• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1Geografi, Penduduk dan Transportasi Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini berada di wilayah dataran rendah timur dari Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian 22,5 meter di bagian utara Belawan sampai 37,5 meter di bagian selatan di atas permukaan laut. Kota ini dialiri oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3,30°- 3,43° LU dan 98,35°- 98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Di sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Di sebelah utara dan selatan berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional (BPS SU,2015)

Dari data BPS Provinsi Sumatera Utara, tercatat 13.766.851 jiwa jumlah penduduk Sumatera Utara, dari jumlah tersebut kota Medan memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu 2.191.140 jiwa dengan luas wilayah total area 265 km2. Kota Medan pada tahun 2014 merupakan kota dengan kepatadan penduduk tertinggi di Sumatera Utara yakni 8.268 jiwa/km2

Dari data Poldasu Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara tahun 2004 s.d. 2014 didapatkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya, dengan persentasi peningkatan jumlah total adalah 145,3% dari jumlah kendaraan bermotor tahun 2004 (BPS SU, 2015)

2.2Kecelakaan lalu lintas

2.2.1 Pengertian Kecelakaan lalu lintas

(2)

menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Konradus (2006), menyebutkan bahwa jika dilihat dari berat ringannya kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat diklasifikasikan atas kecelakaan berat (fatal), sedang (mati dan seorang luka berat), ringan (luka-luka ringan), yang menimbulkan kerugian material seperti kerusakan kendaraan dan atau jalan. Sementara dari sisi korban kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat dikategorikan atas kecelakaan yang menyebabkan kematian (fatality killed), luka berat (serious injury), serta luka ringan (light injury).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas digolongkan atas:

1. Kecelakaan lalu-lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

2. Kecelakaan lalu-lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.

3. Kecelakaan lalu-lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.

Menurut Dirjen Perhubungan Darat (2005), kecelakaan lalu-lintas (lakalantas) dikelompokan ke dalam empat kategori dampak yaitu :

1. Kecelakaan fatal adalah kategori korban lakalantas yang meninggal dunia, baik di tempat kejadian perkara, maupun akibat luka parah sebelum 30 hari sejak terjadinya kecelakaan.

2. Kecelakaan dikatakan berakibat luka parah jika korban menderita luka-luka serius dan dirawat di rumah sakit selama lebih dari 30 hari.

(3)

4. Sedangkan PDO (Property Damage Only) adalah jenis kecelakaan yang hanya berakibat pada kerusakan barang hak milik saja, dan kerusakan atau kerugian ini biasanya dinyatakan dalam ukuran moneter.

2.2.2 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas

Menurut Songer (2001) jumlah kendaraan bermotor yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan faktor pendukung meningkatnya jumlah kecelakaan lalu-lintas. Kepadatan lalulintas (volume kendaraan), musim (kemarau/hujan), jenis kendaraan, bermotor, waktu (gelap/terang), perilaku berkendara yang aman (safety riding), kondisi kendaraan merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu-lintas.

Pendapat lainnya menyebutkan kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:

1. Faktor manusia, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena pengemudi kendaraan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, tidak terampil dalam berkendaraan dan rendahnya tingkat kesadaran pengendara. Tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mengantuk, mabuk dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya.

2. Faktor kendaraan, yang paling sering terjadi dari faktor kendaraan adalah ban kendaraan yang pecah, rem tidak berfungsi, peralatan tida layak pakai, tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya sehingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

3. Faktor jalan, antara lain adalah kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak atau belubang dapat menimbulkan adanya kecelakaan dan dapat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pengguna jalan.

(4)

dapat mengganggu jarak pandang, khususnya di daerah pegunungan (Soekanto, S. 1984)

Sedangkan menurut Dewar (2007) Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 3 yaitu : faktor manusia, faktor kendaraan, faktor lingkungan dan jalan

1. Manusia sebagai pengendara memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi dalam berkendara, yaitu faktor psikologis dan faktor fisiologis. Keduanya adalah faktor dominan yang mempengaruhi manusia dalam berkendara di jalan raya. faktor psikologis dapat berupa mental, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan faktor fisiologis mencakup penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, kelelahan, dan sistem saraf

2. Faktor kendaraan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kendaraan yang mengalami perawatan secara berkala dan terus-menerus akan menciptakan rasa aman, nyaman dan selamat bagi pengemudi dan penumpangnya. Kondisi fisik dan mesin bus yang meliputi rem, ban, kaca spion, lampu utama, lampu sign dan sebagainya juga akan mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. 3. Lingkungan fisik merupakan faktor dari luar yang berpengaruh terhadap

terjadinya kecelakaan lalu lintas, lingkungan fisik yang dimaksud terdiri dari dua unsur, yakni faktor jalan dan faktor lingkungan.

a. Faktor jalan meliputi kondisi jalan yang rusak, berlubang, licin, gelap, tanpa marka/rambu, dan tikungan/tanjakan/ turunan tajam, selain itu lokasi jalan seperti di dalam kota atau di luar kota (pedesaan) dan volume lalu lintas juga berpengaruh terhadap timbulnya kecelakaan lalu lintas.

(5)

Dari data Dirjen Perhubungan Darat - Departemen Perhubungan (2012) diketahui beberapa faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia yaitu faktor manusia sebesar 93,52%, faktor kendaraan sebesar 2,76%, faktor jalan 3,23%, dan faktor lingkungan sebesar 0,49%, diuraikan dalam tabel berikut :

Faktor

Penyebab Uraian %

Pengemudi

Lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah, mabuk, kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang

93,52

Kendaraan Ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan sistem

kemudi, as/kopel lepas, sistem lampu tidak berfungsi 2,76

Jalan

Persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak dikontrol/dikendalikan, marka jalan kurang/tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan jalan licin

3,23

Lingkungan

Lalu-lintas campuran antara kendaraan cepat dengan kendaraan lambat, interaksi antara kendaraan dengan pejalan, pengawasan dan penegakan hokum belum efektif, pelayanan gawat darurat yang kurang cepat, cuaca seperti gelap, hujan, kabut, asap

0,49

Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat – Departemen Perhubungan 2012 Tabel 2.1 Faktor-Faktor penyebab Kecelakaan lalu-lintas jalan

2.3Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu lintas 2.3.1 ( ) Faktor Hujan

(6)

lain. (Friedstrom dalam Jaroszweski, David 2014). Kondisi jalanan yang menjadi basah dan licin pada saat juga merupakan faktor terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Hal lain yang dapat memicu kecelakaan lalu-lintas saat hujan adalah jika pengemudi tidak mengemudi dengan hati-hati (Sugiarto,2009)

2.3.2 ( ) Faktor Pohon Tumbang

Pada kecelakaan lalu lintas akibat pohon tumbang, faktor cuaca juga berperan, umumnya pohon tumbang didahului oleh hujan deras dan angin kencang. Kemudian pohon tersebut secara tiba-tiba menimpa kendaraan yang sedang melintas. Menurut Polres Bantul, meskipun kelalaian dan pelanggaran rambu lalu-lintas mendominasi faktor penyebab kecelakaan, faktor alam seperti hujan dan pohon tumbang juga dapat dinilai sebagai penyebab terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Di Bantul sendiri dilaporkan dalam kurun waktu 5 bulan, terdapat sedikitnya 2 korban tewas pada kecelakaan lalu-lintas akibat pohon tumbang (Humas Polres Bantul, 2015)

2.3.3 ( ) Faktor Tikungan Tajam

Tikungan tajam adalah jalan yang memiliki sudut kemiringan belokan kurang dari atau lebih dari 180 derajat, untuk melewati kondisi jalan seperti ini dibutuhkan keterampilan dan teknik khusus berkendara agar tidak hilang kendali dan menyebabkan kecelakaan laul-lintas, pada jalanan seperti ini sebaiknya pengemudi menurunkan kecepatan kendaraan (Kartika 2009)

Jalan menikung mempengaruhi jarak pandang pengemudi menjadi lebih terbatas, sehingga apabila terjadi kondisi yang tak terkendali, pengemudi mengalami kesulitan menilai situasi dan mengambil keputusan. Selain itu alinemen jalan menikung juga dapat memperparah dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan (Marsaid,2013)

2.3.4 ( ) Faktor Jalan Berlubang

(7)

baik. Jalan berlubang beresiko menyebabkan kecelakaan lalu-lintas terutama pada pengemudi sepeda motor, pengemudi dapat mengalami ketidakseimbangan, kendaraan oleng lalu terjatuh. Tingkat keparahan yang ditimbulkan nantinya akan bergantung pada keparahan kerusakan jalan dan model kecelakaan (Buston 2007)

2.3.5 ( ) Faktor Rem Tidak Berfungsi

Rem merupakan komponen peting untuk memperlambat laju kendaraaan bermotor. Jarak terlalu dekat akan mempengaruhi pengereman, jika pengendara kurang memperhatikan jarak minimal antar kendaraan dan kecepatan kendaraan maka jarak pandang henti akan berkurang dan dapat menimbulkan kecelakaan (Ditjen Pehubungan Darat,2008)

Kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh disfungsi rem seringkali terjadi pada saat rem digunakan secara mendadak, sehingga kendaraan tidak terkendali dan dapat menabrak apa saja yang ada di depannya. Hal ini menunjukan kurangnya pengawasan dan perawatan rem pada kendaraan (Marsaid,2013)

2.3.6 ( ) Faktor Ban Kurang Baik

Noras dalam Anggraningrum (2002) menyebutkan bahwa tekanan angin pada ban sangat menentukan keamanan dalam berkendara dengan kecepatan tinggi. Tekanan angin yang terlalu rendah akan menyebabkan efek flapping (melesak kedalam dan tertekan keluar) yang pada frekuensi tinggi akan mengakibatkan kerusakan serat ban dan retak pada dinding samping, sehingga akibat panas yang ditimbulkan dari gesekan ban dengan jalan memudahkan pecah atau meletusnya ban.

(8)

Ban kempes adalah kondisi dimana tekanan pada ban berkurang, hal ini dapat disebabkan rusaknya pentil pada ban secara tiba-tiba, misal pada keadaan tertusuk paku, batu tajam, atau benda lain yang dapat melubangi ban. Kondisi ban yang seperti ini dapat menjadi ancaman terutama pada saat mengendara dalam kecepatan tinggi (Marsaid,2013)

2.3.7 ( ) Faktor Batas Kecepatan

Yang dimaksud dengan pengendara kecepatan tinggi adalah pengendara yang mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi atau diatas kecepatan normal pada suatu kondisi lalu lintas sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan hasil penelitian Simarmata (2008), dapat disimpulkan kecepatan tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut.

Selain dampak yang ditimbulkan baik langsung ataupun tidak langsung, hal lain yang dipengaruhi oleh kecepatan sebuah kendaraan adalah waktu yang tersedia bagi pengendara untuk mengadakan reaksi terhadap perubahan dalam lingkungannya (Komba 2006) Perbedaan kecepatan akan mempengaruhi frekuensi pengemudi menyalip kendaraan di depan dan mempengaruhi dalam hal mengurangi kecepatan ketika berada di belakang kendaraan lain. Dalam kondisi bertumbukan, kecepatan akan mempengaruhi tingkat kecelakan dan kerusakan yang ditimbulkan. Kecepatan yang lebih tinggi akan menghasilkan energi yang lebih tinggi, sehingga apabila terjadi tubrukan akan menimbulkan dampak yang semakin parah (Kartika 2009)

2.3.8 ( ) Faktor Mengantuk

Menurut Warpani (2002) mengantuk merupakan kondisi dimana hilang daya reaksi dan konsentrasi pengemudi diakibatkan kurang istirahat (tidur) dan atau sudah mengemudikan kendaraan lebih dari 5 jam tanpa istirahat. Ciri-ciri pengendara yang mengantuk adalah sering menguap, perih pada mata, lambat dalam bereaksi, berhalusinasi, dan pandangan kosong.

(9)

Menurut Manurung (2012) pengemudi tidak tertib adalah pengemudi yang melanggar peraturan dan rambu-rambu lalu lintas seperti melanggar marka atau rambu lalu lintas, mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri. Terjadinya kecelakaan lalu-lintas umumnya didahului oleh pelanggaran (Marsaid,2013) beberapa pelanggaran yang sering terjadi seperti mengebut dan terburu-buru mendahului kendaraan lain dengan tidak tertib (lantas Polres Kab. Malang dalam Marsaid,2013). Pengendara biasanya mengebut karena terburu-buru lalu mengambil jalur pada arah berlawanan, sehingga membahayakan pihak lawan. Pelanggaran terhadap rambu dan lampu lalu-lintas juga termasuk hal yang sering menyebabkan kecelakaan lalu-lintas. Kurangnya kesadaran keamaan pada masyarakat yang lebih mengutamakan kecepatan dan faktor ekonomi daripada keselamatan diri merupakan faktor predisposisi terjadinya pelanggaran (Dephub RI, 2008).

2.4Analisis Komponen Utama (AKU)

Analisis Komponen Utama adalah teknik statistik yang digunakan manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi. Tujuannya adalah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam sub kelompok yang secara relatif independen terhadap yang lain. Analisis komponen utama kebalikan dari analisis faktor di mana analisis komponen utama bersifat konvergen dan analisis faktor bersifat divergen (Tabachnick, 1983).

Analisis komponen utama (AKU) biasanya digunakan untuk:

1. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda.

2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel yang saling berkorelasi.

3. Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil.

(10)

komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling berkorelasi. Di dalam proses analisis faktor metode yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi adalah analisis komponen utama, metode ini dipilih karena tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk mereduksi data. Umumnya analisis komponen utama merupakan analisis intermediate yang berarti hasil komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya (Supranto, 2010). Keunggulan analisis komponen utama adalah tidak adanya asumsi mengenai acak sebaran tertentu, tidak ada hipotesis yang diuji dan tidak ada model yang mendasarinya (Chatfield, 1980).

2.5Analisis Faktor (AF)

Menurut J. Supranto (2004), analisis faktor merupakan teknik statistika yang utamanya dipergunakan untuk mereduksi atau meringkas data dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel yang baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). Dalam analisis faktor, tidak ada variabel dependen dan independen,

proses analisis faktor sendiri mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling dependen dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah awal.

Analisis faktor digunakan di dalam situasi sebagai berikut:

1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.

(11)

3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.

Jika variabel-variabel dibakukan (standardized), maka model analisis faktor dapat ditulis sebagai berikut:

Xi = Bi1F1 + Bi2F2 + Bi3F3+ … + BijFj+ … + BimFm + Viµi (2.1)

keterangan:

Xi = Variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya

satu).

Bij = Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common

factor ke-j.

Fj = common factor ke-j.

Vi = Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang

unik ke-i (unique factor). µi = Faktor unik variabel ke-i.

m = Banyaknya common factor. i = 1,2,3,...,n

j = 1,2,3,...,m

Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.

(12)

keterangan:

i = 1,2,3,...,p

p = Jumlah variabel.

= Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefisiennya Wi).

= Timbangan/bobot atau koefisien nilai faktor ke-i. = Variabel ke yang sudah dibakukan (standardized).

Secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterprestasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan. Andaikan dari p buah variabel awal/asal terbentuk k buah faktor/komponen di mana k < p, misalkan dari sejumlah variabel p sebanyak 10 variabel terbentuk k = 2 buah faktor/komponen yang dapat menerangkan kesepuluh variabel awal/asal tersebut. K buah faktor/komponen utama dapat mewakili p buah variabel aslinya sehingga lebih sederhana (Tabachnick, 1983).

Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur di antara banyak variabel dalam bentuk faktor.Faktor yang terbentuk merupakan besaran acak (random quantities) yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur secara langsung. Selain tujuan utama analisis faktor, terdapat beberapa tujuan lainnya yaitu:

1. Untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya banyak menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari variabel asal dan variabel baru tersebut dinamakan faktor.

2. Untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel penyusun faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk dengan menggunakan pengujian koefisien korelasi antar faktor dengan komponen pembentuknya.

(13)

setelah terbentuk faktor maka peneliti sudah mempunyai suatu hipotesis baru berdasarkan hasil analisis faktor.

Konsep dasar analisis faktor adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengaitkan antara dependen variabel dengan independen variabel tetapi membuat reduksi atau abstraksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel.

2. Teknik yang digunakan adalah teknik interdependensi yaitu seluruh set hubungan interdependen diteliti. Prinsip menggunakan korelasi r

= 0 dan r = 1 digunakan dalam mengidentifikasi variabel yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya.

3. Analisis faktor menekan adanya komunalitas; jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya.

4. Kovariansi antar variabel yang diuraikan akan muncul common factor (jumlah sedikit) dan unique factorsetiap variabel

(faktor-faktor tidak secara jelas terlihat).

5. Adanya koefisien nilai faktor (factor score coefficient) sehingga faktor 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, faktor 2 menyerap sebagian sisa varian setelah diambil untuk faktor 1, faktor 2 tidak berkorelasi dengan faktor.

Analisis faktor termasuk pada kategori Interdependence Techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen pada analisis tersebut, yang berarti juga tidak diperlukan sebuah model tertentu untuk analisis faktor. Hal ini berbeda dengan model Dependence Techniques seperti regresi berganda, yang mempunyai sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen sehingga diperlukan sebuah model (Santoso, 2010).

2.6Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor

Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah:

a. Bartlett’s of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk

(14)

populasi. Dengan kata lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan (r = 1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya (r = 0).

Statistik uji Bartlett’s adalah:

Χ2

(2.3)

keterangan:

N = Jumlah observasi. p = Jumlah variabel.

= Determinan matriks korelasi.

Nilai df (degree of freedom) dihitung dengan menggunakan rumus =

b. Correlation matrix adalah matriks segitiga bagian bawah menunjukkan korelasi sederhana r, antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu 1 diabaikan.

Tabel 2.1. MatriksKorelasi untuk Jumlah Variabel n = 3

X1 X2 X3

X1 1 r12 r13

X2 r21 1 r23

X3 r31 r32 1

Tabel 2.2. Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n = 4

X1 X2 X3 X4

X1 1 r12 r13 r14

X2 r21 1 r23 r24

(15)

c. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.

d. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen adalah:

(2.4) keterangan:

A = Matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya x = Vektor eigen dalam bentuk matriks

= Nilai eigen dalam bentuk skalar

Untuk mencari nilai eigen (nilai ) dari sebuah matriks A yang berukuran n x n maka dilakukan langkah berikut: . Agar kedua sisi berbentuk vektor, maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga:

sehingga det

Nilai eigenvalue> 1, maka faktor tersebut akan dimasukkan ke dalam model.

e. Factor loadings adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor. f. Factor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan

factor loadings sebagai koordinat.

g. Factor matrix yang memuat semua faktor loading dari semua variabel pada semua factor extracted.

h. Factor score merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors).

i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)

Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling

dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan

(16)

koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan, di mana nilai yang tinggi antara0,5 - 1,0 berarti analisis faktor tepat, apabila kurang dari 0,5 analisis faktor dikatakan tidak tepat. Rumus untuk menghitung KMO adalah sebagai berikut (Johnson&Wichern, 2002):

(2.5)

keterangan:

rij = Koefisien korelasi sederhana antara ke-i dan ke-j. aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-j. i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3,...,p

j. Measure of sampling adequacy (MSA), yaitu suatu indeks perbandingan antara koefisien korelasi korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel. Rumus untuk menghitung MSA adalah sebagai berikut:

(2.6)

keterangan:

p = Jumlah variabel.

= Kuadrat matriks korelasi sederhana. = Kuadrat matriks korelasi parsial. i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3...,p

k. Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor.

(17)

m.Scree Plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak (vertical) dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).

2.7Tahap – Tahap Pelaksanaan Analisis Faktor 1. Merumuskan masalah

Perumusan masalah dalam analisis faktor yaitu mengidentifikasi variabel.Variabel yang digunakan harus disesuaikan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan keinginan dari peneliti.Tujuan utama faktor harus diidentifikasi.Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio.Untuk menentukan banyaknya sampel berdasarkan analisis faktor sedikitnya 4 atau 5 kali banyaknya variabel.

2. Membentuk matriks korelasi

Proses analisis didasarkan suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Jika koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil maka hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait akan digunakan salah satunya ialah besar korelasi antar variabel independen harus cukup kuat misalnya 0,5. Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Untuk menghitung nilai korelasi antar variabel secara manual digunakan sebagai berikut (Algifari, 2000:51):

(2.7)

keterangan:

N = Jumlah observasi.

(18)

Y = Skor total.

3. Ektraksi Faktor

Terdapat dua metode ekstraksi faktor dalam analisis faktor yaitu principal component analysis (PCA) dan common factor analysis (CFA). Di dalam principal component analysis total varian pada data yang diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full varian digunakan untuk dasar pembentukan faktor, yaitu variabel-variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel lama yang jumlahnya lebih sedikit dan tidak lagi berkorelasi satu sama lain. Di dalam common factor analysis faktor diestimasi hanya berdasarkan pada common variance.Comunalities dimasukkan di dalam matrikskorelasi.Metode ini dianggap tepat jika tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian.

4. Penentuan Jumlah Faktor

Penentuan jumlah faktor artinya meringkas informasi yang terdapat dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi. Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus diekstraksi antara lain:

a. Penentuan berdasarkan eigenvalue

Dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar dari 1 yang akan dipertahankan. Suatu eigenvalue adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor dengan nilai eigenvalue lebih kecil dari 1 tidak lebih baik dari sebuah variabel asli, karena variabel asli telah dibakukan (standardized) yang artinya rata-ratanya 0 dan standar deviasinya adalah 1.

b. Penentuan berdasarkan scree plot

Scree Plot merupakan suatu plot dari eigenvalue sebagai fungsi banyaknya

(19)

slope tegak faktor dengan eigenvalue yang besar dan makin mengecil pada

sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi. Pengecilan slope ini disebut scree.

c. Penentuan berdasarkan persentase varian

Pada pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Ekstraksi faktor dihentikan apabila kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli.

d. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability

Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing-masing bagian sampel tersebut.Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing-masing bagian sampel.

e. Penentuan berdasarkan uji signifikansi

Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalue yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkan uji statistik eigenvaluenya pada signifikansi α = 5% atau 1%.

f. Penentuan berdasarkan apriori

(20)

5. Rotasi Faktor

Hasil atau output yang penting dari analisis faktor adalah matriks faktor pola (factor pattern matrix) yang memuat koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (standardized) dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini disebut muatan faktor (factor loading) yang merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya.Suatu koefisien dengan nilai absolut yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat.Koefisien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor. Beberapa literatur menyarankan besarnya nilai untuk batasan factor loadings

adalah 0,3, , .

Dalam melakukan rotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki factor loadings atau koefisien yang tidak nol atau signifikan hanya untuk beberapa

variable. Ada dua metode rotasi faktor yang berbeda yaitu: Orthogonal dan

oblique rotation. Rotasi dikatakan orthogonal rotation jika sumbu

dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode oblique rotation dapat dibedakan menjadi: quartimax, varimax, dan equimax. Rotasi

dikatakan oblique rotation jika sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya dan faktor-faktor tidak berkorelasi.Oblique rotation akan digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkorelasi kuat. Metode ini dapat dibedakan menjadi oblimin, promax, orthobolique, Metode rotasi yang banyak digunakan adalah varimax procedure.Prosedur ini merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan banyaknya variabel dengan muatan tinggi pada suatu faktor. Rotasi orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang saling tidak berkorelasi satu sama lain.

6. Interpretasi Faktor

(21)

7. Menentukan Ketepatan Model (Model Fit)

Gambar

Tabel 2.1 Faktor-Faktor penyebab Kecelakaan lalu-lintas jalan
Tabel 2.1. MatriksKorelasi untuk Jumlah Variabel n = 3

Referensi

Dokumen terkait

In NTDB geometric data was stored in MicroStation design format (DGN) which each feature has a link to its attribute data (stored in Microsoft Access file).. Also NTDB file

Pada hari ini Sabtu tanggal empat bulan Agustus tahun Dua ribu dua belas , Panitia Pembangunan Gedung Sekret ariat FKUB Tahun 2012, telah mengadakan Pemberian

Tidak ada hubungan antara asupan makanan indeks glikemik tinggi dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe II rawat jalan

Jaringan komputer dan internet mempermudah proses pertukaran informasi. Masalah yang muncul adalah informasi yang dilewatkan pada jaringan komputer adalah data

Jumlah total BAL yang diuji menggunakan Kruskall Wallis yaitu nilai p= 0,620 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan sari buah nanas tidak ada pengaruh nyata

Hal ini sesuai dengan penelitian Kusumaningtyas (2011) bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p&lt;0,000) pada hasil pretest dan posttest terhadap pengetahuan

berupa JSON (JavaScript Object Notation) ke data server. Aplikasi ini juga dibangun dengan memanfaatkan Google Maps API dalam memberikan informasi berupa peta lokasi

Tabulasi silang antara pengetahuan ibu dengan kekambuhan alergi makanan pada balita, dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan ibu yang baik dalam pencegahan