup di bidang pengadaan dalam sebuah unit yang disebut Unit Layanan Pengadaan (ULP). Bagaimana menurut Anda sebaiknya posisi ULP ini dalam struktur kelembagaan?
Saya optimis e-procurement
ini besar sekali
manfaat-nya. Meski demikian, kita
jangan menutup mata bahwa
keunggulan teknologi ini
memerlukan SDM, orang yang
menguasai dan
memahami hal ini.
Bagi saya hal itu tidak menjadi masalah jika memang diperlukan. Posisi ULP ini nanti ada di bawah salah satu biro pun juga boleh. Sebagai sebuah seksi juga bisa saja, menjadi sebuah unit pun tidak masalah. Itu bisa diajukan dan dikaji mana yang paling cocok nantinya. Yang penting hasilnya ada dan positif. Keberadaan ULP ini menurut saya sangat menarik. Dengan demikian orang-orang di pemda tidak lagi sibuk berpikir untuk mengurus proyek, se-hingga menjadi lebih fokus ke arah pembuatan kebijakan. Nah, jika di seluruh provinsi nantinya dibuat seperti itu juga tidak masalah buat saya. Silakan dikaji dan diajukan saja usulan itu.
Salah satu yang menjadikan profesi peng-adaan ini kurang menarik adalah tidak sebandingnya besarnya tanggung jawab dan risiko yang harus mereka hadapi dengan besarnya tunjangan yang mereka dapatkan. Bagaimana menurut Anda?
Ya itulah, karena memang aturan gaji atau remunerasi yang ada sekarang seperti itu. Tapi menurut saya kalau kita lihat memang bagus seharusnya kita bisa memberikan reward lebih kepada orang-orang di profesi pengadaan ini. Kalau memang bisa dibuktikan dengan adanya
e-procurement ini bisa menghasilkan eisiensi
dan penghematan, bisa saja itu dijadikan dasar bagi kebijakan reward tadi. Jadi, kalau yang berubah hanya metodenya saja, namun pada prakteknya itu semua masih jomplang, belum
bisa membuat eisiensi, masih terjadi
kebocor-an-kebocoran, itu yang akan menjadi perta-nyaan nantinya jika reward ini diberikan.
Selain itu, dari sisi penyedianya juga harus diberikan pemahaman. Karena sistem e-procurement ini juga pasti melibatkan mereka. Informasikan kepada mereka apa saja kemu-dahan yang akan didapatkan dengan sistem
e-procurement ini, berikan bimbingan yang kuat kepada para penyedia tadi, dan pelatihan yang memadai. Berikutnya yang tak kalah penting adalah soal infrastruktur teknologinya. Sistem seperti ini ‘kan tidak boleh macet, harus bisa senantiasa diakses kapanpun juga. Harus ada jaminan-jaminan seperti itu.
Terkait dengan sertiikasi ahli pengadaan
sebagai salah satu upaya untuk melaku-kan reformasi di bidang SDM pengadaan, bagaimana menurut pendapat Anda? Kalau menurut saya, yang diperlukan adalah orang-orang yang tahu betul tentang peng-adaan itu seperti apa. Untuk ilmunya bisa dinomorduakan lah, yang terpenting adalah integritas dari SDM di pengadaan itu sendiri.
LKPP berencana melakukan reorganisasi dalam upaya mendorong terbentuknya ULP-ULP di daerah. Saat ini kami tengah me-nunggu peraturan pemerintah terkait hal-hal yang mengatur struktur lembaga pemerintah non-kementerian. Bagaimana proses hal ini di Kementerian PAN dan RB sendiri?
Silakan saja ajukan usulannya, nanti akan saya lihat dan pelajari. [K]
dalam Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (PBJP)
Adalah sistem pengaduan yang menggunakan aplikasi berbasis web
yang dapat dimanfaatkan oleh Whistleblower untuk mengadukan
dugaan pelanggaran di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
rust
Whistleblower System (WBS)
wbs.lkpp.go.id
Ingin tahu WBS PBJP, coba klik
W
B
S
dalam Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (PBJP)Whistleblower System (WBS)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
Sistem pengaduan berbasis
yang dapat dimanfaatkan oleh
Whistleblower untuk mengadukan
dugaan pelanggaran di bidang
pengadaan barang/jasa.
W
B
S
The
System
You Can
Trust
Ingin tahu WBS PBJPW
B
S
The
System
Y
B
S
A W A R D
WTP Kedua untuk LKPP
K
edisiplinan kerja dan semangat akuntabilitas LKPP kembali berbuah manis. Laporan Keuangan Tahun 2011 LKPP mendapat peringkat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).BPK dalam pemeriksaannya berkesimpulan bahwa laporan keuangan LKPP Tahun 2011 telah disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang baik. Standar tersebut juga didukung dengan adanya pengendalian internal yang memadai serta bebas dari salah saji yang sifatnya material.
Bagi LKPP ini adalah kedua kalinya secara berturut-turut mendapatkan predikat WTP. Predikat WTP diraih LKPP sejak mendapat kepercayaan mengelola bagian anggaran sendiri dari pemerintah, yaitu di tahun 2010.
WTP adalah opini teringgi yang dikeluarkan BPK kepada Kementerian/Lembaga (K/L) berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004. Wajar Tanpa Pengecualian berari Laporan Keuangan (LK) telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, neraca, hasil usaha atau Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas, sesuai dengan SAP. Penjelasan laporan keuangan juga telah
disajikan secara memadai, informaif dan idak menimbulkan penafsiran yang menyesatkan.
Sementara wajar berari bahwa Laporan Keuangan bebas dari keraguan dan keidakjujuran serta lengkap informasinya. Pengerian wajar idak hanya terbatas pada jumlah-jumlah dan ketepatan pengklasiikkasian akiva dan kewajiban, namun yang terpening melipui pengungkapan yang tercantum dalam Laporan Keuangan.
Menurut Kepala Bagian Keuangan LKPP Nanang Priyatna, terdapat empat jenis kewajaran laporan keuangan yang dikeluarkan oleh BPK, yaitu Wajar Tanpa pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer), dan yang terakhir Tidak Wajar (Adverse).
LKPP adalah satu dari 67 K/L yang mendapat predikat WTP dari BPK untuk laporan keuangan tahun 2011. Dengan predikat ini membukikan bahwa LKPP konsisten dalam mewujudkan sebagai lembaga yang bukan hanya akuntabel, tapi juga transparan dan kredibel dalam mengelola keuangan negara. [K]
LKPP Raih FutureGov Award
L
KPP dengan Naional e-Procurement Project mendapatkan FutureGov Award 2012 untuk kategori Technology Leadership dari FutureGov Magazine Asia Pasiic. Kategori ini diberikan kepada organisasi pemerintah yang memiliki visi kuat dan keunggulan manajemen proyek dalam penyebaran teknologi.FutureGov Award merupakan penghargaan yang diberikan kepada seiap organisasi pemerintah yang paling berhasil melakukan program modernisasi di bidang teknologi. Perhelatan se-Asia Pasiik yang
telah menginjak tahun ke-6 pada 2012 ini diadakan di Chiang Mai, Thailand (19/10).
Secara keseluruhan terdapat 23 kategori dalam pelaksanaan tahun ini. Indonesia berhasil
mendapat empat penghargaan, yakni pada kategori Technology Leadership (diterima oleh LKPP), Informaion Management (KPU), Informaion Security (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil), dan Public Sector Organisaion of The Year - ASEAN (Pemkot Surakarta).
MEDIA
WATCH
Dengan revisi Peraturan Presiden No. 54 ini maka diharapkan peng-adaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga akan berjalan lebih efektif. Peraturan ini rencananya diimplementasikan pada 2013. Jadi
itu juga artinya percepatan penetapan anggaran.
Merdeka.com, 3 Agustus 2012
“Minimal dengan aturan ini, pada minggu pertama bulan Januari, 15 persen dari seluruh proyek besar pemerintah sudah terserap oleh
pem-bayaran pertama untuk kantraktor,” kata Kepala LKPP Agus Rahardjo.
Mediaindonesia.com, 09 Agustus 2012
“Standar harga atau e-catalogue ini akan diperluas untuk
barang-barang yang spesiikasi dan harganya jelas di pasaran seperti obat,
alat kesehatan, alat pertanian, alat berat, bibit padi/jagung, dan sejenisnya,” kata Agus Rahardjo.
Mediaindonesia.com, 09 Agustus 2012
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Supri-janto mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat mempercepat realisasi
belanja modal hingga 20 persen pada triwulan pertama 2013.
Antaranews, 24 Agustus 2012
Sektor perumahan sederhana mendapat angin segar dengan diberlakukan-nya Peraturan Presiden Nomor 70/2012. Pasaldiberlakukan-nya, Perpres yang
tur tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tersebut turut menga-tur proyek pembangunan jalan dan drainase di kompleks perumahan MBR
(Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Rumah.com, 24 Agustus 2012
Presiden Susilo Bambang Yudoyono telah mengeluarkan Peraturan Pres-iden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Per-pres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerin-tah. Perpres ini diyakini menjadi salah satu langkah untuk melakukan
pencegahan korupsi dalam Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah.
Hukumonline.com
P
engorganisasian pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilakukan selama ini mempunyai beberapa kelemahan, antaralain masih dirasa kurang eisien, economies of
scale tidak terpenuhi, terjadi duplikasi kegiatan, sulitnya untuk melakukan pembinaan SDM, serta belum terdapat keseragaman sistem atau metode dalam melayani penyedia barang/jasa. Sebagai solusi untuk mengatasi kelemahan-kelemahan model pengorganisasian pengadaan barang/ jasa pemerintah tersebut, maka pemerintah mengamanatkan agar dibentuk Unit Layanan Pengadaan atau ULP.
Secara regulasi, pembentukan ULP memiliki be-berapa dasar hukum. Antara lain Perpres No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, PP No. 41 Tahun 2007 ten-tang Organisasi Perangkat Daerah, serta Perpes No. 54 Tahun 2010 pasal 14 yang menyatakan bahwa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Dae-rah/Institusi (K/L/D/I) diwajibkan mempunyai ULP yang dapat memberikan pelayanan/pembinaan di bidang pengadaan barang/jasa.
Untuk memberikan panduan bagi (K/L/D/I) lainnya dalam rangka pembentukan serta pengaturan or-ganisasi dan tata kerja ULP, maka diterbitkanlah Peraturan Kepala (Perka) LKPP No.5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan (ULP).
“Perka ini diterbitkan untuk menjadi panduan bagi K/L/D/I untuk membentuk ULP sesuai dengan amanat Perpres No. 54 Tahun 2010. Perka ini bisa menjadi pedoman atau guidance secara umum. Namun secara detail, masing-masing instansi harus melakukan kajian tersendiri lagi, karena kebutuhan masing-masing organisiasi itu kan unik dan berbeda-beda. ULP ini mau detailnya seperti apa, struktur organisasi dan jumlah pegawainya seperti apa, harus dikaji oleh masing-masing or-ganisasi agar ULP yang terbentuk sesuai dengan kebutuhan,” ujar Arif Rahman Hakim, Direktur
Bina Sertiikasi Profesi LKPP.
Menurut Arif, K/L/D/I di dalam mem-bentuk ULP harus mem-perhatikan data menge-nai kebutu-han dan jasa apa saja yang diadakan oleh K/L/D/I tersebut.
“Barang mis-alnya, berapa volumenya, jenisnya apa,
frekuensi pengirimannya seperti apa. Setelah kita memiliki data seperti ini, kita bisa memperkirakan apakah ini bisa dilakukan oleh satu ULP saja atau bahkan lebih. Jadi yang diperlukan adalah analisa beban kerja. Hal ini kan yang tahu masing-masing K/L/D/I. Dari perkiraan ini maka bisa diperkirakan berapa jumlah SDM yang diperlukan. Setelah itu bisa membuat Standard Operating Procedures
(SOP)-nya. SOP ini bisa dibuat oleh masing-masing K/L/D/I, namun LKPP punya contoh SOP ini jika memang diperlukan,” terang Arif.
Dalam Perka ini, beberapa hal dijelaskan secara
spesiik. Misalnya, Perka ini lebih mendetail soal
proses pengambilan keputusan dalam pemili-han penyedia. “Contohnya, kewenangan dalam penetapan pemenang itu jelas. Pokja diberikan kewenangan, batasannya seperti apa. Mana yang boleh diambil Pokja dan Pengguna Anggaran (PA) jelas, pembagian tugas antara Kepala ULP, Sek-retaris ULP, dan Pokja juga diperjelas, sehingga memudahkan penyusunan SOP,” urai Arif.
Kemudian masalah independensi dalam pengam-bilan keputusan oleh Pokja. Kepala ULP tidak boleh ikut campur dalam penetapan pemenang.
REGULASI
PANDUAN BAGI K/L/D/I
UNTUK MEMBENTUK ULP
Jika Kepala ULP ingin mencampuri penetapan pemenang maka harus menjadi anggota Pokja. Mengenai seleksi, Perka ini menekankan bahwa Kepala ULP, Sekretaris, dan Pokja harus profe-sional, sehingga personil-personil ini harus mele-wati proses penyaringan oleh sebuah tim seleksi. Arif mengingatkan, yang perlu antisipasi dalam mendesain organisasi ULP adalah agar jangan
sampai terjadi konlik kepentingan. “Selain itu,
hambatan kita saat menyusun Perka adalah masalah pembagian kewenangan. Ini sudah dibuat minimalis agar tidak menyinggung masalah pembagian kewenangan ini,” kata Arif.
Apa poin utama yang paling penting dalam Perka ini? “Bahwa proses pengadaan akan lebih terja-min karena dilakukan oleh SDM yang profesioal. Peningkatan karir dan peningkatan kapasitas SDM pengelola juga akan semakin terarah karena penugasannya tidak lagi ad hoc lagi tapi lebih permanen. Untuk menjadi seorang pejabat pengadaan yang profesional tidak bisa dilakukan dalam satu tahun saja, karena ada 54 unit kom-petensi yang harus dikuasai oleh seorang pejabat profesional pengadaan, dan itu pasti butuh waktu panjang,” papar Arif. [K]
12. melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan menggunakan sistem pengadaan secara elektronik di LPSE
13. melaksanakan evaluasi terhadap proses pengadaan barang/jasa yang telah dilaksanakan
KEWENANGAN ULP
1. menetapkan Dokumen Pengadaan;
2. menetapkan besaran nominal Jaminan Penawaran; 3. menetapkan pemenang untuk:
• Pelelangan atau Penunjukan Langsung untuk paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa Lainnya yang
bernilai paling inggi Rp 100 miliar; atau
• Seleksi atau Penunjukan Langsung untuk paket pengadaan
jasa konsultasi yang bernilai paling inggi Rp 10 miliar
4. mengusulkan calon pemenang kepada Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/Pimpinan Insitusi untuk penyedia barang/peker -jaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai di atas Rp 100 miliar dan jasa konsultansi yang bernilai di atas Rp 10 miliar yang proses pengadaannya dilakukan melalui pelelangan, seleksi, atau penunjukan langsung
5. mengusulkan kepada PA/KPA agar penyedia barang/jasa yang
melakukan perbuatan dan indakan seperi penipuan, pemalsuan
dan pelanggaran lainnya untuk dikenakan sanksi pencantuman
dalam Datar Hitam;
6. memberikan sanksi administraif kepada penyedia barang/ jasa yang melakukan pelanggaran, perbuatan atau indakan
sebagaimana yang berlaku dalam Perpres No. 54/2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
HUBUNGAN KERJA ULP DENGAN LKPP
1. menyampaikan laporan hasil pelaksanaan PBJ
2. melakukan konsultasi sesuai dengan kebutuhan, dalam rangka
penyelesaian persoalan yang dihadapi dalam proses PBJ
3. melakukan koordinasi dengan LKPP dalam pelaksanaan tugasnya 4. memberikan masukan kepada LKPP untuk perumusan strategi dan
kebijakan PBJ
HUBUNGAN KERJA ULP PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA
1. penyampaian laporan periodik tentang proses dan hasil PBJ 2. memberikan pedoman dan petunjuk kepada Unit Kerja Eselon I
dalam penyusunan perencanaan PBJ
3. pelaksanakan pedoman atau petunjuk pengendalian pelaksanaan pengadaan yang diberikan PA
HUBUNGAN KERJA ULP PADA PEMPROV/PEMKAB/PEMKOT DENGAN SKPD PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
1. menyampaikan laporan periodik tentang perkembangan pelaksan-aan pengadpelaksan-aan
2. mengadakan konsultasi secara periodik atau sesuai dengan kebutuhan dalam rangka penyelesaian persoalan yang dihadapi
dalam proses PBJ
3. memberikan pedoman dan petunjuk kepada Satuan Kerja
Perang-kat Daerah dalam penyusunan perencanaan PBJ
4. melaksanakan pedoman dan petunjuk pengendalian
pelaksan-aan Pengadpelaksan-aan Barang/Jasa yang diberikan Gubernur/Bupai/
PEMBENTUKAN ULP
1. Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Insitusi
membentuk ULP yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
2. ULP dapat diwadahi dalam unit struktural tersendiri yang pembentukannya berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur kelembagaan pemerintah. 3. ULP yang melekat pada unit yang sudah ada sebagaimana
dimak-sud pada ayat (1) diintegrasikan pada unit struktural yang secara fungsional melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengadaan barang/jasa.
4. Kementerian/Lembaga/Daerah/Insitusi menyediakan anggaran untuk membiayai seluruh kegiatan ULP.
5. Perangkat ULP ditetapkan sesuai kebutuhan.
ORGANISASI ULP
• Perangkat ULP ditetapkan sesuai kebutuhan yang paling kurang terdiri dari fungsi Kepala, Ketatausahaan/Sekretariat, dan Kelom-pok Kerja (Pokja)
• Menteri/Pimpinan/Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Insitusi
dapat membentuk lebih dari 1 (satu) ULP, dengan
memper-imbangkan sebaran lokasi dan beban kerja (melipui volume,
besaran dana, dan jenis kegiatan).
RUANG LINGKUP ULP
Tugas dan kewenangan ULP mencakup pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa melalui Penyedia Barang/Jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.
TUGAS ULP
1. mengkaji ulang Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa bersama PPK
2. menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa, membuat pertanggungjawaban mengenai proses dan hasil pengadaan
barang/jasa kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/ Pimpinan Insitusi/PA/KPA
3. mengumumkan pelaksanaan PBJ di website K/L/D/I, papan
pengumuman resmi untuk masyarakat dan menayangkan pengu-muman pada Portal Pengadaan Nasional
4. menilai kualiikasi penyedia barang/jasa melalui prakualiikasi atau pascakualiikasi
5. melakukan evaluasi administrasi, teknis, dan harga terhadap penawaran yang masuk
6. menjawab sanggahan, mengelola sistem informasi manajemen pengadaan yang mencakup dokumen pengadaan, data survei
harga, datar kebutuhan barang/jasa, datar hitam penyedia 7. menyerahkan salinan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa
kepada PPK
8. menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa 9. mengusulkan perubahan Harga Perkiraan Sendiri, Kerangka Acuan
Kerja/spesiikasi teknis pekerjaan, dan rancangan kontrak kepada
PPK
10. membuat laporan mengenai proses dan hasil Pengadaan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Insitusi
11. menyusun dan melaksanakan strategi pengadaan barang/jasa di
MATRIKS PERUBAHAN PERPRES NO. 54/2010 DAN PERPRES NO. 70/2012
No Topik Perpres 54/2010 Perpres 70/2012 Ket
I. KETENTUAN UMUM
1. Peraturan tentang Tata Cara Pengadaan
a. Lampiran I : Perencanaan Umum Pengadaan b. Lampiran II : Pengadaan Barang c. Lampiran III : Pengadaan Pekerjaan Konstruksi d. Lampiran IV :
IVa. Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha IVb. Pengadaan Jasa Konsultansi Perorangan e. Lampiran V : Jasa Lainnya
f. Lampiran VI : Swakelola
Lampiran dipisahkan dari batang tubuh Perpres No. 70 Tahun 2012, selanjutnya diatur dalam Peraturan Kepala LKPP No. 6 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres 70/2012
Tambahan:
Pengadaan Jasa Konsultansi melalui Seleksi Internasional (Bab 6)
2. Perencanaan Pengadaan
Lingkup perencanaan:
a. PA/KPA membuat rencana umum dan pembiayaan pengadaan (RUP); b. PPK membuat rencana (teknis) pengadaan;
c. Pokja ULP membuat rencana pelaksanaan (pelelangan/seleksi) pengadaan.
a. PA pada K/L/I mengumumkan RUP setelah Rencana Kerja Dan Anggaran disetujui oleh DPR untuk pengadaan yang bersumber dari APBN. Sedangkan untuk pengadaan yang bersumber dari APBD diumumkan setelah Rencana Keuangan Tahunan Pemerintah Daerah dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD.
b. PA pada K/L/D/I harus menyediakan biaya pendukung untuk pelaksanaan pemilihan mendahului tahun anggaran.
c. Pengangkatan dan pemberhentian pejabat pelaksana pengadaan tidak terikat tahun anggaran
Diatur dalam revisi Keppres 42/2002 (Perpres 53/2010)
3. Pelelangan/seleksi sebelum tahun anggaran
Proses pengadaan dapat dilakukan setelah rencana kerja dan anggaran K/L/D/I disetujui oleh DPR/DPRD
• Kelompok Kerja ULP dapat mengumumkan pelaksanaan pengadaan:
a. Setelah